TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi...

42
6 2. TINJAUAN PUSTAKA A. Temu Kembali Informasi Temu kembali informasi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari teori, model dan teknik yang terkait dengan representasi, penyimpanan, organisasi dan pengambilan informasi sehingga dapat bermanfaat bagi manusia (Taylor, 1999). Sejak tahun 1940-an, masalah pada penyimpanan dan temu-kembali informasi mendapat banyak perhatian. Permasalahannya sederhana, limpahan informasi menyebabkan kecepatan dan akurasi akses menjadi lebih sulit. Hal ini menyebabkan relevansi informasi menjadi kurang terungkap dan akibatnya banyak duplikasi pekerjaan. Dengan adanya komputer, muncullah pemikiran- pemikiran untuk membuat sistem pengambilan informasi yang cerdas dan cepat dengan memanfaatkan kemampuan komputer (Rijsbergen, 1979). Proses penyimpanan dan pengambilan informasi pada prinsipnya sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query) dengan jawaban berupa satu set dokumen yang memenuhi kebutuhan informasi. Pencari informasi dapat memperoleh jawaban dengan membaca seluruh koleksi dokumen satu- per-satu, menyimpan informasi yang relevan dan mengabaikan yang lainnya. Secara naluri, hal tersebut merupakan proses pengambilan informasi yang sempurna, akan tetapi tidak praktis. Pencari informasi tentu tidak punya cukup waktu atau tidak ingin menghabiskan waktu dengan membaca seluruh koleksi dokumen dan secara fisik hal tersebut tidak mungkin dilakukan.

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi...

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

6

2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Temu Kembali Informasi

Temu kembali informasi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari

teori, model dan teknik yang terkait dengan representasi, penyimpanan,

organisasi dan pengambilan informasi sehingga dapat bermanfaat bagi

manusia (Taylor, 1999).

Sejak tahun 1940-an, masalah pada penyimpanan dan temu-kembali

informasi mendapat banyak perhatian. Permasalahannya sederhana, limpahan

informasi menyebabkan kecepatan dan akurasi akses menjadi lebih sulit. Hal

ini menyebabkan relevansi informasi menjadi kurang terungkap dan akibatnya

banyak duplikasi pekerjaan. Dengan adanya komputer, muncullah pemikiran-

pemikiran untuk membuat sistem pengambilan informasi yang cerdas dan

cepat dengan memanfaatkan kemampuan komputer (Rijsbergen, 1979).

Proses penyimpanan dan pengambilan informasi pada prinsipnya

sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang

memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query) dengan jawaban berupa

satu set dokumen yang memenuhi kebutuhan informasi. Pencari informasi

dapat memperoleh jawaban dengan membaca seluruh koleksi dokumen satu-

per-satu, menyimpan informasi yang relevan dan mengabaikan yang lainnya.

Secara naluri, hal tersebut merupakan proses pengambilan informasi yang

sempurna, akan tetapi tidak praktis. Pencari informasi tentu tidak punya cukup

waktu atau tidak ingin menghabiskan waktu dengan membaca seluruh koleksi

dokumen dan secara fisik hal tersebut tidak mungkin dilakukan.

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

7

Ketika komputer berkecepatan tinggi tersedia untuk pekerjaan non-

numerik, banyak yang meramalkan bahwa komputer akan mampu menyamai

kemampuan manusia dalam membaca seluruh koleksi dokumen dan

mengekstrak dokumen yang relevan. Seiring dengan waktu, lambat laun

terlihat bahwa proses pembacaan dan ekstraksi dokumen tidak hanya

melibatkan proses penyimpanan dan pencarian, tetapi juga proses karakterisasi

isi dokumen yang jauh lebih rumit.

Proses karakterisasi dokumen secara otomatis oleh perangkat lunak yang

coba didekati dengan meniru cara manusia membaca masih sulit sulit

dilakukan. Membaca melibatkan proses ekstraksi informasi (secara sintaks

dan semantik) dari teks dan menggunakannya untuk menentukan apakah

dokumen relevan atau tidak dengan permintaan. Kesulitan bukan hanya pada

ekstraksi dokumen, tetapi juga pada proses penentuan relevansi dokumen.

Tujuan dari strategi temu-kembali informasi otomatis adalah

menemukan semua dokumen yang relevan dan pada saat yang bersamaan

mengurangi jumlah dokumen terambil yang tidak-relevan semaksimal

mungkin.

Bagi manusia, membuat keterkaitan dokumen dengan query dapat

dengan mudah dilakukan. Tetapi kalau mau dilakukan oleh komputer, kita

harus membangun model matematika yang dapat menghitung relevansi

dokumen dan banyak riset pada temu kembali informasi berkonsentrasi pada

aspek ini.

Sistem temu-kembali informasi memiliki dua fungsi utama : menilai

tingkat relevansi dokumen-dokumen dengan query pengguna dan

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

8

menampilkan dokumen yang dinilai “memuaskan”. Untuk mendapatkan hasil

yang baik, query harus tepat menangkap keinginan pengguna (Horng et. al.,

2005). Untuk mencapai hal tersebut, beberapa alternatif pendekatan dalam

melakukan organisasi dokumen telah dikembangkan beberapa tahun

belakangan ini. Kebanyakan pendekatan dilakukan berdasarkan visualisasi dan

presentasi dari keterkaitan antar dokumen, istilah (term) dan query pengguna.

Salah satu pendekatan adalah document clustering (Leuski, 2001).

B. Dokumen Berbahasa Indonesia

Bahasa Indonesia secara historis merupakan varian bahasa melayu yang

kini juga digunakan di wilayah yang luas meliputi Indonesia, Singapura,

Brunei Darussalam, Malaysia, bagian selatan Thailand, bagian selatan

Filipina, dan beberapa tempat di Afrika Selatan. Bahasa melayu diangkat

menjadi bahasa persatuan di Indonesia pada 28 Oktober 1928 dalam peristiwa

yang disebut Sumpah Pemuda. Sejak saat itu, bahasa melayu yang digunakan

di wilayah Indonesia sekarang mulai dinamai Bahasa Indonesia. Namun,

secara resmi penyebutan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Indonesia

baru muncul pada 18 Agustus 1945 ketika konstitusi Indonesia diresmikan.

Saat ini bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang sangat luas.

secara sosial, jumlah penutur bahasa Indonesia saat ini telah mencapai +- 210

juta jiwa. Secara fungsional bahasa Indonesia telah digunakan di lingkungan

baik secara lisan maupun tulisan di masyarakat luas, secara formal dan

informal di institusi pemerintahan dan swasta. Dokumen berbahasa Indonesia

digunakan secara luas dibidang pemerintahan, perekonomian, hukum,

pendidikan, iptek, seni budaya dan lain-lain (Arifin & Tasai, 2004). Oleh

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

9

karena itu, dokumen berbahasa Indonesia sangat banyak jumlahnya. Untuk

menemukan dokumen dalam bahasa Indonesia, mesin pencari memegang

peranan sangat penting.

Penelitian dalam sistem temu kembali informasi banyak dilakukan pada

dokumen bahasa Inggris. Walaupun sama-sama menggunakan huruf latin,

bahasa Indonesia memiliki tata bahasa yang berbeda dengan bahasa Inggris.

Sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih mengkhususkan pada bahasa

Indoenesia. Penelitian sistem temu kembali informasi dalam bahasa Indonesia

sudah banyak dilakukan, antara lain :

Arifin (2002)

Jika pada riset IR banyak yang fokus pada algoritma untuk

mengklasifikasikan dokumen, Arifin melakukan penelitian pada upaya

penghematan memori dan waktu dalam proses pembobotan dokumen. Dalam

hal ini, Arifin menerapkan algoritma Digital Tree Hibrida pada algoritma

pembobotan Tf-Idf yang ternyata berhasil mengurangi waktu pembobotan.

Arifin & Setiono (2002)

Arifin & Setiono membahas penggunaan algoritma Single Pass Clustering

dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil perocobaan, algoritma Single-Pass

ternyata cukup handal untuk mengelompokkan berita kejadian (event) dalam

bahasa Indonesia. Penelitian sudah menggunakan algoritma Porter untuk

steming, hanya tidak dilakukan perbandingan dengan algoritma lainnya.

Tala (2003)

Merupakan sebuah tesis membahas efektifitas penggunaan algoritma

stemming Porter dalam bahasa Indonesia beserta efeknya, terutama dalam

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

10

temu kembali informasi. Hasil penelitian menemukan adanya beberapa

masalah dalam penerapan algoritma Porter dalam bahasa Indonesia yang

ditimbulkan karena ambiguitas beberapa kata dalam bahasa Indonesia. Selain

itu, ditemukan bukti bahwa stemming tidak meningkatkan kinerja (precision

& recall) temu kembali informasi. Tala juga membuat daftar kata buangan

(stop list) yang disusun berdasarkan hasil analisa frekuensi kemunculan kata

dalam bahasa Indonesia.

Fahmi (2004)

Penelitian yang dilakukan Fahmi bertujuan untuk mengetahui apakah

Machine Learning cocok digunakan pada dokumen berbahasa Indonesia.

Fahmi membandingkan 3 algoritma Pembelajaran Mesin (Machine Learning)

untuk mengklasifikasikan dokumen. Adapun algoritma yang dibandingkan

adalah ID3, Instance Based Learning dan Naïve Bayes. Hasil penelitian

menunjukkan algoritma Instance Based memiliki kinerja yang paling baik.

C. Clustering

Clustering adalah proses pengelompokan data ke dalam cluster

berdasarkan parameter tertentu sehingga obyek-obyek dalam sebuah cluster

memiliki tingkat kemiripan yang tinggi satu sama lain dan sangat tidak mirip

dengan obyek lain pada cluster yang berbeda (Kantardzic, 2001).

Berbeda dengan klasifikasi, clustering tidak memerlukan kelas yang

telah didefinisikan sebelumnya atau kelas hasil training, dengan demikian

clustering dinyatakan sebagai bentuk pembelajaran berdasarkan observasi dan

bukan berdasarkan contoh (Jiawei & Kamber, 2001).

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

11

Tahapan Clustering

Clustering secara umum memiliki tahapan sebagai berikut (Jain et. al,

1999) :

1. Representasi Pola

2. Pengukuran Kedekatan Pola (Pattern Proximity)

3. Clustering

4. Abstraksi Data (jika dibutuhkan)

5. Penilaian Output (jika dibutuhkan).

Adapun penjelasan dari tahapan-tahapan di atas adalah sebagai berikut :

1. Representasi Pola

Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk merepresentasikan

dokumen dan secara umum dibagi menjadi dua kelompok, yaitu model

klasik dan model alternatif. Model klasik terdiri dari model Boolean,

model Ruang Vektor dan model Probabilistik. Model alternatif yang

merupakan pengembangan dari model klasik, terdiri atas : Model

Himpunan Fuzzy, Extended Boolean, Model Ruang Vektor General dan

Jaringan Bayes (Baeza-Yates & Ribeiro-Neto, 1999). Pada penelitian ini,

digunakan dua model representasi, yaitu model Boolean untuk

menemukan dokumen dan model Ruang Vektor untuk representasi

dokumen.

a. Model Boolean

Model boolean merepresentasikan dokumen sebagai suatu

himpunan kata-kunci (set of keywords). Sedangkan query

direpresentasikan sebagai ekspresi boolean. Query dalam ekspresi

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

12

boolean merupakan kumpulan kata kunci yang saling dihubungkan

melalui operator boolean seperti AND, OR dan NOT serta

menggunakan tanda kurung untuk menentukan scope operator. Hasil

pencarian dokumen dari model boolean adalah himpunan dokumen

yang relevan.

Kekurangan dari model boolean ini antara lain :

1. Hasil pencarian dokumen berupa himpunan, sehingga tidak dapat

dikenali dokumen-dokumen yang paling relevan atau agak relevan

(partial match).

2. Query dalam ekspresi boolean dapat menyulitkan pengguna yang

tidak mengerti tentang ekpresi boolean.

Walaupun demikian, karena sifatnya yang sederhana, hingga

saat ini model Boolean masih dipergunakan oleh sistem temu

kembali informasi modern, antara lain oleh www.google.com

(Dominich, 2003). Kekurangan dari model boolean diperbaiki oleh

model ruang vektor yang mampu menghasilkan dokumen-dokumen

terurut berdasarkan kesesuaian dengan query. Selain itu, pada model

ruang vektor query dapat berupa sekumpulan kata-kata dari penguna

dalam ekspresi bebas.

b. Model Ruang Vektor

Pada Model Ruang Vektor, teks direpresentasikan oleh vektor

dari term (kata atau frase). Misalkan terdapat sejumlah n kata yang

berbeda sebagai kamus kata (vocabulary) atau indeks kata (terms

index). Kata-kata ini akan membentuk ruang vektor yang memiliki

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

13

dimensi sebesar n. Setiap kata i dalam dokumen atau query diberikan

bobot sebesar wi. Baik dokumen maupun query direpresentasikan

sebagai vektor berdimensi n.

Sebagai contoh terdapat 3 buah kata (T1, T2 dan T3), 2 buah

dokumen (D1 dan D2) serta sebuah query Q. Masing-masing bernilai

:

D1 = 2T1+3T2+5T3

D2 = 3T1+7T2+0T3

Q = 0T1+0T2+2T3

Maka representasi grafis dari ketiga vektor ini adalah :

Gambar 2.1 Representasi dokumen dan query dalam ruang vektor

Koleksi dokumen direpresentasi pula dalam ruang vektor sebagai

matriks kata dokumen (terms-documents matrix). Nilai dari elemen

matriks wij adalah bobot kata idalam dokumen j

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

14

Misalkan terdapat sekumpulan kata T sejumlah n, yaitu T =

(T1, T2, … , Tn) dan sekumpulan dokumen D sejumlah m, yaitu D =

(D1, D2, … , Dm) serta wi j adalah bobot kata i pada dokumen j

(Gambar 2).

Gambar 2.2 Matriks Representasi Dokumen

Untuk memberikan bobot numerik terhadap dokumen yang

diquery, model mengukur vektor query dan vektor dokumen. Ada

beberapa teknik untuk menghitung bobot. Yang paling banyak

digunakan adalah Term Frekuensi (TF), Term Frekuensi Inverse

Document Frequency (TFIDF) dan Salton. Pada Tf, bobot kata

dinyatakan sebagai nilai log dari frekuensi kata pada dokumen.

