TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

21
PENDAHULUAN Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. 1 Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. 2 Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan. 3 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami nyeri kolik pada episode selanjutnya. 2 Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 1 Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. 1

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat

sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian

batu empedu masih terbatas.1

Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000 kolesistektomi

dilakukan setiap tahunnya.2 Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika, yaitu pada 10

sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa ratus ribu penderita ini menjalani

pembedahan.3 Dua per tiga dari batu empedu adalah asimptomatis dimana pasien tidak

mempunyai keluhan dan yang berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara

pasien dengan gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami

nyeri kolik pada episode selanjutnya.2 Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala

dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu menimbulkan masalah

serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan

terus meningkat.1

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat

bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan

disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.1

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran

empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran

empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu

primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di

negara Barat.1

Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih

sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu asimtomatik.1,2

Pada sekitar 80% dari kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu.

Biasanya batu - batu ini juga mengandung kalsium karbonat, fosfat atau bilirubinat, tetapi jarang

batu- batu ini murni dari satu komponen saja.

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI KOLELITIASIS

Kolelitiasis disebut juga sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu

kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip

batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. 5

B. ETIOLOGI KOLELITIASIS

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam

chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin.2

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting

adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu

dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah

kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena

kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu.6

C. FAKTOR RISIKO KOLELITIASIS

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin

banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya

kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : (6,7,8)

1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)

2. Usia lebih dari 40 tahun .

3. Kegemukan (obesitas).

4. Faktor keturunan

5. Aktivitas fisik

6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)

7. Hiperlipidemia

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

8. Diet tinggi lemak dan rendah serat

9. Pengosongan lambung yang memanjang

10. Nutrisi intravena jangka lama

11. Dismotilitas kandung empedu

12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)

13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan

kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang

Afrika)

D. ANATOMI

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat

dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke

saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu

membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus

hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus

hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus Pada banyak

orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum

bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut

otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.3

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu (5)

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan

dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang

dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tidak langsung masuk ke duodenum, akan tetapi

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung

empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik

dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10

kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan

isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter

Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus

asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk

menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.3

Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan batu

(kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul sendiri-

sendiri, atau timbul bersamaan.9

E. PATOFISIOLOGI

Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang

supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya

pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan

semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila

perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah

harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu

dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral

kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi

kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin,

merupakan keadaan yang litogenik.10

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan

kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk

suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah,

mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan

untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. 10

F. KLASIFIKASI KOLELITIASIS

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas

tiga golongan:1,11

1. Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >

50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :

a. Supersaturasi kolesterol

b. Hipomotilitas kandung empedu

c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.

2. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung

<20% kolesterol. Jenisnya antara lain:

a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat

adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya

disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi

saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari

bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium

mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang

dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya

batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu

dalam empedu yang terinfeksi.

b. Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya

akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.1 Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang

banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis terbentuknya

batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu

dengan empedu yang steril.1,11

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%

kolesterol.

Gambar 2. Klasifikasi batu dalam kandung empedu12

G. MANIFESTASI KLINIS

Penderita batu empedu sering mempunyai gejala-gejala kolestitis akut atau kronik.

Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama

ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan (Murphy sign). Pasien

dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering

terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama berjam-jam atau dapat kembali terulang. 3

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan fase akut, tetapi beratnya nyeri dan tanda-

tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati

atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan

tenang dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan

komplikasi. Komplikasi yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan

obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat sementara,

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

intermitten dan permanent. Kadang-kadang batu dapat menembus dinding kandung empedu dan

menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebabkan ruptur

dinding kandung empedu. 3

H.KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : 3

1. Asimtomatik

2. Obstruksi duktus sistikus

3. Kolik bilier

4. Kolesistitis akut

5. Perikolesistitis

6. Peradangan pankreas (pankreatitis)

7. Perforasi

8. Kolesistitis kronis

9. Hidrop kandung empedu

10. Empiema kandung empedu

11. Fistel kolesistoenterik

12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu

muncul lagi)

13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan

kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan

dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu

menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi

infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan

ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel

kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut

yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat

sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi

kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.3

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi

dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap

asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus

juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.3

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel

kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit

saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.3

I. DIAGNOSA

a. Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.

Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas

atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih

dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri

kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.3

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai

mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang

setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan

bertambah pada waktu menarik nafas dalam.3

b. Pemeriksaan Fisik

i. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti

kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema

kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan

punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif

apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung

empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti

menarik nafas.3

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

ii. Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba

hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3

mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan

timbul ikterus klinis.3

c. Pemeriksaan Penunjang

i. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan

pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi

leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin

serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi

mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum

dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali

terjadi serangan akut.3

ii. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena

hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung

empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan

foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,

kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang

menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.3

iii. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal

karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu

yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh

udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung

empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa. 1

iv. Kolesistografi

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat

dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus

paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pilorus, dan hepatitis

karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan

kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.3

J. PENATALAKSANAAN

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-

timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. 3

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah

dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung

empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan zat

gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan. 3

Pilihan penatalaksanaan antara lain : 10

1. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis

simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus

biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur

ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. 10

2. Kolesistektomi laparaskopi

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini

sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris

dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal

(0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2

Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding

perut. 10

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis

akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus.

Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat

mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat

kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan

adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera

duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.10

3. Disolusi medis

Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka

kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan

manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam

xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap

terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu terjadi pada 50% pasien.10

Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini dan sukses.2 Disolusi medis sebelumnya

harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20

mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. 2

4. Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (Metil-

Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan

perkutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu.

Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50%

dalam 5 tahun). 10

5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)

Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada

saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-

benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 10

6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung

dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui

sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan

sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000

penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih

aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada

penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat.14

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

1. Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta :

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

2. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone

Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322(7278): 91–94. Avaliable

from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388[diakses pada

tanggal 9 Januari 2013].

3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2005. 570-579.

4. Webmaster. 2002. Genetics of gallstone disease. Dalam: JPGM. Available from

http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-

3859;year=2002;volume=48;issue=2;spage=149;epage=52;aulast=Mittal [diakses pada

tanggal 9 Januari 2013].

5. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :

http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 10

Januari 2013].

6. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Avaliable from :

http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm.[diakses pada tanggal 9

Januari 2013].

7. Clinic Staff. Gallstones. Avaliable from :

http://www.6clinic.com/health/digestive-system/DG99999.htm. [diakses pada tanggal 11

Januari 2013].

8. Cholelithiasis. Avaliable from :

http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Diseases/

InDepth/?chunkiid=103348.htm. [diakses pada tanggal 9 Januari 2013].

9. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1. Jakarta

: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip

Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2000. 459-464.

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA KHOLELITHIASIS

10. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi

6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

11. Webmaster. Cholelithiasis. Avaliable from :

http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch030/ch030a.html. [diakses pada tanggal 9 Januari

2013].

12. Webmaster.2008. Available From: http://www.unboundedmedicine.com/index.php?

tag=gallstone_ileus [diakses pada tanggal 11 Januari 2013].

13. Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam : New England Journal of Medicine. Avaliable

from : http://content.nejm.org/cgi/content/full/351/22/2318#F1. [diakses pada tanggal 9

Januari 2013]

14. Heuman D, Mihas A. Cholelithiasis. Avaliable from :

http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic863.htm. [diakses pada tanggal 10

November 2012]