TINJAUAN AGRIBISNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · Cina, Hongkong dan Filipina (3) menganalisis...
Transcript of TINJAUAN AGRIBISNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG … · Cina, Hongkong dan Filipina (3) menganalisis...
TINJAUAN AGRIBISNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA
AFRILYADI EKO WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tinjauan Agribisnis dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rumput Laut Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Afrilyadi Eko Wibowo NIM H451110471
RINGKASAN
AFRILYADI EKO WIBOWO. Tinjauan Agribisnis Rumput Laut dan Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Rumput Laut Indonesia. Dibimbing oleh
HARIANTO dan SITI JAHROH.
Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia selama kurun waktu 10
tahun terakhir, berkembang dengan pesat. Sejak tahun 2007 Indonesia sudah
menjadi penghasil rumput laut terbesar di dunia. Lima puluh persen rumput laut
dari wilayah tropis di dunia, dihasilkan dari Indonesia. Dari 2005-2010, ekspor
rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan tujuh belas
persen per tahun. Sedangkan nilai ekspor FOB Indonesia meningkat sebesar lima
puluh satu persen selama enam tahun. Pertumbuhan rata-rata produksi rumput laut
selama enam tahun meningkat sebesar empat puluh persen. Ekspor Indonesia
sebagian besar dalam bentuk rumput laut kering (dried seaweeds) dengan negara
tujuan utama: Cina, Filipina, Hongkong, Korea Selatan, Denmark, dan Italia.
Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik (2)
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ke
Cina, Hongkong dan Filipina (3) menganalisis alternatif kebijakan yang bisa
ditempuh untuk meningkatkan produksi rumput laut Indonesia. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time series) dari tahun 1989
– 2011. Model dalam penelitian ini menggunakan program SAS metode 2SLS .
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi rumput laut Indonesia secara
signifikan adalah anggaran Kementerian Kelautan Perikanan, harga rumput laut
dunia serta tren. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan rumput laut
domestik secara signifikan adalah jumlah penduduk Indonesia serta harga
karageenan. harga rumput laut domestik dipengaruhi secara signifikan oleh harga
rumput laut domestik pada tahun sebelumnya. Faktor yang secara signifikan
berpengaruh pada ekspor rumput laut ke Filipina adalah harga rumput laut
domestik pada tahun sebelumnya. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor ke Cina adalah pendapatan nasional Cina serta untuk faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor rumput laut ke Hongkong adalah harga rumput laut
domestik tahun sebelumnya, tarif impor yang diberlakukan oleh Hongkong dan
harga rumput laut dunia.
Produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik ternyata dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah Indonesia. Kebijakan yang dilakukan oleh KKP RI
dalam mendorong produksi rumput laut domestik serta peningkatan ekspor perlu
terus dilakukan, sebagai langkah konkretnya dengan peningkatan anggaran
pemerintah.
Kata Kunci : agribisnis, ekspor, harga, rumput laut
SUMMARY
AFRILYADI EKO WIBOWO. Overview of Agribusiness and Factors that
Influence the Indonesian Seaweed. Supervised by HARIANTO and SITI
JAHROH.
The development of seaweed cultivation in Indonesia in the last decade
has grown very fast. Since 2007 Indonesia has become the largest seaweed
producer in the world. Fifty percent of seaweed from the tropical regions in the
world are produced in Indonesia. In the period of 2005-2010, the export of
Indonesian seaweed continued to increase with an average of seventeen percent
growth per year. While the value of exports FOB Indonesia increased by fifty-one
percent over six years. The average growth of seaweed production in six years
increased by forty percent. Indonesia's exports are mostly in the form of dried
seaweeds with the major destination countries: China, the Philippines, Hong
Kong, South Korea, Denmark, and Italy.
The objectives of this study are (1) to analyze the factors that affect the
production, demand and price of domestic seaweed (2) analyze the factors that
affect the Indonesian seaweed exports to China, Hong Kong and the Philippines
(3) to analyze policy alternatives in order to increase Indonesian seaweed
production. The secondary data (time series) in was collected from 1989 until
2011. The model in this study was analyzed using the SAS program 2SLS
method.
The factors that affect the production of Indonesian seaweed significantly
were budget of the Ministry of Marine Affairs Fisheries MMAF, the world price
of seaweed and trends. Factors that affect the domestic demand of seaweed
significantly were the population of Indonesia and carageenan price. The price of
domestic seaweed was significantly influenced by the price of domestic seaweed
in the previous year. Factor that significantly affects seaweed exports to the
Philippines was the seaweed domestic price in the previous year. While the factor
affecting exports to China was the Chinese national income and the factors that
affect the seaweed exports to Hong Kong were the domestic price of seaweed in
the previous year, import tariffs imposed by Hong Kong and the world price of
seaweed.
Production, demand and price of domestic seaweed is influenced by the
Indonesian government policy. Policies pursued by MMAF in increasing domestic
seaweed production and exports are needed to be implemented, where concrete
step is by increasing with increased government budget.
Key words : agribusiness, export, price, seaweed.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis
TINJAUAN AGRIBISNIS DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
AFRILYADI EKO WIBOWO
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Amzul Rifin, SP, MA
Penguji Wakil Program Studi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Judul Tesis : Tinjauan Agribisnis dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor
Rumput Laut Indonesia
Nama : Afrilyadi Eko Wibowo
NIM : H451110471
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Harianto, MS
Ketua
Siti Jahroh, Ph.D
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agribisnis
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Ujian: 31 Desember 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul Tinjauan Agribisnis dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Rumput Laut Indonesia ini dapat
diselesaikan. Penyelesaian tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan
kepada:
1. Dr Ir Harianto, MS dan Siti Jahroh, Ph.D selaku komisi pembimbing, atas
bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Ratna Winandi, MS selaku evaluator pada kolokium tesis dan Dr Amzul
Rifin, SP, MA selaku penguji luar komisi pada ujian tesis, atas arahan dan
masukan yang telah diberikan kepada penulis.
3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku penguji perwakilan dari program studi
pada ujian tesis atas arahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.
4. Kementerian Pendidikan Nasional atas Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan
dan Kerjasama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (BUBPKLN
KEMENDIKNAS) yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menempuh pendidikan di Program Studi Magister Sains Agribisnis
IPB.
5. Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB, yakni Prof Dr Ir Rita
Nurmalina, MS; Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB,
yakni Dr Ir Suharno, M.A.Dev; serta seluruh Staf Program Studi Magister
Sains Agribisnis IPB; atas dorongan semangat dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis.
6. Seluruh dosen Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB atas pengajaran
yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di
Program Studi Magister Sains Agribisnis IPB.
7. Kedua orangtua yaitu Karly, SP, MMA dan Wagini, SP yang telah dengan
sepenuh hati selalu mendorong dan memberikan semangat kerja yang luar
biasa besar.
8. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Magister Sains
Agribisnis IPB atas semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
9. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang mana juga
telah membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Afrilyadi Eko Wibowo
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
Tinjauan Agribisnis 5
Rumput Laut Indonesia 6
Pasar Rumput Laut Domestik dan Internasional 6
3 KERANGKA PEMIKIRAN 8
Konsep Agribisnis 8
Teori Ekspor 9
Perdagangan Internasional 10
Kerangka Pemikiran Operasional 14
4 METODE PENELITIAN 15
Jenis dan Sumber Data 15
Alat Analisis Data 15
Spesifikasi Model 16
Produksi Rumput Laut Indonesia 17
Permintaan Rumput Laut Domestik 17
Fungsi Ekspor 18
Harga Rumput Laut Domestik 20
Identifikasi Model 20
Validasi Model 22
Simulasi Model 23
5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT 23
Budidaya Rumput Laut 24
Pengolahan Rumput Laut 27
Rumput Laut Kering 27
Alkali Treated Cottonii Chip (ATC) 27
Semi Refined Carrageenan (SRC) 28
Refined Carrageenan (RC) 28
Pemasaran Rumput Laut 28
Kebijakan Pemerintah Mengenai Rumput Laut 30
6 HASIL DAN PEMBAHASAN 31
Hasil Pendugaan Model 31
Pembahasan Hasil Pendugaan Model 31
Produksi Rumput Laut Indonesia 32
Permintaan Rumput Laut Domestik 33
Harga Rumput Laut Domestik 34
Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Filipina 35
Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Cina 36
Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Hongkong 37
Validasi Model 38
Hasil dan Pembahasan Simulasi Model 39
Dampak Kebijakan Peningkatan Anggaran KKP Sebesar 50 persen 39
Dampak Penurunan Jumlah Ekspor Rumput Laut Sebesar 50 Persen 41
7 SIMPULAN DAN SARAN 41
Simpulan 41
Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 43
LAMPIRAN 46
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumut laut Indonesia tahun
2005-2010 3
2 Jenis dan sumber data penelitian 15
3 Produksi rumput laut 5 provinsi utama Indonesia 24
4 Jumlah ekspor rumput laut menurut negara tujuan pada tahun 2007-
2011 (ton) 29
5 Hasil pendugaan parameter produksi rumput laut 32
6 Hasil pendugaan parameter permintaan rumput laut domestik 33
7 Hasil pendugaan parameter harga rumput laut domestik 34
8 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Filipina 35
9 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Cina 36
10 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut ke Hongkong 37
11 Hasil validasi model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput
laut Indonesia 39
12 Perubahan nilai rata-rata simulasi kenaikan anggaran KKP 50 persen 40
13 Perubahan nilai rata-rata simulasi penurunan jumlah ekspor rumput laut
50 persen 41
DAFTAR GAMBAR
1 Permintaan rumput laut kering dunia 2009 2
2 Keseimbangan harga di pasar internasional 11
3 Efek dari pajak/kuota ekspor 12
4 Parsial ekuilibrium kebijakan tarif 13
5 Kerangka model permintaan ekspor rumput laut Indonesia 14
6 Negara pengekspor rumput laut kering dunia 29
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peraturan pemerintah tentang rumput laut Indonesia 46
2 Hasil output tahap estimasi model rumput laut Indonesia 50
3 Hasil output tahap validasi dan simulasi model rumput laut Indonesia 55
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian dewasa ini diarahkan pada pembangunan sistem
agribisnis, dimana seluruh subsistem agribisnis dikembangkan secara simultan
dan harmonis dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang tersedia (Gumilar
2007). Salah satu subsektor pertanian yaitu subsektor perikanan memiliki potensi
untuk dapat dikembangkan untuk kesejahteraan nelayan pada umumnya.
