TINJAUAN PUSTAKA
-
Upload
andy-potal -
Category
Documents
-
view
1.329 -
download
0
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Tinea pedis adalah infeksi jamur dermatofita yang menyerang pada telapak kaki
dan ruang interdigitalis, dapat meluas ke lateral maupun punggung kaki dan dapat terjadi
infeksi kronis
Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang satu ini boleh
dikatakan sangat menjengkelkan. Di daerah tropis, seperti di Indonesia, hampir seluruh
jenis tanaman tumbuh subur, termasuk berbagai jenis jamur yang berkembang biak di
kulit.
Penyakit ini sering menyerang pada orang dewasa yang bekerja di tempat basah
seperti tukang cuci, petani atau orang yang setiap hari harus memakai sepatu tertutup
seperti anggota tentara. Keluhan subyektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai
dengan rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.
Masalah infeksi jamur menempati posisi ke dua dari seluruh penyakit kulit yang ditemui
di dunia. Hal ini dikarenakan penyakit tersebut tidak hanya menyerang suatu golongan,
namun dapat menyerang siapa saja bisa laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa,
dimana dan kapan saja, di rumah, di kantor, di sekolah bahkan di tempat paling bersih
sekalipun.
II. Sinonim
Dermatofitosis, Epidermophytosis dermatomycosis, Athlete’s foot, ringworm of the
foot.
III. Etiologi
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan Epidermophyton
fioccosum sering menyebabkan tinea pedis, yang dimana T. rubrum merupakan
penyebab utamanya.
Taksonomi dari Trichophyton rubrum adalah sebagai berikut :
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order :Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trichophyton
•Species : Trichophyton rubrum
Spora dari jamur tersebut dapat bertahan beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Faktor predisposisi yang dapat mengakibatkan tinea pedis antara lain,
1. Penggunaan kaos kaki dan sepatu dalam waktu lama
2. Keringat berlebihan
3. Orang dengan imunitas yang rendah
4. Produksi asam lemak oleh kulit yang rendah
IV. Epidemiologi
Dilaporkan 70 % dari populasi terinfeksi tinea pedis. Kasus pertama yang
dilaporkan di AS tercatat di Birmingham, Alabama pada tahun 1920 saat perang dunia I
pada tentara telah menyebarkan T.rubrum ke AS. T. rubrum yang merupakan suatu
dermatofita yang banyak pada daerah Asia Tenggara, Africa dan Australia. Banyak
terjadi pada tentara, dan pada individu yang sering memakai sepatu yang tertutup. Lebih
sering menyerang laki-laki daripada wanita. Dan prevalensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia, jarang tinea pedis menyerang pada anak-anak.
V. Patofisiologi
Dengan menggunakan enzim keratinase, jamur dermatofita menginvasi keratin
padadaerah superficial kulit. Pada dinding dermatofita juga mengandung mannan, yang
membuat tubuh lambat dalam respon imun selain itu jugaa mengurangi proliferasi dari
keratinosit, yang menyebabkan penyakit ini dapat berkembang menjadi kronik.
Faktor serum dan suhu misalnya beta globulins dan ferritin mempunyai peranan
dalam menghambat dari dermatofita; namun patofisiologi ini sepenuhnya masih belum
bisa dipahami. Sebum juga menghambat, hal ini dapat menjelaskan kenapa dermatofita
menyerang pada kaki yang tidak ada kelenjar sebaseus. Adanya faktor host sendiri
misalnya kulit pecah-pecah, adanya maserasi pada kulit dapat memberikan keterangan
akan adanya invasi dari dermatofita. Dalam menginvasi manusia juga dipengaruhi oleh
sistem imun tubuh.
Infeksi dermatofita ringan disebut dermatofitosis simpleks, dapat timbul pada sela
jari karena lingkungan yang tertutup. Infeksi jamur akan menyebabkan kerusakan stratum
korneum sehingga memungkinkan untuk tumbuhnya bakteri residen dan terjadinya
maserasi, rasa gatal dan bau busuk pada daerah tersebut. Infeksi campuran antara
dermatofita dan bakteri disebut dermatofitosis kompleks.
VI. Gejala Klinis
Umumnya pasien mengeluh adanya gatal. Telapak kaki bersisik, disertai nyeri
diantara ibu jari kaki. Jarang pada pasien dijumpai lesi vesicular atau ulseratif. Pada
pasien dengan usia lanjut dapat ditemui adanya kaki yang berkrusta/pengerasan pada kaki
yang kering.
Pada pasien tinea pedis terdapat 4 gambaran klinik yang dapat dijumpai :
1. Interdigital :
Pada area interdigital ini merupakan tempat infeksi yang khas bagi tinea pedis,
eritema, maserasi, dan krusta sering terlihat pada jari kaki keempat dan kelima. Pasien
sering mengeluhkan gatal yang sangat dan tercium bau yang tidak enak.. Pada daerah
dorsal kaki biasanya bersih, tetapi pada daerah permukaan plantar infeksi mungkin dapat
terjadi. Pada daerah interdigital ini dapat diikuti oleh infeksi bakteri dan Candida
albicans sehingga menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Pada tipe interdigital sering
disebabkan oleh T. rubrum.
2. Hiperkeratotik kronik
Type hiperkeratotik dari tinea pedis memiliki ciri dengan eritema kronik pada
bagian plantar pedis dengan sedikit pengerasan. Type ini disebut juga moccasin tinea
pedis, maksudnya adalah adanya lesi yang bergabung sehingga mengenai seluruh telapak
kaki dan sering simetris. Pada dorsal pedis biasanya bersih dari infeksi , tapi jika parah
pada bagian dorsal juga terkena. Disebabkan oleh T. rubrum. Penyebab organisme
lainnya adalah T. Mentagrophyte ver interdigitale, E.floccosum dan non dermatophyte
Scytalidium hyalinum dan Scytalidium dimidiatum.
3. Inflamasi/vesicular
Nyeri, gatal atau bulla sering terjadi pada permukaan plantar pedis. Lesi
mengandung cairan purulent, jika sudah pecah timbul plakat dengan eritema. Komplikasi
dari type ini biasanya celulitis, limfangitis dan adenopathy. Pada tipe ini jika disertai
dengan adanya erupsi disebut dengan reaksi dermatofita, yang biasanya terjadi pada.
daerah permukaan palmar pada satu atau dua tangan atau juga pada sisi samping jari jari.
Papula, vesicular dan bullae atau pustule bisa juga terjadi, sering terjadi secara
simetris, dan juga terjadi dyshidrosis. Reaksi ini merupakan respon allergi atau
hipersensitivitas terhadap adanya infeksi pada kaki, yang mengandung infeksi dari jamur.
4. Ulseratif
Khas dari tipe ini adalah terjadi penyebaran lesi vesicopustular, ulcer, dan erosi
secara cepat juga disertai adanya infeksi sekunder.Selulitis, limfangitis, pireksia dan
malaise dapat sebagai infeksi penyerta.Menyerang berbagai area tubuh, walaupun
utamanya pada telapak kaki.
Tipe ini sering terjadi pada pasien yang immunocompromised dan pasien yang
menderita diabetes militus. Tipe inflammatory/vesicular dan tipe ulseratif sering
disebabkan oleh jamur zoofilic T. mentagrophyte var mentagrophyte.
VII. Diagnosis
Selain dengan anamnesa yang lengkap, diagnosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis dengan melihat gambaran klinik dan lokasinya, dan dapat juga
dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain :
1. Pemeriksaaan dengan KOH 10 – 20
2. Kultur, dengan menggunakan media Sabourouds Dextrose Agar +
chloramfenicol + Cyclohexamide, akan tumbuh Mycobiotik - Mycosel dalam
waktu 10 - 14 hari.3.
3. Pemeriksaan lampu Wood’s, tidak memberikan gambaran effloresensi yang
khas
VIII. Diagnosis Banding
Ada 2 penyakit yang dapat dijadikan diagnosis banding, yaitu
1. Kandidiasis, Penyakit yang disebabkan oleh Candida dan yang tersering adalah
Candida albicans. Pada Kandidiasis, terdapat bercak yang berbatas tegas
berskuama dan basah, eritematosa.
1. Dermatitis kontak alergik, dapat menyebabkan gatal disertai eritema, vesikel,
skuamasi terutama ada jari dan punggung kaki. Biasanya disebabkan karena
kontak dengan sepatu karet. Kelainan pada kulit telapak kaki jarang ditemukan.
Hifa tidak ditemukan pada kerokan kulit.
IX. Penatalaksanaan
Tinea pedis dapat diobati secara oral maupun topical, atau kombinasi dari
keduanya. Pemakaian topical digunakan selama 1-6 minggu, tergantung dari anjuran dan
tingkat keparahannya. Untuk tipe interdigital tinea pedis, meskipun gejala sudah hilang
pasien tetap dianjurkan pemakaian obat pada ruang interdigital dan telapak kaki, juga
pada area permukaan plantar. Tipe moccasin tinea pedis sering dipakai hanya pengobatan
topical antijamur. Penggunaan topical dan keratolitic dapat meningkatkan efek. Namun
pada pasien dengan kronik hiperkeratotik atau inflammatory/vesicular tinea pedis
biasanya membutuhkan pengobatan oral, demikian juga bila pada pasien dengan
onychomicosis, diabetes militus, penyakit vascular atau keadaan immunokompromise.
Infeksi berulang terjadi pada pasien yang melakukan pengobatan tidak secara
teratur, jika hal ini terjadi maka terjadi pemakaian obat yang lebih banyak dan suruh
pasien memakai obat hingga habis.
Non medikamentosa dengan memberikan edukasi kepada pasien, antara lain,
1. Mencuci kaki dan sela jari setiap hari
2. Setelah mencuci kaki, keringkan kaki dengan menggunakan handuk kering dan
bersih sampai kaki dan sela jari kering.
1. Tidak menggunakan handuk bersama dan sering mencuci handuk yang digunakan
oleh pasien
2. Menggunakan kaos kaki dan sepatu yang terbuat dari bahan yang tidak
menyebabkan keringat berlebih
3. Tidak menggunakan kaos kaki dalam keadaan kaki basah karena kulit yang
lembab data mengakibatkan jamur tumbuh dengan baik
4. Mencuci kaos kaki setiap hari
Medikamentosa
A. Antijamur topikal
1. Imidazole
Efektif dalam mengobati tinea pedis, terutama dalam pengobatan untuk tipe
interdigital, karena obat golongan ini efektif untuk dermatofita dan candida. Beberapa
produk dari golongan ini mempunyai efek antibakteri (econazole). Macam obat yang
digunakan yaitu,
a. Clotrimazole 1 % (Mycelex, Lotrimin)
Antijamur broadspectrum yang menghambat pertumbuhan jamur dengan kerja
mempengaruhi permeabilitas sel membrane, dan menyebabkan kematian sel.
Evaluasi diagnosis jika tidak terjadi komplikasi setelah 4 minggu.
b. Econazole 1% cream
Efektif pada infeksi cutaneous. Mempengaruhi pada RNA dan sintesis protein.
Merusak permeabilitas membrane sel dan akhirnya menyebabkan kematian sel.
Data Diberikan selama 4 minggu
c. Ketoconazole 1 % cream (Nizoral)
Immidazole merupakan anti jamur berspektrum luas, menghambat sintesis dari
ergosterol, menyebabkan gangguan komponen penting sel dan kematian jamur.