Tfd = log (1 + td), (1)

Tfd = Nilai kata t pada dokumen d

td = frekuensi kata t pada dokumen d.

Tf-Idf merupakan pengembangan dari formula Tf, dengan

memasukkan unsur frekuensi dokumen. Frekuensi dokumen adalah

jumlah dokumen yang memiliki term t minimal 1. Formula Tf-Idf

adalah :

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

15

dft

NTfTfIdf log= (2)

N = Jumlah seluruh dokumen

dft = Jumlah dokumen yang memiliki kata t

Dibandingkan Tf dan TfIdf, formula Salton merupakan

formula yang memiliki unsur paling lengkap. Selain nilai frekuensi

dan dokumen frekuensi kata, Salton juga memasukkan jumlah kata

pada dokumen dan nilai frekuensi maksimum kata pada dokumen.

Secara lengkap, formula Salton dinyatakan sebagai :

+

+

=

==

=

fjkiLk

ji

Lk

ftkiLk

ti

i

d

N

fMax

fMax

d

N

fMax

f

dtdoctermw

log5.05.0

log5.05.0

),(__

,...,2,1

,...,2,1

,...,2,1 (3)

fit = frekuensi kemunculan istilah t pada dokumen di

dft = jumlah dokumen yang mengandung istilah t

L = jumlah istilah yang terdapat pada dokumen di

N = jumlah dokumen

Semakin besar nilai w_term_doc(t,di), semakin penting istilah t

pada dokumen di. Nilai w_term_doc(t,di) dinormalkan sehingga

bernilai antara 0 dan 1. Setelah bobot istilah pada setiap dokumen

dihitung, dokumen di dapat direpresentasikan sebagai vektor

dokumen : dimana wij = w_term_doc(tj, di)

merupakan bobot istilah tj pada dokumen di ( 10 ≤≤ ijw ) dan s

adalah jumlah istilah dari semua dokumen. Sehingga akhirnya kita

isiii wwwd ,...,, 21=

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

16

memiliki matriks U berukuran n x s dimana n adalah jumlah

dokumen.

Penentuan relevansi dokumen dengan query dipandang sebagai

pengukuran kesamaan (similarity measure) antara vektor dokumen

dengan vektor query. Semakin “sama” suatu vektor dokumen dengan

vektor query maka dokumen dapat dipandang semakin relevan

dengan query. Salah satu pengukuran kesesuaian yang baik adalah

dengan memperhatikan perbedaan arah (direction difference) dari

kedua vektor tersebut. Perbedaan arah kedua vektor dalam geometri

dapat dianggap sebagai sudut yang terbentuk oleh kedua vektor.

Gambar 3 mengilustrasikan kesamaan antara dokumen D1dan

D2 dengan query Q. Sudut θ1 menggambarkan kesamaan dokumen

D1 dengan query sedangkan sudut θ2 mengambarkan kesamaan

dokumen D2 dengan query.

Gambar 2.3 Representasi grafis sudut antara

vektor dokumen dan query

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

17

Jika Q adalah vektor query dan D adalah vektor dokumen, yang

merupakan dua buah vektor dalam ruang berdimensi-n, dan θ adalah

sudut yang dibentuk oleh kedua vektor tersebut. Maka

Q • D = |Q| |D| cos θ2

Q • D adalah hasil perkalian dalam (inner product) kedua vektor,

∑=

=n

i

DiD1

2|| dan ∑=

=n

i

QiQ1

2|| merupakan panjang vektor atau

jarak Euclidean suatu vektor dengan titik nol. Perhitungan kesamaan

kedua vektor adalah sebagai berikut :

Sim(Q,D) = cos(Q,D) = |||| DQ

DQ •= ∑

=

•n

i

DiQiDQ 1||||

1

Metode pengukuran kesesuaian ini memiliki beberapa

keuntungan, yaitu adanya normalisasi terhadap panjang dokumen.

Hal ini memperkecil pengaruh panjang dokumen. Jarak Euclidean

(panjang) kedua vektor digunakan sebagai faktor normalisasi. Hal ini

diperlukan karena dokumen yang panjang cenderung mendapatkan

nilai yang besar dibandingkan dengan dokumen yang lebih pendek.

Proses pemeringkatan dokumen dapat dianggap sebagai proses

pengukuran vektor dokumen terhadap vektor query, ukuran

kedekatan ditentukan oleh kosinus sudut yang dibentuk. Semakin

besar nilai kosinus, maka dokumen dianggap semakin sesuai query.

Nilai kosinus sama dengan 1 mengindikasikan dokumen sesuai

dengan dengan query.

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

18

Model Ruang Vektor memiliki keunggulan antara lain : (1)

skema pembobotan term dapat meningkatkan kinerja pengambilan

(2) strategi partial matching memungkinkan penemuan dokumen

yang mendekati query (3) formula kosinus dapat memberikan

peringkat dokumen yang terambil berdasarkan kemiripan dengan

query.

Adapun kekurangan dari model ini adalah belum menangani

term yang memiliki relasi dan proses perhitungan terhadap seluruh

koleksi dokumen dapat memperlambat proses pencarian.

c. Model Probabilistik

Model probabilistik mencoba menangkap masalah IR melalui

prinsip peluang. Jika ada query q dan sebuah dokumen dj pada

koleksi, model probabilistik mencoba menduga peluang pengguna

menemukan dokumen dj yang dicari. Model berasumsi bahwa

peluang relevansi hanya ditentukan oleh query dan representasi

dokumen. Selanjutnya, model berasumsi bahwa ada subset himpunan

dokumen yang pengguna lebih pilih sebagai jawaban query q.

Jawaban ideal ini diberi label R dan bernilai maksimum diantara

keseluruhan peluang relevansi dokumen. Dokumen pada R diduga

relevan dan yang selainnya disebut tidak relevan.

Nilai kemiripan sebauh dokumen dj terhadap query q

dinyatakan dalam :

Sim(dj,q)

−+

−≈ ∑

= )|(

)|(1log

)|(1

)|(log

_

_

1

,,

RkP

RkP

RkP

RkPxxww

i

i

i

it

i

jiqi

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

19

)|( RkP i merupakan peluang term ki ada pada dokumen yang

dipilih secara acak dari himpunan R. Karena pada awalnya kita tidak

mengetahui himpunan R, maka dibutuhkan sebuah metode untuk

menentukan nilai awal )|( RkP i dan )|(_

RkP i . Pada saat permulaan

sekali, diasumsikan nilai )|( RkP i = 0.5 dan N

nRkP i

i =)|(_

dengan

ni = jumlah dokumen yang mengandung term ki dan N adalah total

seluruh dokumen.