Pembangunan dan pengembangan subsektor perikanan dalam arti luas ditujukan
untuk menghasilkan produk-produk unggulan, menyediakan bahan baku bagi
keperluan industri, memperluas kesempatan kerja dan berusaha melalui upaya
peningkatan usaha perikanan terpadu yang berbasiskan pada agroindustri dan
agribisnis yang tangguh dan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas
dan nilai tambah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani yang
didukung dengan ketersediaan modal, tenaga kerja, faktor kelembagaan serta
sarana dan prasarana pendukung lainnya (Aris 2003).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menggunakan konsep
industrialisasi perikanan yang berdaya saing untuk membangun kemajuan sektor
perikanan dan kelautan Indonesia. Ada empat komoditas yang menjadi fokus
utama untuk dikembangkan antara lain adalah rumput laut, udang, bandeng, dan
patin. Ada beberapa pertimbangan yang diperhatikan dalam penentuan empat
komoditas utama tersebut antara lain adalah dari teknologi yang telah
dikuasai dan berkembang di masyarakat. Begitu pula peluang pasar ekspor yang
tinggi, serapan pasar yang besar. Serta salah satu faktor penting yakni
penyerapan tenaga kerja yang tinggi untuk pengembangan komoditas tersebut.
Dalam rangka pengembangan fokus pada empat komoditas tersebut. Saat
ini Direktorat Budidaya sedang fokus pada peningkatan jumlah dan mutu rumput
laut basah, ekspor, dan konsumsi dalam negeri (KKP 2012). Salah satu komoditas
perikanan yang menjadi fokus utama Kementerian Kelautan Perikanan adalah
rumput laut. Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan dalam program
revitalisasi perikanan disamping udang dan tuna. Selain itu, siklus budidaya yang
relatif singkat yaitu selama 45 hari serta kebutuhan modal usahanya yang relatif
kecil yaitu sekitar satu juta rupiah, memberi peluang bagi pengusaha rumah
tangga dalam melakukan budidaya rumput laut tersebut.
Rumput laut juga merupakan komoditas yang tak tergantikan karena tidak
ada produk sintetisnya sehingga usaha budidayanya sangat prospektif. Beberapa
jenis rumput laut bisa digunakan sebagai bahan pangan dan bahan industri
makanan, farmasi, kosmetik, cat, tekstil dan bahkan kertas, sehingga mempunyai
kesempatan untuk dijadikan komoditas yang bernilai tambah. Terdapat peluang
yang baik bagi pasar rumput laut untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri
maupun permintaan ekspor (Kemenperin 2011).
Indonesia memiliki potensi produksi rumput laut terbesar di dunia yaitu
dengan 17 508 pulau besar kecil dan memiliki panjang garis pantai 81 000 km.
Dengan asumsi bahwa bentangan budidaya rumput laut rata-rata dapat mencapai
200 m, maka Indonesia memiliki potensi lahan budidaya rumput laut sebesar
1 620 000 ha. Diperkirakan bahwa dari luas lahan tersebut hanya 60 persen yang
2
dapat digunakan untuk budidaya rumput laut, serta adanya penambahan kondisi
perairan dalam bentuk teluk yang dapat memperluas lahan budidaya rumput laut,
maka Indonesia diperkirakan memiliki potensi lahan lestari untuk budidaya
rumput laut seluas 1.2 juta ha. Luasan ini dipandang wajar bila merujuk pada data
bahwa Indonesia memiliki 24 juta ha luas laut dangkal. Akan tetapi sampai
sekarang tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah, Indonesia saat ini hanya
mampu mengusahakan 3 persen dari potensi lahan yang ada (Kemenperin 2011).
Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber
daya kelautan besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati.
Adapun jenis rumput laut yang dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah
Euchema cottoni dan Glacilaria (BPPT, ASPPERLI, ISS 2011).
Menurut Kemenperin 2011, permintaan rumput laut (raw materials, semi-
refined products, dan end-products) sangat besar dan akan terus meningkat seiring
dengan pertambahan penduduk dunia. Permintaan pasar internasional terhadap
rumput laut dibedakan dari jenis permintaannya yaitu seperti pada industri hilir
yang memerlukan agar kertas dan ATC (Alkali Treated Cottoni) chips. Sedangkan
pada industri turunan produk rumput laut membutuhkan SRC (Semi Refined
Carrageenan) dan RC (Refined Carrageenan). Paling umum adalah permintaan
terhadap rumput laut kering (dried seaweed) yang merupakan perdagangan raw
material. Permintaan rumput laut kering dunia pada tahun 2009 ditunjukan pada
Gambar 1.
Gambar 1 Permintaan rumput laut kering dunia 2009
Dari besarnya jumlah permintaan dunia tersebut, ekspor Indonesia mulai
memenuhi kebutuhan dunia tersebut dengan berusaha meningkatkan jumlah
ekspor rumput lautnya. Peningkatan ini dilakukan untuk memanfaatkan peluang
pasar internasional yang membutuhkan banyak rumput laut.
Perumusan Masalah
Sebagian besar rumput laut yang dihasilkan Indonesia masih diekspor
dalam bentuk raw material (rumput laut kering). Ironisnya sebagian besar rumput
laut kering tersebut diekspor ke Filipina dan Cina, yang merupakan dua negara
terbesar produsen hidrokoloid berbahan baku rumput laut di dunia. Oleh karena
itu diperlukan strategi yang integratif dan terencana dalam meningkatkan peran
Indonesia dalam tata niaga hidrokoloid internasional, dan secara bertahap
mengurangi ekspor rumput laut dalam bentuk bahan baku menjadi bentuk olahan.
3
Agribisnis rumput laut di Indonesia juga dipersiapkan untuk pengembangan
rumput laut sebagai alternatif ketahanan pangan dan energi. Agribisnis rumput
laut juga diarahkan untuk menjaga kesinambungan produksi, kestabilan harga di
setiap tingkatan niaga (terutama dikalangan petani pembudidaya rumput laut), dan
kestabilan peningkatan produk olahan rumput laut (kesinambungan industri
pengolahan). Permasalahan yang muncul berkaitan dengan agribisnis rumput laut
selain berasal dari faktor subsistem usahatani juga dari faktor subsistem hilir.
Faktor subsistem usahatani yaitu berkaitan dengan perlunya peningkatan kualitas
produksi budidaya melalui pemberdayaan petani maupun penerapan teknik
budidaya yang baik dan benar. Sedangkan faktor subsistem hilir, seperti: perlunya
peningkatan jumlah end-products melalui pengembangan teknologi formulasi,
perlunya peningkatan kualitas produksi skala industri kecil dan menengah, serta
kontinuitas, kualitas dan harga bahan baku. Pada akhirnya ekspor produk rumput
laut ini menjadi prospek baik dalam memberikan kontribusi baik devisa maupun
lapangan pekerjaan bagi negara khususnya masyarakat pembudidaya.
Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumput laut Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 1.
Dari Tabel 1 dapat dilihat tren produksi rumput laut kering yang meningkat
dari tahun 2006 sejumlah 95 614 330 kg secara bertahap meningkat menjadi 361
914 070 kg pada tahun 2011 dengan rata-rata peningkatan dari tahun 2006-2011
sebesar 31.2 persen. Sedangkan tren jumlah ekspor dengan tren yang meningkat
walaupun sedikit mengalami fluktuasi terutama dari tahun 2008 sejumlah 99 948
576 kg menjadi 94 002 964 pada tahun 2009, begitu pula dengan nilainya yaitu
dari tahun 2008 sejumlah 110 153 291 menjadi 87 773 297 pada tahun 2009.
Peningkatan rata-rata dari tahun 2006-2011 pada jumlah ekspor sebesar 11.8
persen sedangkan nilai ekspornya sebesar 37.3 persen. Hal ini diindikasikan ada
bebarapa faktor yang dapat menyebabkan lebih tingginya nilai ekspor dibanding
dengan jumlah ekspor yaitu seperti salah satunya nilai tukar rupiah yang
terapresiasi. Sedangkan persentase ekspor terhadap produksi rumput laut
cenderung menurun yaitu selama tahun 2006-2007 sebesar 28.39 persen. Hal ini
mengindikasikan bahwa dengan peningkatan produksi rumput laut Indonesia,
jumlah ekspor meningkat tiap tahunnya akan tetapi persentasenya terhdap
produksi domestik semakin menurun.
