tonsillectomy.docx

38
BAB I Pendahuluan Tonsilektomi merupakan suatu satu prosedur pembedahan tertua yang masih dilakukan, berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tonsilektomi didiskripsikan pertama kali di India pada tahun 1000 SM. Pada tahun 1867, Wise menyatakan bahwa orang Indian Asiatik terampil dalam tonsilektomi pada tahun 1000 SM. Frekuensi prosedur pembedahan menurun secara drastis sejak munculnya antibiotik. Selain itu, pengertian yang lebih baik dari indikasi-indikasi untuk prosedur pembedahan ini telah menurunkan frekuensinya, dari perkiraan 1,5 juta tonsilektomi di Amerika Serikat pada tahun 1970 menjadi insidens 350.000 sampai 400.000 per tahun pada tahun 1985. Karena pembedahan tonsila tidak bebas dari morbiditas dan mortalitas, adalah bijaksana untuk menyadari bahwa prosedur ini, seperti setiap pembedahan lainnya, sebaiknya dilakukan secara optimal dengan ketrampilan dalam teknik pembedahan. 1 Teknik tonsilektomi terus mengalami perkembangan, tahun 1827 tonsil diangkat menggunakan guillotine, pada saat itu dinamakan Primary enucleation, pertama kali digunakan oleh Physick. Tahun 1867, Meyer menggunakan pisau berbentuk lingkaran, mengangkat tonsila adenoid melalui cavitas nasi, pada pasien yang menderita penurunan pendengaran dan sumbatan hidung. Pada tahun 1910 Wilis dan Pybus melaporkan pengangkatan tonsil lengkap dengan kapsulnya. Pada tahun 1912, Sluder menemukan alat untuk mengambil tonsil sehingga 1

Transcript of tonsillectomy.docx

Page 1: tonsillectomy.docx

BAB I

Pendahuluan

Tonsilektomi merupakan suatu satu prosedur pembedahan tertua yang masih

dilakukan, berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris.

Tonsilektomi didiskripsikan pertama kali di India pada tahun 1000 SM. Pada tahun 1867,

Wise menyatakan bahwa orang Indian Asiatik terampil dalam tonsilektomi pada tahun 1000

SM. Frekuensi prosedur pembedahan menurun secara drastis sejak munculnya antibiotik.

Selain itu, pengertian yang lebih baik dari indikasi-indikasi untuk prosedur pembedahan ini

telah menurunkan frekuensinya, dari perkiraan 1,5 juta tonsilektomi di Amerika Serikat pada

tahun 1970 menjadi insidens 350.000 sampai 400.000 per tahun pada tahun 1985. Karena

pembedahan tonsila tidak bebas dari morbiditas dan mortalitas, adalah bijaksana untuk

menyadari bahwa prosedur ini, seperti setiap pembedahan lainnya, sebaiknya dilakukan

secara optimal dengan ketrampilan dalam teknik pembedahan.1

Teknik tonsilektomi terus mengalami perkembangan, tahun 1827 tonsil diangkat

menggunakan guillotine, pada saat itu dinamakan Primary enucleation, pertama kali

digunakan oleh Physick. Tahun 1867, Meyer menggunakan pisau berbentuk lingkaran,

mengangkat tonsila adenoid melalui cavitas nasi, pada pasien yang menderita penurunan

pendengaran dan sumbatan hidung. Pada tahun 1910 Wilis dan Pybus melaporkan

pengangkatan tonsil lengkap dengan kapsulnya. Pada tahun 1912, Sluder menemukan alat

untuk mengambil tonsil sehingga keberhasilan pengambilan tonsil lengkap dengan kapsulnya

mencapai 99,6 %. Teknik tonsilektomi lain terus dikembangkan seperti elektrokauter

ditujukan untuk mengurangi terjadinya efek yang tidak diharapkan dari tonsilektomi.2

1

Page 2: tonsillectomy.docx

BAB II

Anatomi dan Fisiologi Tonsil

2.1 Anatomi

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Tonsil

berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang

meluas ke dalam jaringan tonsil. Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang

mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal

(adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-

kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior

faring dan dekat orifisium tuba eustachius.3 Walaupun tonsil terletak di orofaring karena

perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat

menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah

perkembangan tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan sering

terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas.4

2.1.1 Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil

pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar

posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-

masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak

selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa

supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Bagian anterior berbatasan dengan M.

Palatoglossus, posterior berbatasan dengan M. Palatofaringeus, superior berbatasan dengan

palatum molle, bagian inferior berbatasan dengan tonsil lingua, dan di lateral berbatasan

dengan M. konstriktor faring superior. Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis

gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di

bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma

jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting

mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh

limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.

2

Page 3: tonsillectomy.docx

2.1.1.1 Fosa Tonsil

Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior

adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring

superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari

palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke

atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas

hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar

posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum

mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral

faring.3

2.1.1.2 Kapsul Tonsil

Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang

disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para

klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.3

2.1.1.3 Plika Triangularis

Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika

triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut

ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi

yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.3

2.1.1.4 Pendarahan

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu 1) A.

maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina asenden; 2)

A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden; 3) A. lingualis dengan

cabangnya A. lingualis dorsal; 4) A. faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior

diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara

kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A.

faringeal asenden dan A. palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang

bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul

tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.3

3

Page 4: tonsillectomy.docx

2.1.1.5 Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal

profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus,

selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya

mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak

ada.3

2.1.1.6 Persarafan

Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion

sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.3

2.1.2 Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid

yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur

seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.

Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai

bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang

nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan

posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran

adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran

maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.3

2.1.3 Tonsil Lingua

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada

apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.4

2.2 Fisiologi Tonsil

merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari

keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah

50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks

yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting

cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis

4

Page 5: tonsillectomy.docx

imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa

IgG.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)

menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi

antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.3

Gambar 1. Anatomi Tonsil

Diunduh dari http://nhsblogdoc.blogspot.com/2008/12/tonsillectomy-another-reason-to-

pause.html pada tanggal 28 Juli 2009 pukul 20.30

5

Page 6: tonsillectomy.docx

BAB III

TONSILEKTOMI

3.1 Definisi

Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil palatina baik unilateral maupun

bilateral. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di

nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.4 Adapun pengertian lain yang

menyebutkan bahwa tonsilektomi adalah pembedahan eksisi tonsil palatina untuk mencegah

tonsilitis yang berulang. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman,

namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan

keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di AS karena

kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia,

tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak

sulit.

Gambar 2. Tonsilitis

Diunduh dari:

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/84/Throat_with_Tonsils_0011J.jpeg pada

tanggal 30 juli 2009 pukul 20.05

3.2 Epidemiologi

6

Page 7: tonsillectomy.docx

Pada Amerika operasi tonsilektomi masih merupakan operasi yang paling sering

dikerjakan pada anak. Pada tahun 1959, 1,4 juta tonsilektomi dikerjakan pada Amerika

Serikat. Pada tahun 1987, jumlah operasi yang dikerjakan menurun hingga 260.000. Indikasi

operasi berubah dari indikasi karena infeksi, menjadi karena obstruksi jalan nafas.3

Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau

tonsiladenoiktomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun

terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsilektomi.

Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak

kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus).4

3.3 Indikasi Tonsilektomi

Tonsilektomi atau lebih populer dikenal dengan istilah operasi amandel, telah dikenal

oleh masyarakat awam sejak dahulu, dan sejak diperkenalkan tonsilektomi dengan cara

Guillotine (1828), kecenderungan melakukan pembedahan ini untuk menyembuhkan

berbagai penyakit saluran napas atas semakin meningkat. Tonsilektomi biasanya dilakukan

pada dewasa muda yang menderita episode ulangan tonsilitis, selulitis peritonsilaris, atau

abses peritonsilaris. Tonsilitis kronis dapat menyebabkan hilangnya waktu bekerja yang

berlebihan. Anak-anak jarang menderita tonsilitis kronis atau abses peritonsilaris. Paling

sering, mereka mengalami episode berulang tonsilitis akut dan hipertrofi penyerta. Beberapa

episode mungkin disebabkan oleh virus atau bakteri. Diskusi kemudian mengenai kapan saat

atau setelah berapa kali episode tindakan pembedahan dibutuhkan. Pedoman-pedoman yang

biasanya dapat diterima sekarang ini ditunjukkan pada bagian ini.5

3.3.1 Indikasi Absolut

Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang absolut adalah berikut ini:

1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis

2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur yang menyebabkan:

a. Obstruksi jalan napas (sleep apnea),

b. Kesulitan menelan, dan

c. Gangguan dalam berbicara

3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan

penyerta

7

Page 8: tonsillectomy.docx

4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma), terutama pada tonsil yang

membesar secara unilateral patut dicurigai sebagai limfoma pada anak-anak dan

karsinoma epidermoid pada orang dewasa.

5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.

Pada anak anak, tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah abses sudah diberikan

perawatan. Pada orang dewasa, serangan kedua dari abses peritonsilernya akan

menjadi indikasi yang absolut

6. Infeksi tenggorokan yang rekuren. Ini merupakan indikasi yang paling umum. Infeksi

yang rekuren didefinisikan sebagai:

a. Tujuh atau lebih episode dalam 1 tahun, atau

b. Lima atau lebih episode dalam 2 tahun, atau

c. Tiga episode per tahun dalam 3 tahun, atau

d. Dua minggu atau lebih tidak mengikuti sekolah atau bekerja dalam 1 tahun

7. Tonsilitis. Terutama tonsitis yang menyebabkan kejang demam.1,6

3.3.2 Indikasi Relatif

Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif. Indikasi yang paling sering

adalah episode berulang dari infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Biakan

tenggorokan standar tidak selalu menunjukkan organisme penyebab dari episode faringitis

yang sekarang. Biakan permukaan tonsil tidak selalu menunjukkan flora yang terdapat di

dalam tonsil. Demikian juga, keputusan untuk mengobati dengan antibiotik tidak selalu

bergantung pada hasil biakan saja. Sprinkle menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar

“sakit tenggorokan” disebabkan oleh infeksi virus, Streptococcus pyogenes merupakan

bakteri penyebab pada 40% pasien dengan tonsilitis eksudatifa rekurens. Streptokokus grup B

dan C, adenovirus, virus EB, dan bahkan virus herpes juga dapat menyebabkan tonsilitis

eksudatifa. Ia percaya bahwa kasus-kasus tertentu adenotonsilitis berulang disebabkan oleh

virus yang dalam keadaan tidak aktif (dormant) yang terdapat dalam jaringan tonsilaris.1

Sekarang ini, tonsilektomi mungkin hanya satu-satunya jalan untuk menetapkan lebih

banyak flora mulut normal pada pasien-pasien tertentu dengan adenotonsilitis berulang.

Keputusan akhir untuk melakukan tonsilektomi tergantung pada kebijaksanaan dokter yang

merawat pasien. Mereka sebaiknya menyadari kenyataan bahwa tindakan ini merupakan

prosedur pembedahan mayor yang bahkan hari ini masih belum terbebas dari komplikasi-

komplikasi yag serius. Sekarang ini, di samping indikasi-indikasi absolut, indikasi

tonsilektomi yang paling dapat diterima pada anak-anak adalah berikut ini:

8

Page 9: tonsillectomy.docx

1. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus menetap dan patogenik

(keadaan karier)

2. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya, penelanan)

3. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis

(biasanya pada dewasa muda)

4. Riwayat demam reumatik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan

tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk

5. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respons terhadap

penatalaksanaan medis (biasanya dewasa muda)

6. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan

gigi geligi yang menyempitkan jalan napas bagian atas

7. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal

persisten.1,6

Jika terdapat infeksi streptokokus yang berulang, mungkin terdapat karier pada orang-orang

yang tinggal serumah, dan biakan pada anggota keluarga dan pengobatan dapat menghentikan

siklus infeksi rekuren.

