tipikor
-
Upload
rechti-a-putri -
Category
Documents
-
view
65 -
download
0
Transcript of tipikor
![Page 1: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/1.jpg)
Terdakwa Korupsi yang Divonis Bebas
Selasa, 11 Oktober 2011, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memutus bebas terdakwa
Walikota Bekasi nonaktif Mochtar Mohammad. Itu adalah untuk pertama kalinya dalam sejarah
peradilan Tipikor di Indonesia, terdakwa korupsi diputus bebas murni.
Mochtar sebelumnya divonis 12 tahun penjara dan denda Rp300 juta atas 4 perkara korupsi yang
dituduhkan atasnya, yakni suap Piala Adipura 2010, penyalahgunaan Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah Kota Bekasi, suap kepada Badan Pemeriksa Keuangan, dan penyalahgunaan
anggaran makan-minum yang mengakibatkan kerugian negara Rp5,5 miliar.
Sepekan kemudian, Senin 17 Oktober 2011, Bupati nonaktif Lampung Timur, Satono, divonis bebas
oleh Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung. Satono adalah terdakwa korupsi dana
kas APBD Lampung Timur senilai Rp119 miliar. Hanya selisih sehari Rabu 19 Oktober 2011, giliran
mantan Bupati Lampung Tengah, Andi Ahmad Sampurna Jaya, yang divonis bebas.
Pekan berikutnya, Selasa 25 Oktober 2011, Bupati nonaktif Kepulauan Aru, Thedy Tengko, divonis
bebas oleh Pengadilan Negeri Ambon. Thedy menjadi terdakwa dalam dugaan korupsi penggunaan
dana APBD Kepulauan Aru tahun 2006 senilai Rp42,5 miliar.
Terakhir, Pengadilan Tipikor Samarinda memutus bebas beberapa terdakwa kasus korupsi dana
operasional anggota DPRD Kutai tahun 2005. Para terdakwa yang diputus bebas itu antara lain
Ketua DPRD Kutai Kartanegara nonaktif Salehudin, Anggota DPRD nonaktif Suryadi, Suwaji,
Sudarto, Rusliandi, Abu Bakar Has, dan Abdul Sani. Kasus korupsi yang melibatkan mereka disebut
merugikan negara sebsar Rp2,9 miliar. (ren)• VIVAnews
http://nasional.vivanews.com
![Page 2: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/2.jpg)
Lagi, Pengadilan Tipikor Bandung Bebaskan Terdakwa KorupsiRABU, 26 OKTOBER 2011 | 16:38 WIB
Ilustrasi. TEMPO/ Ali Said
TEMPO Interaktif, Bandung -Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, 26 Oktober 2011,
kembali membebaskan terdakwa korupsi terkait perkara suap terhadap pejabat Kota Bekasi.
Terdakwa yang diputus bebas itu adalah Anggiat Tampu Situngkir yang diduga menyuap Staf
Ahli Wali Kota Bekasi, Agus Sofyan. Ketua Majelis Hakim Nurhakim menyatakan, terdakwa tak
terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat korupsi seperti diatur pasal 5 ayat (1) pasal 13
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut Anggiat dengan hukuman dua penjara tahun dan denda Rp
25 juta subsider tiga bulan kurungan. Anggiat didakwa memberikan hadiah berupa uang dengan
harapan imbalan proyek kepada Agus Sofyan yang saat itu (2006) menjabat Kepala Bidang
Prasarana dan Permukiman Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Bekasi. Besar uang yang
disetorkan Anggiat, seorang kontraktor dari PT Arizona, sebesar total Rp 150 juta dalam dua
tahap penyerahan.
Belakangan, Anggiat melalui utusannya menagih janji kepada Agus dengan menunjukkan bukti
berupa dua salinan penyerahan duit cek Rp 100 juta dan Rp 50 juta. Alih-alih memenuhi janji,
Agus malah menyatakan bahwa duit Anggiat digunakan untuk penyertaan usaha pertanian
sayuran di Purwakarta. Lalu belakangan, kasus ini dilaporkan seseorang ke Kejaksaan Negeri
Bekasi.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan jika perbuatan Anggiat tak terbukti
memenuhi unsur-unsur dakwaan ke satu jaksa pasal 5 ayat (1) huruf a. "Sebab, antara terdakwa
Anggiat dengan Agus Sofyan tak pernah ada bukti hubungan proyek. Karena itu, terdakwa harus
dobebaskan dari dakwaan ke satu tersebut," kata Nurhakim.