Diberikan selama 2 sampai 4 minggu.
d. Miconazole (Monistat)
Merusak dinding jamur dengan menghambat biosintesis ergosterol. Hal ini
menyebabkan gangguan permeabilitas membrane dan kematian jamur. Digunakan
sehari 2 kali. Ada 2 bentuk yaitu cream atau lotion yang dapat diberikan selama 2
sampai 6 minggu dan bentuk bedak yang dapat diberikan selama 2 sampai 4
minggu.
e. Oxiconazole 1 % cream (Oxistat)
Merusak dinding jamur dengan menghambat biosintesis ergosterol. Hal ini
menyebabkan gangguan permeabilitas membrane dan kematian jamur. Diberikan
selama 4 minggu.
f. Sertaconazole nitrate cream (Ertaczo)
Anti jamur topical imidazole efektif dalam melawan T.rubrum, T. mentagrophyte
dan E. floccosum. Di indikasikan pada tinea pedis, tetapi mempunyai efek samping
berupa kulit menjadi kering pruritus, hiperpigmentasi, sensasi terbakar.
g. Topical pyridones
Spektrum luas dengan antidermatophytic, antibacterial dan anticandida efektif
penggunaanya pada seluruh bentuk tinea pedis khususnya pada tipe interdigital.
h. Ciclopirox 1% cream (Loprox)
Mempengaruhi sintesis DNA, RNA dan menghambat transport protein essensial
pada sel jamur
2. Allylamines
Efektif dalam mengobati segala bentuk dari tinea pedis. Secara invitro obat
Golongan ini mempunyai kerja dalam menghadapi infeksi oleh jamur terutama pada
pasien yang berulang (kronik hiperkeratotik).
a. Naftifine 1 % cream and gel (Naftin)
Anti jamur dengan spectrum luas dan merupakan derivate sintetik allyamine;
menghambat pertumbuhan jamur.
b. Terbinafme (Lamisil)
Menghambat squalene eposksidase, yang akhirnya juga menghambat ergosterol,
menyebabkan kematian sel. Digunakan hingga gejala benar-benar hilang. Lama
penggunaan > l minggu tetapi tidak lebih dari 4 minggu. efektif pada pasien
dengan interdigital tinea pedis dengan hanya pengobatan selama 1 minggu. Pasien
dengan kronik hiperkeratotik tinea pedis biasanya membutuhkan pengobatan
selama 4 minggu.
c. Topical benzylamines
Terkadang golongan obat ini dimasukkan dalam allyamine. Digunakan pada
pasien yang berulang dan lama (kronik hiperkeratotik). Telah terbukti efektif pada
beberapa pasien dengan interdigital tinea pedis dan pemakaian hanya dalam 1
minggu.
d. Butenafme 1 % cream (Mentax)
Menghancurkan sel membrane jamur dan menyebabkan kematian jamur.
B. Antijamur oral
Perlu dipertimbangkan pada pasien dengan kronik hiperkeratotik atau
inflamatory/vesicular tinea pedis. Digunakan jika dengan pengobatan topical gagal,
pasien dengan diabetes atau penyakit perivascular dan pada kondisi immunokompromise.
1. Itraconazole (Sporanox)
Aktivitas sebagai fungistatik. Sintetik Antijamur triazole yang menghambat
pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P-450 yang berperan dalam
sintesis ergosterol, komponen penting dalam membrane sel. Dengan dosis,
Anak 3 - 5 mg/ kgBB /hari
Dewasa 1 kapsul (100 mg) / hari
2. Terbinafine (Lamisil, Daskil)
Menghambat squalene eposksidase, yang akhirnya juga menghambat ergosterol,
menyebabkan kematian sel. Digunakan hingga gejala benar-benar hilang.
3. Fluconazole (Diflucan)
Antijamur sintetis oral (broad spectrum bistriazole) selektif dalam menghambat
jamur pada sitokrom P-450 dan sterol c- 14 alpha demetilasi.
4. Ketokonazole
Dengan dosis penggunaan,
Anak 3 - 5 mg/ kgBB/hari
Dewasa 1 kapsul (100 mg) / hari
C. Dermatological agents
Merupakan Suplemen anti jamur yang digunakan pada keadaan klinis tertentu.
1. Aluminum acetate (Otic Domeboro, Burow’s Solution)
Digunakan pada tipe vascular tinea pedis. Campurkan aluminium asetat tablet
dalam air untuk menghasilkan 1:10-40 larutan.
2. Ammonium lactate lotion (Lac Hydrin)
Digunakan untuk mengurangi krusta/pengerasan pada pasien dengan
hiperkeratotik di telapak kaki. Mengadung asam laktat dan alpha asam hiroksi
yang mempunyai kerja keratolitik dan mengeluarkan comedo. Menyebabkan
pelepasan dari corneocyte. Tersedia dalam 12 % dan 5 %. Gunakan 12 %
lotion.
3. Urea, topical (Carmol-40, Keralac)
Digunakan untuk mengurangi krusta/pengerasan pada pasien dengan
hiperkeratotik di telapak kaki . menyebabkan hidrasi dan pelepasan keratin
pada matriks intraselular , tersedia dalam konsenterasi 10-40 % .
X. Komplikasi
Komplikasi yang data terjadi antara lain adalah Selulitis sekunder, limfangitis,
pyoderma dan osteomyelitis dapat terjadi dari infeksi micosis pada kaki. Komplikasi ini
dapat terjadi pada pasien dengan kondisi edema kronik, immunosuppresion dan diabetes.
XI. Prognosa
Tergantung Infeksi tinea pedis dan penyakit yang mendasarinya Dengan
pengobatan, biasanya memiliki prognosis yang cukup baik.
6 comments.
SIFILISPosted on by diyoyen. Categories: Kulit Kelamin.
SIFILIS
A. DEFINISI
Sifilis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidumdan
mempunyai beberapa sifat, yaitu perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam
perjalanannya dapat menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai macam-macam
penyakit, mempunyai masa laten, dapat kambuh kembali (rekuren), dan dapat ditularkan
dari ibu ke janinnya sehingga menimbulkan kelainan kongenital. Selain melalui ibu ke
janinnya dan melalui hubungan seksual, sifilis bisa juga ditularkan melalui luka, transfusi
dan jarum suntik.
B. SINONIM
Menurut sejarahnya terdapat banyak sinonim sifilis yang tidak lazim dipakai. Sinonim
yang umum adalah lues venerea atau biasa disebut lues saja. Dalam istilah Indonesia
disebut raja singa.
C. KLASIFIKASI
Secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sifilis kongenital (bawaan)
2. Sifilis akuisita (didapat)
Sifilis kongenital dapat berbentuk :
1. Dini (timbul pada umur kurang dari 2 tahun)
2. Lanjut/tarda (timbul setelah umur lebih dari 2 tahun)
3. Stigmata.
Pada sifilis juga dikelompokkan berdasarkan gambaran klinis dan epidemiologis,
yaitu :
1. Sifilis Primer (SI)
2. Sifilis Sekunder (Sil)
3. Sifilis Laten dini dan sifilis Laten Lanjut
4. Sifilis Tersier (sifilis benigna lanjut)/(SIII)
5. Sifilis Kardiovaskuler dan Neurosifilis.
Beberapa penulis mengatakan bahwa perbedaan waktu antara sifilis dini dan
sifilis lanjut ialah 4 tahun sedangkan menurut WHO perbedaannya 2 tahun. Akhir-akhir
ini ada penulis yang mengatakan bahwa beda keduanya 1 tahun mengingat sifilis yang
lebih dari 1 tahun sering menyerang susunan saraf pusat.
D. PATOGENESIS
Patogenesis sifilis dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Tahap masuknya Treponema
Treponema pallidummasuk ke dalam tubuh melalui lesi kulit atau selaput lendir. Jika
melalui kulit harus ada mikro/makro lesi sedangkan jika melalui selaput lendir dapat
dengan atau tanpa lesi. Pada tempat masuknya, kuman mengadakan multiplikasi dan
tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit dan sel plasma
yang secara klinis dapat dilihat sebagai papula. Reaksi radang tersebut tidak hanya
terbatas pada tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler.
Treponemaberada di antara endotel kapiler dan sekitar jaringan. perivaskular; hal ini
mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler
(endarteritis obliterans).
2. Stadium I (SI)
Kerusakan vaskuler ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut
berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus, dan keadaan ini disebut afek primer SI.
Treponemamasuk aliran darah dan limfe lalu menyebar ke seluruh jaringan tubuh,
termasuk kelenjar getah bening regional. Bila sudah mengenai kelenjar getah bening
regional disebut kompleks primer SI.
3. Stadium II (SII)
Perjalanan secara hematogen akan menyebarkan kuman ke seluruh jaringan tubuh,
tetapi manifestasinya baru akan tampak kemudian. Reaksi jaringan terhadap
multiplikasi ini akan terlihat 6-8 minggu setelah kompleks primer dan reaksi ini
bermanifestasi sebagai SII dengan berbagai bentuk kelainan yang biasanya didahului
oleh gejala prodromal. Lesi primer perlahan-lahan menghilang karena kuman di tempat
tersebut berkurang jumlahnya dan penyembuhan terjadi tanpa atau dengan jaringan
parut tipis. Lesi SII secara perlahan-lahan juga menghilang dan akhirnya tidak terlihat
sama sekali dalam waktu kurang lebih 9 bulan.
4. Stadium laten
Stadium laten adalah stadium tanpa tanda atau gejala klinis, tetapi infeksi masih ada
dan aktif yang ditandai dengan S.T.S. (Serologic Test for Syphilis) positif. Kadang-
kadang proses imunitas gagal mengendalikan infeksi sehingga Treponemaberkembang
lagi dan menimbulkan lesi seperti pada SI atau SII dan stadium ini disebut stadium
rekuren. Stadium ini terjadi tidak lebih dari 2 tahun terhitung sejak permulaan infeksi.
Stadium laten lanjut dapat berlangsung beberapa tahun, antibodi tetap ada dalam serum
penderita (S.T.S. positif).
5. Stadium gumma
Keseimbangan antara Treponemadan jaringan dapat tiba-tiba berubah, sebabnya belum
jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor untuk timbulnya SIII yang
berbentuk gumma. Pada stadium gumma ini, Treponemasukar ditemukan tetapi
reaksinya bersifat destruktif. Lesi sembuh berangsur-angsur dengan pembentukan
jaringan fibrotik dan lesi tersier ini dapat berlangsung beberapa tahun. Treponema
pallidumdapat mencapai sistem kardiovaskuler dan saraf pusat dalam waktu dini tetapi
kerusakan yang ditimbulkannya terjadi perlahan-lahan sehingga perlu waktu bertahun--
tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Hampir 2/3 kasus dengan stadium laten dapat
meneruskan hidupnya tanpa menimbulkan gejala klinis.
E. GAMBARAN KLINIS
Stadium I (Sifilis Primer)
Kuman masuk dan melalui masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 2-4 minggu),
Manifestasi klinis/Afek primer :
1. kelainan kulit yang dimulai dengan makula.
2. papula, papula berubah menjadi papula erosif atau ulkus ulkus durum atau Hunterian
chancredengan sifat yang khas, yaitu biasanya soliter, berbentuk bulat atau lonjong,
tepi teratur berbatas tegas, dinding tidak menggaung, permukaan bersih dengan dasar
jaringan granulasi berwarna merah daging, pada perabaan ada indurasi dan tidak nyeri
tekan (indolen).
Afek primer ini umumnya terdapat pada genitalia, tetapi akhir-akhir ini makin
sering ditemukan di daerah ekstragenital. Seminggu setelah afek primer, dapat dilihat
pembesaran kelenjar limfe regional (kompleks primer) dengan tanda-tanda indolen, tidak
supuratif dan tidak ada periadenitis. Afek primer dapat sembuh sendiri dalam waktu 3-10
minggu.
Pada penularan lewat transfusi darah dan sifilis kongenital, afek primer tidak
pernah terjadi, ini disebut Syphyllis d’emblee.
Pada pengobatan yang tidak adekuat, afek primer dapat tidak muncul, tertunda,
ataumuncul dalam bentuk atipik. Bentuk atipik pada tahun-tahun terakhir ini sering
dijumpai. Munculnya bentuk atipik mungkin disebabkan perubahan patogenitas kuman,
perubahan respons penderita atau adanya infeksi insidentil. Bentuk afek primer atipik
yang pernah dilaporkan antara lain ulkus muiltipel, lesi multipel dengan peradangan atau
fimosis, balanitis erosif, lesi multipel dengan limfangitis atau trombof lebitis dan ulkus
pada orificium uretra.
Stadium II (Sifilis Sekunder)
Stadium II timbul 6-8 minggu kemudian dan pada waktu timbulnya, sepertiga
masih disertai SI. Karena sifat kelainannya sistemik, maka selalu didahului gejala
prodromal, misalnya sakit di daerah otot atau sendi, suhu badan subfebris, sukar menelan,
malaise, anoreksia dan sefalgia. Kelainan yang timbul dapat mengenai kulit (75%),
selaput lendir (30%), kelenjar (50%) dan alat-alat dalam (10%).
Kelainan Kulit
1. Makula berwarna merah terang yang disebut roseola sifilitika, dengan distribusi
menyebar hampir di seluruh tubuh tanpa rasa gatal. Tetapi akhir-akhir ini kasus
dengan gatal makin sering dijumpai. Makula dapat berakhir dengan hipopigmentasi
(leukoderma sifilitika) atau berlanjut dengan papula.
2. Papula dengan berbagai bentuk dan variasi, misalnya :
a. papula dengan susunan arsiner, sirsiner, polisiklik
b. papula diskret pada telapak kaki dan tangan
c. papula korimbiformis
d. kondilomata lata
e. papula dengan folikulitis
3. Papulaskuamosa seperti psoriasis (psoriasis sifilitika), papulakrustosa seperti
frambusia (frambusia sifilitika).
