Tinjauan Pustaka FIX

14
1 Tinjauan Pustaka A. Definisi Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali dari normal (melewati kapasitas maksimum ekskresi) dan atau adanya gangguan pada absorbsinya 1 . Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan intestisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Absorbsi terhambat oleh karena: - Obstruksi pada stomata - Gangguan kemampuan kontraksi saluran limfe. - Infiltrasi pada kelenjar getah bening. - Kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe 1 . B. Etiologi dan Patofisiologi Transudat

description

efusi

Transcript of Tinjauan Pustaka FIX

1

Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Efusi pleura terjadi apabila produksi meningkat minimal 30 kali dari

normal (melewati kapasitas maksimum ekskresi) dan atau adanya gangguan

pada absorbsinya 1. Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada

keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan

normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh

darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan

jaringan intestisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk

kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe

sekitar pleura.

Absorbsi terhambat oleh karena:

- Obstruksi pada stomata

- Gangguan kemampuan kontraksi saluran limfe.

- Infiltrasi pada kelenjar getah bening.

- Kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe1.

B. Etiologi dan Patofisiologi

Transudat

Merupakan cairan ekstraseluler dalam rongga pleura yang timbul secara

pasif. Dengan berat jenis cairan <1,015 dengan protein 2-3 g/dl. Misalnya

pada peningkatan cairan interstisial pulmonal dan peningkatan tekanan

tekanan kapiler pleura viseralis pada gagal jantung kiri.

Eksudat

Terjadi akibat perubahan faktor lokal sehingga terjadi akumulasi cairan

pleura. Cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh penyakit infeksi

atau neoplasma. Umumnya kadar protein >3 g/dl,dapat bewarna kuning,

purulen atau kemerahan dengan atau tanpa sel-sel atau bakteri. Secara

umum dapat disebabkan oleh inflamasi, infeksi, neoplasma.

C. Gejala Klinis

2

Sesak nafas merupakan gejala utama, kadang-kadang disertai gejala tidak

enak di dada. Bila cairan pleura sedikit, maka tidak dapat di deteksi

dengan pemeriksaan klinis tetapi dapat di deyeksi dengan dengan

radiografi.

Kadang-kadang disertai nyeri pleuritik atau batuk non produktif, tetapi

efusi pleura lebih sering merupakan penyulit pneumoni.

D. Diagnosis efusi pleura

Diagnosis pada efusi pleura dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis

baik dan pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui

pungsi percobaan, biopsi, bakteriologi dan analisa cairan pleura2.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik tranmisi suara pada perkusi maupun auskultasi

terganggu. Bila cairan kurang dari 300 ml cairan belum menimbulkan gejala

pada pemeriksaan fisik. Tetapi bila cairan lebih dari 500 ml maka akan

ditemukan gejala berupa gerak dada melambat atau terbatas pada sisi yang

terdapat akumulasi cairan. Fremitus taktil juga berkurang pada dasar posterior.

Suara perkusi menjadi pekak dan suara nafas pada auskultasi terdengar

melemah walau sifatnya masih vesikuler. Jika akumulasi cairan melebihi

1000ml, sering terjadi atelektasis pada paru bagian bawah. Ekspansi dada saat

inspirasi pada bagian yang mengandung timbunan cairan menjadi terbatas

sedangkan sela iga melebar dan menggembung. Pada auskultasi diatas batas

cairan sering didapatkan suara bronkovesikuler yang dalam, sebab suara ini

ditransmisikan oleh jaringan paru yang mengalami atelektasis. Pada daerah ini

juga ditemukan fremitus vokal dan egofoni yang bertambah jelas. Jika

akumulasi cairan melebihi 2000ml, cairan ini dapat menyebabkan seluruh paru

menjadi kolaps kecuali pada bagian apeks. Sela iga semakinmelebar, gerak

dada pada inspirasi sangat terbatas, suara nafas, fremitus taktil maupun

fremitus vokal sulit didengar karena sangat melemah. Selain itu terjadi

pergesern mediastinum ke arah ipsilateral dan penurunan letak diafragma3.

Pemeriksaan Radiologi

3

Pada foto toraks dalam posisi erek, cairan dalam rongga pleura tampak

berupa perselubungan semiopak, homogen, menutupi paru bawah yang

biasanya relatif radioopak dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral

atas ke medial bawah (meniscus sign). Garis meniscus sign analog dengan

garis ellis damoiseau. Penumpukan cairan pada cavum pleura menyebabkan

sinus costofrenicus menumpul. Paru kadang terdorong kearah sentral /hilus dan

kadang-kadang mendorong mediatinum kearah kontra lateral4

Torakosintesis

Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk

diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaanya sebaiknya dilakukan pada posisi

pasien duduk. Aspirasi dilakukan dibagian bawah paru sela iga garis aksilaris

posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 15. Pengeluaran

caira pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500cc. Pada setiap kali aspirasi.

