Tinjauan Pustaka Luka Bakar

32
DEFINISI Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia(chemycal), atau radiasi (radiation) .Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, zat kimia, dan listrik atau radiasi. ETIOLOGI Ada enam penyebab timbulnya luka bakar: 1.Api: kontak dengan kobaran api. 2.Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas. 3.Luka bakar kimia: asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan organik. 4.Luka bakar listrik: Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari lua r tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh. 5.Luka bakar kontak: kontak langsung dengan obyek panas atau knalpot sepeda motor. 6.Luka bakar karena radiasi FASE LUKA BAKAR Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan dalam 3 fase akut, subakut dan fase

Transcript of Tinjauan Pustaka Luka Bakar

Page 1: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

DEFINISI

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung atau

terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia(chemycal), atau

radiasi (radiation) .Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa

terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, zat kimia, dan listrik atau radiasi.

 

ETIOLOGI 

Ada enam penyebab timbulnya luka bakar:

1.Api: kontak dengan kobaran api.

2.Luka bakar cair: kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.

3.Luka bakar kimia: asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan organik.

4.Luka bakar listrik: Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik

memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari lua r

tubuh, kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh.

5.Luka bakar kontak: kontak langsung dengan obyek panas atau knalpot sepeda motor.

6.Luka bakar karena radiasi

FASE LUKA BAKAR

Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan

dalam 3 fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi tiga

tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan

demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan

tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis

pada fase selanjutnya (Sunarso, 2008).

1. Fase akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami

ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation

(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah

terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam

48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada

fase akut

Page 2: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera

termal yang berdampak sistemik.

2. Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau

kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :

Proses inflamasi dan infeksi

Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel luas

atau pada struktur atau organ fungsional

Keadaan hipermetabolisme

3. Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan

fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang

hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

DERAJAT KEDALAMAN

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas, sumber,

penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6

tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut :

1. Luka bakar derajat I :

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik berupa eritem, tidak

dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan

terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

2. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses

eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2

(dua) bagian :

Page 3: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.

Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak.

Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan

dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.

Derajat II dalam / deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan

epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan

disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

3. Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai

jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa

elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat

sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang

dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung

sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

 LUAS LUKA BAKAR

Wallace membagi tubuh atas 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine

atau rule of Wallace:

1. Kepala dan leher                       : 9%

2. Lengan masing-masing 9%       : 18%

3. Badan depan 18%                    : 36%

4. Tungkai masing-masing 18%    : 36%

5. Genetalia perineum                   : 1%

Page 4: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

Total                : 100 %

Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif

permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh

karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund dan Browder

untuk..anak.

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain:

1. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh

2. Kedalaman luka bakar

3. Anatomi/lokasi luka bakar

4. Umur penderita

5. Riwayat pengobatan yang lalu

6. Trauma yang menyertai atau bersamaan

KRITERIA BERAT RINGAN LUKA BAKAR

Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association  yakni :

a. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

b. Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 10 – 20% pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

c. Luka bakar berat

Page 5: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.

- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

PENANGANAN LUKA BAKAR

1. Pernapasan

Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka

kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam

pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar

mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas,

asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa

hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu

yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti

bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada

percabangan trakheobronkhial.

Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi yang

diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hydrogen sianida,

nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel – partikel tersuspensi. Efek akut dari

bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan

napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem. Efek intoksikasi

karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan. Karbon monoksida

(CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan

210 – 240 kali lebih kuat disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb

sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada

penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.

Page 6: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.

2. Sputum tercampur arang.

3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.

5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau

adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan, menandakan

adanya iritasi mukosa.

6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.

7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.

Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress pernapasan maka harus dilakukan

trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi

stabil.

2. Sirkulasi

Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti

dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan

interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial.

Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal

terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang berat

dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan

massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan

intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses

transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul

harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah

parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi

cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok

dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan

diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil

kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostic terhadap angka mortalitas.

a. Resustasi Cairan

Page 7: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

BAXTER formula

Hari Pertama :

Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3

2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua

Dewasa : ½ hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut Evans – Cairan yang dibutuhkan :

1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc

Hari I   à 8 jam X ½

à16 jam X ½

Page 8: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

Hari II             à ½ hari I

Hari ke III à hari ke I

b. Penggantian Darah

Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel darah merah sesuai

dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan terhadap suatu kehancuran yang

segera pada sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka, terdapat

kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel darah merah yang tersisa.

Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi

relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48

jam pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat

luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan

3. Perawatan luka bakar

Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan perawatan

luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua

perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal.

Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki

beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel

dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar

tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka

diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya

rasa sakit

Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar derajat I, merupakan

luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di

balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan

melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk

mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan

luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut

dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup

dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau

Page 9: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra).

Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit

(early exicision and grafting ).

4. Nutrisi

Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari orang normal

karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan hipermetabolik.

Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:

Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa bebas lemak.

Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dan

lain-lain.

Luas dan derajat luka bakar

Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi

Penggantian balutan

Rasa sakit dan kecemasan

Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu :

oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimulainya pemberian nutrisi dini pada

penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai

dengan 48 jam pascatrauma.

PERMASALAHAN PASCA LUKA BAKAR

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat berkembang

menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan

sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu

jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri.

Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:

Infeksi dan sepsis

Page 10: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

Oliguria dan anuria

Oedem paru

ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )

Anemia

Kontraktur dan scar

Kematian

KOMPLIKASI

• Gagal ginjal akut

• Gagal respirasi akut

• Syok sirkulasi

• Sindrom kompartemen

• Ileus paralitik

• Ulkus curling

PROGNOSIS

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan yang

terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan

medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka

bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka

bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan

parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,

pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.

Hipertrofi scar sebagai akibat deposit kolagen pada luka bakar yang menyembuh.

Beratnya hipertrofi scar bergantung pada kedalaman luka bakar, ras, uisa dan tipe autografi.

Metode nonoperasi untuk meminimalkan hipertrofi scar adalah dengan terapi tekan (pressure

Page 11: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

theraphy) yaitu dengan menggunakan pembungkus dan perban elastik. Sedangkan tindakan

pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan scar hipertrofik adalah dengan skin graft atau

pencangkokan kulit

Skin graft adalah penempatan lapisan kulit baru yang sehat pada daerah luka

(Blanchard, 2006:1). Diantara donor dan resipien tidak mempunyai hubungan pembuluh

darah lagi sehingga memerlukan suplai darah baru untuk menjamin kehidupan kulit yang

dipindahkan tersebut (Heriady, 2001:1).

Indikasi

Skin graft dilakukan pada pasien yang mengalami kerusakan kulit yang hehat

sehingga terjadi gangguan pada fungsi kulit itu sendiri, misalnya pada luka bakar yang hebat,

ulserasi, biopsi, luka karena trauma atau area yang terinfeksi dengan kehilangan kulit yang

luas. Penempatan graft pada luka bertujuan untuk mencegah infeksi, melindungi jaringan

yang ada di bawahnya serta mempercepat proses penyembuhan. Dokter akan

mempertimbangkan pelaksanaan prosedur skin graft berdasarkan pada beberapa faktor yaitu:

ukuran luka, tempat luka dan kemampuan kulit sehat yang ada pada tubuh. Daerah resipien

diantaranya adalah luka-luka bekas operasi yang luas sehingga tidak dapat ditutup secara

langsung dengan kulit yang ada disekitarnya dan memerlukan tambahan kulit agar daerah

bekas operasi dapat tertutup sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung secara optimal.

Klasifikasi

Beberapa perbedaan jenis skin graft menurut adalah:

1.Autograft: Pemindahan atau pemotongan kulit dari satu lokasi ke lokasi lain pada orang

yang sama.

2.Allograft: Kulit berasal dari individu lain atau dari kulit pengganti.

3.Xenograft: Pencangkokkan dibuat dari kulit binatang atau pencangkokkan antara dua

spesies yang berbeda. Biasanya yang digunakan adalah kulit babi.

Klasifikasi skin graft berdasarkan ketebalan kulit yang diambil dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Split Thicknes Skin Graft ( STSG ) STSG mengambil epidermis dan sebagian dermis

berdasarkan ketebalan kulit yang dipotong, Revis (2006) membagi STSG sendiri menjadi 3

kategori yaitu :

Page 12: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

a.Tipis (0,005 - 0,012 inci)

b.Menengah (0,012 - 0,018 inci)

c.Tebal (0,018 - 0,030 inci)

