Tinjauan Pustaka

30

Click here to load reader

Transcript of Tinjauan Pustaka

Page 1: Tinjauan Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gaya Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya tergantung pada

banyak faktor. Faktor yang terpenting di sini adalah faktor kepemimpinan yang ada

dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya semua manejer yang ada dalam suatu

organisasi adalah pemimpin.

Masalah kepemimpinan merupakan hal yang sangat luas dan menyangkut

bidang yang sangat luas dan memainkan peran yang sangat penting dalam bidang

pemasaran, pendidikan, industri, organisasi sosial bahkan dalam kehidupan

seharihari. Dalam setiap masyarakat timbul dua kelompok yang berbeda peranan

sosialnya, yaitu yang memimpin sebagai golongan kecil yang terpilih dan kelompok

yang dipimpin adalah orang kebanyakan. Tanpa adanya seorang pemimpin, maka

tujuan organisasi yang dibuat tidak akan ada artinya karena tidak ada orang yang

bertindak sebagai penyatu terhadap berbagai kepentingan yang ada.

Jika melihat perkembangan berbagai teori mengenai kepemimpinan yang ada,

maka timbul suatu kesadaran bahwa perkembangan teori kepemimpinan telah

berkembang sedemikian pesat sejalan dengan perkembangan kehidupan yang ada.

Kepemimpinan tidak lagi dipandang sebagai penunjuk jalan namun sebagai partner

yang bersama-sama dengan anggota lain berusaha mencapai tujuan.

24

Page 2: Tinjauan Pustaka

25

Seorang pemimpin harus dapat merubah keinginan seseorang untuk

melaksanakan sesuatu hal dan menunjukkan arah yang harus ditempuh dan membina

anggota-anggota kelompok ke arah penyelesaian hasil pekerjaan kelompok tersebut.

Anoraga (2004:33) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan

mempengaruhi aktivitas orang lain melalui komunikasi, baik individual maupun

kelompok ke arah pencapaian tujuan.

Menurut Herujito (2001:179) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah seni

kemampuan untuk mengendalikan orang-orang dalam organissi agar perilaku mereka

sesuai dengan perilaku yang diinginkan oleh pimpinan.

Sedangkan Winardi (2000:47) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan

suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin yang tergantung

dari macam-macam faktor baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern.

Selanjutnya Rivai (2004:2) menjelaskan bahwa kepemimpinan (leadership)

adalah proses memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi

dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Hal serupa juga dikatakan oleh Arep dan Tanjung (2003:93) yang mengatakan

bahwa kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang untuk menguasai

atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang berbeda-beda menuju

pencapaian tertentu.

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan perilaku

orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam

Page 3: Tinjauan Pustaka

26

kepemimpinan terdapat unsur-unsur seperti pimpinan, kelompok yang dipimpin,

sasaran, aktivitas, interaksi, dan kekuatan.

Permasalahan yang terus berkembang dalam kepemimpinan adalah mengenai

gaya kepemimpinan bagaimanakah yang efektif untuk diterapkan oleh seorang

pemimpin terhadap bawahannya, dengan kata lain apa yang membuat seorang

pemimpin menjadi sukses. Dalam hal inilah beberapa teori yang dikemukakan ahli

manajemen mengenai gaya kepemimpinan terus dilaksanakan.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Thoha (2003:303) yang mengatakan

bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu norma perilaku yang digunakan oleh

seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain

seperti yang ia lihat.

Selanjutnya Hasibuan (2005:83) mengatakan juga bahwa gaya kepemimpinan

merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin, karena seorang pemimpin harus

berperan sebagai organisasi kelompoknya untuk mencapai yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses untuk mengarahkan dan

mempengaruhi aktifitas yang berhungan dengan penugasan anggota organisasi dalam

rangka mencapai tujuan kelompok/organisasi. Dari defenisi ini tampak bahwa

seorang pemimpin bertugas mendorong bawahan untuk mencapai tujuan sesuai

dengan kemampuan yang ada. Seorang pemimpin harus menjadi fasilitator anggota

kelompoknya dalam mencapai tujuan bersama. Sebagai contoh pemimpin sebuah

orkestra yang dinamakan dirigen berusaha untuk menghasilkan nada yang selaras dari

Page 4: Tinjauan Pustaka

27

berbagai alat musik. Berkualitas tidaknya kelompok orkestra tersebut sangat

ditentukan oleh dirigennya.

