tinjauan pustaka

download tinjauan pustaka

of 10

description

Community health analysis bab 2

Transcript of tinjauan pustaka

BAB IVKERANGKA KONSEPTUAL MASALAHA. Karies Gigia. DefinisiKaries adalah kerusakan setempat yang progresif dari struktur jaringan keras gigi dan merupakan penyebab paling umum dari penyakit pulpa. Karies hanya akan terjadi jika ada bakteri tertentu di permukaan gigi. Produk metabolisme bakteri ini, yakni asam organik dan enzim proteolitik, menyebabkan rusaknya email dan dentin. Metabolisme bakteri yang berdifusi dari lesi ke pulpa mampu menimbulkan respon imun dan reaksi inflamasi. Dentin yang terpapar lesi karies akan mengakibatkan infeksi bakteri pada pulpa, terutama setelah karies tersebut memajankan pulpa Hal ini kemudian dapat menimbulkan rasa sakit, terganggunya fungsi mastikasi, inflamasi jaringan gingiva, pembentukan abses, perubahan penampilan estetik pasien, dan efek-efek sosial yang berkaitan dengannya (Walton dan Torabinejad, 2008).b. Faktor Risiko KariesRisiko karies merupakan risiko terjadinya sebuah lesi karies pada seseorang. Peningkatan risiko karies merupakan hasil dari beberapa faktor penyebab karies yang sesuai ataupun mekanisme pertahanan yang tidak cukup sehingga mengarah kepada perbedaan prevalensi karies. Risiko karies dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor yang mempengaruhi proses karies dan faktor yang berhubungan dengan kejadian karies. Faktor risiko karies adalah hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral hygiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, serta faktor risiko demografi atau faktor modifikasi karies, seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi (Kidd et al., 2002).1) Penggunaan Fluor Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi. Namun demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.2) Oral Higiene Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies. Plak yang berada di daerah interdental dan sulit dibersihkan melalui penyikatan gigi dapat disingkirkan dengan menggunakan pembersih interdental. Penyingkiran plak dapat juga dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur (oral rinse).3) Jumlah Bakteri Segera setelah lahir, ekosistem oral pada bayi terdiri atas berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki S. mutans yang banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun laktobasillis bukan merupakan penyebab terjadinya karies, tetapi bakteri ini ditemukan meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.4) SalivaSaliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu: Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari permukaan rongga mulut. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion H- dan F- ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi. Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat serta kandungan ammonia dan urea dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak sedang memetabolisme gula. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi seperti lisozyme, lactoperoxydase, dan lactoferrin mempunyai daya anti bakteri langsung terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya dapat berkurang. Molekul immunoglobin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat dalam kelenjar liur, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya karies.5) Pola makanPengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.6) UmurPenelitian epidemologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka telah erupsi sedangkan orang dewasa lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar.7) Jenis KelaminSelama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M (missing) yang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMF.

8) Sosial & EkonomiKaries dijumpai lebih banyak pada kelompok sosial ekonomi rendah daripada kelompok sosial ekonomi tinggi. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perliakunya untuk hidup sehat.

B. PerilakuPerilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan (Depdikbud, 2001). Perilaku merupakan segala kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun tidk dapat diamati oleh piha luar (Notoatmodjo, 2007). Perilaku mempunyai peranan yang sangat bear terhadap status kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat (Kartono, 2000). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan suatu respon atau tanggapan seseorang setelah ada pemicu baik dari dalam diri ataupun dari lingkungan.1) Jenis-jenis perilakuSkinner dalam Notoadmodjo (2007) menjelaskan bahwa perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut memberikan respon atas stimulus yang diperoleh. Untuk itu Skinner membagi dua jenis perilaku berdasarkan respon terhadap stimulus-stimulus yang mungkin muncul antara lain :a. Perilaku tertutup (Covert Behaviour)Perilaku tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam entuk perilaku tertutup (tidak terlihat/tidak nampak). Reaksi ini terbatas pada perhatian, persepsi , pengetahuan, atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus.b. Perilaku terbuka (Overt Behaviour)Perilaku terbuka merupakan respon terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terlihat. Perilaku ini dapat diamati oleh orang lain dengan mudah.

2) Tahapan membentuk perilakuPerilaku merupakan proses yang dilakukan berulang kali. Perilaku tidak dapat muncul secara tiba-tiba. Rogers dalam Notoadmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang memiliki perilaku baru, maka orang itu melalui beberapa tahapan. Proses tersebut antara lain awareness, interest, evaluation, trial, dan adoption