Tabel 1 Perkembangan jumlah dan nilai ekspor rumput laut Indonesia tahun 2005 -
2010 Tahun Produksi
kering (kg)
Ekspor Persentase ekspor
terhadap produksi Jumlah (kg) FOB (US$)
2006 95 614 330 95 500 055 49 586 226 99.88
2007 105 666 960 94 073 398 57 522 350 89.03
2008 137 573 310 99 948 576 110 153 291 72.65
2009 197 405 810 94 002 964 87 773 297 47.62
2010 246 029 140 126 177 521 155 619 562 51.29
2011 361 914 070 159 075 000 190 138 914 43.95 Peningkatan rata-
rata 2006-2011
(%)
31.2 11.8 37.3 -28.39
Sumber : Kemenperin 2011 (data diolah)
4
Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia selama kurun waktu 10
tahun terakhir, berkembang dengan pesat. Sejak tahun 2007 Indonesia sudah
menjadi penghasil rumput laut terbesar di dunia. Lima puluh persen rumput laut
dari wilayah tropis di dunia, dihasilkan dari Indonesia. Dari 2005-2010, ekspor
rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan rata-rata pertumbuhan tujuh belas
persen per tahun. Sedangkan nilai ekspor FOB Indonesia meningkat sebesar lima
puluh satu persen selama enam tahun. Pertumbuhan rata-rata produksi rumput laut
selama enam tahun meningkat sebesar empat puluh persen. Ekspor Indonesia
sebagian besar dalam bentuk rumput laut kering (dried seaweeds) dengan negara
tujuan utama: Cina, Filipina, Hongkong, Korea Selatan, Denmark, dan Italia.
Walaupun dari Tabel 1 tersebut masih terlihat adanya fluktuasi peningkatan
ekspor rumput laut Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu tinjauan terpadu dan
komprehensif tentang sistem agribisnis rumput laut terutama dalam meningkatkan
ekspor. Adanya hubungan yang saling terkait antara satu komponen dengan
komponen lainnya dalam pemenuhan kebutuhan akan membuat persoalan
semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dilakukan dengan
pendekatan sistem. Pada penelitian ini akan diformulasikan model yang
mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam sistem pengambilan keputusan yang
terkait dengan ekspor produk rumput laut. Secara khusus, permasalahan agribisnis
rumput laut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan, dan
harga rumput laut domestik?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia
ke Cina, Hongkong dan Filipina ?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah
Indonesia dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia terkait peningkatan produksi rumput laut?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji agribisnis rumput laut
Indonesia, dengan tujuan khusus sebagai berikut :
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan dan
harga rumput laut domestik.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut
Indonesia ke Cina, Hongkong dan Filipina.
3. Menganalisis alternatif kebijakan yang bisa ditempuh untuk meningkatkan
produksi rumput laut Indonesia.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut di atas maka
manfaat dari penelitian ini adalah:
1) Menjadi bahan pertimbangan bagi pembudidaya, pelaku industri dan
pemerintah dalam keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan di
dalam sistem agribisnis rumput laut Indonesia.
5
2) Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi agribisnis rumput laut Indonesia bagi peneliti
selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada tinjauan agribisnis, faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik serta ekspor
rumput laut Indonesia ke negara-negara utama pengimpor rumput laut Indonesia
yaitu Cina, Hongkong dan Filipina. Negara-negara pengimpor utama rumput laut
Indonesia yaitu antara lain Cina, Filipina dan Hongkong. Hal itu dikarenakan
jumlah ekspor ke tiga negara tersebut adalah yang terbesar diantara negara-negara
lainnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Agribisnis
Pada kajian karakteristik dan aktivitas komunikasi nelayan terhadap perilaku
dalam pengembangan subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap yang
diteliti oleh Nursalim 2000 menyatakan bahwa tantangan agribisnis perikanan
tangkap di dalam kondisi globalisasi pasar dunia adalah bagaimana kemampuan
untuk meningkatkan daya saing produk. Tantangan ini harus dijawab melalui
proses inovasi, penemuan, pengembangan, pembaharuan dan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dari berbagai subsistem agribisnis perikanan tangkap, maka subsistem produksi
adalah yang paling penting. Untuk mempercepat inovasi pengembangan agribisnis
perikanan tangkap bagi nelayan maka perlu dilakukan strategi komunikasi yang
tepat sehingga tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi karakteristik nelayan dan
aktivitas komunikasi, mengetahui perilaku nelayan dalam pengembangan
subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap serta mengetahui pengaruh
karakteristik dan aktivitas komunikasi nelayan terhadap perilaku dalam
pengembangan subsistem produksi pada agribisnis perikanan tangkap di
Kabupaten Tegal. Analisis data dengan menggunakan metode regresi berganda.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, peubah yang berpengaruh
nyata pada perilaku dalam pengembangan agribisnis perikanan tangkap adalah:
ukuran kapal yang digunakan, kehadiran dalam pertemuan dan keterdekatan
dengan siaran radio. Sedangkan bagi penyuluh faktor yang berpengaruh yaitu
pendidikan formal, pengalaman kursus/ pelatihan, komunikasi interpersonal
dengan kontak nelayan, kedekatan responden pada siaran radio, kedekatan
dengan tayangan televisi serta kedekatan dengan media cetak.
Gumilar 2007 meneliti tentang pengembangan agribisnis ikan hias air tawar
dalam meningkatkan ekonomi wilayah kota Bogor. Permasalahan yang terjadi
yaitu rata-rata kepemilikan lahan yang relatif sempit, aktivitas petani yang sagat
tinggi, pengelolaan SDA dan faktor produksi yang belum efisien, bErrorientasi
pasar serta menghendaki pengelolaan yang ramah lingkungan. Dari permasalahan
tersebut maka pembangunan pertanian perikanan di kota Bogor diarahkan menuju
6
agribisnis perkotaan yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan lokal
spesifik. Penelitian tersebut bertujuan menganalisis keunggulan daya saing ikan
hias air tawar di Kota Bogor sebagai industri perikanan, menganalisis manfaat dan
biaya dari budidaya ikan hias serta menganalisis persepsi stakeholders dalam
pengembangan ikan hias air tawar di Kota Bogor. Alat analisis yang digunakan
yaitu metode Porter, Net Present Value (NPV), Net B/C Ratio dan Internal Rate
Of Return (IRR) serta Analitical Hierachy Process (AHP). Dari penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa keunggulan daya saing ikan hias air tawar di Kota Bogor
adalah lemah serta menurut hasil uji analisis sensitivitas usaha kecil mempunyai
risiko tinggi akan tetapi usaha ini secara finansial layak untuk dilakukan.
Sedangkan berdasarkan persepsi stakeholders dan AHP, pengembangan
pemasaran ikan hias air tawar di Kota Bogor menjadi prioritas terpenting dengan
jalur pasar internasional.
Rumput Laut Indonesia
Rumput laut atau alga-makro laut atau dalam perdagangan disebut seaweed
adalah biota laut yang tergolong sumber daya alam terbarukan, tanaman berderajat
rendah, tumbuh melekat pada substrat tertentu serta tidak memiliki akar, batang
dan daun sejati yang disebut thallus. Secara taksonomi dikelompokan ke dalam
Divisio Thallophyta, dengan empat kelas besar dalam divisio ini, yaitu
Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat), Rhodophyceae (alga
merah), Cyanophceae (alga biru-hijau).
Pengembangan usaha budidaya dimulai dengan spinosum tahun 1982
kemudian cottonii dimulai tahun 1984. Karena laju pertumbuhannya yang
sangat kecil, cottonii asal Indonesia menjadi kurang baik untuk digunakan
sebagai bibit dalam budidaya, maka yang diintroduksi pada awalnya adalah
tiga varietas cottonii asal Filipina. Demikian pula bibit sacol berasal dari
Filipina. Dalam tiga tahun terakhir ini, cottonii varietas Sumba yang telah
dicoba dibudidayakan hampir lebih dari 10 tahun telah menunjukan hasil
yang memuaskan, dimana laju pertumbuhan dan kandungan karaginan cukup
tinggi (BPPT, ASPPERLI, ISS 2011).
Pasar Rumput Laut Domestik dan Internasional
Menurut Yusuf dan Zamroni 2006, dalam memenuhi permintaan pasar baik
dalam negeri maupun luar negeri, peran pemerintah telah menunjukan hasil yang
signifikan dalam mendorong perkembangan produksi rumput laut. Pasar rumput
laut ini dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) segmen yaitu segmen industri dan
segmen rumah tangga. Dari kedua segmen ini rumput laut yang dijual memiliki
standar yang berbeda.
Rumput laut Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Dengan
menggunakan metode analisis deskriptif tabulatif yang berhubungan dengan pasar
rumput laut Indonesia maka dapat disimpulkan bahwa industri rumput laut
Indonesia harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 14 000 ton dan
pasar luar negeri sebesar 25 000 ton dari kebutuhan total dunia sebesar 1 666 667
ton. Jika dilihat dari negara tujuan ekspor ternyata pasar Asia yang mengimpor
7
rumput laut terbesar dari Indonesia, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasar
rumput laut Indonesia yang terbesar adalah pasar Asia.
