TINJAUAN YURIDIS HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN...
Transcript of TINJAUAN YURIDIS HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN BANTUAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN...
SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN
BANTUAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN
OLEH :
ANDI ASTRINI UMAR
B 111 07 840
BAGIAN HUKUM ACARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
i
HALAMAN JUDUL
TINJAUAN YURIDIS HAK TERSANGKA UNTUK MENDAPATKAN
BANTUAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN
OLEH :
ANDI ASTRINI UMAR
B 111 07 840
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana
Bagian Hukum Acara
Program Studi Ilmu Hukum
Pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
ANDI ASTRINI UMAR ( B 111 07 840 ), Tinjauan Yuridis Hak Tersangka Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum ditingkat Penyidikan. Dibimbing oleh Bapak H. M Said Karim dan ibu Haeranah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum di tingkat penyidikan dan apa yang menjadi hambatan dalam pemenuhan hak mendapatkan bantuan hukum tersangka khususnya ditingkat penyidikan
Penelitian ini dilaksanakan di Makassar tepatnya di Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Makassar dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar. Data diperoleh dari literatur. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu hak tersangka adalah mendapatkan bantuan hukum. Seorang tersangka boleh mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Sebagaimana telah diatur dalam KUHAP;
Yang menjadi faktor sehingga para tersangka menolak menggunakan jasa bantuan hukum, karena kebanyakan dari mereka tergolong warga miskin, sehingga mereka tidak mau direpotkan dengan masalah biaya untuk membayar jasa penasehat hukum. Juga karena masih adanya masyarakat yang buta hukum, sehingga sulit bagi para tersangka untuk mengetahui apakah sebenarnya fungsi dan peranan penasehat hukum bagi mereka.
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi
dengan judul : Tinjauan Yuridis Hak Tersangka Untuk Mendapatkan
Bantuan Hukum Di Tingkat Penyidikan. Sebagai tugas akhir dari
rangkaian proses pendidikan yang penulis jalani untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada program studi ilmu hukum Universitas Hasanuddin.
Kehadiran karya tulis ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, baik materil maupun moril. Sebagai bentuk penghargaan penulis,
melalui pengantar skripsi ini secara khusus penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. M. Said Karim, S. H.,
M.H dan Ibu Haeranah, S.H., M.H. yang senantiasa meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis hingga rampungnya penulisan
skripsi ini.
Dari lubuk hati penulis yang paling dalam dikhaturkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin, Bapak Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi atas segala perhatian yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa pada almamater Universitas Hasanuddin.
2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Bapak Prof.Dr. Aswanto, S.H., M.H., DFM. Dan para Pembantu Dekan atas segala perhatian dan bimbingannya.
3. Para dosen Penguji, Bapak H. M. Imran Arief, S.H., M.Si., Ibu Nur Azisa, S.H., M.H., serta Bapak Abd. Asis, S.H., M.H. Atas semua masukan ilmu yang berharga untuk Penulis.
vii
4. Ibu Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H., M.H., selaku Penasehat Akademik yang selalu memberikan dorongan kepada Penulis untuk tetap berusaha dan berjuang dalam mengarungi dunia kampus.
5. Ibu Iin Karitha Sakharina, S.H., M.A. selaku Dosen Pembimbing Lapangan dan Bapak Muhammad Ilham, S.H., selaku Mitra Pembimbing Lapangan beserta teman-teman yang telah membantu Penulis dalam Kuliah Kerja Nyata di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar..
6. Para staf Administrasi di lingkungan akademik Fakultas HukumUniversitas Hasanuddin yang banyak membantu Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
7. Para segenap Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah banyak berjasa mendidik Penulis sehingga berhasil menyelesaikan studi di Fakultas hukum Universitas Hasanuddin.
8. Bapak Abdul Muttalib, S.H., Direktur Lembaga Bantuan Hukum atas kesedian beliau untuk meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
9. Brigadir Akbar Malik, BA Reskrim Polrestabes Makassar atas kesedian beliau untuk meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
10.Bapak Abd. Azis salah satu anggota Lembaga Bantuan Hukum Makassar atas kesedian beliau untuk meluangkan waktunya untuk diwawancarai.
11.Teman-teman Legalitas 2007 : Sri Wahyuni Ridwan, Rifai Uly, Sri Endang Lestari, Asyhari Rahim, Usnul, Muh. Rais, Akbar, Usni Barpak, Resti Riyanti, Nurahma Yunus serta teman-teman yang tidak sempat Penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan bantuannya.
12.Sahabat-sahabatku yang sangat Penulis cintai, Nurfiah Muchtar, Reski Aprianti Pinni, Zulfani, Desi Arisandi, Nurhardianti Hamzah, Ayu Amelia Jashari, Madihah Khusufiah, Eka Suci Mauliyani, S. H., Wisdawati Jamal, St. Kasdjarianti Eka Hutaminingsih, Sri Fatmawati, dan Adisty Anastasia Mokoginta, sahabat yang selama ini menjadi tempat berbagi suka dan dukaku.
13.Terima kasih juga kepada Senior 2 sejoli Bayu Saputra, S.H & Ario Putra Mahal, S.H. serta Ahmad Akbar, S.H.
viii
14.Kakak Penulis yang sangat Penulis sayangi Andi Rulyanti, S. E., Muhammad Asrul, dan Andi Syamsiar, semoga Allah selalu memberikan kesuksesan dan kebahagiaan tiada henti untuk kita semua.Rampungnya karya tulis ini penulis persembahkan untuk
Ibundaku tercinta, Hj. Andi Ratna dan Ayahanda Ir. H. Umar Latief atas
doa, dukungan, keikhlasan, dan kasih sayang yang tiada hentinya, yang
akan mengantarkan penulis pada kesuksesan. Insya Allah semua
kesuksesan yang telah kuraih kupersembahkan untuk kalian.
Dengan segala keterbatasan, penulis sadar bahwa skripsi ini
masih terlampau jauh dari segala kesempurnaan. Dengan segala
kerendahan hati tegur sapa yang konstruktif penulis sambut demi
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga kehadiran skripsi ini
dapat berguna bagi pembaca dan menambah literatur kajian ilmu hukum
pidana.
Akhir kata Alhamdulillahi Rabbil Alamin.
Makassar, April 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI.................................................. ii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI............................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................ iv
ABSTRAK..........................................................................................v
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................. vi
DAFTAR ISI....................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................... 1B. Rumusan Masalah........................................................6C. Tujuan Penelitian.......................................................... 6D. Kegunaan Penelitian.....................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian.................................................................... 71. Tersangka................................................................ 72. Hak Tersangka......................................................... 93. Penyidikan.............................................................. 104. Bantuan Hukum..................................................... 11
B. Hak Tersangka Menurut KUHAP................................ 13C. Hak Tersangka Untuk Mendapatkan
Bantuan Hukum............................................................ 23
D. Proses Penyidikan Tindak Pidana................................ 25BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian........................................................... 29
x
B. Jenis dan Sumber Data................................................ 29C. Teknik Pengumpulan Data........................................... 29D. Analisis Data................................................................. 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................. 31B. Pelaksanaan Hak Tersangka Untuk Mendapatkan
Bantuan Hukum di Tingkat Penyidikan......................... 44
C. Hambatan Dalam Pemenuhan Hak TersangkaUntuk Mendapatkan Bantuan Hukum Khususnya
Di Tingkat Penyidikan................................................... 47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................... 52
B. Saran............................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah negara berdasarkan hukum yang
demokrasi, berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
bukan berdasarkan atas kekuasaan semata, demikian menurut
Mohammad Kusnardi dan Bintan Saragih (Andi Hamzah, 1986:13),
bahwa
Negara hukum menentukan alat-alat perlengkapannya yang
bertindak menurut dan terikat kepada peraturan-peraturan yang
ditentukan terlebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasakan
untuk mengadakan peraturan-peraturan itu. Adapun ciri-ciri khas dari
suatu negara hukum adalah
a) Pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia
b) Peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau
kekuatan lain dan tidak memihak.
c) Legalitas dalam arti hukum adalah segala bentuknya.
Didalam Hukum Acara Pidana Indonesia sebagaimana termuat
dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, yang lebih dikenal dengan
KUHAP, merupakan suatu peraturan yang memuat tentang bagaimana
caranya aparat penegak hukum : Polisi, Jaksa, Hakim dan Penasehat
Hukum menjalankan wewenangnya menegakkan hukum pidana materiil
(KUHP). Menurut Undang-undang ini para penegak hukum harus
2
memperhatikan dua kepentingan hukum secara berimbang, yaitu
kepentingan perorangan (hak seseorang) dengan kepentingan
masyarakat dalam suatu proses beracara pidana.
Lahirnya KUHAP menurut M.Yahya Harahap merupakan
pembaharuan hukum yang signifikan. Bahwa KUHAP telah mengangkat
dan menempatkan seorang manusia dalam kedudukan yang bermartabat
sebagai makhluk ciptaan Tuhan. KUHAP menempatkan seorang manusia
dalam posisi dan kedudukan yang harus diperlakukan sesuai dengan nilai-
nilai luhur kemanusiaan. Sekalipun penegakan hukum itu memang mutlak
menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar, tetapi hak-hak asasi
manusia (HAM) seorang tersangka tidak boleh diabaikan atau dilanggar.
