Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

28
Tinjauan Pustaka Kolelitiasis dan Koledokolitiasis Pendahuluan Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis. Umumnya pasien dengan batu empedu jarang mempunyai keluhan, namun sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami komplikasi akan terus meningkat. Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. I. Anatomi Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL empedu. Kandung empedu terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.

description

bedah

Transcript of Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

Page 1: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

Tinjauan Pustaka

Kolelitiasis dan Koledokolitiasis

Pendahuluan

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau

di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut

kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.

Umumnya pasien dengan batu empedu jarang mempunyai keluhan, namun sekali batu

empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk

mengalami komplikasi akan terus meningkat. Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan

etnis.

I. Anatomi

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan panjang sekitar 4-

6 cm dan berisi 30-60 mL empedu. Kandung empedu terletak tepat dibawah lobus kanan hati.

Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum. Fundus bentuknya

bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit

keluar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Korpus

merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Sebagian besar korpus menempel dan

tertanam di dalam jaringan hati. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.

Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum

kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila

kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum

menonjol seperti kantong (kantong Hartmann).

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang

kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar

yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus

bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameternya 2-3 mm. Dinding lumennya

mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan

empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.

Page 2: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduadenale yang batas

atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papila Vater. Bagian hulu saluran

empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil, yang disebut kanalikulus empedu,

yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan

selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus

hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus

koledokus berjalan di belakang duodenum, menembus jaringan pankreas dan dinding

duodenum, membentuk papila Vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum.

Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam

duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan duktus

koledokus di dalam papila Vater.

Gambar 1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2007)

II. Tipe Batu Empedu

Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu, yang terdiri dari

kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak, fosfolipid (lesitin) dan

elektrolit. Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkan atas 3 (tiga), yaitu :

Page 3: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

1). Batu kolesterol : berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih

dari 70% kolesterol.

2). Batu kalsium bilirubinat (pigmen coklat) : berwarna coklat atau coklat tua, lunak,

mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama

3). Batu pigmen hitam : berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti

bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

Di negara barat, 80% terdiri dari batu kolesterol, sedangkan jenis batu pigmen lebih

banyak di temukan di negara asia.

III. Fisiologi

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL/hari. Di luar waktu makan,

empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami

pemekatan sekitar 50%.

Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air

dan natrium. Empedu terdiri dari larutan ion-ion anorganik dan organik. Komponen organik

utama empedu adalah asam empedu terkonjugasi, kolesterol, fosfolipid, pigmen empedu dan

protein.

Empedu disekresi dalam dua tahap oleh hepar :

(1) Bagian awal disekresikan oleh sel-sel hepatosit ; sekresi awal ini mengandung sejumlah

besar asam empedu dan kolesterol, kemudian empedu disekresikan ke dalam kanalikuli

biliaris yang terletak diantara sel-sel hati.

(2) Kemudian, empedu mengalir ke perifer menuju septa interlobularis, tempat kanalikuli

mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan kemudian mencapai duktus

hepatikus dan duktus biliaris komunis. Dari sini empedu langsung dikosongkan menuju

ke duodenum atau dialihkan melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu.

Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,

kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu

yang diproduksi akan dialihkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu

berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum. Aliran tersebut

sewaktu-waktu seperti di semprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan

lebih tinggi daripada tahanan sfingter.

Page 4: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

Empedu melakukan dua fungsi penting,menurut Guyton &Hall, 1997 :

Empedu berperan penting dalam pencernaan dan absorbsi lemak, karena asam empedu

yang melakukan dua hal antara lain : asam empedu membantu mengemulsikan partikel-

partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase

yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi

produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan

penting dari darah, hal ini terutama meliputi bilirubin, dan kelebihan kolesterol yang

dibentuk oleh sel-sel hepar.

Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi

ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang

menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi

efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang

menjaga pintu keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin,

kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari

sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya

ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat

lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk,

tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu

kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam.

IV. Patogenesis dan Pathofisiologi

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran

empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu

masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting

tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,

stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan

yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol

dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan

supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi

bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui

peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.

Page 5: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang

abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai

kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air

dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu, dan

terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian

ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol

sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang

mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami

perkembangan batu empedu. Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus

koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu

tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga

menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena

diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai

batu duktus sistikus.

Gambar 2. Letak batu pada saluran empedu

Pathofisiologi

Pembentukan batu empedu atau disebut kolelitiasis pada umumnya merupakan satu

proses yang bersifat multifaktorial. Kolelitiasis merupakan istilah dasar yang merangkum tiga

proses litogenesis empedu utama berdasarkan lokasi batu terkait:

1. Kolesistolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di kantung empedu)

2. Koledokolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di duktus koledokus)

3. Hepatolitiasis (litogenesis yang terlokalisir di saluran empedu dari awal percabangan

duktus hepatikus kanan dan kiri).