Dalam cakupan wilayah yang lebih kecil dengan penelitiannya mengenai
pengklusteran rumput laut, Zulham dan Apriliani 2007 di wilayah Gorontalo serta
Zulham et al 2007 di wilayah Sumenep yang menggunakan teknik Rural Rapid
Appraisal menjelaskan bahwa bisnis rumput laut di Gorontalo memberi multiplier
effect untuk masyarakat pesisir di daerah itu. Potensi perairan yang dapat
dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut sekitar 1 415 ha dari jumlah tersebut
baru dimanfaatkan sekitar 830 ha. Akan tetapi tidak semua desa di sepanjang
pesisir Teluk Tomini dan Laut Sulawesi sesuai untuk pengembangan rumput laut,
karena sifat oceanografis perairan. Pada daerah yang gelombang laut kuat, sering
terjadi up welling atau banyak muara sungai maka rumput laut sulit tumbuh
dengan sempurna. Pada wilayah perairan dengan kondisi yang demikian rumput
laut akan terkena penyakit ice-ice, yang menyebabkan rumput laut tersebut akan
patah dan membusuk. Oleh sebab itu untuk menentukan lokasi budidaya rumput
laut yang sesuai perlu mempertimbangkan kondisi fisika dan kimia perairan
(terutama salinitas) dan akses ke lokasi budidaya tersebut, serta ketersediaan
tenaga kerja. Serta pengklusteran di wilayah Sumenep dengan menggunakan
metode deskriptif pendekatan eksploratif disimpulkan bahwa Sumenep telah ada
komponen-komponen pembentuk klaster rumput laut. Klaster sebagai strategi
pengembangan wilayah untuk memanfaatkan potensi ekonomi. Wacana klaster
perikanan tidak lepas dari strategi tersebut, tujuannya untuk mendorong
pengembangan sentra industri perikanan.
Begitu pula dengan Zamroni et al 2006, yang melakukan penelitian
mengenai keragaan sosial ekonomi usaha budidaya dan pemasaran rumput laut di
Bulukumba dan Palopo (studi kasus budidaya rumput laut Euchema cottonii dan
Gracillaria sp). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosial dengan
menggunakan metode deskriptif sedangkan pendekatan ekonomi menggunakan
analisa usaha yang menghitung biaya, keuntungan serta R/C ratio antara dua
macam budidaya Euchema sp dilakukan oleh masyarakat pesisir dengan
menggunakan metode longline, sedangkan budidaya Gracillaria sp dilakukan di
lahan tambak. Pelaku pemasaran pada Euchema sp dikelompokan menjadi tiga
yaitu pedagang tingkat pertama, pedagang tingkat kedua dan pedagang besar
sedangkan untuk Gracillaria sp terdiri dari dua pelaku yaitu pedagang tingkat
pertama dan pedagang besar. Besarnya nilai marjin pemasaran bervariasi dan nilai
tersebut digunakan sebagai biaya transportasi, tenaga kerja, sewa tempat dan
pengepakan. Berdasarkan analisis usaha, kedua usaha budidaya rumput laut
(Euchema sp dan Gracillaria sp) layak untuk dikembangkan karena mempunyai
nilai kelayakan lebih dari satu yaitu masing-masing 2.94 dan 2.96.
Untuk analisis pemasaran rumput laut di wilayah potensial di Indonesia
seperti penelitian yang dilakukan Hikamyani, Aprilliani dan Zamroni 2007 yang
bertujuan menganalisis struktur pasar dan efisiensi pemasaran rumput laut di
beberapa wilayah potensial Indonesia. Dengan menggunakan analisis saluran
pemasaran, marjin pemasaran, struktur pasar serta efisiensi pemasaran rumput
laut, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pemasaran yang terlibat dalam
pemasaran rumput laut terdiri dari pedagang pengumpul baik di tingkat desa
maupun kecamatan, pedagang besar yang berlokasi di kota kabupaten serta
eksportir atau pabrik pengelolaan yang berada di ibukota provinsi. Hasil analisis
8
marjin pemasaran diketahui bahwa marjin terbesar pemasaran rumput laut di
tingkat pedagang pengumpul yang terdapat di kabupaten Sumenep yaitu mencapai
Rp 880/kg selanjutnya Sumbawa dan Janeponto. Marjin pemasaran di tingkat
pedagang besar seperti Bima dan Sumenep.
Yulisti, yusuf dan Rina 2012 dalam penelitiannya yang berjudul Kajian
Awal Value Chain Rumput Laut Euchema cottonii di Kabupaten Pangkep,
Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis value chain usaha
budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) di Kabupaten Pangkep, sebagai lokasi
program Minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah dilakukan pada
tahun 2011. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode snowball
sampling pada kelompok petambak pedagang pengumpul kecil, pedagang
pengumpul besar dan pengolah rumput laut. Hasilnya dianalisis menggunakan
metode statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan rantai pemasaran rumput
laut di Pangkep cukup panjang. Pedagang pengumpul kecil dan besar memiliki
peranan yang penting dalam rantai, namun mereka tidak memberikan nilai tambah
pada produk tersebut. Pelaku usaha yang memperoleh keuntungan paling tinggi
adalah pengumpul besar yaitu Rp. 88.660.000,- per tahun dengan value added Rp.
280,- per kilo, sedangkan yang memperoleh pendapatan paling rendah adalah
pengumpul kecil yaitu Rp. 5.500.000,- per tahun dengan value added Rp. 42,- per
kilo. Pembudidaya mendapat keuntungan Rp. 29.075.000,- per tahun dengan
value added Rp. 2.516,- per kilo. Pedagang pengumpul hanya memberikan fungsi
sebagai distribusi, sedangkan petambak harus menyediakan sarana dan prasarana
budidaya sehingga memiliki resiko yang cukup tinggi.
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Agribisnis
Dalam pembahasan agribisnis ini, pertanian mencakup kegiatan usahatani
perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Dari segi skala usaha, ada
yang berskala besar (seperti perusahaan perkebunan, industri minyak sawit dan
lain-lain), ada yang berskala menengah (seperti beberapa agroindustri menengah)
serta ada yang berskala kecil (seperti usaha tani- usaha tani dengan luas lahan di
bawah 25 ha dan berbagai industri skala rumah tangga). Fungsi-fungsi agribisnis
terdiri atas kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan
produksi primer (budidaya), pengolahan (agroindustri) dan pemasaran. Fungsi-
fungsi tersebut kemudian disusun menjadi suatu sistem, dimana fungsi-fungsi
tersebut menjadi subsistem-subsistem dari sistem agribisnis. Dengan demikian,
pengembangan sektor agribisnis hendaknya terus dikembangkan dengan
pendekatan sistem agribisnis yang bErrorientasi pada komersialisasi usaha atau
industri pedesaan dan pertanian rakyat yang modern. Pengembangan agribisnis
tidak akan efektif dan efisien bila hanya mengembangkan salah satu subsistem
yang ada di dalamnya (Said dan Intan 2004).
Menurut Seperich, Woolverton dan Beierlein 1994, agribisnis merupakan
keseluruhan kegiatan on-farm dan off-farm yang memproduksi sistem kerja
makanan dan karet. Sistem agribisnis meliputi tiga bagian yaitu sektor input
9
pertanian, sektor produksi serta sektor pengolahan-manufaktur. Menurut King et
al 2010, agribisnis menekankan pada pandangan integrasi sistem pangan yang
panjang dari riset dan pasokan input melalui produksi, pengolahan dan distribusi
menuju ritel dan konsumen akhir. Agribisnis merupakan penjumlahan total semua
kegiatan yang terdiri dari manufaktur dan distribusi stok pertanian, pergudangan,
pengolahan serta distribusi komoditi pertanian berikut produk olahannya.
Sedangkan menurut Asriani 2003, kajian mengenai sistem agribisnis dan
agroindustri dapat dilakukan dengan dua pendekatan analisis yaitu pendekatan
analisis makro dan mikro. Pendekatan mikro lebih menekankan kepada
pencapaian efisiensi, optimasi alokasi dan pengguanaan sumberdaya serta
berusaha memaksimumkan keuntungan. Di lain pihak, kerangka pendekatan
analisis makro mengkaji agribisnis berdasarkan hubungannya dengan ekonomi
nasional yakni hubungannya dengan produk domestik bruto, rasio biaya domestik,
peningkatan pendapatan nasional, peningkatan kesempatan berusaha, pemerataan
distribusi pendapatan, peningkatan eskpor, upaya substitusi impor, inflasi,
devaluasi, penurunan tingkat pengangguran serta hubungannya dengan
komponen-komponen ekonomi makro lainnya.
Unsur-unsur yang menjadi sasaran analisis dalam perusahaan agribisnis
yakni aktivitas perusahaan agroindustri yang meliputi kegiatan pengadaan input,
pengolahan dan pemasaran. Selain itu, pada lingkup manajemen terdapat divisi
riset dan pengembangan, adsminitrasi dan personalia serta keuangan. Di luar
lingkup manajemen ada tenaga kerja atau serikat pekerja, sumber-sumber
pembiayaan (bank, dana ventura, investor, pasar modal dan lain-lain), konsumen,
distributor, pemasok, serta karakteristik bahan baku dan lingkungan tugas lainnya.
