TINJAUAN PUSTAKA
-
Upload
melati-putri-sitorus -
Category
Documents
-
view
101 -
download
2
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI KRISIS PADA DIABETES MELITUS TIPE 2
1. Hipertensi krisis
1.1 Definisi
The Seventh Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of Blood Pressure (JNC VII) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.1
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII1
Kategori Sistol (mmHg) dan/atau Diastol (mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap II ≥ 160 Atau ≥ 100
Istilah hipertensi krisis telah ditinggalkan oleh beberapa klinisi karena
membingungkan. Beberapa klinis menginterpretasi hipertensi krisis sebagai hipertensi emergensi
dan beberapa klinisi mengartikannya sebagai hipertensi urgensi. Sejumlah klinisi lebih menyukai
istilah tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi stadium 1, dan hipertensi stadium 2.
Hipertensi stadium 2 dapat dibagi atas hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi. Tidak ada
tekanan darah yang absolut yang mengindikasikan hipertensi emergensi. Menurut JNC VII,
peningkatan tekanan darah >180/120 mmHg disebut peningkatan tekanan darah yang berat.2
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi
(tekanan darah sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) yang membutuhkan
penanganan segera.3 Hipertensi krisis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Hipertensi emergensi (darurat) ialah dimana selain tekanan darah yang sangat tinggi
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih
penyakit/kondisi akut, yaitu pendarahan intrakranial, hipertensi ensefalopati, aorta diseksi
akut, edema paru akut, eklampsi, feokromositoma, funduskopi KW III atau IV,
1
insufisiensi ginjal akut, infark miokard akut, antihipertensi withdrawl sindrom dan
ingesti dari prekursor katekolamin pada pasien yang mengonsumsi MAO inhibitors.
Tekanan darah harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam.
Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit (ICU).
b) Hipertensi urgensi (mendesak) ialah dimana terdapattekanan darah yang sangat tinggi
tetapi tidak disertai kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. Tekanan darah
harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral.
Kerusakan Organ Target
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah:4
1. Jantung
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Angina atau infark miokardium
- Gagal jantung
2. Otak
- Stroke.
3. Penyakit ginjal kronis
4. Retinopati.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat
diakibatkan langsung dari kenaikan tekanan darah, atau karena efek tidak langsung, antara lain
adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stress oksidatif, downregulation dari
ekspresi nitrit oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi
garam dan sensitifitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target,
misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β
(TGF-β).4
1.2 Epidemiologi
2
Hipertensi terjadi pada sekitar 50 juta orang di USA dan sekitar 1 milyar orang di dunia.
Sebagian besar pasien memiliki hipertensi esensial dan sekitar 30% tidak terdiagnosis. Hanya
sekitar 14% - 29% orang Amerika dengan hipertensi mempunyai tekanan darah yang terkontrol.
Insidens hipertensi meningkat dengan meningkatnya usia. Studi Framingham, insiden hipertensi
meningkat pada laki-laki dari 3.3% pada usia 30-39 tahun menjadi 6.2% pada usia 70-79 tahun.
secara keseluruhan, prevalensi dan insidens hipertensi lebih besar pada laki-laki dibandingkan
pada wanita. Insiden hipertensi pada orang Afrika-Amerika dua kali lebih besar dari orang kulit
putih.5
Diperkirakan sekitar 1% pasien dengan hipertensi akan berkembang menjadi hipertensi
krisis selama hidupnya. Sebelum adanya terapi antihipertensi, komplikasi terjadi sampai 7%
pada populasi penderita hipertensi. Hipertensi krisis lebih sering terjadi pada orang Afrika-
Amerika dan orang usia lanjut. Laki-laki dua kali lebih sering daripada wanita. Sebagian besar
pasien dengan hipertensi krisis sebelumnya telah didiagnosis sebagai hipertensi dan
mendapatkan terapi antihipertensi dengan kontrol tekanan darah yang inadekuat.5
1.3 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tingginya tekanan darah, gejala dan tanda keterlibatan
organ target. Hipertensi krisis umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya
nyeri dada dan sesak napas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur pada edema
papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran, lateralisasi pada gangguan otak; gagal
ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan
tekanan darah pada umumnya.6
Selain pemeriksaan fisik, data laboratorium dapat membantu diagnosis dan perencanaan.