Selanjutnya nilai peringkat dapat diperbaiki menjadi :

V

VRkP i

i =)|( dan VN

VnRkP ii

i −

−=)|(

_

Formula terakhir untuk )|( RkP i dan )|(_

RkP i untuk nilai Vi

dan V yang sangat kecil (misalkan V = 1 dan Vi = 0) adalah :

1

)|(+

+=

V

N

nV

RkP

ii

i dan 1

)|(_

+−

+−=

VN

N

nVn

RkP

iii

i

Model probabilistik memiliki keunggulan : dokumen dapat

diberikan peringkat secara menurun berdasarkan peluang sebuah

dokumen relevan terhadap query. Adapun kekurangannya adalah (1)

perlu menduga pembagian awal dokumen terhadap himpunan yang

relevan dan non-relevan. (2) tidak memperhitungkan frekuensi term

pada dokumen (3) asumis bahwa term saling independen satu sama

lain

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

20

d. Model Alternatif

Ketiga model tersebut di atas merupakan model klasik yang

sudah cukup lama dikembangkan. Selain model tersebut, juga

terdapat model alternatif yang merupakan pengembangan dari model

klasik, antara lain : Model Himpunan Fuzzy, Extended Boolean,

Model Ruang Vektor General dan Jaringan Bayes (Baeza-Yates &

Ribeiro-Neto, 1999).

2. Pengukuran Kedekatan Pola (Pattern proximity)

Kedekatan pola diukur berdasarkan fungsi jarak antara dua ciri. Jarak

digunakan untuk mengukur ke(tidak)miripan antara dua obyek data.

Kemiripan merupakan salah satu landasan dari definisi cluster. Ada

banyak cara untuk menghitung jarak, namun pada tesis ini hanya akan

dibahas tiga jarak yang paling banyak digunakan. Dan diantara ketiga

jarak tersebut, yang paling populer adalah jarak Euclid.

a. Jarak Minkowski

Didefinisikan sebagai :

( ) ( )qq

jpip

q

ji

q

ji xxxxxxjid −++−+−= ..., 2211 (4)

dengan d(i,j) = jarak Minkowski antara data ke-i dan data ke-j, x =

obyek data, p = banyaknya atribut data, dan q adalah bilangan bulat

positif,

b. Jarak Manhattan

Jarak Manhattan merupakan kasus khusus (q=1)dari Jarak Minkowski.

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

21

( ) jpipjiji xxxxxxjid −++−+−= ..., 2211 , (5)

c. Jarak Euclid

Sama seperti Jarak Manhattan, jarak Euclid merupakan kasus khusus

dari jarak Minkowsi dengan q=2

( ) ( )22

22

2

11 ..., jpipjiji xxxxxxjid −++−+−= . (6)

3. Clustering

Dilihat dari struktur data yang dihasilkan, metode clustering dapat

dikelompokkan menjadi berjenjang (hierarcy) dan partisi (partition).

Algoritma clustering berjenjang dibagi dua, agglomerative (bottom-up)

dan divisive (top-down). Algoritma aglomerative (Agglomerative

Hierarchical Clustering (AHC) merupakan salah satu algoritma berjenjang

yang banyak dipakai untuk document clustering (Mendes & Sacks, 2003).

Pembagian metode clustering selengkapnya dapat dilihat pada

Gambar 2.1. Pada level yang paling atas, ada pendekatan hirarki dan

partisi (metode hirarki menghasilkan partisi yang bertingkat, sedangkan

metode partisi hanya menghasilkan satu tingkat).

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

22

Gambar 2.4 Taksonomi Metode Clustering (Jain et. al., 1999).

3.1 Algoritma Clustering Hirarki

Kebanyakan algoritma clustering hirarki merupakan variasi dari

algoritma Single-Link dan Complete-Link. Kedua algoritma ini

memiliki perbedaan pada cara menentukan jarak antara dua cluster.

Pada metode single-link, jarak antara dua cluster adalah jarak

minimum antara sepasang pola (satu pola dari satu cluster dan lainnya

dari cluster kedua). Pada algoritma complete-link, jarak antara dua

cluster adalah jarak maksimum antara sepasang pola pada dua cluster.

Algoritma Clustering Agglomerative Hirarki :

1. Jadikan setiap dokumen sebagai cluster, sehingga jika ada n data,

akan dihasilkan cluster sebanyak n.

2. Gabungkan dua cluster yang memiliki derajat kemiripan paling

besar (jarak terkecil) menjadi satu cluster

3. Jika derajat kemiripan antara dua cluster kurang dari ambang batas

α, dengan nilai α ∈ [0,1] maka berhenti , bila tidak maka kembali

ke langkah 2

Clustering

Teori

Graf

Complete

Link

Single

Link

PartisiHirarki

Error

Kuadrat

Mixture

Resolving

Expectation

Maximation

Mode

Seeking

K-means

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

23

3.2 Algoritma Clustering Partisi

Algoritma clustering partisi menghasilkan partisi satu level dan

bukan struktur cluster berjenjang seperti Dendogram yang dihasilkan

oleh algoritma hirarki. Metode partisi memiliki keunggulan pada

aplikasi yang melibatkan data yang sangat besar yang apabila

menggunakan Dendogram sangat memakan waktu komputasi.

Masalah yang muncul pada saat menggunakan algoritma clustering

adalah menentukan jumlah cluster yang diinginkan. Metode partisi

biasanya menghasilkan cluster dengan mengoptimalkan fungsi kriteria

yang didefinisikan secara lokal (pada sub pola) atau secara global

(pada seluruh pola).

a. Error Kuadrat

Fungsi kriteria yang paling sering digunakan pada metode

clustering partisi adalah fungsi error kuadrat (e2). Tujuan dari

algoritma ini adalah meminimalkan fungsi error kuadrat :

2

11

2 ∑∑==

−=jn

i

j

j

i

K

j

cxe , (7)

dengan j

ix adalah pola i pada cluster j dan cj adalah pusat

(centroid) cluster j.

K-Means adalah algoritma yang menerapkan fungsi error

kuadrat yang paling sederhana dan paling banyak dipakai.

Algoritma K-Mean populer karena : (a) implementasinya mudah

(b) kompleksitas waktunya adalah O(n), dengan n adalah jumlah

pola dan (c) kompleksitas ruang memori adalah O(k+n).

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

24

Permasalahan pada algoritma ini adalah sangat peka terhadap

partisi awal (inisial) dan jika partisi inisial tidak dipilih secara

tepat, algoritma dapat konvergen pada lokal minimum.

Kekurangan Algoritma K-Means lainnya adalah (a) hanya

bisa diterapkan jika rataan (mean) dapat didefinisikan, (b) perlu

menentukan nilai k (jumlah cluster) dan (c) tidak dapat menangani

data yang noisy dan pencilan.

Algoritma K-Means :

1. Pilih titik sebanyak K sebagai pusat inisial (K = jumlah

cluster)

2. Letakkan semua titik pada pusat terdekat

3. Tentukan kembali pusat pada setiap cluster

4. Ulangi langkah 2 dan 3 hingga centroid tidak berubah

b. Teori Graf

Algoritma clustering teori graf dibangun berdasarkan

pembentukan Minimum Spanning Tree (MST) data dan cluster

dibentuk dengan memutus rusuk MST dengan panjang terbesar.

Gambar 2.2 menggambarkan MST yang dihasilkan dari 9 titik

berdimensi dua. Dengan memutus link CD dengan panjang 6 unit

(rusuk dengan jarak Euclid terbesar) akan diperoleh dua cluster

({A,B,C}) dan {D,E,F,G,H,I}). Cluster kedua, selanjutnya dapat

dibagi lagi menjadi dua cluster dengan memutus rusuk EF, yang

memiliki panjang 5 unit. Algoritma clustering teori graf termasuk

algoritma divisive.