STSG dapat bertahan pada kondisi yang kurang bagus mempunyai tingkat aplikasi

yang lebih luas. STSG digunakan untuk melapisi luka yang luas, garis rongga, kekurangan

lapisan mukosa, menutup flap pada daerah donor dan melapisi flap pada otot. STSG juga

dapat digunakan untuk mencapai penutupan yang menetap pada luka tetapi sebelumnya harus

didahului dengan pemeriksaan patologi untuk menentukan rekonstruksi yang akan

dilakukan.Daerah donor STSG dapat sembuh secara spontan dengan sel yang disediakan oleh

sisa epidermis yang ada pada tubuh dan juga dapat sembuh secara total. STSG juga

mempunyai beberapa dampak negatif bagi tubuh yang perlu dipertimbangkan. Aliran

pembuluh darah serta jaringan pada STSG mempunyai sifat mudah rusak atau pecah terutama

bila ditempatkan pada area yang luas dan hanya ditunjang atau didasari dengan jaringan

lunak serta biasanya STSG tidak tahan dengan terapi radiasi. STSG akan menutup selama

penyembuhan, tidak tumbuh dengan sendirinya dan harus dirawat agar dapat menjadi lebih

lembut, dan tampak lebih mengkilat daripada kulit normal. STSG akan mempunyai pigmen

yang tidak normal salah satunya adalah berwarna putih atau pucat atau kadang

hiperpigmentasi, terutama bila pasien mempunyai warna kulit yang lebih gelap. Efek dari

penggunaan STSG adalah kehilangan ketebalan kulit, tekstur lembut yang abnormal,

kehilangan pertumbuhan rambut dan pigmentasi yang tidak normal sehingga kurang sesuai

dari segi kosmetik atau keindahan. Jika digunakan pada luka bakar yang luas pada daerah

wajah, STSG mungkin akan menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Terakhir, luka

yang dibuat pada daerah donor dimana graft tersebut dipotong selalu akan lebih nyeri

daripada daerah resipien.

b.Full Thickness Skin Graft ( FTSG ) FTSG lebih sesuai pada area yang tampak pada wajah

bila flap (potongan kulit yang disayat dan dilipat) pada daerah setempat tidak diperoleh atau

bila flap dari daerah setempat tidak dianjurkan. FTSG lebih menjaga karakteristik dari kulit

normal termasuk dari segi warna, tekstur/ susunan, dan ketebalan bila dibandingkan dengan

STSG. FTSG juga mengalami lebih sedikit pengerutan selama penyembuhan. Ini adalah sama

pentingnya pada wajah serta tangan dan juga daerah pergerakan tulang sendi. FTSG pada

anak umumnya lebih disukai karena dapat tubuh dengan sendirinya. Prosedur FTSG memiliki

beberapa keuntungan antara lain : relatif sederhan, tidak terkontaminasi / bersih, pada daerah

Page 13: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

luka memiliki vaskularisasi yang baik dan tidak mempunyai tingkat aplikasi yang luas seperti

STSG.

Daerah Donor Skin Graft

Pilihan daerah donor biasanya berdasarkan pada penampilan yang diinginkan pada

daerah resipien. Hal ini lebih penting pada FTSG karena karakteristik kulit pada daerah donor

akan lebih terpelihara oleh bahan yang dipindahkan pada tempat yang baru. Ketebalan,

tektur, pigmentasi, ada atau tidaknya rambut harus sangat diperhatikan . Menurut Heriady

(2005), daerah donor untuk FTSG dapat diambil dari kulit dibelakang telinga, dibawah atau

diatas tulang selangka (klavikula), kelopak mata, perut, lipat paha dan lipat siku. Sebagian

besar daerah donor ini sering dipakai untuk menutup luka pada daerah wajah atau leher.

Pemotongan yang dilakukan pada daerah wajah sebaiknya harus berhati-hati untuk

mempertahankan kesimetrisan wajah dari segi estetik. Bagian kulit yang tidak ditumbuhi oleh

rambut dan berfungsi untuk melapisi tangan dapat diambil dari batas tulang hasta dan telapak

kaki dengan penyesuaian warna, tekstur dan ketebalan yang tepat. Graft dengan pigmen yang

lebih gelap diperoleh dari preposium (kulup), scrotum, dan labia minora . Daerah donor untuk

STSG dapat diambil dari daerah mana saja di tubuh seperti perut, dada, punggung, pantat,

anggota gerak lainnya. Namun, umumnya yang sering dilakukan diambil dari kulit daerah

paha. Daerah donor dari paha lebih disukai karena daerah ini lebih lebar dan lebih mudah

sembuh . Daerah pantat juga dapat digunakan sebagai daerah donor, tetapi biasanya pasien

akan mengeluh nyeri setelah operasi dan akan memerlukan bantuan untuk merawat luka.