2.1.2 Fungsi Utama Gaya Kepemimpinan

Menurut Yulk (2005:34), Agar suatu kelompok dapat dipimpin dengan efektif

seorang pemimpin paling sedikit harus menjalankan 2 (dua) fungsi utama yaitu:

1. Fungsi pemecahan masalah (problem solving function). Fungsi ini berhubungan

dengan tugas atau pekerjaan yaitu memberikan jalan keluar, pendapat dan

informasi terhadap masalah yang dihadapi kelompok.

2. Fungsi sosial. Fungsi ini berhubungan dengan kehidupan kelompok yaitu

memberikan dorongan kepada anggota kelompok untuk mencapai tujuan dan

menciptakan suasana kerja bagi kelompoknya.

Hasibuan (2005:107) menurutnya ada 2 (dua) fungsi gaya kepemimpinan yang

biasa digunakan oleh seorang pemimpin dalam mengarahkan atau mempengaruhi

bawahan yaitu:

1. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented style). Dalam

gaya kepemimpinan ini, seorang manejer akan mengarahkan dan mengawasi

bawahannya secara ketat agar mereka bekerja sesuai dengan harapannya.

Manejer dengan gaya ini lebih mengutamakan keberhasilan pekerjaan daripada

pengembangan kemampuan bawahan.

2. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pekerja (employee oriented style)

Manejer dengan gaya kepemimpinan ini berusah amendorong dan memotivasi

bawahannya untuk bekerja dengan baik. Mereka mengikutsertakan bawahan

Page 5: Tinjauan Pustaka

28

dalam pengambilan keputusan yang menyangkut tugas/pekerjaan bawahan. Di

sini hubungan pemimpin dan bawahan terasa sangat akrab, saling percaya, dan

saling menghargai.

2.1.3 Macam Gaya Kepemimpinan

Menurut Veithzal (2005:78) bahwa gaya kepemimpinan dapat digolongkan

berdasarkan cara si pemimpin menggunakan kekuasaannya. Dengan demikian

terdapat 3 gaya kepemimpinan:

1. Otokratik. Pemimpin dipandang sebagai orang yang memberi perintah dan

dapat menuntut. Kepuasan ada di tangan pemimpin.

2. Demokratik atau partisifatif. Pemimpin dipandang sebagai orang yang tidak

akan melakukan suatu kegiatan tanpa mengkonsultasikan terlebih dahulu pada

bawahannya. Pemimpin di sini mengikutsertakan pendapat bawahan sebelum ia

membuat keputusan.

3. Free rein. Pemimpin hanya menggunakan sedikit kekuasaan dan memberi

banyak kebebasan kepada bawahan untuk melakukan kegiatan. Jadi pemimpin

di sini memberi keluasan pada bawahan untuk menentukan tujuan perusahaan

dan cara untuk mencapainya. Pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator

melalui pemberian informasi dan sebagai orang yang berhungan dengan

kelompok lain.prilaku tersebut telah memberi hasil yang menyenangkan

baginya sehingga ia terdorong untuk selalu mengulangnya lagi. Begitupun

sebaliknya, bila konsekuensi dari suatu perilaku membawa akibat yang tidak

menyenangkan, perilaku tersebut tidak akan diulang lagi.

Page 6: Tinjauan Pustaka

29

Meskipun belum terdapat kesepakatan bulat tentang tipologi atau gaya

kepemimpinan yang secara luas dewasa ini, Siagian (2003:27) menyatakan bahwa

ada lima tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya sekarang ini, yaitu:

1. Gaya kepemimpinan otokratik

Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik

mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai

karakteritik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang

otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter

akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, dalam bentuk:

a. Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat

lain dalam organisasi, seperti mesin dan dengan demikian kurang

menghargai harkat dan martabat mereka.

b. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa

mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan

para bawahannya.

c. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara

lain adalah:

a. Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya

b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya

c. Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi

Page 7: Tinjauan Pustaka

30

d. Menggunakan pendekatan premitif dalam hal terjadinya penyimpangan

oleh bawahan

2. Gaya kepemimpinan paternalistik

Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat

yang bersifat tradisional, umumnya di masyarakat agraris. Salah satu ciri utama

masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para

anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.

