Topik 2 Prinsip Proses Termal

download Topik 2 Prinsip Proses Termal

of 13

Transcript of Topik 2 Prinsip Proses Termal

  • Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    P. Hariyadi, F. Kusnandar,

    dan N. Wulandari

    Tujuan Instruksional Khusus:

    Setelah menyelesaikan topik 2 ini, mahasiswa diharapkan mampu menje-laskan jenis dan tujuan proses termal, dan mengklasifikasikan produk pangan berdasarkan tingkat keasaman dan resikonya serta proses termal yang perlu dilakukan.

    Topik

    2

    Pendahuluan

    Kajian tentang pengolahan pangan dengan suhu tinggi atau proses termal terutama memfokuskan pada aplikasi panas untuk membunuh atau menginaktif-kan mikroorganisme yang dapat menyebabkan kebusukan produk pangan dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Pengolahan dengan suhu tinggi melibatkan proses pemanasan pada berbagai variasi suhu dan waktu. Prosesnya sendiri da-pat dilakukan dalam sistem batch (in-container sterilization) atau dengan sistem kontinyu (aseptic processing). Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak dan meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam jangka waktu tertentu. Proses pengolahan dengan suhu tinggi telah diaplikasikan dalam makanan kaleng dan dapat mempertahankan daya awet produk pangan hingga 6 bulan atau lebih.

    Pengolahan dengan suhu tinggi juga mempengaruhi mutu produk, seperti memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk sehingga mudah dikonsumsi, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan (seperti komponen tripsin inhibitor dalam biji-bijian). Namun demikian, bila proses pemanasan dila-kukan secara berlebihan, maka dapat menyebabkan kerusakan komponen gizi (seperti vitamin dan protein) dan penurunan mutu sensori (rasa, warna, dan tekstur).

    Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat dibagi menjadi beberapa operasi, yaitu proses blansir (blanching), proses pasteurisasi, sterilisasi dan hot-filling. Selain itu, proses pemanasan suhu tinggi juga diterapkan untuk keperluan umum lainnya, seperti pemasakan/cooking, penghangatan kembali/rewarming dan pelelehan/thawing makanan. Dalam sub-topik 2.1 ini khusus akan dibahas prinsip dan pengertian blansir, pasteurisasi, sterilisasi dan hot-filling.

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    13

  • Jenis dan Tujuan Proses Termal

    Terdapat beberapa jenis proses pemanasan yang umum diterapkan dalam proses pengalengan pangan, seperti blansir, pasteurisasi, sterilisasi dan hot-filling. Dari keempat proses pemanasan tersebut, blansir biasanya bagian dari proses pengalengan sebelum dilakukan proses termal dan bertujuan bukan untuk proses pengawetan.

    Blansir

    Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan tujuan untuk mem-perbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Dengan demikian, proses blansir bukan ditujukan untuk proses pengawetan. Tujuan perlakuan blansir teru-tama adalah untuk (i) menginaktifasi enzim, (ii) mengurangi jumlah mikroba awal (terutama mikroba pada permukaan bahan pangan, buah dan sayuran), (iii) melunakkan tekstur buah dan sayuran sehingga mempermudah proses pengisian buah/sayuran dalam wadah, dan (iv) mengeluarkan udara yang terperangkap pada jaringan buah/sayuran yang akan mengurangi kerusakan oksidasi dan membantu proses pengalengan dengan terbentuknya head space yang baik.

    Buah dan sayuran segar mengandung enzim yang sering kali mengganggu selama penyimpanan produk. Selama penyimpanan produk buah/sayur, beberapa enzim, seperti lipoksigenase, polifenolase, poligalakturonase dan klorofilase, akan menurunkan mutu sensori dan gizi produk. Dengan adanya proses blansir yang dilan-jutkan dengan proses pasteurisasi/sterilisasi makanan kaleng, maka enzim pun akan inaktif dan tidak mempengaruhi perubahan mutu produk selama penyimpanan.

    Di dalam proses blansir buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang tahan panas, yaitu enzim katalase dan peroksidase. Kedua enzim ini memerlukan pema-nasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-enzim lain yang tersebut di atas. Baik enzim katalase maupun peroksidase tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan sayuran. Namun karena sifat ketahanan panasnya yang tinggi, enzim katalase dan peroksidase sering digunakan sebagai enzim indikator bagi kecukupan proses blansir. Artinya, apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik.