Page 6: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

Dari segi patofisiologi, pembentukan batu empedu tipe kolesterol dan tipe berpigmen

pada dasarnya melibatkan dua proses patogenesis dan mekanisme yang berbeda sehingga

patofisiologi batu empedu turut terbagi atas:

1. Patofisiologi batu kolesterol

2. Patofisiologi batu berpigmen

A. Patofisiologi Batu Kolesterol

Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam

empedu dan lesitin (fosfolipid). Pembentukan batu kolesterol merupakan proses yang terdiri

atas 4 defek utama :

1. Supersaturasi Kolesterol Empedu

Tingkat supersaturasi kolesterol disebut sebagai faktor paling utama yang menentukan

litogenisitas empedu. Berdasarkan diagram fase, faktor-faktor yang mendukung

supersaturasi kolesterol empedu termasuk:

a. Hipersekresi kolesterol. Hipersekresi kolesterol merupakan penyebab paling utama

supersaturasi kolesterol empedu. Hipersekresi kolesterol dapat disebabkan oleh:

i.peningkatan uptake kolesterol hepatik

ii. peningkatan sintesis kolesterol

iii. penurunan sintesis garam empedu hepatik

iv. penurunan sintesis ester kolestril hepatik

b.Hiposintesis garam empedu/perubahan komposisi relatif cadangan asam empedu.

c. Defek sekresi atau hiposintesis fosfolipid

95% daripada fosfolipid empedu terdiri atas lesitin. Sebagai komponen utama fosfolipid

empedu, lesitin berperan penting dalam membantu solubilisasi kolesterol. Mutasi pada

molekul protein transpor fosfolipid (disebut protein ABCB4) yang berperan dalam

sekresi molekul fosfolipid (termasuk lesitin) ke dalam empedu terkait dengan

perkembangan kolelitiasis pada golongan dewasa muda.

2. Hipomotilitas Kantung Empedu

Motilitas kantung empedu merupakan satu proses fisiologik yang mencegah litogenesis

dengan memastikan evakuasi empedu dari kantung empedu ke dalam usus sebelum terjadinya

proses litogenik.

Page 7: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

Hipomotilitas kantung empedu dapat terjadi akibat:

a. Kelainan intrinsik dinding muskuler yang meliputi:

- Perubahan tingkat hormon seperti menurunnya kolesistokinin (CCK), meningkatnya

somatostatin dan estrogen.

- Perubahan kontrol neural (tonus vagus)

b. Kontraksi sfingter melambat hingga menghambat evakuasi empedu normal.

Patofisiologi yang mendasari fenomena hipomotilitas kantung empedu pada batu

empedu masih belum dapat dipastikan.Namun begitu, diduga hipomotilitas kantung

empedu merupakan akibat efek toksik kolesterol berlebihan yang menumpuk di sel otot

polos dinding kantung yang menganggu transduksi sinyal yang dimediasi oleh protein

G.

3. Peningkatan Aktivitas Nukleasi Kolesterol

Empedu yang supersaturasi dengan kolesterol cenderung untuk mengalami proses

nukleasi. Nukleasi merupakan proses kondensasi atau agregasi yang menghasilkan kristal

kolesterol monohidrat mikroskopik atau partikel kolesterol amorfus daripada empedu

supersaturasi. Nukleasi kolesterol merupakan proses yang dipengaruhi oleh keseimbangan

unsur antinukleasi dan pronukleasi yang merupakan senyawa protein tertentu yang dikandung

oleh empedu, faktor pronukleasi berinteraksi dengan vesikel kolesterol sementara faktor

antinukleasi berinteraksi dengan kristal solid kolesterol. Antara faktor pronukleasi yang paling

penting termasuk glikoprotein musin, yaitu satu-satunya komponen empedu yang terbukti

menginduksi pembentukan batu pada keadaan in vivo. Nukleasi yang berlangsung lama

selanjutnya akan menyebabkan terjadinya proses kristalisasi yang menghasilkan kristal

kolesterol monohidrat. Waktu nukleasi pada empedu penderita batu empedu telah terbukti

lebih pendek dibanding empedu kontrol pada orang normal. Waktu nukleasi yang pendek

mempergiat kristalisasi kolesterol dan menfasilitasi proses litogenesis empedu.