Urin dapat menunjukan proteinuria, hematuri, dan silinder. Hal ini terjadi karena tingginya
tekanan darah juga menandakan keterlibatan ginjal terutama jika ureum dan kreatinin meningkat.
Gangguan elektrolit dapat terjadi pada hipertensi sekunder dan berpotensi menimbulkan aritmia.
Pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi (EKG) untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri, ataupun gangguan koroner serta ultrasonografi (USG) untuk melihat struktur
ginjal.6
3
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi krisis dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skema patofisiologi hipertensi krisis
1.5 Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan hipertensi emergensi
Pasien sebaiknya dirawat di RS dengan fasilitas pemantauan yang memadai agar
dapat dimonitor secara kontinyu tekanan darahnya
Pengobatan tekanan darah dengan obat antihipertensi parenteral secara bolus atau
infus sesegera mungkin.
Tujuan terapi awal adalah untuk menurunkan tekanan darah arteri rata-rata 20-25%
(dalam 5-120 menit pertama)
Penurunan tekanan darah secara akut ke tekanan darah normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi ke otak, jantung dan ginjal.
Apabila keadaan stabil, 160/100-110 mmHg selama 2-6 jam berikutnya.
4
Apabila tekanan darah telah dapat ditoleransi dan secara klinis pasien dalam keadaan
stabil maka penurunan tekanan darah menuju normal dapat dilakukan pada 24-48 jam
berikutnya.
Obat-obatan yang digunakan:
1. Clonidin (catapres) IV (150 mcg/ampul)
a. Clonidin 900 mcg dimasukkan dalam cairan glucosa 5% 500cc dan diberikan dengan
mikrodrip 12 tetes/ menit, setiap 15 menit dapat dinaikkan 4 tetes sampai TD yang
diharapkan tercapai.
b. Bila TD target tercapai pasien diobservasi selama 4 jam kemudian diganti dg tablet
clonidin oral sesuai kebutuhan.
c. Clonidin tidak boleh dihentikan mendadak, tetapi diturunkan perlahan-lahan oleh karena
bahaya rebound phenomen, dimana TD naik secara cepat bila obat dihentikan.
2. Diltiazem (Herbesser) IV (10 mg dan 50 mg/ampul)
a. Diltiazem 10 mg IV diberikan dalam 1-3 menit kemudian diteruskan dengan infus 50
mg/jam selama 20 menit.
b. Bila TD telah turun >20% dari awal, dosis diberikan 30 mg/jam sampai target tercapai.
c. Diteruskan dengan dosis maintenance 5-10 mg/jam dengan observasi 4 jam kemudian
diganti dengan tablet oral.
3. Nicardipin (Perdipin) IV (2 mg dan 10 mg/ampul)
a. Nicardipin diberikan 10-30 mcg/kgBB bolus.
b. Bila TD tetap stabil diteruskan dengan 0,5-6 mcg/kgBB/menit sampai target TD tercapai.
4. Labetalol (Normodyne) IV
Diberikan 20-80 mg IV bolus setiap 10 menit atau dapat diberikan dalam cairan infus
dengan dosis 2 mg menit.
5. Nitroprusside (Nitropress, Nipride) IV
Diberikan dalam cairan infus dengan dosis 0,25-10.00 mcg/kg/menit.
b). Penatalaksanaan hipertensi urgensi
Penatalaksanaan hipertensi urgensi cukup dengan obat oral yang bekerja cepat sehingga
menurunkan tekanan darah dalam beberapa jam.
