Tinjauan Pustaka Malaria

21
5/18/2018 nforme ateria-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/informe-bateria 1/2 BA ITNJUPJUSINK .KDAUeISfU i Un TJssf Af E Malr i lmeupknayt lf lr ylm psnlr yalbdgPlyt o ( r nlr ylknmet e) ( lr ylt yp. ekent T lya . yhik1anl 2M0 ,ddcl ( nl y(ky( r e) T l ryt1utl ryl . pentl e(oy(ontl tyl anl an!pn y( ky( r ypT lypnlpyt y( o " l# aa t ly( lyalt et oym lyaukopeknT l ( oylyt onl$lnplmyr en r yla lMM%0lt ylt naekeo) la lpy. et e) ( lr yalmet mnlkn( lyalmyk& ( eknlr yla lyt o ke) ( T lya k1 al y(kn(op)l '1yl a l " oypi l ryal . yhik1anl tyl y(kn(op " l e(# a r l $l ( nt pyknmy( r ) lnplt y!1per r lk m"e pla lmet m l$ l'1ylr yl( nlh kypanlnr i lr p- yal tetoym l yaukopeknl ryal . yhik1anl nl h to l yano pl a l " oypi * l %n( l ytont ( oykyr y( oyt lt ylpnkyr e) l la lknmp lr yl1( l" oypi l( 1y. l p lpyma s pla " oypi lr r T la lk1 alt ylh kyly( opy! l p lt 1lkn( t o o ke) ( * -++++++++++++++++- %pet oe ( lyp l0pis !

description

malaria, tinjauan pustaka

Transcript of Tinjauan Pustaka Malaria

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiMalaria merupakan penyakit infeksi akibatProtozoadari genus Plasmodium dan ditularkan terutama melalui tusukan (gigitan) nyamukAnopheles betina. Terdapat lebih dari 120 spesies Plasmodium yang menginfeksi mamalia, unggas, dan reptil, tapi hanya empat spesies yang dikenal menginfeksi manusia secara konsisten, yaituP. falciparum,P. vivax,P. malariae, danP. Ovale (Hoffman, Campbell & White, 2006). Kasus infeksi manusia oleh spesies Plasmodium yang sebelumnya hanya menginfeksi kera ekor panjang (Macaca sp.),P. knowlesi, semakin banyak dilaporkan di wilayah perhutanan Asia Tenggara (WHO, 2010).

B. Epidemiologi

Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria

a. Orang

Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 300-500 juta kasus dengan kematian antara 1 sampai 2 juta setiap tahun dimana lebih dari 80% adalah anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun ( Harijanto, 2008). Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2001, CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000 penduduk dan wanita 8 per 100.000 penduduk

b. Tempat

Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o lintang utara (Rusia) sampai dengan 32o lintang selatan (Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 m (Bolivia) sampai dengan daerah yang letaknya 433 m di bawah permukaan laut (Laut Mati). Kini malaria banyak dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Asia Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulau di Pasifik Selatan.

Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies ini tersebar di seluruh kepulauan.

Plasmodium falciparum terutama menyebabkan malaria di Afrika, Asia, dan daerah-daerah tropis lainnya. Di Indonesia, parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.

Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis maupun daerah subtropik. Di Indonesia spesies ini dijumpai di Indonesia Bagian Timur. Plasmodium ovale terutama terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah Pasifik Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur (Gandahusada S dkk, 2003).

c. Waktu

Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1% (30.000 kematian dari 30 juta kasus). Tahun 2005, CFR malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada tahun yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44 kematian dari 3.924 kasus) (Depkes RI , 2006).