Menurut Rives(2006), kulit kepala dapat digunakan pada prosedur FTSG untuk melapisi

daerah wajah yang luas dan terutama berguna untuk luka bakar yang hebat dengan

ketersediaan daerah donor yang terbatas. Untuk luka pada tangan, daerah lengan atas bagian

dalam dapat dipertimbangkan untuk dijadikan daerah donor.

Daerah Resipien Skin Graft

Komponen penting yang menjamin suksesnya skin graft adalah persiapan pada daerah

resipien. Kondisi fisiologis pada daerah resipien harus mampu menerima serta memelihara

graft itu sendiri. Skin graft tidak akan dapat bertahan hidup pada jaringan yang tidak dialiri

darah. Skin graft akan dapat bertahan hidup pada periosteum, perikondrium, dermis, fasia,

otot, dan jaringan granulasi. Pasien dengan luka akibat aliran vena yang lamban (stasis vena)

atau ketidakcukupan arteri perlu untuk diobati terlebih dahulu sebelum melakukan

pemindahan kulit. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan graft dapat bertahan

Page 14: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

hidup. Luka juga harus bebas dari jaringan yang mati dan bersih dari bakteri. Bakteri yang

berjumlah lebih dari 100.000/cm² akan berkumpul sehingga dapat menyebabkan graft gagal

Prosedur Operasi

Teknik operasi yang hati-hati adalah syarat penting agar graft dapat hidup. Setelah

melakukan prosedur anestesi dengan tepat baik menggunakan lokal, regional atau general

anestesi, tindakan selanjutnya adalah mempersiapkan luka untuk pemindahan kulit. Ini

termasuk membersihkan luka dengan larutan garam atau betadine yang diencerkan, kemudian

membersihkan luka dengan pengeluaran benda asing dan membuang jaringan yang rusak atau

yang terinfeksi atau biasa disebut debridement serta mencapai hemostasis dengan cermat.

Kontrol hemostatik yang baik dapat diperoleh dengan pengikatan, tekanan yang lembut,

pemberian substansi topikal sebagai vasokonstriksi, misalnya epinefrin atau alat bedah

pembakar dengan tenaga listrik (electrocautery). Penggunaan alat ini harus diminimalkan

karena dapat mengganggu kehidupan jaringan. Penggunaan obat topikal atau epinefrin yang

disuntikkan pada daerah donor atau resipien tidak akan membahayakan kelangsungan hidup

graft . Teknik operasi yang dilakukan pada tiap jenis skin graft tentunya akan berbeda-beda,

tergantung pada jenis yang akan digunakan. Menurut Rives (2006), teknik operasi yang

dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Full Thickness Skin Graft (FTSG) FTSG dipotong menggunakan pisau bedah. Pada

awalnya dilakukan pengukuran pada luka, pembuatan pola serta pola garis yang dibuat lebih

besar pada daerah donor. Pola sebaiknya diperluas atau diperbesar kurang lebih 3-5 % untuk

mengganti kerusakan dengan segera terutama terjadinya penyusutan atau pengerutan akibat

kandungan serat elastik yang terdapat pada graft dermis. Kemudian daerah donor mungkin

akan diinfiltrasi menggunakan anestesi lokal dengan atau tanpa epinefrin. Infiltrasi sebaiknya

dilakukan setelah sketsa graft dilukis pada kulit untuk mencegah terjadinya penyimpangan.

Setelah pola di insisi, kulit diangkat pada sisi epidermis dengan tangan yang tidak dominan

menggunakan penjepit kulit. Tindakan ini akan memberikan ketegangan dan rasa pada

ketebalan graft ketika tangan memotong graft hingga ke dasar lemak subcutan. Beberapa sisa

jaringan lemak harus dipotong dari sisi bawah graft, karena lemak ini tidak mengandung

pembuluh darah dan akan mencegah hubungan langsung antara dermis graft dan dasar luka.

Pemotongan sisa lemak subcutan secara profesional menggunakan alat yang runcing, gunting

bengkok, dan sisa-sisa dermis yang berkilau pada bagian dalam.