    Pasteurisasi

    Proses pemanasan dengan pasteurisasi diberi nama dari nama ahli mikro-biologi Perancis, yaitu Louis Pasteur. Pada awalnya proses ini dikembangkan sebagai upaya untuk mencari metode pengawetan minuman anggur (wine). Pas-teur menunjukkan bahwa proses pembusukan pada minuman anggur dapat dicegah jika anggur tersebut dipanaskan pada suhu 60oC selama beberapa waktu. Namun demikian, dalam perkembangannya, proses pasteurisasi lebih banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan susu.

    Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100oC) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    14

  • pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi).

    Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikro-organisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika:

    (1) Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebab-kan terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu),

    (2) Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorga-nisme patogen (penyebab penyakit, misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada saribuah),

    (3) Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada sari buah),

    (4) Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan tersebut (misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan, penge-masan yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain).

    Secara umum tujuan utama pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin dan pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi adalah bakteri penyebab penyakit, seperti Mycobacterium tuberculosis (penyebab penyakit TBC), Salmonella (penyebab kolera dan tifus) serta Shigella dysenteriae (penye-bab disentri). Di samping itu, pasteurisasi juga dapat memusnahkan bakteri pembusuk yang tidak berspora, seperti Pseudomonas, Achromobater, Lacto-bacillus, Leuconostoc, Proteus, Micrococcus dan Aerobacter serta kapang dan khamir.

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bawa proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan dari proses pas-teurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan pangan, terutama nilai pH. Kon-disi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk pangan dapat berbeda-beda, tergantung dari pH produk.

    Proses pasteurisasi dapat dilakukan pada kombinasi suhu dan waktu yang berbeda. Sebagai contoh, pasteurisasi susu dapat dilakukan dengan mengguna-kan metode sebagai berikut:

    (1) Long time pasteurization atau 'holder process', yaitu pada suhu 62.8oC-65.6oC selama 30 menit.

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    15

  • (2) High temperature short time [HTST] pasteurization, yaitu pada suhu 73oC selama 15 detik.

    (3) Flash pasteurization, yaitu pada suhu 85oC-95oC selama 2-3 detik.

    Sterilisasi Komersial

    Pengertian steril absolut menunjukkan suatu kondisi yang suci hama, yaitu kondisi yang bebas dari mikroorganisme. Pada proses sterilisasi produk pangan, kondisi steril absolut sulit dicapai, karena itulah digunakan istilah sterilisasi komersial atau sterilisasi praktikal. Sterilisasi komersial yaitu suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam peri-ode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi terdapat mikroorganisme hidup.

    Pengertian sterilisasi komersial ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang telah mengalami proses sterilisasi mungkin masih mengandung spora bakteri (terutama bakteri non-patogen), namun setelah proses pemanasan tersebut spora bakteri non-patogen tersebut bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan kalau produk ter-sebut disimpan pada kondisi normal. Dengan demikian, produk pangan yang telah mengalami sterilisasi komersial akan mempunyai daya awet yang tinggi, yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun. Sterilitas komersial (menurut FDA) atau stabilitas penyimpanan (menurut USDA) adalah kondisi bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin.

    Pada produk steril komersial yang berasam rendah, terdapat resiko kea-manan pangan yang cukup tinggi. Pada kondisi penyimpanan normal tanpa pen-dinginan, pangan berasam rendah yang belum mencapai kecukupan proses steril komersial akan beresiko ditumbuhi mikroba. Selain itu spora yang tertinggal di dalam makanan tersebut dapat bergerminasi kembali dan menyebabkan kebu-sukan atau kerusakan makanan. Di lain pihak penggunaan suhu yang tinggi pada proses sterilisasi produk pangan secara berlebihan, memungkinkan terjadinya kerusakan nilai gizi maupun organoleptik produk pangan tersebut, sehingga pro-ses sterilisasi komersial perlu dikontrol dengan baik.

    Produksi pangan steril komersial mencakup dua operasi yang esensial (Gambar 2.1); yaitu:

    (1) Bahan pangan harus dipanaskan secara cukup (pada suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama) untuk memastikan bahwa kondisi steril komer-sial telah tercapai.

    (2) Pangan yang telah disterilisasi komersial harus dikemas dan ditutup dengan menggunakan wadah yang hermetik atau kedap udara (seperti kaleng, gelas, alumnium foil, retort pouch, dll), sehingga mampu mencegah timbul-nya rekontaminasi setelah produk tersebut disterilkan.