C. Siklus hidup PlasmodiumKetika nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi menghisap darah manusia,rata-rata5-10sporozoit akan masuk ke jaringan atau langsung ke peredaran darah. Setelah itu sporozoit secara cepat akan menuju organ hati dan menginvasi hepatosit (sel hati) dalam 30 menit. Selama sekurangnya 5,5 hari, sporozoit yang memiliki satu inti tersebut akan berkembang menjadi skizon hati dewasa yang terdiri dari10,000-40,000merozoit hati dengan satu inti. PadaP. vivaxdanP. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman atau hipnozoit yang dapat tinggal di dalam sel hati selama 3 tahun. Infeksi rekurensi akibat pengaktifan hipnozoit tersebut akan menimbulkan relaps.Skizon hati dewasa akan pecah, melepas ribuan merozoit, yang akan menginvasi eritrosit (sel darah merah). Berbeda dengan ketiga parasit lainnya, merozoit P. vivax tidak dapat menginvasi eritrosit yang tidak terdapat antigen grup darah Duffy. Di dalam eritrosit, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit menjadi skizon denganrata-rata16 merozoit satu inti. Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Stadium eritrosit aseksual ini berlangsung sekitar 48 jam untukP. falciparum, P. vivax,danP. ovaledan sekitar 72 jam untukP. malariae. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi akan pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi eritrosit lainnya. Parasit pada stadium eritrositer ini dapat berkembang menjadi parasit pada stadium seksual yang dinamakan gametosit. Di dalam usus nyamukAnophelesbetina, gametosit keluar dari eritrosit dan membentuk gamet. Gamet jantan dan betina akan terjadi pembuahan membentuk zigot. Sekitar 5 jam setelah penghisapan darah, zigot akan mengalami meiosis dua langkah. Pada 18 sampai 24 jam berikutnya, zigot akan mengalami transformasi menjadi ookinet. Selanjutnya ookinet menembus dinding lambung nyamuk melalui sel epitel dan menetap di sekitar lamina basalis. Di sini ookinet akan bertransformasi menjadi ookista. Selanjutnya mulai dari harike-6 ookista akan mengalami pembelahan sel yang pada akhirnya akan terbentuk sekitar 8.000 sporozoit. Pada harike-12,sporozoit tersebut akan bermigrasi kekelenjar ludah nyamuk dan siap ditularkan ke manusia. (Hoffman, Campbell & White, 2006)

D. PatogenesisDemam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkanbermacam-macamantigen. Antigen ini akan merangsangsel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Necrosis Factor) danIL-6(Interleukin-6).TNF danIL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Demam dapat terjadi setiap hari pada infeksiP. falciparum, selang waktu satu hari pada infeksiP. vivaxatauP. ovale, dan selang dua hari pada infeksiP. malariae.Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.P. vivaxdanP. ovalehanya menginfeksi kurang dari 2% sel darah merah muda (retikulosit), sedangkanP. malariaemenginfeksi sel darah merah tua/ matang yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan olehP. vivax,P. ovale, danP. Malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.P. falciparummenginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis (Dinas Kesehatan RI, 2012). Pada kasus berat, parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit (Rampengan, 2008).

Pembesaran limpa atau splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria. Limpa biasanya akan teraba 3 hari setelah serangan infeksi akut (Harijanto, 2008). Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritosit yang terinfeksi parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis (Rampengan, 2008).Malaria berat akibatP. falciparummempunyai patogenesis yang khusus. Permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigenP. falciparum. Sitokin (TNF,IL-6,danlain-lain)yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptorendotel kapiler. Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah prosescytoadhesion. Proses ini menyebabkan penyumbatan pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Pembentukanmediator-mediatortersebut menyebabkan gangguan fungsi jaringan tertentu (Dinas Kesehatan RI, 2012). Hal inilah yang menjadikanP. falciparumberpotensi tinggi mengakibatkan gejala klinis berat seperti malaria otak (cerebral malaria) dan malaria pada kehamilan(pregnancy-associatedmalaria) (Noviyanti, 2008).