4. Hipersekresi Mukus di Kantung Empedu

Saat ini, stimulus yang menyebabkan hipersekresi mukus belum dapat dipastikan

namun prostaglandin diduga mempunyai peran penting dalam hal ini.

B. Patofisiologi Batu Berpigmen

Patofisiologi batu berpigmen untuk kedua tipe yakni batu berpigmen hitam dan batu

berpigmen coklat melibatkan dua proses yang berbeda.

Page 8: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

1. Patofisiologi batu berpigmen hitam

Pembentukan batu berpigmen hitam diawali oleh hipersekresi blilirubin terkonjugat

(khususnya monoglukuronida) ke dalam empedu. Pada keadaan hemolisis terjadi hipersekresi

bilirubin terkonjugat hingga mencapai 10 kali lipat dibanding kadar sekresi normal. Bilirubin

terkonjugat selanjutnya dihidrolisis oleh glukuronidase-β endogenik membentuk bilirubin tak

terkonjugat. Pada waktu yang sama, defek pada mekanisme asidifikasi empedu akibat

daripada radang dinding mukosa kantung empedu atau menurunnya kapasitas “buffering”

asam sialik dan komponen sulfat dari gel musin akan menfasilitasi supersaturasi kalsium

karbonat dan fosfat yang umumnya tidak akan terjadi pada keadaan empedu dengan pH yang

lebih rendah. Supersaturasi berlanjut dengan pemendakan atau presipitasi kalsium karbonat,

fosfat dan bilirubin tak terkonjugat. Polimerisasi yang terjadi kemudian akan menghasilkan

kristal dan berakhir dengan pembentukan batu berpigmen hitam.

2. Patofisiologi batu berpigmen coklat

Batu berpigmen coklat terbentuk hasil infeksi anaerobik pada empedu, sesuai dengan

penemuaan sitorangka bakteri pada pemeriksaan mikroskopik batu.Infeksi traktus bilier oleh

bakteri Escherichia coli, Salmonella typhii dan spesies Streptococcus atau parasit cacing

seperti Ascaris lumbricoides dan Opisthorchis sinensis serta Clonorchis sinensis mendukung

pembentukan batu berpigmen. Patofisiologi batu diawali oleh infeksi bakteri/parasit di

empedu. Mikroorganisma enterik ini selanjutnya menghasilkan enzim glukuronidase-β,

fosfolipase A dan hidrolase asam empedu terkonjugat. Peran ketiga-tiga enzim tersebut

didapatkan seperti berikut:

i. Glukuronidase menghidrolisis bilirubin terkonjugat hingga menyebabkan pembentukan

bilirubin tak terkonjugat.

ii. Fosfolipase A menghasilkan asam lemak bebas (terutamanya asam stearik dan asam

palmitik).

iii. Hidrolase asam empedu menghasilkan asam empedu tak terkonjugat.

Hasil produk enzimatik ini selanjutnya dapat berkompleks dengan senyawa kalsium dan

membentuk garam kalsium. Garam kalsium dapat termendak lalu berkristalisasi sehingga

terbentuk batu empedu. Proses litogenesis ini didukung oleh keadaan stasis empedu dan

konsentrasi kalsium yang tinggi dalam empedu. Bakteri mati dan glikoprotein bakteri diduga

dapat berperan sebagai agen perekat, yaitu sebagai nidus yang menfasilitasi pembentukan

batu, seperti fungsi pada musin endogenik.

Page 9: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

V. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis,

biasanya akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus

oleh batu. Kadar bilirubin serum yang yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam

duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin kadar amylase serum

biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.

2. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.Kadang kandung empedu

yang mengandung empedu berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen.

Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung

empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak dikuadran kanan atas yang

menekan gambaran udara dalam usus besar, flexura hepatica.

Ultrasonografi

Pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan

merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan nilai sensitifitas dan

spesifisitas lebih dari 95%. Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup

lengkap mengenai :

o Memastikan adanya batu empedu

o Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya.

o Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam kandung empedu atau

didalam duktus.

Ada 2 jenis pemeriksaan ultrasonografi, yaitu :

1) Ultrasonografi transabdominal

Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa nyeri, murah dan tidak membahayakan

pasien. Hampir sekitar 97% batu empedu dapat didiagnosis dengan ultrasonografi

transabdominal, namun kurang baik dalam mengidentifikasi batu empedu yang

Page 10: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

berlokasi di dalam duktus dan hanya dapat mengidentifikasi batu empedu dengan

ukuran lebih besar dari 45 mm.

