TINJAUAN PUSTAKA

46
TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Meningitis adalah peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges) termasuk dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS). 3 B. Epidemiologi Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan. 7

description

nnn

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Meningitis adalah peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meninges)

termasuk dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang

dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat

diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).3

B. Epidemiologi

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap

patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1

– 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi

pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen,

kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat

penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang

tidak diberikan ASI pada umur 2 – 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak

orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7

1. Meningitis Bakterial

Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugate-

pneumococcal, insidens dari meningitis bakteri ± 6000 kasus per tahun; dan

sekitar setengahnya adalah pasien anak (≤18 tahun). N. meningitidis

menyebabkan 4 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan). Sedangkan

S.pneumoniae menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 – 23 bulan).

Angka ini menurun setelah pemberian rutin dari vaksin conjugate-pneumoccal

pad aana-anak. Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di

Amerika Serikat diharapkan dapat mengurangi insidens meningitis bacterial di

kemudian hari. Insidens dari meningitis bacterial pada neonatus sekitar 0,15

kasus per 1000 bayi lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per 1000 bayi lahir

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA

kurang bulan (premature). Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis,

berhubungan dengan adanya meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian

antibiotik inisiasi intrapartum tahun 1996, terjadi penurunan insidens nasional

dari onset awal infeksi GBS (Group B Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus

per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 1990 menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi

lahir hidup pada tahun 2003.1,8

Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia

dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas

pada neonatus tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term

sequelae yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas

tertinggi yakni pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan

(mid life) dan meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada

kulit hitam. Bayi laki – laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi

perempuan lebih rentan terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan

Streptococcus agalactiae (GBS) mengenai kedua jenis kelamin.8

Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun.

Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah.

Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per

1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga

kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus

group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada

neonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-

10%). Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan

pendengaran dan defisit neurologis.9-11

2. Meningitis Tuberkulosis

Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas

dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari

5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini

mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk.

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA

Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena

morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai

pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih

rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan mulai meningkat dalam

usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka kematian

berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18%

pasien yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis

tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka

kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.6,9,10

3. Meningitis Viral

Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan

berjumlah lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai

75.000 kasus. Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis

yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur.

Menurut data yang dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention

(CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar 25.000 – 50.000 tiap

tahunnya.12

Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps

virus mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV)

dan HIV. Gejala meningitis dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps

menyebabkan 10-20% meningitis dan meningoencephalitis di bagian negara

dimana akses vaksin sulit. Insidens 20 kali lebih besar pada tahun pertama

kehidupan. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis aseptik sering disebabkan

oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis oleh virus

mumps, polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan

meningitis pada anak usia sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 – 1,5 kali lebih

sering lebih sering menyebabkan meningitis pada laki-laki dibanding perempuan ,

sedangkan virus mumps 3 kali lebih sering menyerang laki-laki dibanding

perempuan. Menurut WHO tahun 1997, meningitis enteroviral dengan sepsis

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA

merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada neonatus. Diluar periode

neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan morbiditasnya.12

Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di

negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung

kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian

tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim rontok.9

4. Meningitis Jamur

Meningitis jamur jarang ditemukan, namun dapat mengancam kehidupan.

Walaupun semua orang dapat terkena meningitis jamur, namun resiko tinggi

terdapat pada orang yang menderita AIDS, leukemia, atau bentuk penyakit

imunodefisiensi ( sistem imun tidak mempunyai respon yang adekuat terhadap

infeksi) lainnya dan orang dengan imunosupresi (malfungsi dari sistem imun

sebagai akibat obat-obatan).5

Penyebab tersering dari meningitis jamur pada orang dengan defisiensi imun

seperti HIV adalah Cryptococcus. Penyakit ini merupakan salah satu dari

penyebab tersering meningitis di Afrika. Jamur lain yang dapat menyebabkan

thrush, Candida, dapat menyebabkan meningitis pada beberapa kasus, terutama

pada bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah. (very low birth weight).5

C. Etiologi

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus,

parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal.

Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit

AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang

dapat melemahkan sistem imun (imunosupresif).5

Mikroorganisme yang sering menyebabkan meningitis berdasarkan usia :3

a. 0 – 3 bulan :

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA

Pada grup usia ini meningitis dapat disebabkan oleh semua agen termasuk

bakteri, virus, jamur, Mycoplasma, dan Ureaplasma. Bakteri penyebab yang

tersering seperti Streptococcus grup B, E.Coli, Listeria, bakteri usus selain

E.Coli ( Klebsiella, Serratia spesies, Enterobacter), streptococcus lain, jamur,

nontypeable H.influenza, dan bakteri anaerob. Virus yang sering seperti

Herpes simplekx virus (HSV), enterovirus dan Cytomegalovirus.

b.3 bulan – 5 tahun

Sejak vaksin conjugate HIB menjadi vaksinasi rutin di Amerika Serikat,

penyakit yang disebabkan oleh H.influenza tipe B telah menurun. Bakteri

penyebab tersering meningitis pada grup usia ini belakangan seperti

N.meningitidis dam S.Pneumoniae. H. influenza tipe B masih dapat

dipertimbangkan pada meningitis yang terjadi pada anak kurang dari 2 tahun

yang belum mendapat imunisasi atau imunisasi yang tidak lengkap.

Meningitis oleh karena Mycobacterium Tuberculosis jarang, namun harus

dipertimbangkan pada daerah dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi dan

jika didapatkan anamnesis, gejala klinis, LCS dan laboratorium yang

mendukung diagnosis Tuberkulosis. Virus yang sering pada grup usia ini

seperti enterovirus, HSV, Human Herpesvirus-6 (HHV-6).

c. 5 tahun – dewasa

Bakteri yang tersering menyebabkan meningitis pada grup usia ini seperti

N.meningitidis dan S.pneumoniae. Mycoplasma pneumonia juga dapat

menyebabkan meningitis yang berat dan meningoencephalitis pada grup usia

ini. Meningitis virus pada grup ini tersering disebabkan oleh enterovirus,

herpes virus, dan arbovirus. Virus lain yang lebih jarang seperti virus Epstein-

Barr , virus lymphocytic choriomeningitis, HHV-6, virus rabies, dan virus

influenza A dan B.

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA

Pada host yang immunocompromised, meningitis yang terjadi selain dapat

disebabkan oleh pathogen seperti di atas, harus juga dipertimbangkan oleh pathogen

lain seperti Cryptococcus, Toxoplasma, jamur, tuberculosis dan HIV.

Tabel 4. Etiologi Meningitis pada Anak

D. Patogenesis

Meningitis Bakterial 1

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis,

tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering

didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman

yang ada dalam cairan otak.

2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh

infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.

3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi

lumbal dan mielokel.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA

4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:

Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau

oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir

Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran

hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab

meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen

mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)

2. Bakteri menembus rintangan mukosa

3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit

dan aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.

4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal

6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui

semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang

berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada

satu atau lebih dari tahap-tahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi

oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan

lingkungan yang menunjang.

Faktor Host

Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:

1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis

dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis,

laki-laki dan wanita berbanding 1,7 : 1

2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita

meningitis disbanding bayi cukup bulan

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA

3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama

kehamilan, adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya

sepsis dan meningitis

4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit,

defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya

properdin serum, rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer

melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak

di transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya infeksi atau

meningitis pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat kurangnya

kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.

5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau

dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan

sel B dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis

6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit

Hodgkin menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga

mempermudah terjadinya infeksi.

7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah

terjadinya infeksi

8. Malnutrisi

Faktor Mikroorganisme

Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri.

Mikroorganisme penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode

neonatal bakteri penyebab utama adalah golongan enterobacter terutama Escherichia

Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup B, Streptococcus

pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp. Sedangkan pada bayi umur 2 bulan

sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus influenza type B disusul oleh

Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada anak lebih besar dari 4

tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides.

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial adalah kuman batang gram

negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter, Klebsiella Sp dan Seprata Sp.

Faktor Lingkungan

Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial

ekonomi rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi.

Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan.

Adanya vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi,

untuk terjadinya leptospirosis.

Meningitis Viral

Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya

virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk

ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:1

Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau

organ tertentu.

Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian

menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama

kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain.

Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender

dan menyebar melalui system saraf.

Berikut contoh cara transmisi virus :12

Enterovirus : biasanya melalui rute oral-fekal, namun dapat juga melalui rute

saluran respirasi

Arbovirus : melalui artropoda menghisap darah, biasanya nyamuk

Virus limfositik koriomeningitis – melalui kontak dengan tikus dan sejenisnya

ataupun bahan eksresinya.

Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan

enterovirus; pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA

dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat

tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah menyebabkan infeksi

beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik,

tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati,

penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi SSP disertai dengan bukti

klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran

langsung sepanjang akson saraf.

Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran

jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi hospes

terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi virus

secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat mengakibatkan

demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan (3) oleh reaksi

aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.1,7

E. Patofisiologi

Meningitis Bakterial 1,2

Akhir – akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis

bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen – komponen bakteri dan

mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak

(meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan

tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan

tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau embolus septik,

yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat dengan jalan

menembus rintangan darah otak melalui tempat – tempat yang lemah, yaitu di

mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media pertumbuhan yang

baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera setelah

bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri

dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA

fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang

subaraknoid.

Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan

melepaskan dinding sel atau komponen – komponen membran sel (endotoksin,

teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan

peradangan di selaput otak (meningen) melalui beberapa mekanisme seperti dalam

skema tersebut di bawah, sehingga timbul meningitis. Bakteri Gram negative pada

waktu lisis akan melepaskan lipopolisakarida/endotoksin, dan kuman Gram positif

akan melepaskan teichoic acid (asam teikoat).

Gambar 5. Patofisiologi Molekuler Meningitis Bakterial 1

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA

Produk – produk aktif dari bakteri tersebut merangsang sel endotel dan makrofag

di susunan saraf pusat (sel astrosit dan microglia) memproduksi mediator inflamasi

seperti Interleukin – 1 (IL-1) dan tumor necrosis factor (TNF). Mediator inflamasi

berperan dalam proses awal dari beberapa mekanisme yang menyebabkan

peningkatan tekanan intracranial, yang selanjutnya mengakibatkan menurunnya aliran

darah otak. Pada meningitis bacterial dapat juga terjadi syndrome inappropriate

antidiuretic hormone (SIADH) diduga disebabkan oleh karena proses peradangan

akan meningkatkan pelepasan atau menyebabkan kebocoran vasopressin endogen

sistem supraoptikohipofise meskipun dalam keadaan hipoosmolar, dan SIADH ini

menyebabkan hipovolemia, oliguria dan peningkatan osmolaritas urine meskipun

osmolaritas serum menurun, sehingga timbul gejala-gejala water intoxication yaitu

mengantuk, iritabel dan kejang.

Edema otak yang berat juga menghasilkan pergeseran midline kearah kaudal dan

terjepit pada tentorial notch atau foramen magnum. Pergeseran ke kaudal ini

menyebabkan herniasi dari gyri parahippocampal, cerebellum, atau

keduanya. Perubahan intrakranial ini secara klinis menyebabkan terjadinya gangguan

kesadaran dan refleks postural. Pergeseran ke kaudal dari batang otak menyebabkan

lumpuhnya saraf kranial ketiga dan keenam. Jika tidak diobati, perubahan ini akan

menyebabkan dekortikasi atau deserebrasi dan dengan cepat dan progresif

menyebabkan henti nafas dan jantung.

Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak yang

juga disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan adanya

penurunan autoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang. Akibat lain

adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang juga dapat disebabkan oleh karena

penurunan tekanan darah sistemik 60 mmHg sistole. Dalam keadaan ini otak mudah

mengalami iskemia, penurunan autoregulasi serebral dan vaskulopati. Kelainan –

kelainan inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan

gejala sisa. Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan intrakranial dan

kandungan air di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik yang

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA

menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan

pH cairan srebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme anaerob,

keadaan ini menyebabkan penggunaan glukosa meningkat dan berakibat timbulnya

hipoglikorakia.

Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia sistemik

dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial adalah

peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan – bahan toksis

bakteri. Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris,

akibatnya terjadi refleks kontraksi otot – otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit,

sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinksi serta kaku kuduk. Manifestasi klinis

lain yang timbul akibat peradangan selaput otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu

makan menurun dan sakit kepala. Gejala – gejala tersebut dapat juga disebabkan

karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila disertai dnegan distorsi dari nerve

roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia.

Pada fase akut, bahan – bahan toksis bakteri mula – mula menimbulkan hiperemia

pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang subaraknoid, dan

selanjutnya merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan permeabilitas pembuluh

darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel polimorfonuklear, serta

merangsang sel polimorfonuklear untuk menembus endotel pembuluh darah melalui

tight junction dan selanjutnya memfagosit bakteri bakteri, sehingga terbentuk debris

sel dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung

terkumpul didaerah konveks otak tempat CSS diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar

sulkus dan fisura Sylvii serta sisterna basalis dan sekitar serebelum.

Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang memfagosit

bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit, monosit dan

histiosit yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi eksudasi

fibrinogen. Dalam minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan

dalam proses organisasi eksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput

otak yang menyebabkan perlekatan – perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA

sisterna basalis, maka akan menimbulkan hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di

aquaductus Sylvii, foramen Luschka dan Magendi maka terjadi hidrosefalus

obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam pertama arteri subaraknoid juga mengalami

pembengkakan, proliferasi sel endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan

adventisia, sehingga timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang

menyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan

trombus dapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah,

sehingga keadaan tersebut menyebabkan aliran darah otak menurun, dan dapat

menyebabkan terjadinya infark.

Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau

deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa

hari pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit

dikontrol, kejang menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari

pertama dirawat dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal

akan menyebakan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang yang

berkepanjangan merupakan petunjuk adanya gangguan pembuluh darah otak yang

serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul sebelum dirawat sering

menyebakna gangguan pendengaran atau tuli yang menetap.

Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik korteks

serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena

hipoksia, invasi kuman akan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dang

gangguan fungsi motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan

jarang timbul setelah minggu I-II; selain itu juga menimbulkan gangguan sensorik

dan fungsi intelek berupa retardasi mental dan gangguan tingkah laku; gangguan

fungsi intelek merupakan akibat kerusakan otak karena proses infeksinya, syok dan

hipoksia. Kerusakan langsung pada selaput otak dan vena di duramater atau

arakhnoid yang berupa trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasan infeksi

araknoid menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruang

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA

subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan

manifestasi neurologis fokal, demam yang lama, kejang dan muntah.

Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood brain

barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu

atau hidrosefalus akan menyebabkan terjadinya edema interstitial.

Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi dan

penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan

vaskulitis; kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena adanya

peradangan lokal pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf

cranial, terutama saraf VI, III dan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf

kranial VI dan VII merupakan akibat infiltasi kuman ke selaput otak di basal otak,

sehingga menimbulkan kelainan batang otak.

Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradanga ke mastoid,

sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe

konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan

tetapi dapat juga disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri, sehingga

terjadi buta kortikal. Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh

trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan peradangan yang

menyebabkan infark serebri, dan adanya manifestasi ini merupakan petunjuk

prognosis buruk, karena meninggalakan manifestasi sisa dan retardasi mental.

F. Manifestasi Klinis

Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit

kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti:

Mual

Muntah

Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)

Perubahan atau penurunan kesadaran

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9

1. Gejala infeksi akut.

a. Lethargy.

b. Irritabilitas.

c. Demam ringan.

d. Muntah.

e. Anoreksia.

f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).

g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.

a. Muntah.

b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).

c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)

d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.

e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.

f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.

g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis,

Strabismus.

h. Crack pot sign.

i. Pernafasan Cheyne Stokes.

j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih

besar).

3. Gejala ransangan meningeal.

a. Kaku kuduk positif.

b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di

atas terjadi, sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan

punggung.

1. Stadium prodromal

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA

Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput

otal. Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya

terdapat kenaikan suhu ringan, jarang terjadi akut dengan panas tinggi. Sering

di jumpai anak mudah terangsang (iritabel) atau anak menjadi apatis dan

tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise,

snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan. Belum tampak

manifestasi kelainan neurologis.

2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya

kejang. Gejala diatas menjadi lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku

kuduk dimana seluruh tubuh mulai menjadi kaku dan opistotonus. Refleks

tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat

kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus.

Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan

kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Kejang, defisit neurologis

fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter (tremor, koreoatetosis,

hemibalismus).

3. Stadium terminal

Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih

dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan

menjadi tidak teratur, kadang-kadang menjadi pernafasan Cheyne-Stokes

(cepat dan dalam). Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa

kesadarannya pulih kembali

Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu

dengan yang lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu

sebelum anak meninggal.

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pungsi Lumbal 1

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering

dilakukan pada segala umur, dan relatif aman

Indikasi

1. Kejang atau twitching

2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI

3. Koma

4. Ubun-ubun besar membonjol

5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun

6. TBC milier

7. Leukemia

8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis

9. Sepsis

2. Pengukuran Tekanan Cairan Serebrospinal

Bila tusukan jarum pungsi lumbal tepat dan LCS mengalir keluar, manometer

pengukur tekanan LCS dihubungkan dengan pangkal jarum pungsi lumbal tersebut.