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

25

A

BC D

E

F

GH

I

2

122.3

2

5

61

Rusuk dengan panjang maksimum

Gambar 2.5 Penggunaan MST untuk membentuk cluster (Jain et al, 1999).

c. Mixture Resolving

Pendekatan Mixture-Resolving untuk clustering memiliki

asumsi bahwa pola yang akan dijadikan cluster berasal dari satu

atau beberapa sebaran (Normal, Poisson dan (paling banyak)

Gaussian). Tujuan dari algoritma ini adalah untuk

mengidentifikasi parameter-parameter dari sebaran-sebaran ini.

(Grira et. al., 2004).

Taksonomi clustering (Gambar 2.1) juga memerlukan pembahasan

aspek-aspek lain yang dapat mempengaruhi metode-metode clustering

tanpa memperhatikan posisi metode clustering pada taksonomi (Jain et.

al., 1999). Antara lain :

a. Agglomerative vs divisive: Aspek ini berkaitan dengan struktur

algoritma dan operasi. Pendekatan agglomerative diawali dengan

menjadikan setiap pola sebagai sebuah cluster dan terus-menerus

menggabungkan cluster hingga kriteria pemberhentian terpenuhi.

Metode divisive diawali dengan menggabungkan semua pola sebagai

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

26

satu cluster dan dilakukan pemecahan hingga kriteria pemberhentian

terpenuhi.

b. Monothetic vs polythetic: aspek ini berkaitan dengan penggunaan ciri

pada proses clustering secara bersamaan atau satu persatu.

Kebanyakan algoritma bersifat polythetic, artinya semua ciri

dimasukkan dalam perhitungan jarak antara pola dan keputusan

diambil berdasarkan jarak tersebut. Sedangkan monothetic, ciri

diambil satu persatu untuk membentuk cluster. Masalah utama dengan

algoritma ini adalah ia menghasilkan 2d cluster (d adalah dimensi

pola). Pada aplikasi temu-kembali informasi, untuk nilai d yang besar

(d > 100), jumlah cluster yang dihasilkan oleh algoritma monothetic

sangat banyak sehingga data terpecah menjadi cluster yang kecil.

c. Hard vs fuzzy: algoritma clustering tegas menempatkan setiap pola

pada sebuah cluster baik selama proses maupun sebagai hasil akhir.

Metode fuzzy clustering memberikan pola derajat keanggotaan pada

beberapa cluster. Metode fuzzy clustering dapat diubah menjadi

clustering yang tegas dengan menjadikan pola sebagai anggota sebuah

cluster yang memiliki derajat keanggotaan terbesar.

d. Supervised vs unsupervised: Aspek ini penentuan jumlah cluster.

Algoritma terawasi (supervised) adalah algoritma clustering yang

jumlah cluster yang akan dihasilkan sudah ditentukan sebelumnya

(melalui input manual). Sedangkan algoritma tak-terawasi

(unsupervised), banyaknya cluster tidak ditentukan (algoritma yang

menentukan).

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

27

X2

X1

Dengan Centroid Dengan tiga titik berjauhan

e. Incremental vs non-incremental: isu ini muncul ketika pola yang akan

dikelompokan sangat besar ukurannya dan ada pembatasan waktu

eksekusi atau ruang memori yang mempengaruhi arsitektur algoritma.

4. Representasi Cluster

Merupakan proses deskripsi atau pemberian nama kepada cluster

yang dihasilkan. Ada tiga cara atau skema representasi cluster : (a)

representasi cluster dengan pusat (centroid) cluster atau sejumlah titik

yang berjauhan pada cluster (Gambar 2.3), (b) representasi cluster

menggunakan nodes pada pohon klasifikasi dan (c) Representasi cluster

menggunakan ekspresi logika conjunctive (Gambar 2.4). Dari ketiga

skema representasi cluster, penggunaan centroid merupakan teknik yang

paling populer (Michalski et. al., 1981).

Representasi cluster memiliki fungsi antara lain untuk : (a)

memberikan deskripsi cluster yang sederhana dan intuitive sehingga

memudahkan pemahaman manusia, (b) membantu kompresi data yang

dapat dieksploitasi oleh komputer (c) meningkatkan efisiensi pengambilan

keputusan (Jain et. al., 1999).

Gambar 2.6 Representasi cluster menggunakan titik (Jain et. al., 1999).

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

28

Gambar 2.7 (a) Representasi cluster menggunakan Pohon Klasifikasi dan

(b) Pernyataan Conjunctive (Jain et. al., 1999).

D. Sistem Fuzzy

1. Gugus Fuzzy

Gugus Fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. L. A. Zadeh dari

Berkley pada tahun 1965. Pada 10 tahun pertama. Gugus fuzzy merupakan

pengembangan dari gugus biasa. Rerpresentasi abstrak dari sebuah gugus

universal tampak seperti pada Gambar 2.5.

X

Gambar 2.8 Anak Gugus Fuzzy (Marimin, 2005)

Bingkai persegi panjang merepresentasikan gugus universal X, dan

lingkaran yang terputus-putus menggambarkan batas ambigous dari

elemen yang terdapat di dalam atau diluar X, sedangkan A adalah gugus

fuzzy dalam X.

x

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

29

Teori gugus fuzzy mendefinisikan derajat di mana elemen x dari gugus

univerasal X berada (tercakup) di dalam gugus fuzzy A. Fungsi yang

memberikan derajat terhadap sebuah elemen mengenai keberadaannya

dalam sebuah gugus disebut fungsi keanggotaan. Dalam kasus ini, anggota

dari gugus X adalah elemen x. Sebagai contoh, derajat keanggotaan dari

elemen x dalam area A diekspresikan oleh :

µ A (x1) = 1, µ A (x2) = 0.8

µ A (x3) = 0.3, µ A (x4) = 0

µ A adalah fungsi keanggotaan yang memberikan derajat keanggotaan

yang berada pada suatu selang tertentu, yaitu selang [0,1]. Tulisan

subscript di sebelah µ , yaitu A, menunjukkan bahwa µ A adalah fungsi

keanggotaan dari A (Marimin, 2005).

2. Fungsi Keanggotaan

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai

keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Beberapa fungsi

yang dapat digunakan adalah sebagai berikut (Kusumadewi, 2003):

a. Kurva Triangular

Fungsi keanggotaan dari kurva triangular adalah seperti pada

persamaan (6) dan gambar kurvanya seperti pada Gambar 2.6.

[ ] ( ) ( )( ) ( )

≤≤−−

≤≤−−

≥≤

=

cxbbcxc

bxaabax

cxatauax

x

,/

,/

,0

µ (8)

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

30

Gambar 2.9 Kurva triangular untuk a=3, b=6, dan c=8

b. Kurva Trapezoidal

Kurva trapezoidal mempunyai fungsi keanggotaan sebagai

berikut:

[ ]

( )( )

( )( )

≤≤−−

≤≤

≤≤−−

≥≤

=

dxccd

xd

cxb

bxaab

ax

dxatauax

x

,

,1

,

,0

µ (9)

Gambar 2.10 Kurva trapezoidal untuk a=1, b=5, c=7, dan d=8

c. Kurva Generalizzed bell

Untuk kurva Generalzzed bell, fungsi keanggotaannya terlihat

pada persamaan (8) dengan gambar kurva pada Gambar 2.8.