Aspirasi sebaiknya dilakukan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi

langsung dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) dan edema paru akut.

Pemeriksaan cairan Pleura

Warna cairan. Biasanya cairan pleura berwarna agak kenuning-

kuningan (sero-santokrom). Bila agak kemerah-merahn, dapat terjadi trauma,

infark paru, keganasan dan adanya kebocorananeurisma aorta. Bila kuning

kehijauan dan agak purulen menunjukan adanya empiema. Bila merah coklat

menunjukan adanya abses amuba.

Biokimia. Secara biokimia efusi teebagi atas transudat dan eksudat.

Yang perbedaannya adalah sebagai berikut 2:

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam efusi

(gr/dl)

Kadarbprotein dalam efusi

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam

< 3

<0,5

<200

> 3

>0,5

>200

4

efusi (LU)

Kadar LDH dalam

efusi

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan efusi

Rivalta

<0,6

<0,16

Nrgatif

>0,6

>0,16

Positif

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit

merupakan cairan transudat. Transudat terjadi bila terjadi hubungan normal

antara cairan hidrostatik dan koloid plasma terganggu.Sehingga produksi

cairan pada sisi pleura melebihi resorbsi pada sisi lainya. Biasanya hal itu

terdapat pada meningkatmya tekanan kapiler sistemik, meningkatnya tekanan

kapiler pulmoner, menurunya tekanan koloid osmotik dalam pleura dan

menurunya tekanan intrapulmonar.

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah gagal jantung kiri

(terbanyak), sindrom nefrotik,obstruksi vena cava superior, asites pada sirosis

hepatis dan efek tindakan peritoeal dialisis.

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran kapiler

yang permeabilitasnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi

dibandingkan protein transudat. Terjadi perubahan permeabilitasmembran

adalah karena adanya peradangan pada pleura yang disebakan infeksi, infark

paru atau neoplasma. Protein yang terdapat pada cairan pleura kebanyak

berasal dari cairan getah bening. Kegagalan aliran protein getah bening in akan

menyebabkan peningkatan kosnentrasi protein cairan pleura sehingga

menimbulkan eksudat.

Untuk menentukan cairan pleura adalah cairan eksudat maka cairan

pleura harus memenuhi paling sedikit satu kriteria:

1. Protein cairan pleura/plasma > 0.50

2. LDH cairan pleura/plasma > 0.60

3. LDH cairan pleura > 2/3 nilai tetinggi LDH serum.

5

4. Dalam keadaan yang meragukan bisa diukur perbedaan antara protein

plasma cairan pleura dan serum. Apabila melebihi 1.2% maka cairanya

eksudat.

5. Cholesterol dan bilirubin hasilnya tak lebih baik dari kriteria diatas1.

Kriteria 1 dan 2 biasanya sudah cukup untuk membedakan antara

transudat dan eksudat.

Untuk mengevaluasi efusi pleura jenis eksudat maka dapat dilihat pada

sifat cairan pleura eksudat, protein cairan pleura, lactase dehydrogenase (LDH)

cairan pleura, glukosa cairan pleura, amylase cairan pleura dan sel darah putih

dan hitung jenisnya pada cairan pleura.

Sifat cairan pleura eksudat:

- Cairan eksudat berbau busuk kemungkinan penyebabnya infeksi kuman

(mungkin anaerob)

- Berbau seperti urine kemungkinan urinotoraks

- Eksudat yang kemerahan perlu dicek hematokritnya :

Hematokrit > 50% disebut hemotoraks

Hematokrit > 1% kemungkinan keganasan, emboli paru atau efusi

pleura oleh karena trauma.

Hematokrit < 1% tidak memilki arti klinis.

- Supernatan cairan pleura perlu dicek bila ada kekeruhan, cairan seperti

susu atau mengandung darah:

Kekeruhan hilang setelah centrifuge disebabkan sel atau jaringan

rusak.

Kekeruhan tidak hilang dengan centrifuge, cairanya adalah

kilotoraks atau pseudokilotoraks.

Protein cairan pleura:

Biasanya terjadi peningkatan protein cairan pleura yang bervariasi

tetapi tidak dapat digunakan sebagai diagnostik. Akan tetapi bila kadarnya > 5g

% kemungkinan tuberkulosa lebih besar. Kadar protein < 0.5% kemungkinan

didapatkan pada urinotoraks, peritoneal dialysis atau efusi pleura yang timbul

oleh kesalahan intravascular catheter.

6

Lactase dehydrogenase (LDH) cairan pleura

LDH menggambarkan permeabilitas membran, bisa untuk melihat

tingkat inflamasi membran tersebut, sarana evaluasi aktifitas penyakitnya tetapi

tidak bisa untuk diagnostik penyebab.

Glukosa Cairan Pleura

Kadar glukosa yang rendah disebabka oleh penebalan pleura atau

kenaikan metabolisme di cairan pleura.

