Tinjauan Pustaka Acara 1 Pengeringan
-
Upload
candra-puspitasari -
Category
Documents
-
view
116 -
download
0
description
Transcript of Tinjauan Pustaka Acara 1 Pengeringan
TUGAS LAPORAN PRAKTIKUM SATOP 4
ACARA 1
PENGERINGAN
Disusun Oleh :
Kelompok 4 Shift 11. Aprillia Bertha2. Gerardus Raka3. Muhammad Isa4. Suci Purnamasari5. Tyas Pratiwi6. Candra Puspitasari
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
ACARA I
PENGERINGAN
I. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Proses pengeringan merupakan salah satu penanganan bahan pangan untuk
menjaga pengawetan bahan pangan lebih lama. Proses pengeringan pada
dasarnya ditentukan oleh pengaturan suhu yang baik yang merupakan faktor
terpenting dalam pengawetan pangan dan mutu bahan pangan yang
dihasilkan.
Walaupun manusia telah menggunakan makanan yang dikeringkan sejak
ribuan tahun yang lalu, pengeringan buatan untuk bahan pangan baru sekitar
dua abad yang lalu. Yang dimaksud pengeringan buatan disini adalah
pengeringan dengan menggunakan sumber panas artifisal untuk
menggantikan panas sinar matahari. Kadang-kadang istilah dehidrasi
digunakan untuk menunjukkan pengeringan buatan untuk membedakan
dengan tipe pengeringan yang lain yang lebih beragam.
Beberapa tipe pengering digunakan untuk bahan padat. Dalam hal ini
bahan pangan dikeringkan dalam baki, pada ban berjalan atau pada rak tanpa
wadah. Sedangkan ‘spray dryer’ dan ‘drum dryer’ hanya bisa digunakan
untuk pengeringan bahan berbentuk cair. Klasifikasi lain alat pengering
adalah pengering tekanan atmosfer dan pengering vakum. Dalam pengeringan
tekanan atmosfer panas yang diperlukan untuk penguapan biasanya ditransfer
dengan aliran udara yang disirkulasikan, yang juga menampung dan
membawa air yang diuapkan. Dalam pengeringan vakum bahan yang
dikeringkan harus diletakkan dalam ruang tertutup dan panas untuk
penguapan ditransfer dengan cara radiasi atau konduksi dari permukaan yang
panas.
Pengeringan dapat diartikan pula sebagai proses pemindahan panas dan
uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan
kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan
oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan
adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lebih lama.
Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada
umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan
dan tidak dihilangkan, maka dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan.
Misalnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih
adanya kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi
akibat penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik
yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air yang
terdapat dalam bahan pangan tersebut.
Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Jika kadar air bahan pangan dikurangi, maka
pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Untuk mengatasi hal tersebut,
diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air
yang terdapat pada bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan dan
penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhana yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu melalui proses
pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari proses pengawetan.
Pengeringan akan menurunkan kadar air (water activity) atau Aw (jumlah
air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya), berat dan volume pangan. Prinsip utama pengeringan
adalah pengurangan kadar air bahan untuk mencegah aktivitas
mikroorganisme.
b. Tujuan
Tujuan Praktikum Acara I Pengeringan antara lain:
1. Untuk mengetahui kurva karakteristik pengeringan suatu bahan
2. Untuk menentukan waktu pengeringan suatu bahan
3. Untuk menghitung efisiensi pengeringan
II. Tinjauan Pustaka
Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu komoditas
pertanian Indonesia yang keberadaanya cukup melimpah. Tanaman singkong
dikenal karena produktivitasnya yang tinggi sekalipun tumbuh di lahan yang
kritis. Singkong dapat tumbuh di dataran rendah dengan curah hujan yang tidak
terlalu tinggi dan relatif tahan terhadap hama (Setiawan, 2006).
Menurut Eze (2010), pengeringan adalah salah satu operasi penting pada
rangkaian penanganan makanan. Hakekat dasar dari pengeringan adalah
mengurangi\i kelembaban isi suatu produk untuk mencegah pembusukan pada
satu periode tertentu dari waktu. Secara teknis, mengeringkan adalah satu
transfer panas dan kumpulan proses, melibatkan vapourisation dari air pada
status cairan, mencampur uap dengan pengeringan mengudara dan
menyingkirkan uap oleh secara alami atau dengan mesin. Panasyang cukup
untuk vapourisasi dari kelembaban produk harus disediakan dengan
mengurangi panas yang masuk dari udara pengeringan atau dengan menyerap
panas secara langsung ke produk. Pengeringan adalah satu operasi intensive
daya. daya terpakai di operasi pengeringan adalah 20% total daya.