2. Split Thickness Skin Graft (STSG): Ada beberapa tahap pelaksanaan prosedur skin graft

Page 15: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

dengan jenis STSG, antara lain: proses pemotongan, pemasukan graft, dan proses

pembalutan:

a.Pemotongan: Untuk memperoleh hasil pemotongan terbaik pada graft tentunya harus

ditunjang dengan teknik pemotongan yang benar. Pemotongan pada STSG dapat ditempuh

dengan beberapa cara yaitu:

1)Mata pisau dermatom: Biasanya teknik ini menggunakan mata pisau dermatom, yang

mampu memotong pada graft yang luas dengan ketebalan yang sama. Dermatom dapat

dioperasikan dengan tenaga udara atau manual. Dermatom yang biasa digunakan termasuk

Castroviejo, Reese, Padgett-Hood, Brown, Davol-Simon, dan Zimmer. Tanpa memperhatikan

alat yang digunakan, anestesi yang cukup harus segera ditentukan karena pemotongan pada

skin graft merupakan prosedur yang dapat menyebabkan nyeri. Lidocain dengan epinefrin

disuntikkan ke daerah donor untuk mengurangi hilangnya darah dan memberikan turgor kulit

yang bagus sehingga dapat membantu dalam pemotongan.

2). Drum Dermatom: Drum dermatom ( Reese, Padgett-Hood ) akhir-akhir ini jarang

digunakan tetapi masih tersedia untuk keperluan pemindahan kulit tertentu. Alat ini memiliki

mata pisau yang bergerak dengan tenaga manual seperti drum yang berputar diatas

permukaan kulit. Alat ini dapat digunakan lembaran kulit yang luas dengan ketebalan yang

tidak teratur. Ini sangat berguna pada daerah donor dengan kecembungan, kecekungan atau

keadaan tulang yang menonjol (leher, panggul, pantat), karena potongan kulit yang pertama

menempel pada drum dengan menggunakan lem khusus atau plester pelekat. Alat ini juga

dapat mengikuti pola yang tidak teratur dengan tepat untuk dipotong dengan perubahan pola

yang diinginkan dengan direkatkan pada kulit dan drum. Kerugian dari penggunaan alat ini

adalah kemungkinan terjadinya cedera pada operator sendiri akibat ayunan mata pisau,

penggunaan agen yang mudah terbakar seperti eter atau aseton untuk membersihkan daerah

donor dan memindahkan permukaan minyak untuk memastikan terjaminnya perlekatan yang

kuat antara kulit dan drum dermatom serta diperlukannya teknik keahlian yang tinggi agar

dapat menggunakan peralatan operasi dengan aman dan efektif (River, 2006:8).

3). Free-Hand: Metode pemotongan lain untuk jenis STSG adalah free hand dengan pisau.

Meskipun ini metode ini dapat dilakukan dengan pisau bedah, alat yang lain seperti pisau

Humby, mata pisau Weck dan pisau Blair. Kelemahan dari metode ini adalah tepi graft

menjadi tidak rata dan perubahan ketebalan. Sama seperti drum dermatom, keahlian teknik

sangat diperlukan dan perawatan kualitas graft lebih bergantung pada operator daripada

menggunakan dermatom yang menggunakan tenaga listrik atau udara.

Page 16: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

4). Dermatom dengan tenaga udara dan listrik: Bila menggunakan dermatom jenis ini, ahli

bedah harus terbiasa dengan pemasangan mata pisau dan bagaimana mengatur ketebalan graft

serta memeriksa peralatan sebelum operasi dimulai. Terdapat dua pemahaman yang tepat dan

kurang tepat mengenai mata pisau. Hal ini akan membingungkan bagi anggota ruang operasi

yang kurang berpengalaman. Penempatan mata pisau bedah nomor 15 digunakan pada

ketebalan 0,015 inci dan dapat digunakan untuk memeriksa penempatan ketebalan yang sama

dan tepat. Langkah awal pada proses pemotongan adalah dengan mensterilisasi daerah donor

menggunakan betadine atau larutan garam yang lain. Kemudian daerah donor diberi minyak

mineral untuk melicinkan kulit dan dermatom sehingga dermatom akan mudah bergerak

diatas kulit. Dermatom dipegang dengan tangan dominan dengan membentuk sudut 30-45º

dari permukaan daerah donor. Tangan yang tidak dominan berfungsi sebagai penahan dan

diletakkan di belakang dermatom. Asisten operasi bertugas sebagai penahan pada bagian

depan dermatom, memajukan dan mengaktifkan dermatom dengan lembut serta melanjutkan

gerakan pada seluruh permukaan kulit dengan tekanan yang menurun dengan lembut. Setelah

ukuran yang sesuai dipotong, dermatom dimiringkan menjauhi kulit dan diangkat dari kulit

untuk memotong tepi distal graft dan tahap pemotongan selesai. Bila pada proses

pemotongan terjadi pembukaan pada lapisan lemak, ini mengindikasikan bahwa insisi yang

dilakukan terlalu ke dalam atau mungkin karena teknik yang salah dalam pemasangan

dermatom.