4. Pustula, biasanya bersifat destruktif dan timbul pada keadaan umum yang buruk (lues
maligna).
Kelainan pada selaput lendir
Berupa mucous patch, berbentuk bulat, kemerahan dan dapat menjadi ulkus. Biasanya
terdapat pada mukosa bibir, pipi, laring, tonsil, dan dapat juga pada mukosa genitalia.
Kelainan pada kelenjar
Berupa pembesaran kelenjar dengan sifat seperti pada SI dan umumnya mengenai seluruh
kelenjar getah bening superfisialis (limfadenopati generalisata).
Kelainan pada organ-organ lain
kuku : onikia, rapuh dan buram
mata : uveitis anterior, korioretinitis, iridosiklitis
tulang: periostitis
hepar : hepatomegali, hepatitis
Stadium Laten Dini
Pada kelainan laten dini yang terjadi kurang dari 2 tahun sejak mulainya infeksi, tidak
ditemukan tanda-tanda klinis dan hanya dapat diketahui dari basil serologi (S.T.S) yang
positif. Keadaan ini umumnya ditemukan pada pemeriksaan premarital, donor darah,
seleksi tenaga kerja indonesia (TKI), atau pemeriksaan kehamilan. Wanita hamil pada
stadium ini dapat menularkan penyakitnya pada janin, sehingga diperlukan pemeriksaan
pada ibu dan ayah bila ada kontak dengan penderita sifilis.
Stadium Rekuren
Gejala klinis yang timbul biasanya seperti bentuk SII, tetapi lebih setempat. Kadang
dapat juga timbul kelainan seperti SI pada tempat inokulasi pertama yang disebut
Chancre redux.
Stadium Laten Lanjut
Disebut laten lanjut bila terjadi lebih dari 2 tahun sejak dimulainya infeksi. Tidak
terdapat gejala klinis dan hanya dapat diketahui dari basil S.T.S yang positif. Lamanya
masa laten ini dapat bertahun-tahun, bahkan seumur hidup.
Stadium III (Sifilis Tersier)
Kelainan timbul 3-10 tahun sesudah stadium I. Pada masa sekarang sifilis stadium III
sangat jarang dijumpai. Lesi III ini disebut juga sifilis lanjut benigna oleh karena belum
membahayakan kehidupan.
Secara umum lesi SIII dapat menyerang :
- Struktur pembungkus badan: kulit, mukosa, subkutis
- Struktur penyangga tubuh: tulang, sendi, otot, ligamen dan lain-lain.
Bagian tubuh yang paling sering terkena ialah kulit (70%), mukosa (10,3%) dan
tulang (9,6%). Kelainan yang khas berupa gumma, yaitu infiltrat sirkumskrip kronis
yang cenderung mengalami pengejuan (perlunakan) dan bersifat destruktif. Bila melunak
akan menghasilkan ulkus gumosum bersifat yang serpiginosa.
SIII pada alat dalam paling sering menyerang hepar. Gumma bersifat multipel dan
jika sembuh terjadi fibrosis dan retraksi membentuk lobus-lobus tak teratur yang disebut
hepar lobatum. Alat dalam lain yang dapat terserang adalah kelenjar parotis, esofagus,
lambung, limpa, pankreas, ginjal, jantung, kandung kemih, serviks uterus, payudara,
testis dan lain-lain.
Neurosifilis
Pada saat ini neurosifilis jarang ditemukan karena adanya pengobatan sifilis dengan
penisilin. Neurosifilis lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada orang kulit
berwarna, juga lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Infeksi terjadi pada stadium dini. Sebagian besar kasus tidak memberikan gejala,
setelah bertahun-tahun baru menimbulkan gejala. Gejala klinis neurosifilis terjadi setelah
5-25 tahun dari afek primer atau infeksi awal.
Pada 20-37% kasus terdapat kelainan pada likuor serebrospinalis, sebagian kecil
kelainan meninggal.
Neurosifilis dibagi menjadi empat jenis :
1. Neurosifilis asimtomatis
Neurosifilis asimtomatis adalah adanya infeksi sifilis yang dilihat dari ketidaknormalan
dari likuor serebrospinalis, tanpa gejala atau simtom neurologis. Pada likuor
serebrospinalis didapatkan peningkatan jumlah sel dan kadar protein, puncaknya pada
bulan ke 12-18 setelah infeksi dan tes serologis sifilis yang reaktif.
2. Neurosifilis meningovaskuler
Neurosifilis meningovaskuler adalah infeksi yang menyebabkan kerusakan pembuluh
darah vaskuler dan perivaskuler. Pembuluh darah otak dan medula spinalis mengalami
endartritis proliferatif dan infiltrasi perivaskuler berupa limfosit, sel plasma, dan
fibroblas. Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya fibrosis sehingga
perdarahannya berkurang akibatnya mengecilnya lumen. Dapat juga terjadi trombosis
akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya gumma kecil multipel. Bentuk ini terjadi
beberapa bulan sampai bertahun-tahun.
3. Neurosifilis parenkimatosa
Yang termasuk golongan ini adalah tabes dorsalis dan demensia paralitika.
Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejala pyramidal, inkontinensia urine, dan
akhirnya meninggal.
4. Gummatosa
Pada umumnya Gummatosa terdapat pada meningen, rupanya terjadi akibat perluasan
dari tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan parenkim
otak. Gumma dapat soliter atau multipel pada verteks atau dasar otak.
Keluhan : nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan gangguan visus.
Gejala utama : berupa edema papil akibat peniggian tekanan intrakranial, paralise
nervus kranialis, atau hemiplegia.
Sifilis Kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar 10% kasus lanjut dan
40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, foto
sinar-X dan pemeriksaan pembantu lainnya.
Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe :
1. Sifilis pada jantung
2. Sifilis pada pembuluh darah besar
3. Sifilis pada pembuluh darah sedang
Sifilis pada jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus
atau guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta, arteri
pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta. Aneurisma umumnya
terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada aorta torakalis dan abdominalis.
Pembuluh darah sedang, misalnya a. serebralisdan a. medula spinalis paling sering
terkena. Selain itu a. hepatis, a. mesenterika, a. iliaka dan a. fernoralisjuga dapat
diserang.
F. DIAGNOSIS BANDING
G. PENATALAKSANAAN
Diagnosis pasti sifilis dapat ditegakkan apabila ditemukan. Treponema
pallidumdengan mikroskop lapangan gelap. Secara akademis usaha ini harus dilakukan
tiga hari berturut-turut hingga Treponemadapat ditemukan sehingga yang menentukan
adalah gambar klinis yang terdiri atas kelainan kulit dan selaput lendir dengan
konfigurasi sangat khas, serta pembesaran khas pada kelenjar getah bening. Pemeriksaan
TSS darah dan cairan otak, rontgen serta histopatologis sangat membantu.
Pengobatan dengan penisilin masih sangat ampuh. Pedoman dari C.D.C. Atlanta
(2002) berdasarkan atas stadium penyakitnya, adalah sebagai berikut :
1. Sifilis dini (sifilis stadium I - II dan sifilis laten dini tidak lebih dari 2 tahun)
Penisilin G Benzatin 2,4 juta unit satu kali suntikan intra muskuler (i.m.), atau
Penisilin G Prokain dalam aqua 600.000 U I.m. selama 10 hari.
Pemberian 10 hari pada sifilis primer seronegatif sedangkan pada seropositif dan sifilis
sekunder diberikan selama 14 hari. Penderita Sifilis sekunder sebaiknya diopname
selama 1-2 hari sebab kemungkinan terjadi reaksi Jarish-Herxheimer.
Pengobatan Sifilis dini dan yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan :
Tetrasiklin HCL, 4 x 500 mg/hari oral selania 4 minggu
Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 4 minggu
Doksisiklin 100 mg, 2 kali sehari selama 4 minggu.
2. Pengobatan Sifilis lanjut
Penisilin G Benzatin 2,4 juta unit i.m./nunggu, selama 3 minggu berturut-turut, total
7,2 juta unit; atau
Penisilin G Procain 600.000 u i.m. setiap hari selama 14 hari; atau
Tetrasiklin HCl 4 dd 500 mg/hari selama 4 minggu
Doksisiklin 100 mg 2 kali sehari selama 4 minggu.
Pengamatan lanjutan harus dilakukan secara ketat dan tekun dengan pemeriksaan STS
yang nonspesifik (non-treponemal). Tidak mudah untuk menyatakan bahwa sifilis yang
sedang diberi pengobatan sembuh sempurna. Peningkatan titer lebih dari 4 kali (2 kali
pengenceran) merupakan indikasi pengobatan ulang.
H. TES SEROLOGIS DENGAN ANTIGEN LIPOIDAL
Tes VDRL, RPR dan wassermann merupakan contoh tes serologis sifilis yang memakai
antigen lipoidal.
Tes Wassermann adalah tes fiksasi komplemen yang sekarang sudah tidak
digunakan lagi. Tes VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) dan RPR (Rapid
Plasma Reagen) merupakan tes flokulasi dengan teknik yang lebih sederhana sehingga
lebih sering dipakai di lapangan.
Antigen pada tes VDRL terdiri atas campuran kardiolipin, fosfatidil kolin dan
kolesterol. Tes RPR memakai antigen kardiolipin yang disertai karbon, tes ini dapat
dilakukan di klinik dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, sehingga baik untuk
upaya diagnostik penyaringan tahap pertama, lagi pula sensitivitasnya cukup tinggi,
meskipun spesifisitasnya terbatas. Konversi serologis menjadi reaktif menandakan
adanya kemungkinan reaktivasi penyakit.
Tes Serologis Antibodi Anti-Treponema
Tes jenis ini lebih spesifik daripada tes serologis dengan antigen lipodial,
sehingga dipakai untuk menunjang diagnosis infeksi Treponema. Ada 2 jenis antibodi
anti- Treponema, yaitu antibodi yang spesifik dan gugusan antibodi anti-Treponema.
STS untuk gugusan antibodi anti-Treponema
Tes ini memakai antigen Treponema strain Reiter. Reaksinya ada yang
berdasarkan fiksasi komplemen yaitu KOLMER Complement Fixation Test, dan yang
lainnya memakai counter immunoelectrophoresisyaitu REITER Counter Immuno
Electrophoresis. Ternyata tes yang kedua lebih spesifik daripada tes yang pertama. Tes
ini sering dipakai mendampingi tes VDRL di negara-negara maju.
STS untuk antibodi spesifik anti-Treponema
1. TPI (Treponema pallidum Immobilization test).
2. FTA-Abs (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption)
3. FTA-Abs Ig M
4. FTA-Abs Ig M (19 S)
5. TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination)
6. SPHA Ig M (Solid Phase Haemadsorption)
TPI (Treponema pallidum Immobilization test)
Meskipun yang pertama ditemukan, sekarang tidak lagi dipakai karena mahal dan
tekniknya sulit.
FTA-Abs
Tes ini merupakan tes penentu untuk diagnosis bila tidak terdapat persesuaian hasil antara
tes VDRL dan TPHA, karena tes FTA-Abs sangat sensitif. Reaksi positif semu sejumlah
2% dan 25.000 serum yang diperiksa (70), dapat disebabkan oleh penyakit autoimun
misalnya lupus eritematosus sistemik-reumatoid artritis-skleroderma, beberapa kasus
herpes genitalis, sesudah vaksinasi cacar, dan karena ketagihan obat bius.
FTA-Abs Ig M
Tes ini dipakai untuk menunjang diagnosis sifilis kongenital dini. Namun dapat pula
terjadi reaksi positif atau negatif semu. Faktor reumatoid dan adanya IgM anti-IgG dapat
menyebabkan reaksi positif semu, sebaliknya adanya IgG yang berlebihan dapat
berkompetisi dengan IgM untuk berikatan dengan antigen sehingga terjadi reaksi negatif
semu. Dengan demikian hasil tes FTA-Abs IgM perlu dipertimbangkan dengan hati-hati,
dan penggunannya menjadi terbatas.
FTA-Abs Ig M (19 S)
Reaksi positif atau negatif semu tersebut dapat dihindarkan dengan pemisahan fraksi IgM
19 S sebelum tes FTA-Abs dilakukan. Pemisahan fraksi dilakukan dengan cara konyugasi
dan filtrasi, tes ini lebih canggih dan baru digunakan untuk keperluan penelitian.