Pengeringan termal sering disebut pengendalian suhu, banyak bahan pertanian
dan makanan yang sensitif terhadap temperatur tinggi. Satu sistem pengeringan
yang adalah mengatur daya efisien dan memelihara mutu produk yang
diinginkan. Proses mengeringkan juga merupakan suatu sistem
menggabungkan satu sistem dehumidification yang telah dikembangkan
dengan daya yang dibutuhkan (Adapa et al, 2010).
Laju penguapan air bahan dalam pengering sangat ditentukan oleh
kenaikan suhu. Bila suhu pengeringan dinaikkan maka panas yang dibutuhkan
untuk penguapan air bahan menjadi berkurang. Suhu udara pengering
berpengaruh terhadap lama pengeringan dan kualitas bahan hasil pengeringan.
Makin tinggi suhu udara pengering maka proses pengeringan makin singkat.
Kelembaban relatif udara adalah perbandingan massa uap air aktual pada
volume yang diberikan dengan masa uap air saturasi pada temperatur yang
sama. Kelembaban relatif juga menentukan besarnya tingkat kemampuan udara
pengering dalam menampung uap air di permukaan bahan. Semakin rendah RH
udara pengering, makin cepat pula proses pengeringan yang terjadi, karena
mampu menyerap dan menampung uap air lebih banyak dari pada udara
dengan RH yang tinggi (Syarifudin dan Dwi, 2009).
Pada proses pengeringan, udara berfungsi sebagai pembawa panas
untuk menguapkan kandungan air pada bahan serta mengeluarkan uap air
tersebut. Air dikeluarkan dari bahan dalam bentuk uap dan harus secepatnya
dipindahkan dari bahan. Bila tidak segera dipindahkan maka air akan
menjenuhkan atmosfer pada permukaan bahan, sehingga akan memperlambat
pengeluaran air selanjutnya. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air
dari permukaan bahan dan mencegah uap air tersebut menjadi jenuh di
permukann bahan. Semakin besar volume udara yang mengalir, maka semakin
besar pula kemampuannya dalam membawa dan menampung air dari
permukaan bahan. Pada proses pengeringan, sering dijumpai adanya variasi
jumlah kadar air pada bahan. Yang mana variasi kadar air ini akan
mempengaruhi lamanya proses pengeringan, sehingga perlu diketahui berapa
persen kadar air pada bahan saat basah dan pada saat kering
(Syarifudin dan Dwi, 2009).
Proses pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara
simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air
yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media
pengering yang berupa panas udara yang dihasilkan oleh kolektor. Adapun
peristiwa yang terjadi selama proses pengeringan adalah :
a. Proses pemindaham panas, yaitu proses yang terjadi karena perbedaan
temperatur, panas yang dialirkan akan meningkatkan suhu bahan yang
lebih rendah, menyebabkan tekan uap air didalam bahan lebih tinggi dari
tekan uap air di udara.
b. Proses pemindahan massa, yaitu suatu proses yang terjadi karena
kelembaban relatif udara pengering lebih rendah dari kelembaban relatif
bahan, panas yang dialirkan diatas permukaan bahan akan meningkatkan
uap air bahan sehingga tekenan uap air akan lebih tinggi dari tekanan uap
udara ke pengering (Burlian dan Aneka, 2011).
Banyak penelitian yang dikerjakan dengan pengeringan sebagai pengawet
produk pertanian yang termasuk sayur-sayuran dan buah untuk tujuan
penyimpanan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pengeringan
pada produk pertanian. Faktor-faktor tersebut diantaranya suhu udara sekitar,
kelembaban dan kecepatan udara, dan kadungan kadar air dalam bahan. Dari
literatur, rentang suhu yang paling baik untuk pengeringan buah dan sayur
antara 55oC sampai 75oC. Penurunan kadar air tanpa range suhu ini dapat
dilakukan dengan pengeringan sinar matahari yang digunakan untuk
menyelesaikan eksperimen ini (Awogbemi, 2009).
Pada praktikum ini alat pengering yang digunakan adalah cabinet drying.
Metode ini menggunakan alat pengering untuk untuk sistem batch dengan
proses pengeringan dilakukan pada suhu konstan. Pada alat ini kelembapan
udara dapat mengalami penurunan. Alat ini terdiri dari ruang penutup dengan
alat pemanas, kipas untuk sirkulasi udara, dan alat pengatur kecapatan udara,
serta inlet dan outlet udara. Alat pengering ini biasa digunakan untuk
pengembangan produk baru sebelum diproduksi skala besar. Lama
pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Karena sebagian
besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu pengeringan yang
digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan akhir yang diinginkan telah
tercapai dengan lama pengeringan yang pendek. (Estiasih dan ahmadi, 2009).