Pertimbangan dan pengalaman ahli dalam menilai manfaat indikasi-indikasi ini yang

akan diberikan pada pasien, tentu saja semuanya sama penting. Seperti juga indikasi

pembedahan, tentu terdapat non-indikasi dan kontraindikasi tertentu yang juga harus

diperhatikan, karena telah menjadi mode untuk melakukan jenis pembedahan ini untuk

mengatasi masalah-masalah ini.

Tabel 1. Indikasi Absolut dan Relatif Tonsilektomi

NO

.

SUMBER INDIKASI

1. American Academy of

Otolaryngology-Head and Neck

Surgery (AAO-HNS)14

Indikasi Absolut

Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,

disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan

drainase

Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi

anatomi

9

Page 10: tonsillectomy.docx

Indikasi Relatif

Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi

antibiotik adekuat

Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan

pemberian terapi medis

Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak

membaik dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten

Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan.

2. Scottish Intercollegiate

Guidelines Network55

Indikasi tonsilektomi pada anak dan dewasa berdasarkan bukti ilmiah, observasi

klinis dan hasil audit klinis dimana pasien harus memenuhi semua kriteria di

bawah:

Sore throat yang disebabkan oleh tonsilitis

5 atau lebih episode sore throat per tahun

Gejala sekurang-sekurangnya dialami selama 1 tahun.

Keparahan episode sore throat sampai mengganggu pasien dalam

menjalani fungsi kehidupan normal

3. Evidence Based Medicine

Guidelines56

Tonsilitis bakterialis berulang (>4x/tahun). Dengan catatan

hasil kultur bakteri harus dicantumkan dalam surat rujukan

Tonsilitis akut dengan komplikasi: abses peritonsiler,

septikemia. Pasien dengan abses peritonsiler berusia <40

tahun langsung diterapi dengan tonsilektomi.

Curiga adanya keganasan (pembesaran asimetri atau

ulserasi)

Sumbatan jalan napas yang disebabkan tonsil (T3-T3),

sleep apnea, kelainan oklusi gigi

Tonsilitis kronik, merupakan indikasi relatif tonsilektomi. Tindakan dianjurkan

apabila pasien mengalami halitosis, nyeri tenggorok, gagging, dan keluhan tidak

hilang dengan pengobatan biasa.

4. INSALUD (National Institute of

Health) Spanyol3

Indikasi absolut

Kanker tonsil

Penyumbatan saluran nafas berat pada rinofaring dengan desaturasi

10

Page 11: tonsillectomy.docx

atau retensi CO2

Indikasi relatif

Infeksi rekuren dengan eksudat, dapat dibedakan dengan jelas dari

common cold, dengan 7 atau lebih episode pada tahun ini, atau 5

episode pertahun pada 2 tahun sebelumnya, atau 3 episode pertahun

pada 3 tahun sebelumnya.

Abses peritonsilar

Tidak diindikasikan

Otitis media akut atau kronik

Sinusitis akut atau kronik

Ketulian

Infeksi saluran nafas atas atau bawah

Penyakit sistemik

5. National Health & Medical

Research Council, 1991

(Australia)3

Faringitis rekuren

Faringitis kronik

Obstruksi jalan nafas

Dugaan neoplasma

6. Henry Ford Medical Group,

1995 (USA)3

Berdasarkan hasil literatur review:

Tonsilitis

Hipertrofi tonsil

Experience

7. Infectious Disease Society of

America3

Berdasarkan hasil literatur review:

Faringitis streptokokus rekuren

8. American Academy of

Pediatrics3

Berdasarkan hasil literatur review:

Faringitis rekuren

Diunduh dari http://www.yanmedik-depkes.net/hta/Hasil%20Kajian%20HTA/2004/Tonsilektomi%20pada

%20Anak%20dan%20Dewasa.do

3.4 Kontraindikasi Tonsilektomi

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila

sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang

“manfaat dan risiko”. Kontraindikasi tonsilektomi ialah, sebagai berikut:

11

Page 12: tonsillectomy.docx

1. Kadar hemoglobin yang kurang dari 10 g%

2. Adanya infeksi akut dari saluran napas atas, bahkan tonsilitis akut. Perdarahan dapat

semakin meyakinkan bukti infeksi akut

3. Anak-anak di bawah usia 3 tahun, yang memiliki risiko buruk terhadap operasi

4. Cleft palate yang overt atau submukosa

5. Kelainan perdarahan seperti leukemia, purpura, anemia aplastik atau hemofilia

6. Saat polio sedang bersifat epidemik

7. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol, seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi

atau asma

8. Tonsilektomi dihindari selama periode menstruasi.6

3.5 Persiapan Praoperasi

Keputusan untuk melakukan operasi tonsilektomi pada seorang pasien terletak di

tangan dokter ahli di bidang ini, yaitu dokter spesialis telinga, hidung dan tenggorok atau

dokter yang bertanggungjawab bila dalam keadaan tertentu tidak ada dokter spesialis THT.7

Mengingat tonsilektomi umumnya dilakukan di bawah anestesi umum, maka kondisi

kesehatan pasien terlebih dahulu harus dievaluasi untuk menyatakan kelayakannya menjalani

operasi tersebut. Karena sebagian besar pasien yang menjalani tonsilektomi adalah anak-anak

dan sisanya orang dewasa, diperlukan keterlibatan dan kerjasama dokter umum, dokter

spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam untuk memberikan penilaian preoperasi

terhadap pasien. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa konsultasi kepada dokter

spesialis anak maupun penyakit dalam hanya dilakukan untuk kondisi tertentu oleh dokter

spesialis THT atau anestesi. Misalnya anak dengan malnutrisi, kelainan metabolik atau

penyakit tertentu yang dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas selama dan

pascaoperasi. Konsultasi ini dapat dilakukan baik oleh dokter spesialis THT maupun spesialis

anestesi.7

Penilaian preoperasi pada pasien rawat jalan dapat mengurangi lama perawatan di

rumah sakit dan meminimalkan pembatalan atau penundaan operasi (American Family

Physician). Penilaian preoperasi secara umum terdiri dari penilaian klinis yang diperoleh dari

anamsesis, rekam medik dan pemeriksaan fisik. Penilaian laboratoris dan radiologik kadang

dibutuhkan. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan baik di kalangan klinisi maupun

institusi pelayanan kesehatan dalam memilih pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan secara

rutin atau atas indikasi tertentu. Hal ini memiliki dampak pada keselamatan pasien selain

meningkatnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan pasien, pemerintah atau pihak ketiga.7

