tinjauan pustaka

19
2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) 2.1.1 Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) merupakan suatu kondisi irreversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru- paru. ( Smeltzer & Bare, 2001 ). Penyakit Paru Obstruksi kronik adalah sekelompok penyakit paru dengan etiologi yang tidak jelas yang ditandai dengan perlambatan aliran udara yang bersifat menetap pada waktu ekspirasi. ( Doengues, 2000 ). Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang penting adalah bronkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronkhial. ( Arif Muttaqin, 2008 ). Penyakit-penyakit paru yang secara klinis dapat menimbulkan PPOK ialah asma bronkial, bronkhitis kronis, dan emfisema. Ketiga penyakit tersebut masing- masing dapat berlanjut ke PPOK yang berat. Penderita bronkhitis kronis dan emfisema biasanya seorang perokok berat, dan tidak merasakan gejala apapun sampai di usia lanjut. Pada saat itu barulah

description

ggg

Transcript of tinjauan pustaka

2.1 Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)2.1.1 PengertianPenyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) merupakan suatu kondisi irreversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. ( Smeltzer & Bare, 2001 ).Penyakit Paru Obstruksi kronik adalah sekelompok penyakit paru dengan etiologi yang tidak jelas yang ditandai dengan perlambatan aliran udara yang bersifat menetap pada waktu ekspirasi. ( Doengues, 2000 ).Penyakit Paru Obstruksi Kronik merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang penting adalah bronkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronkhial.( Arif Muttaqin, 2008 ).Penyakit-penyakit paru yang secara klinis dapat menimbulkan PPOK ialah asma bronkial, bronkhitis kronis, dan emfisema. Ketiga penyakit tersebut masing- masing dapat berlanjut ke PPOK yang berat. Penderita bronkhitis kronis dan emfisema biasanya seorang perokok berat, dan tidak merasakan gejala apapun sampai di usia lanjut. Pada saat itu barulah dirasakan bahwa kemapuan untuk bekerja mulai menurun dan batuk-batuk mulai terjadi.Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan gejala primer dari penyakit ini. Bila penyebabnya Bronkhitis Kronis maka gejala yang utama adalah produksi sputum yang berlebihan. Tetapi bila penyebabnya adalah Emfisema maka gejala utamanya adalah kerusakan pada alveoli dengan keluhan klinis berupa dsypnoe yang terjadi sehubungan dengan adanya gerak badan.2.1.2 Patogenesis Penyakit Paru Obstruksi KronikMenurut para ahli ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya PPOK yaitu faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen (genetik) tersebut dapat bermanifestasi menjadi PPOK tanpa adanya pengaruh faktor luar: Lebih atau sama dengan 70%: 69%-60%: 59%-31%: Kurang atau sama dengan 30% (eksogen), akan tetapi yang banyak dijumpai adalah kecenderungan untuk PPOK meningkat akibat adanya interaksi antara faktor endogen dan eksogen. Pendapat yang menyatakan bahwa genetik merupakan faktor risiko PPOK (Dutch Hypothesis) ditentang oleh pakar dari Inggris (British Hypothesis) yang menyatakan bahwa hanya faktor eksogen yang berperan.Ada 2 mekanisme patogenesis PPOK yang penting yaitu faktor endogen (herediter) dan eksogen (iritasi karena asap rokok, bahan-bahan polutan dan infeksi paru). Faktor endogen dapat menimbulkan obstruksi bronkus tanpa atau dengan pengaruh faktor eksogen. Obstruksi bronkus disebabkan adanya spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar mukus, edema dinding bronkus dan kelenturan paru yang menurun. Apabila iritasi oleh faktor iritan eksogen masih berlangsung terus maka obstruksi bronkus akan menunjukkan tanda-tanda klinis yang nyata yaitu sesak nafas, batuk kronis, produksi dahak yang berlebihan dan gangguan fungsi paru. Tergantung pada beratnya penyakit, pada stadium akhir (Phenotype patient) dapat terjadi gangguan pertukaran gas sehingga terjadi hipoksemia jaringan. Obstruksi jalan nafas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada penyakit. Pada bronkitis kronis dan bronkiolitis penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan nafas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara yang mengalir ke dalam paru-paru (Smeltzer, 2002)2.1.3 Gejala UmumPPOK ditandai oleh adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkhitis kronik maupun emfisema.Bronkhitis kronis ditandai oleh adanya sekresi mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif selama 3 bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama 3 tahun bertururt-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Emfisema menunjukkan adanya abnormalitas, pembesaran permanen pada saluran udara bagian bawah sampai bronkhiolus terminal dengan kerusakan pada dinding dan tanpa fibrosis yang nyata.