TPHA
Prinsip tes adalah hemaglutinasi tak langsung dengan memakai butir-butir sel darah
merah (SDM) domba sebagai pengemban antigen T. pallidumstrain Nichols yang diambil
dari biakan jaringan testes kelinci.
Sensitivitasnya cukup tinggi, berkisar 95% dan sudah positif pada hari ke-14,
meskipun kurang sensitif dibandingkan dengan tes FTA-Abs pada sifilis primer.
Spesifisitasnya TPHA masih kontroversial, dikatakan kurang lebih sama nilainya
dengan FTA-Abs tetapi kurang dari TPI.
SPHA IgM
Tes ini bermanfaat untuk diagnosis sedini mungkin karena sudah positif pada minggu
kedua. Setelah pengobatan, akan terjadi konversi serologis yang lebih cepat, yaitu
menjadi negatif dalam waktu 3 sampai 12 bulan sehingga dapat dipakai untuk indikasi
pengobatan ulang bila ada dugaan reinfeksi.
Persesuaian hasil tes FTA-Abs 19 S adalah 96,3%. Penentuan pengobatan dapat
dilakukan hanya berdasarkan hasil SPHA Ig M.
Akibat dari sifilis
1. Pada efek emosi pasien akan merasa ketakutan, perasaan malu, bersalah
2. Dapat menular dari ibu kepada bayinya
3. Gangguan/cacad pada bayi yang dikandung
4. Kemandulan pada pria dan wanita
5. Kematian
I. PROGNOSIS
Prognosis sifilis primer dan sekunder baik. Sedangkan prognosis sifilis tersier
buruk, karena kerusakan yang ditimbulkannya sebagian besar bersifat irreversibel.
Pada pasien yang tidak diobati dapat terjadi kematian akibat sifilis kardiovaskular
( 20% ) atau berada dalam stadium laten sepanjang hidupnya.
no comments yet.
MELANOMA MALIGNAPosted on by diyoyen. Categories: Kulit Kelamin.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
MELANOMA MALIGNA
Dian Ibnu Wahid
022010101010
2.1 Melanoma Maligna
2.1.1 Definisi
Melanoma maligna atau biasa juga disebut sebagai melanoma adalah keganasan
yang terjadi pada melanosit, sel penghasil melanin, yang biasanya berlokasi di kulit tetapi
juga ditemukan di mata, telinga, traktus GI, leptomeninges, dan oral dan membran mukus
genitalia.1 Karena sebagian besar sel melanoma masih menghasilakn melanin, maka
melanoma seringkali berwarna coklat atau hitam.
2.1.2 Epidemiologi
Insiden melanoma maligna itu sendiri berbeda-beda di tiap negara, dengan insiden
tertinggi terjadi di Australia dan Selandia Baru.9 Sebagaikanker kulit yang paling
ganas,peada penemuan kasus kanker yang baru terdiagnosis, melanoma menduduki
urutan ke 6 laki-laki dan urutan ke 7 perempuan di Amerika. Diperkirakan jumlah kasus
baru Melanoma maligna di Amerika pada tahun 2008 sebesar 62.480 kasus, dengan
34.4950 kasus terjadi pada laki-laki dan 27.350 pada wanita.
Melanoma merupakan salah satu kanker yang insidensnya terus meningkat. Pada
tahun 1930an di Amerika, resiko terkena melanoma maligna adalah 1:1.500, sekarang ini
resiko meningkat menjadi 1:74.
Selain itu, The annual incidence of invasive cutaneous melanoma melaporkan
bahwa terjadi peningkatan insidens pada perempuan Caucasian di Amerika Serikat pada
usia 15-39 antara tahun 1980-2004 sebesar 50% dibandingkan ras lainnya. 10
Gambar 3. Insidens dan Mortality Melanoma
Pada laki-laki, melanoma mengenai 1 dari 53 orang di Amerika Serikat, dan
mengenai 1 diantara 78 perempuan. Sedangkan di Dunia, perbandingan antara laki-laki
dan perempuan yang terkena melanoma yaitu 0,97:1. Namun, kematian akibat melanoma
lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan
yaitu 1,2:1. 1
Usia juga menentukan epidemiologi dari melanoma. Dikatakan bahwa insiden
kanker kulit, baik melanoma maupun non melanoma, meningkat seiring dengan
peningkatan usia.Emedicine.com menyatakan bahwa diagnosis melanoma ditegakkan
rata-rata pada usia 53 tahun. Namun, faktor usia tersebut tidaklah mutlak karena insiden
melanoma tergantung juga pada faktor-faktor lainnya. 1
2.1.3Faktor Resiko
Yang dimaksud sebagai faktor resiko adalah segala sesuatu yang meningkatkan
kesempatan seseorang mendapat suatu penyakit, termasuk didalamnya yaitu kanker,
dalam hal ini adalah melanoma.Namun, memilki sebuah faktor resiko atau bahkan
beberapa, bukan berartibahwa orang tersebut akan terkena suatu penyakit tersebut.2
Identifikasi faktor resiko terhadap melanoma maligna adalah penting untuk usaha
pencegahan dan deteksi dini yang dilakukan. 9Faktor resiko melanoma maligna
diantaranya yaitu:
1.Tahi lalat (Nevus)
2.Faktor Keluarga
3.Fenotip
4.Supresi Sistem Imun
5.Pajanan Terhadap Radiasi Sinar UV yang Berlebihan
6.Usia
7.Xeroderma Pigmentosum
8.Riwayat Terkena Melanoma
2.1.4Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya melanoma maligna belum diketahui dengan jelas.
Diperkirakan terjadinya perubahan melanosit normal menjadi sel melanoma
(melanomagenesis) melibatkan proses rumit yang secara progresif mengakibatkan mutasi
genetik melalui percepatan terhadap proliferasi, diferensiasi dan kematian serta pengaruh
efek karsinogenik radiasi ultraviolet.1
Primary cutaneous melanoma dapat timbul dalam bentuk prekursor, yakni nevi
mealnotik ( Tipe umum, kongeenital, atipikal/displastik), walaupun dipercaya bahwa
lebih dari 60% kasus adalah arise de novo ( tidak tumbuh dari lesi pigmen yang telah
ada.) Perkembangan dari melanoma adalah multifaktor, dimana banyak hal yang
berhubungan dengan perkembangan dan pertumbuhannya, dan tampaknya berhubungan
dengan faktor resiko yang multipel pula; termasuk eksposur sinar matahari berlebih,
moles yang tumbuh, riwayat keluarga akan melanoma, mole yang berubah-ubah dan
tidak sembuh, dan yang terpenting usia yang lanjut.1
2.1.5Manifestasi Klinis
Secara Klinis, melanoma maligna ada 4 macam tipe, yaitu:
1.Superficial Spreading Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang sering terjadi di Amerika Serikat, yaitu sekitar 70%
dari kasus yang didiagnosa sebagai melanoma. Dapat terjadi pada semua umur namun
lebih sering pada usia 30-50 tahun, sering pada wanita dibanding pria dan merupakan
penyebab kematian akibat kanker tertinggi pada dewasa muda.1
Pada stadium awal, tipe ini bisa berupa bintik yang datar yang kemudian pigmentasi
dari lesi mungkin menjadi lebih gelap atau mungkin abu-abu, batasnya tidak tegas,
dan terdapat area inflamasi pada lesi. Area di sekitar lesi dapat menjadi gatal.
Kadang-kadang pigmentasi lesi berkurang sebagai reaksi imun seseorang untuk
menghancurkannya. Tipe ini berkembang sangat cepat. Diameter pada umumnya
lebih dari 6mm.1Lokasi pada wanita di tungkai bawah, sedangkan laki-laki di badan
dan leher. 19
Gambar 4. Superficial Spreading Melanoma 12
Gambaran histologis Superficial Spreading Melanoma, pada epidermis didapatkan
melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri – sendiri atau berkelompok, pada
umumnya sel – sel tersebut tidak tampak pleomorfik. Pada dermisterlihat sarang – sarang
tumor yang padat dan dengan melanosit berbentuk epiteloid yang besar serta berkromatin
yang atipik, di dalam sel – sel tersebut terdapat butir – butir kromatin, kadang – kadang
dapat di temukan melanosit berbentuk kumparan dan sel – sel radang.
2.Nodular Melanoma
Merupakan tipe melanoma yang paling agresif. Pertumbuhannya sangat cepat dan
berlangsung dalam waktu mingguan sampai bulanan. Sebanyak 15%-30% kasus
melanoma yang terdiagnosa sebagai melanoma merupakan nodular melanoma. Dapat
terjadi pada semua umur, namun lebih sering pada individu berusia 60 tahun ke atas.
Tempat predileksinya adalah tungkai dan tubuh. Melanoma ini bermanifestasi sebagai
papul coklat kemerahan atau biru hingga kehitaman, atau nodul berbentuk kubah, atau
setengah bola (dome shaped) atau polopoid dan aksofitik yang dapat timbul dengan
ulserasi dan berdarah dengan trauma minor, timbul lesi satelit. Secara klinik bisa
berbentuk amelanotik atau tidak berpigmen. Fase perkembangannya tidak dapat dilihat
dengan mudah, dan sulit di identifikasi dengan deteksi ABCDE.
Gambar 6. Nodular melanoma12
Gambaran histologis Nodular melanoma pada epidermis didapatkan melanosit
berbentuk epiteloid, dan kumparan atau campuran, dapat ditemukan pada daerah dermo –
epidermal. Gambaran dermis terlihat sel – sel melanoma menginvasi ke lapisan retikuler
dermis, pembuluh darah dan subcutis.13
3.Lentigo Maligna Melanoma
Sebanyak 4-10 % kasus melanoma merupakan tipe Lentigo Maligna melanoma.Terjadi
pada kulit yang rusak akibat terpapar sinar matahari pada usia pertengahan dan lebih tua,
khususnya pada wajah, leher dan lengan. Melanoma tipe ini pada tahap dini terdiagnosa
sebagai bercak akibat umur atau terpapar matahari. Karena mudah sekali terjadi salah
diagnosa maka tipe ini dapat tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan cukup
berbahaya.Pertumbuhan tipe ini sangat lambat yaitu sekitar 5-20 tahun.1
Pada tahap in situ lesinya luas (>3cm) dan telah ada selama bertahun-tahun. Karakteristik
invasinya ke kulit berupa macula hiperpigmentasi coklat tua sampai hitam atau timbul
nodul yang biru kehitaman.1 Pada permukaan dijumpai bercak-bercak warna gelap
(warna biru) tersebar tidak teratur, dapat menjadi nodul biru kehitaman invasive agak
hiperkeratonik.19
Pada epidermis di dapatkan Melanositik atipik sepanjang membrane basalis,
berbentuk pleomorfik dengan inti yang atipik. Sel – sel yang di jumpai berbentuk
kumparan. Sedangkan pada dermisnya terdapat Infiltrasi limfosit dan makrofag yang
mengandung melanin.
4.Acral Lentigineous Melanoma
Tipe ini paling sering menyerang kulit hitam dan Asia yaitu sebanyak 29-72%
dari kasus melanoma dan karena sering terlambat terdiagnosis maka prognosisnya
buruk.Sering disebut sebagai ”hidden melanoma” karena lesi ini terdapat pada daerah
yang sukar untuk dilihat atau sering diabaikan, yaitu terdapat pada telapak tangan, telapak
kaki, tumit, ibu jari tangan, atau dibawah kuku.1,19
Melanoma subungual bisa terlihat sebagai diskolorasi difus dari kuku atau pita
longitudinal berpigmen di dasar kuku. Melanoma ini memiliki bentukan yang sama
dengan benign junctional melanotic nevus. Pigmen akan berkembang dari arah proksimal
menuju ke arah laterla kuku yang disebut sebagai tanda Hutchinson, sebuah tanda yang
khusus untuk melanoma akral. Pada permukaan timbul papul, nodul, ulcerasi, kadang-
kadang lesi tidak mengandung pigmen. 1,19
Gambar 10. Acral Lentigous Melanoma 12
Gambaran yang paling khas paling baik di lihat pada daerah macula berpigmen.
Tampak adanya gambaran proliferasi melanosit atipikal sepanjang lapisan basal.