E. Gejala KlinisPenyakit Malaria ditandai dengan tiga gejala utama yaitu demam, pembengkakan limpa (splenomegali), dan anemia. Sebelum timbul demam, gejala awal dimulai dengan mual, muntah, lesu, dan rasa nyeri pada kepala, serta terjadi penurunan selera makan. Demam

Demam merupakan gejala paling awal yang diperlihatkan oleh penderita malaria. Demam secara periodik berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk dalam aliran darah (sporulasi). Serangan demam yang khas terdiri dari tiga tahap atau stadium, yaitu :

a. Tahap Pertama (Stadium Dingin) Tahap pertama, penderita mengalami demam menggigil. Penderita merasa dingin dan bila diraba di pergelangan tangan denyut nadi terasa cepat, tetapi lemah Bibir dan jari tangan tampak kebiru-biruan. Kulit kering dan pucat. Kadang-kadang disertai muntah dan bahkan kejang-kejang. Pada anak-anak proses kejang-kejang ini lebih sering dialami. Demam tahap ini berlangsung selama 15 menit sampai 1 jam

b. Tahap Kedua (Stadium Puncak Demam) Pada tahap kedua dimulai pada saat perasaan dingin sekali berubah menjadi panas sekali. Gejalanya: wajah merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit kepala makin hebat, mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut keras, dan selalu merasa haus. Suhu badan dapat mencapai 41. Demam stadium ini berlangsung selama 2-6 jam.

c. Tahap Ketiga (Stadium Berkeringat) Tahap ketiga merupakan tahap demam berkeringat yang berlangsung selama 2-4 jam. Berkeringat banyak, suhu badan turun dengan cepat, dan penderita mulai dapat tidur. Penderita seolah-olah sudah sembuh.

Pembesaran Limpa (Splenomegali)

Penderita dapat mengalami pembengkakan limpa terutama pada penderita malaria yang sudah lama (menahun). Limpa tersebut dapat menjadi keras dan mudah pecah. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti kemudian limpa berubah menjadi hitam karena pigmen yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinusoid.

Anemia Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falsiparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat pada malaria menahun. Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa. Dalam hal ini, faktor autoimun memegang peranan. b. Reduced survival time yaitu eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama. c. Diseritropoesis yaitu gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang.

Komplikasi MalariaPada pasien dengan parasitemiaP. falciparumstadium aseksual tanpa penyebab jelas lain, terdapatnya satu atau lebih manifestasi klinis atau temuan hasil laboratorium berikut menandakan pasien menderita malaria berat (WHO, 2010).1.Penurunan kesadaran atau koma;2.Kelemahan (tidak bisa duduk/berjalan);3.Tidak bisa makan dan minum;4.Kejang umum berulang (lebih dari 2 kali dalam 24 jam);5.Gawat napas;6.Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik 5% per 100.0000/l di daerah endemis tinggi);5.Hiperlaktatemia (asam laktat dalam vena > 5 mmol/l);6.Hemoglobinuria; dan7.Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 3 mg% atau > 265 mol/l).

F. DiagnosisDiagnosis malaria yang cepat dan tepat merupakan hal yang sangatdiperlukan dalam penatalaksanaan kasus malaria. Penderita yang dicurigai secara klinis menderita malaria harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan parasitologi. Kemungkinan penyebab demam yang lain juga perlu disingkirkan. Dua metode yang secara rutin dipakai untuk diagnosis parasitologi adalah mikroskop cahaya danrapid diagnostic tests(RDTs) (WHO, 2010).a. Pemeriksaan dengan mikroskop cahayaPemeriksaan ini merupakan standar baku (gold standard) dan dilakukan dengan cara membuat sediaan darah tebal dan tipis yang diberi pewarnaan Giemsa. Hapusan tebal membantu diagnosis cepat dan pasti sedangkan hapusan tipis berguna untuk mengidentifikasi spesies Plasmodium dan menilai derajat eritrosit yang telah terinfeksi. Selain itu, hapusan tipis juga berguna untuk menentukan respon terhadap terapi. Namun, perlu diketahui bahwa hasil pemeriksaan hapusan darah tunggal yang negatif tidak dapat menyingkirkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pemeriksaan berulang perlu dapat dilakukan setiap4-6jam. Parasit dapat ditemukan dalam hapusan darah tebal dalam 48 jam pada kebanyakan penderita malaria yang menunjukkan gejala klinis (Dinas Kesehatan RI, 2012).