2) Ultrasonografi endoskopi

Ultrasonografi endoskopik dapat memberikan gambaran yang lebih baik daripada

ultrasonografi transabdominal. Karena sifatnya yang lebih invasif dan juga dapat

mendeteksi batu empedu yang berlokasi di duktus biliaris lebih baik. Kekurangannya

adalah mahal dari segi biaya dan banyak menimbulkan risiko bagi pasien.

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada

duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara didalam usus.

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif

murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat

dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus

paralitik, muntah, kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan

hepatitis karena pada keaadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Penilaian

kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

CT scan

Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.

ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)

Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Ercp

sangat bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensivitas 90%,

spesifitas 98%, dan akurasi 96%. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung

stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk

mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang

disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan

oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala

Page 11: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP

ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.

Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)

Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi

dari Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati

duktus biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di

duktus biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.

MRCP adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat

kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai

struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu

saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu

dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu

saluran empedu. Studi terkini MRCP menunjukkan nilai sensivitas antara 91% sampai

dengan 100%, nilai spesifisitas antara 92% sampai 100% dan nilai prediktif positif

antara 93% sampai 100% pada keadaan dugaan batu saluran empedu.

MRCP mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan ERCP, salah

satu manfaat besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang berhubungan

dengan instrumentasi, zat kontras, dan radiasi.

Sebaliknya MRCP juga memiliki limitasi mayor yaitu bukan merupakan

modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator, sedangkan ERCP

dapat berfungsi sebagai sarana diagnostik dan terapi pada saat yang sama.

VI. Diagnosa

Anamnesis

Setengah sampai 2/3 penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang

mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan

berlemak.

Pada yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri didaerah epigastrium, kuadran

atas kanan. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15

menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan

perlahan-laha tetapi pada 1/3 kasus muncul secara tiba-tiba.

Page 12: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, scapula atau ke puncak bahu,

disertai mual dan muntah. Lebih kurang ¼ penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang

setelah makan antacid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah

sewaktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan

sehingga pasien berhenti menarik napas yang merupakan tanda rangsangan peritoneum

setempat (murphy sign).

Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan

atas akan disertai dengan tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis.

Biasanya terdapat icterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Icterus yang bilang

timbulnya berbeda dengan icterus karena hepatitis.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak

anatomi kandung empedu. Tanda murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu

penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang merangsang tersentuh ujung

jari pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Pada pemeriksaan fisik batu saluran empedum batu tidak menimbulkan gejala atau

tanda pada fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sclera ikterik. Patut diketahui

bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3mg/dl, gejala icterus tidak jelas. Apabila

sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul icterus klinis.

a. Kolelitiasis

Definisi : Kolelitiasis adalah keadaan dimana terdapat batu empedu di dalam kandung

empedu yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih

sering dijumpai pada 4F yaitu wanita (female), usia diatas 40 tahun (forty), obese (fat),

dan fertile.

Etiologi : Faktor predisposisi terjadinya batu empedu antara lain perubahan komposisi

empedu (sangat jenuh dengan kolesterol), statis empedu (akibat gangguan kontraksi

kandung empedu atau spasme sfingter oddi), dan infeksi (bakteri dapat berperan sebagai

pusat presipitasi/pengendapan) kandung empedu.

Gejala Klinis : Keluhan timbul bila batu bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau

duktus koledokus. Gejala klinis dapat berupa kolik bilier, mual,muntah, dan lain-lain.

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini akibat

obstruksi transien duktus sistikus oleh batu, sehingga menyebabkan peningkatan

Page 13: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

intralumen dan distensi kandung empedu. Kolik biasanya timbul malam atau dini hari,

setelah makan berat atau makanan berlemak malam hari. Nyeri meningkat tajam dalam 15

menit dan menetap 3-5 jam. Timbul di kuadran kanan atas atau epigastrium, dapat

menjalar ke punggung kanan, dan dapat menyerupai angina pektoris. Episode kolik sering

disertai mual dan muntah.

b. Koledokolitiasis

Definisi : Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu di dalam saluran empedu yaitu

duktus koledokus komunis (CBD). Koledokolitiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan

sekunder. Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran

empedu sedangkan koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang

bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus. Koledokolitiasis primer

lebih banyak ditemukan di Asia, sedangkan di negara barat banyak koledokolitiasis

sekunder.

Etiologi : Penyebab koledokolitiasis sama seperti kolelitiasis. Batu pada koledokolitiasis

dapat berasal dari batu di kandung empedu yang bermigrasi dan menyumbat di duktus

koledokus, atau dapat juga berasal dari pembentukan batu di duktus koledokus itu sendiri.

Gejala klinis : Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan

yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.