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

31

[ ]b

a

cxx

2

1

1

−+

=µ (10)

Gambar 2.11 Kurva Generalizzed bell untuk a=2 , b=4 , dan c=6

d. Kurva Gaussian

Fungsi keanggotaan Gaussion seperti terlihat pada persamaan

(9) dengan gambar kurva seperti terlihat pada Gambar 2.9.

[ ]( )

2

2

2σµcx

ex

−−

= (11)

Gambar 2.12 Kurva Gaussian untuk σ=2 dan c=5

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

32

e. Kurva Two-sided Gaussian

Kurva Two-sided Gaussian mempunyai fungsi keanggotaan

seperti pada persamaan (10) dan gambar kurva seperti pada Gambar

2.10.

[ ]( )

2

2

2σµcx

ex

−−

= (12)

Fungsi Two-sided Gaussian merupakan kombinasi dua kurva

Gaussian. Kurva pertama dengan parameter σ1 dan c1 berada

disebelah kiri. Kurva kedua ada dengan parameter σ2 dan c2 berada

disebelah kanan. Daerah antara c1 dan c2 harus bernilai 1.

Gambar 2.13 Kurva Two-sided Gaussian untuk σ1=2, c1=4 dan σ2=1, c2=8

f. Kurva S

Kurva S mempunyai fungsi keanggotaan seperti pada

persamaan (11) dengan gambar kurva pada Gambar 2.11.

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

33

[ ]

≤≤+

−−

+≤≤

−−

=

bx

bxba

ab

xb

baxa

ab

ax

ax

x

,1

2,21

2,2

,0

2

2

µ (13)

Gambar 2.14 Kurva S untuk a=1 dan b=8

E. Fuzzy Clustering

Proses clustering pada dasarnya merupakan proses pembuatan gugus atau

himpunan yang memiliki anggota elemen-elemen yang akan dicluster. Pada

algoritma clustering non-fuzzy, nilai keanggotaan suatu elemen terhadap

gugus atau cluster dinyatakan sebagai 0 atau 1, artinya setiap dokumen hanya

bisa menjadi anggota satu cluster (1 sebagai anggota dan 0 bukan anggota).

Padahal, pada temu kembali informasi, dokumen dapat memiliki informasi

yang relevan (dengan derajat tertentu) dengan beberapa cluster yang berbeda.

Dengan fuzzy clustering, dokumen dapat menjadi anggota beberapa cluster

sekaligus. Algoritma fuzzy clustering untuk document clustering masih

menjadi salah satu topik yang menarik untuk dieksplorasi.

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

34

1. Fuzzy C-Means (FCM)

Ada beberapa algoritma fuzzy clustering, salah satu diantaranya

adalah Algoritma Fuzzy C-Means (FCM). FCM adalah suatu teknik

clustering data dengan keberadaan setiap titik data dalam suatu cluster

ditentukan oleh derajat keanggotaan. Teknik ini pertama kali

diperkenalkan oleh Jim Bezdek (Bezdek, 1981).

Algoritma FCM diawali dengan menentukan derajat keanggotaan

(secara acak) setiap titik data terhadap cluster. Berdasarkan derajat

keanggotaan, kemudian ditentukan pusat cluster. Pada kondisi awal, pusat

cluster tentu saja masih belum akurat. Derajat keanggotaan selanjutnya

diperbaiki berdasarkan fungsi jarak antara titik data dengan pusat cluster

(Nascimento et. al., 2003).

Dengan memperbaiki pusat cluster dan derajat keanggotaan tiap titik

data secara berulang dan terus menerus, maka pusat cluster akan bergeser

ke titik yang tepat (dengan kondisi total jarak antara titik data dengan

pusat cluster telah mencapai nilai yang diinginkan). Output FCM adalah

deretan pusat cluster dan derajat keanggotaan data terhadap setiap cluster

(Kusumadewi dan Purnomo, 2004).

Algoritma FCM

Algoritma FCM adalah sebagai berikut (Kusumadewi & Purnomo,

2004) :

1 Tentukan X sebagai input data yang akan dijadikan cluster dalam

bentuk matriks berukuran n x m; dimana n = jumlah sampel data dan

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

35

( )

( )∑ ∑

=

−−

=

−−

=

=c

k

wm

j

kjij

wm

j

kjij

ik

VX

VX

1

1

1

1

2

1

12

1

µ

m = jumlah atribut setiap data. Xij = data sample ke-i (i= 1,2,3 …, n),

atribut ke-j (j = 1,2,3,…,m).

2 Tentukan :

- Jumlah cluster = c;

- Pangkat = w;

- Maksimum iterasi = MaxIter;

- Error terkecil yang diinginkan = ξ ;

- Fungsi obyektif awal = P0 = 0;

- Iterasi awal = t = 1;

3 Bangkitkan bilangan random uik, i = 1,2,..,n; k=1,2,...,c; sebagai

elemen-elemen matriks partisi awal U.

Hitung jumlah setiap kolom (atribut) :

j=1,2,…,m (14)

Kemudian hitung : (15)

4 Hitung pusat cluster ke-k : Vkj, dengan k=1,2,…,c; dan j=1,2,…,m.

(16)

5 Hitung fungsi keanggotaan pada iterasi ke-t, Pt :

(17)

∑=

=c

k

ikj uQ1

j

ikik

Q

u=µ

( )( )

( )∑

=

==n

i

w

ik

n

i

ij

w

ik

kj

X

V

1

1

*

µ

µ

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

36

6 Hitung perubahan matriks partisi :

(18)

dengan: i=1,2,...,n; dan k=1,2,...,c.

7 Periksa kondisi berhenti :

- Jika: ( | Pt – Pt-1 | < ξ) atau (t > maxIter) maka berhenti;

- Jika tidak: t = t + 1, ulangi langkah ke-4

2. Hyperspherical Fuzzy C-Means

Jarak Euclid yang sering digunakan pada algoritma FCM, ternyata

bukan merupakan ukuran yang paling cocok untuk membandingkan vector

dokumen. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : misalkan ada

dua dokumen XA dan XB yang terdiri dari set term T sebanyak k dengan

asumsi kebanyakan term pada T (k’) tidak muncul pada XA dan XB.

Diasumsikan juga vektor XA dan XB tidak memiliki term yang sama.

Sehingga XA dan XB memiliki banyak memiliki nilai 0 dan jarak Euclid

antara keduanya relatif kecil. XA dan XB dinyatakan mirip, padahal yang

sesungguhnya tidak.

Masalah pada fungsi Euclid adalah ketiadaan term pada dua dokumen

dianggap sama dengan kehadiran term yang sama pada dua dokumen.

Oleh karena itu, perlu dipikirkan cara atau metode lain yang lebih baik dari

jarak Euclid. Mendez & Sacks (2003), mencoba menggunakan Ukuran

Kemiripan Kosinus (Cosine Similarity) untuk menggantikan jarak Euclid.

Ukuran Kosinus ( ) adalah inner product dari vektor ( dan )

( ) ( )

−= ∑∑∑

===

w

ik

m

j

kjij

c

k

n

i

t VXP µ1

2

11

Page 32: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

37

setelah dinormalisasi ( ). Semakin tinggi nilai kosinus,

semakin tinggi derajat kemiripan antar dokumen.