LCS dibiarkan mengalir mengisi manometer, dan tingginya cairan yang mengisi

manometer diukur dalam milimeter air. Nilai normal tekanan LCS 50-200 mm pada

keadaan tenang. Pada anak yang berontak, menangis atau batuk tekanan akan

meningkat.

3. Pemeriksaan LCS

Biasanya pada LP yang berhasil LCS yang keluar ditampung dalam botol steril untuk

pemeriksaan lengkap. Cairan yang keluar diperhatikan kejernihan dan warnanya,

kemudian ditentukan adanya protein yang meninggi dengan menggunakan uji Pandy

dan Nonne.

Pada uji Pandy 1-2 tetes LCS diteteskan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya

telah diisi dengan 1 ml larutan fenol jenuh (carbolic acid). Bila kadar protein

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA

meninggi akan didapatkan warna putih keruh atau endapan putih dalam tabung reaksi

tersebut.

Pada uji Nonne, 0,5 ml LCS dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang

sebelumnya telah diisi dengan 1 ml larutan amonium-sulfat jenuh. Bila kadar protein

LCS meningkat didapati cincin putih pada perbatasan kedua cairan tersebut.

Pada kesempatan selanjutnya ditentukan jumlah dan diferensiasi sel, kadar

protein, glukosa dan kuman dengan preparat langsung maupun kultur. Pada keadaan

normal LCS berwarna jernih seperti akuadest, tetapi pada neonatus bisa xantokrom.

Mikroorganisme

Pemeriksaan mikroorganisme perlu dilakukan yang pertama-tama dengan pewarnaan

gram. Dengan melihat bentuk kuman dan gram dapat diduga diagnosisnya secara

cepat. Biakan LCS dalam media dan uji sensitivitas terhadap obat dapat menentukan

kuman penyebab yang sebenarnya dan obat yang serasi.

- Studi Pencitraan : Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis

dapat termasuk CT Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan

gadolinium. CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi

intrakranial. Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk

penambahan sepanjang mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses

intrakranial, empyema subdural, atau lesi lain. Secara alternative, dan jika

tersedia, MRI otak dengan gadolinium dapat dilakukan. MRI dengan contrast

merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan patologi intrakranial pada

encephalitis viral. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal dan lobus

temporal dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus.

- Tes Lain : Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam24-

48 jam harus dilakukan rencana kerja untuk mengetahui penyebab meningitis.

Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan

visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan.

EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA

yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform discharge (PLEDs) seringkali

terlihat pada ensefalitis herpetic.

- Prosedur : Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam

mendiagnosis meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi

individu dan keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial,

biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.

Tabel. 5. Gambaran Cairan Serebrospinal pada meningitis berdasarkan agen etiologinya 2

H. Diagnosis

Meningitis Bakterial

Diagnosis meningitis bakterial tidak dapat dibuat hanya dengan melihat gejala

dan tanda saja. Manifestasi klinis seperti demam, sakit kepala, muntah, kaku kuduk

dan adanya tanda rangsang meningeal kemungkinan dapat pula terjadi pada

meningismus, meningitis TBC dan meningitis aseptic. Hamper semua penulis

mengatakan bahwa diagnosis pasti meningitis hanya dapat dibuat dengan

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA

pemeriksaan cairan serebrospinalis melalui pungsi lumbal. Oleh Karena itu setiap

pasien dengan kecurigaan meningitis harus dilakukan pungsi lumbal.1

Umumnya cairan serebrospinal berwarna opalesen sampai keruh, tetapi pada

stadium dini dapat diperoleh cairan yang jernih. Reaksi Nonne dan Pandy umumnya

didapatkan positif kuat. Jumlah sel umumnya ribuan per milimeter kubik cairan yang

sebagian besar terdiri dari sel polimorphonuclear (PMN). Pada stadium dini

didapatkan jumlah sel hanya ratusan permilimeter kubik dengan hitung jenis lebih

banyak limfosit daripada segmen. Oleh karena itu pada keadaan sedemikian, pungsi

lumbal perlu diulangi keesokan harinya untuk menegakkan diagnosis yang pasti.

Keadaan seperti ini juga ditemukan pada stadium penyembuhan meningitis purulenta.