b.Pelubangan: Teknik ini berguna untuk memperluas permukaan area graft hingga 9 kali

permukaan area donor. Teknik ini juga sangat berguna jika kulit donor tida cukup untuk

menutup area luka yang luas, misalnya pada luka bakar mayor atau ketika daerah resipien

memiliki garis yang tidak teratur. Bagian graft dilubangi agar cairan pada luka dapat keluar

melalui graft daripada berakumulasi dibawah graft. Perluasan bagian graft ini tidak akan

dapat mengatasi adanya hematom pada dasar graft. Bila telah mengalami proses

penyembuhan, graft akan tampak seperti kulit buaya. Karena teknik ini kurang baik dari segi

estetika dan terjadinya pengerutan yang lebih lanjut, maka penggunaan teknik ini harus

dihindari pada daerah pergerakan dan wajah, tangan dan area lain yang terlihat.

c.Pemasukan graft: Setelah graft dipotong, tindakan selanjutnya adalah mengamati

hemostasis. Setelah semuanya sempurna, kemudian graft ditempatkan pada dasar luka. Pada

tahap ini perhatian harus difokuskan pada sisi bawah kulit. Meskipun terlihat sederhana dan

nyata, dermis dan epidermis kadang tampak serupa bila tidak dilakukan inspeksi dengan

sangat dekat dan teliti pada kulit individu yang berwarna terang. Perawatan juga harus

dilakukan untuk mencegah pengkerutan atau peregangan yang berlebihan pada graft. Graft

Page 17: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

harus benar-benar diletakkan dengan benar pada daerah resipien untuk menjamin perlekatan

dasar serta proses penyembuhan. Tahap ini diakhiri dengan penjahitan atau penggunaan

staples untuk menjaga agar graft menempel kuat pada kulit disekitar dasar luka. Staples

sangat berguna untuk luka yang lebih dalam daripada permukaan kulit sekitarnya. Efek dari

penggunaan staples adalah rasa nyeri yang hebat dan dapat mengganggu perlekatan graft

pada luka ketika dilakukan pengambilan kira-kira 7 – 10 hari setelah operasi.Kemampuan

penyerapan benang juga perlu diperhatikan. Biasanya benang dengan empat sudut digunakan

untuk menahan graft dengan beberapa pertimbangan, kemudian penjahitan dilakukan

disekitar perifer. Ini membantu sebagai jalan keluar pertama jarum melewati graft kemudian

melalui margin disekitar luka untuk mencegah pengangkatan graft dari dasar luka.

d.Pembalutan: Pembalutan dilakukan untuk memberikan tekanan yang sama pada seluruh

area graft tanpa adanya perlekatan. Pembalutan juga bertujuan untuk mengimobilisasikan

area graft dan mencegah pembentukan hematom pada bagian bawah graft. Menurut

Blanchard (2006), pembalutan awal dilakukan pada daerah resipien segera setelah

pemindahan kulit dilakukan dan baru diganti setelah 3 hingga 7 hari berikutnya. Pembalutan

yang baru dapat dilakukan pada seluruh daerah graft hingga skin graft benar-benar sembuh.

Biasanya pada lokasi donor ditempatkan langsung lembaran kasa yang halus dan tidak

melekat. Kemudian diatasnya dipasang kasa absorben untuk menyerap darah atau serum dari

luka. Kasa selaput (seperti Op-Side) dapat digunakan untuk memberikan manfaat tertentu,

yaitu kasa ini bersifat transparan dan memungkinkan pemeriksa untuk melihat luka tanpa

menggangu kasa pembalutnya semantara pasien tidak perlu khawatir ketika mandi karena

kasa pembalut tersebut tidak menyerap air (Smeltzer & Bare, 2002:1899). Setelah skin graft

dilakukan, proses yang terjadi selanjutnya adalah regenerasi termasuk pertumbuhan kembali

rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Pada prosedur STSG, kelenjar keringat tidak

akan dapat sembuh secara total sehingga akan berdampak pada masalah pengaturan panas.