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    16

  • Suhu tinggi membunuh mikroba

    Wadah tertutup mencegah pencemaran kembali (rekontaminasi) pada makanan

    Gambar 2.1. Prinsip penglahan dengan suhu tinggi (sterilisasi komersial)

    Spora bakteri umumnya mempunyai ketahanan panas yang lebih tinggi daripada sel vegetatifnya. Karena itulah, proses pemanasan pada sterilisasi komersial bertujuan untuk menginaktifkan spora bakteri, terutama spora bakteri patogen yang tahan panas. Kondisi proses sterilisasi komersial tersebut sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain kondisi produk pangan yang diste-rilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dll), jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan, karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng), medium pemanas, dan kondisi penyimpanan setelah sterilisasi.

    Proses sterilisasi komersial dilakukan melalui pemanasan pada suhu tinggi. Karena tujuan sterilisasi adalah untuk membunuh semua sel vegetatif dan semua spora bakteri, maka bahan pangan berasam rendah yang disteriisasil komersial membutuhkan suhu proses yang tinggi. Untuk itu perlu dikendalikan dengan baik karena bila tidak terkontrol dengan baik, pemanasan yang berlebihan dapat merusak mutu organoleptik dan gizi produk pangan tersebut.

    Produk pangan yang telah mengalami sterilisasi seharusnya dikemas dengan kemasan yang kedap udara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi. Kondisi pengemasan kedap udara ini menyebabkan terbatasnya jumlah udara (oksigen) yang rendah, sehingga mikroorganisme yang bersifat obligat aerob tidak akan mampu tumbuh pada produk pangan tersebut. Namun yang perlu diperhatikan adalah mikroorganisme (terutama spora) yang bersifat fakultatif atau obligat anaerob yang jika tidak diperhatikan dengan seksama akan mampu menyebabkan terjadinya kebusukan. Dengan demikian, suatu produk pangan dikatakan sudah steril komersial apabila: (a) produk telah mengalami proses pemanasan lebih dari 100oC; (b) bebas dari mikroba patogen dan pembentuk racun; (c) bebas mikroba yang dalam kondisi penyimpanan dan penanganan nor-mal dapat menyebabkan kebusukan; dan (d) awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi).

    Umumnya, proses pengemasan untuk bahan pangan yang telah diproses dengan sterilisasi komersial akan menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini memberikan beberapa keuntungan, antara lain (i) spora bakteri pembusuk

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    17

  • umumnya tidak tahan panas sehingga lebih mudah dimusnahkan pada proses pemanasan, dan (ii) dapat mengurangi reaksi oksidasi yang mungkin terjadi baik selama pemanasan maupun selama penyimpanan setelah diproses. Untuk mem-pertahankan kondisi anaerobik ini, bahan pangan perlu dikemas dalam kemasan kedap udara (hermetis) seperti kaleng, gelas, kantong plastik atau alumunium foil.

    Berdasarkan prosesnya, sterilisasi dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:

    (1) Proses pengalengan konvensional, dimana produk dimasukkan dalam kaleng, lalu ditutup secara hermetis, dan setelah itu produk dalam kaleng dipanaskan/disterilisasikan dengan menggunakan retort. Setelah kecukupan panas yang diperlukan tercapai, produk dalam kaleng tersebut didinginkan.

    (2) Proses aseptis, yaitu suatu proses dimana produk dan kemasan disterilisasi secara terpisah, kemudian produk steril tersebut diisikan ke dalam wadah steril pada suatu ruangan yang steril.

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka produk pangan steril komersial dapat didefinisikan sebagai produk pangan berasam rendah (low acid foods) yang telah mengalami proses pemanasan, sehingga bisa dipastikan bahwa produk tersebut telah bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin. Istil-ah pangan steril komersial selama ini sering pula dikenal sebagai makanan dalam kaleng.

    Hot-filling

    Hot-filling adalah teknik proses termal yang banyak diterapkan untuk produk pangan berbentuk cair, seperti saus, jam, dan sambal. Dari segi tujuan proses, hot-filling banyak dilakukan untuk produk pangan yang memiliki pH ren-dah (pangan asam/diasamkan) untuk tujuan pasteurisasi. Pengertian hot-filling adalah melakukan pengemasan bahan dalam kondisi panas setelah proses pas-teurisasi ke dalam kemasan steril (misalnya botol atau gelas jar), lalu ditutup rapat (hermetis) dan didinginkan. Biasanya proses hot-filling dikombinasikan dengan teknik pengawetan lain, misalnya penambahan gula, garam, bahan peng-awet atau pendinginan. Di antara produk pangan yang dapat diproses dengan hot-filling adalah saus, sambal, jem, dsb.