Kadar protein dalam CSS meninggi. Kadar gula menurun tetapi tidak serendah pada

meningitis tuberkulosa. Kadar klorida kadang-kadang merendah.9

Dari pemeriksaan sediaan langsung dibawah mikroskop mungkin dapat

ditemukan kuman penyebab, walaupun hal tersebut jarang terjadi. Diferensiasi kuman

yang dapat dipercaya hanya ditentukan secara pembiakan (kultur) dan percobaan

binatang. Tidak ditemukan kuman pada sediaan langsung bukanlah kontra-indikasi

terhadap diagnosis. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis yang tinggi

dengan pergeseran ke kiri (Shift to the left). Umumnya terdapat anemia

megaloblastik.9

Meningitis Viral

Diagnosis etiologis hanya dapat dibuat dengan isolasi virus. Dalam prakteknya,

pemeriksaan serologis tidak dikerjakan berhubung dengan banyaknya jenis virus yang

dapat menyebabkan penyakit ini.

Diagnosis biasanya dapat dibuat berdasarkan gejala klinis, kelainan CSS dan

perjalanan penyakit yang self-limited. Biakan CSS terhadap kemungkinan penyebab

mikroorganisme lain harus dikerjakan (fungus, leptospira, mikobakterium) agar

kemungkinan mikroorganisme penyebab lain dapat disingkirkan.

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA

Selain biakan CSS, pemeriksaan lain seperti uji tuberkulin, foto Roentgen thorak,

mencari sumber tuberkulosis harus dikerjakan agar dapat menyingkirkan

kemungkinan meningitis tuberkulosa.

I. Diagnosis Banding 1

Abses otak

Encephalitis

Herpes Simplex

Herpes Simplex Encephalitis

Neoplasma

Kejang demam

Subarachnoid Hemorrhage

J. Komplikasi 1-2

Komplikasi dini :

Syok septik, termasuk DIC

Koma

Kejang (30-40% pada anak)

Edema serebri

Septic arthritis

Efusi pericardial

Anemia hemolitik

Komplikasi lanjut :

Gangguan pendengaran samapi tuli

Disfungsi saraf kranial

Kejang multipel

Paralisis fokal

Efusi subdural

Hidrocephalus

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA

Defisit intelektual

Ataksia

Buta

Waterhouse-Friderichsen syndrome

Gangren periferal

K. Tatalaksana

Meningitis bakterial

Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis.

Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum

antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan penilaian

klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda hingga bayi

stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal berikut masih

menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa negatif.8

Mencari akses intravena, dan pemberian cairan. Neonatus dengan meningitis

rentan untuk mengalami hiponatremia akibat SIADH. Perubahan ini elektrolit juga

berkontribusi terhadap timbulnya kejang, terutama selama 72 jam pertama penyakit.8

Peningkatan tekanan intrakranial sekunder akibat edema serebral jarang pada

bayi. Monitor kadar gas darah dengan ketat untuk memastikan oksigenasi yang

memadai dan stabilitas metabolisme.8

MRI dengan gadoteridol, ultrasonografi, atau CT scan dengan kontras yang

dibutuhkan untuk menggambarkan kelainan intrakranial.  Pediatric Academic

Societies merekomendasikan bahwa MRI dengan kontras harus dilakukan untuk

neonatus dengan komplikasi meningitis 7-10 hari setelah memulai pengobatan untuk

memastikan bahwa tidak ada penyulit yang terjadi. Semua bayi yang baru lahir

sembuh dari meningitis harus dinilai auditory evoked potential untuk skrining adanya

ketulian.8 Pada bayi dan anak-anak, Manajemen meningitis bakteri akut melibatkan

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA

kedua terapi antimikroba yang tepat dan terapi suportif. Semua pasien harus evaluasi

audiologic setelah selesai terapi.8

Terapi cairan dan elektrolit dilakukan dengan memantau pasien dengan

memeriksa tanda-tanda vital dan status neurologis dan balans cairan, menetapkan

jenis yang dan volume cairan, risiko edema otak dapat diminimalkan. Anak harus

menerima cairan cukup untuk menjaga tekanan darah sistolik pada sekitar 80 mm Hg,

output urin 500 mL/m2/hari, dan perfusi jaringan yang memadai. Meskipun

menghindari SIADH adalah penting, mengurangi hidrasi pasien dan risiko penurunan

perfusi serebral sama-sama penting juga. Dopamin dan agen inotropik lain mungkin

diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi yang memadai.8

Bila anak dalam status konvulsivus diberikan diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB secara