Tidak adanya kelenjar sebasea pada kulit dapat menyebabkan kulit menjadi kering, gatal dan

bersisik. Untuk mengatasi masalah ini, biasanya dilakukan pemberian lotion dengan frekuensi

sering.

Proses Penyembuhan

Menurut Rives (2006), masa penyembuhan dan kelangsungan hidup graft terdiri dari

beberapa tahap yaitu:

Page 18: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

1.Perlekatan dasar: Setelah graft ditempatkan, perlekatan dasar luka melalui jaringan fibrin

yang tipis merupakan proses sementara hingga sikulasi dan hubungan antar jaringan telah

benar-benar terjadi.

2.Penyerapan Plasma: Periode waktu antara pemindahan kulit dengan revaskularisasi pada

graft merupakan fase penyerapan plasma. Graft akan menyerap eksudat pada luka dengan

aksi kapiler melalui struktur seperti spon pada graft dermis dan melalui pembuluh darah

dermis.Ini berfungsi untuk mencegah pengeringan terutama pada pembuluh darah graft dan

menyediakan makanan bagi graft. Keseluruhan proses ini merupakan respon terhadap

kelangsungan hidup graft selama 2–3 hari hingga sirkulasi benar-benar adekuat. Selama tahap

ini berlangsung, graft akan mengalami edema dan beratnya akan meningkat hingga 30-50%.

3.Revaskularisasi: Revaskularisasi pada graft dimulai pada hari ke 2-3 post skin graft dengan

mekanisme yang belum diketahui. Tanpa memperhatikan mekanisme, sirkulasi pada graft

akan benar-benar diperbaiki pada hari ke 6 – 7 setelah operasi. Tanpa adanya perlekatan

dasar, imbibisi plasma dan revaskularisasi, graft tidak akan mampu bertahan hidup.

4.Pengerutan luka: Pengerutan pada luka merupakan hal yang serius dan merupakan masalah

yang berhubungan dengan segi kosmetik tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan pada

luka. Pengerutan pada wajah mungkin dapat menyebabkan terjadinya ektropion, serta retraksi

pada hidung. Kemampuan skin graft untuk melawan terjadinya pengerutan berhubungan

dengan komponen ketebalan kulit yang digunakan sebagai graft.

5.Regenerasi: Epitel tubuh perlu untuk beregenerasi setelah proses pencangkokkan kulit

berlangsung. Pada STSG, rambut akan tumbuh lebih jarang atau lebih sedikit pada daerah

graft yang sangat tipis. Graft mungkin akan kering dan sangat gatal pada tahap ini. Pasien

sering mengeluhkan kulit yang tampak kemerahan. Salep yang lembut mungkin akan

diberikan pada pasien untuk membantu dalam menjaga kelembaban pada daerah graft dan

mengurangi gatal.

6.Reinnervasi: Reinnervasi pada graft terjadi dari dasar resipien dan sepanjang perifer.

Kembalinya sensibilitas pada graft juga merupakan proses sentral. Proses ini biasanya akan

dimulai pada satu bulan pertama tetapi belum akan sempurna hingga beberapa tahun.

7.Pigmentasi: Pigmentasi pada FTSG akan berlangsung lebih cepat dengan pigmentasi yang

hampir serupa dengan daerah donor. Pigmentasi pada STSG akan terlihat lebih pucat atau

putih dan akan terjadi hiperpigmentasi dengan kulit tampak bercahaya atau mengkilat. Untuk

Page 19: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

mengatasi hal ini biasanya akan dianjurkan untuk melindungi daerah graft dari sinar matahari

secara langsung selama 6 bulan atau lebih.