Majelis menyatakan perbuatan Anggiat sebenarnya memenuhi unsur-unsur dakwaan ke dua,
yakni pasal 13 Undang-Undang Antikorupsi. Namun, dakwaan itu terbantahkan dengan
keterangan dan bukti yang ditunjukkan saksi Agus Sofyan dalam persidangan. "Ada keterangan
saksi Agis Sofyan bahwa uang terdakwa itu digunakan untuk penyertaan modal usaha pertanian
dengan surat bukti penyertaan modal Rp 150 juta," kata Nurhakim.
Dengan pertimbangan itu, Majelis menyatakan jika perkara ini tidak masuk ke tindak pidana
korupsi melainkan ke ranah hukum perdata. "Dakwaan kedua tidak terbukti karena masuk ranah
perdata,"kata Nurhakim.
Setelah membebaskan Anggiat, Pengadilan Tipikor Bandung saat ini tengah menangani perkara
yang sama dengan terdakwa Agus Sofyan. Surat dakwaan sudah dibacakan dalam sidang
pekan lalu.
![Page 4: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/4.jpg)
Senin, 31/10/2011 18:43 WIB
Hakim Tipikor Daerah Kerap Bebaskan Koruptor, MA Jangan Diam SajaIndra Subagja - detikNews
Jakarta - Pengadilan Tipikor di daerah menjadi sorotan. Banyak putusan pengadilan khusus terpidana korupsi itu yang dinilai janggal, koruptor kerap dibebaskan. Mahkamah Agung (MA) yang menjadi lembaga tertinggi para hakim diminta jangan diam saja.
"MA harus evaluasi lagi hakim-hakim Pengadilan Tipikor di daerah. KY dan KPK bisa dilibatkan soal melihat lagi rekam jejak para hakim (adhoc dan karir)," kata peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho dalam pernyataannya yang diterima detikcom, Senin (31/10/2011).
Emerson memberi contoh yang baru saja terjadi. Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda memberi vonis bebas, tindakan ini menjadi bukti bahwa hal serupa pernah terjadi di Pengadilan Tipikor Bandung dan Semarang.
"Sertifikasi hakim Tipikor bukan jaminan integritas dan kualitas hakim," tuturnya.
Komisi Yudisial (KY) dan MA harus periksa hakim dan eksaminasi putusan bebas ini. Kejaksaan juga jangan pasrah saja dengan putusan bebas ini, harus ajukan kasasi.
"ICW sendiri curiga kasus ini masuk angin karena hakim mencari-cari pertimbangan yang menguntungkan bagi terdakwa," imbuhnya.
![Page 5: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/5.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti bidang hukum Indonesia Corruption Watch, Donal Faridz,
menilai berbagai persoalan terkait vonis bebas para koruptor di pengadilan tindak pidana korupsi
merupakan kegagalan Mahkamah Agung dalam mempersiapkan desain pengawasan hakim-
hakimnya. Menurut Donal, MA tidak memikirkan dengan baik mengenai mekanisme pengawasan
saat pembentukan pengadilan tipikor di daerah.
"MA terlalu lugu mengikuti Undang-Undang Tipikor yang menyatakan pembentukan pengadilan
tipikor di seluruh provinsi di Indonesia, sementara mereka tidak mengukur energi apakah mampu
atau tidak mengontrol pengadilan-pengadilan di daerah itu," ujar Donal seusai mengikuti sebuah
diskusi di Jakarta, Kamis (10/11/2011).
Menurut Donal, salah satu kelemahan adanya pengadilan tipikor di daerah yaitu beberapa hakim
di pengadilan sering bersentuhan langsung dengan elite-elite politik di daerah. Ia mengatakan,
jika tidak ada kontrol yang ketat, konsekuensi logis dalam hal tersebut yaitu tarik-menarik
kepentingan dan intervensi dalam proses hukum akan semakin kuat.
"Kita yakin dan percaya bahwa kualitas hakim adalah segenggam persoalan di antara banyak
persoalan yang ada di Indonesia. Maka dari itu, pengawasan dan kontrol harus diperketat.
Jangan malah jadikan pengadilan tipikor ini menjadi kawan bagi koruptor," kata Donal.
Donal mengaku, sebelum UU Tipikor dibentuk, ICW sudah merekomendasikan agar
pembentukan pengadilan tipikor di daerah tidak usah dipaksakan. Ketika itu ICW menyarankan
agar pengadilan tipikor dibentuk di beberapa daerah untuk menguji performa mampu atau
tidaknya dilakukan pengawasan.