- Kadar glukosa < 60mg% : efusi parapneumonia (bila < 40mg% perlu tube

thorakostomi), keganasan, tuberkulosa, rheuma (biasanya < 30mg%),

hematoraks, paragonimiasis.

- Kadar glukosa > 90mg% : SLE

Amylase cairan pleura:

Peningkatan amylase terjadi pada:

- -perforasi esofagus : peningkatan terjadi setelah 2 jam ruptur esofagus

- penyakit pakreas : 50% pasien pankreatitis akut mengalami efusi pleura

dengan gejala utama sesak dan nyeri pleura.

- keganasan: kadar amilase > 4000 IU/ml

Sel darah putih dan hitung jenisnya pada cairan pleura:

a. Jumlah sel darah putih:

- Transudat : jumlah sel darah putih < 1000/μl

- Eksudat : jumlah sel darah putih > 1000/μl

b. Hitung jenis leukosit.

- PMN dominan: pneumoni, emboli paru, pancraetitis, abses abdomen,

Tb paru tahap awal.

- Mononuclear Dominan: Penyakit kronis misalnya tuberkulosis.

- Eosinofil ≥ 10% : pada radang akut (tapi tidak menyingkirkan proses

TB dan keganasan).

- Bila awalnya tidak didapatkan eosinofil dan pada pemeriksaan berikut

jadi banyak kemungkinan disebabkan adanya minimal pneumotoraks

pada waktu pungsi.

7

- Eosinofil dipleura disebabkan oleh absestosis (52%),reaksi obat

nitrofurattoin atau dantrolen, paragonimiasis( khas: glukosa rendah,

ph rendah dan LDH tinggi), Churg strauss syndrome.

- Limfosit > 50% : Tuberkulosis (diagnosa bisa ditegakkan dengan

biopsi)

Pemeriksaan sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk

diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau

dominasi sel-sel tertentu: sel netrofil menunjukan infeksi akut, sel limfosit

menandakan infeksi kronis yaitupleuritis, tuberkulosis atau limfoma maligna,

sel mesotel bila meningkat menunjukan adanya infark paru. Biasanya juga

ditemukan banyak sel eritrosit, sel mesotel maligna pada mesotelioma, sel-sel

besar dengan banyak inti pada artritis rematoid, sel LE pada lupus eritematous

sistemik dan sel maligna pada paru/metastase.

Pada biopsi pleura, pemeriksaan histopaotolgi satu atau beberapa

contoh jaringan pleura dapat menunjukan 50% -75% diagnosis kasus-kasus

pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.

E. Terapi pada efusi pleura

Efusi yang terinfeksi perlu segera dilakukan dengan menggunakan pipa

intubasi melalui sela iga. Bila cairan pus kental dan sulit keluar atau bila

empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat

dibantu dengn irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.

Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan.Tetapi ini tidak berarti

bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.

Untuk mencegah kembalinya efusi pleura setelah aspirasi ( pada efusi

pleura maligna) dapat dilakukan pleurodesis yaitu melekatnya pleura viseralis

dan pleura parietalis.

8

Efusi pleura neoplasma

Efusi pleura karena neoplasma baik neoplasma primer maupun

neoplasma sekunder. Keluhan yang paling banyak pada pasien efusi pleura

karena neoplasma adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lainnya adalah

akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosintesis

berkali-kali.

Efusi bersifat eksudat, tapi sebagian kecil (10%) bisa sebagai transudat.

Warna efusi bisa sero-santokrom ataupun hemoragik ( terdapat lebih dari

100.000 sel eritrosit per cc). Didalam cairan ditemukan sel-sel limfosit dan

banyak sel mesotelial.

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi atau biopsi pleura parietalis

sangat menentukan diagnosis terhadap jenis-jenis neoplasma. Terdapat

beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yaitu:

- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura

terhadap air dan protein.

- Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah

vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan

cairan dan protein.

- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya

timbul hipoproteinemia2.

Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga

bilateral karena obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat

mengakibatkan pengaliran cairan dari rongga pleura via diafragma. Keadaan

efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini ditemukan 10-20% karsinoma

bronkus, 8% dari limfoma maligna dan leukimia.

9

Daftar Pustaka

1. Hariadi, S.Efusi Pleura. In: Wibisono, M.J., Winariani, Hariadi, S.,. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit paru FK

UNAIR; 2010. P. 115-120.

2. Halim, H. Penyakit-penyakit pleura. In: Sudoyo, A.W, Setiyohadi, B.,

Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV. Jakarta: FKUI; 20xx. P.1053.

3. Djojodibroto, D.R., Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit

buku kedokteran EGC: 2009. P.178

4. Maleuka, R.G., editor. Radiologi Diagnostik.Pustaka Cendekia Press.

Yogyakarta: 2008. P. 55-56.

5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Paru, Edisi III.

Surabaya: 2005. P. 56