    Klasifikasi Produk Pangan

    Tingkat keasaman produk (pH) akan menentukan jenis mikroba apa yang berpotensi untuk tumbuh di dalamnya, sehingga akan menjadi faktor penentu proses termal apa yang harus dilakukan (sterilisasi/pasteurisasi). Tingkat resiko terkontaminasi oleh mikroba yang berbahaya (patogen) terutama untuk produk-produk yang memiliki pH yang tinggi. Terutama dalam makanan kaleng, yang menjadi pH kritis adalah pH media dimana Clostridium botulinum mulai dapat tumbuh adalah 4.5. Berdasarkan resiko keamanan pangan, produk pangan sering dikelompokkan berdasarkan tingkat keasaman atau pHnya. Sebagai batas penge-lompokkannya, digunakan batas resiko pertumbuhan bakteri Clostridium botuli-

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    18

  • num, yaitu 4.5-4.6. Untuk pertimbangan keamanan, sebagai batas pengelom-pokkan biasanya digunakan pH 4.5.

    Berdasarkan tingkat keasaman tersebut, produk pangan sering dikelompok-kan menjadi pangan asam atau acid food (pH

  • Tabel 2.1. Pengelompokan bahan pangan, resiko mikroorganisme yang dapat tumbuh dan proses termal yang harus dilakukan

    Klasifikasi keasaman pH

    Golongan bahan pangan

    Mikroorganisme pembusuk

    Proses yang diperlukan

    7,0 Daging, ikan, susu, unggas

    Bakteri mesofilik, anaerobik, pem-bentuk spora

    6.0 Sayur-sayuran Berasam rendah

    5.0 Sop

    Bakteri termofilik, enzim yang ada di dalamnya

    Berasam sedang 4.5

    Macam-macam bahan pangan

    Batas terendah untuk pertum-buhan C. botu-linum

    Proses pema-nasan yang tinggi (240-250oF)

    Asam 3.7 Buah-buahan Bakteri pembentuk asam, tidak mem-bentuk spora

    Proses pema-nasan dalam air mendidih (212oF)

    3.0

    Bahan pangan sangat asam (golongan pikel, jam)

    Enzim-enzim Berasam tinggi

    2.0 Bahan pangan sangat asam Khamir, kapang

    Tabel 2.2. Penggolongan bahan pangan berdasarkan tingkat resikonya

    Resiko Kriteria Contoh bahan pangan Proses termal yang diperlukan

    Resiko tinggi pH>4.5; Aw>0.85 Susu, daging, sayuran, unggas

    Sterilisasi komersial

    pH0.85 Buah-buahan segar (nenas, jeruk)

    Pasteurisasi Resiko sedang

    pH>4.5; Aw

  • nilai Aw akan membatasi pertumbuhan mikroba, dimana walaupun pH-nya tinggi tetapi apabila Aw-nya rendah, resiko pertumbuhan mikroba patogen lebih rendah.

    Produk pangan berasam rendah merupakan produk pangan yang mempu-nyai resiko tinggi bagi kesehatan publik mengingat bahwa pada produk pangan berasam rendah terdapat kemungkinan:

    (a) Pertumbuhan mikroba patogen

    Pada kondisi pH pangan sangat rendah (berasam tinggi; pH 4.5) resiko yang dimiliki lebih besar karena mikroba patogen bisa tumbuh. Hal ini karena pada umumnya mikroba patogen menginginkan kondisi pH pertumbuhan yang berada pada kisaran netral.

    (b) Germinasi spora, khususnya spora mikroba patogen Clostridium botulinum

    Clostridium botulinum adalah bakteri pembentuk spora yang menyukai kondisi pangan berasam rendah, dapat hidup pada kondisi anaerobik (kedap udara) seperti di dalam pangan kaleng, dan mampu menghasilkan racun yang sangat berbahaya dan bersifat mematikan bagi manusia, yaitu toksin botulin.