Untuk mengimplementasikan tujuan perlindungan harkat dan
martabat tersebut, KUHAP membentuk suatu pola penegakan hukum
pidana yang dikenal dengan istilah “Sistem Peradilan Pidana” (criminal
justice system). Sistem yang dibangun KUHAP ini kemudian melahirkan
pihak-pihak penegak hukum (sub-sistem) yang terdiri dari; Penyidik,
Penuntut Umum, Pengadilan, Pemasyarakatan, dan Bantuan Hukum.
Setiap sub-sistem tersebut merupakan lembaga yang berdiri sendiri baik
dari segi kelembagaan maupun dari segi fungsi dan tugas (diferensiasi
fungsional).
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan
keinginan-keinginan hukum yang telah dipositifkan melalui Undang-
undnag kedalam kenyataan. Hak bagi seorang tersangka adalah untuk
3
memperoleh bantuan hukum pada proses pemeriksaan ditingkat
penyidikan. Bantuan hukum untuk rakyat miskin dipandang sebagai
subjek hukum yang mempunyai hak-hak yang sama dengan golongan
masyarakat lainnya.
Pemberian bantuan hukum dalam rangka perlindungan hak-hak
masyarakat khususnya tersangka adalah merupakan hak dasar
masyarakat, yang apabila tidak dipenuhi maka ini merupakan diskriminasi
terhadap hak-hak dasar tersebut, karena diskriminasi merupakan suatu
bentuk ketidakadilan di berbagai bidang yang secara tegas dilarang
berdasarkan UUD 1945.Penegakan hukum melawan perlakuan
diskriminatif yang lahir akibat adanya perbedaan-perbedaan tindakan
penegak hukum khususnya di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan arah kebijakan yang mendorong
jaminan perlindungan negara terhadap pelaksanaan hak-hak dasar
masyarakat. Bahwa apa yang terjadi sekarang ini adalah bantuan hukum
sebagai hak tersebut agak terasa mahal, atau merupakan barang mahal
bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Diantara permasalahan yang dihadapi dalam penerapan bantuan
hukum yang merata demi keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia
adalah negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang
sehingga perhatian dan penerapan bantuan hukum khususnya bagi
golongan yang kurang mampu sangat kurang terperhatikan di
4
Indonesia.Menurut penilaian Metzger, bahwa pada dasarnya bantuan
hukum pada masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang,
mempunyai tujuan yang sama dengan program yang dilaksanakan pada
masyarakat-masyarakat modern. Akan tetapi disamping itu Metzger juga
berpendapat bahwa salah satu tujuan yang penting dari program bantuan
hukum adalah untuk mendukung pembangunan suatu kesatuan sistem
hukum nasional. Jadi pemberian bantuan hukum tidak saja dalam
gambaran atau pandangan sempit hanya terhadap tersangka atau
terdakwa saja, namun ada kaitan yang sangat erat dengan tujuan
pembangunan negara Indonesia yang ada di dalam Undang-undang
dasar, sehingga perlunya bahan dan informasi yang luas mengenai hal ini.
Dalam hal ini, peradilan pidana di pandang sebagai suatu sistem
karena dalam peradilan pidana tersebut, terdapat beberapa lembaga yang
masing-masing mempunyai wewenang dan tugas sesuai dengan
bidangnya serta peraturan yang berlaku. Walaupun dalam peradilan
pidana itu terdapat berbagai komponen, akan tetapi sasaran semua
lembaga tersebut adalah menanggulangi kejahatan (over coming of crime)
dan pencegahan kejahatan (provention of crime). Sistem peradilan pidana
itu harus di bangun dari proses-proses sosial di dalam masyarakat.
Sistem peradilan pidana dijalankan dengan berlandaskan asas the
right due process of law, yaitu bahwa setiap penegakan dan penerapan
hukum pidana harus sesuai dengan “persyaratan konstitusional“ serta
harus “menaati hukum“ oleh karena itu prinsip due process of law tidak
5
membolehkan pelanggaran terhadap suatu bagian ketentuan hukum
dengan dalih guna menegakkan bagian hukum yang lain. Artinya
menekankan harus ada keseimbangan dalam penegakan hukum, yaitu
antara penegakan hukum dan perlindungan hak-hak asasi seorang yang
diduga pelaku tindak pidana (tersangka).
Dengan fungsi dan tugas yang diberikan KUHAP kepada masing-
masing sub-sistem tersebut, akhirnya menempatkan Penyidik sebagai
penentu berjalan atau tidaknya suatu upaya penyelesaian perkara pidana
melalui proses peradilan pidana. Peranan dan fungsi penyidikan juga
menjadi sangat esensial, karena terkait dengan Berita Acara
Pemerikasaan (BAP) yang merupakan “nyawa” dari suatu proses
peradilan baik dari materi muatan maupun prosedurnya.
Dalam rangka mencapai tujuan dalam peradilan pidana tersebut,
masing-masing petugas hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) meskipun
tugasnya berbeda-beda tetapi mereka harus bekerja dalam satu kesatuan
sistem. Artinya kerja masing-masing petugas hukum tersebut harus
berhubungan secara fungsional. Karena penyelenggara peradilan tersebut
adalah suatu sistem, yaitu suatu keseluruhan terangkai yang terdiri dari
atas unsur-unsur yang saling berhubungan secara fungsional.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi untuk
melakukan suatu kajian ilmiah dalam bentuk penelitian yang sistematis
dan mendasar dengan judul “Tinjauan Yuridis Hak Tersangka Untuk
Mendapatkan Bantuan Hukum Di tingkat Penyidikan”.
6
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan hak tersangka untuk mendapatkan
bantuan hukum di tingkat penyidikan?
2. Apakah yang menjadi hambatan dalam pemenuhan hak
mendapatkan bantuan hukum tersangka khususnya ditingkat
penyidikan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan hak tersangka untuk mendapatkan
bantuan hukum ditingkat penyidikan.
2. Untuk mengetahui hambatan dalam pemenuhan hak mendapatkan
bantuan hukum tersangka khususnya ditingkat penyidikan.
D. Kegunaan Penelitian
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat dipergunakan dalam hal-hal
berikut :
1. Diharapkan agar skripsi ini mampu menjadi bahan informasi dan
pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum di Indonesia khususnya
hukum acara.
2. Diharapkan agar skripsi ini dapat menjadi sumber informasi dan
referensi bagi semua pihak, khususnya bagi para penegak hukum
yang memiliki cita-cita luhur dalam memajukan perkembangan
hukum di Indonesia.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Tersangka
Menurut H. Hilman Hadikusuma, kata sangka berarti semacam
kulit kerang yang besar untuk terompet dan sebagainya. Kata sangka
yang kita maksudkan adalah yang berarti dugaan atau kira-kira, yang juga
berarti ajak, kesanksian atau keragu-raguan. Bersangka berarti menduga,
mengira atau menaruh syak atau sanksi. Menyangka artinya menduga,
mengira, sedangkan persangkaan atau sangkaan artinya syak,
kesanksian, dugaan atau kira-kira. Tersangka artinya diduga atau disyaki
dirugikan atau tertuduh melakukan kejahatan.
Tersangka menurut KUHAP adalah seorang yang karena
perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut
diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1-45 KUHAP). Orang yang
diduga keras melakukan tindak pidana dapat ditangkap dan digeledah
badan atau pakaiannya untuk mencari benda pada badannya atau
dibawahnya serta untuk disita.
Apabila seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana
atau segera setelah perbuatannya dilakukan, atau sesaat kemudian
khalayak ramai berseru bahwa ia orang yang berbuat atau sesaat
kemudian padanya terdapat benda yang diduga keras telah dipakai untuk
8
melakukan tindak pidana bahwa ia adalah pelaku atau turut
melakukannya, maka orang itu adalah tertangkap tangan (Belanda: op
heter daad) (pasal 1-19 KUHAP) atau disebut kepergok
Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan
selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum serta berhak
perkaranya segera dimajukan ke pengadilan (pasal 50-1-2 KUHAP).
Kemudian untuk mempersiapkan pembelaan bagi tersangka ia berhak
untuk memberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti
olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu
pemeriksaan dimulai.
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan oleh polisi tersangka
berhak memberikan keterangan secara bebas. Begitu pula ia berhak
untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa dan bantuan hukum
dari seorang atau lebih penasehat hukum yang dipilihnya sendiri. Jika ia
tidak mempunyai penasehat hukum maka pejabat bersangkutan wajib
menunjuk penasehat hukum baginya. Penasehat hukum yang ditunjuk
memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
Jika tersangka ditahan ia berhak menghubungi penasehat
hukumnya, jika ia orang asing ia dapat menghubungi dan berbicara
dengan perwakilan negaranya. Begitu pula ia berhak menghubungi dan
menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, dokter pribadi, dan
rohaniwan untuk kepentingan kesehatan jasmani dan rohaninya
9
Tersangka berhak diberitahukan tentang sebab penahanan atas
dirinya oleh pejabat yang berwenang, begitu juga kepada keluarganya
atau orang lain yang serumah, ataupun orang lain untuk bantuan hukum
atau jaminan bagi penangguhan penahanannnya. Selanjutnya dalam
pemeriksaan terhadap dirinya tersangka berhak untuk mengajukan saksi
atau ahli guna memberi keterangan yang menguntungkan baginya. Tetapi
ia tidak dibebani kewajiban pembuktian (perhatikan pasal 50 s/d 68
KUHAP).
2. Hak Tersangka
Yang dimaksud tersangka, sebagaimana rumusan Pasal 1 butir 14
KUHAPmenentukan bahwa “Tersangka adalah seorang yang karena
perbuatannyaatau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut
diduga sebagai pelakutindak pidana”.
Haktersangka adalah hak konstitusional seorang baik yang didapat
sejak mereka lahir (HAM) maupun hak yang diberikan Undang-
undang.Hak yang diberikan undang-undang ini terkait dengan
statusnyasebagai tersangka. Hak itu diatur dalam KUHAP baik
secaraeksplisitmaupun implisit dalam rumusan pasal-pasalnya yang
antara lain;
a) Hak untuk mengetahui dasar alasan penerapan Upaya Paksa;
b) Hak untukmemperoleh perlakuan yang manusiawi;
10
c) Hak untuk mengungkapkanpendapat baik secara lisan maupun
tulisan;
d) Hak untuk diam, dalampengertian tidak mengeluarkan peryataan
atau pengakuan;
e) Hak untukmengajukan saksi a-de charge mulai dari proses
penyidikan;
f) Hak untukmendapatkan bantuan hukum, dan seterusnya.
3. Penyidikan
Penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri “tertentu”
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Sedangkan
penyidikan berarti serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik
sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti dan dengan bukti itu membuat atau menjadi
terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan
tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.
Pada tindakan penyelidikan penekanan diletakkan pada tindakan
“mencari dan menemukan” sesuatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga
sebagai tindak pidana. Pada penyidikan, titik berat tekanannya diletakkan
pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti” supaya tindak pidana
yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan
menentukan pelakunya. Hanya bersifat gradual saja. Antara penyelidikan
dan penyidikan adalah dua fase tindakan yang berwujud satu. Antara
11
keduanya saling berkaitan dan isi-mengisi guna dapat diselesaikan
pemeriksaan suatu peristiwa pidana. Terdapat perbedaan antara kedua
tindakan tersebut:
a) Dari segi pejabat pelaksana, pejabat terdiri dari “ semua anggota”
Polri, dan pada dasarnya pangkat dan wewenang berada di bawah
pengawasan penyidik
b) Wewenangnya sangat terbatas, hanya meliputi penyelidikan atau
mencari dan menemukan data atas suatu tindakan yang diduga
merupakan tindak pidana. Hanya dalam hal-hal telah mendapat
perintah dari pejabat penyidik, barulah penyelidik melakukan
tindakan yang disebut pasal 5 ayat (1) huruf b (penangkapan,
larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan dan
sebagainya).
4. Bantuan Hukum
Menurut M. Yahya Harahap mengatakan, Istilah bantuan hukum
boleh dikatakan masih merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia.
Indonesia baru mendengarnya di sekitar tahun tujuh puluhan.
Aliran lembaga bantuan hukum yang berkembang di negara kita
pada hakikatnya tidak luput dari arus perkembangan bantuan hukum yang
terdapat pada negara-negara yang sudah maju.
Menurut Adnan Buyung (Yesmil Anwar dan Adang, 1988:8-9)
bahwa bantuan hukum dalam pengertian yang luas dapat diartikan
12
sebagai upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam
bidang hukum. Upaya ini mempunyai tiga aspek yang saling berkaitan,
yaitu aspek perumusan aturan-aturan hukum, aspek pengawasan
terhadap mekanisme untuk menjaga agar aturan itu ditaati, dan aspek
pendidikan masyarakat agar aturan-aturan itu dihayati.
Bantuan hukum menurutZulaidi (Yesmil Anwar dan Adang,
1992:32) dari istilah “Legal Assistance dan Legal Aid”. Legal Aid
biasanya digunakan untuk pengertian bantuan hukum dalam arti sempit
berupa pemberian jasa di bidang hukum kepada orang yang terlibat dalam
suatu perkara secara cuma-cuma atau gratis bagi mereka yang tak
mampu (miskin). Sedangkan Legal Assistance adalah istilah yang
dipergunakan untuk menunjukan pengertian bantuan hukum kepada
mereka yang tidak mampu, yang menggunakan honorium.
Lain halnya dengan Yesmil Anwar dan Adang mengartikan
bantuan hukum adalah bantuan memberikan jasa untuk memberikan
nasehat hukum, bertindak sebagai pendamping atau kuasa seseorang
untuk menyelesaikan masalah yang timbul karena adanya perselisihan
hukum yang menyangkut hak dan kewajiban seseorang baik di luar
maupun di muka pengadilan bertindak sebagai pendamping dan pembela
seseorang yang dituduh melakukan kejahatan perkara pidana.
13
B. Hak-hak Tersangka menurut KUHAP
Menurut H.M.A. Kuffal(Yesmil Anwar dan Adang, 2004:140-154)
Mengenai hak-hak tersangka diatur secara terperinci dalam Pasal 50-68,
yaitu :
1 Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan
Tersangka berhak untuk segera mendapat pemeriksaan dan
selanjutnya segera dilanjutkan kepada penuntut umum. Dan oleh penuntut
umum segera diajukan ke Pengadilan untuk segera diadili (Pasal 50
KUHAP).
Penjelasan Pasal 50 KUHAP diterangkan bahwa diberikannya
hak kepada tersangka dalam pasal ini adalah untuk menjauhkan
kemungkinan terkatung-katungnya nasib seorang yang disangka
melakukan tindak pidana terutama mereka yang dikenakan penahanan,
jangan sampai tidak mendapatkan pemeriksaan sehingga dirasakan tidak
adanya kepastian hukum, adanya perlakuan sewenang-wenang dan tidak
wajar.
Selain itu juga untuk mewujudkan peradilan yang dilakukan
secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
2 Hak untuk diberitahukan dengan bahasa yang dimengerti
Untuk mendapatkan pembelaan, tersangka berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
14
tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan
dimulai (Pasal 51 huruf a KUHAP)
Penjelasan Pasal 51 huruf a KUHAP diterangkan bahwa dengan diketahuinya serta dimengerti oleh orang yang disangka melakukan tindak pidana tentang perbuatan apa yang sebenarnya disangka telah dilakukan olehnya maka ia akan merasa terjamin kepentingannya untuk mengadakan persiapan dalam usaha pembelaan. Dengan demikian ia akan mengetahui berat ringannya sangkaan terhadap dirinya sehingga selanjutnya ia akan dapat mempertimbangkan pembelaan yang dibutuhkan, misalnya perlu atau tidaknya ia mengusahakan bantuan hukum untuk pembelaan tersebut.
3 Hak untuk memberikan keterangan secara bebas
Pemeriksaan pada tingkat penyidikan tersangka berhak
memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
Dalam penjelasan 52 KUHAP diterangkan bahwa supaya
pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang dari yang
sebenarnya maka tersangka harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh
karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap
tersangka. Ketentuan dalam Pasal 52 KUHAP tersebut merupakan
penjabaran dari asas fair play/kewajaran dalam proses peradilan
(beginsel van fair play in het proses).
Berdasarkan Pasal 422 KUHP perbuatan memaksa
orang/tersangka secara fisik atau psikis untuk memberikan
pengakuan/keterangan diancam dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun.
15
Keterangan/pengakuan yang diperoleh secara paksa
merupakan keterangan/pengakuan yang tidak sah dan kerana itu
menurut hukum tidak mempunyai kekuatan pembuktian.
4 Hak untuk mendapatkan bantuan juru bahasa
Pemeriksaan pada tingkat penyidikan tersangka untuk setiap
waktu (waktu jam kantor) mendapat bantuan juru bahasa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 KUHAP. Dalam hal
tersangka bisu atau tuli diberlakukan ketentuan Pasal 178 jo Pasal
53 KUHAP. Oleh karena tidak semua tersangka mengerti bahasa
Indonesia dengan baik, terutama orang asing sehingga mereka apa
yang sebenarnya disangkakan. Untuk itu maka tersangka berhak
untuk mendapatkan bantuan juru bahasa.
5 Hak mendapatkan bantuan penasehat hukum
Guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama
dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara
yang ditentukan dalam,undang-undang (Pasal 54 KUHAP). Untuk
mendapatkan penasehat hukum tersebut tersangka berhak memilih
sendiri penasehat hukumnya (Pasal 55 KUHAP)
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 54 dan 55 KUHAP
merupakan jaminan bagi tersangka untuk setiap waktu ia
16
memerlukan bantuan ia berhak memilih sendiri penasehat hukum
sesuai dengan yang ia kehendaki pada setiap tingkat pemeriksaan.
6 Pejabat penegak hukum wajib menunjuk penasehat hukum
Tersangka yang disangka melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau diancam pidana penjara selama
15 (lima belas) tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat
hukum sendiri maka pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan (penyidik, penuntut umum dan
hakim) wajib menunjuk penasehat hukum bagi tersangka. Pejabat
penegak hukum pada semua tingkat pemeriksaan terutama pada
tingkat penyidikan dalam hal menangani perkara pidana sebagimana
diatur dalam Pasal 56 KUHAP sebaiknya sejak awal sudah
melakukan penunjukan penasehat hukum untuk
mendampingi/memberikan bantuan hukum kepada tersangka yaitu
dengan cara menerbitkan surat penunjukan penasehat hukum.
Apabila keadaan memungkinkan sebaiknya surat penunjukan
penasehat hukum dibuat dan ditujukan kepada lebih dari satu kantor
penasehat hukum, kecuali apabila telah terbukti tersangka yang
bersangkutan telah menyediakan/membiayai/memilih sendiri
penasehat hukumnya.