"Kami sarankan agar dibentuk di lima provinsi. Jadi agar lebih mudah mengawasinya
dibandingkan di 33 provinsi. Komisi Yudisial juga akan lebih mudah dari segi pengawasan kode
etik. Jangan seperti sekarang dikejar tayang untuk dibentuk di seluruh Indonesia di mana
ujungnya nanti kualitas terabaikan, mekanisme pengawasan tidak terbentuk, sehingga dapat
diprediksi hasilnya seperti ini," kata Donal.
Pengadilan tipikor di beberapa daerah tengah menjadi sorotan masyarakat karena maraknya
vonis bebas terhadap koruptor yang dikeluarkan majelis hakim di sana. ICW mencatat, sebanyak
40 terdakwa kasus korupsi divonis bebas di pengadilan tipikor daerah. Berdasarkan catatan
ICW, 40 vonis bebas itu terdiri dari empat vonis bebas di Bandung, satu di Semarang, 14 di
Samarinda, dan 21 di Surabaya.
http://nasional.kompas.com/
![Page 6: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/6.jpg)
MA, Diminta Periksa Putusan Bebas Para Koruptor
Dirilis oleh Rere,TarungNews pada Minggu, 30 Oct 2011Telah dibaca 97 kali
Logo Mahkamah Agung RI.
Jakarta,TarungNews - Putusan bebas hakim dalam kasus korupsi kian marak dijatuhkan di pengadilan. Kasus terakhir hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Karang, Lampung, memvonis bebas terdakwa kasus korupsi bupati Lampung Timur nonaktif, Sartono pada Senin (17/10), dan mantan bupati Lampung Tengah, Andi Ahmad Sampurna Jaya, Rabu (19/10).
Komisi Yudisial (KY) meminta Mahkamah Agung (MA) tidak menutup mata maraknya putusan bebas kasus korupsi itu. Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar menyatakan, MA harus melakukan kajian vonis bebas tersebut. Pasalnya banyak bukti yang diabaikan hakim dalam persidangan.
Komisi Yudisial (KY) menyatakan sudah menerima pengaduan terhadap putusan bebas perkara korupsi di PN Tanjung Karang pada Kamis (20/10). "Ada fenomena apa ini? Sebaiknya MA melakukan kajian dan memeriksa hakim terkait putusan bebas kasus korupsi," kata Asep.
Bupati Lampung Timur nonaktif, Satono dituntut jaksa dalam perkara korupsi APBD senilai Rp 119 miliar. Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa menyimpan dana kas daerah APBD Kabupaten Lampung Timur di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana, tidak terbukti secara sah melakukan tindakan melawan hukum. Akibatnya dakwaan primer Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor tidak terbukti. Adapun, Andi Achmad, terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpanan dana APBD Lampung Tengah di BPR Tripanca Setiadana, yang merugikan negara senilai Rp 28 miliar.
Ketua majelis hakim Andreas Suharto, dalam persidangan mengatakan tidak ada satu pun fakta persidangan yang menunjukkan Andi Achmad merugikan negara. Padahal jaksa menjeratnya dengan tiga delik, primer, subsider, dan lebih subsider.
Dikatakan Asep, KY mengagendakan untuk mengkaji maraknya vonis bebas kasus korupsi sebagai bahan MA untuk menindak hakim nakal. Apalagi pasca dibentuknya pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di 33 provinsi, MA wajib melakukan pengawasan ketat.
Jika tidak, kasus bebasnya terdakwa korupsi, seperti wali kota Bekasi nonaktif Muchtar Mohammad di Pengadilan Tipikor Bandung bakal terulang. Asep mengatakan, selain MA dan KY, pihak yang berkepentingan menjaga pengadilan tipikor tetap berintegritas perlu ikut terlibat aktif melakukan kajian.
Menurut Asep, penyebab vonis bebas selama ini harus dipetakan guna mencegah terjadi kembali di kemudian hari. "Bagi kami, semua pihak yang berkepentingan perlu melakukan kajian agar menjaga kinerja pengadilan tipikor," katanya.
Dengan adanya dua vonis bebas korupsi di Tanjung Karang, praktis hampir seluruh wilayah di Indonesia sudah membebaskan terdakwa kasus korupsi. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) melansir pasca lahirnya Undang-Undang Pengadilan Tipikor Tahun 2008, sebanyak 26 terdakwa kasus korupsi divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor.
Sebanyak 26 terdakwa korupsi yang divonis bebas atau lepas tersebut terdiri satu orang
![Page 7: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/7.jpg)
di Pengadilan Tipikor Jakarta, satu orang di Pengadilan Tipikor Semarang, 21 orang di Pengadilan Tipikor Surabaya, dan tiga di Pengadilan Tipikor Bandung.
http://www.tarungnews.com/fullpost/berita-utama/1319997538/ma-diminta-periksa-putusan-bebas-para-koruptor.html
4 Terdakwa Koruptor Divonis Bebas
JAKARTA– Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di daerah kembali membebaskan terdakwa korupsi. Kali ini bahkan empat terdakwa divonis bebas dalam satu hari di pengadilan yang sama.
