tinjauan pustaka cabe

31
20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pangan Pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (Saparinto dan Hidayati, 2006). Pada hakikatnya pangan adalah kebutuhan dasar setiap insan manusia yang paling hakiki yang tidak dapat dihindari untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya di muka bumi. Karena pangan inilah manusia dapat tumbuh dan berkembang baik fisik, mental maupun otaknya, sehingga pangan menjadi sangat penting peranannya bagi manusia di dalam meningkatkan kualitas intelektualitas dan produktivitas kerjanya (Seto, 2001). 2.1.1. Pembagian Pangan Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu (Saparinto dan Hidayati, 2006): 1. Pangan segar Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Universitas Sumatera Utara

Transcript of tinjauan pustaka cabe

Page 1: tinjauan pustaka cabe

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pangan

Pangan menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 adalah segala

sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak

diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,

termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang

digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau

minuman (Saparinto dan Hidayati, 2006).

Pada hakikatnya pangan adalah kebutuhan dasar setiap insan manusia yang

paling hakiki yang tidak dapat dihindari untuk mempertahankan kelangsungan

hidupnya di muka bumi. Karena pangan inilah manusia dapat tumbuh dan

berkembang baik fisik, mental maupun otaknya, sehingga pangan menjadi sangat

penting peranannya bagi manusia di dalam meningkatkan kualitas intelektualitas dan

produktivitas kerjanya (Seto, 2001).

2.1.1. Pembagian Pangan

Berdasarkan cara perolehannya, pangan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu

(Saparinto dan Hidayati, 2006):

1. Pangan segar

Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan. Pangan segar

dapat dikonsumsi langsung ataupun tidak langsung, yakni dijadikan bahan baku

pengolahan pangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: tinjauan pustaka cabe

21

2. Pangan olahan

Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses pengolahan dengan

cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Pangan olahan bisa

dibedakan lagi menjadi pangan olahan siap saji dan tidak siap saji.

a) Pangan olahan siap saji adalah makanan dan minuman yang sudah

diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha

atas dasar pesanan.

b) Pangan olahan tidak siap saji adalah makanan atau minuman yang

sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih memerlukan

tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum.

3. Pangan olahan tertentu

Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok

tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan. Contoh:

ekstrak tanaman stevia untuk penderita diabetes, susu rendah lemak untuk orang

yang menjadi rendah lemak, dan sebagainya.

2.1.2. Persyaratan Kesehatan Pangan

Persyaratan kesehatan pangan terdiri dari (Moehyi, 1992):

1. Persyaratan bahan pangan

Persyaratan untuk bahan pangan yang akan diolah, seperti daging, susu, telur,

ikan dan sayuran harus segar atau tidak rusak dan harus dibeli di tempat resmi

yang diawasi. Persyaratan untuk bahan pangan terolah, seperti kecap, mie, sosis,

kornet harus memenuhi persyaratan peraturan menteri kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: tinjauan pustaka cabe

22

2. Persyaratan pangan terolah

Persyaratan untuk pangan terolah terdiri dari dua golongan, yaitu persyaratan

untuk pangan terolah yang dikemas dan persyaratan untuk pangan yang tidak

dikemas.

Persyaratan untuk pangan terolah yang dikemas harus mempunyai label,

mempunyai nomor tanda pendaftaran, kemasan tidak rusak, pecah, atau kembung,

dan belum kadarluarsa.

Persyaratan untuk pangan terolah yang tidak dikemas adalah pangan masih baru

dan segar, tidak basi, busuk, atau berjamur, dan tidak mengandung bahan yang

terlarang.

3. Persyaratan pangan jadi

Persyaratan untuk pangan jadi yaitu pangan yang diolah oleh produsen dan

kemudian disajikan, yang harus dipenuhi adalah tidak rusak, tidak busuk dan

tidak basi ditandai dari rasa, bau, adanya lendir, perubahan warna dan aroma,

adanya jamur atau tanda-tanda kerusakan lain, jumlah kandungan logam berat

seperti merkuri, residu pestisida tidak boleh melebihi ambang batas yang tidak

diperbolehkan, dan angka bakteri E. Coli harus 0 per gram.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses produksi makanan antara lain

sebagai berikut (Saparinto dan Hidayati, 2006) :

1. Mencegah tercemarnya makanan oleh cemaran biologis, kimia, dan benda lain

yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan

konsumen.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: tinjauan pustaka cabe

23

2. Mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi

jumlah jasad renik lainnya.

3. mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan

tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan,

serta cara penyajian.

2.2. Keamanan Pangan

Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi dan upaya untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang menggangu,

merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam dan tersedia secara cukup

merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya dalam

suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta

makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat

(Rimbawan, 2001).

Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang

disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau

senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk

konsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan

merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik,

toksisitas kimiawi dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak

aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan

masalah terhadap status gizinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: tinjauan pustaka cabe

24

Karena keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring

dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi, maka

diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi, diolah, ditangani,

diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada konsumen.

Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi

pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan,

sampai saat produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001).