Jika pejabat penegak hukum yang bersangkutan telah
menerbitkan Surat Penunjukan Penasehat Hukum ternyata semua
17
penasehat hukum yang ditunjuk tidak ada yang bersedia/menolak
untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 56 ayat 2 KUHAP. Bahwa menurut
Undang-undang No.18 tahun 2003 Tentang Advokat Pasal 22
ayat(I). Dinyatakan bahwa advokat wajib memberikan bantuan
hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak
mampu. Adapun mengenai persyaratan dan tata caranya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Hakim wajib menunjuk penasehat hukum berdasarkan
ketentuan Pasal 56 KUHAP karena dibebani kewajiban menunjuk
penasehat hukum bukan hanya penyidik dan penuntut umum
melainkan juga termasuk kewajiban dari hakim memeriksa perkara
terdakwa sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 56 KUHAP.
Bahkan jika dikaitkan dengan perumusan Pasal 54 jo 56 jo 71 jo 115
jo 189 KUHAP, maka kewajiban penunjukanpenasehat hukum yang
paling terlihat justru berlaku pada tingkat pemeriksaan di sidang
pengadilan karena dalam pemeriksaan ini penasehat hukum dapat
berupaya,melindungi hak asasi dan hal-hal yang didakwakan oleh
penuntut umum kepada terdakwa. Sedangkan pada tingkat
penyidikan upaya penasehat hukum hanya sebatas mendampingi
untuk mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta
mendengar pemeriksaan. Apabila hakim yang memeriksa terdakwa
sebelum ia sendiri memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam
18
Pasal 56 KUHAP telah membuat putusan/penetapan yang
menyatakan dakwaan batal demi hukum atau dakwaan penuntut
umum tidak dapat diterima karena dibuat berdasarkan hasil
penyidikan yang tidak sah. Padahal menurut sistem KUHAP dalam
pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan penuntut penasehat
hukum tersangka lebih banyak bersikap pasif dan belum dapat
melakukan pembelaan dalam arti yang sebenarnya sebagaimana
yang berlaku di depan persidangan pengadilan.
Dalam hal menghadapi perkara, seharusnya hakim yang
memeriksa terdakwa menyadari dan memahami bahwa ketentuan
Pasal 56 KUHAP juga berlaku bagi dirinya untuk dipenuhi dan
dilaksanakan. Oleh sebab itu seharusnya hakim yang bersangkutan
terlebih dahulu memenuhi kewajibannya menunjuk penasehat hukum
bagi terdakwa sesuai dengan Pasal 56 jo Pasal 189 KUHAP.
Dengan demikian asas dalam KUHAP yang menggariskan bahwa
peradilan dilakukan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan
bukan hanya berlaku sebagai simbol saja akan tetapi benar-banar
sebagai asas yang hidup dan berfungsi dalam praktek penerapan
dan penegakan hukum dan keadilan.
7 Hak menghubungi penasehat hukum
Tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Bagi tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan
19
penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan
negaranya dalam menghadapi proses perkaranya (Pasal 57
KUHAP).
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 71 ayat(I)
KUHAP hubungan tersangka dengan penasehat hukum sesuai
dengan tingkat pemeriksaannya diawasi oleh penyidik, penuntut
umum atau petugas LP/RUTAN tanpa mendengar isi pembicaraan.
Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara pejabat penegak
hukum yang mengawasi hubungan tersangka/terdakwa dengan
penasehat hukum dapat mendengar isi pembicaraannya (Pasal 71
ayat (2) KUHAP).
8 Hak menerima kunjungan dokter pribadi
Tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan
kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara
maupun tidak (Pasal 58 KUHAP), serta berhak diberitahukan tentang
penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang pada semua
tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan kepada keluarganya
atau orang lain yang serumah dengan tersangka ataupun orang lain
yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka untuk mendapatkan
bantuan hukum atau jaminan bagi penagguhannya (Pasal 59
KUHAP).
20
Hak tersangka sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59
KUHAP, berdasarkan Pasal 21 ayat (3) KUHAP kepada pejabat
penegak hukum (penyidik, penuntut umum, dan hakim) yang
melakukan tindakan penahanan, diwajibkan mengirim/memberikan
tembusan Surat Perintah/Penetapan Penahanan kepada keluarga
tersangka dan bagi tersangka warga negara asing tembusan Surat
Perintah/Penetapan Penahanan dikirimkan/dialamatkan kepada
perwakilan negaranya.
9 Hak menerima kunjungan keluarga
Menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang
mempunyai hubungan keluarga atau lainnya guna mendapatkan
jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk mendapatkan
bantuan hukum (Pasal 60 KUHAP).
Secara langsung atau dengan perantara penasehat hukumnya
menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarganya dalam
hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka untuk
kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal
61 KUHAP).
10 Hak menerima dan mengirim surat
Tersangka berhak mengirimkan dan menerima surat dari
penasihat hukumnya dan sanak keluarganya setiap kali diperlukan
21
olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka disedikan alat tulis
menulis.
Surat menyurat antara tersangka dengan penasehat hukumnya
atau sanak keluarganya tidak diperiksa penyidik/penuntut
umum/hakim atau pejabat itu disalahgunakan.
Surat menyurat yang ditujukan terhadap tersangka yang
diperiksa oleh penyidik/penuntut umum/hakim/pejabat rutan
diberitahukan kepada tersangka dan surat tersebut dikirim kembali
kepada pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi telah ditilik
(Pasal 62 KUHAP).
11 Hak menerima kunjungan rohaniwan dan diadili secara terbuka
untuk umum
Tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari
rohaniwan (Pasal 63 KUHAP)
12 Hak mengajukan saksi yang menguntungkan
Tersangka berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi
dan atau seorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan
keterangan yang menguntungkan bagi dirinya (Pasal 65 KUHAP).
Saksi yang diajukan oleh tersangka/terdakwa disebut dalam
bahasa Prancis saksi a de charge yaitu saksi yang meringankan
tersangka, sebagai lawan dari saksi a charge yang diajukan oleh
22
penuntut umum, yaitu saksi yang keterangannya
memberatkan/merugikan tersangka.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap saksi a de
charge oleh penyidik harus dituangkan dalam BAP yang selanjutnya
dihimpun dalam satu berkas perkara hasil penyidikan untuk
diserahkan kepada penuntut umum guna untuk dilimpahkan ke PN
atau dihentikan penuntutannya.
13 Hak meminta ganti kerugian
Tersangka berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 95 s/d 97 KUHAP (Pasal 68
KUHAP). Tersangka, terdakwa/terpidana berhak menutut ganti
kerugian karena ditangkap, ditahan dan diadili atau dikenakan
tindakan lain (pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan)
yang tidak sah menurut hukum/tanpa alasan berdasarkan undang-
undang termasuk penahanan yang lebih lama daripada pidana yang
dijatuhkan.
Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain
sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibakan yang
bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan
pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian maksimal berjumlah
Rp 3.000.000,00. Tuntutan ganti kerugian tersebut hanya dapat
diajukan dalam tenggang waktu 3 bulan sejak putusan pengadilan
23
memperoleh kekuatan hukum tetap. Apabila perkaranya dihentikan
penyidikan atau penuntutan, maka jangka waktu 3 bukan tersebut
dihitung sejak saat pemberitahuan berlakunya Surat Ketetapan
Penyidikan/Penuntutan atau penetapan Praperadilan (Pasal 7 PP
no.27 tahun 1983)
14 Hak memperoleh rehabilitasi
Tersangka berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh
pengadilan diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang
putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 97 ayat
(I) KUHAP). Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan
sekaligus dalam putusan pengadilan (Pasal 97 ayat (2) KIHAP)
C. Hak Tersangka untuk mendapatkan Bantuan Hukum
Berdasarkan Pasal 115 yang hanya memberikan hak fakultatif dan
pasif kepada penasehat hukum dalam mengikuti jalannya pemeriksaan
penyidikan di hadapan instansi penyidik.
Ketentuan pasal-pasal bantuan hukum yang diatur dalam KUHAP
merupakan pelaksana daripada aturan umum yang digariskan dalam UU
Pokok Kekuasaan Kehakiman yang terdapat pada Bab VII, pasal 35
sampai 38. Menurut Yahya Harahap,KUHAP tidak begitu jelas memberi
defenisi bantuan hukum. Tidak dijumpai penjelasan yang membedakan
pengertian bantuan hukum
24
Dalam pasal 1 butir 13 berbunyi:
Penasehat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang
ditentukan oleh atas berdasarkan undang-undang untuk memberi bantuan
hukum.
Bantuan hukum yang diatur dalam KUHAP, masih lebih dekat
kepada mereka yang kaya dan mampu membeli imbalan jasa kepada
penasehat yang berprofesi sebagai advokat atau pengacara. Supaya
bantuan hukum akrab rakyat kecil yang tidak mampu membayar imbalan
jasa, harus terdapat suatu pasal ketentuan yang menegaskan adanya
“kewajiban hukum” yang bersifat imperatif untuk memberi bantuan hukum
kepada setiap anggota masyarakat tanpa kecuali. Sedang yang diatur
pada Pasal 56 hanya menegaskan hak tersangka atau terdakwa untuk
mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum
selama dan pada tingkat pemeriksaan. Sehingga sifat bantuan hukum
yang diatur dalam KUHAP masih bersifat diskriminatif antara orang yang
kaya dan yang miskin. Selama tidak ada uluran tangan dari penasehat
hukum atau lembaga hukum yang berbudi luhur, selama itu rakyat kecil
tidak akan pernah mampu memanfaatkan haknya mendapatkan bantuan
hukum.