Pendekatan makro kajian agribisnis memberikan kerangka analisis untuk
tujuan pengembangan agribisnis nasional. Sistem agribisnis secara makro
dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hankam dan
teknologi, baik nasional, regional maupu internasional. Untuk membangun sistem
agribisnis nasioanal yang tangguh maka peran kebijakan pemerintah adalah
menjadi penuntun, pendorong, pengawas dan pengendali sistem.
Beberapa sasaran dan target yang ingin dicapai dalam pengembangan
agribisnis yang tangguh. Arah tanda panah menunjukan bagaimana mekanisme
tersebut berjalan. Walaupun tidak menunjukan adanya interdependensi antar
komponen, tetapi secara sistem terdapat saling ketergantungan antar masing-
masing kmponen dalam pengembangannya untuk menciptakan suatu agribisnis
yang tangguh.
Teori Ekspor
Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan
kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan
demikian akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya
uang asing ke negara kita, yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas
impor barang dan jasa dari luar negeri. Ekspor produk perikanan Indonesia
mengalami pertumbuhan menggembirakan, setiap tahunnya mengalami
peningkatan yaitu rata-rata 13.2 persen (jumlah) dan rata-rata nilai ekspor 14.14
persen (1969/1993). Jumlah yang diekspor adalah sangat bervariasi tergantung
jenisnya, yang paling banyak adalah seaweed 71 persen tetapi secara total baru
10
sekitar 10 persen dari total produksi tahun 1998. Rantai perdagangan mulai dari
produsen, pedagang pengumpul, prosessing, pedagang besar dan eksportir dengan
informasi yang tidak simetris, penurunan harga ditransfer secara sempurna kepada
produsen, sedangkan perbaikan harga mekanisme dihambat sehingga produsen
selalu dirugikan (Soemokaryi 2007).
Sedangkan menurut Risna dan Tajerin 2008, dengan menggunakan analisis
pendekatan Error Correction Model (ECM) dalam melakukan penawaran ekspor
rumput laut Indonesia di pasar internasional, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi penawaran ekspor rumput laut tersebut yaitu produksi, harga
ekspor, pendekatan nasional bruto negara mitra dagang, nilai tukar rupiah dan
ekspor rumput laut Indonesia tahun lalu dengan arah perubahan yang sama
(positif), dan harga domestik dan tingkat suku bunga dengan arah perubahan yang
berlawanan (negatif). Oleh karena itu, perlu kesungguhan pemerintah bersama
nelayan/pembudidaya dan eksportir rumput laut untuk menjaga mutu dan lebih
meningkatkan kerjasama perdagangan dengan negara mitra dagang Indonesia
(importir).
Perdagangan Internasional
Yang dimaksud dengan perdagangan luar negeri adalah perdagangan
antar negara yang memiliki kesatuan hukum dan kedaulatan yang berbeda
dengan kesepakatan tertentu dan memenuhi kaidah-kaidah baku yang telah
ditentukan dan diterima secara internasional. Sebagaimana diketahui bahwa
setiap negara di berbagai belahan dunia ini memiliki sumber daya alam dan
sumber daya manusia yang berbeda baik dari segi jumlah, mutu maupun
pengadaannya.
Dalam konteks perdagangan luar negeri, memang terdapat suatu negara
yang kebutuhannya, terutama bahan baku benar-benar tergantung dari luar negeri.
Dengan demikian bila dicermati dapat disimpulkan bahwa beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perdagangan luar negeri yaitu untuk memperoleh barang
atau sumber daya yang tidak dihasilkan di dalam negeri, untuk mendapatkan
barang yang sebenarnya dapat dihasilkan di dalam negeri tapi kualitasnya belum
memenuhi syarat, untuk mendapatkan teknologi yang lebih modern dalam rangka
memberdayakan sumber daya alam di dalam negeri, untuk memperluas pasaran
produk yang dihasilkan di dalam negeri serta mendapatkan keuntungan dari
spesialisai keuntungan mutlak (absolute advantage), keuntungan banding
(comparative advantage) serta keuntungan bersaing (competitive advantage)
(Putong 2010).
Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama.
Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu
sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan
sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan
dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam
produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang
tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang
lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut
memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi
mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini.
11
Dengan mengabaikan perbedaan teknologi, di pihak lain model Heckscher-
Ohlin (the H-O model) menekankan bahwa keuntungan komparatif ditentukan
oleh perbedaan relatif kekayaan faktor produksi dan penggunaan faktor tersebut
secara relatif intensif dalam kegiatn produksi barang ekspor. Dengan peranan
ekonomi terkemuka Paul samuelson, H-O model telah mendominasi teori
perdagangan internasional selama periode setelah Perang Dunia II (Basri 2010).
Adanya perdagangan akan memudahkan pemahaman mengenai perlunya
menyelaraskan penawaran ekspor dengan persediaan nasional. Hal ini pada
gilirannya akan memunculkan peluang bagi pembeli dan penjual barang tertentu.
Permintaan impor ke berbagai negara dari Indonesia dapat tercukupi, karena
persediaan nasional mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk. Jumlah dan harga
komoditas yang diekspor ditentukan setelah diketahui kurva penawaran dan
persediaan yang merupakan perangkat geometris utama yang digunakan dalam
rangka menganalisa pilihan kebijaksanaan dalam perdagangan. Secara lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Keseimbangan harga di pasar internasional
Keterangan gambar :
Pf : Harga keseimbangan harga pasaran internasional
Pda : Harga keseimbangan di negara A sebelum adanya perdagangan
internasional
Pdb : Harga keseimbangan di negara B sebelum adanya perdagangan
internasional
OY1 : Konsumsi di negara A sebelum adaya perdagangan inernasional
OY5 : Konsumsi di negara B sebelum adanya perdagangan internasional
DA : Permintaan domestik negara A
SA : Penawaran domestik negara A
D : Permintaan di pasar internasional
S : Penawaran di pasar internasional
DB : Permintaan domestik negara B
SB : Penawaran domestik negara B
G : Titik keseimbangan komoditas Y di negara A
H : Titik keseimbangan komoditas Y di negara B
I : Permintaan domestik negara A setelah adanya perdagangan
internasional
12
J : Penawaran domestik negara A setelah adanya perdagangan
internasional
K : Penawaran domestik negara B setelah adanya perdagangan
internasional
L : Permintaan domestik negara B setelah adanya perdagangan
internasional
Gambar 2 menunjukkan terjadinya perdagangan internasional antara dua
negara. Sebelum adanya perdagangan internasional di negara A harga
keseimbangan komoditas Y pada titik G di negara A dan pada titik H di negara B.
Sedangkan konsumsi di negara A sebesar OY1 dan OY4 di negara B. Pf adalah
harga keseimbangan di pasaran internasional yaitu diantara harga komoditas
dinegara A dan negara B. Apabila harga y naik menjadi Pf di negara A setelah
adanya perdagangan internasional, maka konsumsi domestik menjadi OY2,
sedang total penawaran komoditas Y sebesar OY3 atau di titik J. Dengan
demikian jumlah komoditas Y yang diekspor sebesar Y2-Y3, sedangkan di negara
B konsumsi domestik menjadi OY6, sedang total penawaran komoditas y sebesar
OY5 atau di titik K, sehingga jumlah yang diimpor sebesar Y5-Y6.
Menurut Halwani 2002, pada perdagangan internasional ada beberapa
keikutsertaan peran pemerintah sebagai regulator dalam upayanya melindungi
industri domestik serta mengembangkan ekspor ke luar. Turut campurnya
pemerintah dalam perdagangan internasional ini dapat berupa hambatan untuk
melindungi industri domestik serta subsidi untuk mengembangkan industri ekspor
ke luar negeri. Dalam kaitannya pada permintaan ekspor ini ada beberapa
kebijkan yang terkait dengan ekspor yaitu:
1. Pajak/kuota ekspor, analisis mengenai pajak ekspor relatif lebih sederhana dan
mudah dimana barang atau komoditi yang diekspor dikenakan pajak. Menurut
Lindert dan Kindleberger 1995, bea ekspor menyebabbkan para pengekspor
memperoleh penghasilan yang lebih rendah sehingga mereka harus
mengalihkan penjualannya ke pasar dalam negeri. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3 Efek dari pajak/kuota ekspor
Keterangan gambar :
Pm : Harga dunia
13
Pm* : Harga dalam negeri
X1 : Jumlah barang setelah ada bea/ pajak ekspor
X0 : Jumlah barang pada harga dunia
Bea ekspor dalam keadaan harga dunia yang tetap memperkecil ekspor
dan secara langsung mengalihkan perdagangan kembali ke pasar dalam
negeri, sehingga menurunkan harga dalam negeri. Pada Gambar 3, bea ekspor
sebesar Pm-Pm* menyebabkan harga dalam negeri turun menjadi Pm*.
Manfaat bagi para pembeli di dalam negeri dari harga yang lebih rendah
tersebut, yaitu surplus konsumen yang sama dengan trapesium a. Para petani
di dalam negeri terpukul dengan harga yang lebih rendah tersebut, karena rugi
sebesar trapesium (a+b+c+d), sehingga mereka akan mengalihkan
sumberdaya dari produksinya. Pemerintah menarik bea/pajak tersebut sebesar
segiempat c, yang menyebabkan terjadinya kerugian nasional netto yang
sama dengan (sebesar segitiga b dan d).
2. Tarif, proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi
produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran dalam
negeri. Sedangkan metode proteksi yang dilakukan menyangkut sistem
pungutan tarif (pajak) terhadap barang impor yang masuk ke dalam negeri.