a. Awareness Awareness merupakan tahap awal dalam mengadopsi sebuah perilaku. Karena dengan kesadaran ini akan memicu seseorang untuk berfikir lebih lanjut tentang apa yang dia terima.b. InterestInterest merupakan tahap kedua setelah seseorang sadar terhadap suatu stimulus. Seseorang ada tahap ini sudah mulai melakukan suatu tindakan dari stimulus yang diterimanya.c. EvaluationEvaluation merupakan sikap seseorang dalam memikirkan baik buruk stiulus yang ia terima setelah adanya sikap ketertarikan. Apabila stimulus yang dianggap buruk atau kurang berksesan, maka ika akan diam atau acuh. Sebaliknya apabila stimulus yang ia terima dianggap baik, ia akan membuat seseorang melakukan suatu tindakand. TrialTrial merupakan tahap lanjutan pada seseorang yang telah mampu memikirkan stimulus yang diperoleh baik atau buruk. Sehinga menimbulkan keinginan untuk mencoba.e. AdoptionAdoption merupakan thap terakhir setelah melewati tahapan-tahapan sebelumnya. Perilau ini akan muncul sesuai dengan kesadaran, pengetahuan, dan sikap yang dimiliki seseorang. Sehingga ia mampu melakukan suatu tindakan yang dianggap baik atau salah sesuai stimulus yang ia terima.

Perilaku akan terbentuk berdasarkan proses, begitu pula pada perilaku kesehatan. Perilaku akan ditunjukkan dengan keyakinan yang dimiliki. Keyakinan itu dipengaruhi oleh latar belakang intelektua dan pengetahuan yang dimiliki (Potter & Peryy, 2005).

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilakuGreen dalam Notoadmodjo (2007) menyebutkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Hal ini dapat dijelaskan seagai berikut :a. Faktor Predisposisi (Predisposition factor)Faktor predisposisi merupakan faktoryang menjadi daar melakukan suatu tindakan. Faktor predisposisi pada seseorang diantaranya sikap, keyakinan, nilai-nilai, persepsi, usia, status sosial ekonomi, jenis kelamin yang menjadi pemincu seseorang melakukan tindakan.b. Faktor Pemungkin (Enabling factor)Faktor emungkin merupakan faktor yang memungkinkan motivasi atau keinginan untuk dapat terlaksana. Contoh faktor pemungkin adalah kemampuan, sumber daya, ketersediaan informasi, dan ketersediaan fasilitas.c. Faktor Penguat (Reinforcing factor)Faktor penguat merupakan faktor yang muncul setelah tindakan itu dilakukan. Faktor-faktor ini daat bersifat negatif atau postif. Hal ini yang mempengaruhi perilaku seseorang dari stimulus yang diterimanya. Contoh faktor penguat adalah adanya manfaat atau ganjaran yang diterima seseorang.

C. Perawatan GigiPerawatan gigi merupakan usaha penjagaan untuk mencegah kerusakan gigi dan penyakit gusi. Perawatan gigi sangat penting dilakukan karena dapat menyebabkan rasa sakit pada anak, infeksi, bahkan malnutrisi. Gigi yang sehat adalah gigi yang bersih tanpaada lubang atau penyakit gigi lainnya. Perawatan gigi yang dapat mencegah masalah gigi antara lain :

a. Menggosok Gigi (Brushing)Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menggosok gigi yaitu :a) Cara menggosok gigi yang benarMasalah yang seringkali ditemui pada masyarakat indonesia adalah cara menggosok gigi yang slaah. Pada prinsipnya menggosok gi gi yang benar harus dapat membersihkan semua sisa-sisa makanan terutama pada ruang intradental. Gerakan sikat gigi tidak merusak jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan menekan secara berlebihan. b) Pemilihan sikat gigi yang benarSikat gigi menjadi salah satu faktor dalam menjaga kesehatan gigi. Apabila kita salah memilih dan mengginakan sikat gigi maka sisa-sisa makananyang ada dis ela gigi tidak dapat terjangkau. Untuk anak usia sekolah sikat gigi yang baik adalah sikat gigi dengan bulu halus yang terbuat dari nilon panjang sekitar 21 cm (Potter & Perry, 2005). Pilih sikat gigi yang kecil baik tangkai maupun kepala sikatnya sehingga mudh dipegang dan tidak merusak gusi. Ujung kepala sikat menyempit agar udah menjangkau selurih bagian mulu yang relatif kecil.c) Frekuensi menggosok gigiMenggosok gigi sedikitnya empat kali sehari (setekah makan dan sebelum tidur). Hal itu merupakan dasar untuk program oral hygine yang efektif (Potter & Perry, 2005). Menggosok gigi sebelum tidur sangat penting karena saat tidur terjadi interaksi antara bakteri mulut dengan sisa makanan pada gigi (Hockenberry & Wilson, 2007).b. Pemeriksaan ke Dokter GigiPersatuan Dokter Gigi Indonesia (2006) mengatakan pemeriksaan gigi ke dokter gigi masih sangat minim dilakukan pada masyarakat Indonesia. Padahal apabila sejak dini anak diajarkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan gigi secara rutin 6 bulan sekali telah dicanangkan oleh pemerintah. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan pada anak usia sekolah, karena pada anak usia sekolah mengalami pergantian dari gigi susu menjadi peramanen. Usaha lain yang dilakuka pemerintah dalam menangani masalahh kesehatan gigi adalah Usaha esehatan Gigi Sekolah (UKGS). UKGS ini merupakan bagian integral dari Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulu secara terencana.c. Mengatur MakananAnak pada usia sekolah sering mengonsumsi makanan manis sepeti cokelat, permen, kue dan lain sebagainya. Makanan manis mengandung larutan gula yang memiliki konsentrasi tinggi. Larutan tersebut dapat menembus plak gigi dan dimetabolisasi untuk menghasilkan asam sebelum dinetralisasi oleh saliva. Konsumsi makanan tersebut apabila tidak dikontrol dengan perawatan gigi yang benar akan berisiko terkena karies gigi. Oleh karena itu anak pada usia sekolah dianjurkan diet rendah gula dan tinggi nutrisi serta memperhatikan perawatan gigi lainnya (Potter and Perry, 2005).d. Penggunaan FluorideFluoride dibutuhkan oleh gigi untuk menjaga gigi dari kerusakan, namun kadarnya harus diperhatikan. Fluoride dapat menurunkan produksi asam dan meningkatkan pembentukan mineral pada dasar enamel.e. FlossingFlossing membantu pencegahan kasries gigi dengan menyingkirkan plak dan sisa makanan pada sela gigi. Waktu yang tepat untuk dental flossing adalah setelah menggososk gigi karena saat itu pasta gig masih ada dalam mulut. Dental flossing yang dilakukan setelah menggosok gigi akan membantu penyebaran pasta gigi ke sela-sela gigi (Columbia University of dental Medicine, 2006). Flossing dilakukan satu kali sehari.