    Pangan asam

    Produk pangan dikelompokkan pangan asam apabila secara alami memiliki pH

  • setelah pengolahan, dan meliputi produk-produk pengalengan daging atau ung-gas yang melalui proses termal baik sebelum maupun sesudah proses penge-masan secara hermetis. Produk fermentasi tidak termasuk dalam katagori ini.

    Keasaman yang tepat dibutuhkan untuk mencegah pertumbuhan C. botu-linum. Proses pembuatan makanan yang diasamkan sangat tergantung pada pH bahan pangan untuk mencegah pertumbuhan organisme tersebut. Nilai pH kese-timbangan akhir dari makanan yang diasamkan harus mencapai 4,5 atau lebih rendah untuk mencegah pertumbuhan C. botulinum.

    Faktor yang paling penting dalam produksi makanan yang diasamkan ada-lah waktu untuk mencapai dan mempertahankan tingkat pH yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan spora C. botulinum. Selain itu juga harus dipastikan bahwa tidak terjadi proses pembusukan akibat aktivitas mikrobiologi selama proses pencapaian tingkat pH yang diinginkan (4,5 atau lebih kecil).

    Untuk makanan yang diasamkan dapat digunakan suatu proses yang dise-but hot-fill-hold process atau proses pengisian panas. Proses ini mencakup pengisian produk ke dalam wadah dalam keadaan panas dan membiarkan pro-duk ini dalam keadaan panas beberapa saat sebelum didinginkan. Jenis proses ini didasarkan pada keterkaitan antara pH yang diberikan dan suhu pengisian yang diperoleh dari lembaga pengolahan yang berwenang. Tidak ada data suhu dan waktu yang khusus yang dibutuhkan untuk menetapkan hot-fill-hold process ini.

    Produk-produk makanan yang diasamkan dapat juga diproses dalam suatu alat pasteurisasi, ketel pemasak bertekanan atmosfer atau dalam retort untuk selama periode waktu tertentu. Dalam hal ini, perlu diperhatikan bahwa proses didasarkan pada kecepatan pemanasan dari produk. Alat pasteurisasi atau ketel pemasak bertekanan atmosfer biasanya alirannya kontinyu, dan dalam hal ini proses termal didasarkan pada suhu akhir produk pada tahap akhir dari bagian pemanasan. Pembacaan suhu maksimum dari termometer dapat digunakan untuk menetapkan proses bagi produk-produk asam atau diasamkan.

    Untuk menghasilkan produk pangan dengan pH 4,5 atau lebih kecil, peng-asaman merupakan suatu keharusan. Yang harus diingat adalah bahwa semua ingridient yang mudah rusak harus dilindungi dari kebusukan mikrobiologi mulai sebelum proses pengasaman dilakukan sampai tercapai pH kesetimbangan pada 4,5 atau lebih kecil.

    Beberapa metode yang biasa dilakukan untuk proses pengasaman bahan pangan adalah:

    a. Blansir (blanching) di dalam larutan asam. Untuk melakukan pengasaman partikel bahan pangan yang besar, harus dilakukan blansir dalam larutan asam panas. Kemampuan untuk memperoleh produk yang asam tergantung dari waktu dan suhu blansir, demikian juga tipe dan konsentrasi asam.

    b. Pencelupan bahan pangan yang sudah diblansir dalam larutan asam. Dalam hal ini adalah produk yang diblansir secara normal dengan uap atau air. Selanjutnya, direndam dalam larutan asam, ditiriskan dan ditempatkan dalam

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    22

  • kontainer. Keasaman ditentukan oleh kesempurnaan proses blansir, konsen-trasi asam dan waktu kontak.

    c. Pengasaman secara langsung (direct batch acidification). Cara ini pada umumnya adalah cara yang paling bagus untuk bahan pangan cair. Ingre-dien dicampur dalam suatu bejana, dan asam ditambahkan secara langsung ke dalam bejana (adanya peningkatan suhu dapat meningkatkan kecepatan penetrasi asam ke dalam partikel solid). Nilai pH dalam batch diperiksa sebe-lum bahan proses pengisian.

    d. Penambahan bahan pangan asam ke dalam bahan pangan berasam rendah secara terkontrol. Bahan pangan asam dicampur dengan bahan pangan berasam rendah untuk mendapat produk pangan terasamkan.

    e. Penambahan secara langsung sejumlah asam yang sudah diketahui sebelum-nya (predeteminant acid) ke dalam individual wadah/kemasan selama proses produksi. Cara ini melibatkan penambahan pelet asam yang diketahui volu-me/konsentrasinya secara langsung ke dalam wadah. Cara ini merupakan cara yang paling tidak akurat dalam proses pengasaman, karena penam-bahan asam ke dalam kontainer mungkin tidak terkontrol. Sangat sulit untuk mengawasi rasio solid-liquid, pencampuran yang cukup dari asam terhadap produk atau penetrasi asam kedalam padatan. Walaupun cara ini diperboleh-kan untuk melakukan pengasaman, tetapi tidak direkomendasikan.