Tarif merupakan pajak yang dikenakan atas barang impor. Pajak atas barang
impor itu biasanya tertulis dalam bentuk pernyataan Surat Keputusan (SK)
atau undang-undang. Dimisalkan adalah T, dan dikenakan terhadap barang
impor M. Hal ini akan meningkatkan harga barang impor menjadi Pm.
Dalam proporsi di atas dimana harga internasional adalah Pm*, dimana
diasumsikan bahwa barang M di pasar domestik adalah kompetitif dan
impor M tetap berlangsung secara lancar: Pm = (1+T) Pm*.
Keterangan gambar :
T : tingkat tarif yang dikenakan terhadap barang impor
Pm : Harga dalam negeri
Pm* : Harga barang impor
Gambar 4 menunjukan pengaruh kenaikan harga barang M di negara A
dalam diagram supply demand. Dimana apabila tanpa tarif, maka harga
domestik sama dengan harga internasional Pm*. Produk domestik adalah Q1
(ditentukan oleh kurva supply domestik) sementara konsumsi domestik
Gambar 4 Parsial ekuilibrium kebijakan tarif
14
(ditentukan oleh kurva demand) adalah Q2 yang memotong konsumsi pada
Q3. Tingkat impor jatuh dari (Q4-Q1) ke (Q3-Q2). Tujuan analisis
ekuilibrium parsial ini seperti ditunjukan Gambar 3 yang merupakan alat
untuk melihat adanya perubahan tarif terhadap barang tertentu walaupun
dalam suatu keadaan dengan asumsi cateris paribus yang menggaris bawahi
pelanggaran analisi ekuilibrium parsial. Dalam kasus ini, diamana kebijakan
pemerintah secara umum ditekankan pada substitusi impor seperti penerapan
proteksi dibandingkan dengan penerapan kebijakan perdagangan bebas atau
kebijakan promosi ekspor (Halwani 2002).
Kerangka Pemikiran Operasional
Indonesia memiliki potensi produksi rumput laut terbesar di dunia, yang
sampai sekarang tingkat pemanfaatannya masih sangat rendah. Total ekspor
rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh produksi rumput laut domestik,
permintaan rumput laut domestik, Cina, Hongkong dan Filipina, serta ekspor dari
negara lain. Sedangkan produksi rumput laut domestik dipengaruhi oleh luasan
areal budidaya dan harga rumput laut domestik dimana harga rumput laut
domestik dipengaruhi oleh harga rumput laut dunia serta nilai tukar rupiah. Secara
sederhana keterkaitan antar peubah model permintaan rumput laut Indonesia oleh
negara pengimpor utama dapat dilihat pada kerangka pemikiran Gambar 5.
Keterangan :
Gambar 5 Kerangka model permintaan ekspor rumput laut Indonesia
Eksogen Endogen
15
4 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
(time series) dari tahun 1989 – 2011 meliputi berbagai sumber yang berasal
antara lain dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) dengan kode
HS rumput laut yang terdiri dari 1212211000, 1212212000, 1212219000,
1212291100, 1212291900, 1212292000, 1212293000, 1302391000, 1302310000,
World Bank, IFS, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP
RI), Perikanan dan Kelautan dalam angka, Buletin Infofish, Bank Indonesia, dan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain itu, data juga dilengkapi
dengan data-data pendukung lainnya seperti buku, artikel dan jurnal diperoleh dari
Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, dan situs-situs
yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data dan Jenis data dapat dilihat dari
Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan sumber data penelitian
No Jenis Data Sumber Data
1. Produksi rumput laut Indonesia KKP RI
2. Permintaan rumput laut domestik BPS RI
3. Pendapaatn nasional dan populasi Indonesia, Cina,
Filipina dan Hongkong
World Bank
4. Kurs Indonesia, Cina, Filipina, Hongkong dan Cili BPS dan OANDA
5. Tarif impor rumput laut Cina, Filipina, dan
Hongkong dari Indonesia
Kemendag RI
6. Anggaran KKP RI KKP RI dan BI
7. Harga rumput laut dunia BPS RI
8. Harga rumput laut di Cina, Filipina, Hongkong dan
Cili
BPS RI
9. Luas areal budidaya KKP RI
10. Jumlah pembudidaya KKP RI
11. Harga karageenan dan harga rumput laut domestik BPS RI
12. Jumlah ekspor rumput laut ke Cina, Filipina dan
Hongkong
BPS RI
Alat Analisis Data
Penelitian ini mengunakan metode deskriftif dan kuantitatif. Metode
kuantitatif yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan Two-Stage
Least Square (2SLS). Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, ketika mengestimasi
satu atau lebih persamaan dari sistem persamaan, biasanya digunakan strategi
untuk menghindarkan simultaneos estimation bias yang dapat dilakukan
dengan mengestimasi seluruh persamaan secara simultan dengan metode
sistem yang salah satu diantara dengan 2SLS. Program yang digunakan adalah
program Statistical Analysis System (SAS) dan Microsoft Excel 2007.
16
Spesifikasi Model
Model merupakan abstraksi/penyederhanaan/representasi dari dunia nyata.
Suatu model digunakan untuk mendekati fenomena yang pada umumnya
bersifat kompleks sehingga replika dari dunia nyata perlu dibuat agar fenomena
dapat menjadi sederhana dan memudahkan orang mempelajarinya (Setiawan
dan Kusrini 2010).
Model ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan
simultan, persamaan tunggal adalah persamaan dimana peubah terikat dinyatakan
sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih peubah bebas, sehingga hubungan sebab
akibat antara peubah terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu arah.
Sedangkan persamaan simultan adalah suatu persamaan yang membentuk
suatusistem persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai
peubah dalam persamaan tersebut.
Model ekonometrika yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah
model persamaan simultan. Model persamaan simultan adalah suatu model
ekonometrika terdiri dari beberapa persamaan yang perilaku variabel-variabelnya
saling berkaitan dan ditentukan secara bersamaan. Persamaan simultan biasa
digunakan untuk pemodelan ekonomi dan bisnis, karena proses dan perilaku
ekonomi dan bisnis tersebut dapat direpresentasikan dengan baik melalui beberapa
persamaan simultan yang saling memiliki ketergantungan. Dalam model
persamaan simultan, masing-masing persamaan menjelaskan satu variabel yang
ditentukan dalam model tersebut. Persamaan simultan terdiri atas dua jenis
persamaan yaitu 1) persamaan struktural, merupakan persamaan yang berupa
suatu fungsi, terdiri dari variabel-variabel yang diambil berdasarkan teori ekonomi
yang ada, dan 2) persamaan identitas, yaitu persamaan yang bukan merupakan
fungsi, namun hanya persamaan yang terdiri dari penjumlahan beberapa variabel.
Variabel-variabel dalam persamaan identitas dapat berasal dari variabel dependen
pada persamaan struktural, maupun variabel yang berasal dari luar persamaan
struktural.
Menurut Setiawan dan Kusrini 2010, variabel yang digunakan dalam
persamaan simultan dibedakan menjadi beberapa jenis. Variabel-variabel tersebut
adalah 1) variabel endogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan dalam
persamaan struktural dan 2) Variabel predetermined yaitu variabel yang nilainya
ditentukan terlebih dahulu. Variabel predetermined sendiri terbagi menjadi dua,
yaitu a) variabel eksogen, yaitu variabel yang nilainya sepenuhnya ditentukan dari
luar model persamaan dan b) variabel lagged endogen yaitu variabel yang nilainya
ditentukan di dalam sistem persamaan struktural, namun berdasarkan nilai yang
telah lalu.
Model yang digunakan dalam penelitian ini mengambil model yang terbaik
dari beberapa model permintaan ekspor yang dicoba. Dalam konteks perdagangan
internasional, maka faktor nilai tukar (exchange rate) sangat berpengaruh, dengan
variabel-variabel pendukung lain. Model yang digunakan mengacu pada model
yang digunakan pada penelitian Apsari 2011 yaitu fungsi permintaan ekspor ikan
tuna segar Indonesia di pasar internasional melalui penyesuaian model dengan
melihat variabel-variabel yang ada karena terdapat adanya keterbatasan data yang
menjadi keterbatasan penelitian. Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan
17
suatu model ekonometrika yang diharapkan dapat menangkap permasalahan dan
tujuan penelitian.
Produksi Rumput Laut Indonesia Produksi rumput laut Indonesia yang merupakan persamaan struktural
diduga juga dipengaruhi oleh jumlah pembudidaya yang terlibat pada proses
budidaya rumput laut Indonesia, dan produksi rumput laut tahun lalu yang diduga
memengaruhi keputusan pihak yang melakukan budidaya. Harga rumput laut
dalam negeri juga diduga berpengaruh pada produksi budidaya rumput laut,
dimana semakin besar harga rumput laut maka pembudidaya akan merespon
positif untuk lebih meningkatkan produksi budidayanya. Kebijakan pemerintah
diduga memengaruhi produksi rumput laut Indonesia, kebijakan pemerintah
tersebut berupa pengalokasian anggaran program pengembangan rumput laut.
Oleh karena itu persamaan produksi rumput laut dapat dirumuskan sebagai
berikut.