12

Page 13: tonsillectomy.docx

3.6 Persiapan Bedah

3.6.1 Persiapan Pasien

Ketika dicapai keputusan untuk melakukan tonsilektomi, harus disadari bahwa

mungkin tindakan ini merupakan prosedur pembedahan yang pertama kali bagi pasien yang

masih muda. Riwayat penyakit yang komplit dan pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan

dengan perhatian khusus terhadap adanya gangguan-gangguan yang bersifat familial atau

diturunkan dan terutama kecendrungan terjadinya perdarahan. Di samping itu, riwayat

saudara pasien yang mungkin mengalami kesulitan dengan anestesi umum sebaiknya dicari

dalam usaha untuk menyingkirkan kemungkinan kecil adanya hipertermia maligna. Uji

penyaringan terhadap gangguan darah yang paling disukai adalah waktu tromboplastin

parsial, waktu protombin, dan jumlah trombosit. Pasien sebaiknya tidak makan aspirin selama

dua minggu sebelum pembedahan. Anamnesis tetap merupakan pedoman yang paling

berharga untuk kemungkinan adanya kecenderungan perdarahan. Pemeriksaan hitung darah

komplit dan urinalisis selalu dibutuhkan sebelum anestesi umum. Radiografi dada dan

elektrokardiogram dianjurkan pada pasien dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun.

Sebaiknya terdapat dokumentasi pada grafik kebutuhan dan indikasi prosedur pembedahan.1

Dokter sebaiknya menjelaskan kepada pasien terutama anak kecil agar dapat mengerti

secara pasti prosedur pembedahan yang akan dilakukan dan hal ini dilakukan dalam usaha

menolong pasien dan mencegah episode infeksi yang berulang dan memperbaiki

pendengaran. Sebaiknya juga dijelaskan bahwa mungkin terdapat rasa tidak enak pada

periode segera setelah pembedahan, tetapi dokter, perawat, dan orang tua akan dapat

membantu pada saat ini. Kemudian keluarga sebaiknya ditanya untuk memperkuat hal ini dan

menjawab pertanyaan-pertanyaan anak secara jujur. Kunjungan sebelum pembedahan ke

rumah sakit akan membantu menghilangkan rasa takut yang terjadi pada anak. Petunjuk-

petunjuk pada keluarga mengenai perawatan setelah pembedahan dalam hal diet, aktivitas,

kembali ke sekolah, gejala-gejala yang mungkin dapat terjadi seperti nyeri telinga selama

minggu pertama setelah pembedahan, dan kemungkinan perdarahan yang terlambat

sebaiknya dijelaskan. Aktivitas setalah pembedahan bersifat individual terhadap respons dan

keinginan anak. Adalah perlu tidak adanya batas absolut terhadap aktivitas. Di samping itu,

jika dimasukkan saluran ventilasi pada waktu dilakukan adenoidektomi dan tonsilektomi,

maka perawatan dan pencegahan masuknya air pada saluran telinga sebaiknya dijelaskan.1

3.6.2 Teknik Anestesi

13

Page 14: tonsillectomy.docx

Anestesi untuk tonsilektomi biasa dilakukan dengan anestesi umum dengan intubasi

endotrakeal. Pada orang dewasa, dapat pula dilakukan dengan anestesi lokal. Posisi yang

digunakan untuk prosedur tonsilektomi ialah posisi Rose, dimana pasien berbaring telentang

dengan kepala diekstensikan menggunakan bantal yang ditaruh di bawah bahu. Sebuah bantal

bulat dari kare berbentuk lingkaran ditempatkan di bawah kepala untuk menstabilkan.

Hiperekstensi sebaiknya dihindari.

3.6.2 Evaluasi Preoperatif

Riwayat menyeluruh ialah dasar daripada evaluasi preoperatif. Karena pasien yang

membutuhkan tonsilektomi dan adenoidektomi dapat mengalami infeksi yang sering, orang

tua pasien sebaiknya ditanyakan mengenai penggunaan antibiotik, antihistamin, atau obat-

obatan lain saat ini. Riwayat dari sleep apnea juga sebaiknya ditelusuri. Pemeriksaan fisik

sebaiknya dimulai dengan melakukan observasi pada pasien. Kehadiran suara respirasi yang

dapat didengar, pernapasan melalui mulut, dan retraksi dada sebaiknya dicatat. Pernapasan

melalui mulut dapat merupakan akibat dari obstruksi kronik nasofaringeal. Orofaring juga

baiknya dilakukan inspeksi untuk dilakukan evaluasi dari ukuran tonsil untuk menentukan

seberapa mudah dilakukan ventilasi menggunakan masker dan intubasi trakea. Adanya

wheezing dan ronki pada dilakukan pemeriksaan auskultasi pada dada dapat merupakan

manifestasi klinis gangguan pada saluran napas bawah akibat faringitis atau tonsilitis.