25
D. Proses Penyidikan Tindak Pidana
Penyidikan tindak pidana dilaksanakan setelah diketahui bahwa
suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana, Menurut Yesmil
Anwar dan Adang:
1. Diketahui Tindak Pidana
Dasar hukumnya adalah: Pasal 102 ayat (2) dan (3) KUHAP, Pasal
106 KUHAP, Pasal 108 KUHAP, Pasal 109 ayat (I) KUHAP, Pasal 111
KUHAP. Suatu tindak pidana dapat diketahui melalui: Laporan,
Pengaduan, Tertangkap tangan, Diketahui langsung oleh petugas Polri.
Laporan atau Pengaduan yang diajukan baik secara tertulis
maupun lisan, dicatat terlebih dahulu oleh penyidik/penyidk
pembantu/penyelidik, kemudian setelah selesai penerimaan laporan atau
pengaduan tesebut, kepada pelapor atau pengadu diberi surat tanda
penerimaan laporan atau pengaduan.
Laporan/ Pemberitahuan tentang suatu peristiwa tindak pidana
yang diterima oleh petugas Polri dan bukan berasal dari korban atau
orang yang dirugikan, tetapi secara sukarela dalam memberikan laporan/
pemberitahuan tersebut.
Dalam hal tertangkap tangan, setiap petugas Polri tanpa surat
perintah dapat melakukan tindakan: Penangkapan, penggeledahan,
penyitaan dan melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab segera melakukan tindakan pertama di TKP.
26
Petugas Polri yang berwenang, wajib: Membuat Laporan Polisi,
mendatangi TKP dan melakukan tindakan yang diperlukan, Membuat
Berita Acara atas setiap tindakan yang diperlukan. Dalam hal suatu tindak
pidana diketahui langsung oleh petugas Polri, maka wajib segera
melakukan tindakan-tindakan sesuai kewenangan masing-masing,
kemudian membuat Laporan Polisi dan atau Berita Acara mengenai
tindakan-tindakan yang dilakukannya, guna penyelesaian selanjutnya.
2.Kegiatan Penyidikan
Setelah diketahui bahwa suatu peristiwa yang terjadi diduga atau
merupakan tindak pidana, segera dilakukan penyidikan melalui kegiatan-
kegiatan-kegiatan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta
penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Yang dapat dilakukan
Penyelidikan Reserse, yang menjadi dasar hukumnya adalah : Pasal 5
KUHAP, Pasal 9 KUHAP, Pasal 75 KUHAP, Pasal 102 s/d Pasal 105
KUHAP, Pasal 111 KUHAP. Yang berwenang untuk melakukan
penyelidikan reserseadalah setiap Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia yang khusus ditugaskan untuk itu. Pertimabangan dilakukan
Penyelidikan Reserse berbagai bentuk laporan yang diterima Reserse,
Laporan Polisi, Berita Acara Pemeriksaan di TKP, Berita Acara
Pemeriksaan tersangka atau saksi
Penyelidikan Reserse dapat dilakukan untuk mencari keterangan-
keterangan dan bukti guna menentukan suatu peristiwa yang dilaporkan
27
atau diadukan merupakan tindak pidana atau bukan melengkapi
keterangan yang telah diperoleh agar menjadi jelas sebelum dapat
dilakukan penindakan, persiapan pelaksanaan penindakan.
Terhadap suatu peristiwa yang telah dinyatakan sebagai suatu tindak
pidana oleh penyidik, maka tahap selanjutnya adalah melakukan
penyidikan untuk mencari tahu siapa pelaku dari tindak pidana tersebut.
Berdasarkan Pasal 1 butir 1 KUHAP pejabat yang berwenang untuk
melakukan penyidikan adalah pejabat Polisi negara atau Pegawai Negeri
Sipil yang berwenang melakukan penyidikan berdasarkan KUHAP.
Penyidik mempunyai wewenang sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 7 KUHAP, dantaranya adalah:
a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana
b) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian
c) Melakukan penyitaan dan pemeriksaan surat
d) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
e) Mengadakan pemberhentian penyidikan
Perilaku yang menyimpang yang mungkin dilakukan oleh penyidik
a) Penyidik tidak melakukan tindakan lanjut terhadap adanya aduan
atau laporan dari masyarakat tentang adanya dugaan terjadinya
tindak pidana.
28
b) Penyidik melakukan tindakan kekerasan terhadap tersangka pada
saat pemeriksaan
c) Penyidik mengeluarkan Surat Perintah Pemberhentian Penyidik
(SP3) tanpa alasan yang jelas.
Peninjauan pada tahap penyidikan juga dapat dilakukan terhadap
ketidaklengkapan berkas perkara yang harus dipenuhi sebelum
melimpahkan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan. Ketidaklengkapan
tersebut dapat dilihat dari dua segi, yaitu baik secara formal maupun
materiel.
Ketidaklengkapan persyaratan formal:
a) Tidak terdapat Berita Acara Pemeriksaan Tersangka
b) Tidak ada Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)
c) Tidak adanya Berita Acara Penangkapan. Ketidaklengkapan syarat
materiel.
Ketidaklengkapan syarat materiel
a) Ketidaksesuain tindak pidana yang disangkakan
b) Tidak menguraikan unsur delik secara cermat, jelas dan lengkap.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data guna menyelesaikan tugas akhir ini,
lokasi penelitian yang dipilih Penulis adalah Kepolisian Resort Kota Besar
(Polrestabes) Makassar dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipakai ada 2 macam :
1. Data primer berupa data yang diperoleh dengan mengadakan
wawancara dan penelitian secara langsung dengan pihak-pihak
yang terkait.
2. Data sekunder berupa data yang diperoleh dari bahan dokumentasi
dan bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan
dengan beberapa cara yaitu :
1. Pengamatan langsung dilapangan, yaitu pengamatan dilapangan
dilakukan dengan menggunakan teknik observasi maupun teknik
informan sehingga dengan teknik ini Penulis berharap dapat
30
mengumpulkan data sebanyak mungkin yang dapat menambah
kelengkapan data kepustakaan.
2. Interview (wawancara), dengan teknik ini Penulis berusaha
menggali data-data yang membuat beberapa pertanyaan yang
diajukan kepada beberapa informan mengenai permasalahan
dengan semua pihak terkait. Data yang diperoleh diharapkan dapat
melengkapi data primer.
3. Kuisioner, dengan teknik ini diharapkan data memperoleh data-data
primer yang dibutuhkan oleh Penulis. Dengan membuat pertanyaan
yang berkaitan dengan permasalahan.
D. Analisis Data
Data penelitian baik data primer maupun data sekunder
dengan menafsirkan gejala dalam hubungannya dengan landasan teori
digunakan analisis kuantitatif yang didukung dengan data kuantitatif
dengan menggunakan pola pikir deduksi dan induksi.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Polrestabes Makassar
Upaya untuk menyelenggarakan perlindungan hukum bagi
masyarakat mendorong pemerintah (Kepolisian Negara RI) membentuk
kelembagaan hukum dalam rangka penegakan supremasi hukum (law
supremacy) di Indonesia, khususnya dikota Makassar. Salah satu
lembaga penegak hukum itu adalah Kepolisian Negara RI Daerah Sulsel
Resort Kota Besar Makassar atau disingkat POLRESTABES. Institusi
penegak hukum itu menjadi instrumen terdepan yang dipercaya untuk
menangani berbagai kasus yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, khusunya didaerah Propinsi Sulsel.
Kedudukan tugas dan fungsi Polrestabes Makassar bukanlah
perkara mudah atau ringan karena sejumlah tantangan dan permasalahan
hukum menuntut penanganan suatu kasus yang melibatkan tersangka
tertentu, mutlak untuk dituntut untuk mengedepankan perlindungan hukum
secara adil dan jujur serta obyektif. Meningkatnya sejumlah kasus dengan
kronologis peristiwa dan modus operandi para tersangkanya menjadi
tantangan bagi aparat Kepolisian untuk lebih menjalankan proses
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan/atau dalam
tahap (penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan, praperadilan dan
prapenuntutan).