QRt=a0 +a1 TKt-1 +a2 PRLDt +a3 APPt +a4 QRt-1 +a5Tren+a6PX +U1......(1)
dimana:
QRt = Produksi rumput laut Indonesia (kg)
a0 = Intersept
a1- a7 = Koefisien parameter
TKt-1 = Jumlah pembudidaya tahun sebelumnya (orang)
QRt-1 = Produksi rumput laut tahun sebelumnya (kg)
PRLDt = Harga rumput laut domestik (USD/kg)
APPt = Anggaran program pengembangan rumput laut (Rp)
Tren = Tren waktu
PX = Harga rumput laut dunia (USD)
U1 = Error term persamaan pertama
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah a1,a2,a3,a4,a5,a6 >0.
Jadi hipotesa sementara untuk persamaan produksi rumput laut Indonesia
adalah bahwa variabel jumlah pembudidaya tahun sebelumnya, produksi rumput
laut tahun sebelumnya, harga rumput laut domestik, anggaran program
pengembangan rumput laut, tren waktu dan harga rumput laut dunia diduga
berpengaruh positif terhadap produksi rumput laut Indonesia
Permintaan Rumput Laut Domestik Permintaan domestik merupakan persamaan struktural yang diduga
dipengaruhi oleh: (1) harga rumput laut domestik diduga berpengaruh negatif
terhadap permintaan domestik rumput laut, naiknya harga rumput laut akan
menyebabkan turunnya permintaan domestik dan sebaliknya turunnya harga
rumput laut akan meningkatkan permintaan domestik; (2) GDP riil Indonesia
diduga berpengaruh positif terhadap permintaan rumput laut domestik, kenaikan
GDP ini diasumsikan akan meningkatkan daya beli masyarakat yang akan
meningkatkan permintaan rumput laut domestik; (3) Populasi nasional diduga
meningkatnya populasi akan meningkatkan permintaan rumput laut domestik.
Persamaan permintaan rumput laut domestik dirumuskan sebagai berikut:
QD=b0+b1PRLDt-1+ b2GDPIDt+b3POPIDt+b4QDt-1+b5PATCt+U2.......................(2)
18
dimana:
QDt = Permintaan rumput laut domestik (kg)
b0 = Intersept
b1- b4 = Koefisien parameter
PRLDt -1 = Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya (USD/kg)
GDPIDt = Pendapatan domestik riil Indonesia (trilyun USD)
POPIDt = Jumlah penduduk Indonesia (jiwa)
QDt-1 = Permintaan rumput laut domestik tahun sebelumnya (kg)
PATCt = Harga karageenan (USD/kg)
U2 = Error term persamaan kedua
Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah: b1 <0 , b2, b3, b4, b5>0
Jadi hipotesa sementara untuk persamaan permintaan rumput laut domestik
adalah bahwa variabel harga rumput laut domestik tahun sebelumnya berpengaruh
negatif terhadap permintaan rumput laut domestik sedangkan variabel pendapatan
nasional Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, permintaan rumput laut domestik
tahun sebelumnya dan harga karageenan berpengaruh positif terhadap permintaan
rumput laut domestik.
Fungsi Ekspor Maka untuk fungsi permintaan rumput laut Indonesia dalam penelitian ini
merupakan residu antara produksi dengan permintaan domestik; secara matematis
persamaan ekspor rumput laut Indonesia dapat diturunkan sebagai persamaan
identitas sebagai berikut:
XRt = QRt-QDt................................................................................................(3)
dimana:
XRt = Ekspor rumput laut Indonesia (kg)
QRt = Produksi rumput laut (kg)
QDRt = Permintaan rumput laut domestik (kg)
Ekspor rumput laut Indonesia merupakan total ekspor rumput laut Indonesia
ketiga negara tujuan ekspor dengan ekspor terbesar yaitu Cina, Filipina, dan
Hongkong serta sisanya yang dirangkum menjadi ekspor negara-negara lain (rest
of the world). Persamaan ekspor total merupakan persamaan identitas yang
dirumuskan sebagai berikut:
XRt = XRFilt+XRHKt+XRCt+XROWt........................................................(4)
dimana:
XRt = Ekspor rumput laut total (kg)
XRFilt = Ekspor rumput laut Filipina (kg)
XRHKt = Ekspor rumput laut Hongkong (kg)
XRCt = Ekspor rumput laut Cina (kg)
XROWt = Ekspor rumput laut di rest of the world (kg)
Ekspor masing-masing negara Hongkong, Filipina, dan Cina akan saling
bersubstitusi satu sama lain, sehingga dirumuskan dalam tiga persamaan struktural
yang saling memengaruhi, yaitu ekspor dari Hongkong, ekspor dari Filipina, dan
ekspor rumput laut dari Cina. Ekspor rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh
harga rumput laut di negara tersebut. Harga dari negara eksportir kompetitor yang
diwakili oleh Cili, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara importir, GDP
negara importir, populasi, tarif impor yang diberlakukan negara importir tersebut,
serta ekspor ke negara-negara tersebut tahun sebelumnya.
19
Persamaan ekspor merupakan persamaan struktural yang dirumuskan
sebagai berikut:
XRFilt =c0+c1PRFilt+c2PCilt+c3ErriilFilt+c4GDPFilt+c5POPFilt+c6TRFFilt
+c7XRFilt-1+c8PXt+c9PRLDt-1+U3.....................(5)
XRCt =d0+d1PRCt+d2PCilt+d3ErriilCt+d4GDPCt+d5POPCt+d6TRFCt+d7XRCt-1
+d8POPCt-1+d9PXt+d10PRLDt+U4...............................(6)
XHKt =e0+e1PRHKt+e2PCilt+e3ErriilHkt+e4GDPHKt+e5POPHKt+e6TRFHKt
+e7XHKt-1 + e8GDPHKt-1+e9PXt+e10PRLDt+U5.....(7)
dimana,
c0, d0, e0 = Intersept
c1-c9, d1-d10, e1-e10 = Koefisien parameter
XRFilt = Ekspor rumput laut Filipina (kg)
XRCt = Ekspor rumput laut Cina (kg)
XRHKt = Ekspor rumput laut Hongkong (kg)
PRFilt = Harga rumput laut Filipina(USD/kg)
PRCt = Harga rumput laut Cina(USD kg)
PRHKt = Harga rumput laut Hongkong(USD kg)
PCilt = Harga eksportir kompetitor yaitu harga Cili(USD /kg)
PRLDt = Harga rumput laut domestik (Rp/kg)
PXt = Harga rumput laut dunia (USD kg)
ErriilFilt = Nilai tukar riil rupiah terhadap peso Filipina (Rp/PHP)
ErriilCt = Nilai tukar riil rupiah terhadap yuan Cina (Rp/CNY)
ErriilHKt =Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Hongkong
(Rp/HKD)
GDPFilt = Pendapatan domestik riil Filipina (trilyun USD)
GDPCt = Pendapatan domestik riil Cina (trilyun USD)
GDPHKt = Pendapatan domestik riil Filipina(trilyun USD)
POPFilt = Jumlah penduduk Filipina (jiwa)
POPCt = Jumlah penduduk Cina (jiwa)
POPHKt = Jumlah penduduk Hongkong (jiwa)
TRFFilt = Tarif yang berlaku di negara Filipina(%)
TRFCt = Tarif yang berlaku di negara Cina(%)
TRFHKt = Tarif yang berlaku di negara Hongkong(%)
XRPFilt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Filipina(kg)
XRCt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Cina (kg)
XRHKt-1 = Ekspor tahun sebelumnya ke Hongkong (kg)
U5,6,7 = Error term persamaan 5, 6 dan 7
Tanda dan besaran yang diharapkan adalah: c3, c6, c9, d3, d6, d10, e3, e6, e10<0; c1,
c2, c4, d4, e4, c5, d1, d2, d5, e1, e2, e5, c7, d7, e7, c8, d8, e8 , d9, e9>0
Jadi hipotesa sementara untuk persamaan ekspor rumput laut ke Filipina,
Cina dan Hongkong adalah bahwa variabel kurs rupiah terhadap peso Filipina,
tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Filipina dan harga rumput
laut domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor
rumput laut ke Filipina, begitu pula variabel variabel kurs rupiah terhadap yuan
Cina, tarif impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Cina, dan harga rumput
laut domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor
rumput laut ke Cina, dan juga variabel kurs rupiah terhadap dolar Hongkong, tarif
impor rumput laut Indonesia yang diberlakukan Hongkong, dan harga rumput laut
20
domestik tahun sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap ekspor rumput
laut ke Hongkong.
Sedangkan variabel harga rumput laut Filipina, harga rumput laut Cili,
pendapatan nasional Filipina, jumlah penduduk Filipina, ekspor rumput laut ke
Filipina tahun sebelumnya, dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh
positif terhadap ekspor rumput laut Ke Filipina. Begitu pula variabel harga rumput
laut Cina, harga rumput laut Cili, pendapatan nasional Cina, jumlah penduduk
Cina, ekspor rumput laut ke Cina tahun sebelumnya, jumlah penduduk Cina tahun
sebelumnya dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh positif terhadap
ekspor rumput laut Ke Cina. Serta variabel harga rumput laut Hingkong, harga
rumput laut Cili, pendapatan nasional Hingkong, jumlah penduduk Hongkong,
ekspor rumput laut ke Hongkong tahun sebelumnya, pendapatan nasional
Hongkong tahun sebelumnya dan harga rumput laut dunia diduga berpengaruh
positif terhadap ekspor rumput laut Ke Hongkong.