    Proses pengasaman tersebut memerlukan kontrol tertentu untuk mengha-silkan produk yang diasamkan. Satu perusahaan mungkin menggunakan lebih dari satu prosedur tergantung dari jenis produk dan prosedur proses standar yang telah ditetapkan.

    Rangkuman 1. Proses termal bertujuan untuk memperpanjang keawetan produk pangan

    dengan cara membunuh mikroorganisme pembusuk dan patogen. Proses termal berperan juga dalam memperbaiki mutu sensori, melunakkan produk sehingga mudah dikonsumsi, meningkatkan daya cerna protein dan karbo-hidrat, dan menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan. Proses termal yang berlebihan akan dapat menyebabkan kerusakan kompo-nen gizi (vitamin, protein) dan penurunan mutu sensori (rasa, warna, dan tekstur).

    2. Proses pasteurisasi adalah proses pemanasan pada suhu di bawah 100oC) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari, terutama untuk memusnahkan sel-sel vegetatif dari mikroba patogen, pembentuk toksin dan pembusuk. Pasteurisasi sering diaplikasikan untuk produk yang mudah rusak oleh panas, atau bila akan dilakukan kombinasi dengan metode pengawetan lain, seperti pendinginan, pengemasan yang rapat tertutup, penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain.

    3. Sterilisasi komersial adalah suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi mikroorganisme hidup. Produk yang telah

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    23

  • mengalami sterilisasi komersial mungkin saja masih mengandung spora bakteri (terutama bakteri non-patogen), tetapi bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan kalau produk tersebut disimpan pada kondisi penyimpanan normal. Produk pangan yang telah disterilisasi komersial akan mempunyai daya awet yang tinggi.

    4. Produksi bahan pangan steril komersial mencakup dua operasi yang esen-sial; yaitu: (a) produk pangan harus dipanaskan secara cukup (pada suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama) untuk memastikan bahwa kondisi steril komersial telah tercapai; dan (b) produk pangan harus dikemas dan ditutup dengan menggunakan wadah yang hermetik atau kedap udara (seperti kaleng, gelas, aluminium foil, retort pouch, dll), sehingga mampu mencegah timbulnya rekontaminasi setelah produk tersebut disterilkan.

    5. Suatu produk pangan dikatakan sudah steril komersial apabila: (a) produk telah mengalami proses pemanasan >100oC; (b) bebas dari mikroba pato-gen dan pembentuk racun; (c) bebas mikroba yang dalam kondisi penyim-panan dan penanganan normal dapat menyebabkan kebusukan; (d) awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi)

    6. Proses sterilisasi komersial dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu: (a) proses pengalengan konvensional, dan (b) proses aseptis dalam sistem kontinyu.

    7. Hot-filling adalah teknik proses termal untuk produk pangan cair yang dila-kukan dengan cara memasukkan bahan ke dalam kemasan dalam kondisi panas (setelah proses pasteurisasi), lalu ditutup rapat. Hot-filling umumnya menerapkan kombinasi dengan pengawetan lain, seperti penambahan gula, garam, bahan pengawet atau pendinginan.

    8. Berdasarkan tingkat keasamannya, produk pangan dikelompokkan menjadi pangan asam rendah (pH>4.5) dan pangan asam/diasamkan (pH0.85 adalah sterilisasi komersial. Sedangkan untuk produk pangan asam/diasamkan dan produk berasam rendah yang memiliki Aw

  • Singh,R.P. and Heldman,D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic Press, San Diego, CA.

    Toledo,R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. Van Nostrand Reinhold, New York.

    Valentas,K.J., Rotstein,E. Dan Singh,R.P. 1997. Handbook of Food Engineering Practice. CRC Presss, New York.

    Topik 2. Prinsip dan Pengertian Proses Termal

    25

    Sterilisasi Komersial