intravena perlahan-lahan, apabila kejang belum berhenti pemberian diazepam dapat

diulang dengan dosis dan cara yang sama. Apabila kejang berhenti dilanjutkan

dengan pemberian fenobarbital dengan dosis awal 10-20mg/kgBB IM, 24 jam

kemudian diberikan dosis rumatan 4-5mg/kgBB/hari. Apabila dengan diazepam

intravena 2 kali berturut-turut kejang belum berhenti dapat diberikan fenitoin dengan

dosis 10-20mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan dalam 1

menit jangan melebihi 50 mg atau 1mg/kgBB/menit. Dosis selanjutnya

5mg/kgBB/hari diberikan 12-24 jam kemudian. Bila tidak tersedia diazepam, dapat

digunakan langsung phenobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya dosis

maintenance.1

Terapi antibiotik

Bayi dan anak

Pemberian antibiotik yang cepat pasien yang dicurigai meningitis adalah

penting. Pemilihan antibiotik inisial harus memiliki kemampuan melawan 3 patogen

umum: S pneumoniae, N meningitidis, dan H. influenzae.8

Menurut Infectious Diseases Society of America (IDSA) practice guidelines for

bacterial meningitis tahun 2004, kombinasi dari vankomisin dan ceftriaxone atau

cefotaxime dianjurkan bagi mereka yang dicurigai meningitis bakteri, dengan terapi

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA

ditargetkan berdasarkan pada kepekaan patogen terisolasi. Kombinasi ini memberikan

respon yang adekuat terhadap pneumococcus yang resisten penisilin dan H. Influenza

tipe B yang resisten beta-laktam. Perlu diketahui, Ceftazidime mempunyai aktivitas

yang buruk terhadap penumococcus dan tidak dapat digunakan sebagai substitusi

untuk cefotaxime atau ceftriaxone.8

Oleh karena buruknya penetrasi vankomisin pada susunan saraf pusat, dosis yang

lebih tinggi 60 mg/kg/hari dianjurkan untuk mengatasi infeksi susunan saraf pusat.

Cefotaxime atau ceftriaxone cukup adekuat untuk pneumococcus yang peka. Namun,

bila S.pneumonia terisolasi mempunya MIC yang lebih tinggi untuk cefotaxime, dosis

tinggi cefotaxime (300 mg/kg/hari) dengan vankomisisn (60 mg/kg/hari) bisa menjadi

pilihan.8

Terapi dengan Carbapenem merupakan pilihan yang baik patogen yang resisten

sefalosporin. Meropenem lebih dipilih dibandingkan imipenem oleh karena resiko

kejang lebih rendah. Antibiotik lain seperti oxazolidinon (linezolid), masih dalam

penelitian. Fluorokuinolon dapat menjadi pilihan untuk pasien yang tidak dapat

menggunakan antibiotik jenis lain atau gagal pada terapi sebelumnya.8

Pada pasien yang alergi beta-laktam (penisilin dan sefalospori) dapat dipilih

vankomisin dan rifampisin untuk kuman S.pneumoniae. Kloramfenikol juga

direkomendasikan pada pasien dengan meningitis meningococcal yang alergi beta-

laktam.8

Penilaian LCS pada akhir terapi tidak dapat memprediksi akan terjadinya relaps

atau rekrudesensi dari meningitis. H.influenzae tipe B dapat menetap pada sekret

nasofaring walopun setelah terapi meningitis. Untuk alasan tersebut, pasien harus

diberikan Rifampisin 20 mg/kg dosis single selama 4 hari bila anak dengan resiko

tinggi tinggal di rumah ataupun pusat penitipan anak. N.meningitidis dan

S.pneumoniae biasanya dapat di eradikasi dari nasofaring setelah terapi meningitis

berhasil.8

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA

Antibiotic Dose (mg/kg/d) IV Maximum Daily Dose Dosing Interval

Ampicillin 400 6-12 g q6h

Vancomycin 60 2-4 g q6h

Penicillin G 400,000 U 24 million q6h

Cefotaxime 200-300 8-10 g q6h

Ceftriaxone 100 4 g q12h

Ceftazidime 150 6 g q8h

Cefepime* 150 2-4 g q8h

Imipenem † 60 2-4 g q6h

Meropenem 120 4-6 g q8h

Rifampin 20 600 mg q12h

*Minimal experience in pediatrics and not licensed for treatment of meningitis.