Kehadiran stridor insipiratoir atau ekspirasi memanjang dapat mengindikasikan obstruksi

jalan napas parsial akibat tonsil yang mengalami hipertrofi. Pengukuran hematokrit dan

parameter koagulasi disarankan. Segala bentuk medikasi untuk demam dan penggunaan

antihistamin yang tidak diresepkan sebaiknya dicatat, termasuk pula di dalamnya ialah

penggunaan obat yang dapat menyebabkan gangguan koagulasi darah, seperti aspirin dan

antikoagulan. Pemeriksaan EKG dan radiografi dada tidak rutin dilakukan kecuali bila

terdapat abnormalitas spesifik mengenai penyakit yang pernah/sedang dialami seperti

pneumonia, bronkitis, infeksi saluran napas atas, atau riwayat kor pulmonale sebelumnya

yang dapat terlihat pada pasien anak dengan OSAS. Pada pasien anak yang memiliki riwayat

abnormalitas jantung, pemeriksaan ekokardiogram dapat diindikasikan.8

Tabel 2. Persiapan Bedah

PERSIAPAN             ANAK (0-18 tahun) DEWASA (>18 tahun)

14

Page 15: tonsillectomy.docx

Jawaban Rekomendasi Jawaban Rekomendasi

Darah tepi YA Pemeriksaan darah tepi

lengkap rutin (Hb, Ht, leukosit,

hitung jenis, trombosit)

dilakukan pada anak usia<5

tahun, sedangkan untuk anak usia

≥ 5 tahun pemeriksaan darah tepi

dilakukan atas indikasi, yaitu

pasien yang diperkirakan

menderita anemia defisiensi,

pasien dengan penyakit jantung,

ginjal, saluran napas atau

infeksi .

TIDAK Pemeriksaan darah tepi

lengkap dilakukan pada pasien

dengan penyakit hati, riwayat

anemia, perdarahan dan kelainan

darah lainnya, serta tergantung

tipe dan derajat invasif prosedur

operasi.

Kimia darah TIDAK Pemeriksaan kimia

darah dilakukan bila terdapat

risiko kelainan ginjal, hati,

endokrin, terapi perioperatif, dan

pemakaian obat alternatif.

TIDAK Pemeriksaan kimia darah

rutin hanya dilakukan pada pasien

usia lanjut, adanya kelainan

endokrin, kelainan fungsi ginjal

dan hati, pemakaian obat tertentu

atau pengobatan alternatif.

Hemostatis TIDAK Pemeriksaan hemostasis

dilakukan pada pasien dengan

riwayat atau kondisi klinis

mengarah pada kelainan

koagulasi, akan menjalani

operasi yang dapat menimbulkan

gangguan koagulasi (seperti

cardiopulmonary by-pass),

ketika dibutuhkan hemostasis

yang adekuat (seperti

tonsilektomi), dan kemungkinan

perdarahan pascabedah (seperti

operasi saraf).

TIDAK Pemeriksaan hemostasis

dilakukan pada pasien yang

memiliki riwayat kelainan

koagulasi, atau riwayat terbaru

yang mengarah pada kelainan

koagulasi, atau sedang memakai

obat antikoagulan, pasien yang

memerlukan antikoagulan

pascabedah,  pasien yang

memiliki kelainan hati dan ginjal.

Urinalisis TIDAK Pemeriksaan urin rutin

dilakukan pada operasi yang

melibatkan manipulasi saluran

TIDAK Pemeriksaan urin rutin

dilakukan pada operasi yang

melibatkan manipulasi saluran

15

Page 16: tonsillectomy.docx

kemih dan pasien dengan gejala

infeksi saluran kemih.

kemih dan pasien dengan gejala

infeksi saluran kemih.

Foto toraks TIDAK Pemeriksaan foto toraks

rutin prabedah tidak perlu

dilakukan.

TIDAK Pemeriksaan foto toraks

dilakukan pada pasien usia di atas

60 tahun, pasien dengan tanda

dan gejala penyakit

kardiopulmonal, infeksi saluran

napas akut, riwayat merokok.

EKG TIDAK Hanya dilakukan atas

indikasi

TIDAK Pemeriksaan EKG

dilakukan pada pasien dengan

diabetes mellitus, hipertensi,

nyeri dada, gagal jantung

kongestif, riwayat merokok,

penyakit vaskular perifer, dan

obesitas, yang tidak memiliki

hasil EKG dalam 1 tahun terakhir

tanpa memperhatikan usia. Selain

itu EKG juga dilakukan pada

pasien dengan gejala

kardiovaskular periodik atau

tanda dan gejala penyakit jantung

tidak stabil (unstable), dan semua

pasien berusia usia >40 tahun.

Fungsi Paru TIDAK Hanya dilakukan atas

indikasi

TIDAK Pemeriksaan spirometri

dilakukan pada pasien dengan

riwayat merokok atau dispnea

yang akan menjalani operasi

pintasan (bypass) koroner atau

abdomen bagian atas; pasien

dengan dispnea tanpa sebab atau

gejala paru yang akan menjalani

operasi leher dan kepala,

ortopedi, atau abdomen bawah;

semua pasien yang akan

menjalani reseksi paru dan semua

16

Page 17: tonsillectomy.docx

pasien usia lanjut.

Puasa YA Lihat tabel 3 YA Lihat tabel 3

Diunduh dari http://www.yanmedik-depkes.net/hta/Hasil%20Kajian%20HTA/2004/Tonsilektomi%20pada

%20Anak%20dan%20Dewasa.do

Tabel 3. Jadwal Puasa Prabedah

Usia Jangka waktu puasa

Makanan padat                 Cairan jernih

Anak <6 bulan 4 jam 2 jam

6 –36 bulan 6 jam 3 jam

>36 bulan 8 jam 3 jam

Dewasa 8 jam 3 Jam

Diunduh dari http://www.yanmedik-depkes.net/hta/Hasil%20Kajian%20HTA/2004/Tonsilektomi%20pada

%20Anak%20dan%20Dewasa.do

3.7 Pelaksanaan bedah tonsilektomi

3.7.1 Metode dan teknik pembedahan

Metode dalam tonsilektomi : (1) Metode guilotin dikerjakan secara luas sejak akhir

abad ke 19 dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil, di

Inggris metode ini masuh digunakan karena dikatakan merupakan teknik pengangkatan tonsil

tertua yang aman. Metode ini sudah banyak ditinggalkan oleh banyak negara maju, dan di