2.1.4 Gejala KlinisMenurut Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.2. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.3. Dispnea.4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).5. Anoreksia.6. Penurunan berat badan dan kelemahan.7. Takikardia, berkeringat.8. Hipoksia, sesak dalam dada.Pada penderita PPOK selalu akan mengeluh batuk-batuk berdahak yang sudah bertahun-tahun lamanya. Bila tidak disertai infeksi sekunder, dahak akan berwarna keputih-putihan yang mungkin sampai kelabu (karena partikel-partikel debu bila ada polusi udara). Tetapi bila ada infeksi sekunder, dahak akan lebih kental, dan berwarna kuning sampai hijau dan seperti pus.Pada stadium dini, keluhan sesak nafas hanya dirasakan kalau sedang melakukan pekerjaan fisik ekstra (dyspnoe deffort) yang masih dapat ditoleransi penderita dengan mudah, namun lama kelamaan sesak ini semakin progresif. Pada stadium berikutnya penderita secara fisik tak mampu melakukan ativitas apapun tanpa bantuan oksigen, karena sambil duduk pun tetap akan terasa sesak nafas. Stadium ini dikenal dengan julukan social death, karena penderita sudah harus menghentikan kegiatan sosialnya.Pada dasarnya penderita PPOK tidak akan mengeluh tentang panas badan, tetapi karena sering mendapatkan infeksi sekunder sub akut, maka dalam periode- periode itu penderita akan mengeluh tentang panas badan rendah (subfebril) sampai tinggi. Pada stadium lanjut sesak nafas yang berkepanjangan akan terjadi dan akan menimbulkan hipertropi otot-otot nafas bantuan, yang akan nyata sekali pada m.sterno-cleido-mastoideus yang akan selalu aktif bekerja menaiki rongga thoraks keatas pada setiap inspirasi.Ada penderita yang tampak kebiru-biruan (blue bloater) karena sianosis yang dialaminya disertai dengan tanda-tanda gagal jantung kanan (edema perifer), biasanya penderita ini agak gemuk dan sesak nafasnya tidak terlalu berat, walaupun hiposekmianya agak berat. Ada pula yang tampak kemerahjambuan (pink puffer), biasanya penderita cenderung kurus tanpa gangguan jantung kanan dan hipoksemia yang dideritanya agak ringan, tetapi mengeluh sesak nafas berat dan kadang diikuti dengan rasa mual. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua penderita akan mengikuti kedua pola ini secara mutlak, kebanyakan akan berada dikeduanya.Thoraks pun mengalami perubahan, sekarang diameter sagitalnya menjadi sama dengan diameter transversal, sehingga bentuk drum (barrel chest). Disamping itu kedua bahu akan tertarik keatas dan kadang-kadang kifosis tulang belakang bagian torakal akan lebih nyata. Karena tekanan udara intrapulmonal cenderung tinggi, letak diafragma rendah.Fermitus suara juga akan melemah, sebaliknya perkusi akan menghasilkan suara hipersonor. Auskultasi akan menghasilkan suara nafas bronkovesikuler tetapi akan semakin lemah intensitasnya dengan semakin parahnya kondisi penderita. Wheezing terdengar sepanjang hari dan di seluruh paru, baik saat inspirasi maupun ekspirasi. Ronki basah juga akan semakin terdengar dari yang halus sampai sedang.