Pemimpin seperti ini menunjukkan sifat kebapakan, sebagai tauladan atau

panutan masyarakat. Biasanya tokoh-tokoh adat, para ulama dan guru.

Pemimpin ini mengembangkan sikap kebersamaan.

3. Gaya kepemimpinan kharismatik

Karakteristik yang khas dari tipe ini yaitu daya tariknya yang sangat

memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-

kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah

seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut

tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut

dikagumi.

4. Gaya kepemimpinan laissez faire

Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan

lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-

orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi,

sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh

Page 8: Tinjauan Pustaka

31

masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :

a. Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif

b. Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang

lebih rendah dan kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal

tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung

c. Status quo organisasional tidak terganggu

d. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang

inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan

e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan

prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi

berada pada tingkat yang minimum

5. Gaya kepemimpinan demokratik

Pemimpin yang demokratik biasanya memperlakukan manusia dengan

cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia. Seorang

pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan

Menurut Winardi (2004:73), Gaya kepemimpinan (leadership style) seorang

pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan pencapaian tujuan

perusahaan. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar dan tepat dapat mengarahkan

pencapaian tujuan perseorang maupun organisasi dan perusahaan.

Page 9: Tinjauan Pustaka

32

Kelengkapan persyaratan kepemimpinan yang dimiliki oleh setiap pimpinan

adalah berbeda satu sama lain. Juga pemimpin dalam mempengaruhi orang lain

ditentukan oleh faktor-faktor antara lain, yakni seperti keterampilan, bakat,

kemampuan, sifat dan karakter yang dimiliki.

Menurut Shane (2005:76), Faktor yang mempengaruhi seorang manejer

memiliki suatu gaya kepemimpinan yaitu:

1. Karekteristik manejer. Cara seorang manejer memimpin banyak dipengaruhi

oleh latar belakang pendidikannya, pengalaman masa lalunya nilai-nilai yang

dianutnya, dan sebagainya. Misalnya, jika seorang manejer mempunyai

keyakinan bahwa kebutuhan organisasi harus lebih diutamakan daripada

kebutuhan individu, kemungkinan besar ia akan sangat mengarahkan aktivitas

para pegawainya.

2. Karekteristik bawahan. Seorang manajer akan memberi kebebasan dan

mengikutsertakan bawahannya dalam pengambilan keputusan bila bawahannya

dianggap cukup berpengalamanan dan mempunyai pengetahuan yang memadai

untuk mengatasi masalah secara efektif. Apabila bawahan memahami dengan

baik tujuan organisasi mempunyai pengetahuan dan pengalaman untuk

memecahkan masalah secara efektif dan efesien, manejer akan cenderung untuk

bersifat demokratik dan mengikutsertakan bawahan dalam kepemimpinan.

Tetapi bila bawahan dipandang tidak mempunyai kemampuan tersebut, manejer

akan cenderung bergaya otoriter.

Page 10: Tinjauan Pustaka

33

3. Karekteristik organisasi. Seorang manejer akan menentukan gaya

kepemimpinan berdasarkan iklim organisasi, jenis pekerjaan organisasi, dan

sebagainya.

Menurut Kreitner, Robert, & Kinicki, Angelo (2005:58), Pada umumnya

peneliti-peneliti tersebut menunjukan bahwa efektifitas kepemimpinan dipengaruhi

gaya kepemimpinan yang dipilihnya.

1. Diri pemimpin. Kepribadian, pengalamanan masa lalu latar belakang, dan

harapan pemimpin sangat mempengaruhi efektifitas kepemimpinan di samping

mempengaruhi gaya kepemimpinan yang dipilihnya.

2. Karekteristik atasan. Gaya kepemimpinan atasan dari manejer sangat

mempengaruhi orientasi kepemimpinan manejer yang bersangkutan.

3. Karekteristi bawahan. Respon yang diberikan oleh bawahan akan menentukan

efektifitas kepemimpinan seorang manejer. Latar belakang pendidikan bawahan

juga sangat menentukan cara manejer menggunakan gaya kepemimpinannya.

4. Persyaratan tugas. Tuntutan tanggung jawab terhadap pekerjaan bawahan akan

mempengaruhi gaya kepemimpinan seorang manejer.