Indonesia terutama di daerah masih lazim dilakukan cara ini dibandingkan dengan cara

diseksi. Metode ini bisa dikerjakan apabila tonsil dapat digerakkan dan bila dasar tonsil

belum memiliki ulserasi hasil dari infeksi. Kepustakaan lama menyebutkan beberapa

keuntungan metode ini adalah cepat, komplikasi anastesi kecil, biaya kecil. (2) Metode

diseksi merupakan metode terbanyak yang dikerjakan saat ini. Di negara barat, sejak para

pakar bedah mengenal anastesi umum dengan endotrakeal pada posisi Rose yang

mempergunakan alat pembuka mulut davis, mereka lebih banyak mengerjakan tonsilektomi

dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien anak. Walaupun telah ada

17

Page 18: tonsillectomy.docx

modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain yang lebih baik untuk tonsilektomi,

prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah. Teknik operasi meliputi secara garis besar

pemegangan tonsil, membawa tonsil ke garis median, insisi membran mukosa, mencari

kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa tonsilaris dengan

manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektrokauter atau ikatan.

Selanjutnya diirigasi dengan salin. (3) eletrokauteri metode ini mengurangi perdarahan

namun meningkatkan luka bakar pada jaringan. Awalnya bedah listrik tidak bisa digunakan

bersama anastesi umum, karena mudah memicu terjadinya ledakan. Namun, dengan makin

berkembangnya zat anastetik yang tidak mudah terbakar dan perbaikan alat operasi maka

penggunaan teknik bedah listrik makin luas. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi

elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan

dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 MHz. Penggunaan gelombang

konduksi saraf atau jantung. Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas dalam

jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini. Teknik ini

menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur listrik. (4) Tonsilektomi

laser diindilkasikan untuk kelainan koagulasi, laser yang digunakan adalah laser KTP-512

dan CO2 telah digunakan namun yang dipilih adalah laser CO2 teknik yang digunakan sama

seperti metode diseksi. (5) Tonsilotomi laser metode ini bertujuan untuk mengurangi ukuran

dari tonsil. Teknik ini diindikasikan pada pasien yang tidak bisa menoleransi anastesi umum.

(6) Tonsilektomi intrakapsular teknik ini membuang tonsil tapi menjaga kapsul untuk

mengurangi nyeri setelah operasi. (7) Metode radiofrekuensi, pada teknik radiofrekuensi,

elektroda disisipkan langsung ke jaringan. Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup

tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama eriode

4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi radiofrekuensi diberikan pada medium

penghantar seperti larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat menerima

cukup energi untuk memecah ikatan kimia di jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu

rendah (400C-700C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak. (8) Pisau harmonik

menggunakan teknik ultrasound untuk memotong dan mengkoagulasikan jaringan. Teknik ini

mengurangi cedera jaringan dan nyeri post-op jika dibandingkan dengan elektrokauter. (9)

Teknik ablasi dengan mediasi plasma, teknik ini menggunakan proton untuk mengahncurkan

sambungan molekuler antar jaringan, teknik ini tidak menyebabkan cedera karena panas. (10)

Teknik bedah kryo, teknik ini membekukan tonsil dengan penggunaan cryoprobe. Diberikan

18

Page 19: tonsillectomy.docx

dua kali, dan pada tiap pemberian selama 3-4 menit. Jaringan tonsil akan nekrosis dan lepas.

Perdarahan kurang karena thrombosis pembuluh darah karena pembekuan.9

3.7.2 Langkah Operasi

Langkah-langkah operasi (metode dissection and snare)

1. Alat pembuka mulut Boyle-Davis digunakan untuk membuka mulut, kemudian

diletakkan pada bipod Draffin

2. Tonsil kemudian dipegang dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial

3. Insisi kemudian dilakukan pada membran mukosa tonsil yang berdekatan dengan

pilar anterior, dan dapat diperluas sejalan dengan kutub atasnya hingga ke

membran mukosa di antara tonsil dan pilar posterior

4. Gunting tumpul kemudian dilakukan untuk mendiseksi tonsil dari mulai jaringan

peritonsiler dan memisahkannya dengan kutub atas

5. Kemudian tonsil ditahan di kutub atas dan dilakukan traksi ke bawah lalu medial.

Diseksi dilanjutkan degan disektor tonsil atau gunting hingga kutub bawah

6. Wire loop digunakan untuk melakukan snare pada tonsil, terutama di bagian

pedikelnya, kemudian dikencangkan dan pedikel dipotong lalu tonsil dibuang

7. Spons gauze diletakkan pada fossa dan diberikan tekanan selama beberapa menit

8. Titik-titik perdarahan kemudian diikat dan prosedur ini diulang di sisi sebelahnya9

3.7.3 Komplikasi

Insidens emesis setelah dilakukan tonsilektomi memiliki rentang antara 30% hingga

65%. Apakah emesis ini disebabkan oleh darah yang mengiritasi di dalam lambung atau

karena stimulasi refleks muntah oleh proses peradangan dan edema pada lokasi pembedahan

masih belum dapat dijelaskan. Stimulasi sistem saraf pusat yang berasal dari traktus

gastrointestnal, yang dapat dilihat dengan adanya distensi lambung akibat udara yang tertelan

atau mengembang, dapat memicu pusat muntah. Melakukan dekompresi lambung dengan

menggunakan pipa orogastrik dapat berguna untuk mencegah respons ini. Penatalaksanaan

dengan ondansetron, dengan dosis 0,10-0,15 mg/kg, baik dengan atau tanpa deksametason,

0,5mg/kg, telah menunjukkan efektivitas yang cukup baik untuk mengurangi muntah dan

mual post-tonsilektomi.