Keempat terdakwa diduga melakukan korupsi dana Belanja Penunjang Kegiatan Pimpinan dan Anggota DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) 2005 senilai Rp2,9 miliar. Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda membebaskan empat terdakwa kasus,karena menilai anggaran yang diterima para terdakwa memiliki dasar hukum yang sah. Atas vonis tersebut, KY akan menelaah kasus tersebut untuk mengetahui apakah ada pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam memutus perkara tersebut.
“Berbagai informasi akan KY kumpulkan untuk ditelaah apakah bisa ditindaklanjuti atau tidak, sebab ruang lingkup KY hanya perilaku hakim,” kata Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar di Jakarta kemarin. Menurut Asep, selain mengumpulkan informasi, KY juga membuka pintu bagi pelaporan kasus korupsi yang membebaskan terdakwanya, khususnya di Pengadilan Tipikor Samarinda.
”Kalau ada laporan yang masuk, tentu KY akan memprosesnya,”katanya. KY, lanjut dia, masih terus menelusuri maraknya vonis bebas kasus korupsi di Pengadilan Tipikor di daerah. Lembaga pengawas hakim ini sedang melakukan riset menyeluruh berdasarkan sampel di beberapa daerah mengenai putusan bebas tipikor. Dia menegaskan, pihaknya masih menelaah kasus bebasnya Wali Kota nonaktif Bekasi Mochtar Mohamad di Pengadilan Tipikor Bandung baru-baru ini.
”Analisisnya masih dilakukan,nanti bisa diketahui setelah analisis, apa langkah yang akan dilakukan KY kemudian,”katanya. Sekadar diketahui, keempat terdakwa yang dibebaskan Pengadilan Tipikor Samarinda kemarin adalah Suwaji, Suryadi, Rusliandi, dan Sudarto. Mereka adalah mantan anggota DPRD Kukar periode 2004–2009 dan terpilih lagi pada periode 2009–2014. Majelis hakim memutuskan, anggaran yang diterima para terdakwa memiliki dasar hukum yang sah.
Pasalnya, Peraturan Bupati 180.188/HK 149/2005 tentang Belanja Penunjang Kegiatan Pimpinan dan Anggota DPRD masih sah dan berlaku. Peraturan tersebut dikeluarkan Bupati Kukar waktu itu,Syaukani Hassan Rais. Putusan tersebut dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai Casmaya dan beranggotakan Poster Sitorus dan Rajali.
Putusan bebas ini dikhawatirkan akan membuat 36 terdakwa lain dibebaskan, sebab kasus ini menyeret 40 terdakwa. Vonis bebasnya terdakwa kasus korupsi di Pengadilan Tipikor terus berulang. Dari catatan SINDO, Pengadilan Tipikor Bandung dalam rentan waktu yang tidak begitu jauh telah membebaskan tiga kepala daerah yang pernah menjadi terdakwa kasus korupsi. Seorang terdakwa juga dibebaskan oleh Pengadilan Tipikor Semarang.
Padahal pada 20 Oktober 2011,MA telah meresmikan 33 Pengadilan Tipikor tingkat pertama di ibu kota provinsi dan 30 Pengadilan Tipikor tingkat banding di beberapa sebagian besar ibu kota provinsi. Terkait banyaknya terdakwa korupsi yang bebas di Pengadilan Tipikor, Juru Bicara MA Hatta Ali mengatakan bahwa pihak MA membuka ruang seluas- luasnya bagi masyarakat untuk melaporkan.
Khususnya jika ada dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam memutus perkara korupsi dan membebaskan terdakwanya. “Kalau ada masukan masyarakat, kita terbuka,”katanya. Hatta menegaskan, masukan masyarakat sangat penting untuk dijadikan poin awal bagi MA guna menelaah, apakah ada pelanggaran kode etik hakim dalam memproses kasus korupsi dan membebaskan terdakwanya.
![Page 8: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/8.jpg)
”MA membutuhkan informasi yang akurat,” ujarnya. Untuk kasus di Pengadilan Tipikor Bandung,MA memang agak kesulitan untuk membuktikannya, karena tidak ada bukti kuat bahwa ada pelanggaran kode etik dan perilaku hakim yang memvonis bebas Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad. Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hasril Hertanto menilai, apa yang terjadi saat ini sudah diprediksi para pegiat antikorupsi.