(19)

memiliki sifat : dan

Dengan transformasi sederhana, diperoleh ukuran ketidakmiripan :

(20)

dan

Berdasarkan eksperimen, Mendes & Sacks (2003) berhasil

membuktikan bahwa Ukuran Kemiripan Kosinus menghasilkan hasil

cluster yang lebih baik dibandingkan dengan Jarak Euclid. Adapun fungsi

obyektif yang digunakan adalah :

(21)

Karena tidak mencerminkan derajat keanggotaan ( ), maka

perlu dihitung dengan menggunakan rumus :

(22)

Page 33: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

38

Fungsi Keanggotaan FCM dan H-FCM

Data menjadi anggota sebuah cluster berdasarkan fungsi keanggotaan.

Sebagai contoh, diberikan sekelompok data berdimensi tunggal (Gambar

2.12),

Gambar 2.15 Sebaran data pada dimensi tunggal

Misalkan teridentifikasi dua cluster (A dan B). Pada algoritma K-Means,

fungsi keanggotaan menjadi :

Gambar 2.16 Kurva S untuk a=1 dan b=8

Pada algoritma FCM & H-FCM, sebuah data tidak secara eksklusif

menjadi anggota sebuah cluster. Dalam hal ini, kurva fungsi keanggotaan

berbentuk sigmoid untuk menyatakan bahwa setiap data dapat menjadi

anggota beberapa cluster dengan derajat keanggotaan yang berbeda

(Gambar 2.14).

Page 34: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

39

Gambar 2.17 Fungsi keanggotaan algoritma FCM & H-FCM

3. Fuzzy Substractive Clustering (FSC)

FCM adalah algoritma clustering yang terawasi, sebab pada FCM

kita harus terlebih dahulu menentukan banyaknya cluster yang akan

dibentuk. Menentukan banyaknya cluster yang tepat merupakan

permasalahan utama dalam pendekatan ini (Geva, 1999). Apabila

banyaknya cluster belum diketahui, maka kita harus menggunakan

algoritma yang tak-terawasi (banyaknya cluster ditentukan oleh

algoritma). FSC merupakan algoritma clustering yang tak-terawasiyang

diperkenalkan pertama kali oleh Chiu pada tahun 1994 (Chiu, 1994).

Algoritma Subtractive Clustering dibangun berdasarkan ukuran

kepadatan (density) titik data dalam suatu ruang (peubah). Konsep dasar

subtractive clustering adalah menentukan daerah peubah yang memiliki

kepadatan data yang tinggi. Titik dengan jumlah tetangga terbanyak akan

dipilih sebagai pusat cluster. Titik yang terpilih akan dikurangi tingkat

kepadatannya. Kemudian algoritma akan memilih titik lain yang memiliki

Page 35: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

40

tingkat kepadatan tertinggi lainnya untuk dijadikan sebagai pusat cluster

yang lain (Kusumadewi & Purnomo, 2004).

Apabila terdapat N buah data: X1, X2, .., Xn dan dengan menganggap

data sudah dalam keadaan normal, maka densitas titik Xk dapat dihitung

sebagai :

( )∑=

−−=

N

j

jk

kr

XXD

12

2exp (23)

Dengan jk XX − adalah jarak antara Xk dengan Xj, dan r adalah

konstanta positif yang kemudian akan dikenal dengan nama jari-jari

(influence range) r. Jari-jari adalah vektor yang akan menentukan

seberapa besar pengaruh pusat cluster pada tiap-tiap variabel. Dengan

demikian, suatu titik data akan memiliki nilai kepadatan yang besar jika

dia memiliki banyak tetangga didekatnya.

Setelah menghitung nilai kepadatan setiap titik, maka titik dengan

kepadatan tertinggi akan dipilih sebagai pusat cluster. Misalkan Xc1 adalah

titik yang terpilih sebagai pusat cluster, sedangkan Dc1 adalah ukuran

kepekatannya. Selanjutnya kepekatan dari titik-titik disekitarnya akan

dikurangi menjadi

( )

−−∗−=

2

1

12

expb

ck

ckkr

XXDDD (24)

dengan rb = q*ra (biasanya squash factor (q) = 1.5). Artinya titik-

titik yang ada dekat dengan cluster Xc1 akan mengalami pengurangan

kepekatan cukup besar. Hal ini menyebabkan titik tersebut akan sulit

Page 36: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

41

menjadi pusat cluster berikutnya. Biasanya nilai rb bernilai lebih besar

dari jari-jari (r).

Setelah kepekatan tiap titik disesuaikan, maka selanjutnya akan

dicari pusat cluster yang kedua, yaitu Xc2. Sesudah Xc2 didapat, ukuran

kepekatan tiap titik disekitarnya disesuaikan kembali, demikian

seterusnya.

Penerimaan dan penolakan suatu titik data menjadi pusat cluster

ditentukan oleh nilai Rasio, Rasio Terima dan Rasio Tolak. Rasio adalah

perbandingan nilai kepekatan suatu data pada perulangan ke-i (i > 1)

dengan nilai kepekatan data pada perulangan pertama (i=1). RasioTerima

dan RasioTolak merupakan konstanta bernilai antara 0 dan 1 yang

digunakan sebagai ukuran untuk menerima dan menolak sebuah titik data

kandidat pusat cluster menjadi pusat cluster.

Ada 3 kondisi yang mungkin terjadi:

a. Jika Rasio > RasioTerima, maka titik data tersebut diterima sebagai

pusat cluster baru

b. Jika RasioTolak < Rasio < RasioTerima, maka kandidat dapat diterima

sebagai pusat cluster jika kandidat memiliki jarak yang cukup jauh

dengan pusat cluster terdekat (rasio + jarak dengan pusat cluster

terdekat ≥ 1). Sebaliknya jika rasio + jarak dengan pusat data terdekat

< 1, maka dia ditolak sebagai pusat cluster.

c. Jika Rasio ≤ RasioTolak, maka sudah tidak ada lagi titik data yang

akan dipertimbankan sebagai kandidat pusat cluster, perulangan

dihentikan.

Page 37: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

42

Algoritma Fuzzy Subtractive Clustering

Algoritma Fuzzy Subtractive Clustering adalah sebagai berikut

(Kusumadewi & Purnomo, 2004) :

1 Tentukan Xij sebagai input data yang akan dicluster i=1,2,...,n;

j=1,2,...,m (n = jumlah sampel data dan m = jumlah atribut setiap data)

2 Tetapkan nilai :

a. rj (jari-jari setiap atribut data); j=1,2,...,m

b. q (squash factor);

c. Accept ratio

d. Reject Ratio

e. XMin (minimum data diperbolehkan)

f. XMax (maksimum data diperbolehkan).