Pemberian meperidin setelah dilakukan operasi tonsilektomi dapat meningkatkan

kemungkinan emesis, sehingga obat analgesik alternatif lain sebaiknya dipikirkan. Dehidrasi

19

Page 20: tonsillectomy.docx

terjadi sekunder akibat intake oral yang buruk oleh karena mual, muntah, atau nyeri dapat

terjadi setelah tonsilektomi pada 1% kasus. Hidrasi intravena yang cukup selama

pembedahan dapat mengurangi efek intake oral postoperatif yang berkurang ini.

Komplikasi yang dianggap cukup serius setelah prosedur tonsilektomi ialah perdarahan

postoperatif, yang terjadi pada sekitar 0,1% hingga 8,1% kasus. Kurang lebih sebanyak 75%

perdarahan tonsiler postoperatif terjadi dalam kurun waktu 6 jam. Sisa 25% terjadi dalam

kurun waktu 24 jam, walaupun perdarahan masih dapat ditemukan hingga hari keenam

postoperatif. Enam puluh tujuh persen dari perdarahan postoperatif berasal dari fossa tonsiler,

26% pada nasofaring, dan 7% pada keduanya. Langkah awal untuk mengatasi perdaraha ini

ialah dengan menggunakan pharyngeal pack dan kauter. Bila hal ini gagal, maka pasien harus

kembali ke kamar operasi untuk dilakukan eksplorasi dan tindakan bedah hemostasis.

Sejumlah besar darah yang tidak diharapkan yang berasal dari dasar tonsil dapat tertelan, dan

pasien-pasien ini dianggap memiliki lambung yang penuh oleh karena itu pencegahan

anestetik terhadap situasi ini sebaiknya dilakukan. Karena jumlah darah yang tertelan ini

cukup banyak, tekanan darah sebaiknya diperiksa baik pada saat posisi tegak atau saat

berbaring untuk menyingkirkan kemungkinan perubahan ortostatik akibat penurunan volume

vaskuler. Akses intravena dan hidrasi harus dilakukan sebelum pasien diinduksi dengan

substansi anestesi. Blade laringoskop dan pipa endotrakeal, juga alat suction harus

dipersiapkan masing-masing dua karena darah pada jalur napas dapat mengganggu visualisasi

dari pita suara dan menyebabkan penyumbatan pada pipa endotrakeal. Nyeri setelah

tonsilektomi cenderung berat, hal ini dapat disebabkan oleh karena intake oral yang buruk

dan ketidaknyamanan menyeluruh pada pasien. Nyeri postoperatif yang membutuhkan

medikasi lebih, dikorelasikan pada pasien yang menjalani operasi tonsilektomi dengan laser

atau elektrokauter dibandingkan dengan yang menjalani operasi dengan teknik diseksi tajam

dan ligasi pembuluh darah untuk kondisi hemostasisnya. Administrasi kortikosteroid

intraoperatif dapat mengurangi proses edema dan ketidaknyamanan pasien. Walaupun

infiltrasi dari ruang peritonsiler dengan anestetik lokal dan epinefrin dapat mengurangi

kehilangan darah selama operasi, namun hal ini tidak mengurangi nyeri postoperatif.8

3.8 Penanganan Pasca Bedah

3.8.1 Observasi Pasca Operasi di Ruang Pemulihan (PACU-Post anesthesia care unit)

Pasca operasi, pasien dibaringkan dalam posisi tonsil. Yaitu dengan berbaring ke kiri

dengan posisi kepala lebih rendah dan mendongak.10 Pasien diobservasi selama beberapa

waktu di ruang pemulihan untuk meminimalkan komplikasi selain untuk memaksimalkan

20

Page 21: tonsillectomy.docx

efektivitas biaya dari pelayanan kesehatan. Saat ini, pasien yang menjalani tonsilektomi

sudah bisa pulang pada hari yang sama untuk pasien-pasien yang telah diseleksi secara tepat

sebelumnya. Belum ada kesepakatan mengenai lama observasi optimum sebelum pasien

dipulangkan. Umumnya, observasi dilakukan selama minimal 6 jam untuk mengawasi adanya

perdarahan dini. Evaluasi keadaan/status pasien di unit perawatan pascaanestesi (PACU)

memerlukan dokter spesialis anestesi, perawat dan dokter ahli bedah yang bekerja sebagai

sebuah tim. Sebagai tim, dilakukan observasi adanya masalah medis, bedah dan anestesi

dengan tujuan dapat memberikan terapi secara cepat dan tepat sehingga dapat meminimalkan

komplikasi yang dapat timbul. Idealnya, penilaian rutin postoperasi meliputi pulse oximetry,

pola dan frekuensi respirasi, frekuensi denyut dan irama jantung, tekanan darah dan suhu.

Frekuensi pemeriksaan tergantung kondisi pasien, namun paling sering dilakukan setiap 15

menit untuk satu jam pertama dan selanjutnya setiap setengah jam. Untuk menentukan secara

objektif kapan pasien bisa dipulangkan, dapat digunakan sistem skoring. Sistem yang saat ini

digunakan secara luas adalah Skor Aldrete yang dimodifikasi:11

- Kesadaran 2= sadar penuh

1= respons bila nama dipanggil

0= tidak ada respons

- Aktivitas atas perintah 2= menggerakkan semua ektrimitas

1= menggerakkan 2 ekstrimitas

0= tidak bergerak

- Pernapasan 2= bernapas dalam tanpa hambatan

1= dispneu, hiperventilasi, obstruksi pernapasan

0= apneu

- Sirkulasi 2= tekanan darah dalam kisaran 20% nilai preoperasi

1= tekanan darah dalam kisaran 50- 20% nilai preoperasi

0= tekanan darah 50% atau kurang dari nilai preoperasi

- Saturasi oksigen 2= SpO2 > 92% pada udara ruangan

1=dibutuhkan tambahan O2 untuk mempertahankan SpO2 > 92%

0= SpO2 <92% dengan tambahan O2 Skor total= 10; skor < atau = 9

membutuhkan PACU.11

21

Page 22: tonsillectomy.docx

3.8.2 Perawatan Paska Bedah

Perawatan postoperatif pasien tonsilektomi, ialah:

1. Perawatan umum secara segera

a. Pasien tetap dipertahankan pada posisi koma hingga benar-benar pulih dari efek

anestesi

b. Tetap perhatikan perdarahan dari hidung dan mulut

c. Lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, yaitu frekuensi nadi, frekuensi napas dan

tekanan darah secara berkala9

2. Diet

Dalam periode setelah operasi, dan setelah 3-4 hari, dianjurkan pasien untuk menjaga

hidrasi yang cukup. Cairan yang dingin dan berisi elektrolit adalah yang terbaik,

namun sebaiknya hindari minuman dengan kadar gula yang tinggi karena bisa

mengiritasi. Terdapat kontroversi mengenai tekstur diet post tonsilektomi. Dalam

beberapa tahun berbagai jenis diet lunak dipakai untuk mengurangi perdarahan.