Menurutnya, banyaknya Pengadilan Tipikor di daerah justru akan membuat lemah Pengadilan Tipikor, sebab dari sisi sumber daya manusianya tidak terlalu banyak, khususnya hakim ad hoc.Malah,ada hakim ad hoc yang pernah menjadi tersangka kasus korupsi. Menurutnya, sumber daya manusia hakim ad hoc tidak sebanyak yang dibutuhkan. ”Hakim ad hoc tipikor adalah orang yang ahli.
Masalahnya tidak banyak orang yang ahli,” katanya. Imbasnya, hakim ad hoc yang terpilih pun terkesan seadanya. ”Asal memenuhi persyaratan dan sarjana hukum, ”katanya. Sumber daya yang kurang tersebut akan berimbas pada eksistensi Pengadilan Tipikor dalam memproses kasus korupsi. Menurutnya,sumber daya hakim adalah salah satu masalah, belum lagi sumber daya jaksa dan juga pengawasan Pengadilan Tipikor di daerah. kholil
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/440639/
![Page 9: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/9.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lagi-lagi daftar terdakwa yang divonis bebas
oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), bertambah.
Kemarin, Senin (31/10/2011), Pengadilan Tipikor membebaskan empat terdakwa
kasus korupsi dana operasional anggota DPRD Kukar 2005 senilai total Rp 2,9
miliar.
Putusan tersebut dikeluarkan oleh majelis hakim yang dipimpin Casmaya, dan
beranggotakan Poster Sitorus (ad hoc), dan Rajali (ad hoc).
Menyikapi maraknya vonis bebas yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tipikor, Komisi
Yudisial (KY) menyatakan akan menelusuri apakah ada kode etik dan perilaku
hakim yang dilanggar oleh majelis hakim yang mengeluarkan vonis bebas terhadap
terdakwa kasus korupsi.
"Berbagai informasi yang berkembang juga akan KY kumpulkan untuk nanti di
telaah apakah bisa ditindaklanjuti atau tidak, sebab ruang lingkup KY hanya
perilaku hakim," kata juru bicara KY Asep Rahmat Fajar, Selasa (1/11/2011).
Selain itu KY, menurut dia, juga menunggu laporan masyarakat apakah ada kode
etik dan perilaku hakim yang dilanggar di balik vonis bebas terdakwa korupsi di
pengadilan tipikor Samarinda itu.
"Bahwa kalo nanti ada yang melaporkan kasus ini, KY tentunya akan proses
sebagaimana laporan lainnya," kata Asep.
Asep menjelaskan, maraknya vonis bebas kasus korupsi oleh Pengadilan Tipikor di
daerah juga tengah ditelusuri oleh KY. Lembaga pengawas hakim ini sedang
melakukan riset menyeluruh berdasarkan sampel di beberapa daerah mengenai
putusan bebas tipikor.
"Biar bisa dapat potret utuhnya, baik dari sisi organisasi, sumber daya manusia
maupun administrasi perkaranya. Apalagi kan suatu penyelesaian perkara itu nggak
bisa dilepaskan juga dari kasusnya seperti apa dan kuat lemahnya dakwaan jaksa,"
seru Asep.
Seperti diketahui keempat terdakwa yang dibebaskan Pengadilan Tipikor
Samarinda adalah Suryadi, Suwaji, Sudarto, dan Rusliandi. Keempatnya adalah
mantan anggota DPRD Kukar 2004-2009 dan terpilih lagi untuk periode 2009-2014.
Majelis hakim menilai anggaran yang diterima terdakwa memiliki dasar hukum
yang sah. Peraturan Bupati (Perbup) 180.188/HK149/2005 tanggal 29 Agustus 2005
tentang Belanja Penunjang Kegiatan Pimpinan dan anggota DPRD, yang
ditandatangani oleh Bupati Kukar waktu itu Syaukani HOUR dinilai masih berlaku
sehingga tak dapat dikatakan menerima anggaran ganda
![Page 10: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/10.jpg)
http://id.berita.yahoo.com/ky-telusuri-pelanggaran-hakim-vonis-bebas-terdakwa-korupsi-031425900.html
![Page 11: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/11.jpg)
Jakarta - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tengah mengevaluasi efektifitas pengadilan tindak pidana korupsi di daerah. Kemenkum HAM dalam hal ini juga mengajak KPK sebagai lembaga penegak hukum yang fokus menangani persoalan korupsi.
"Soal RUU perubahan undang-undang pengadilan tipikor, pengadilan tipikor di daerah, apakah efektif atau tidak," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (31/10/2011).