2.3. Bahan Tambahan Makanan

2.3.1. Pengertian Bahan Tambahan Makanan

Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam

makanan dan minuman dalam proses pengolahan, pengemasan dan/atau penyimpanan

dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama (Hardinsyah dan Sumali, 2001).

Berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan bahwa

bahan tambahan makanan adalah bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai

makanan dan tidak merupakan bahan baku pangan, dan penambahannya kedalam

pangan ditinjau untuk mengubah sifat – sifat makanan.

Secara khusus kegunaan bahan tambahan pangan di dalam pangan adalah

untuk (Depkes RI, 1988):

1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroorganisme

perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat

menurunkan mutu pangan

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak di mulut

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

Universitas Sumatera Utara

Page 6: tinjauan pustaka cabe

25

4. Meningkatkan kualitas pangan

5. Menghemat biaya.

Bahan tambahan makanan tidak boleh digunakan untuk :

1. Penipuan bagi konsumen

2. Menyembunyikan kesalahan dalam teknik penanganan atau pengolahan

3. Menurunkan nilai gizi makanan

4. Tujuan penambahan yang lebih praktif.

2.3.2. Jenis dan Fungsi Bahan Tambahan Makanan

Pada umumnya bahan tambahan makanan dibagi menjadi dua bagian besar,

yaitu dengan sengaja ditambahkan dan tidak sengaja ditambahkan (Fardiaz, 2007).

a. Dengan sengaja ditambahkan ( Direct Additives atau Intentional food Additives )

Adalah bahan tambahan makanan yang sengaja ditambahkan pada makanan.

Jumlah penambahannya telah ditentukan untuk menghindari dampak yang kurang

baik bagi kesehatan. Untuk hal ini dibagi dalam 3 kategori :

1. Yang bersifat aman atau GRAS (Generally Recognize As Safe), dengan dosis

yang relatif tidak dibatasi, misalnya; pati (sebagai pengental).

2. Bahan tambahan makanan yang boleh digunakan namun harus mendapat

persetujuan dari instansi yang berwenang (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan). Misalnya, zat warna yang sudah

dilengkapi sertifikat dari negara asalnya bahwa aman dan boleh digunakan

pada makanan (Diluar daftar Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/88).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: tinjauan pustaka cabe

26

3. Bahan tambahan makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dimana

untuk menggunakannya ditentukan dosis maksimum, sesuai Peraturan

Menteri Kesehatan R.I. No. 722/Menkes/Per/IX/88.

b. Tidak sengaja ditambahkan (Indirect Additives atau Incidental food Additives )

Adalah bahan tambahan makanan yang tanpa sengaja masuk pada rantai

makanan, penyebabnya timbul dari berbagai akibat penyimpangan dalam; produksi,

pembuatan, cara kerja, pengemasan maupun pemasaran makanan. Beberapa bahan

kimia ikutan yang dapat menimbulkan indirect additives ialah :

1. Residu pestisida kimia yang terdapat pada hasil-hasil pertanian/perkebunan

akibat penggunaan pestisida kimia pada saat penanaman.

2. Bahan tambahan makanan atau obat-obatan yang diberikan pada makanan

ternak, berupa antibiotik, hormon dan lain-lain. Umumnya terbawa pada

produk daging, telur dan susu.

3. Unsur-unsur bahan pengemas yang terlepas pada makanan.

4. Zat pencemar yang berasal dari proses pengolahannya, misalnya : minyak

pelumas yang digunakan pada mesin pembuat makanan.

Bila dilihat dari asalnya, additives dapat berasal dari sumber alamiah seperti

lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya; dapat juga disintesis dari bahan kimia yang

mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan

kimia maupun sifat metabolismenya seperti β-karoten, asam askorbat, dan lain-lain.

Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu pekat, lebih stabil, dan

lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi

ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi

Universitas Sumatera Utara

Page 8: tinjauan pustaka cabe

27

kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang

terjadinya kanker pada hewan dan manusia (Winarno, 2004).

Adapun fungsi penambahan dari bahan tambahan makanan tersebut secara

umum adalah (Saparinto dan Hidayati, 2006) :

1. Memperbaiki daya tahan makanan agar tidak mengalami perubahan struktur

kimia atau pembusukan, misalnya anti oksidan

2. Memperbaiki rasa dan warna, misalnya ungu, kuning matahari, orange, hijau

dan warna-warna lainnya, dan

3. Menambah gizi makanan, dan vitamin.

Banyak konsumen khawatir dengan pemakaian bahan tambahan makanan

karena kemungkinan dapat membahayakan kesehatan dan potensial menimbulkan

penyakit kanker. Menurut Robert (1981), ada lima (5) kemungkinan yang dapat

menimbulkan resiko tinggi pada tubuh manusia yang berasal dari makanannya.

Kelima kemungkinan ini adalah sebagai berikut (Fardiaz, 2007) :

1. Karena adanya mikroba pada makanan tersebut.

2. Zat gizi yang terkandung didalam makanan, bila dimakan berlebihan

berdampak buruk bagi kesehatan.

3. Zat pencemar yang berasal dari lingkungan seperti misalnya residu (sisa)

pestisida kimia yang masih tertinggal pada buah-buahan atau sayuran.