Namun dalam penelitian terkini menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan dari diet

lunak dibandingkan diet yang lain. Pencernaan dari makanan yang kasar dan garing

seperti pizza atau chiki, jika dapat ditoleransi tidak akan menimbulkan masalah.

Permen karet dipergunakan untuk mempercepat rehabilitasi otot mulut.12

3. Kebersihan oral

Pasien diberikan Condy’s atau dianjurkan berkumur dengan air asin selama 3 sampai

4 kali dalam sehari. Mencuci mulut dengan air jernih setiap makan akan menjaga

muut tetap bersih.9

4. Analgesik

Nyeri, secara lokal pada tenggorokan dan beralih ke telinga, dapat dilegakan dengan

menggunakan analgesik seperti parasetamol. Analgesik dapat diberikan setengah jam

sebelum makan. Hindari aspirin dan ibuprofen karena dapat menyebabkan perdarahan

yang disebabkan oleh gangguan adhesi platelet.9

5. Antibiotik

Antibiotik yang cocok dapat diberikan secara oral atau melalui injeksi selama

seminggu. Pasien kemudian dipulangkan 24 jam setelah operasi, kecuali terdapat

22

Page 23: tonsillectomy.docx

beberapa komplikasi. Pasien dapat melanjutkan aktivitas normalnya dalam kurun

waktu 2 minggu.9

BAB IV

KESIMPULAN

Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil palatina baik unilateral maupun

bilateral. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di

nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.2 Tonsilektomi merupakan

prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi.

Dari pembahasan yang telah dilakukan mengenai tonsilektomi, telah dikatakan

banyak sekali kontroversi yang dilaporkan mengenai tonsilektomi. Hal ini dikarenakan

pelaksanaan tonsilektomi dalam jumlah yang tidak tepat (seharusnya) pada anak-anak pada

tahun-tahun yang lalu. Besarnya jumlah ini karena keyakinan para dokter dan orangtua

tentang keuntungan tonsilektomi dan bukan berdasarkan bukti ilmiah atau studi klinis. Sering

kali pembesaran tonsil jarang merupakan indikasi untuk pengangkatan tonsil. Kebanyakan

anak-anak mempunyai tonsil yang besar, yang ukurannya akan menurun sejalan dengan

pertumbuhan usia. Saat ini walau jumlah operasi tonsilektomi telah mengalami penurunan

bermakna, namun masih menjadi operasi yang paling sering dilakukan. Sehingga American

Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery telah mengeluarkan rekomendasi resmi

mengenai tindakan tonsilektomi yang merupakan kesepakatan para ahli. Berdasarkan indikasi

dan kontraindikasi serta mempertimbangkan komplikasi yang dapat terjadi, diharapkan

dokter spesialis THT yang melakukan tonsilektomi dapat lebih selektif dalam memilih

pasien.

23

Page 24: tonsillectomy.docx

Daftar Pustaka

1. Adam G L, Boies L R, Higler P A (Alih bahasa : Wijaya C). Boeis buku ajar penyakit

THT edisi 6. Tonsilektomi. EGC:Jakarta; 2013. h. 337-41.

2. Kajian Manfaat Tonsilektomi dalam Cermin Dunia Kedokteran diunduh dari

www.kalbefarma.com.com/cdk tanggal 28 Juli 2009 pukul 17.15

3. Tonsillectomy. Diunduh dari : reference.medscape.com/article/872119-overview.

Pada tanggal 7 April 2015 pukul 16.00

4. Bailey BJ. Tonsillectomy. In: Bailey BJ, Calhour KH, Friedman NR, Newlands SD, Vrabec JT, editors. Atlas of Head and Neck Surgery- Otolaryngology. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 2001.2nd edition.p.327-2- 327-6

5. Data operasi Tonsiloadenoidektomi tahun 1999-2003 Bagian THT FKUI-RSUPNCM.

6. Behrbohm H, Kaschke O, Nawka T, Swift A. Ear, nose, and throat diseases. 3rd ed.

Germany: Georg Thieme Verlag; 2009.p.268.

7. Indikasi tonsilektomi pada anak dan dewasa. Diunduh dari: http://74.125.153.132/search?q=cache:If3k7-2HsAgJ:www.yanmedik-depkes.net/hta/Hasil%2520Kajian%2520HTA/2004/Tonsilektomi%2520pada%2520Anak%2520dan%2520Dewasa.doc+tonsilektomi&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a., 28 Juli 2009 pukul 17.00

8. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC, Ortega R. Clinical

anesthesia. 7th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins;

2013.p.1357-60.

9. Sumber: Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of ear, nose and throat & head and neck surgery. 6th ed. India: Elsevier; 2014.p.428-30.

10. Keith Allman, Iain Wilson. Oxford Handbook of Anaesthesia, 1 st Edition. Oxford

University Press, 2001, 517

11. Indikasi tonsilektomi pada anak dan dewasa. Diunduh dari:

https://www.scribd.com/doc/62914434/tonsilektomi Pada tanggal 7 April 2015 pukul

15.00

12. Post-operative instruction and diet for tonsillectomy and adenoidtomy .Diunduh dari :

http://plymouthent.com/content/post-operative-instructions-and-diet-tonsillectomy-

and-adenoidectomy

24