Menurut Denny, dalam rangka menguatkan fungsi pengadilan tipikor, ada usulan untuk memusatkan pengadilan tersebut di Jakarta sehingga tidak ada lagi pengadilan tipikor di daerah. Pemusatan bisa dilakukan dengan membangun pengadilan tipikor di lima wilayah Kota Jakarta.
"Jika hanya ada di Jakarta, mungkin di lima wilayah, untuk menguatkan fungsi pengadilan tipikor," katanya.
Seperti diketahui, Pengadilan Tipikor di daerah saat ini menjadi sorotan publik. Pasalnya, majelis hakim di pengadilan ini beberapa kali membebaskan terdakwa korupsi. Di antaranya adalah Pengadilan Tipikor Bandung yang membebaskan tiga terdakwa kasus korupsi yaitu walikota Bekasi, walikota Subang, dan Wakil Walikota Bogor.
Bukan hanya pengadilan Tipikor Bandung, Pengadilan Tipikor Semarang juga membebaskan terdakwa kasus korupsi. Terdakwa kasus korupsi pengadaan sistem informasi administrasi dan kependudukan (SIAK) online di Kabupaten Cilacap, yakni Direktur Utama PT Karunia Prima Sedjati, Oei Sindhu Stefanus, bebas dari segala dakwaan
http://www.detiknews.com/read/2011/10/31/232217/1756937/10/pemerintah-libatkan-kpk-untuk-evaluasi-pengadilan-tipikor-daerah
![Page 12: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/12.jpg)
Sejumlah Kejanggalan Warnai Putusan Bebas di Indonesia| Jimmy Hitipeuw | Jumat, 14 Oktober 2011 | 06:14 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kejanggalan mewarnai berbagai putusan bebas terhadap terdakwa
korupsi di pengadilan tindak pidana korupsi di daerah.
Di Semarang, Jawa Tengah, misalnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Semarang yang membebaskan Oei Sindhu Stefanus, terdakwa kasus korupsi Sistem Informasi
Administrasi Kependudukan Online di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tahun 2006/2007,
bersidang pada malam hari. Putusan perkara itu dibacakan sekitar pukul 21.00.
Dalam kasus tersebut, negara diduga dirugikan Rp 1,1 miliar. Putusan itu dibuat majelis hakim
yang diketuai Noor Ediyono dengan hakim anggota Sinintha Sibarani dan Kalimatul Jumro.
”Kami menduga persidangan kasus korupsi sampai malam itu adalah cara menghindari sorotan
masyarakat, terutama media. Putusan kontroversial itu pun tak terpantau,” kata Sekretaris
Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Jawa Tengah Eko
Haryanto di Semarang, Kamis (13/10/2011). Putusan tersebut dibuat pada Senin malam.
Hakim Sinintha dalam perkara itu menyampaikan dissenting opinion (pendapat berbeda). Dia
menilai, terdakwa mengetahui ada kekurangan barang yang menjadi kewajibannya sesuai
kontrak. Karena kejanggalan tersebut, lanjut Eko, Komite Penyelidikan dan Pemberantasan
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme mengirimkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kejanggalan lain adalah terdakwa kasus korupsi di Cilacap lainnya, yakni Djoko Tri Atmodjo dan
Surachman, Direktur PT Karunia Prima Sedjati, dipidana.
Perkara dengan terdakwa Wali Kota Bekasi (nonaktif) Mochtar Muhammad, yang Selasa lalu
dibebaskan majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung, juga mengandung kejanggalan. Kasus
itu diputuskan oleh majelis hakim yang salah satu anggotanya pernah menjadi tersangka
korupsi. Hakim anggota itu adalah Ramlan Comel. Di Bandung, Ramlan menyatakan siap
diperiksa jika putusannya tak benar.
Secara terpisah, Darius Doloksaribu, penasihat hukum Mochtar, Kamis, di Bekasi mengatakan,
putusan bebas murni untuk kliennya adalah putusan yang obyektif dan harus dihormati. ”Dari
opini yang berkembang, terkesan seorang terdakwa kasus korupsi harus selalu dihukum
bersalah. Kalau harus bersalah, untuk apa ada pengadilan?” katanya.
Ia menilai, opini yang berkembang soal vonis bebas murni bagi Mochtar sudah tidak sehat.
Putusan bebas bisa saja muncul karena lemahnya dakwaan jaksa.
Pengadilan Tipikor Surabaya selama tahun 2011 menjatuhkan putusan bebas untuk 22 perkara
korupsi. Agus Pambudi dari Humas Pengadilan Negeri Surabaya, yang membawahkan
![Page 13: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/13.jpg)
Pengadilan Tipikor Surabaya, menuturkan, hakim memiliki alasan yang kuat dalam memutus
bebas terdakwa perkara itu.