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruh Perawatan Gigia. Faktor Internal1) UsiaUsia merupan salah satu faktor yang mempengaruhi perawatan gigi pada anak. Siagan dalam Rasyidah (2002) mengemukakan bahwa usia erat hubungannnya dengan tingkat kedewasaan teknik maupun psikologis. Semakin bertambah usia seseorang maka berbanding lurus dengan pengetahuan yang dimiliki. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi meningkat sesuai bertambahnya usia. Pada usia 6 tahun prevalensi karies gigi sebesar 20%, kemudian mengalami peningkatan pada usia 14 tahun mencapai 97%.

2) Jenis KelaminJenis kelamin memiliki faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian kerusakan gigi. Terdapat perbedaanbermakna pada anak laki-laki dan perempuan dengan prevalensi karies gigi. Anak perempuan memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini disebabkan pertumbuhan gigi pada anak perempuan lebih awal daripada anak laki-laki sehingga masa terpajan dalam mulut lebih lama.3) PengalamanPengalaman dapat diperoleh dari diri sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang dialami menjadikan seseorang dapat mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian yang telah lalusehingga mengantisispasi hal negatif terulang kembali dikemudian hari. Anak usia sekolah tidak akan mengkonsumsi permen tanpa menggosok gigi setelahnya apabila ia belum memiliki atau melihat pengalaman orang lain. Ia akan mengantisipasi hal yang dapat terjadi apabila kegiatan terseut dilakukan (Notoadmodjo, 2010).4) MotivasiAnakusia sekolah memiliki tanggung jawab dalam melakukan sesuatu, namun anak sekolah memiliki motivasi rendah dalam memperhatikan penampilan dan bau mulutsampai mereka usia remaja (Chadwick & Hosey, 2003; Hockenberry & Chasey, 2007)b. Faktor Eksternal1) Peran orang tuaOrang tua merupakan faktor penting pada perawatan kesehatan gigi anak. Orang tua menjadi contoh dalam melakukan promosi kesehatan gigi (Perry & Potter, 2005). Keberhasilan perawatan gigi pada ank dipengaruhi oleh peran orang tua dalam melakukan perawatan gigi. Orang tua yang menjadi teladan lebih efisisen dibandingkan anak yang menggosok gigi tanpa contoh yang baik dari orang tua.2) PengetahuanPengetahuan merupakan dasar terbentuknya perilaku. Seseorang dikatakan kurang pengetahuan apabila dalam suatu kondisi ia tidak mampu mengenal, menjelaskan dan menganalisis suatu keadaan (Notoadmodjo, 2010).

3) FasilitasFasilitas sebagai sebiuah sarana informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoadmodjo, 2010). Anak yang memiliki komputeer dengan akses internet yang memadai akan memiliki pengetahuan tinggi tentang perawatan gigi jika dibandingkan dengan anak yang memiliki televisi saja4) Penghasilan Penghasilan memang tidak memiliki pengaruh langsung terhadap engetahuan, namun penghasilan ini erat hubungannya dengan ketersediaan fasilitas (Notoadmodjo, 2010)5) Sosial BudayaKebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Notoadmodjo, 2010).

D. Kerangka Teori

Faktor Risiko : Perilaku perawatan gigi Penggunaan fluorOral HyginePola makanJumlah bakteriSalivaUmurJenis KelaminSosial dan EkonomiKaries Gigi

E. Kerangka Konsep

Karies GigiPerilaku Perawatan Gigi

F. HipotesisTerdapat Hubungan antara Perilaku Perawatan Gigi dengan Kejadian Karies Gigi di Puskesmas I Wangon