3 Normalisasi :

jj

jij

ijXMinXMax

XMinXX

−= , i = 1,2,...,n; j=1,2,...,m; (25)

4 Tentukan potensi awal setiap titik data

a. i = 1;

b. Kerjakan hingga i = n :

• Ti = Xij j=1,2,...,m

• Hitung :

−=

r

XTDist

kjj

kj j=1,2,...,m; k=1,2,...,n; (26)

• Potensi awal :

Jika m = 1, maka

Page 38: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

43

( )∑=

−=n

k

DistkeD1

4

1

21

(27)

Jika m > 1, maka

( )∑=

−=n

k

Dist

ikjeD

1

4 2

(28)

i = i + 1

4 Cari titik dengan potensi tertinggi

a. M = max[Di | i=1,2,...,n]

b. H = i, sedemikian sehingga Di = M;

5 Tentukan pusat cluster dan kurangi potensinya terhadap titik-titik di

sekitarnya

a. Center =[]

b. Vj = Xhj; j=1,2,...,m

c. C = 0 (jumlah cluster)

d. Kondisi = 1;

e. Z = m

f. Kerjakan jika (kondisi≠ 1) dan (z≠ 0)

• Rasio = z/M

• Jika Rasio > accept_ratio :

- Md = -1;

- Kerjakan untuk i=1 sampai i = C:

i. r

CenterVG

ijj

ij

−= j=1,2,...,m (29)

ii. ( )∑=

=m

j

iji GSd1

2 (30)

Page 39: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

44

iii. Jika (Md < 0) atau (Sd < Md), maka Md = Sd;

- Smd = Md

- Jika rasio + Smd ≥1, maka kondisi = 1; (Data diterima

sebagai pusat cluster)

- Jika rasio + Smd < 1, maka kondisi = 2; (Data tidak akan

dipertimbangkan kembali sebagai pusat cluster).

• Jika Kondisi = 1 lakukan :

- C = C + 1;

- Centerc = V;

- Kurangi potensi dari titik-titik dekat pusat cluster :

qj

ijj

ijr

XVS

*

−= ; j=1,2,...,m; i=1,2,...,n; (31)

( )

− ∑

= =

m

j

ijS

ci eMD1

24

* i=1,2,...,n (32)

i. Dci = M *e ; i=1,2,...,n. (33)

ii. D = D – Dc (34)

iii. Jika Di ≤0, maka Di = 0; i =1,2,...,n.

iv. Z = max[Di |i=1,2,...,n]

v. Pilih h = 1, sedemikian sehingga Di=Z

• Jika kondisi = 2

- Dh = 0;

- Z = max[Di |i=1,2,...,n]

- Pilih h = i, sedemikian sehingga Di=Z;

6 Kembalikan pusat cluster dari bentuk normal ke bentuk semula

Page 40: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

45

Centerij = Centerij * (Xmaxj – Xminj) + Xminj; (35)

7 Hitung nilai sigma cluster

8/)(* jjjj XMinXMaxr −=σ (36)

Hasil dari algoritma Subtractive Clustering ini adalah matriks pusat

cluster (C) dan sigma (σ ) yang akan digunakan untuk menentukan nilai

parameter fungsi keanggotaan Gauss, seperti terlihat pada Gambar 2.12.

[ ] 5.0=xµ

cσ σ

Gambar 2.18 Fungsi keanggotaan kurva Gauss (Kusumadewi & Purnomo, 2004)

Dengan kurva Gauss pada Gambar 2.12, maka derajat keanggotaan

titik data Xi pada cluster k dapat ditentukan sebagai :

(37)

F. Clustering dalam Sistem Temu Kembali Informasi

Tujuan dari setiap algoritma clustering adalah untuk mengelompokkan

elemen data berdasarkan ukuran ke(tidak)miripan sehingga relasi dan struktur

data yang tidak terlihat dapat diungkapkan. Document clustering untuk temu-

kembali informasi telah mulai dipelajari beberapa dekade yang lalu untuk

( )∑

= =

−−

m

j j

kjij Cx

ki e 12

2

2σµ

Page 41: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

46

meningkatkan kinerja pencarian dan efisiensi pengambilan (Mendes dan

Sacks, 2003).

Penggunaan clustering didasarkan pada hipotesis cluster yaitu :

“dokumen yang relevan dengan query yang diberikan, cenderung mirip satu

sama lain dibandingkan dengan dokumen yang tidak relevan, oleh karena

dokumen yang relevan dapat dikelompokkan dalam cluster” (Rijsbergen,

1979). Selain itu, clustering juga dapat digunakan untuk browsing koleksi

dokumen yang sangat besar dan sebagai alat untuk mengatur senarai dokumen

hasil query menjadi kelompok-kelompok yang memiliki makna (Cutting at. al,

1992). Penelitian Leuski juga berhasil menunjukkan bahwa ternyata metode

clustering lebih efektif dalam membantu pengguna untuk menemukan

informasi dibandingkan dengan metode senarai (Leuski, 2001).

Dilihat dari urutan pengerjaannya, clustering dalam temu-kembali

informasi dibagi dua jenis, sebelum pencarian (static clustering) dan sesudah

pencarian (post-retrieval clustering) (Tombros, 2002).

Penelitian Terdahulu

Berdasarkan kajian literatur yang penulis lakukan, penelitian untuk

meningkatkan efektifitas temu-kembali informasi kebanyakan menggunakan

model document clustering. Model clustering yang paling banyak digunakan

adalah model hirarki dan partisi (Tabel 1).

1. Penelitian pada temu-kembali informasi fuzzy yang lebih komprehensif

dilakukan oleh Horng et. al. (2005). Pertama kali, Horng et. al.

menggunakan algoritma Fuzzy Agglomerative Hierarchical Clustering

untuk membentuk document cluster. Kemudian berdasarkan document

Page 42: TINJAUAN PUSTAKA Temu Kembali Informasi Sejak tahun 1940 ... · sederhana. Misalkan ada koleksi dokumen dan pengguna koleksi yang memformulasikan pertanyaan (permintaan atau query)

47

cluster dan pusat dokumen, dibangun aturan logika fuzzy logic. Terakhir,

mereka mengaplikasikan aturan logika fuzzy untuk mengembangkan query

pengguna untuk menemukan dokumen yang relevan dengan permintaan

pengguna. Implementasi aturan logika fuzzy pada query pengguna

menjadikan metode temu-kembali informasi fuzzy lebih efektif, fleksibel

dan cerdas.

Tabel 2.1 Penelitian tentang document clustering

Pustaka Algoritma Clustering Jenis Fuzzy

1 Horng et. al. 2005 Fuzzy Agglomerative Hierarchical Hirarki Ya

2 Lian et. al. 2004 S-Grace Hirarki &

Graf

Tidak

3 Shyu et. al. 2004 PAM, Single-Link, Group Average-

Link & Complete-Link

Partisi &

Hirarki

Tidak

4 Fung et. al. 2003 Frequent Itemset-based

Hierarchical Clustering (FIHC)

Hirarki Tidak

5 Wallace et. al. 2003 Fuzzy Agglomerative Hierarchical Hirarki Ya

6 Mendes & Sacks.

2003

Hyperspherical Fuzzy c-Means (H-

FCM)

Partisi Ya

7 Leuski. 2001 ε-Insentive Fuzzy C-Means (ε-

FCM)

Partisi Ya

8 Maarek et. al. 2000 Agglomerative Hierarchical Hirarki Tidak

9 Rüger & Gauch. 2000 Buckshot Partisi Tidak

2. Lian et. al. (2004) melakukan clustering terhadap dokumen XML dengan

mengusulkan algoritma S-Grace. Pada algoritma S-Grace, digunakan

Teori Graf untuk mengukur jarak antara dokumen dengan sekelompok

dokumen. Walaupun masih sangat memakan waktu, algoritma S-Grace

efektif untuk meng-cluster dokumen XML.

3. Shyu et. al. (2004) menggunakan pola akses pengguna pada web untuk

meng-cluster dokumen. Pola akses diperoleh dari log server yang