Dari Padang, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Djufri, yang kini terdakwa
korupsi, Rabu, berada di restoran di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, untuk
makan siang. Ia didampingi Kepala Seksi Penuntutan Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumbar
Idial dan jaksa Zulkifli. Padahal, Djufri yang masih diadili di Pengadilan Negeri Kota Padang
masih ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Padang.
Menurut Idial, ia melaksanakan penetapan hakim mengawal Djufri, yang juga mantan Wali Kota
Bukittinggi, untuk berobat. Jon Jon Effredi, dari Humas Pengadilan Negeri Padang, mengatakan,
penetapan Djufri untuk berobat dikeluarkan pekan lalu
http://nasional.kompas.com/read/2011/10/14/0614411/Sejumlah.Kejanggalan.Warnai.Putusan.Bebas.di.Indonesia
![Page 14: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/14.jpg)
RABU, 26 OKTOBER 2011 | 2275 HITS
Jabatan Bupati Dikembalikan ke Tengko
Vonis Bebas Dibawah Kawalan Ratusan PolisiAmbon, AE.- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon Selasa (25/10) menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa korupsi Bupati Aru nonaktif, Thedy Tengko. “Menyataan terdakwa (Thedy Tengko) tidak terbukti secara sah atas semua dakwaan dari jaksa penuntut umum,”
kata Ketua Majelis Arthur Hangewa saat membacakan amar putusannya di Gedung Sport Hall Karang Panjang Ambon, yang dijadikan lokasi sidang.
Majelis hakim berpendapat terdakwa tidak bersalah karena apa yang dilakukan merupakan kewenangan diskresionar. Pembelian Mess Jargaria merupakan kebijakan yang dilakukan oleh Pemkab Aru. Bahkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan tidak terjadi mark up dalam pengadaan Mess Jargaria. Negara malah diuntungkan, karena anggaran pembangunan mess jauh lebih kecil bila dibanding dengan besarnya bangunan.
Dakwaan subsidier dan primer yang disampaikan JPU juga menurut majelis hakim batal demi hukum, karena apa yang dilakukan Tengko merupakan wewenang diskresi. “Menyatakan atas vonis bebas tersebut maka terdakwa harus dipulihkan nama baiknya dan kembali menduduki jabatan Bupati Kepulauan Aru,” kata Hangewa yang didampingi Sunggul Simanjuntak dan Glenny de Fretes sebagai hakim anggota.
Terdakwa didampingi penasehat hukumnya, Sudirman Sidabuke, Adolf Saleky dan Jacobis Siahaya. Putusan bebas tersebut langsung disambut gembira terdakwa dan keluarga serta pendukungnya di ruang sidang. “Terimah kasih Tuhan, perjuangan kami tidak sia-sia. Keadilan memang ditunjukan saat ini,” kata salah satu pendukung Tengko di ruang sidang. Perasaan bahagia dan haru ditunjukan Tengko dan pendukungnya, usai putusan bebas dijatuhkan.
Pada sidang tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Tengko dengan hukuman 10 tahun penjara. Tengko didakwa melakukan tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Aru tahun anggaran 2006-2007 sehingga merugikan negara sebesar Rp 42,5 miliar. Ia didakwa memanfaatkan uang untuk pembayaran Mess Jargaria sebesar Rp 2 miliar, pinjaman pribadi Rp 1 miliar dan membayar fee kuasa hukum Edison Betaubun Rp 750 juta untuk gugatan ke PTUN, padahal belum dilantik sebagai Bupati Aru.
Sidang yang digelar di Gedung Sport Hall Karang Panjang, Ambon tepat Pukul 10.00 WIT, mendapat pengawalan ketat ratusan personil Polda Maluku dan Polres Ambon. Dengan alasan keamanan, sidang putusan terpaksa digelar di Gedung Sport Hall. Sidang berlangsung aman dan lancar, meski puluhan massa yang kontra terhadap Tengko terlihat di lokasi sidang.
Sebelum sidang digelar aparat kepolisian disebar mulai dari depan hingga belakang gedung Spor Hall. Sejumlah aparat Brimob BKO bersama dua unit Barakuda disiagakan di belakang gedung itu.
Pengunjung yang ingin menghadiri sidang putusan Tengko, digeledah mulai dari tubuh hingga barang bawaannya. Di dalam ruang sidang, gedung yang biasanya digunakan untuk kegiatan konser dan seni itu diisi oleh para pengunjung mulai dari yang pro dan yang kontra terhadap terdakwa. Aparat kepolisian dengan senjata lengkap disiagakan di dalam ruang sidang. Titik-titik di setiap pojok gedung dalam ruangan terdapat sejumlah aparat intelejen dan Brimob BKO.