Gejala koledokolitiasis mirip seperti kolelitiasis seperti kolik bilier, mual, muntah, namun

pada koledokolitiasis disertai ikterus, BAK kuning pekat dan BAB berwarna dempul.

VII.Faktor Resiko

Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:

a. Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.

Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari

40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu

semakin tinggi.

Hal ini disebabkan:

Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan

Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia

Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah

Page 14: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

b. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan

dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan

eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 %

pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia,

walaupun umumnya selalu pada wanita.

c. Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi

untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol

dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko

untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar

kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu

dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan

berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan

dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya

kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

VIII. Diagnosis Banding

a. Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan akut penkreas, yang diikuti oleh terjadinya

kaskade imunologis kompleks yang mempengaruhi patogenesis maupun perjalanan

penyakit.

Gejala klinis :

Page 15: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

- Rasa nyeri, dengan karateristik : timbul tiba-tiba di epigastrium ( tersering), kadang

agak ke kiri atau kanan atau menjalar ke punggung, perut dan abdomen bawah, atau

timbul terus-menerus, makin bertambah dan berhari-hari.

- Bisa disertai mual-muntah serta demam, kadang terdapat tanda kolaps kardiovaskular,

renjatan dan gangguan pernapasan.

Pada pemeriksaan fisik :

- Nyeri tekan perut bagian atas karena rangsangan peritoneum

- Tanda peritonitis lokal maupun umum

- Teraba seperti adanya massa pada bagian pankreas yang membengkak dan adanya

infiltrat radang

- Meteorismus pada 70-80% kasus

- Suhu tinggi menunjukkan kemungkinan kolangitis, kolesistitis, atau abses pankreas

- Ikterus biasanya pada pankreatitis bilier

- Efusi pleura pada sisi kiri, menunjukkan prognosis buruk

b. Hepatitis virus akut

Hepatitis virus akut adalah infeksi sistemik yang meyerang hati. Virus penyebab adalah

hepatitis virus A (HAV), hepatitis virus B (HBV), hepatitis virus C (HCV), hepatitis

virus D (HDV), dan hepatitis virus E (HEV).

Gejala klinis :

- Manifestasi penyakit bervariasi luas dari asimtomatik hingga gagal hati akut

- Gejala prodromal tidak spesifik disertai gejala gastrointestinal seperti anoreksia,

mual,muntah, dan malaise.

- Gejala prodromal akan hilang pada saat ikterus muncul, tapi anoreksia, malaise, dan

mialgia akan menetap. Ikterus akan di dahului oleh urin berwarna gelap dan pruritus.

Pada pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan hepatomegali dan nyeri tekan pada hati.

Splenomegali ringan dan limfadenopati dapat ditemui kira-kira 15-20% pasien. Pada

hepatitis E bisa ditemukan juga nyeri tekan pada kuadran kanan dan transient spider

angiomata.

IX. Penatalaksanaan

a. Konservatif

Page 16: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

1). Lisis batu dengan obat-obatan

Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami

keluhan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan

dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu

empedu kolesterol dibutuhkan dengan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan

diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Dosis lazim yang digunakan ialah

8-10 mg/KgBB terbagi dalam 2-3 dosis harian. Terapi efektif pada ukuran batu

kecil kurang dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.

2). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang

lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-

benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL

memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.

b. Operatif

1). Open kolesistektomi

Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu

simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris

rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi

trauma CBD, perdarahan, dan infeksi.

2). Kolesistektomi laparoskopik

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan

lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan

biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra

indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi

tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang

terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma

duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan

menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri,

dapat kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan

semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.

Page 17: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

XI. Prognosis

Kolelitiasis : Kebanyakan pasien dengan batu empedu tetap asimtomatik sepanjang

hidupnya. Kolik bilier timbul pada 1% pasien, dan pilihan terapi adalah kolesistektomi.

Obstruksi duktus sistikus mengakibatkan kolesistitis akut. Terapi adalah antibiotik dan

kolesistektomi.

Koledokolitiasis : koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius

karena komplikasi mekanik berupa sirosis bilier sekunder, dan infeksi berat yang terjadi

berupa kolangitis akut.

Page 18: Tinjauan Pustaka choledokolitiasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.479 - 481

2. Lumbantobing S. M, Pemeriksaan fisik dan Mental. Jakarta: Fakultas kedokteran

Univeritas Indonesia, 1998.

3. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery.Edisi

6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.

4. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2005. 570-9.

5. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran.Edisi ke-9. Jakarta: EGC,1999. 1028-1029.

6. Suzana N. Buku Ajar Gastroenterohepatologi. Jakarta : Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia;2013.h.187-193.