Selain 4 tipe tersebut terdapat juga salah satu tipe yaitu Non pigmentasi hanya
sebanyak 1
Sangat sulit membedakan bentuk dini karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa maupun melanoma maligna. Diagnosa pasti keganasan di tentukan dengan
pemeriksaan patologi anatomi. Kunci penyembuhan melanoma maligna adalah penemuan
dini, sehingga diagnosa melanoma harus ditingkatkan bila penderita melaporkan adanya
lesi berpigmen baru atau adanya tahi lalat yang berubah. 7
Kapan memikirkan suatu Nevus mungkin menjadi ganas:
a.Nevus yang berubah:
Membesar
Warna bertambah hitam
Timbul satelitosis
Terasa gatal
Mudah berdarah
Timbul ulkus
Rambutnya rontok
b.Nevus yang berlokasi di:
Telapak tangan/kaki
Bawah kuku
Belakang telinga
Vulva 15
ABCDE sistem ( Asymmetry, Border, Colour, Diameter, Envolving)
Berguna dalam mendiagnosa melanoma maligna serta untuk meningkatkan
kewaspadaan individu terhadap penyakit keganasan ini.
Asymmetry
Jika kita melipat lesi menjadi dua, maka tiap-tiap bagian tidak
sesuai
Border
Batasnya tidak tegas atau kabur
Color
Ciri melanoma tidak memiliki satu warna yang solid
melainkan campuran yang terdiri dari coklat kekuningan,
coklat dan hitam, juga bisa tampak merah, biru atau putih.
Diameter
Meskipun melanoma biasanya lebih besar dari 6 mm, ketika
dilakukan pemeriksaan mereka bisa lebih kecil dari
seharusnya . Sehingga harus diperhatikan perubahan tahi lalat
dibanding yang lainnya atau berubah menjadi gatal atau
berdarah ketika diameternya lebih kecil dari 6 mm
Evolving
Setiap perubahan dalam ukuran, bentuk, warna, tingginya
atau cirri-ciri lain atau ada gejala baru seperti mudah
berdarah, gatal dan berkrusta harus dicurigai keganasan
Gambar 13. The ABCDE’s of Melanoma15
Gambar berikut menunjukkan tahi lalat atypical yang normal dan melanoma.
Benign Malignant
simetris asimetris
Borders are
evenBorders are uneven
One shade Two or more shades
Smaller than
1/4 inchLarger than 1/4
Gambar 14. Perbedaan Atypical Nevus dan Melanoma
2.1.6 Klasifikasi
Klasifikasi melanoma merupakan salah satu proses yang digunakan untuk
mengetahui seberapa jauh sel-sel kanker tersebut telah bermetastase. Deskripsi klasifikasi
tersebut meliputi ukuran, dan apakah tumor tersebut telah menyebar ke organ lain.
Adanya klasifikasi ini, merupakan standar petugas kesehatan dalam melihat sel-sel
kanker tersebut sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat.2
Klasifikasi oleh The American joint Comitee on Cancer (AJCC) merupakan
klasifikasi yang paling banyak dan paling sering dipakai, dan memiliki klasifikasi T,
sebagai keterangan tentang ketebalan tumor, klasifikasi N, sebagi keterangan keterlibatan
kelenjar limfe, dan M sebagai keterangan ada tidaknya metastase.2 Keterangan lebih jelas
pada tabel berikut.
Stage TNM Classification Histologic/Clinical Features5-Year
Survival
Rate, %
0 Tis N0 M0 Intraepithelial/in situ melanoma 100
IA T1a N0 M0 ≤1 mm without ulceration and level II/III >95
IB T1b N0 M0
T2a N0 M0
≤1 mm with ulceration or level IV/V
1.01-2 mm without ulceration
89-91
IIA T2b N0 M0
T3a N0 M0
1.01-2 mm with ulceration
2.01-4 mm without ulceration
77-79
IIB T3b N0 M0
T4a N0 M0
2.01-4 mm with ulceration
>4 mm without ulceration
63-67
IIC T4b N0 M0 >4 mm with ulceration 45
IIIA T1-4a N1a M0
T1-4a N2a M0
Single regional nodal micrometastasis, nonulcerated primary
2-3 microscopic positive regional nodes, nonulcerated primary
63-69
IIIB T1-4bN1a M0
T1-4bN2a M0
T1-4a N1b M0
T1-4a N2b M0
T1-4a/b N2c M0
Single regional nodal micrometastasis, ulcerated primary
2-3 microscopic regional nodes, nonulcerated primary
Single regional nodal macrometastasis, nonulcerated primary
2-3 macroscopic regional nodes, no ulceration of primary
In-transit met(s)* and/or satellite lesion(s) without metastatic lymph nodes
46-53
30-50
IIIC T1-4b N2a M0
T1-4b N2b M0
Any T N3 M0
Single macroscopic regional node, ulcerated primary
2-3 macroscopic metastatic regional nodes, ulcerated primary
4 or more metastatic nodes, matted nodes/gross extracapsular extension, or in-
24-29
transit met(s)/satellite lesion(s) and metastatic nodes
IV Any T any N M1a
Any T any N M1b
Any T any N M1c
Distant skin, subcutaneous, or nodal mets with normal LDH levels
Lung mets with normal LDH
All other visceral mets with normal LDH or any distant mets with elevated LDH
7-19
Tabel 2. Klasifikasi Melanoma dari AJCC-TNM1
Klasifikasi menurut kedalaman (ketebalan) Tumor menurut Breslow:
Golongan I: Kedalaman (ketebalan) tumor
Golongan II: Kedalaman (ketebalan) tumor 0,76-1,5 mm
Golongan III: Kedalaman (ketebalan) tumor >1,5 mm 19
Klasifikasi yang lain yaitu klasifikasi tingkat invasi menurut Clark.
Tingkat I : sel melanoma terletak di atas membrane basalis epidermis
(melanoma in situ/ intra epidermal)
Tingkat II:invasi sel melanoma samapi dengan lapisan papilaris
dermis (dermis superfisial), tetapi tidak mengisi papila dermis.
Tingkat III:Sel melanoma mengisi papila dermis dan meluas sampai
taut dermis papiler dan retikuler.
Tingkat IV: Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis
dermis.
Tingkat V:Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.2
Sedangkan National Comprehensive Cancer Network menggunakan klasifikasi yang
merupakan variasi dari sistem TNM.2
Stage 0: melanoma in situ,yang berarti hanya melibatkan lapisan epidermis
dan belum menyebar ke dermis. Dalam klasifikasi menurut Clark tingkat I.
Stage 1: melanoma memiliki ketebalan kurang dari 1 mm atau sekitar 1/25
inch. Dalam klasifikasi Clark, sesuai dengan tingkat II atau III.
Satge I-II: melanoma memiliki ketebalan antara 1-4 mm atau menurut
klasifikasi Clark sesuai dengan tingkat IV dengan ketebalan berapapun.
Tingkat ini masih terlokalisasi di kulit dan belum ditemukan penyebaran
pada kelenjar limfe atau organ lain yang jauh.
Stage III: melanoma sangat tebal, lebih dari 4 mm, atau jika dalam klasifikasi Clark,
sesuai dengan tingkat V dan atau nodul melanoma ditemukan dalam 2 cm
dari tumor utama. Atau melanoma telah menyebar ke kelenjar limfe
terdekat, tapi masih belum ada penyebaran jauh.
Stage IV: melanoma telah menyebar luas disamping ke regio sekitarnya, seperti ke paru-paru, hati, otak, dll.
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis melanoma ditegakkan dengan identifikasi klinik dengan konfirmasi
histologi.9 Identifikasi klinik dimulai dengan riwayat penyakit sekarang pasien, riwayat
penyakit terdahulu, dan pemeriksaan fisik terhadap lesi yang dicurigai. 1,2
1.Anamnesa
Dari anamnesa yang dilakukan, diharapkan diketahui informasi tentang
keluhan umum pasien, dan riwayat perjalanan keluhan umum tersebut. Perubahan
sifat dari nevus merupakan keluhan umum yang paling sering ditemukan pada
pasien dengan melanoma, dan hal ini merupakan peringatan awal
melanoma.Perubahan tersebut diantaranya peningkatan dalam hal diameter, tinggi
atau batas yang asimetris pada suatu lesi berpigmen memberikan data 80% pada
pasien saat melanoma ditegakkan.Dari perjalanan penyakit tersebut juga
ditanyakan awal mulanya lesi pada kulit tersebut muncul, dan kapan terjadi
perubahan pada lesi tersebut.Tentang tanda dan gejala melanoma, seperti adanya
perdarahan, gatal, ulserasi dan nyeri pada lesi.Pada anamnesa tersebut juga
ditanyakan tentang adanya faktor-faktor resiko pada pasien.1,2
2.Pemeriksaan fisik
Yang perlu dilakukan saat pemeriksaan fisik ini yaitu memperhatikan
lebih detail dengan inspeksi, palpasi dan bila perlu inspeksi dengan bantuan kaca
pembesar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ukuran, bentuk, warna dan tekstur
dari nevus tersangka dan mencari adanya perdarahan atau ulserasi. Pemeriksaan
terhadap kelenjar limfe yang berada dekat dengan lesi juga perlu dilakukan.
Adanya pembengkakan atau biasa disebut dengan limfadenopati
menunjukkankemungkinan adanya penyebaran melanoma.2
Pemeriksaan ditempat tubuh yang lain dapat dilakukan jika terdapat
kecurigaan atau untuk evaluasi dari pemeriksaan yang lalu pada individu dengan
faktor resiko. Di luar negeri, evaluasi terhadap seluruh tubuh sudah dilakukan,
yaitu dengan cara mendokumentasikan nevus-nevus yang ada di seluruh tubuh. 9
Dengan demikian, perubahan akan lebih cepat terdeteksi dengan
membandingkannya dengan dokumentasi terdahulu.
Pemeriksaan di tempat yang menjadi predileksi pada macam-macam
bentuk klinis melanoma juga perlu dilakukan. Misalnya pada melanoma
superfisial dan melanoma nodular yang biasanya berada di trunkus tubuh dan
tungkai, sedangkan melanoma maligna bentuk lentigo lebih banyak muncul di
telapak tangan, telapak kaki dan dibawah kuku.1
1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ini yaitu meliputi pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan radiologi. 1,2 khir-akhir ini di luar
negeri juga dikembangkan pemeriksaan dengan epiluminescence microscopy.
Dengan tehnik ini, lesi yang berpigmen tersebut diperiksa secara in situ dengan
minyak emersi dengan menggunakan dermatoskop. Pada beberapa penelitian lain
melibatkan analisis dengan bantuan komputer danklinikal digitalisasi yang
kemudian dibandingkan dengan database.9
Gambar 17. Perbandingan gambaran klinik (A) dan dengan menggunakan epiluminescence
microscopy (B)
.
Gambar21. Excision Biopsy12
Hasil yang dapat ditemukan pada pemeriksaan histologi ini bergantung pada
jenis melanoma. Superficial Spreading melanoma memiliki fase pertumbuhan
secara radial atau fase in situ yang digambarkan dengan peningkatan jumlah
melanosit intraepitel yang bersifat (1) atipik dan besar, (2) tersusun tidak
teratur di dermal-epidermal junction, (3) adanya migrasi ke atas (pagetoid),
(4) kurang memiliki potensi biologi sel untuk bermetastasis. Lentigo
melanoma dan acral lentiginous melanoma memiliki gambaran yang mirip,
dengan dominasi pertumbuhan secara in situ pad dermal-epidermal juntion
dan dengan tendensi yang kecil untuk pertumbuhan sel secara pagetoid.3
Ketebalan tumor, merupakan determinan prognosis terpenting dan diukur
secara vertikal dalam milimeter dari atas lapisan granular hingga titik terdalam
tumor. Semakin tebal tumor dapat diasosiasikan dengan potensi metastase
yang lebih tinggi dengan prognosa yang lebih jelek.3
2.1.8 Penatalaksanaan
a.Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama dari melanoma maligna, yang hampir 100% efektif
pada masa-masa awal tumor. Pembedahan ini, dilakukan dengan cara eksisi luas dan
dalam dengan pinggir sayatan yang direkomendasikan sesuai tabel berikut: 9
Tabel3. Penatalaksanaan melanoma dengan eksisi berdasar ketebalan tumor9
Termasuk dalam penatalaksanaan pembedahan melanoma maligna ini adalah Elective
Lymphonode dissection (ELND), yaitu deseksi kelenjar limfonodi tanpa dilakukan biopsi
sebelumnya. Diseksi ini dilakukan untuk tumor dengan kedalaman 1-4 mm dan tidak
pada melanoma stage I. Hal ini disebabkan karena sebanyak 40% kasus pada pasien
melanoma dengan ketebalan 1-4 mm memiliki kelainan limfe yang tidak tampak dan
sebanyak 10% kasus dengan metastase jauh. Sedangkan pasien dengan lesi lebih besar
dari 4 mm, hampir 70% kasus dengan metastase jauh dan 60% memiliki kelainan limfe
yang tersembunyi.9 Namun pada kenyataannya tindakan tersebut tidak memperbaiki
survival rate dan hingga sekarang masih dalam perdebatan. Pada penelitian yang
dilakukan WHO, angka metastasis sekitar 48%pada penderita yang dilakukan
ELND.1Sedangkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh The International Group
Melanoma Surgical trial menunjukkan adanya perbaikan survival rate pada pasien
dengan usia kurang dari 60 tahun dengan ketebalan tumor antara 1-4 mm. 9
Sentinel Lymph Node Dissection merupakan bentuk penatalaksanaan pembedahan yang
lain. Pada pembedahan ini, diseksi dilakukan pada kelenjar limfe yang merupakan tempat
utama melanoma untuk drainase. Adanya diseksi ini dikatakan dapat mengidentifikasi
mereka yang mempunyai resiko tinggi metastase dan mereka yang mungkin mendapatkan
keuntungan dengan diseksi lengkap kelenjar limfe atau dengan terapi adjuvan. 9
Gambar 22. Sentinel node theory
b.Terapi Adjuvant
Karena pengobatan definitive dari melanoma kulit adalah dengan pembedahan,
maka terapi medikamentosa diberikan sebagai terapi tambahan dan penatalaksanaan pada
pasien melanoma stadium lanjut. Pasien yang memiliki melanoma dengan tebal lebih dari
4 mm atau metastase ke limfonodi dengan pemberian terapi adjuvant dapat meningkatkan
angka ketahanan hidup. Studi di berbagai center kesehatan menunjukkan pemberian
interferon alpha 2b (IFN) menambah lamanya ketahanan hidup dan ketahanan terhadap
terjadinya rekurensi Melanoma, sehingga oleh Food and Drug Administration (FDA)
mengajurkan IFN sebagai terapi tambahan setelah eksisi pada pasien dengan resiko
recurrent.3IFN γ dilaporkan tidak efektif pada fase I atau II dari melanoma yang
bermetastase, namun potensi IFN γ yang merupakan mediator pembunuh alami Limfosit
T sitotoksik, sebuah pengaktivasi makrofag, dn HLA klas II ekspresi antigen, merupakan
hal yang tak dapat diabaikan.