Menurut Buckle (1985), ada beberapa faktor mempengaruhi kecepatan
pengeringan antara lain;
a. Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air).
b. Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau
media perantara pemindahan panas (seperti nampan pengeringan).
c. Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan
kecepatan udara).
d. Karakteristik alat pengering (efisinsi pemindahan panas).
Suhu bola kering (dry bulb temperature) merupakan suhu yang
ditunjukkan dengan temperatur bulb biasanya dalam keadaan kering.
Termometer dirancang dengan menggunakan prinsip pemuaian zat cair. Jika
kita ingin mengukur suhu udara dengan termometer biasa, akan terjadi
perpindahan kalor dari udara ke bulb termometer. Oleh karena termometer
mendapatkan kalor, menyebabkan zat cair (misalkan: air raksa) yang ada di
dalm termometer mengalami pemuaian sehingga terjadi kenaikan tinggi air
raksa (Syah, 2012).
Suhu bola basah (wet bulb temperature), sesuai dengan namanya “wet
bulb”, suhu ini diukur dengan menggunakan termometer yang bulbnya (bagian
bawah termometer) dilapisi dengan kain yang telah basah kemudian dialiri
udara yang ingin diukur suhunya. Perpindahan kalor terjadi dari udara ke kain
basah tersebut. Kalor dari udara akan digunakan untuk menguapkan air pada
kain basah tersebut, setelah itu baru digunakan untuk memuaikan cairan yang
ada dalam termometer (Syah, 2012).
Blancing atau blansir adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya
dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran sebelum diolah lebih
lanjut. Proses ini pada umunya dilakukan pada suhu kurang dari 1000C selama
beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap air panas. Tujuan
blansir terutama adalah untuk menginaktifkan enzim yang terdapat secara
alami didalam bahan pangan, misalnya enzim polifenolase yang menimbulkan
pencoklatan (Syah, 2012).
Efisiensi pengeringan mempunyai arti penting untuk nilai kualitas kerja
dari alat pengering yang dibuat. Kalitas kerja dari alat pengering meliputi aspek
konversi energi dan perpindahan massa. Aspek konversi energi ditunjukan olah
efisiensi kolektor, sedangka n aspek perpindahan massa dinyatakan dengan laju
pelepasan massa air dari produk ke udara yang memanasinya. Efisiensi
pengeringan dinyatakan sebagai perbandingan kalor yang digunakan untuk
pengupan kandungan air dari sampel terhadap energi radiasi panas yang tiba di
alat pengering (Thamrin, 2010).
Efisiensi operasi pengeringan dapat ditentukan sebagai perbandingan
panas secara teoritis dibutuhkan untuk menghasilkan panas laten penguapan air
yang telah dikeringkan, dengan penggunaan panas yang sebenarnya di dalam
alat pengering. Efisiensi ini sangat berguna apabila pendugaan bentuk
pengering dan dalam pembuatan perbandingan antar berbagai kelas pengering
yang mungkin dipakai sebagai alternatif operasi pengeringan. Efisiensi
keseluruhan termasuk juga kehilangan energi pada sisi pemanasan dan oleh
karena itu efisiensi ini didasarkan pada jumlah panas yang dapat diperoleh
bahan bakar yang dibakar untuk menghasilkan panas untuk pengering
(Earle, 1969).
Fenomena transportasi yang komplek berperan penting selama proses
pengeringan, termasuk panas jenis yang tidak stabil dan transfer massa yang
terus menerus. Panas dan tingkat transfer kelembaban berhubungan dengan
suhu udara pengeringan dan bilangan Reynolds sebagai fungsi dari kecepatan
sirkulasi udara pengeringan. Pada proses pengeringan diperlukan massa yang
berbeda dan mekanisme keseimbangan energi yang dilibatkan
(Husain, et al, 2006).
Pada pengeringan konvektif, udara dipanaskan pada suhu operasional.
Ketika kontak dengan produk, energi yang berada dalam udara tetap konstan,
tetap panas sensible diubah jadi panas laten dengan evaporasi air dari produk.
Definisi yang biasa dipakai untuk efisiensi energi pengeringan adalah
berdasarkan pada pertukaran panas dari sensible ke panas laten terhadap
jumlah panas yang digunakan untuk meningkatkan suhu udara operasional
(Tsotsas, 2012).