5. Iklim organisasi dan kebijaksanaan. Faktor ini dapat mempengaruhi harapan

dan prilaku anggota kelompok serta gaya kepemimpinan yang dipilih manejer.

6. Perilaku dan harapan rekan. Rekan sekerja manejer merupakan kelompok acuan

yang penting. Segala pendapat yang diberikan oleh rekan-rekan manejer sangat

mempengaruhi efektifitas hasil kerja manejer.

Page 11: Tinjauan Pustaka

34

Menurut Hakim (2001:61), Ada 3 unsur dalam situasi kerja yang menentukan

gaya kepemimpinan mana yang efektif. Tiga unsur tersebut adalah:

1. Hubungan pimpinan bawahan

2. Struktur Tugas

3. Kedudukan kekuasaan pemimpin

Hubungan antara pemimpin dan bawahan merupakan faktor penting yang

sangat mempengaruhi kekuasaan dan efektifitas kepemimpinan seorang manejer.

Apabila seorang manejer dan bawahan ada hubungan yang baik dan saling

menghargai, maka manejer tidak perlu harus bersikap otoriter. Sedangkan bila

manejer yang tidak disukai oleh bawahannya maka ia harus bekerja keras untuk

mengarahkan dan mendorong bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas yang

diberikannya.

Faktor penting kedua yang mempengaruhi kekuasaan dan efektifitas

kepemimpinan adalah faktor struktur tugas. Dengan adanya struktur tugas yang jelas,

anggota kelompok akan tahu apa yang diharapkan darinya. Dengan adanya struktur

yang jelas pengukuran kinerja bawahan juga dapat dilakukan sehingga pemimpin

dapat mengontrol dengan lebih baik.

Kedudukan pemimpin merupakan faktor terakhir yang mempengaruhi

efektifitas kepemimpinan. Semakin tinggi kedudukan pemimpin semakin tinggi pula

pengaruh pimpinan terhadap bawahan.

Page 12: Tinjauan Pustaka

35

2.2 Kinerja Karyawan

2.2.1 Konsep Kinerja

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance

(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Prestasi yang

didapat oleh karyawan dapat ditingkatkan, bila adanya kepemimpinan yang baik

dalam mengorganisasikan karyawan tersebut sehingga dapat meningkatkan kinerja

secara optimal.

Kinerja karyawan (employee performance) adalah hasil dari perilaku anggota

organisasi, dimana tujuan aktual yang ingin dicapai adalah dengan adanya perilaku.

Untuk mengetahui ukuran kinerja organisasi maka dilakukan penilaian kinerja.

Penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan

pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan standard dan kemudian

mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Kinerja suatu jabatan secara

keseluruhan sama dengan jumlah (rata-rata) dari kinerja fungsi karyawan atau

kegiatan yang dilakukan.

Mangkunegara (2007:67) menyatakan bahwa “Kinerja adalah hasil kerja secara

kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan

tugasnya dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Kinerja seseorang dapat dilihat dari 2 (dua) sisi, yaitu dari sisi kinerja

perorangan dan sisi kinerja lembaga. Kedua-duanya saling berhubungan, hal ini

ditegaskan oleh pendapat Prawirosentono (1999:3), mengemukakan bahwa terdapat

hubungan antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja

Page 13: Tinjauan Pustaka

36

lembaga (institutional performance). Dengan kata lain bila kinerja seorang karyawan

baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan juga baik.

Dengan demikian kinerja dapat diartikan sebagai cara kerja para karyawan

dalam melaksanakan suatu kewajiban atau tugas yang telah digariskan oleh pimpinan

untuk dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab. Suatu pekerjaan yang dilakukan

oleh karyawan akan menghasilkan suatu hasil yang optimal apabila didukung oleh

tingkat pemahaman akan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya dan

juga dilakukan secara profesional sesuai dengan keahlian yang dimiliki karyawan.

Prawirosentono (1999:189) menyatakan bahwa kinerja mengandung arti

sesuatu hasil yang telah dikerjakan (thing done) dan merupakan suatu hasil kerja yang

dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan

organisasi. Dalam konteks organisasi perpajakan daerah di Indonesia, sesuatu hasil

yang telah dikerjakan itu diterjemahkan sebagai realisasi dari pelaksanaan target

tahunan yang pada prinsipnya lebih mengacu pada kinerja dengan mengutamakan

ukuran-ukuran finansial.