4. Adanya zat yang mengandung racun secara alami pada makanan tersebut.

5. Adanya berbagai bahan tambahan pada makanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: tinjauan pustaka cabe

28

2.3.3. Bahan Tambahan Makanan Yang Diijinkan

Berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 menyatakan bahwa

tambahan makanan yang diijinkan digunakan dalam makanan adalah (Depkes RI,

1988) :

1. Anti oksidan dan anti oksidan sinergis

Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mencegah terjadinya proses

oksidasi. Contoh : asam askorbat dan asam eritrobat serta garamnya untuk produk

daging, ikan, dan buah-buahan kaleng. Butilhidroksi anisol (BHA) atau

butilhidroksi toluen (BHT) untuk lemak, minyak, dan margarin.

2. Anti kempal

Zat anti kempal adalah zat makanan tambahan yang dapat mencegah

penggumpalan pada bahan pangan yang berbentuk tepung atau butiran, yang

mudah menyerap air atau rempah-rempah yang mengandung minyak atsiri. Bahan

anti kempal ini tidak bersifat racun dan dapat tercerna oleh tubuh pada batas

tertentu. Misalnya : Kalsium.

3. Pengatur keasaman

Terdiri dari :

a. Pengasaman (Accidulant)

Zat pengasam adalah bahan tambahan makanan yang digunakan untuk tujuan

penegas rasa dan aroma. Sisa lainnya dapat mencegah sisa rasa asam yang

tidak disukai atau mempertahankan derajat keasaman pada bahan makanan.

Derajat keasaman atau kebebasan merupakan sifat yang sangat penting pada

Universitas Sumatera Utara

Page 10: tinjauan pustaka cabe

29

beberapa makanan. Yang termasuk dalam zat pengasam, adalah asam sitrat

dan fosfat yang dapat menghambat oksidasi aroma pada minuman.

b. Penetral (Base / Alkalis)

Zat penetral yang termasuk dalam bahan tambahan makanan ini adalah

”hydroxides”, yang berfungsi menurunkan derajat keasaman makanan.

c. Pendapar (Buffer)

Zat pendapar ini antara lain calsium gluconate, suatu bahan yang dapat

membuat makanan menjadi tidak terlalu asam maupun basa jika makanan

mempunyai keasaman yang tinggi.

4. Pemanis buatan

Zat pemanis adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan rasa manis

atau dapat membantu mempertajam penerimaan lidah terhadap rasa manis.

sedangkan nilai gizi atau kalorinya jelas lebih rendah dari gula biasa. Contoh :

sakarin dan siklamat.

5. Pemutih dan pematang tepung

Zat pemutih adalah bahan tambahan makanan yang dapat bersifat oksidator. Ini

berkaitan dengan fungsi mengoksidasi pigmen-pigmen (menghilangkan atau

mengaburkan bercak-bercak dan warna) yang tidak diinginkan pada produk.

Penggunaan bahan ini harus memperhatikan dosisnya, misalnya pada jumlah

berlebihan zat ini dapat menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah, butirannya

tidak merata, berwarna abu-abu dan isinya menyusut.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: tinjauan pustaka cabe

30

Zat pematang adalah bahan tambahan makanan yang dapat mematangkan tepung,

hingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan. Yang termasuk pematang adalah :

amonium persulfat.

6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental

Bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan

sistem dispersi yang homogen pada makanan. Biasa digunakan untuk makanan

yang mengandung air atau minyak. Contoh : polisorbat untuk pengemulsi es krim,

dan kue, pektin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan dan es krim,

gelatin pemantap dan pengental untuk sediaan keju, karagenen dan agar untuk

pemantap dan pengental produk susu dan keju.

7. Pengawet

Bahan tambahan makanan yang dapat mencegah fermentasi, pengasaman atau

peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasa

ditambahkan pada makanan yang mudah rusak atau yang disukai sebagai medium

pertumbuhan bakteri atau jamur. Contoh : asam benzoat dan garamnya dan ester

para hidroksi benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju, dan margarin, asam

propionat untuk keju dan roti.

8. Pengeras

Bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah lunaknya

makanan. Contoh : Al sulfat, Al Na sulfat untuk pengeras pada acar ketimun dalam

botol, Ca glukonat, dan Ca sulfat pada buah kaleng seperti tomat dan apel.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: tinjauan pustaka cabe

31

9. Pewarna

Bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada

makanan atau minuman. Zat warna yang digunakan dapat berasal dari bahan alami

maupun dari bahan sintetik. Contoh : karmin, ponceau 4R, eritrosin warna merah,

green FCF, green S warna hijau, kurkumin, karoten, yellow kuinolin, tartazin

warna kuning, dan karamel warna coklat.

10. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa

Bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas

rasa dan aroma. Contoh : monosodium glutamat pada produk daging.

11. Sekuestran

Bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada pada makanan

sehingga dicegah terjadinya oksidasi yang dapat menimbulkan perubahan warna

dan aroma. Biasa ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang

mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh : asam folat dan

garamnya.