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Tests/RDTs) RDT merupakan tes imunokromatografi yang mendeteksi antigen spesifik parasit dan tersedia secara komersial dalam beberapa bentuk. Tes ini dapat memberi hasil secara cepat dan membutuhkan sedikit pelatihan kepada tenaga kesehatan, namun harganya relatif mahal. WHO merekomendasikan agar tes ini setidaknya memiliki sensitivitas > 95% pada densitas lebih dari 100 parasit/l darah. RDT dapat diandalkan untuk diagnosis malaria di daerah terpencil yang tidak tersedia mikroskop (WHO, 2010). Saat ini RDT yang digunakan program pengendalian malaria adalah yang dapat mengidentifikasiP. falciparumdan nonP. falciparum(Dinas Kesehatan RI, 2012).

G. PenatalaksanaanTerapi antimalaria harus segera diberikan apabila dijumpai hasil positif pada pemeriksaan hapusan darah (Krause, 2011). Terapi antimalaria berdasarkan klinis hanya dapat dilakukan apabila alat diagnostik tidak tersedia. Selain itu, terapi perlu diberikan terapi, antimalaria yang lengkap tetap dibutuhkan sekalipun diagnosis tidak dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium apabila memang pasien dicurigai kuat menderita malaria. Terapi antimalaria lengkap juga dibutuhkan meskipun pasien dipertimbangkan mempunyai imunitas sebagian (WHO, 2010).

Malaria Tanpa KomplikasiMalaria tanpa komplikasi dapat diberikan obat antimalaria dengan rawat jalan (Rampengan, 2008). Saat ini antimalaria yang digunakan sesuai dengan program nasional adalah derivat artemisinin golongan aminokuinolin, yaitu (Dinas Kesehatan RI, 2012):a. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination= FDC) yang terdiri atas Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). 1 tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikanperoralselama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut: Dihydroartemisinin dosis2-4mg/kgBB; Piperakuin dosis16-32mg/kgBB.b. Artesunat Amodiakuin (AAQ)Kemasan yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat 50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150 mg. Dosis amodiakuin basa yaitu 10 mg/kgBB dan dosis artesunat yaitu 4mg/kgBB.