32
Pada pembahasan sub bab ini Penulis akan memberikan
gambaran tentang tindak pidana yang ditangani oleh Polrestabes
Makassar selama kurun waktu tahun 2007-2009. Adapun gambaran
sebagaimana terlampir dibawah ini:
No Jenis Tindak Pidana2007 2008 2009
Lapor Selesai Lapor Selesai Lapor Selesai
1. Pembunuhan 2 4 1
2. Aniaya Berat 57 32 76 48 44 22
3. Curi Keras 28 9 12 3 10 2
4. Curi Berat 23 15 8 14 3 14
5 Curi Ranmor 20 3 9 10 16 1
6 Curi Biasa 33 19 29 14 20 16
7 Penculikan 2 2
8 Perkosaan 9 6 1 1 4 3
9 Perjudian 1 3 5 4 7 2
10 Pembakaran
11 Kebakaran 4
12 Psikotropika
13 Kejahatan Mata Uang
6 8
14 Sara
15 Senjata Tajam 9 4 8 5 4 3
16 Pemerasan 13 3 3 1 7 3
17 Demonstrasi 1
18 Pengroyokan 2 3 3 2 1 2
19 Perzinahan 7 2 1 6 5 4
20 Penadahan 1 6
33
21 Penipuan 178 81 177 112 162 60
22 Penggelapan 52 25 57 42 54 20
23 Kejahatan Susila 1 1 2 2 1
24 Perusakan 22 13 17 10 7 8
25 Aniaya Ringan 4 3 1
26 Serobot Tanah 40 16 24 8 36 8
27 Kejahatan Materai/Merk
2 10
28 Pemalsuan Surat 29 10 14 7 36 10
29 Pengancaman 21 5 13 8 10 1
30 Penghinaan 10 4 9 10 7 4
31 Curi dikeluarga 2 1 1 2
32 Minggat/Beli Perempuan
3 7 5 15 4 4
33 T. Mayat/Bunuh Diri
34 Miras 2
35 Abortus 1 2
36 Senjata api/ Handak 10
37 Illegal Loging
38 Sumpah/ Keterangan Palsu
5 5 3 55 11 3
39 Curi Hewan
40 Pencemaran Nama Baik
15 4 6 8 8 3
41 KDRT 11 9 10 40 5 9
42 VCD 1 2 3 6
43 Penggelapan karena Jabatan
3 2 5
Jumlah 599 294 504 415 469 218
34
Data tersebut memberikan gambaran bahwa, begitu banyak
jenis tindak pidana yang ditangani oleh Sat Reskrim Polrestabes
Makassar dalam kurun waktu 2007-2009. Dengan jumlah penyidik 103
orang, diharapkan dapat menyelesaikan sebanyak 599 kasus laporan
pada Tahun 2007 ditambah 294 kasus penunggakan, dan pada tahun
2008 sebanyak 504 kasus kemudian ditambah sebanyak 469 kasus pada
tahun 2009. Sehingga total kasus selama kurun waktu 3 tahun yaitu 1572.
Bila dirata-ratakan berarti 1572 per 3 tahun = 524 kasus per tahun per 103
(jumlah penyidik). Dengan demikian berarti tiap satu orang penyidik
diasumsikan dapat menangani 5, 08 kasus dalam satu tahun.
b. Lembaga Bantuan Hukum
LBH Makassar (dahulu LBH Ujung Pandang) didirikan pada
tanggal 23 September 1983 oleh para Pengacara dan Advokat PERADIN
(Persatuan Advokat Indonesia) dan kemudian bergabung dengan
YAYASAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM INDONESIA (YLBHI) yang
berkantor di Jl. Diponegoro No. 74 Jakarta Pusat. Ide pembentukan LBH
Makassar ketika itu dikerjakan sebuah tim yang terdiri atas beberapa
Advokad senior seperti M. Ilyas Amin SH, Harry Tio, SH., H..M. Arsyad
Ohoitenan SH, Fachruddin Solo SH serta Sakurayati Trisna SH.
Pemberian nama “LBH Makassar” merupakan satu kesatuan,
dimana pencantuman nama ibukota propinsi (“Makassar”) adalah suatu
identitas dari kantor LBH yang merupakan cabang dari YLBHI (Yayasan
35
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) yang saat ini telah memiliki 14
(empat belas) kantor cabang yang berkedudukan di beberapa Ibukota
propinsi dan diberi nama sesuai dengan Ibukota propinsi
Kepemimpinan LBH Makassar dimulai dari M. Ilyas Amin SH
sebagai Direktur Pertama untuk periode 1983-1986. A.Rudiyanto Asapa
selama dua periode, yakni periode 1986-1989 dan periode 1989-1992.
Direktur ketiga adalah Nasiruddin Pasigai SH untuk periode 1993-1996,
Mappinawang SH, 1997-2003 dan M. Hasbi Abdullah, SH. Periode 2004 –
2007.
Pasca kepemimpinan M. Hasbi Abdullah, SH., Tahun 2007,
diadakan pemilihan Direktur pada Bulan Oktober untuk periode
selanjutnya. Abdul Muttalib, SH., akhirnya terpilih sebagai Direktur Periode
2007 – 2010, berdasarkan SK. Badan Pengurus YLBHI SK Badan
Pengurus YLBHI No. 026/SKEP/YLBHI/X/2007. Berikut nama – nama
Direktur LBH Makassar sejak Tahun 1983 – 2009, sebagai berikut:
1. Ilyas Amin, SH (Periode 1983 – 1986);
2. A. Rudiyanto Asapa, SH.LL.M (1986 – 1992);
3. Nasiruddin Pasigai, SH.,MH (1993 – 1996);
4. Mappinawang, SH (1997 – 2003);
5. M. Hasbi Abdullah, SH (2004 – 2007);
6. Abdul Muttalib, SH (2007 – 2010).
36
Sebagai kantor cabang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI) maka LBH Makassar memiliki visi dan misi yang sama
dengan YLBHI sebagai sebuah organisasi masyarakat sipil memandang
bahwa penyelenggaraan negara harus melindungi dan menjamin rakyat
dalam memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya serta kebebasan-
kebebasan dasar manusia. Untuk itu, negara perlu merumuskan dan
menetapkan aturan hukum yang adil dan berpihak kepada masyarakat.
Institusi-institusi negara juga berkewajiban untuk melindungi dan
menegakkan kebebasan-kebebasan dan hak-hak asasi manusia di tengah
tekanan liberalisasi ekonomi dan globalisasi.
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia memiliki visi dan misi
yang sama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia:
Visi Lembaga Bantuan Hukum Makassar adalah :
Menentukan Arah Transisi Politik dan Transformasi Politik yang
Berkeadilan Gender dengan Berbasiskan Gerakan Rakyat
Misi Lembaga Bantuan Hukum Makassar adalah
Terwujudnya masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip
keadilan sosial merupakan cita-cita seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip-prinsip keadlian sosial ini ditandai dengan adanya
penyelenggaraan negara yang mengimplementasikan
kesejahteraan rakyat dan tumbuh serta berkembangnya
37
kekuatan-kekuatan masyarakat yang mampu mengontrol
penyelenggaraan negara.
Proses untuk menuju tatanan masyarakat tersebut akan
membawa konsekuensi logis berupa perubahan ditingkat tatanan
masyarakat. Era transisi telah membawa beberapa perubahan atau
koreksi struktur dan system yang dibangun Orde Baru. Telah terjadi
proses devolusi kekuasaan dari sentralistik ke desentralisasi kekuasaan di
tingkat lokal yang diistilahkan dengan Otonomi daerah. Menguatnya
wacana good governance, demokratisasi, hak asasi manusia, dan
lingkungan hidup merupakan fenomena perubahan. Persoalannya
kemudian, perubahan-perubahan ini bukan serta merta merupakan hasil
dari tuntutan masyarakat kita, melainkan mesti dikritisi sebagai alat
moderasi dari kepentingan modal internasional untuk melemahkan
resistensi rakyat.
LBH Makassar mesti dapat mencermati dan mengkritisi
agenda-agenda pasar internasional dan agenda negara dominan. Peran
LBH Makassar mesti diarahkan pada upaya-upaya mendorong
terwujudnya negara hukum yang menjamin keadilan sosial. Hukum-hukum
yang ditetapkan bukanlah hasil kompromi institusi-institusi negara dengan
kekuatan pasar, tetapi hukum-hukum yang dirumuskan atas dasar
tuntutan dan aspirasi masyarakat. Disinilah agenda utama dari kerja
Bantuan Hukum Struktural (BHS).
38
LBH Makassar memiliki misi :
Pertama, mendorong transformasi politik yang berlandaskan gerakan
rakyat dan berkeadilan gender. Transformasi politik ini ditujukan bagi
pembukaan peluang untuk mengoreksi relasi-relasi kekuasaan yang
menindas seperti sekarang, di mana mayoritas masyarakat Indonesia
yakni petani, nelayan, buruh menjadi subordinasi kelompok penguasa.
Penguasa yang dimaksud disini dapat bernaung dalam birokrasi, partai
politik, dan institusi negara lainnya.
Kedua, mempromosikan dan memperjuangkan terjaminnya hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya. Terjaminya hak-hak ini merupakan jawaban
bagi gerak modal MNCs/TNCs dan ancaman lembaga keuangan
Internasional. Hanya dengan sumber-sumber ekonomi ditangan
masyarakat akan tercipta kesejahteraan yang sebenarnya. Jika tidak,
maka masyarakat kita hanya menjadi konsumen dan penyedia tenaga
kerja yang murah serta penerima sampah dan limbah proses produksi.
Ketiga, Hal ini mutlak dilakukan untuk mendukung upaya mempromosikan
dan memperjuangkan hak-hak di atas. Kebebasan-kebebasan dasar
dalam konsepsi hak-hak sipil dan politik merupakan bekal awal bagi
terbukanya peluang masyarakat untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial
dan budayanya.
Berdasarkan uraian visi dan misi di atas, peran strategis LBH
Makassar dapat dirumuskan menjadi tiga peran utama :
39
1. Memberikan bantuan hukum kepada masyarakat marginal tanpa
membedakan latar belakang suku agama dan ras yang bertumpu
pada nilai-nilai hukum dan martabat serta hak asasi manusia.
2. Meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat baik pada
pejabat Negara maupun masyarakat biasa guna tumbuhnya
kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai subyek hukum dan
berperan serta aktif dalam penegakan, pembentukan dan
pembaruan hukum
3. Mempengaruhi kebijakan publik yang menentukan terjaminnya hak-
hak ekonomi, sosial, budaya dan hak-hak sipil dan politik. Prasyarat
yang mutlak adalah meningkatkan kemampuan dan kepedulian
kontrol sosial bagi kekuatan-kekuatan organisasi masyarakat sipil
untuk mendorong lahirnya kebijakan publik yang berpihak kepada
hak ekonomi, sosial, budaya dan hak sipil politik, baik ditingkat
nasional maupun ditingkat internasional.