Selain itu terdapat juga beberapa bahan tambahan makanan yang bisa

digunakan dalam makanan antara lain (Fardiaz, 2007):

1. Enzim

Bahan tambahan makanan yang berasal dari hewan, tanaman atau jasad renik yang

dapat menguraikan makanan secara enzimatik. Biasa untuk mengatur proses

fermentasi makanan. Contoh : amilase dari aspergillus niger untuk tepung gandum,

dan rennet dalam pembuatan keju.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: tinjauan pustaka cabe

32

2. Penambah gizi

Bahan tambahan makanan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik tunggal

maupun campuran yang dapat memperbaiki atau memperkaya gizi makanan.

Contoh : asam askorbat, feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, B12, dan vitamin

D.

3. Humektan

Bahan tambahan makanan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat

mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh : gliserol untuk keju, es krim

dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan kue.

4. Antibusa

Bahan tambahan makanan yang dapat menghilangkan busa yang dapat timbul

karena pengocokan dan pemasakan. Contoh : dimetil polisiloksan pada jeli, minyak

dan lemak, sari buah dan buah nanas kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak

dan lemak.

5. Pencegah lengket

Zat ini digunakan untuk mencegah makanan lengket pada tempatnya, pengaduk,

pembakar atau tempat pembungkus. Bahan yang biasa digunakan adalah tepung

atau mentega yang ditaburkan sebelum makanan diletakkan untuk menjadikan

makanan tidak lengket.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: tinjauan pustaka cabe

33

2.3.4. Bahan Tambahan Makanan Yang Tidak Diijinkan

Bahan tambahan yang tidak diijinkan atau dilarang digunakan dalam makanan

karena bersifat karsinogenik berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988

adalah:

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya 2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC) 4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate)

6. Kloramfenikol (Chloramphenicol) 7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone) 9. Formalin (Formaldehyde)

Adapun menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan

tambahan di atas masih ada tambahan kimia lain yang dilarang, yakni Rhodamin B

(pewarna merah), Methanyl yellow (pewarna kuning) dan Kalsium Bromat

(Potassium Bromate) atau pengeras (Cahyadi, 2008).

2.4. Bahan Pewarna Makanan 2.4.1. Defenisi Pewarna Makanan Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat

memperbaiki penampakan makanan agar menarik, menyeragamkan dan menstabilkan

warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan

(Riandini, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: tinjauan pustaka cabe

34

Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan, terutama

produk jajanan pasar serta berbagai makanan olahan yang dibuat oleh industri kecil

ataupun industri rumah tangga meskipun pewarna buatan juga ditemukan pada

berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar (Yuliarti, 2007).

Kualitas bahan makanan ditentukan antara lain oleh cita rasa, warna, tekstur

dan nilai gizi. Akan tetapi sebagian besar konsumen sebelum mempertimbangkan cita

rasa dan nilai gizi akan lebih tertarik pada tampilan atau warna makanan serta

pengolahan bahan makanan (Saparinto dan Hidayati, 2006).

Biasanya alasan penggunaan zat pewarna lebih banyak ditentukan dari

pandangan estetika yaitu (Fardiaz, 2007) :

1. Memperbaiki penampakan makanan yang warnanya memudar akibat

pemanasan atau selama penyimpanan (misalnya sayuran).

2. Memperoleh warna yang seragam pada komediti yang secara alami tidak

seragam (misalnya warna kulit jeruk).

3. Memperoleh warna yang lebih tegas dan cemerlang dari warna aslinya.

Misalnya pada produk minuman ringan dan yoghurt yang diberi aroma

tertentu, oleh konsumen sering diasosiasikan sebagai warna buah yang khas,

seperti warna ungu dengan bau anggur, dan lain-lain.

4. Melindungi zat-zat vitamin yang peka terhadap cahaya selama penyimpanan.

Dalam hal ini pewarna tersebut berfungsi sebagai penyaring cahaya atau tirai

yang menghambat masuknya cahaya.

5. Memperoleh penampakan yang lebih menarik dari bahan aslinya (misalnya

warna agar-agar).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: tinjauan pustaka cabe

35

6. Untuk identifikasi produk (misalnya warna kuning adalah margarine).

2.4.2. Jenis Pewarna Makanan Di Indonesia, penggunaan zat pewarna untuk makanan (baik yang diizinkan

maupun dilarang) diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

239/Menkes/Per/V/1985 dan direvisi melalui SK Menteri Kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/IX/1988 mengenai bahan tambahan makanan. Bahan pewarna

makanan terbagi dalam dua kelompok besar yaitu :

1. Pewarna alami

Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bahan

pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau

terbentuk dalam proses pemanasan, penyimpanan atau pemprosesan. Beberapa

pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain : klorofil, karotenoid,

tanin, antosianin, dan antoxantin. Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak

cukup stabil terhadap panas, cahaya dan PH tertentu. Walau begitu, pewarna alami

umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: tinjauan pustaka cabe

36

Tabel 2.1 Contoh-Contoh Bahan Pewarna Alami Kelompok Warna Sumber

Karamel Coklat Gula dipanaskan Anthosianin Jingga

Merah Biru

Tanaman

Flavonoid Tanpa kuning Tanaman Leucoantho Sianin Tidak berwarna Tanaman Tannin Tidak berwarna Tanaman Batalain Kuning, merah Tanaman Quinon Kuning, hitam Tanaman

Bakteria lumut Xanthon Kuning Tanaman Karotenoid Tanpa kuning-merah Tanaman/hewan Klorofil Hijau, coklat Tanaman Heme Merah, coklat Hewan

Sumber : Tranggono dkk dalam : Yuliarti, 2007.