Sementara itu Bernadin dan Russel (1999:379) menjelaskan bahwa kinerja

adalah hasil dari prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan sesuai dengan fungsi

dan tugasnya pada periode tertentu. Sejalan dengan pendapat Bernadin dan Russel,

Amstrong (1994:13) melihat esensi kinerja merupakan suatu proses bersama antara

manajer, individu dan tim yang dikelola dimana proses ini lebih didasarkan pada

Page 14: Tinjauan Pustaka

37

prinsip manajemen yang didasarkan pada kesepakatan terhadap persyaratan sasaran,

pengetahuan, keterampilan dan kompetensi serta rencana kerja dan penempatan.

Kinerja juga diartikan Rogers (1990:24) sebagai gambaran mengenai tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan

sasaran, tujuan, misi dan visi dari organisasi. Dalam kaitannya dengan kinerja

organisasi, Rogers juga mengungkapkan beberapa isu yang perlu untuk diperhatikan

yaitu tingkat harapan yang terentang dari tujuan stratejik hingga target, kejelasan

ruang lingkup akuntabilitas dan tanggungjawab, adanya kebutuhan untuk menilai dan

memonitor kinerja serta tuntutan terhadap adanya sistem informasi yang handal. Isu-

isu ini diharapkan dapat memberikan gambaran kinerja organisasi dengan baik.

Dengan demikian apa yang dijelaskan oleh Amstrong dan Rogers

sesungguhnya berkaitan dengan terminologi manajemen kinerja (performance

management). Hal ini dimaksudkan bahwa terminologi kinerja memiliki makna yang

belum tentu benar-benar sama, karena terminologi ini merupakan suatu evolusi yang

melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti politik, ekonomi, akuntansi dan teori

manajemen yang ternyata tidak selamanya memiliki makna yang sama.

Walaupun demikian, menurut Parker (1993:231) terdapat karakteristik spesifik

dari kinerja yang pada umumnya akan selalu terkait dengan input, output dan

outcomes. Input merupakan sumber yang dipakai untuk menghasilkan pelayanan

termasuk manusia, fasilitas atau sumber material seperti jumlah ton material atau

uang yang digunakan untuk menghasilkan. Outputs merujuk pada aktivitas yang

Page 15: Tinjauan Pustaka

38

dihasilkan baik yang menyangkut mutu maupun jumlah, sedangkan outcomes secara

umum merujuk pada hasil atau keuntungan yang di dapat oleh pengguna/pelanggan.

Dalam hal ini terlihat Parker mencoba memahami konsep kinerja dari sisi

economy, efficiency and effectiveness (3E) yang digunakan untuk mendefinisikan

kinerja. Lebih jauh terminologi kinerja terasa lebih lengkap ketika Harry (1999:3)

melihat terminologi kinerja secara utuh dibandingkan dengan pendapat Parker yaitu

meliputi masukan (input), proses (process), keluaran (output), hasil (outcome),

manfaat (benefit) dan dampak (impact).

Menurut Harry (1999: 4), input adalah sejumlah sumber daya yang digunakan

yang biasanya dinyatakan dalam bentuk jumlah dana atau waktu yang diperlukan

untuk mengerjakan outputs atau outcomes. Hal yang sama juga dikemukan oleh

Parker dan tampaknya sependapat dengan Harry.

Kata kinerja juga seringkali didefinisikan secara sempit yakni hanya sebagai

prestasi kerja belaka. Misalnya pendapat dari Rue dan Bryars (2004:48) yang

mendefinisikan kinerja sebagai the degree of accomplishment . Selain itu terdapat

makna yang identik dengan kinerja seperti makna produktivitas dan efektifitas kerja.

Dalam konteks ini kinerja diartikan sebagai tingkat pencapaian tujuan suatu

organisasi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Berbagai pendapat tersebut terlihat

kelemahannya dan bermakna sempit, karena itu diperlukan terminologi yang meliputi

banyak hal, baik ukuran-ukuran finansial maupun nonfinansial.