4. Memainkan peran bersama-sama masyarakat sipil dalam
menentukan arah transisi politik dengan mendasarkan pada prinsip-
prinsip demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan gender.
Menentukan arah transisi politik berarti memprakarsai dan
memanfaatkan ruang publik atas dasar kepentingan masyarakat
sipil.
40
5. Memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya gerakan rakyat. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan posisi tawar dalam
sistem politik makro.
Peran strategis utama tersebut kemudian harus diterjemahkan
dan dapat diimplementasikan dalam program kegiatan secara sinergis
didalam divisi-divisi.
Harapan dan Tantangan LBH Makassar
Saat ini Pemerintah telah mengeluarkan menggodok
Pembentukan Undang-Undang Bantuan Hukum atas Prakarsa Yayasan
LBH Indonesia, kita berharap Rancangan Undang-Undang Bantuan
Hukum ini segera dibahas di Prolegnas dan disahkan. Kehadiran PP
Bantuan Hukum Nomor 83 Tahun 2009 menjadi tonggak komitmen
Negara dalam memberikan pengakuan hak-hak setiap orang untuk “acces
to justice” tanpa memadang status sosial, suku, agama, ras dan budaya.
Semoga RUU Bantuan Hukum segera menjadi Prioritas dalam
Pembahasan di Prolegnas.
Adapun tujuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia–
Lembaga Bantuan Hukum Makassar :
1. Terwujudnya suatu suatu sistem masyarakat hukum yang terbina di
atas tatanan hubungan sosial yang adil dan
beradab/berperikemanusiaan secara demokratis (a just, humane
and democratic socio-legal system);
41
2. Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu
menyediakan tata cara (prosedur-prosedur) dan lembaga-lembaga
melalui mana setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati
keadilan hukum (a fair and transparent institutionalized legal-
administrative system);
3. Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik dan budaya yang
membuka akses bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap
keputusan yang berkenaan dengan kepentingan mereka dan
memastikan bahwa keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan
menjunjung tinggi HAM (An open political-economic system with a
culture that fully respects human rights).
Kriteria Kasus
DATA PENANGANAN KASUS
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) MAKASSAR
2007 – 2010
NO TAHUN JUMLAH
1. 2007 42
2. 2008 45
3. 2009 50
4. 2010 63
JUMLAH 200 kasus
Data kasus tersebut diatas adalah data kasus yang mendapatkan bantuan hukum sebagai status tersangka.
42
Kriteria suatu kasus dapat ditangani oleh Lembaga Bantuan
Hukum - Makassar – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, yaitu:
a. Kriteria tidak mampu. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pendapatan
calon klien untuk membayar advokat. Untuk itu dalam formulir
pendaftaran klien terdapat informasi yang harus diisi, yaitu:
1). pekerjaan pokok dan tambahan;
2) harta yang dimilikidan;
3) tanggungan keluarga.
b. Kriteria buta hukum. Kriteria ini diformulasikan berdasarkan sifat
konflik dan derajat ketidakadilan yang dirasakan kelompok
masyarakat (menyangkut hajat hidup orang banyak) yang
dikandung oleh kasus itu atau sering disebut dengan kasus-kasus
struktural. Untuk menilainya digunakan hak-hak warganegara yang
dilanggar di ranah Sipol maupun Ekosob.
Prosedur Penerimaan Kasus
Prosedur penerimaan kasus untuk calon klien:
a. Mengisi Formulir Data Klien;
b. Kemudian akan mendapatkan jasa hukum dan dapat berkonsultasi
dengan Advokat Publik/Asisten Advokat Publik;
c. Advokat Publik / Asisten Advokat Publik berkoordinasi dengan Ka.
Operasional untuk menentukan diterima/tidak kasus tersebut;
d. Jika kasus bersifat individual, dan LBH tidak memiliki cukup SDM
dan alokasi biaya berperkara, akan direkomendasikan: 1. Ditangani
43
untuk kasus-kasus yang dapat membawa perubahan bagi sistem
hukum dan terdapat tenaga/SDM; 2. Diselesaikan oleh mitra
dengan tetap berkonsultasi Advokat Publik/Asisten Advokat Publik
untuk setiap langkah hukumnya; 3. Dirujuk kepada Jaringan Kerja
LSM yang khusus menangani perkara tertentu; 4. Dirujuk ke kantor
advokat alumni LBH-YLBHI jika klien/mitra tidak memenuhi syarat
formal (mampu);
e. Setelah proses konsultasi, calon klien membayar administrasi;
f. Kasus yang bersifat massal, struktural, berdampak luas dan tidak
mampu secara ekonomi, hukum dan politik, Advokat Publik/Asisten
Advokat Publik akan mengkoordinasikan dengan Ka. Operasional
untuk membahas diterima/tidaknya kasus tersebut;
g. Jika diterima, maka Advokat Publik/Asisten Advokat Publik akan
ditugaskan melakukan proses advokasi kasus tersebut.
Kode Etik Pengabdi Bantuan Hukum Indonesia
Pengabdi Bantuan Hukum YLBHI - LBH - Makassar dalam
bekerja menggunakan Pedoman Pokok Nilai-Nilai Perjuangan YLBHI dan
Kode Etik Pengabdi Bantuan Hukum Indonesia yang intinya:
1. Pemberian bantuan hukum hanya kepada golongan yang lemah
dan tidak mampu;
2. Memberi bantuan hukum berarti berjuang menegakkan hukum
dengan tidak membiarkan adanya perbuatan melawan hukum;
44
3. Selalu menjaga diri untuk tidak menjual prinsip pendirian dan sikap
perjuangannya demi mendapat keuntungan materi;
4. Tidak berkompromi dengan atau tunduk kepada setiap bentuk
ketidakadilan;
5. Perjuangan Pengabdi Bantuan Hukum menyangkut proses, baik
proses hukum maupun aspek kehidupan lain;
6. Selalu mendahulukan kepentingan kolektif daripada kepentingan
pribadi.
B. Pelaksanaan Hak Tersangka Untuk Mendapatkan Bantuan Hukum
di Tingkat Penyidikan
Salah satu hak tersangka menurut Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah mendapatkan bantuan hukum.
Dalam hal mendapatkan bantuan hukum, seorang tersangka boleh
mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, yang
ditentukan dalam KUHAP seperti yang terdapat pada pasal 54 KUHAP.
Pemberian bantuan hukum dari seorang penasehat hukum
terhadap tersangka memiliki 2 (dua) sifat. Sifat yang pertama adalah
bantuan hukum bersifat psikologi bagi para tersangka. Bantuan hukum
diharapkan dapat menenangkan keadaan psikologi tersangka yang
sedang dihadapkan dengan suatu masalah hukum. Karena walaupun
masih dalam taraf sangkaan atau dakwaan, bagi pribadi yang terkena, ini
45
merupakan suatu pukulan psikilogis. Sifat yang kedua selain bersifat
psikologi, pemberian bantuan hukum dari seorang penasehat hukum juga
bersifat teknis. Peranan profesi penasehat hukum yang bersifat teknis
dimaksudkan bahwa pemberian bantuan hukum tersebut adalah untuk
mengatasi masalah-masalah teknis yuridis yang tentu sulit dipahami oleh
orang awam di bidang hukum.
Hanya saja, bantuan hukum tidak semudah itu dapat diterima
oleh para tersangka tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan
anggota BA Reskrim Polrestabes MakassarBrigadir Akbar Malik
mengatakan bahwa setiap akan memulai pemeriksaan semua tersangka
telah diberitahu hak-haknya dalam menjalani setiap periksaan, termasuk
hak untuk mendapatkan bantuan hukum. Hanya saja, tidak semua
tersangka menanggapi hal tersebut. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan mereka tentang hukum. Umumnya mereka menolak untuk
didampingi penasehat hukum karena adanya berbagai macam alasan.
Salah satu alasannya karena masih adanya masyarakat yang buta
hukum, sehingga sulit bagi para tersangka untuk mengetahui apakah
sebenarnya fungsi dan peran penasehat hukum bagi mereka.
Selain hal diatas, ada satu alasan lain yang menjadi alasan utama
mengapa para tersangka tidak menggunakan jasa seorang penasehat
hukum. Menurut salah satu anggota LBH Makassar Abd. Azis bahwa para
tersangka menolak menggunakan jasa bantuan hukum, karena mereka
beranggapan dengan menggunakan jasa penasehat hukum berarti
46
mereka harus mengeluarkan biaya untuk membayar jasa penasehat
hukum tersebut. Padahal kenyataannya tidak demikian, karena saat ini
sudah berdiri suatu lembaga yang berkewajiban untuk memberikan
bantuan hukumnya secara gratis. Suatu lembaga yang diharapkan dapat
menjadi pembela hak asasi tersangka yang tergolong tidak mampu.
Pernyataan tersebut diatas juga didukung oleh jawaban para
responden yang terdiri dari para tersangka yang tergolong tidak mampu.