Sesungguhnya tidak ada data yang menunjukkan bahan pewarna alami lebih

aman dari yang sintetik atau buatan. Namun umumnya orang percaya bahan-bahan

tersebut relatif lebih aman dibandingkan dengan bahan kimia karena faktor

kelarutannya dalam tubuh yang agak mudah diserap. Meskipun relatif lebih aman

akan tetapi jika dibandingkan dengan zat pewarna sintetik, bahan pewarna alami

mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain (Fardiaz, 2007):

1. Seringkali memberikan rasa dan aroma khas yang tidak diinginkan

2. Konsentrasi pigmen rendah

3. Stabilitas pigmen rendah

4. Keseragaman warna kurang baik

5. Spektrum warna tidak seluas seperti pada warna sintetik.

2. Pewarna Buatan

Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan

yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung

Universitas Sumatera Utara

Page 18: tinjauan pustaka cabe

37

pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan

adalah tartazin untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan

sebagainya.

Tabel 2.2 Bahan Pewarna Buatan Yang Diizinkan Di Indonesia Pewarna Nomor Indeks

Warna (C.I.No.) Batas Maksimum

Penggunaan Amaran Amaranth: CI Flood

Red 9 Briliant blue FCF: CI

16185 Secukupnya

Biruberlian Food red 2 42090 Secukupnya Eritrosin Eritrosin: CI

Food red 14 Fast 45430 Secukupnya

Hijau FCF Green FCF: CI Food green 3

42053 Secukupnya

Hijau S. Green S: CI Food Green 4

44090 Secukupnya

Indigotin Indigotin: CI Food Blue 1

73015 Secukupnya

Penceau 4R Penceau 4R: CI Food red 7

16255 Secukupnya

Kuning Quineline yellow 74005 Secukupnya Kuinelin CI. Food yellow 13

Sunset yellow FCF 15980 Secukupnya

Kuning FCF CI. Food yellow 3 - Secukupnya Riboflavina Tartrazine

Riboflavina Tartrazine

19140 Secukupnya

Sumber : Peraturan Menkes RI. N0. 722/Menkes/Per/IX/88 dalam : Yuliarti, 2007.

Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat

menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang

digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap

cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan. Sedangkan

pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat diolah dan

disimpan (Anonimous, 2006).

Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara

sintesis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil

Universitas Sumatera Utara

Page 19: tinjauan pustaka cabe

38

pada produk pangan. Dengan demikian, produsen bisa menggunakan banyak pilihan

warna untuk menarik minat calon konsumen (Syah, 2005).

Tabel 2.3 Bahan Pewarna Buatan Yang Dilarang Di Indonesia Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna

(C.I.No.) Citrus red No. 2 12156 Ponceau 3 R (Red G) 16155 Penceau SX (Food Red No. 1) 14700 Rhodamin B (Food Red No. 5) 45170 Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085 Magentha (Basic Violet No. 14) 42510 Chrysoidine (Basic Orange No. 2) 11270 Butter yellow (Solveent yellow No. 2) 11020 Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055 Methanil yellow (Food Yellow No. 14) 13065 Auramine (Ext. D & C Yellow No. !) 41000 Oil Oranges SS (Basic Yellow No. 2) 12100 Oil Oranges XO (Solvent Oranges No. 7) 12140 Oil yellow AB (Solvent Oranges No. 5) 11380 Oil yellow OB (Solvent Oranges No. 6) 11390

Sumber : Peraturan Menkes RI. N0. 722/Menkes/Per/IX/88 dalam : Yuliarti, 2007.

Dari berbagai warna tekstil yang disalahgunakan sebagai pewarna makanan,

yang paling banyak digunakan adalah Rhodamin B dan Metanyl Yellow. Padahal

keduanya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang mungkin baru muncul

bertahun-tahun setelah kita mengonsumsinya (Yuliarti, 2007).

Beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan yaitu

(Wiryanta, 2002):

1. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara, atau temperatur

yang ekstrim akibat proses pengolahan dan penyimpanan.

2. Memperbaiki variasi alami warna.

3. Membuat identik produk pangan.

4. Menarik minat konsumen dengan pilihan warna yang menyenangkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: tinjauan pustaka cabe

39

5. untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruhi sinar matahari

selama produk disimpan.

2.4.3. Rhodamin B

Rhodamin B merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal, tidak

berbau, berwarna merah keunguan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang

berpendar (Dinkes Jombang, 2005).