Menurut Taib et al. dalam Safrizal (2012) pengeringan adalah proses
pemindahan panas dan uap air secara simultan. Adapun tujuan proses
pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas tertentu
yang menghambat kerusakan bahan. Selain itu, bahan pangan kering adalah
lebih pekat daripada bahan segarnya, biaya produksinya lebih murah, proses
pengeringan juga membutuhkan tenaga kerja yang tidak terlalu banyak, dapat
diolah dengan peralatan yang terbatas, serta menghemat penyimpanan dan
pengangkutan Pengering tipe lemari sering juga disebut dengan nama
pengering tipe rak. Alat pengering tipe rak adalah alat pengering berbentuk
persegi yang di dalamnya berisikan rak-rak yang akan digunakan untuk
mengeringkan bahan. Bahan diletakkan di atas rak yang terbuat dari logam
dengan alas berlubang yang berguna untuk mengalirkan udara panas dan uap
air.
III. Metodologi
a. Alat
1. 1 set alat pengeringan lengkap
2. Termometer basah
3. Termometer kering
4. Timbangan analitik
5. Timbangan biasa
6. Kompor listrik
7. Mesin pemotong (slicer)
8. Baskom
9. Pisau
10. Karet gelang
b. Bahan
Singkong basah
c. Cara Kerja
Gambar 1.1. Cara Kerja Pengeringan
1 set alat pengeringan lengkap dengan peralatannya disiapkan
Bahan yang akan dikeringkan dicuci hingga bersih, ditiriskan hingga air permukaan hilang, dibleaching, dan dipotong-potong sesuai ukuran
yang dikehendaki
Bahan yang akan dikeringkan ditimbang terlebih dahulu
Sampel bahan yang akan digunakan dipilih dan ditimbang
5 buah sampel dibuat dan diletakkan pada tempat yang berbeda selama proses pengeringan
Masing-masing sampel diberi tanda
Waktu pengeringan dan daya alat yang digunakan dicatat
Pengamatan kadar air dilakukan pada setiap sampel dengan selang waktu 30 menit
Dilakukan pengamatan terhadap suhu masuk, suhu bahan, dan suhu keluar bahan setiap 30 menit
Laju udara pengering dilakukan setiap 1 jam sekali
Berat akhir bahan kering setiap sampel, kadar air awal, dan kadar air dihitung
Grafik perbanding kadar air (%) dengan waktu pengeringan (menit) dan grafik perbandingan laju pengeringan (% kadar air/waktu) dengan
waktu pengeringan dibuat
IV. Hasil dan Pembahasan
V. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Adapa, P. K., S. Sokhansanj and Greg J Schoenaul. 2010. Performance study Of A Re-Circulating Cabinet Dryer Using a Household Dehumedifier. Drying Technology an International Journal, Vol. 20(8).
Awogbemi, dkk. 2009. Effects of Drying on the Qualities of Some Selected Vegetable. IACSIT Internasional Journal of Engineering and Technology Vol. 1, No.5. Nigeria.
Buckle K. A., et al. 1985. Ilmu Pangan. UI Press : Jakarta
Burlian, F dan Aneka F. 2011. Kaji Eksperimental Alat Pengering Kerupuk Tenaga Surya Tipe Box Menggunakan Kosentrator Cermin Datar. Jurnal Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3.
Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya. Bogor.
Estiati, Teti., dan Ir. Kgs. Ahmadi M.P. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Perkasa. Jakarta.
Eze, J. I. 2010. Evalution Of The Efficacy Of a Family Sized Solar Cabinet Dryer In Food. American Journal Of Scientific And Industrial Research, No.1, Vol. 3, pp 610-611
Husain, et.al. 2006. Heat and Mass Transfer Analysis of Fluidized Bed Grain Drying. Journal Memoirs of The Faculty of Engineering, Vol. 41, pp 52-53
Safrizal, Refli, et al. 2012. Analisis Efisiensi Pada Sistem Pengeringan Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L) Menggunakan Alat Pengering Tipe Lemari. Jurnal Rona Teknik Pertanian, Vol. 5, No. 2, Hal. 364-365
Setiawan, Wawan M. 2006. Produksi Hidrolisat Pati Dan Serat Pangan Dari Singkong Melalui Hidrolisi Dengan α – Amilase Dan Asam Klorida. Skripsi Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Syah, Dahrul. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. IPB Press. Bogor
Syarifudin, Dwi P. 2009. Oven Pengering Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535 Menggunakan Pemanas Pada Industri Rumah Tangga. Jurnal Teknologi, 73 No.1, Vol.1, pp 1
Thamrin, Ismail. 2010. Rancang Bangun Alat Pengering Ubi Kayu Tipe Rak Dengan Memanfaatkan Energi Surya. Seminar Nasional Jurusan Teknik Mesin Universitas Sriwijaya.
Tsotsas, Evangelos and Arun S Mujumdar. 2012. Modern Drying Technology. Wiley VCH. Germany