Artemisin tidak dianjurkan diberikan sebagai monoterapi karena dapat memicu terjadinya resistensi (WHO, 2010). Sejak akhir tahun 2007 Depkes RI telah memutuskan untuk menggunakan DHP di Papua sebagai pengganti AAQ (Hasugian et al., 2007). Kombinasi ini dapat dijadikan pengobatan alternatif, khususnya di daerah dengan tingkat kegagalan terapi AAQ yang sudah tinggi (Harijanto, 2008).Di daerah dengan transmisi rendah, primakuin dapat mencegah kekambuhan sehingga direkomendasikan pada pasien tanpa defisiensi G6PD(Glucose-6-phospatedehydrogenase) (WHO, 2010). Penggunaan primakuin sebagai gametositosid berguna untuk mengurangi transmisi malaria falsiparum, dan secara khusus membantu mengurangi penyebaran malaria falsiparum yang resisten terhadap artemisin di Asia Tenggara. WHO merekomendasikan pemberian primakuin 0,75 mg basa/kgBB (dosis dewasa 45 mg) untuk regimen terapi malaria falsiparum di daerah dengan endemisitas rendah, terutama pada daerah dengan ancaman terjadinya resistensi terhadap artemisin. Primakuin juga digunakan sebagai penanganan radikal malaria vivaks (WHO, 2012). Pada area dengan transmisi musiman dimana relaps terjadi6-12bulan setelah serangan primer, terapi dengan primakuin dapat memperlambat terjadinya relaps. Ini merupakan keuntungan dalam program untuk memutuskan transmisi malaria (Dinas Kesehatan RI, 2012). Sayangnya sering didapati ketidakjelasan mengenai prevalensi dan keparahan dari defisiensi G6PD, dan pemeriksaan biasanya tidak tersedia di daerah tersebut. Pada praktiknya, kemungkinan untuk mengalami AHA (Acute Hemolytic Anemia) membatasi penggunaan primakuin (WHO, 2012). Pengobatan Malaria Falsiparum dan Malaria VivaksRegimen pengobatan malaria falsiparum dan vivaks yangdirekomendasikan Depkes RI sebagai lini pertama saat ini adalah yang menggunakan ACT ditambah primakuin. Dosis ACT sama untuk malaria falsiparum dan vivaks, sedangkan primakuin hanya diberikan pada hari pertama untuk malaria falsiparum (0,75 mg/kgBB) dan 14 hari untuk malaria vivaks (0,25 mg/kgBB).a. Lini pertamaACT + PrimakuinTabel 2.2 Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum dengan DHP dan Primakuin

Dikutip dari:Dinas Kesehatan RI (2012)

Dosis antimalaria dihydroartemisinin dan piperakuin sebaiknya disesuaikan dengan berat badan pasien. Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan, maka dosis obat dapat disesuaikan dengan umur pasien (Dinas Kesehatan RI, 2012)

Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Dikutip dari:Dinas Kesehatan RI (2012)

Pengobatan Lini Pertama Malaria Vivaks dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Dikutip dari:Dinas Kesehatan RI (2012)

b. Lini kedua untuk malaria falsiparum

Lini kedua yang dipakai adalah kina ditambah doksisiklin atau tetrasiklin dan dikombinasikan dengan primakuin. Pengobatan ini diberikan apabila pengobatan lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau terjadi rekrudesensi (Dinas Kesehatan RI, 2012). Lini kedua diberikan bila kegagalan terapi terjadi dalam 14 hari sejak pemberian ACT atau ACT tidak tersedia (WHO, 2010). Selain harganya yang murah, efikasi kombinasi kina-doksisiklin telah dibuktikan pada beberapa penelitian (Lubis & Pasaribu, 2008). Namun, berdasarkan data ekstensif yang ada, kina seharusnya tidak digunakan sebagai terapi malaria tanpa komplikasi ketika ACT tersedia.

ACT mempunyai keuntungan dalam perhitungan dosis yang lebih mudah, yang akan meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan apabila dibandingkan dengan kina yang diberikan selama 7 hari, toleransi obat yang lebih baik serta berkurangnya toksisitas yang serius (Achan et al., 2009). Penelitian di Brazil menunjukkan bahwa penggunaan ACT menunjukkan laju clearance parasit yang lebih cepat secara signifikan bila dibandingkan dengan kombinasi kina dan doksisiklin (Alecrim et al., 2006). Doksisiklin dan tetrasiklin sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil dan anak di bawah usia 8 tahun.

Selain dapat menimbulkan perubahan warna gigi yang menetap, dampak yang timbul dapat berupa deformitas atau gangguan pertumbuhan tulang dan gigi pada anak (Deck & Winston, 2012). Oleh karena itu, klindamisin dapat dijadikan sebagai pengganti doksisiklin dan tetrasiklin pada anak di bawah 8 tahun dan wanita hamil (WHO, 2010).

c. Lini kedua untuk malaria vivaks

Lini kedua yang dipakai adalah kombinasi kina dan primakuin. Kombinasi ini digunakan apabila pengobatan malaria vivaks tidak menunjukkan respon terhadap pengobatan ACT (Dinas Kesehatan RI, 2012).

d. Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Dugaan relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan. Pada kasus ini pasien diberi dosis primakuin yang ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari (Dinas Kesehatan RI, 2012).