Interleukin-2 (IL-2) pada penelitian terakhir, dalam dosis tinggi baik diberikan
sendiri maupun dengan kombinasi bersama sel lymphokine activated killer menghasilkan
respon pada pasien sebesar 15% sampai 20%, dengan respon lengkap sebesar 4-6%.9
Terapi adjuvan lain selain IFN yaitu Kemoterapi dengan macamnya yaitu:
Dacarbazine (DTIC), baik diberikan sendiri maupun kombinasi bersama
Carmustine (BCNU) dan Cisplastin.
Cisplastin, vinblastin, dan DTIC
Temozolomide merupakan obat baru yang mekanisme kerjanya mirip DTIC,
tetapi bisa diberikan per oral.
Melphalan juga dapat diberikan pada melanoma dengan prosedur tertentu.2
Terapi-terapi adjuvan yang lainnya diantaranya yaitu dengan biokemoterapi, yaitu
merupakan kombinasi terapi antara kemoterapi dan imunoterapi, imunoterapi sendiri dan
gen terapi. 9
Dalam kepustakaan lain disebutkan juga adanya terapi radiasi pada melanoma
yang merupakan terapi paliatif.2 Radioterapi sering digunakan setelah pembedahan pada
pasien dengan lokal atau regional melanoma atau untuk pasien dengan unresectable
dengan metastasis jauh. Terapi ini dapat mengurangi recurence lokal tetapi tidak
memperbaiki prolong survival.
Radioimunoterapi pada metastase melanoma masih dalam penelitian, pada
penelitian yang dilakukan National Cancer Institute (NCI) terapi ini menunjukkan
kesuksesan. Terapi ini dengan memberikan auotologous lymphocytes yang kemudian
mengkode T cell receptors (TCRs) pada lymphosit pasien, kemudian telah terbentuk
manipulasi lymphosit yang melekat pada molekul di permukaan sel melanoma yangf
kemudian membunuh sel melanoma tersebut.
2.1.9. Pencegahan
Pada prinsipnya, pencegahan dilakukan dengan cara menghindari pajanan sinar
matahari secara intens. Sehingga pencegahan dapat dilakukan dengan jalan:
a.Membatasi pajanan sinar Ultraviolet terhadap kulit. Hal ini bisa dilakukan dengan jalan
mencari tempat yang teduh jika berada di luar gedung, memakai baju panjang untuk
mengurangi banyaknya kulit yang terpajan matahari, dan menggunakan lotion
sunscreen dengan SPF 15 atau lebih pada kulit yang terpajan sinar matahari, serta
menggunakan kacamata hitam untuk perlindungan mata.
b.Menghindari sumber-sumber sinar UV lainnya, seperti tempat tidur yang digunakan
untuk mencoklatkan kulit di salon-salon kecantikan.2
2.1.10 Deteksi Dini Melanoma
Sama seperti halnya deteksi kanker payudara, deteksi dini melanoma maligna juga
dapat dilakukan baik oleh diri sendiri dan juga oleh petugas kesehatan. Tujuan utama dari
deteksi dini ini adalah untuk mengenali melanoma maligna sedini mungkin ketika masih
datar dan dapat disembuhkan.9
1.Oleh Diri Sendiri (Self Examination)
Dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap diri sendiri. Saat pertama kali
dilakukan, pemeriksaan ini mungkin akan memakan waktu yang lama dan terlihat
merepotkan, namun bila telah dilakukan berkali-kali maka akan semakin terlatih dan
hal itu berarti waktu yang digunakan akan semakin pendek.
Pemeriksaan ini, harus dilakukan langkah demi langkah seperti yang akan
ditunjukkan dalam gambar berikut dan dilakukan dalam keadaan tidak mengenakan
baju. Untuk lokasi-lokasi tertentu yang sulit dilakuakn evaluasi sendiri, maka
pertolongan keluarga atau teman dekat sangat membantu. Pasien harus berkonsultasi
secepatnya pada dokter umum atau dokter spesialis jika menemukan adanya
perubahan yang signifikan pada lesi-lesi tertentu di tubuh mereka.
2.Petugas Kesehatan (Dokter, Perawat)
Baik deteksi dini yang dilakukan oleh diri sendiri dan petugas kesehatan, yang
perlu diperhatikan dalam hal ini adalah tanda dan gejala melanoma tersebut yang dapat
dilakukan dengan mengevaluasi ABCDE sistem ( Asymmetry, Border, Colour, Diameter,
Envolving).1
2.2.11 Diferential Diagnosa
a.Nevus Displastik atau Nevus atipik
b.Karsinoma sel basal
c.Blue Nevi
d.Hemangioma Cherry
e.Dermatofibroma
f.Nevus Halo
g.Keloid dan Skar hipertrofik
h.Keratokantoma
i.Lentigo
j.Proses Metastase suatu karsinoma pada kulit
k.Keratosis Seboroik
l.Karsinoma sel skuamous
m.Vitiligo1
Tabel 4. Differential Diagnosis for Melanoma4
2.1.12 Komplikasi
1. Metastasis dapat terjadi pada local (di dalam atau sekitar lesi primer), pada
limfonodi, atau pada:
Kulit yang jauh dari lesi primer
Limfonodi yang jauh
Organ-organ dalam
Tulang
CNS.2
1. Metastasis dapat berlangsung cepat secara hematogen maupun limfogen.9
2. ulkus mudah berdarah.9
2.1.13 Prognosis
Prognosis melanoma tidak ditentukan oleh satu macam faktor saja,
namunmultifaktor dan utamanya bergantung pada: (1) ketebalan tumor, (2) ada tidaknya
ulserasi secara histologi, dan (3) adanya metastase pada kelenjar limfe.
Pada Cutaneus Melanoma stage I dan II:
Bila ketebalan tumor ≤ 1mm diasosiasikan dengan angka ketahanan hidup antara 91-
95% tergantung ada tidaknya ulserasi secara histologi dan klasifikasi Clark
lebih besar dari tingkat III.
Ketebalan tumor 1-4 mm, diasosiasikan dengan angka ketahan hidup antara 63-89%
bergantung pada ulserasi dan ketebalan dari tumor primer.
Tebal tumor >4 mm memiliki angka ketahanan hidup 67% tanpa ulserasi, dan 45%
dengan adanya ulserasi primer.
Adanya ulserasi akan menurunkan angka ketahanan hidup pada setiap tingkat tumor.
Stage III
Metastase pada kelenjar limfe regional diasosiasikan dengan angka ketahanan
hidup 5 tahun sebesar 13-69%, tergantung pada jumlah kelenjar limfe yang telah
terkena, secara mikroskopik maupun makroskopik, dan adanya ulserasi pada
tumor primer.
Stage IV
Prognosis untuk melanoma yang telah bermetastase jauh sangatlah buruk, dengan
angka ketahanan hidup median hanya 6-9 bulan dan 5 tahun sebesar 7-19%,
tergantung pada tempat yang terkena metastase. Umumnya, metastase pada
jaringan lunak, kelnjar, dan paru-paru memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan adanya metastase ke organ-organ dalam, seperti hati.3
Pada tahun 2002, The American Joint Committee of Cancer melaporkan dalam
journalnya yang berjudul: Final version of the American Joint Committee on Cancer Staging System for
cutaneous melanoma bahwa terdapat perbedaan prognostic yang signifikan di pada tiap grup dari masing-masing stage
melanoma, seperti yang terlihat pada gambar 22. 5
Gambar 22. Fifteen-year survival curves for the melanoma staging system in which localized
melanoma (stages I and II), regional metastases (stage III), and distant metastases (stage IV) were
compared.5
1 comment.
CREEPING ERUPTION
Posted on by diyoyen. Categories: Kulit Kelamin.
Telur parasit dalam kotoran binatang yang terinfeksi cacing tambang ( anjing dan kucing)
dilepaskan ke tanah, lumpur dan pasir hingga menjadi larva. Manusia mendapatkan
infeksi apabila larva infektif dari tanah menembus kulit.5 Biasanya larva ini merupakan
stadium tiga siklus hidupnya.
Pada Manusia, bila tanah, lumpur dan pasir yang terkontaminasi kotoran tadi kontak
dengan kulit , larva akan berpenetrasi kekulit manusia dan memulai migrasinya pada
epidermis bagian bawah melalui folikel rambut atau kulit yang terluka. Larva ini tidak
dapat mengadakan penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat terjadi siklus hidup
yang normal. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva tersebut, sehingga
larva akhirnya akan mati. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa hari dan penyakit ini
dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan bila tidak diobati.6
Pada binatang, Larva dapat berpenetrasi lebih dalam sampai lapisan dermis serta
menginfeksi darah dan jaringan limpha. Cacing tambang yang sampai lumen usus akan
bereproduksi menghasilkan lebih banyak telur lalu dieksresikan melalui feces dan
mulailah siklus baru.7
2.5 Aspek Klinis
Larva filariform pada manusia tidak berkembang menjadi dewasa, infeksi larva hanya
terbatas didaerah epidermis, yang menyebabkan kelainan berupa garis merah
berbentukserpingiosa yang disebut Creeping eruption.1,2
Masuknya larva kekulit dapat menimbulkan erupsi yang tidak spesifik, dapat berupa
sensasi tingling atau prickling selama 30 menit sejak larva masuk kulit. Kemudian
jaringan kulit yang ditembus larva filariform berubah menjadi papul keras, merah dan
gatal. Larva dapar tidur selama beberapa minggu atatu bulan atau segera memulai
aktifitasnya. Dalam beberapa hari berikutnya, akan tebentuk terowongan sempit di
intrakutan yang menimbul dengan diameter 2-3 mm dengan panjang 3-4 cm dan
berwarna kemerahan. Terowongan ini membentuk garis yang semakin panjang sesuai
dengan gerakan larva yang ada didalamnya. Sepanjang garis yang berkelok-kelok
terdapat vesikel kecil yang sewaktuwaktu memungkinkan terjadinya infeksi sekunder jika
kulit digaruk. Adanya lesi papul yang erimatosa menunjukkan bahwa larva tersebut telah
berada dikulit selama beberapa jam atau hari.1,2,3,4,5,6
Tempat predileksi adalah tungkai palntar, tangan, anus, bokong, dan paha juga dibagian
tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinis dengan ditemukannya lesi
yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok,
menimbul dan terdapat papul atau vesikel diatasnya. Biopsi kurang mempunyai arti
karena larva sulit ditemukan. Penyakit ini akan sembuh sendiri (self limited), sekitar 50%
larva mati dalam 12 minggu walaupun tanpa terapi.3,6
2.7 Diagnosis Banding
Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan skabies, pada skabie
terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang seperti pada penyakit ini. Bila
melihatbentuk yang polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada permulaan
lesi berupa papul, serig diduga insect bite.