Gambar 2.1. Struktur Rhodamin B

Rhodamin B (C28N31N2O3CL) adalah bahan kimia sebagai pewarna dasar

untuk berbagai kegunaan, semula zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan

sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya

yang berfluorensi. Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan

sekarang berkembang untuk berbagai keperluan seperti sebagai pewarna kertas dan

tekstil. Rhodamin B seringkali disalah gunakan untuk pewarna pangan dan pewarna

kosmetik, misalnya sirup, lipstik, pemerah pipi, dan lain-lain. Pewarna ini terbuat dari

Universitas Sumatera Utara

Page 21: tinjauan pustaka cabe

40

dietillaminophenol dan phatalic anchidria dimana kedua bahan baku ini sangat toksik

bagi manusia. Biasanya pewarna ini digunakan untuk pewarna kertas, wol dan sutra

(Djarismawati, 2004).

2.4.4. Penyalahgunaan Rhodamin B Pada Makanan

Dewasa ini, banyak sekali kasus keracunan makanan mewarnai media cetak

maupun televisi. Tidak jarang pula kasus kematian yang berasal dari keracunan

makanan turut dilaporkan. Yang lebih mencengangkan lagi, kasus keracunan

makanan yang dilaporkan tidak hanya bersumber pada ketidakhigienisan makanan,

tetapi juga penggunaan bahan-bahan kimia yang dilarang dalam makanan. Seperti

halnya Rhodamin B sering disalahgunakan untuk pewarna pangan seperti yang

digunakan pada kerupuk dan minuman yang sering dijual di sekolah (Retno, 2007).

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta

menemukan minuman es buah yang dijual di arena Pasar Malam Pasar Sekaten

(PMPS) mengandung Rhodamin B atau pewarna kain. Dalam sidak makanan di

PMPS yang dilakukan BBPOM, Dinas Kesehatan Kota, Dinas Perindustrian

Perdagangan dan Koperasi dan Pertanian Kota serta Dinas Ketertiban Kota,

menemukan seorang pedagang yang menjual es buah dengan pewarna kain atau

Rhodamin B untuk campuran sirupnya (Aje, 2009).

Pangan yang mengandung Rhodamin B di antaranya makanan ringan, terasi,

kembang gula, biskuit, minuman ringan, cendol, manisan, dawet, bubur, gipang dan

ikan asap. Produk yang terbanyak ditemukan mengandung Rhodamin B adalah

kerupuk, terasi dan makanan ringan (Endang, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 22: tinjauan pustaka cabe

41

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI) di DKI Jakarta, dalam pembuatan cabe merah giling

ditambahkan bahan lain seperti wortel dan kulit bawang putih agar menambah berat,

akan tetapi sangat merubah warna merah. Oleh karena itu ditambahkan Rhodamin B

ke dalam campuran cabe, wortel dan kulit bawang putih agar warna kembali seperti

semula (Djarismawati, 2004).

2.4.5. Dampak Rhodamin B Terhadap Kesehatan

Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya

akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan

menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati terjadi akibat makanan

yang mengandung Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B

dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati

(Joomla, 2009).

Bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat

akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B tersebut masuk

melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan

mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing yang berwarna merah maupun

merah muda. Sedangkan menghirup Rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula apabila

terkena kulit akan mengalami iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan

mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau

oedem pada mata (Yuliarti, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: tinjauan pustaka cabe

42

2.5. Cabe Merah (Capsicum annum L)

2.5.1. Defenisi Cabe Merah

Menurut Standar Nasional Indonesia No. 01 - 4480 – 1998 cabe merah adalah

buah cabe merah dari spesies Capsicum annum L yang dipetik pada tingkat ketuaan

optimal dan belum diproses.

Cabe merah mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, buah yang masih muda

berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi merah. Cabe selain dapat dikonsumsi

segar sebagai bumbu campuran masakan, juga dapat diawetkan dalam bentuk sambal,

saus, pasta acar, buah kering dan tepung (Badan Standar Nasional, 1998).

Cabe merah merupakan suatu komoditas sayuran yang tidak dapat

ditinggalkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan asal-usulnya,

cabe berasal dari Peru (Prajnanta, 2008).

2.5.2. Jenis-Jenis Cabe Merah

Menurut Setiadi (2008) sesuai dengan namanya, cabe merah atau lombok

merah (C. Annum var. Longum) karena buahnya besar berwarna merah. Cabe merah

terdiri dari beberapa jenis, di antaranya ialah sebagai berikut :

1. Cabe keriting

Cabe ini berukuran lebih kecil dari cabe merah biasa, tetapi rasanya lebih

pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang agak berkelok-kelok

dengan permukaan buah tidak rata sehingga memberikan kesan “keriting”. Buah

mudanya ada yang berwarna hijau dan ada yang ungu.

Penampakan fisik tanamannya agak tegak. Ukuran daunnya lebih besar dan

lebar dibanding cabe merah umumnya. Daun cabe ini berwarna hijau tua bertabur

Universitas Sumatera Utara

Page 24: tinjauan pustaka cabe

43

warna putih di atasnya sehingga memberikan kesan sebagai daun keriting yang

dibedaki.