Pengobatan Infeksi Campuran P. falciparum + P. vivaks

Pada penderita dengan infeksi campuran diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari (Dinas Kesehatan RI, 2012).

Pengobatan Infeksi Campuran P. falciparum + P. vivax/P. ovale dengan DHP

Dikutip dari:Dinas Kesehatan RI (2012)Pengobatan Infeksi Campuran P. falciparum + P. vivax/P. ovale dengan Artesunat + Amodiakuin

Dikutip dari:Dinas Kesehatan RI (2012)

Malaria Berat

Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi:1. Pemberian obat anti malaria2. Penanganan komplikasi3. Tindakan Penunjang4. Pengobatan simptomatik (Dinas Kesehatan RI, 2012)

1. Pemberian Obat anti MalariaPengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan. Apabila rujukan tidak memungkinkan, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian dosis lengkap artemeter intra muscular. Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil di Puskesmas dilakukan dengan memberikan kina HCl pada trimester 1 secara intra muscular dan artemeter injeksi untuk trimester 2 dan 3. Pengobatan malaria di RS dianjurkan untuk menggunakan artesunat intravena. Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil pada trimester 2 dan 3 menggunakan artesunate intravena, sedangkan untuk ibu hamil trimester 1 menggunakan kina parenteral.

a. Kemasan dan cara pemberian artesunat Artesunate parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 cc. Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgBB per-iv, sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv setiap 24 jam minimal 3 hari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m) dengan dosis yang sama. Apabila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin atau ACT lainnya selama 3 hari + primakuin atau (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).

b. Kemasan dan cara pemberian ArtemeterArtemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgbb selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB intramuskular satu kali sehari paling sedikit 3 hari sampai penderita mampu minum obat. Apabila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin atau ACT lainnya selama 3 hari + primakuin (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).

c. Kemasan dan cara pemberian kina parenteral Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgBB (jika umur 3 mg%) sering dijumpai pada dewasa, sedangkan jika ditemukan pada anak prognosisnya buruk. Tidak ada tindakan khusus untuk ikterus, tetapi fokus pada penanganan untuk malaria. Apabila disertai hemolisis berat dan Hb sangat rendah maka diberikan transfusi darah. Biasanya kadar

bilirubin kembali normal dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan anti malaria.g. Asidosis metabolika. Berikan oksigen bila sesak nafas. b. Periksa analisa gas darah dan koreksi dengan pemberian larutan natrium bikarbonat. Koreksi pH arterial harus dilakukan secara perlahan-lahan. Natrium Bikarbonat diberikan sebanyak 0,3xBBxBE (base excess) meq. Apabila tidak ada analisa gas darah dapat diberikan dengan dosis 1 2 meq/kgBB/kali. c. Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera di rujuk ke RS provinsi.

h. Blackwater Fever Hemoglobinuria disebabkan hemolisis masif intravaskuler pada infeksi berat, keadaan ini tidak berhubungan dengan disfungsi renal. Blackwater fever dapat juga terjadi pada penderita defisiensi G6PD yang diberikan primakuin atau obat oksidan lainnya.

Tindakan:1) Berikan cairan rehidrasi 2) Monitor CVP 3) Apabila Hb < 5 g% atau Ht 40o C) beri parasetamol dosis inisial : 20 mg/Kgbb, diikuti 15 mg/kgbb setiap 4-6 jam sampai panas turunc. Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg / menit), bila masih kejang pemberian diazepam diulang setiap 15 menit, pemberian maksimum 100 mg / 24 jam. Sebagai alternatif dapat dipakai phenobarbital 100 mg im/kali diberikan 2 x sehari. (Dinas Kesehatan RI, 2012)