2.8 Penatalaksanaan
Cutaneous larva migrans ini adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Berapa lama
penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya tergantung spesies larva yang menginfeksi.
Pada beberapa kasus, lesi akan sembuh tanpa terapi dalam 4 sampai 8 minggu. Tetapi,
terapi yang efektif dapat mepercepat penyembuhan penyakit ini .Adapaun terapi yang
dapat digunakan adalah sbb :
a. Medikamentosa
1)Pengobatan sistemik ( oral )
Obat oral tiabendazol digunakan dengan dosis 25-50 mg/kgBB dua kali
sehari selama 2-4 hari dengan dosis maksimal 2-4 gram sehari. Terapi ini
diberikan jira lesi uas dan terapi topikal tidak berhasil Efek samping
berupa pusing, kram, mual dan muntah. Juga dapat digunakan albendazol
400 mg per oral, dosis tunggal selama 2 hari berturut-turut Gatal dapat
hilang dalam 24-48 jam estela terapi dimulai dan dalam seminggu
sebagian lesi atau terowongan dapat diresolusi.
2)Pengobatan topikal
Obat pilihan berupa tiobendazol topikal 10%, diaplikasi 4 kali sehari
selama satu minggu.Topikal thiabendazole adalah pilihan terapi pada lesi yang
awal, untuk melokalisir lesi., menurangi lesi multiple dan infeksi folikel oleh
cacing tambang. Obat ini perlu diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit
normal di sekitar lesi. Dapat juga digunakan solutio tiobendazol 2% dalam
DMSO (dimetil sulfoksida) atau tiobendazol topikal ditambah kortikosteroid
topikal yang digunakan secara oklusi dalam 24-48 jam.
3)Cryotheraphy
Terapi lama, yaitu pembekuan lesi, menggunkan etil klorida atau dry ice.
Terapi ini efektif bila epidermis terkelupas bersama parasit. Seluruh
terowongan harus dibekukan karena parasit diperkirakan berada dalam
teroongan. Cara ini bersifat traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya
Berikut tabel beberapa obat antihelmintes yang bisa digunakan.
a. Non Medikamentosa
Dapat dicegah dengan meningkatkan sistem sanitasi yang baik terutama yang
terkait dengan feses . Pemakaian sepatu pada area dimana banyak terdapat penyakit
cacing tambang. Memperhatikan kebersihan dan menghindari kontak yang terlalu banyak
dengan hewan-hewan yang merupakan karier cacing tambang.
2.9 Prognosis
Creeping eruption dapat hilang atau sembuh sendiri dalam beberapa minggu atau bulan,
Dengan terapi dapat membantu mempercepat penyembuhan dan efektivitasnya sangat
tinggi.
no comments yet.
ACNE VULGARISPosted on by diyoyen. Categories: Kulit Kelamin.
AKNE VULGARIS
DEFINISIAkne vulgaris adalah penyakit kulit yang sering menyerang manusia (85-100%).Ditandai
dengan papul folikular tidak meradang atau komedo dan papul yang
meradang,pustule,dan nodul dalam bentuknya yang lebih berat.Lokasi yang sering
terkena adalah daerah dengan folikel sebasea yang padat yaitu wajah,dada atas dan
punggung.
EPIDEMIOLOGI
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini,maka sering dianggap
sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis.Kligman menyatakan bahwa tidak
ada seorangpun (artinya 100%),yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit
ini.Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir,namun ada kasus yang terjadi
pada masa bayi.Betapapun pada masa remajalah akne vulagaris menjadi salah satu
problem.Umumnya insidens terjadi pada umur 14 – 17 tahun pada wanita,16 – 19 tahun
pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang
terlihat lesi beradang.
Pada seorang gadis akne vulgaris dapat terjadi premenarke.Setelah masa remaja kelainan
ini berangsur berkurang.Namun kadang-kadang terutama pada wanita ,akne vulgaris
menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih.Meskipun pada pria umumnya
akne vulgaris lebih cepat berkurang,namun pada penelitian diketahui bahwa gejala akne
vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria.Diketahui pula bahwa ras oriental
(Jepang.Cina,Korea) lebih jarang menderita acne vulgaris dibanding ras Kaukasia
(Eropa,Amerika),dan lebih sering terjadi nodulo-kistik pada kulit putih daripada
negro.Akne vulgaris mungkin familial,namun karena tingginya prevalensi penyakit ini
sukar dibuktikan.Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY
mendapat akne vulgaris yang lebih berat.
PATOFISIOLOGI
Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan akne yaitu hiperproliferasi folikel
epidermal dengan rangkaian penutupan folikel,kelebihan sebum,aktivitas
Propionibacterium acnes,dan inflamasi.
1.Hiperproliferasi foikel epidermis,dapat dijelaskan oleh 3 teori yaitu :
1.Teori hormone androgen.Pada masa adrenarche didapatkan penutupan folikel
sebasea yang mengakibatkan munculnya komedo selain itu beratnya komedo
pada usia remaja berbanding lurus dengan nilai androgen adrenal
dehydroiandrosterone sulfate (DHEA-S) dan peningkatan reseptor androgen
pada folikel sebasea.
2.Perubahan komposisi lemak kulit.Penderita akne sering disertai dengan
kelebihan produksi sebum dan kulit yang berminyak.Kelebihan sebum ini
akan terlarut dalam lemak epidermal dan merubah berbagai konsentrasi
berbagai lemak termasuk penurunan asam linoleat.
3.Inflamasi,Interleukin (IL)- 1-Alpha adalah sitokin pro inflamatori yang dipakai
jaringan dalam memicu terjadinya hiperproliferasi folikel epidermal.
2.Kelebihan sebum juga menjadi faktor lain terbentuknya akne.Produksi dan akskresi
sebum diatur oleh beberapa hormon dan mediator.Hiperresponsif organ terhadap
hormon androgen,hormon pertumbuhan menjadi penyebab timbulnya akne.
3.Propionibacterium acnes adalah organisme mikroaerofili yang didapatkan pada akne.
Propionibacterium acnes menstimulasi inflamasi melalui produksi mediator
proinflamasi yang dapat berdifusi melalui dinding folikel.Selain itu juga mengaktivasi
toll-like receptor 2 pada monosit dan netrofil yang akan memicu produksi berbagai
sitokin proinflamatori misalnya IL-12,IL-8,dan TNF.
4.Inflamasi dapat terjadi primer maupun sekunder karena Propionibacterium acnes.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH :
1.Keturunan.
2.Stres dan emosi.
3.Musim.
4.Diet : Pengaruh makanan masih menjadi perdebatan para ahli.
5.Menstruasi.
70% wanita mengalami eksaserbasi 2 – 7 hari sebelum menstruasi.
6.Obat – Obat :
Kortikodsteroidoral/
topikal,ACTHandrogen,yodida,bromida,INH,Vit.B12,diphenylhidantoin,phenobarbita
l dapat menyebabkan eksaserbasi akne yang sudah ada atau menyebabkan erupsi yan
mirip akne (“acneiform eruptions”).
7.Kosmetika.
Bahan-bahan yang bersifat komedogenik sering sebagai penyebab terutama terdapat
pada krim dasar,pelembab,krim tabir surya.
GEJALA KLINIS
Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian atas, dan
punggung bagian atas.Lokasi kulit lain misalnya lengan atas,dan glutea kadang-kadang
terkena.Erupsi kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul
yang tidak beadang, dan pustul, nodus dan kista yang beradang.Dapat disertai rasa gatal,
namun umunya keluhan penderita adalah keluhan estetis.Komedo adalah gejala
patognomonik bagi acne berupa papulmiliar yang ditengahnya mengandung sumbatan
sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo hitam
atau komedo terbuka (black komedo,open komedo).Sedang bila berwarna putih karena
letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin disebut sebagai komedo
putih atau komedo tertutup (white komedo,close komedo).
A.Kelenjar sebasea normal; B.Komedo terbuka (black head);
C.Komedo tertutup (white head); D.Papula; E.Pustula
KLASIFIKASI
Klasifikasi akne diperlukan untuk mengetahui berat ringannya penyakit serta pengobatan
yang dilakukan.Banyak sekali penggolongan akne,salah satunya adalah klasifikasi akne
menurut Plewig dan Kligman :
1.Akne Komedonal
Tingkat I: kurang dari 10 komedo tiap sisi muka
Tingkat II: 10 – 25 komedo tiap sisi muka.
Tingkat III: 25 – 50 komedo tiap sisi muka.
Tingkat IV: lebih dari 50 komedo tiap sisi muka.
2.Akne papulopustuler
Tingkat I: kurang dari 10 lesi beradang tiap sisi muka.
Tingkat II: 10 – 20 lesi beradang tiap sisi muka.
Tingkat III: 20 – 30 lesi beradangtiap sisi muka.
Tingkat IV: lebih dari 30 lesi beradang tiap sisi muka.
3.Akne konglobata
Adapun penulis di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN dr.Cipto
Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris sebagai berikut :
1. Ringan
Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi.
Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi.
Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi.
2. Sedang
Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi.
Beberapa lesi tak beradang lebih dari 1 predileksi.
Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi,sedikit lesi beradang pada lebih
dari 1 predileksi.
3. Berat
Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi.
Banyak lesi beradang pada 1 atau lebih predileksi.
Catatan:Sedikit
Beberapa 5 – 10 lesi.
Banyak > 10 lesi.
Tak beradang : komedo putih,komedo hitam,papul.
Beradang : pustul,nodul,kista.
DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan ekskohleasi
sebum,yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok
unna).Sebum yang menyumbat folikeltampak sebagai massa padat seperti lilin atau
massa lunak bagai nasi yang kadang ujungnya berwarna hitam.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa
sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum di dalam
folikel.Pada kista,radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa
cair sebum yang bercampur dengan darah,jaringan mati, dan keratin yang lepas.
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada
etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi yang
lengkap untuk tujuan penelitian,namun hasilnya sering tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids) dapat
pula dilakukan untuk tujuan serupa.Pada akne vulgaris kadar lemak bebas (free fatty
acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk
menurunkannya.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaanakne vulgaris bertujuan untuk mencegah terjadinya erupsi
(preventiv) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif).
Penatalaksanaan akne vulgaris dibagi menjadi :
1.Prinsip umum
Menurut urutan yang terpenting,yaitu :
1)Mencegah pembentukan komedo (dengan peeling agents)
2)Mencegah pecahnya micro komedo atau melemahkan reaksi radang yang
berlangsung (denan antibiotika)
3)Mempercepat resolusi lesi yang beradang (dengan sinar ultra
violet,pembekuan,bahan iritan,dsb)
2.Perawatan kulit
1)Cuci muka dengan sabun dan air hangat 2 kali sehari
2)Jangan memencat atau memijit-mijit lesi yang ada
3)Mencegah pemakaian kosmetik yang berminyak
4)Menghirup udara segar dan olah raga teratur
5)Jangan mencuci muka berlebihan denagn sabun (6 – 8 kali sehari) karena sabun
bersifat komedogenikdan dapat menyebabkan akne detergen
6)Sabun-sabun bakteriostatik yang biasanya mengandung bahan-bahan
heksaflofen trikarbaninid,dan chlorinated salicylanilidies dapat mengurangi
flora aerobik kulit tetapi tidak ada efek terhadap Propionibacterium acnes
3.Makanan
4.Pengobatan
A.Pengobatan topikal
Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan
komedo,menekan peradangan,dan mempercepat penyembuhan lesi.Obat
topikal terdiri atas :
1)Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling),seperti :
a.Retinoid
Retinoid (derivat vitaminA) topikal,tretionin,isotretionin,dan adapalene
menyebabkan peeling superfisial tanpa memblok felikel,sehingga sesuai untuk
tipe akne komedonal.
Tretinoin kadang menyebabkan dermatitis iritan.Pada permulaan
dianjurkan memakai tretionin sekali sehari pada malam hari.Bila tidak terjadi
eritema dan pengelupasan, obat dapat dipakai 2 kali sehari.Pada pemakaian
tretinoin dianjurkan untuk :
1.Menghindari sinar matahari (karena adanya proses fotodegradasi dan
peningkatan kepekaan terhadap sinar matahari) atau menggunakan
tabir surya.
2.Tidak terlalu sering mencuci muka.
3.Tidak menggunakan obat terlalu banyak
4.Hati-hati penggunaan obat di sudut mulut, hidung, dan mukosa.