2. Cabe Tit atau tit super

Tit super dikenal sebagai cabe lokal. Tinggi tanaman antara 30-70 cm dan

mampu menumbuhkan 8-10 cabang yang berarti mampu membentuk banyak kuncup.

Potensi varietas ini dalam membentuk bunga sangat bagus sehingga mampu

menghasilkan calon bunga sampai 500 buah meskipun yang tumbuh menjadi buah

hanya sekitar 70-80%.

Buahnya berwarna merah menyala dengan ukuran besar, panjang, dan mulus

serta ujungnya mengecil runcing dan bengkak. Panjang buah 10-15 cm dengan bobot

10 g per buah, malahan panjang buah di cabang pertama dapat mencapai 18 cm

dengan bobot mencapai 20 g per buah.

3. Cabe hot beauty

Di kalangan petani umumnya jenis cabe ini sering disebut cabe Taiwan.

Memang cabe ini merupakan cabe hibrida yang diintroduksi dari Taiwan. Ukuran

buahnya besar, panjang, dan lurus. Daging buahnya tipis dengan rasa kurang pedas

dibandingkan cabe keriting, warna buahnya menggiurkan dan kesegarannya dapat

tahan lama, tanamannya tegak agak tinggi dengan daun kecil-kecil.

4. Cabe merah lainnya

Selain jenis cabe merah yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa jenis cabe

merah lain yang ada di Indonesia. Beberapa jenis cabe di antaranya ialah cabe

Semarang, cabe Paris, cabe jatilaba, dan cabe long chilli.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: tinjauan pustaka cabe

44

Cabe Semarang mirip cabe tit super, perbedaannya hanya terletak pada

buahnya yang lebih kecil, pangkalnya lurus, dan berujung bengkok. Cabe Paris

buahnya besar, lurus dari pangkal sampai ujung, berwarna merah kekuningan, dan

berurat atau bergaris putih. Cabe jatilaba buahnya besar, lurus, berkerut-kerut,

berujung runcing, dan berwarna merah kehitaman. Cabe long chilli merupakan cabe

introduksi dari Taiwan. Buahnya ramping, panjang berkulit halus, dan berdaging agak

tebal dibandingkan hot beauty.

Gambar 2.2. Contoh cabe merah

2.5.3. Komposisi Buah Cabe

Adapun komposisi kimia yang terdapat di dalam buah cabe adalah :

1. Kapsaikin, merupakan unsur aktif dan pokok yang berkhasiat, terdiri dari lima

komponen kapsainoid yaitu nordihido kapsaikin, kapsaikin, dihidro kapsaikin,

homo kapsaikin, dan homo dihidro kapsaikin.

Hot Beauty Long Chili

Tit Super Keriting

Universitas Sumatera Utara

Page 26: tinjauan pustaka cabe

45

2. Kapsikidin, yaitu senyawa yang terdapat di dalam biji cabe.

3. Kapsikol

4. Zat warna kapsantin

5. Karoten

6. Kapsarubin

7. Zeasantin

8. Kriptosantin

Selain mengandung senyawa-senyawa di atas, cabe juga mengandung gizi

berupa protein dan vitamin yang berguna bagi tubuh, seperti yang terlihat pada tabel

dibawah ini (Wiryanta, 2008).

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Cabe Merah Segar Per 100 Gram No. Kandungan Gizi Satuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.

Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin C Vitamin B1 Vitamin B2 Niasin Kapsaikin Pektin Pentosan Pati

31,0 kal 1,0 gram 0,3 gram 7,3 gram 29,0 mg 24,0 mg 0,5 mg

470 (SI) 18,0 mg 0,05 mg 0,03 mg 0,02 mg 0,1-1,5%

2,33% 8,57%

0,8-1,4% Sumber : Departemen Pertanian RI dalam : Wiryanta, 2008.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: tinjauan pustaka cabe

46

2.5.4. Manfaat Cabe Untuk Kesehatan

Buah cabe dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik yang

berhubungan dengan kegiatan masak-memasak seperti pembuatan bumbu pecel,

sambal, lotek, asinan, acar maupun untuk keperluan yang lain seperti untuk bahan

ramuan obat tradisional. Konon buah cabe dapat bermanfaat untuk membantu kerja

pencernaan dalam tubuh manusia (Pitojo, 2003).

Buah cabe mengandung semacam minyak asiri, yaitu kapsikol. Senyawa

kapsikol berfungsi untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak napas, dan gatal-

gatal. Seiring dengan perkembangan teknologi, cabe banyak dimanfaatkan sebagai

bahan pembuatan salep gosok, salep tempel dan obat pegal linu.

Cabe memiliki begitu banyak khasiat disebabkan oleh senyawa kapsaikin

(C18H27NO3) yang terkandung dalam buah cabe. Kapsaikin merupakan unsur aktif

pokok yang terdiri dari lima komponen nordihidro kapsaikin, kapsaikin, dihidro

kapsaikin, homo kapsaikin, dan homo dihidro kapsaikin. Senyawa-senyawa tersebut

bisa dijadikan obat untuk pengobatan sirkulasi darah yang tidak lancar di kaki,

tangan, dan jantung (Wijoyo, 2009).