Hal ini dapat dilihat dari hasil pembagian angket/kuesioner dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 1Faktor-faktor yang Menyebabkan Para Tersangka Tidak
Menggunakan Hak Mereka Untuk Menggunakan Bantuan Hukum
No. Jawaban Responden FrekuensiPresentase
%1. Karena merasa tidak mampu membayar biaya
atas jasa penasehat hukum yang akan digunakan
3 60
2. Karena tidak mengetahui akan fungsi dan peranan seorang penasehat hukum bagi mereka
-- --
3. Karena kurangnya pengetahuan tersangka akan hukum
2 40
JUMLAH 5 100 %
Sumber : Data Primer 2011
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa yang menjadi
faktor utama para tersangka tidak menggunakan haknya untuk
mendapatkan bantuan hukum adalah karena mereka merasa tidak
mampu untuk membayar biaya ongkos jasa penasehat hukum yang akan
mereka gunakan. Akan tetapi, kurangnya pengetahuan tersangka akan
47
hukum juga menjadi salah satu faktor sehingga tersangka tidak
menggunakan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum.
C. Hambatan Dalam Pemenuhan Hak Tersangka Untuk Mendapatkan
Bantuan Hukum Khususnya Di Tingkat Penyidikan
Dalam hal pemenuhan bantuan hukum, pada kenyataannya
prosesnya sering tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Masih
ada hambatan-hambatan yang sering muncul sehingga dapat
menghambat jalannya proses pemenuhan hak tersangka untuk
mendapatkan bantuan hukum.
Dari wawancara dengan seorang Direktur LBH Makassar,
Abdul Muttalib, SH., bahwa hambatan-hambatan dalam pemenuhan hak-
hak tersangka dalam konteks bantuan hukum di LBH Makassar adalah
persoalan hak-hak tersangka sudah diatur dalam beberapa instrumen
hukum misalnya UUD 1945, KUHAP maupun Undang-undang No.12
Tahun 2005 tentang konveksi hak-hak sipil politik, maupun instrumen
hukum lainnya. Tentu saja berbicara hak-hak tersangka tidak terlepas dari
persoalan hak konstitusional setiap warga negara untuk mendapatkan
bantuan hukum. Olehnya itu secara menyeluruh, hak tersangka juga
merupakan hak konstitusional.
Dalam pelaksanaannya, banyak hak-hak tersangka yang
semestinya diakomodir oleh penyidik Kepolisian maupun penyidik lainnya
(termasuk PPNS) acap kali tidak diterapkan. Dalam uraian ini uraian ini
48
akan menjelaskan hak-hak tersangka dalam konteks seperti di atur dalam
KUHAP, yang mana hak-hak tersangka ditegaskan dalam Pasal 50-68.
Berikut ini beberapa proses yang menimbulkan hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan hak seorang tersangka. Hak seorang
tersangka dibagi atas beberapa bagian yakni :
1. Pemanggilan
Seorang yang diduga sebagai tersangka tidak bisa semena-mena
dipanggil tanpa proses hukum yang sesuai dengan Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam pemanggilan
seseorang sebagai tersangka diatur dalam Pasal 7 huruf (g)
KUHAP, yang menegaskan perlu pemanggilan harus menjelaskan
status seseorang sebagai tersangka atau saksi. Dalam
kenyataannya beberapa klien LBH Makassar yang mendapatkan
panggilan tapi tidak dicantumkan status apakah ia sebagai saksi
maupun sebagai tersangka. Dalam pasal ini (Pasal 112 KUHAP)
ditegaskan, “Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan
menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang
memanggil tersangka atau saksi yang dianggap perlu untuk
diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan
tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan
seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut”.
2. Pemeriksaan
49
Seorang yang diduga melakukan tindak pidana, berhak
mendapatkan bantuan hukum dalam bentuk perlindungan hukum
terhadap hak-haknya sebagai tersangka. Dalam kenyataannya ada
beberapa pengaduan yang masuk di LBH Makassar yang mana
tersangka atau keluarga pengadu yang diperiksa di Kepolisian
justru tidak mendapatkan bantuan hukum (pendampingan oleh
Pengacara), hak memberikan keterangan secara bebas tanpa
tekanan. Namun dalam kenyataannya beberapa perkara pidana
yang ditangani LBH Makassar, ada tersangka yang dipaksa
mengakui perbuatannya, adapula tersangka yang dibujuk untuk
tidak didampingi oleh Pengacara dengan berbagai alasan,
misalnya: didampingi Pengacara hanya memperlambatkan proses
hukum tersangka. Padahal tersangka yang diancam hukuman
diatas 15 tahun wajib didampingi oleh Pengacara (Penasehat
Hukum).
3. Penangkapan dan Penahanan
Dalam banyak kasus, ada beberapa klien LBH Makassar yang
ditangkap tanpa Surat Penangkapan, ada pula yang ditangkap
menjelaskan dasar hukum penangkapan. Padahal terkait dengan
penangkapan, KUHAP telah menguraikan secara detail alasan-
alasan penangkapan terhadap seseorang sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 1(angka) 20, sebagai berikut:
“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau
50
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini”.
Namun kenyataannya dilapangan masih terdapat praktek
penangkapan tanpa dasar hukum yang jelas. Demikian halnya
dengan penahanan, seseorang yang ditahan harus mengetahui
apa kesalahannya dan mengapa ia ditahan. Hal mana: “mengenai
alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal
17 KUHAP, yakni:
(1) seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana,
(2) dan dugaan yang kuat itu, didasarkan pada bukti permulaan yang
cukup”.
Masalah-masalah hak seorang tersangka dibatasi oleh pihak
penyidik. Tentu saja berdampak pada proses bantuan hukum oleh
Pekerja Bantuan Hukum LBH Makassar. Hal ini terlepas dari apa
yang disebut Judicila Corruption atau dalam bahasa umum biasa
disebut sebagai Praktek Mafia Hukum.
Hambatan lain adalah terbatasnya dana karena selama ini LBH
sama sekali tidak dibiayai oleh negara untuk menjalankan fungsinya
dalam memberikan bantuan hukum. Dana yang dibutuhkan disini
semata-mata untuk kebutuhan operasional. Bukan untuk
kepentingan pribadi para pengacara di LBH. Para pengacara
tersebut bekerja di LBH tidak bertujuan untuk mencari uang. Semata-
mata mereka bekerja karena keinginan pribadi dan untuk
51
mendapatkan kepuasan batin setelah melakukan pekerjaan mereka.
Hanya saja, tidak bisa dihindari bahwa masalah dana menjadi
masalah krusial dalam kinerja mereka. Karena belakang ini mereka
tidak hanya menangani kasus di wilayah kota Makassar saja, tetapi
juga sampai ke wilayah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan.
Jadi, karena hal ini maka tidak jarang para pengacara ini harus
mengeluarkan biaya pribadi selama perjalanan kerja disana. Tapi hal
ini tidak lantas dikeluhkan oleh mereka. Para pengacara di LBH
menganggap masalah ini sebagai ujian bagi mereka dalam
menjalankan pekerjaan mereka.
52
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1) Bahwa salah satu hak tersangka adalah mendapatkan bantuan
hukum. Seorang tersangka boleh mendapatkan bantuan hukum
dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan
pada setiap tingkat pemeriksaan. Sebagaimana telah diatur dalam
KUHAP;
2) Yang menjadi faktor sehingga para tersangka menolak
menggunakan jasa bantuan hukum, karena kebanyakan dari
mereka tergolong warga miskin, sehingga mereka tidak mau
direpotkan dengan masalah biaya untuk membayar jasa penasehat
hukum. Juga karena masih adanya masyarakat yang buta hukum,
sehingga sulit bagi para tersangka untuk mengetahui apakah
sebenarnya fungsi dan peranan penasehat hukum bagi mereka.
B. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan diatas, maka penulis mengajukan
saran sebagai berikut:
1) Kurangnya pengetahuan masyarakat akan hukum, terutama
mengenai hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum di
53
tiap tingkat pemeriksaan terjadi karena kurangnya mendapat
perhatian yang khusus dari pemerintah dalam memfasilitasi
bagaimana agar masyarakat dapat sadar hukum. Fasilitas itu
antara lain dengan mengadakan berbagai penyuluhan hukum bagi
masyarakat marjinal/masyarakat miskin.
2) Dibutuhkan kerjasama yang baik antara negara dalam memberikan
fasilitas yang cukup bagi LBH agar pihak LBH harus lebih sering
mengadakan penyuluhan-penyuluhan hukum terutama bagi
masyarakat marjinal/masyarakat miskin agar terhindar dari
kurangnya pengetahuan mereka soal hukum, agar kesadaran
hukum mereka dapat lebih ditingkatkan.
54
Daftar Pustaka
Abdullah, Rozali. 2001. Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan
HAM Di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia
Anwar, Yesmil dan Adang. 2009. Sistem Peradilan Pidana. Bandung:
Widya Padjadjaran.
Kanter, E. Y. 2001. Etika Profesi Hukum Sebuah Pendekatan Sosio-
Religus. Jakarta: Storia Grafika
Andi Hamzah. 1996. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika
Harahap, M. Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika
Hadikusuma, H. Hilman. 2005. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: PT.
Alumni
L&J Law Firm. 2009. Hak Anak Saat Digeledah, Disita, Ditangkap,
Ditahan, Didakwa, Dipenjara. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Lubis, M. Sofyan. 2010. Prinsip “Miranda Rule” Hak Tersangka Sebelum
Pemeriksaan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Kaligis, O. C. 2006. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka,
Terdakwa Dan Terpidana. Bandung: PT. Alumni
Rukmini, Hj. Mein. 2006. Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi. Bandung.
PT. Alumni
55
Soeharto. 2007. Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa dan Korban
Tindak Pidana Terorisme Dalam sistem Peradilan Pidana
Indonesia. Jakarta: PT. Refika Aditma
KUHP dan KUHAP. 2005. Jakarta: Rineka Cipta
Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.