5
Tabel 2. Obat antihipertensi oral yang dipakai di Indonesia8,9
Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg
ulangi per 30 min
15-30 min 6-8 jam Stenosis a.renalis
Clonidine 75 - 150 ug,
ulangi per jam 30-60 min 8-16 jam mengantuk, mulut kering
Propanolol 10 - 40 mg PO
ulangi setiap 30 min
15-30 min 3-6 jam Bronkokonstriksi, blok jantung,
Nifedipine 5-10 mg
ulangi setiap 15 menit
5 -15 min 4-6 jam Gangguan koroner
2. Diabetes melitus
2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, yang ditandai
dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) puasa dan post prandial, aterosklerotik,
penyakit vaskuler mikroangiopati dan neuropati.10
Diabetes melitus disebut juga the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan, poliuria, rasa haus, rasa lapar,
badan kurus dan kelemahan
2.2 Epidemiologi
DM merupakan penyakit yang banyak dijumpai dengan prevalensi yang meningkat di
seluruh dunia selama 2 dekade. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun
2025 jumlah penderita DM di dunia akan mencapai 300 juta orang. Menurut data WHO, jumlah
penderita DM di Indonesia tahun 2000 5,6 juta orang dan diperkirakan tahun 2025 meningkat
menjadi 12,4 juta. Dengan demikian, Indonesia akan menempati urutan ke-5 di dunia.11
Saat ini diabetes melitus merupakan urutan ke-4 prioritas penelitian nasional untuk
penyakit degeneratif.12 Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola
hidup didapatkan bahwa prevalensi DM meningkat terutama di kota besar. DM jika tidak
ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh
seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dan lain-lain. Penderita DM dapat
mengalami beberapa komplikasi bersama-sama atau terdapat satu masalah yang mendominasi,
6
yang meliputi kelainan vaskuler, retinopati, nefropati diabetik, neuropati diabetik dan ulkus
diabetik.13,14
2.3 Klasifikasi diabetes melitus
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005,
yaitu:15
1. DM tipe I (DM yang tergantung pada insulin). DM ini disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas yang sering terjadi melalui
proses imunologik. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2. DM tipe II (DM yang tak tergantung pada insulin). Penyebab DM ini mulai dari predominan
resistensi insulin disertai defisiensi relatif insulin sampai predominan defek sekresi insulin
bersama resistensi insulin. 75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau
kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
3. Diabetes tipe lain
a. Defek genetik pada fungsi sel beta
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. Diinduksi obat atau zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
4. DM Gestasional
DM Gestasional terjadi sekitar 2–5% dari semua kehamilan. Komplikasi dapat berupa
makrosomia, cacat janin dan penyakit jantung bawaan.
2.4 Manifestasi klinis
Adapun manisfestasi klinis dari DM sebagai berikut:16
1. Poliuria
Hal ini disebabkan kadar glukosa darah melebihi ambang batas tubuli ginjal (170 mg/dl)
sehingga kelebihan ini tidak dapat diabsorbsi maka akan terjadi glukosuria. Kejadian ini akan
7
meningkatkan osmolaritas di lumen tubuli dan jumlah urin akan bertambah banyak (3-4 liter
sehari).
2. Polidipsi
Hal ini akibat dari poliuria.
3. Penurunan berat badan
Pada awal perjalanan penyakit DM kebutuhan energi dapat dipenuhi dengan pemecahan
glikogen (glikogenolisis) dan lemak (lipolisis) yang ada di hati dan otot. Apabila terjadi dalam
waktu yang lama akan terjadi pemecahan protein dan berat badan penderita akan menurun.
4. Polifagia
Kalori dari makanan yang dimakan setelah dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah
tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan oleh tubuh, sehingga penderita selalu merasa lapar.
5. Lemah/lesu
Hal ini disebabkan karena glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga sel
kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan energi.
6. Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Hal ini akibat kenaikan glukosa darah yang abnormal akan merusak sel-sel saraf.
7. Gangguan penglihatan
Ini disebabkan glukosa darah yang tinggi merusak pembuluh darah retina.