Bagi orang yang sudah terbiasa mengonsumsi makanan yang pedas, biasanya

nafsu makanannya akan menjadi berkurang bila tidak ada sambal atau cabe yang

menyertai makanannya. Hal ini dikarenakan kapsaikin cabe memang bersifat

stomatik, yakni dapat meningkatkan nafsu makan. Kapsaikin juga merangsang

produksi hormon endorfin sehingga bisa membangkitkan sensasi kenikmatan, hormon

endorfin berperan dalam mengurangi rasa sakit. Oleh karena itu, sering dijumpai

orang yang mengalami gejala sakit kepala akan segera sembuh setelah mengonsumsi

Universitas Sumatera Utara

Page 28: tinjauan pustaka cabe

47

sesuatu yang rasanya pedas. Hal ini karena rasa pedas yang ditimbulkan oleh

kapsaikin dapat menghalangi aktivitas otak ketika menerima sinyal rasa sakit dari

pusat sistem saraf. Pada saat yang bersamaan, kapsaikin akan mengencerkan lendir

sehingga dapat melonggarkan penyumbatan pada tenggorokan dan hidung. Hal ini

pula yang membuat makanan yang bercita rasa pedas dapat meringankan orang yang

mengidap penyakit hidung dan tenggorokan seperti pilek, batuk, bahkan sinusitis

(Suyanti, 2007).

Kapsaikin bersifat anti koagulan sehingga bisa mencegah seseorang terserang

stroke dan jantung koroner. Cara kerjanya dengan menjaga darah tetap encer dan

mencegah terbentuknya kerak lemak pada pembuluh darah. Oleh karena itu,

kegemaran makan cabe bisa memperkecil kemungkinan seseorang menderita

penyumbatan pembuluh darah (aterosklerosis).

Kegunaan lain dari cabe adalah dapat digunakan sebagai bahan dasar

pembuatan parem kocok. Kapsaikin cabe juga bersifat antiradang. Oleh karena itu,

bila tubuh merasa sangat kedinginan sehingga menyebabkan kaki mengeriput atau

terasa membeku, oleskan cabe pada kaki dan disela-sela jemari. Cara yang sama bisa

digunakan untuk mengobati bengkak atau bisul (Hariana, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: tinjauan pustaka cabe

48

2.6. Cabe Merah Giling

Gambar 2.3. Cabe Merah Giling

2.6.1. Defenisi Cabe Merah Giling

Cabe merah giling adalah hasil penggilingan cabe merah segar, dengan atau

tanpa bahan pengawet. Umumnya cabe giling diberi garam sampai konsentrasi 20%,

bahkan ada mencapai 30% (Tarwiyah, 2001).

Selain garam sering juga ditambahkan wortel serta kulit bawang putih untuk

menambah berat dan campurannya. Saat ini umumnya cabe merah giling dipasarkan

secara curah tanpa kemasan. Cabe merah giling dapat dikemas secara sederhana dan

hanya dapat bertahan paling lama lima (5) hari sebelum akhirnya busuk (Hardinsyah,

2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 30: tinjauan pustaka cabe

49

2.6.2. Pembuatan Cabe Merah Giling

2.6.2.1. Bahan dan Peralatan

1. Bahan

Dalam pembuatan cabe merah giling diperlukan bahan-bahan seperti cabe

merah yang matang dan merah merata, garam dan air yang membantu penggilingan

cabe merah.

2. Peralatan

Selain bahan juga diperlukan peralatan yang membantu dalam proses

penggilingan cabe merah seperti penggiling, dimana alat ini digunakan untuk

menggiling cabe merah sampai halus, selain penggiling juga diperlukan ember dan

sendok.

2.6.2.2. Proses Pembuatan Cabe Merah Giling

Tata cara pengolahan cabe merah segar menjadi produk cabe merah giling

meliputi langkah-langkah kerja sebagai berikut:

1. Siapkan buah cabe merah segar yang telah melalui tahap-tahap penanganan

pascapanen.

2. Cabe tersebut dicuci hingga bersih, kemudian tangkai buah dibuang.

3. Buah cabe yang bebas dari tangkai selanjutnya digiling sampai halus, sambil

ditambah dengan garam dan air.

4. Bubur cabe merah hasil penggilingan ditampung dalam wadah sambil diaduk

rata (Rukmana, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: tinjauan pustaka cabe

50

2.7. Kerangka Konsep

Keterangan :

Cabe merah giling yang dijual di beberapa pasar tradisional di Kota Medan

yaitu di lima pasar (Pasar Peringgan, Pasar Sukaramai, Pasar Sei Sikambing, Pusat

Pasar, dan Pasar Aksara). Kemudian dilakukan uji laboratorium secara kualitatif

untuk melihat apakah ada tidaknya zat pewarna seperti Rhodamin B dan secara

kuntitatif untuk melihat kadar Rhodamin B pada cabe merah giling tersebut.

Pemeriksaan Laboratorium (Rhodamin B)

Tidak

Uji Kualitatif

Ada

Cabe Merah

Giling

Uji Kuantitatif

(kadar)

Universitas Sumatera Utara