tinjauan pustaka-kesimpulan
-
Upload
yoga-regar -
Category
Documents
-
view
31 -
download
0
description
Transcript of tinjauan pustaka-kesimpulan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat
darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami
sekali kejang selama hidupnya Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan
neurologis. Keadaan tersebut merupakan keadaan darurat.
Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan
pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung
menjadi status epileptikus. Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik.
Karena diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat
menyebabkan kejang tidak terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu.
Langkah awal dalam menghadapi kejang adalah memastikan apakah gejala saat
ini kejang atau bu kan. Selanjutnya melakukan identifikasi kemungkinan penyebabnya.
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak , truma,
bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus
alcohol dan gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang
merupakan idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya )
1. Intrakranial
Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik
Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra ventricular
Infeksi : Bakteri virus dan parasit
Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri
2. Ekstra cranial
Gangguan metabolic :Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat
3
Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolism asam amino, ketergantungan dan
kekurangan asam amino
3. Idiopatik
Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5 (Lumbang Tebing, 1997)
1. Klasifikasi
Umum :
Tonik-klonik
Absence sederhana
Absence kompleks
Mioklonik
Parsial :
Sederhana
Kompleks (kesadaran menurun)
Parsial + umum sekunder
a. Tonik-klonik (grand mal)
Serangan epileptic mayor secara klasik terdiri dari fase tonik (spasme otot
kontinu) yang mungkin diawali dengan teriakan, dan jika berlarut bisa berlanjut
menjadi sianosis ; kemudian fase klonik (sentakan) yang dapat berhubungan dengan
menggigit lidah dan mulut berbusa; kemudian relaksasi, kehilangan kesadaran, dan
periode mengantuk /kebingungan. Anak-anak sering tertidur setelah mengalami
sebuah serangan kemungkinan besar adalah fenomena epileptic.Sebagian besar
terjadi tiba-tiba tanpa alasan yang jelas. Lampu yang tiba-tiba menyorot ke mata
anak memicu kejang pada sebagian anak. EEG dapat menunjukkan pelepasan
energy listrik pada serangan subkortikal, bilateral, dan gelombang pelan. Kejang
mayor dapat berlangsung kurang dari satu menit hingga lebih dari satu jam (status
epileptikus). Durasi kejang secara tradisional adalah 15-30 menit, sedangkan secara
klinis durasi 4-5 menit sudah cukup untuk menegakkan diagnosis status epileptikus
(Dewanto,2009). Kejang yang berkepanjangan dan tak terkendali dapat
menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak, khususnya pada lobus temporal.
Status epileptikus muncul ketika seorang anak mengalami kejang terus-menerus
atau berulang-ulang selama lebih dari 30 menit tanpa pemulihan kesadaran sama
sekali. Terlepas dari cedera eksternal, kerusakan otak hipoksik dapat terjadi. Oleh
karena itu semua kejang harus dihentikan secepatnya; diazepam adalah obat pilihan.
4
Penanganan ini dikombinasikan dengan mengamankan jalan nafas, pemberian
oksigen, perlindungan anak dari cedera dan untuk periode yang lebih lama adalah
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Di rumah, diazepam rectal
atau paraldehid intramuscular cukup efektif.
b. Absence
Onset dari absence sederhana (petit mal) selalu terjadi pada masa anak-anak. Ini
bukan disebabkan oleh kerusakan organic di otak dan kecerdasan serta perilaku
anak tetap normal. Serangan berupa hilangnya kesadaran singkat selama kurang
dari 5 detik dan diikuti dengan mata berkedip-kedip. Bola mata kemungkinan akan
berputar. Anak tidak terjatuh. Di sekolah, anak akan menghadapi beberapa kesulitan
karena melamun atau tidak memperhatikan pelajaran.
Absence dapat diprovokasi dengan menganjurkananak untuk hiperventilasi
selama 2 menit. EEG menunjukkan gambaran khas berupa gambaran gelombang
dan paku (spike and wave) 3 kali per detik.
Absence kompleks cenderung lebih lama dan berkaitan dengan gerakan dan
sensasi lain. Prognosis kurang bagus dibandingkan dengan petit mal.
c. Mioklonik
Gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian badan, umumnya lengan atau kaki.
Sentakan ini merupakan gejala yang umum pada anak-anak yang memiliki gangguan
saraf lain.
d. Kejang parsial
Kejang berasal dari satu neuron. Sesekali focus terdapat pada lokasi kerusakan
otak sebelumnya (misalnya akibat kerusakan anoksia pada lobus temporal selama
konvulsi yang berkepanjangan).
e. Sederhana
Jenis ini muncul tanpa gangguan kesadaran. Pergerakan konvulsif secara
dominan hanya mempengaruhi satu area. Aktivitas kejang dapat fokal kemudian
menyebar pada batang tubuh dan menjadi menyeluruh (kejang Jacksonian).
Kadang-kadang kejang diikuti oleh kelemahan sementara pada angota badan yang
terlibat (paralisis Todd)
f. Kompleks (epilepsy lobus temporal)
Fenomena motorik, sensorik, atau emosional muncul sendiri-sendiri atau
bergabung satu sama lain, bersamaan dengan kesadaran yang terganggu.
Diagnosis dipastikan dengan EEG yang umumnya menunjukka letupan dari lobus
temporal (Meadow, 2005).
2. Etiologi
5
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434), Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and
Wong (1995: 1929)
a. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
b. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.
Penyebab tersering kejang pada anak :
a. Kejang demam
b. Infeksi (meningitis, ensefalitis)
c. Gangguan metabolik (hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia,
gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik
bawaan)
d. Trauma kepala
e. Keracunan (alkohol, teofilin)
f. Penghentian obat anti epilepsi
g. Lain-lain (enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik)
(Schweich, 1999).
3. Faktor resiko
Risiko terjadinya kejang yang pertama, terdapat beberapa hal yang mungkin seorang
anak akan mendapatkan kejang demam yang pertama:
a. Orang tua serta saudara sekandung dengan riwayat kejang demam.
b. Keluarga dekat (Paman, bibi, nenek atau kakek) dengan kejang demam.
c. Keterlambatan pertumbuhan psikomotor.
d. Perawatan neonatal yang lebih dari 28 hari.
e. Ikut dalam penitipan anak.
Bila didapatkan dua atau lebih faktor di atas, kemungkinan terjadinya kejang sekitar 30%
(Syarif, 1998).
Faktor yang menyebabkan terjadinya serangan status epileptikus :
a. Penghentian obat-obatan antikonvulsan secara tiba-tiba
b. Demam
c. Kelainan serebrovaskular
6
d. Gangguan metabolik
e. Infeksi SSP
f. Gangguan iskemik-hipoksik (kasus tenggelam dan inhalasi asap)
g. Tumor
h. Trauma
i. Idiopatik (Dewanto, 2009).
4. Manifestasi klinis
5. Patofisiologi
6. Pemeriksaan penunjang
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi
9. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
B. Analisis data
C. Prioritas diagnosa keperawatan
D. Intervensi
BAB 3
7
KESIMPULAN
Penangan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya kejang. Kejang dapat
berhenti sendiri atau memerlukan pengobatan saat kejang. Tatalaksan kejang yang adekuat di
butuhkan yntyk mencegah kejang menjadi status konvulsivus. Setelah kejang teratasi
dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, dan pemeriksaan penunjang sesuai
indikiasi untuk mencari penyebab kejang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Elvira, Sylvia D, Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit
FK UI, 2010.
2. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta :
EGC, 2010.
3. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 1 / editor, Richard E. Behrman, Robert M.
Kliegman, Ann M. Arvin. Jakarta : EGC, 1999
4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas. Jakarta : 2011.
8