Dalam konsep kinerja yang berkembang dewasa ini dikenal terminologi

keunggulan kinerja (performance excellence). Terminologi ini merujuk pendekatan

Page 16: Tinjauan Pustaka

39

terintegrasi pada pengelolaan kinerja organisasi yang menghasilkan penyampaian

nilai yang meningkat terus bagi pengguna yang akan berkontribusi bagi suksesnya

organisasi, perbaikan efektivitas dan kapabilitas organisasi secara menyeluruh, dan

pembelajaran organisasi dan individu. Konsep kinerja terkini menyediakan kerangka

kerja dan alat pengkajian untuk memahami kekuatan dan kesempatan organisasi

untuk perbaikan dan akhirnya menjadi pemandu usaha perencanaan.

2.2.2 Konsep Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja pada awalnya difokuskan pada pengukuran efisiensi yang

terkait dengan inputs, outputs dan outcomes. Menurut Roger (1990:24) pada

pemahaman ini inputs dianggap sebagai sumber yang dipakai untuk memproduksi

pelayanan. Dalam konteks ini manusia, uang, fasilitas atau sumber-sumber material

lainnya diarahkan untuk meningkatkan pelayanan. Outputs merujuk pada pelayanan

yang dihasilkan baik menyangkut tentang mutu maupun jumlah. Outcomes

merupakan hasil pemberian pelayanan atau keuntungan yang diperoleh pengguna

pelayanan. Ketiga hal ini yaitu inputs, outputs dan outcomes menjadi acuan bagi

banyak organisasi, terutama organisasi publik pada era tahun 80-an. Berdasarkan

konsep di atas indikator kinerja kemudian dikembangkan lebih jauh.

Witthaker (1995:43) merupakan salah satu ahli yang mendukung tentang

indikator kinerja yang perlu diukur dengan inputs, outputs, outcomes, benefits dan

impact. Witthaker menukil dalam suatu argumen bahwa pengukuran kinerja

merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban. Pengukuran kinerja dapat

Page 17: Tinjauan Pustaka

40

digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran. Elemen kunci dari sistem

pengukuran kinerja terdiri dari perencanaan dan penetapan tujuan, pengembangan

ukuran yang relevan, pelaporan formal dan hasil serta penggunaan informasi.

Menurut Sulistiyani (2003:228) ada lima hal yang dapat dijadikan indikator

pengukuran karyawan antara lain :

1. Kualitas, yaitu menyangkut kesesuaian hasil dengan yang diinginkan

2. Kuantitas, yaitu jumlah yang dihasilkan baik dalam nilai uang, jumlah unit atau

jumlah lingkaran aktifitas

3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai dengan standar yang ditetapkan organisasi

pelaksanaan kerja dapat diselesaikan dalam waktu yang ditentukan

4. Kehadiran, yaitu jumlah kegiatan yang dihadiri karyawan dalam masa kerja

organisasi

5. Dampak interpersonal, yaitu menyangkut peningkatan harga diri, hubungan

baik dan kerja sama di antara teman kerja, kepada bawahan dan atasan

Witthaker (1995:43) juga menambahkan metode pengukuran kinerja meliputi

tahapan-tahapan sebagai berikut; a). menetapkan sasaran/tujuan dan hasil yang

diinginkan (perencanaan stratejik); b). menentukan Indikator kinerja dan selanjutnya

mengukur kinerja; serta c). mengevaluasi kinerja dan memanfaatkan hasil evaluasi

untuk memperbaiki kinerja. Hal ini merujuk pada hasil keluaran dan hasil yang

diperoleh dari proses, produk dan layanan yang memungkinkan evaluasi dan

perbandingan relative terhadap goal, struktur, hasil masa lalu dan organisasi lain.

Kinerja dapat dinyatakan dalam bentuk istilah uang dan non uang. Dengan demikian

Page 18: Tinjauan Pustaka

41

pengukuran kinerja merupakan salah satu cara pemerintah untuk menentukan

bagaimana menyediakan layanan yang berkualitas dengan biaya kerja yang rendah.

Definisi yang dibuat oleh sejumlah pakar mengenai pengukuran kinerja cukup

beragam, namun pada akhirnya definisi-definisi tersebut bermuara kepada satu

kesepakatan bahwa dengan mengukur kinerja maka proses pertanggungjawaban

pengelola atas segala kegiatannya kepada stake holders dapat menjadi lebih obyektif.

Walaupun ukuran ini sedikit berbau finansial tetapi terdapat pertanggungjawaban

yang nonfinansial di dalamnya.