Komplikasi

Skin graft banyak membawa resiko dan potensial komplikasi yang beragam tergantung dari

jenis luka dan tempat skin graft pada tubuh. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain :

1.Kegagalan graft: Menurut Revis (2006), skin graft dapat mengalami kegagalan karena

sejumlah alasan. Alasan yang paling sering terjadi adalah adanya hubungan yang kurang baik

pada graft atau kurangnya perlekatan pada dasar daerah resipien. Timbulnya hematom dan

seroma dibawah graft akan mencegah hubungan dan perlekatan pada graft dengan lapisan

dasar luka. Pergerakan pada graft atau pemberian suhu yang tinggi pada graft juga dapat

menjadi penyebab kegagalan graft. Sumber kegagalan yang lain diantaranya adalah daerah

resipien yang buruk. Luka dengan vaskularisasi yang kurang atau permukaan luka yang

terkontaminasi merupakan alasan terbesar bagi kegagalan graft. Bakteri dan respon terhadap

bakteri akan merangsang dikeluarkannya enzim proteolitik dan terjadinya proses inflamasi

pada luka sehingga akan mengacaukan perlekatan fibrin pada graft. Teknik yang salah juga

dapat menyebabkan kegagalan graft. Memberikan penekanan yang terlalu kuat, peregangan

yang terlalu ketat atau trauma pada saat melakukan penanganan dapat menyebabkan graft

gagal baik sebagian ataupun seluruhnya.

2.Reaksi penolakan terhadap skin graft

3.Infeksi pada daerah donor atau daerah resipien.

4.Cairan yang mengalir keluar dari daerah graft.

5.Munculnya jaringan parut

6.Hiperpigmentasi

7.Nyeri: Nyeri dapat terjadi karena penggunaan staples pada proses perlekatan graft atau juga

karena adanya torehan, tarikan atau manipulasi jaringan atau organ (Long, 1996:60). Hal ini

diduga bahwa ujung-ujung saraf normal yang tidak menstransmisikan sensasi nyeri menjadi

mampu menstransmisikan sensasi nyeri (Smeltzer, 2002:214). Reseptor nyeri yang

merupakan serabut saraf mengirimkan cabangnya ke pembuluh darah lokal, sel mast, folikel

rambut, kelenjar keringat dan melepaskan histamin, bradikinin, prostaglandin dan macam-

Page 20: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

macam asam yang tergolong stimuli kimiawi terhadap nyeri. Nosiseptor berespon mengantar

impuls ke batang otak untuk merespon rasa nyeri.

8.Hematom: Hematom atau timbunan darah dapat membuat kulit donor mati. Hematom

biasanya dapat diketahui lima hari setelah operasi. Jika hal ini terjadi maka kulit donor harus

diambil dan diganti dengan yang baru (Perdanakusuma, 2006:1). Hematom juga menjadi

komplikasi tersering dari pemasangan graft.

9.Kulit berwarna kemerahan pada sekitar daerah graft

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakar, I. A. (2003). Cangkok kulit merupakan alternatif pilihan. (Online), (www.

kompas.com/ver1/Muda/0606/14/192815.htm-17k- diakses tanggal 11 Juli 2006)

2. Blanchard, D. K, Lin, P & Lumsden, A. (2006). Skin graft. (Online),

(www.debakeydepartmentofsurgery.org/home/content.cfm?proc_name=Skin+Graft+&conte

t_id=272-19k- diakses tanggal 31 Juli 2006)

3. Brooker, C. (2001). The nurse’s pocket dictionary (31st ed.). Terjemahan oleh Andry

Hartono. Jakarta: EGC.Carpenito, L. J. (2001). Handbook of nursing diagnosis (8th ed.).

Terjemahan oleh Monika Ester. Jakarta: EGC.

4. Departemen Kesehatan RI. (2000). Informatorium obat nasional indonesia 2000. Jakarta:

Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan 2000.

5. Doenges, M. E. (2000). Application of nursing process and nursing diagnosis an

intervensive text for diagnostic reasoning (2nd ed.). Terjemahan oleh Made Karisa. Jakarta:

EGC.

6. Heriady, Yusuf. (2005). Manfaat transplantasi kulit pada pengobatan kanker. (Online),

(www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=konsultasi&id=103880-31k- diakses

tanggal 11 Juli 2006)

7. Long, B. C. (1996). Perawatan medikal bedah: Suatu pendekatan proses keperawatan.

Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan UNPAD.

Potter, P. A & Perry, G. A. (2006). Fundamentals of nursing: concepts, process and practice

(4th ed.). Terjemahan oleh Monika Ester. Jakarta: EGC. 

Page 21: Tinjauan Pustaka Luka Bakar

8. Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers

BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders

Elsevier. 2008.

9. Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,

Upchurch GR. Editors. Greenfield’s Surgery: Scientific Principles and Practice. 4 th Ed.

Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.

10. Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW,

Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smith’s Plastic Surgery. 6 th

Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.

11. R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran.

EGC.

12. Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical

Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185

13. Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.),

Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.