Adapun adapalena dan isotretionin sama efektifnya seperti tretionin, bahkan
lebih tidak menyebabkan iritasi dibandingkan tretionin.Retinoid tropikal tidak
boleh digunakan pada wanita hamil.
b.Benzoil peroksida
Benzoil peroksida memiliki efek sebagai anti bakteri, keratolitik dan sedikit
anti inflamasi.Bermanfaat untuk mengobati akne ringan sampai sedang.Efek
samping yang sering terjadi adalah kulit kering, eritema, dan peeling
(pengelupasan kulit).Pada pemulaan pengobatan pasien merasa seperti
terbakar,gejala ini akan berkurang dalam beberapa minggu, sehingga
sebaiknya dimulai dari dodid yang rendah dahulu, kemudian lambat laun
dinaikkan dosisnya.
Benzoil peroksida gel
c.Asam salisilat
Agen ini menghambat pembentukan komedo,dan mempunyai efek sebagai
komedolitik dan keratolitik.Dapat dipakai sebagai terapi tunggal atau
kombinasi, dan dapat dipakai sebagai terapi alternatif bagi penderita yang
tidak toleran terhadap benzoil peroksida.Digunakan pada terapi akne gradasi
ringan sampai sedang.
2)Anti biotika
Anti biotika topikal ini bekerja dengan mengurangi jumlah P.Acnes di dalam
folikel pilosebasea.Obat ini jarang menyebabkan iritasi.Tetapi perlu diketahui
bahwa antibiotika topikal tidak lebih efektif daripada benzoil peroksida dan
trtionin untuk mengatasi akne ringan sampai sedang.Karena meskipun
antibiotika topikal mengurangi inflamasi tetapi efek terhadap komedo kurang
konsisten.
Clindamycin dan eritomycin adalah antibiotika topikal yang banyak
digunakan.Kombinasi antara benzoil peroksida dan Clindamycin atau
eritomycin lebih efektif dibandingkan dengan antibiotik topikal
saja.Erytromycin adalah antibiotika topikal yang paling aman digunakan
untuk wanita hamil.Tetrasiklin topikal juga bisa digunakan, tetapi kurang
disukai karena menyebabkan pewarnaan pada kulit dan pakaian.
3)Anti peradangan topikal
Dapat digunakan sediaan seperti kortikosteroid ringan (hidrocortison 1 –
2,5%) atau suntikan intralesi kortikosteroid kuat (triamsinolon asetonid 10
mg/cc) pada lesi nodulokistik.
B.Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik
disamping dapat juga untuk mengurangi reaksi radang,menekan produksi sebum,dan
mempengaruhi keseimbangan hormonal.Terdiri atas :
1.Antibiotik sistemik
a.Golongan Tetracyclin
Golongan teracyclin bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri pada
ribosomnya.Absorbsinya 30 – 80% dalam saluran cerna.Doksisiklin dan
minoksiklin 90%.Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan
golongan tetracyclin,kecuali doksisiklin dan minoksiklin.Ditimbun dalam
hati,limpa, dan sumsum tulang, serta dentin dan email gigi dari gigi yang belum
erupsi.Doksisiklin dan minoksiklin penetrasi ke jaringan lebih baik.Diekskresi
melalui urine dan feces.
Golongan tetracyclin dibagi 3 berdasarkan sifat farmakokinetiknya,yaitu :
(1)Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin, absorbsinya tidak lengkap,
waktu paruh 6 – 12 jam.(2) Dimetilklortetrasiklin, absorbsinya lebih baik, masa
paruh 16 jam.(3) Doksisiklin dan minoksiklin absorbsinya lebih baik sekali, masa
paru 17 – 20 jam, cukup diberikan 1 atau 2 kali sehari.
Tetracyclin dapat mengakibatkan perubahan warna gigi dan tidak dianjurkan
untuk wanita hamil.Efek samping yang lain iritasi lambung, dan infeksi jamur
vagina.Dois 4 x 250 mg setiap hari, diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan selama 4 – 8 minggu berikutnya.
Dimekksosiklin dosis tinggi 4 x 250 mg sehari diberikan 1 jam sebelum makan
selama 3 – 6 minggu dan dosis disesuaikan setiap 3 – 4 minggu berikutnya.Dosis
rendah 150 mg sehari diberikan 1 jam sebelum makan selama 6 minggu dan dosis
berikutnya disesuaikan setiap 6 minggu.Obat ini jarang dipakai.
Doxycyclin efektif membunuh kuman gram positif dan negatif.Dosis tinggi 2 x
200 mg sehari diberikan selama 2 – 4 mingu, selanjutnya dosis disesuaikan
dengan keadaan penyakit.Dosis rendah 1 x 200 mg sehari diberikan selama 6 – 8
minggu, selanjutnya disesuaikan sesuai keadaan penyakit.Efek sampingnya
berupa fototoksik,renal diabetes insipidus syndrom.
Minoksiklin efektif untuk membunuh bakteri gram positih dan negatif.Dosis 2 x
100 mg sehari diberikan 3 -6 minggu,selanjutnya dosis disesuaikan setiap 3 – 6
minggu berikutnya.Dosis rendah 50 – 100mg sehari diberikan selama 4 – 6
minggu selanjutnya dosis disesuaikan setiap 6 minggu.Efeksampingnya adalah
gangguan keseimbangan,nousea,diskolorisasi kilit warna abu-abu sampai biru.
b.Erytromycin
Merupakan obat pilihan untuk penderita yang sensitif pada tetrasiklin dan wanita
hamil.Memiliki efek bakterisida terhadap P.Acnes.Dosis 1gr/hari.
c.Klyndamicyn
Efektif untuk akne bentuk kistik,absorbsinya tidak dipengaruhi makanan.Dosis
150 – 300 mg sehari 2 kali.
2. Hormonal
a.kortikosteroid
Kortikosteroid intralesi berguna untuk lesi nodulokistik besar dan sinus pada acne
conglobata.Cepat mengurangi keradanagan dan mencegah timbulnya
cicatric.Dipakai larutan dengan konsentrasi 2,5 mg/ml dan penyuntikan dapat
diulangi 1 – 2 minggu.Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk acne tipe
nodulokistik dengan cicatric yang hebat dan diberikan dalam jangka waktu yang
pendek.
b.Esterogen (Oral Contraceptive Pills (OCPs))
Kontrasepsi ini mungkin dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada terapi akne
pada wanita.OCPs menurunkan sirkulasi androgen,yang akhirnya dapat
menurunkan produksi sebum.Estrogen pada OCPs meningkat setara dengan sex-
hormon-binding globulin, dimana, akhirnya, menurunkan jumlah testosterone
bebas.Estrogen juga menurunkan sekresi gonadotropin oleh pituitai anterior, dengan
konsekuensi penurunan produksi androgen pada ovarium.Saat OCPs digunakan
untuk terapi akne, dokter harus meresepkan formulasi yang mengandung progestin
dengan efek androgen yang rendah.Progestin yang tepat digunakan antara lain
norethindrone (Norlutin), norethindrone acetate (Aygestin), ethynodiol diacetate
(Zovia), dan norgestimate (Ortho-Cyclen).
3. D.D.S (Diamino Diefil Sulfon)
Seperti sulfonamida,DDS dapat menghambat pemakaian PABA (Para Aminino
Benzoid Acid) oleh bakteri.Obat ini hanya digunakan untuk akne dengan
peradangan yang hebat, seperti akne konglobata dan papulo pustula yang sukar
diobati.DDS tidak pernah dipakai sendiri, biasanya dipakai bersama-sama dengan
antibiotika dan obat yang dapat mengadakan pengelupasan kulit.
Mekanisme kerja DDS :
Anti inflamasi seperti kortikosteroid
Mustabilir lisosom
Efek samping : leukopeni, agranuositosis, nausea, muntah, kepala pusing dan
reaksi pada kulit.
4. Vitamin A
Bila diberikan peroral bersama-sama dengan antibiotika oral dan topikal, vitamin A
asam sangat efektif untuk akne bentuk nodul dan kistik yang hebat.Diduga vitamin
ini mempengaruhi produksi atau metabolisma androgen.Dosis : 50.000 – 100.000
IU/hari.
5. Isoretinoit
Suatu bentuk 13- cis/asam retinoat digunakan untuk pengobatan akne berbentuk
kistik dan konglobata.Pada kebanyakan kasus obat ini memberikan remisi sempurna
selama berbulan-bulan dan sampai bertahun-tahun.Dosis : 1 mg/kg/hari.Efek
samping : gangguan selaput lendir dan kulit seperti keilitis, serosis dan pendarahan
hidung.Isoretinoit bersifat keratogenik.
6. Senk (Zink)
Efeknya belum diketahui secara pasti, tetapi diduga mempunyai efek
inflamasi.Unsur ini berpengaruh terhadap epitelisasi,aktivitas enzim pada
metaboloisme vitamin A, dan memperbaiki gangguan kemotaksis leukosit.Dosis 3 x
200 mg/hari.
7. Diretika
Sering terjadi eksaserbasi akne 7 – 10 hari sebelum menstruasi.Hal ini mungkin
disebabkan karena adanya retensi cairan sebalum menstruasi, yang disertai dengan
hidrasi dermis dan juga edema pada keratin.Kebanyakan penyelidik memberikan
diuretika satu minggu sebelum haid.
Tindakan Khusus
Beberapa macam tindakan khusus akne antara lain yaitu :
Ekstraksi komedo : untuk menghilangkan komedo terbuka dan dilakukan sebulan
sekali setelah terapi keratolitik, dilanjutkan secara interval sampai keadaan
bersih.
Injeksi kortikosteroid intralesi : dilakukan pada lesi krista atau nodul yang dalam,
dan biasanya dipakai triamsinolon asetonid 0,025 – 0,05 mg/ml, tiap lesi tidak
lebih dari 0,1 ml untuk mencegah terjadinya antrofi.
Peeling dengan bahan kimia yaitu glicolic acid atau trichloroasetic acid
konsentrasi rendah
Dermabrasi, punch graft dan kolagen implant dapat memperbaiki parut yang ada.
Terapi laser, laser dengan panjang gelombang 1320-nm bermanfaat untuk terapi
akne.Banyak pasien memilih terapi laser daripada terapi lain karena terapi ini
dianggap menyenangkan, tetapi persentase terapi ini dapat menurun sangat
drastissaat mereka tahu biaya yang harua dikeluarkan untuk terapi
tersebut.Laser dengan panjang gelombang 1450-nm lebih sering digunakan
dalam terapi akne karena diserap lebih baik oleh glandula sebasa dibandingkan
denagn panjang gelombang 1320-nm.Semakin sering melakukan terapi,
hasilnaya akan semakin baik.
PROGNOSIS
Umumnya prognosis penyakit baik, tetapi sebagian penderita sering residif.Akne vulgaris
umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30 – 40 an.Jarang terjadi akne vulgaris yang
menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu rawat inap di
rumah sakit.Namun ada yang sukar diobati, mungkin karena faktor genetika.Bila banyak
sikatrik bisa dilakukan dermabrasi oleh para ahli.
no comments yet.
TINEA CRURISPosted on by diyoyen. Categories: Kulit Kelamin.
I.DEFINISI
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau
bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian
tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch,
ringworm of the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
II.ETIOLOGI
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan
Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton
tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
III EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis.
Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan
perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering
terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar
yang kotor dan lembab (Wiederkehr, Michael. 2008)
III.PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang
dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui
kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea
pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang
mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi
dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang
mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan
menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm).
Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi
peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a.Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain
dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya:
Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang liapt paha bagian dalam.
b.Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c.Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur.
d.Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering
ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e.Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
IV.MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat
meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis
dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.
Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada
pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian
dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat
menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko
terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder.
Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula.
Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi
dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan
gambaran likenifikasi.
Manifestasi tinea cruris :
1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2.Daerah bersisik
3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi
5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar
dan sedikit skuama
6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul
karena garukan
8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak
kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis (Wiederkehr,
Michael. 2008).
Gambar Tinea Cruris
Gambar Tinea cruris with red annular scaly plaques
V.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya
dibersihkan dengan alkohol 70%.
a.Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH
10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada
kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-
mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
c.Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya
dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan
tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan
tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengecatan dengan Periodic Acid Shiff
Pengecatan dengan (hematoxylin and eosin stain).
d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma
dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).
VI.DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat
gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah
disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%,
sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.
VII.DIAGNOSIS BANDING
Candidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida
biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai
mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat
menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,
kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit
kronis orang tua dan bayi, imunol