2.1.5 Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik.Komplikasi dari PPOK menurut Smeltzer (2002) :1. Gagal atau insufisiensi pernapasan2. Atelektasis3. Pneumonia4. Pneumothoraks5. Hipertensi paruSedangkan menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) :1. Gagal napas - Gagal napas kronik - Gagal napas akut pada gagal napas kronik 2. Infeksi berulang 3. Kor pulmonal Gagal napas kronik : Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan : - Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2 - Bronkodilator adekuat - Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur - Antioksidan - Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : - Sesak napas dengan atau tanpa sianosis - Sputum bertambah dan purulen - Demam - Kesadaran menurun Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah. Kor pulmonal : Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.

2.1.6 Faktor Penyebab Penyakit Paru Obstruksi KronikPeran masing-masing faktor resiko penyebab PPOK telah banyak dipelajari di luar negeri, tetapi seberapa jauh kontribusi masing-masing faktor tersebut terhadap patogenesis PPOK tidak banyak dilaporkan. Adapun beberapa faktor determinan yang menyebabkan PPOK adalah:a) Kebiasaan merokokRokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.Rokok adalah gulungan tembakau yang disalut dengan daun nipah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Selain itu rokok juga di bungkus dengan kotak kecil agar muat dengan saku.Merokok merupakan masalah kesehatan global, WHO memperkirakan jumlah perokok didunia sebanyak 2,5 milyar orang dengan dua per tiganya berada di negara berkembang. Di negara berkembang paling sedikit satu dari empat orang dewasa adalah perokok. Menurut buku Report of The WHO Expert Commite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya PPOK. Asap rokok dapat mengganggu aktifitas bulu getar saluran pernafasan, fungsi makrofag dan mengakibatkan hipertropi kelenjar mukosa. Pengidap PPOK yang merokok mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi (6,9-25 kali) dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko PPOK yang diakibatkan oleh rokok empat kali lebih besar daripada bukan perokok.Mekanisme kerusakan paru akibat rokok terjadi melalui 2 tahap yaitu jalur utama melalui peradangan yang disertai kerusakan matriks ekstrasel dan jalur kedua ialah menghambat reparasi matriks ekstrasel. Mekanisme kerusakan paru akibat rokok melalui radikal bebas yang dikeluarkan oleh asap rokok. Bahan utama perusak sel akibat proses diatas adalah protease, mielperoksidase, oksidan dan radikal bebas.Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) perlu diperhatikan pencatatan riwayat merokok, yaitu: Perokok aktif atau Perokok pasif atau Bekas perokok. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Dikatakan ringan bila 0-200, sedang : 200-600, berat : >600. b) PekerjaanFaktor pekerjaan berhubungan erat dengan unsur alergi dan hiperreaktivitas bronkus. Dan umumnya pekerja tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK.c) Tempat Tinggal Orang yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena PPOK lebih tinggi daripada orang yang tinggal di desa. Hal ini berkaitan dengan kondisi tempat yang berbeda antara kota dan desa. Dimana dikota tingkat polusi udara lebih tinggi dibandingkan di desa. d) Jenis KelaminPada pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. e) Faktor GenetikBelum diketahui jelas apakah fator genetik berperan atau tidak. f) Polusi LingkunganPolusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit diatas, tetapi bila ditambah merokok, resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan PPOK adalah zat-zat pereduksi dan zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon. g) Status Sosial EkonomiPada status ekonomi rendah kemungkinan untuk mendapatkan PPOK lebih tinggi. Hal ini disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih rendah. h) UsiaGejala PPOK jarang muncul pada usia muda, umumnya setelah usia 50 tahun keatas. Hal ini dikarenakan keluhan muncul karena adanya terpaan asap beracun yang terus menerus dalam waktu yang lama. Pada orang yang masih terus merokok setelah usia 45 tahun fungsi parunya akan menurun dengan cepat dibandingkan yang tidak merokok dan pada usia di atas 60 tahun gejala-gejala PPOK akan mulai muncul.