2.5 Diagnosis
Langkah diagnosis DM dapat dilihat pada gambar 2.15
8
Gambar 2. Langkah diagnosis DM15
2.5 Komplikasi diabetes melitus
Komplikasi DM sebagai berikut:14
Akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Koma hiperosmolar hiperglikemik
3. Hipoglikemia
Kronik
1. Mikroangiopati
- Retinopati
- Nefropati
2. Makroangiopati
- Penyakit Jantung koroner
9
- Penyakit pembuluh darah perifer
3. Neuropati
Penyakit pembuluh darah perifer dan neuropati merupakan faktor resiko terjadinya kaki
diabetes.
2.6 Hubungan hipertensi dengan diabetes melitus17
Pada diabetes melitus, selain keadaan hiperglikemia atau gangguan toleransi glukosa
sebagai faktor resiko, juga dapat ditemukan faktor resiko kardiovaskuler lain, seperti resistensi
insulin, hiperinsulinemia, dislipidemia, hipertensi, hiperkoagulasi, obesitas viseral, dan
mikroalbuminuria. Keadaan yang sangat multifaktorial ini menyebabkan insidensi penyakit
kardiovaskuler pada diabetes tinggi dan terus meningkat apabila pengelolaannya tidak
komprehensif. Dasar patofisologi dari kelainan tersebut adalah adanya gangguan pada
metabolisme (abnormality metabolism) yang sering dikemukakan akhir akhir ini sebagai
sindroma metabolik. Batasan Sindroma metabolik yang diajukan oleh National Cholesterol
Education Program, Adult Treatment Panel III tahun 2001 bahwa faktor resiko adanya sindroma
metabolik adalah obesitas abdominal (Lingkar panggul) pada laki laki >102 cm (40 inci) dan
wanita > 88 cm (35 inci), kadar trigleserida ≥ 150 mg/dl (1,7 mmol/L), kadar kolesterol HDL
pada laki laki < 40 mg/dl (1.4 mmol/L) dan wanita < 50 mg/dl (1,3 mmol/L), tekanan darah ≥
130/ ≥ 85 mmHg serta glukosa puasa ≥ 110 mg/dl (6,0 mmol/L). Hubungan sidroma metabolik
dengan faktor resiko penyakit kardiovaskuler adalah dengan terjadinya proses aterosklerosis
yang menggambarkan terjadinya disfungsi endotel.
Umumnya pada diabetes meiltus juga terdapat hipertensi. Hipertensi yang tidak dikelola
dengan baik akan mempercepat kerusakan pada ginjal dan kelainan kardiovaskuler. Sebaliknya
apabila tekanan darah dapat dikontrol disertai pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol akan
memproteksi terhadap kompilkasi mikro dan makrovaskuler. Terjadinya peningkatan tekanan
darah seperti diganbarkan pada bagan dibawah ini:
10
Gambar 3. Bagan fisiologi terjadinya peningkatan tekanan darah
Patogenesis hipertensi pada penderita DM tipe 2 sangat kompleks. Banyak faktor
berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Selain faktor pada sistem otoregulasi pengaturan
tekanan darah, faktor lainnya yang ikut berperan adalah resistensi insulin, kadar gula darah
plasma, dan obesitas,
2.7 Penatalaksanaan18
Indikasi pemberian antihipertensi pada diabetes bila tekanan darah sistolik >130 mmHg dan /
atau tekanan darah diastolik >80 mmHg. Sasaran (target penurunan) tekanan darah <130/80
mmHg. Bila disertai proteinuria ≥ 1gram / 24 jam, target tekanan darah <125/75 mmHg.
Pengelolaan:
Non-farmakologis:
Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik,
menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam.
Farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi (OAH):
- Pengaruh OAH terhadap profil lipid
- Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
- Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
- Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia
11
Obat anti hipertensi yang dapat digunakan:
- Penghambat ACE
- Penyekat reseptor angiotensin II
- Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
- Diuretik dosis rendah
- Penghambat reseptor alfa
- Antagonis kalsium
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik
antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal
mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis. Pasien dengan tekanan darah sistolik
>140 mmHg atau tekanan diastolik >90 mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis secara
langsung. Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.
12