Sidang terhadap terdakwa Tengko terbilang cukup lama, hampir setahun. Sidang perdana Tengko digelar di PN Ambon tahun 2010. Hangewa membacakan amar putusan Tengko yang berjumlah empat buku yang masing-masing setebal 5 cm. dibacakan bergiliran dengan anggota majelis hakim, selama lebih 5 jam.
JPU Ahmad Latupono dan I Gede Eka mengatakan akan mengajukan kasasi atas putusan bebas tersebut. PH terdakwa, Sudirman Sidabuke mengaku tidak kaget dengan putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim terhadap kliennya.
![Page 15: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/15.jpg)
Karena putusan majelis hakim berdasarkan fakta-fakta dipersidangan dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Sesuai prosedur, apabila JPU merasa keberatan dengan putusan majelis hakim, maka mereka bisa melakukan kasasi. Kalau JPU tidak melakukan kasasi, putusan (bebas) itu dinyatakan sah demi hukum (inkrah),” tandasnya.Sidabuke menyoroti sikap JPU yang tidak bisa menghadirkan saksi-saksi dalam putusan perkara Tengko. Padahal mereka turut menikmati uang daerah.
http://www.ambonekspres.com/index.php?option=read&cat=53&id=35149
![Page 16: tipikor](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071921/55cf9bee550346d033a7e773/html5/thumbnails/16.jpg)
Ketua Majelis Hakim PN Bandung Vonis Bebas Bupati SubangMONDAY, 22 AUGUST 2011 13:19 REDAKSI POTRET INDONESIA
BUPATI Subang nonaktif Eep Hidayat divonis bebas. Keputusannya dalam menerbitkan surat keputusan bupati
mengenai pembagian biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan dianggap tidak melanggar delik pidana.
Hal itu diutarakan Ketua Majelis Hakim, I Gusti Lanang, di Pengadilan Negeri Bandung, Senin (22/8/2011).
Selain bebas, hakim meminta agar Eep direhabilitasi. Putusan tersebut langsung sorak sorai dari para
pendukung yang sudah memadati ruang sidang.
Dalam putusannya, hakim berpendapat bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tidak konsisten karena
melibatkan kasus serupa melibatkan Agus Muharam tahun 2009 tapi Eep tidak pernah dihadirkan sebagai saksi.
Hal tersebut tidak wajar dari kebiasaan split kasus yang harusnya diajukan dalam waktu berbarengan, tapi
berselang 2 tahun kemudian.
Dasar hukum yang dipermasalahkan jaksa juga dibantah hakim karena melalui telaah historis, hal serupa sudah
dilakukan sejak 1991.
Eep adalah bupati dari PDIP yang diseret karena kasus biaya pungut PBB dalam periode 2005-2008. Dia
dianggap bersalah karena menerbitkan surat keputusan bupati berisi pembagian alokasi uang. Hal itu dinilai
melanggar ketentuan karena tidak melalui peraturan daerah. Kerugian negara yang diakibatkan tindakanya
adalah Rp 14 miliar.
Dituntut 8 Tahun Penjara
Sebelumnya, Eep Hidayat dituntut 8 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum atas dugaan kasus korupsi biaya pungut
Pajak Bumi dan Bangunan selama periode 2005-2008. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta dan
mengganti uang yang sudah dibagikan sampai Rp 2 miliar.
Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (4/8/2011) silam, sidang lanjutan
dengan agenda membacakan pledoi.
"Jaksa tidak bisa berargumentasi, tapi caplok berita acara pemeriksaan secara terang-terangan tanpa
perhitungan saksi," kata Eep yang mengenakan batik warna merah.
Dia menuturkan bahwa sudah pernah ada audit dari BPKP Jabar yang menyatakan tidak ada kerugian negara.
Eep juga menyebut bahwa keterangannya melalui pemeriksaan terdakwa telah dipelintir oleh jaksa.
Eep dianggap bersalah karena menggunakan dana dari biaya pungut Pajak Bumi Bangunan hanya
menggunakan surat keputusan bupati, tidak melalui peraturan daerah yang harusnya mendapatkan persetujuan
dari DPRD.
Dia dianggap telah melakukan korupsi akibat perbuatannya dan mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 14
miliar. (red)
http://www.majalahpotretindonesia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2515:ketua-majelis-hakim-pn-bandung-vonis-bebas-bupati-subang&catid=55:serba-serbi&Itemid=412