† Caution in use for treatment of meningitis because of possible seizures.

Tabel 8. Dosis antibiotik pada bayi dan anak dengan meningitis bakterial 8

Menurut Pedoman Pelayanan Medis IDAI tahun 2010, terapi empirik pada bayi dan

anak dengan meningitis bakterial sebagai berikut : 10

Usia 1 – 3 bulan :

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Usia > 3 bulan :

- Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis, atau

- Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau

- Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +

Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA

Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotik disesuaikan dnegan hasil

kultur dan resistensi.

Durasi pemberian antibiotik menurut IDSA 2004 guidelines for management of

bacterial meningitis adalah sebagai berikut :8

N meningitidis - 7 hari

H influenzae - 7 hari

S pneumoniae - 10-14 hari

S agalactiae - 14-21 hari

Bacil aerob Gram negatif - 21 hari atau or 2 minggu

L monocytogenes - 21 hari atau lebih

Terapi Deksametason

Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis

bakterial yang menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses

inflamasi, penurunan edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit

didapatkan kerusakan otak.8

Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae

tipe B yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan

insidens gejala sisa neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki

gangguan pendengaran. Oleh karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan

deksametason pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 – 20 menit sebelum

atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 – 0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4

hari.1,8

Namun pemberian deksametason dapat menurunkan penetrasi antibiotik ke

SSP. Oleh karena itu pemberiannya harus dengan pemikiran yang matang

berdasarkan kasus, resiko dan manfaatnya.8

L. Pencegahan 13

Meningitis Bakterial

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA

Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal

merupakan pencegahan terbaik. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat

yang cukup, tidak kontak langsung dengan penderita lain juga dapat membantu. Bila

hamil, resiko meningitis oleh bakteri Listeria (listeriosis) dapat dikurangi dengan

memasak daging dengan benar, hindari keju yang terbuat dari susu tanpa pasteurisasi.

Berikut beberapa vaksin untuk tiga bakteri penyebab meningitis: Neisseria

meningitidis, Streptococcus pneumoniae and Haemophilus influenzae type b (Hib):

Vaksin Meningococcus

Terdapat dua macam vaksin untuk Neisseria meningitidis yang tersedia di America

Serikat. Vaksin Meningococcus polisakarida (Menomune®). Vaksin Meningococcus

conjugate, Menactra® and Menveo®. Vaksin Meningococcus tidak dapat mencegah

semua tipe penyakit, namun dapat memberikan proteksi orang-orang yang dapat

sakit jika tidak diberi vaksin. Vaksin meningococcus conjugate di rekomendasikan

rutin untuk orang berusia 11 – 18 tahun dan anak serta dewasa yang mempunyai

resiko tinggi.

Vaksin Pneumococcal

Terdapat dua tipe dari vaksin pneumococcus yang tersedia : Vaksin polisakarida dan

konjugasi. Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7 (Prevnar®), yang diproduksi

akhir tahun 2000, merupakan vaksin pertama yang digunakan untuk anak-anak usia

kurang dari 2 tahun. PCV13 (Prevnar 13®), diproduksi awal tahun 2010,

menggantikan PCV7. Vaksin pneumococcus sebagai pencegahan penyakit pada anak-

anak usia 2 tahun atau lebih dan dewasa sudah digunakan sejak tahun 1977.

Pneumovax®, 23-valent polysaccharide vaccine (PPSV) di rekomendasikan untuk

dewasa usia 65 tahun atau lebih, untuk usia 2 tahun atau lebih yang mempunyai

resiko tinggi penyakit Pneumococcus (termasuk penyakit sel sabit, infeksi HIV, atau

kondisi imunokompromais, dan untuk usia 19-64 tahun yang merokok dan

mempunyai asma.

Vaksin Hib

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA

Vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib) mempunyai efektivitas yang tinggi

melawan meningitis bakterial oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b. Vaksin Hib

dapat mencegah can prevent pneumonia, epiglottitis, dan infeksi serius lainnya yang

disebabkan oleh bakteri Hib. Vaksin ini di rekomendasikan untuk semua anak usia

kurang dari 5 tahun di Amerika Serikat, dan biasa diberikan pada bayi mulai usia 2

bulan. Vaksin Hib dapat dikombinasikan dengan vaksin lainnya.

M. Prognosis

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:

1. Umur pasien

2. Jenis mikroorganisme

3. Berat ringannya infeksi

4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan

5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang

menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC

mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun

kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang

disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal.