Tinjauan Pustaka Demam Tifoid

download Tinjauan Pustaka Demam Tifoid

of 19

description

Tinjauan Pustaka Demam Tifoid

Transcript of Tinjauan Pustaka Demam Tifoid

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDemam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Tifus abdominalis(demam tifoid,enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluranpencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dangangguan kesadaran. Demam paratifoid secara patologik maupun secara klinis sama dengan demamtyphoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh spesies Salmonella enteridis (1,2)

Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Manifestasi klinis demam tifoid amat bervariasi, dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosissampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Penatalaksanaan demamtifoid ditunjang selain oleh medikamentosa dan juga non-medikamentosa baik tatalaksana perawatansampai pencegahan penyakit.B. Tujuan Penyusunan

1. Tujuan Umumb. Untuk memenuhi tugas penyusunan tinjauan pustaka.c. Untuk mengetahui penanganan kasus demam tifoid1. Tujuan Khususd. Mengetahui penyebab dari demam tifoide. Mengetahui Tanda dan gejala infeksi demam tifoidf. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan demam tifoidBAB II

TINJAUAN TEORI

B. Epidemiologi

Penyakit demam tifoid termasuk penyakit menular. Kelompok penyakit menular inimerupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehinggadapat menimbulkan wabah. Paling banyak ditemukan di negara Chile, Peru, India, Pakistan,Indonesia, Nigeria, dan Afrika Utara dan negara-negara lain yang memiliki sanitasi yang buruk danpersediaan air minum yang tidak terlindungi. (3,4,5)

Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah danbiasanya terkait dengan sanitasi lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidendi perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasilingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.Stastistik yang terbaru mengemukakan bahwa terjadi setidaknya 16 juta kasus baru demamtifoid setiap tahunnya di seluruh dunia dengan 600.000 kematian. Angka kejadian, penyebaran danpenderita demam typhoid berbeda pada negara berkembang dengan negara maju. Pada negara majuangka kejadian jauh lebih sedikit, di Amerika Serikat dilaporkan 400 kasus/tahun dalam perbandingan 0.2 / 100.000 populasi. Di daerah selatan Eropa antara 4.314.5 / 100.000 populasi. Sedangkan padaNegara berkembang dapat mencapai 500 kasus dalam 100.000 populasi dan angka kematian yang tinggi. (6)Demam tifoid dan paratifoid jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis,terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari 1 kasus pada orang-orang serumah. Didaerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemarSalmonella typhi, sedangkan makananyang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di daerah non-endemik.B. Etiologi

Taksonomi genus Salmonella sangat rumit. Salmonella termasuk kelompokEnterobacteriaceae dan terbagi atas beberapa serogrup berdasarkan antigen somatik (O). Antigentersebut terdiri dari lipopolisakarida, yang membentuk lapisan luar dari basil gram negatif ini. Telahditemukan lebih dari 40 serotipe, dan 98%-nya diisolasi hanya pada manusia dengan grup A sampaiE. Ada juga yang membagi serotipe berdasarkan antigen flagelnya (H) dan terdapat 1800 strain.Serotipe yang paling sering menyebabkan enteric fever adalah serotipe D, dan telah dikenali adanyaantigen tambahan pada serogrup ini yaitu antigen kapsul (Vi)(4)

Klasifikasi Serogrup/ Serotipe Salmonella

Salmonella typhi merupakan basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidakberspora, tidak berkapsul. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelarantigen (H) yang terdiri dari protein, envelope antigen (Vi) yang terdiri dari polisakarida dan proteinmembran hialin. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luardari dinding sel yang dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga memperoleh plasmid faktor-Ryang berkaitan dengan resitensi terhadap multipel antibiotik.(1,5,6,7)

Demam paratifoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies SalmonellaEnteridis, yaitu Salmonella enteridis bioserotipe paratyphi A, Salmonella enteridis bioserotipeparatyphi B, Salmonella enteridis bioserotipe paratyphi C. Kuman-kuman ini lebih sering dikenal sebagai Salmonella paratyphi A, Salmonella schottmuelleri, dan Salmonella hirschfeldii. (1)C. Cara Penularan

Ada dua sumber penularan Salmonella typhi: pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering karier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram tinja. Carieradalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresikan S. typhi dalam tinjadan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu merupakan predisposisi terjadinya karier. Manusia merupakan reservoir alami dari Salmonella typhi. Penularan dapat langsung atau tidak langsung . Penularan paling sering melalui makan dan air yang terkontaminasi kuman Salmonella. Higienis dan sanitasi yang buruk meningkatkan penyebaran kuman Salmonelladan ini banyak terjadi di negara berkembang. Banyak kontaminasi makanan dan minuman didapatdari lalat yang hinggap dan membawa kuman tifoid. Transmisi kongenital dari demam tifoid dapatterjadi melalui infeksi transplasenta oleh ibu yang bakteremia kepada janin. (3,5,7)D. Patogenesis Masuknya bakteri ke dalam tubuh Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh lewat mulut melalui makanan atau minumanyang terkontaminasi. Dibutuhkan jumlah bakteri 105-109 untuk dapat menimbulkan infeksi.Sebagian bakteri akan mati oleh asam lambung. Bakteri yang tetap hidup akan melewatilambung melewati usus halus (ileum dan jejunum), bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus dinding usus dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawah ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalamsirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kumanmeninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoiddan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kantung empedu, berkembang biak, dan bersamacairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yangselanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise,myalgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.Di dalam plaque Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringandan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darahsekitar plaque Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembanghingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan olehendotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwaendotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia padademam tifoid. Endotoksin Salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. Peranannya belum jelas, diduga endotoksinmenstimulasi makrofag di dalam hati, limpa folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfemesenteri mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofaginilah yang menyebabkan nekrosis sel, sistem vaskular yang instabil, demam, depresi sumsumtulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik. (1, 3,6,7)

Respon imunologik Pada demam tifoid terjadi respon imun humoral maupun selular baik di tingkat lokal (gastrointestinal) maupun sistemik, tetapi mekanismenya belum diketahui dengan pasti,Imunitas selular lebih berperan.(5)E. Manifestasi KlinisMasa inkubasi biasanya 7 14 hari, tapi bisa mencapai 3 30 hari tergantung dari sumber penularan, cara penularan, status nutrisi, status imun. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi, dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal seperti penyakit infeksi akut pada umumnya, berupa rasa tidak enak badan, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksis.(1,2,3) Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalahmeningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam bradikardia relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 10 kali permenit), lidah kotor yang ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujungdan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar dan nyeri pada saat perabaan,meteorismus, gangguan kesadaran berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Roseola (jarang ditemukan di Indonesia). Biasanya terdapat konstipasi, tetapi mungkin normal atau mungkin diare

Tempat yang peling sering terinfeksi kuman Salmonella adalah distal ileum, tetapi tidak jarang usus besar juga terlibat. Pasien dengan colitis berat akan mengalami diare dengan disertaidarah. Pada pemeriksaan sigmoidoskopi sering ditemukan daerah yang hiperemis dan ulserasimukosa. Pada pemeriksaan barium enema menunjukkan transverse ridging, edema mukosa. Biasanya tempat yang terkena adalah kolon bagian disatal dan bagian transversal. (8)F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hematologis

Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan anemia normokrom normositik akibat perdarahan usus atau supresi sumsum tulang, lekopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia, dan bilaterjadi abses piogenik bisa terjadi leukositosis. Trombositopenia sering dijumpai, kadang kadang berlangsung beberapa minggu.(2,5)

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali normal setelah sembuhnya demam tifoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan.(3)

Biakan Darah

Biakan darah positif pada 40-60% kasus yang diperiksa pada minggu pertama sakit,sedangkan biakan feses ataupun urin akan positif setelah minggu pertama. Biakan dari sum-sum tulang akan positif pada penyakit stadium lanjut, dan merupakan pemeriksaan yang paling sensitif.Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkandemam tifoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pa beberapa faktor, antara lain:1. Tehnik pemeriksaan laboratorium

Hal ini tergantung tehnik dan media pembiakan yang digunakan. Bila darah yang dibiak terlalusedikit hasil biakan bisa negatif, terutama pada orang yang sudah mendapatkan pengobatanspesifik. Selain itu, darah harus langsung ditanam pada media biakan sewaktu berada di sisi pasien dan langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paling baik adalah saatdemam tinggi pada waktu bakteriemia berlangsung.2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Pada demam tifoid, biakan darah terhadap S. Typhi terutama positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh, biakan bisa positif lagi.3.Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam tifoid di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien.Antibodi ini dapat menekan bakteriemia, hingga biakan darah mungkin negatif.

4. Pengobatan dengan anti mikorba

Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat antimikroba, pertumbuhan kumandalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

Kepekaan S. typhi terhadap obat antimikroba

Sejak tahun 1975, S. Typhi yang resisten terhadap kloramfenikol dilaporkan secara sporadik di beberapa daerah di Indonesia, tetapi persentasinya tidak meningkat. Penelitian di Laboratorium. Kesehatan Perum Bio Farma menunjukkan bahwa selama 1984 sampai 1990 S. typhi masih 100%sensitif terhadap kloramfenikol. 83,3%-100% sensitif terhadap ampisilin, dan 97%-100% sensitif terhadap kotrimoksazol.(3)

Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutininyang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketularan Salmonella dan para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yangdisangka menderita demam tifoid.(3,5) Akibat infeksi oleh S.typhi, pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu:(3)1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).

2. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagela kuman).

3. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar kemungkinan pasien menderita demam tifoid. Padainfeksi yang aktif, titer uji Widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari (3,5,6)

Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudianmeningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H.Pada orang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan sedangkanaglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination menunjukkan nilai ramal positif 96 %, apabila negatif tidak menyingkirkan. Menurut beberapa pendapat ahli bahwa apabila aglutini O sekali periksa 1/320 atau titer antibodi H 1/640 dengan gambaran klinis yang khas atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali selama 2-3 minggumaka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H diakitkan dengan pasca imunisasi atauinfeksi masa lampau, sedangkan Vi aglutinin dipakai untuk deteksi karier. Pada beberapa pasien, ujiWidal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif.(1,6,9)

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji Widal:

1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien:

a. Keadaan umumGizi buruk menghambat pembentukan antibodi.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit. Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah pasien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam penyakit.

c. Pengobatan dini dengan antibiotik Beberapa peneliti berpendapat bahwa pengobatan dini dengan obat antimikroba menghambat pembentukan antibodi.

d. Penyakit-penyakit tertentuPada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi,misalnya pada agamaglobulinemia, leukimia, dan karsinoma lanjut.

e. Obat-obat imunosupresif atau kortikosteroidObat-obat ini menghambat pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial.f. Vaksinasi dengan kotipa atau tipaPada seorang yang divaksinansi, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanyamenghilang setelah 6 bulan samapi 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu, titer aglutinin H pada seorang yang pernahdivaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya.Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun dengan titer rendah.h. Reaksi anamnestik Reaksi anamnestik adalah keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap S.typhi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan demam tifoid pada seseorang yang pernah divaksinasi atau ketularan Salmonella di masa lalu.

2. Faktor-faktor teknisa. Aglutinasi silang Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesiesyang lain. Oleh karena itu, spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukandengan uji Widal. b. Konsentrasi suspensi antigenKonsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji Widal akan mempengaruhi hasilnya.

c. Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigenAda peneliti yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain Salmonella setempat lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain.

Tubex Test

Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang mudah dan cepat, hanyamembutuhkan waktu singkat untuk dilakukan (kurang lebih 5 menit). Hasil positif uji tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Samonella serogrup D walau tidak secara spesifik menunjuk padaS.typhii. Infeksi oleh S.parathphii akan memberi hasil negatif. Secara imunologi, antigen bersifat imunodominan. Antigen ini dapat merangsang respons imun secara independen terhadap timus, dan merangsang mitosis sel B tanpa bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap antigen berlangsung cepat sehingga deteksi terhadap anti dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Uji tubex hanya dapat mendeteksi Ig M dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen, meliputi: tabung berbentuk V, yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas. Reagen A yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi antigen S.typhii O. Reagen B, yang mengandung partikel lateks berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O.

Komponen ini stabil disimpan selama satu tahun dalam suhu 40oC dan selama beberapaminggu dalam suhu kamar. Di dalam tabung satu tetes serum dicampur selama kurang lebih 1 menitdengan satu tetes reagen A. Dua tetes reagen B kemudian dicampurkan dan didiamkan selama 1-2menit. Tabung kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan didiamkan. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat bervariasi darikemerahan hingga kebiruan.

Uji Typhidot

Dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapatmengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi. Uji Ig M Dipstick Pemeriksaan ini dapat secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap S. typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung atigenlipopolisakarida (LPS) S. typhoid dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandungantibody anti IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasidengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Secara kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis ujidengan membandingkannya dengan reference strip. Kultur Darah

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negative tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:1. telah mendapat terapi antibiotik.

2. volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Darah yang diambil sebaiknya bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall).3. riwayat vaksinasi.4. pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat.

G. DiagnosisBiakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Biakan tinja positif menyokong diagnosis klinis demam tifoid. Peningkatan titer uji Widal empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1 : 320 atau titer antibodi H 1 : 640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas. Pada beberapa oasien, uji Widal tetap negatif pada pemeriksaan ulang, walaupun biakan darah positif. H. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna. Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam: 1. Komplikasi intestinala. Perdarahan usus. Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/luka yang dapat menembus usus dan mengenai pembuluh darah. Bila ringan ditemukan dengan pemeriksaantinja dengan benzidin. Bila berat terdapat nyeri perut dan tanda-tanda renjatan.b. Perforasi usus, terjadi pada minggu ketiga ditandai pekak hati menghilang terdapat udara antara hati dan diafragma.c. Ileus paralitik d. Peritonitis biasanya disertai dengan perforasi tetapi dapat juga tanpa perforasi. Adanya gejalaakut abdomen yaitu nyeri perut yang hebat, defans muscular dan nyeri tekan.2. Komplikasi ekstra-intestinala. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis,trombosis, dan trombophlebitis. b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, dan/atau disseminated intravascular coagulation (DIC) dan sindrom urenia hemolitik.c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.d. Komplikasi hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis

e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis.g. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis, dan sindroma katatonia.

I. Penatalaksanaan

Perawatan

Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi, dan pengobatan.Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan. Maksud tirah baring adalah untuk mencegahterjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien perlu dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan ulkus dekubitus. Defekasidan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

Diet

Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar, danakhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebutdimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Banyak pasientidak menyukai bubur saring, karena tidak sesuai dengan selera mereka. Karena mereka hanya makansedikit, keadaan umum dan gizi pasien semakin mundur dan masa penyembuhan menjadi lama.

Makan lunak, yang mudah dicerna dengan jumlah kalori dan protein sesuai kebutuhan harian.Tidak boleh mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak serat, tidak merangsang, ataupunyang dapat menimbulkan banyak gas. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapatdiberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. Carian diberikan sesuai kebutuhan harian. Bilatidak dapat peoral beri cairan infuse dextrose 5% dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan harian.

Obat-obatan

Obat-obat anti mikroba yang sering digunakan, antara lain:

1. Kloramfenikol ( Di Indonesia, kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk demam tifoid. Belumada obat anti mikroba lain yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkankloramfenikol. Dengan penggunaan kloramfenikol, demam pada tifoid turun rata-rata setelah 5 hari. Kloramfenikol merupakan obat terpilih tetapi tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit 2000/ul. Dosis maksimal kloramfenikol 2 gram/hari. Bila pasien alergi terhadap kloramfenikoldapat diberikan golongan penisilin atau kotrimoksazol.2. Tiamfenikol( Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasihematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengantiamfenikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.3.Kotrimoksazol (kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol) ( Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dengan kotrimoksazol,demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.4. Ampisilin dan amoksisilin( Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebihkecil dibandingkan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam tifoiddengan leukopenia. Dengan ampisilin atau amoksisilin, demam pada demam tifoid turun rata-ratasetelah 7-9 hari.5. Sefalosporin generasi ketiga ( Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.6. Fluorokinolon ( Fluorokinolon efektif untuk demam tifoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belumdiketahui dengan pasti. Kloramfenikol : 100 mg/kg BB/ hari dibagi 4 dosis/ oral, iv (diberikan minimal 10 12 hari atau minimal 5 hari bebas demam). Atau Ampisilin : 200 mg/kg BB/ hari dibagi 4 dosis/ oral, iv (diberikan minimal 10 12 hari atau minimal 5 hari bebas demam) atau Amoksixilin : 100 mg/kg BB/ hari dibagi 3 dosis/ oral, iv (diberikan minimal 10 12 hari atau minimal 5 hari bebas demam) atau Cotrimoxazole : 6 9 mg /kg BB/ hari dibagi 2 dosis/ oral, iv (diberikan minimal 10 12 hari atau minimal 5 hari bebas demam) atau Bila semua telah resisten dengan obat di atas diberi Sefalosporin : Ceftriaxone 100 mg / kgBB / hari dibagi dalam 2 dosis/ iv selama 510 hari Karier : Amoksisilin : 200 mg/kg BB/ hari dibagi 3 dosis selama 10 hari dan dilanjutkan dengan kolesistektomi

Sedangkan obat-obatan simtomatik yang digunakan, antara lain:

1. Antipiretika( Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam tifoid, karena tidak banyak berguna.

2. Kortikosteroid( Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurunsecara bertahap (tapering off) selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps.