2.1.7 Pencegahan Penyakit Paru Obstruksi KronikPencegahan PPOK menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) :1. Mencegah terjadinya PPOK - Hindari asap rokok - Hindari polusi udara - Hindari infeksi saluran napas berulang 2. Mencegah perburukan PPOK - Berhenti merokok - Gunakan obat-obatan adekuat - Mencegah eksaserbasi berulang2.1.8 Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi KronikTujuan terapi PPOK yang stabil adalah memperbaiki keadaan obstruksi kronik, mengatasi dan mencegah eksaserbasi akut, menurunkan kecepatan peningkatan penyakit, meningkatkan keadaan fisik dan psikologik pasien sehingga pasien dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari, menurunkan jumlah hari tinggal di rumah sakit dan menurunkan jumlah kematian. Terapi eksaserbasi akut adalah untuk memelihara fungsi pernafasan dan memperpanjang survival pasien (Ikawati, 2007). Penatalaksanaan meliputi edukasi, obat-obatan, terapi oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.

EdukasiEdukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Tujuan edukasi adalah supaya pasien PPOK mengenal perjalanan penyakit, melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai aktiviti optimal dan meningkatkan kualiti hidup.

Obat-obatan Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai dengan klasifikasi derajad beratnya penyakit. Diutamakan bentuk obat inhalasi, nebulisasi tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting) Ekspektoran dan mukolitik. Air minum adalah ekspektoran yang baik, pemberian cairan yang cukup akan mengencerkan sekret. Obat ekspektoran dan mukolitik dapat diberikan terutama pada saat eksaserbasi. Antihistamin secara umum tidak diberikan karena dapat menimbulkan kekeringan saluran napas sehingga sekret sukar dkeluarkan Antibiotik diberikan bila ada infeksi sehingga dapat mengurangi keadaan eksaserbasi akut. Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kialiti hidup, digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai terapi rutin. Kortikosteroid pemberiannya masih kontroversial, hanya bermanfaat pada serangan akut. Antitusif diberikan dengan hati-hati.

Terapi oksigenPada PPOK terjadi hipoksemia progresif berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Terapi oksigen bermanfaat untuk mengurangi sesak napas, hipertensi pulmoner, vasokonstriksi pembuliuh darah paru, hematokrit dan memperbaiki kualiti dan fungsi neuropsikologik.

Ventilasi mekanikVentilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan intubasi maupun tanpa intubasi.

Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah NIPPV (noninvasive intermitten positive pressure) atau NPV (negative pressure ventilation). NIPPV bila digunakan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT/long term oxygen therapy) akan memberikan perbaikan bermakna pada AGD, kualitas dan kuantitas tidur serta kualiti hidup. NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi volume control, pressure control dan BiPAP (bilevel positive airway pressure) dan CPAP (continuous positive airway pressure).

Ventilasi mekanik dengan intubasi. Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut:- Gagal napas yang pertama kali- Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki (misalnya pneumonia)- Aktivitas sebelumnya tidak terbatas.Ventilasi mekanik sebaiknya tidak dilakukan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai berikut:- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal

NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresif tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.

Rehabilitasi Fisioterapi bertujuan memobilisasi sputum dan membuat pernapasan lebih efektif serta mengembalikan kemampuan fisik penderita ke tingkat optimal. Rehabilitasi psikis. Penderita PPOK sering merasa tertekan dan cemas sehingga perlu pendekatan psikis untuk mengurangi perasaan tersebut. Rehabilitasi pekerjaan. Menganjurkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.