Keadaan toksik

Prednison : 1 2 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis/ oral atau

Deksametason : 0.5 mg/kg BB/ hari dibagi 3 dosis/ iv, oral atau

Hidrokortison : 10 15 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis/im

Perdarahan : Transfusi darah

Perforasi : Rujuk bagian bedahJ. Pencegahan

Usaha pencegahan tifoid dapat dibagi dalam :

1. Usaha terhadap lingkungan hidup.

a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.

b. Pembuangan kotoran manusia yang higienis.

c. Pemberantasan lalat

d. Pengawasan terhadap rumah makan dan penjual makanan.

2. Usaha terhadap manusia.

a. Imunisasi KOTIPA (perlu diulang setiap 5 tahun)

b. Menemukan dan mengawasi karier tifoid.

c. Pendidikan kesehatan terhadap masyarakat.K. Prognosis

Umumnya baik bila pasien cepat berobat. Prognosis demam tifoid tergantung dari umur,keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak sebesar 2,6%, dan pada orang dewasa 7,4%, dengan rata-rata 5,7%. Prognosis kurang baik bila terdapat gejala klinis yang berat seperti hiperpireksia(febris kontinua), penurunan kesadaran, dehidrasi, asidosis, perforasi usus, atau pada keadaan gizi buruk.BAB III

KESIMPULANA. Kesimpulan

1. Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal makanan dan minuman yang terkontaminasi 2. Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan

3. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis

4. Secara garis besar, gejala tifoid adalah demam lebih dari seminggu, lidah kotor

Mual berat sampai muntah , diare atau menceret, lemas pusing, dan sakit perut dan pingsan tak sadarkan diri

5. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid

6. Pencegahan dilakukan secara primer dan sekunder C. Saran

1. Sebaiknya selalu menjaga kebersihan lingkungan, makanan yang dikonsumsi harus hygiene dan perlunya penuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.2. Sebaiknya kita harus membiasakan diri untuk hidup sehat, biasakan untuk mencuci tangan sebelum makan. Agar kuman Salmonella tidak ikut tertelan masuk ke dalam sistem pencernaan kita bersama makanan yang telah terkontaminasi. DAFTAR PUSTAKA(1) Mansjoer, Arif; Suprohaita; Wardhani, Wahyu; Setiowulan, Wiwiek. (2000). Demam Tifoid. Dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 1. Penerbit Media esculapius. Jakarta : halaman 421-425.

(2) Mansjoer, Arif; Suprohaita; Wardhani, Wahyu; Setiowulan, Wiwiek. (2000). Tifus Abdominalis. Dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius. Jakarta : halaman 432-433(3) Juwono, Rachmat. (1996). Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. EdisiKetiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 435 441.(4) NN. (last update : October, 24th 2005).Typhoid Fever. Coordinating Centre for Infectious Disease /Divisions of Bacterial and Mycotic Disease. Available at:http://:www.cdc.htm(last login : February5th, 2007)(5) Behrman, Jenson, Kliegman. (2004), Salmonella Infection in Nelson Textbook of Pediatrics, edisi ketujuh belas, Saunders, Philadelphia.(6) Soedarmo, S.S., et al, 2002, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi dan Penyakit Tropis, edisi 1 ,Balai Penerbit FKUI, Jakarta.(7) NN. (last update : 2006). Background Typhoid Fever. NEJM. Available at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1048.htm(last login : February 5th , 2007)(8) NN. (last update : 2006). Salmonelosis Thypoid Fever. Available at:http://:www.dupagehealth.org/health/data/images.(last login : February 5th, 2007)(9) K.S. Tatang, dkk, 2000, Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak RS Sumber Waras , UPT. Penerbitan Universitas Tarumanagara, Jakarta.(10) Public Health. (last update : October 27th, 2003). Oral Thypoid Vaccine (Ty21a). CommunicableDisease and Epidemiology. Seattle and King Country. Available at :http://:www.metrokc.mht(lastlogin : February, 5th, 2007)

1