Harga Rumput Laut Domestik
Harga rumput laut Indonesia dipengaruhi oleh penawaran rumput laut
domestik dan permintaan rumput laut domestik dari sisi dalam negeri. Variabel
lain yang memengaruhi harga domestik adalah produksi rumput laut, harga
rumput laut adalah ATC (Alkali Treated Cotonii) chips. Persamaan harga
domestik dapat dirumuskan sebagai berikut:
PRLD=f0+f1QRt+f2PX(weightd)t+f3ErriilIDt+f4QDt+f5PCt+f6PRLDt-1+f7Tren+U6..(8)
dimana:
f0 = Intersept
f1, f2, f3,f4,f5,f6,f7 = Koefisien parameter
PRLDt = Harga rumput laut domestik
QRt = Produksi rumput laut Indonesia (ton)
PX(weightd)t = Harga rumput laut dunia (merupakan harga ekspor
weighted by volume impor)
QDRt = Permintaan rumput laut domestik
ErriilIDt = Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika
(Rp/USD)
PCt = Harga karageenan (USD)
PRLDt-1 = Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya
U6 = Error term persamaan ke-8
Tanda dugaan parameter yang diharapkan : f2 , f5, f6, f7>0 f3, f4 <0
Identifikasi Model
Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, sistem persamaan simultan tidak dapat
diselesaikan dengan menggunakan metode OLS (ordinary least square) yang
biasa digunakan dalam persamaan tunggal, akan tetapi harus menggunakan
metode ILS, 2SLS, maupun 3SLS berdasarkan hasil identifikasi persamaan. Hal
tersebut berarti bahwa sebelum dilakukan pendugaan parameter model, maka
harus dilakukan identifikasi terlebih dahulu pada persamaan struktural dalam
model. Dengan demikian dapat diketahui apakah persamaan tersebut dapat
teridentifikasi (identified) atau tidak. Jika teridentifikasi, apakah bersifat exactly
identified atau over identified. Suatu model dikatakan teridentifikasi, jika dapat
21
dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang menghasilkan estimasi parameter
yang unik pula.
Suatu persamaan dapat dikatakan teridentifikasi apabila memenuhi order
condition. Kondisi order didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel
yang dimasukkan dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Cara yang
dilakukan menguji persamaan-persamaan struktural ini adalah dengan
mengelompokkan terlebih dahulu persamaan-persamaan tersebut ke dalam jumlah
total persamaan struktural (total variabel endogen), jumlah variabel dalam model
(variabel endogen dan predetermined) dan jumlah variabel dalam persamaan yang
diidentifikasi. Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, rumusan identifikasi model
persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh:
(K-M) > (G-1)
dimana:
K = Total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined
M = Total peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan
tertentu dalam model
G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model.
Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi:
(K-M) > (G-1) maka persamaan dinyatakan over identified
(K-M) = (G-1) maka persamaan dinyatakan exactly identified
(K-M) < (G-1) maka persamaan dinyatakan unidentified
Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural haruslah exactly
identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya.
Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan ini
tidak teridentifikasi. Karena itu dalam proses identikfikasi diperlukan suatu syarat
perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi
yang menyatakan bahwa dalam suatu persamaandisebut teridentifikasi jika dan
hanya jika dimungkinkan membentuk minimal satudeterminan bukan nol pada
order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam
persamaan tersebut, atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan
turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol.
Dengan mengikuti prosedur identifikasi yang telah diuraikan di atas maka
dari model perdagangan rumput laut di Indonesia ini dapat diketahui bahwa
jumlah predetermined variables adalah 33, sedangkan jumlah persamaan (G)
adalah 8 yang terdiri dari 6 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas
sehingga K=37,M=10 dan G=8, maka K-M=37-10=27 dan G-1=8-1=7, maka (K-
M)>(G-1). Oleh karena itu berdasarkan kriteria order condition maka persamaan
dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) sehingga dapat diduga
parameter - parameternya. Pendugaan terhadap model yang over identified
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS atau 3SLS. Model
dalam penelitian ini menggunakan program SAS metode 2SLS karena lebih
efisien. Hal tersebut disebabkan metode 2SLS dapat menghindarkan
simultaneous estimation bias.
22
Validasi Model
Simulasi alternatif kebijakan dapat dilakukan jika model valid dan
memenuhi kriteria secara statistik, sehingga perlu dilakukan validasi model
sebelum dilakukan simulasi. Validasi model bertujuan untuk menganalisis sejauh
mana model tersebut representatif terhadap kenyataannya.
Dalam penelitian ini, menurut Sitepu dan Sinaga 2006, kriteria statistik
untuk validasi pendugaan yang digunakan adalah: (1) Koefisien determinasi, (2)
U-Theil’s Inequality Coefficient, dan (3) Root Mean Squares Percent
Error(RMSPE).Statistik Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dirumuskan
sebagai berikut:
RMSPE =
∑
Statistik RMSE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah
endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur-alur nilai aktualnya, atau
seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Model
dinyatakan valid apabila nilai RMSPE berada di bawah 100. Sedangkan statistik
Koefisien Determinasi (R2) dinyatakan valid apabila bernilai mendekati 1.
Statistik U-Theil’s dirumuskan sebagai berikut:
Dimana :
= Nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi
= Nilai aktual variabel observasi
N = Jumlah periode observasi
Nilai U-Theil’s berkisar antara 0 dan 1 dengan kriteria bahwa semakin kecil
nilaiU-Theil’s yang dihasilkan, maka semakin baik model tersebut.
Nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk
analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika
U=0maka pendugaan model sempurna, jika U=1 maka pendugaan model naif.
Untukmelihat keeratan arah (slope) antara nilai aktual dengan yang disimulasi
dilihat dari koefisien determinasinya (R2). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSE
dan U-Theil’s dan makin besar nilai R2 maka pendugaan model makin baik.
Kriteria untuk menentukan model terbaik adalah:
1. Tingkat signifikansi baik koefisien persamaan maupun persamaan secara
keseluruhan;
2. Adanya autokorelasi
Pengujian adanya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji
Durbin-Watson (Uji D) terhadap model. Adanya autokorelasi membuat
model tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen
dengan menggunakan variabel independen. Masalah autokorelasi dalam
suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson
berada dibawah 1,25 dan diatas 2,75.
3. Konsistensi dari tanda koefisien regresi dengan koefisien harapan teoritis
dan logika.
23
Simulasi Model
Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka
model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Model yang
didapatkan digunakan untuk mensimulasikan nilai-nilai dan keadaan di masa yang
akan datang dari variabel tak bebas (dependent variable) atas dasar nilai-nilai
variabel yang menjelaskan (independent variables) yang telah diketahui atau
diharapkan di masa yang akan datang.
Menurut Sitepu dan Sinaga 2006, simulasi adalah bagian integral dari
pengembangan keakuratan model-model yang bertujuan untuk menangkap
perilaku suatu data historis.
Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Skenario peningkatan anggaran program pengembangan rumput laut dari
Kementerian Kelautan Perikanan. Pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah
menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di
Asia pada tahun 2015. Menurut Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang Peta
Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan yaitu dalam
pengembangan komoditas dan produk unggulan bErrorientasi pasar yang
dalam hal ini adalah rumput laut maka diperlukan peningkatan produksi,
produktivitas dan kualitas komoditas serta bahan baku. Oleh sebab itu
target volume produksi rumput laut pada tahun selanjutnya adalah 1 182
160 ton. Jadi untuk dapat memenuhi target tersebut maka diharapkan
KKP kedepannya dapat meningkatkan 50 persen anggaran program
pengembangan rumput laut nasional.
2. Skenario penurunan jumlah ekspor rumput laut terkait kuota perdagangan
ekspor rumput laut. Melalui kuota perdagangan ekspor, pemerintah
melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana untuk mematok
50 persen produski rumput laut yang dapat diekspor ke luar negeri pada
saat industri pengolahan dalam negeri telah berkembang.
5 AGRIBISNIS RUMPUT LAUT
Dalam pengembangan agribisnis rumput laut, perlu dibentuk suatu sistem
penyerasian antara penyediaan bahan baku, sumber daya manusia, permodalan,
hukum, kelembagaan dan sistem pemasaran. Potensi produksi dan potensi
pengembangan rumput laut dari subsistem hilir sampai dengan subsistem hulu
perlu untuk diberdayakan. Pelaku-pelaku dibidang agribisnis rumput laut sangat
beragam, dimulai dari pembudidaya rumput laut, pedagang, pengumpul, pengolah
serta pemerintah. Pada sistem agribisnis rumput laut yang dibudidayakan di
Indonesia ini ada beberapa subsistem yang saling terkait satu sama lain antara lain
yaitu subsistem budidaya, subsistem pengolahan serta subsistem pemasaran.
Indonesia memiliki 5 provinsi penghasil rumput laut, yaitu provinsi Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, NTT, NTB dan Bali (Tabel 3).
24
Tabel 3 Produksi rumput laut 5 provinsi utama Indonesia (ton) Tahun Sulsel Sulteng NTT NTB Bali Lainnya Jumlah
2007 630 741 190 073 504 699 75 509 152 226 210 942 1 766 197
2008 648 528 287 268 696 273 86 000 129 095 295 888 2 145 060
2009 774 026 713 562 498 422 147 251 135 811 692 475 2 963 556
2010 1 245 771 728 279 347 726 162 411 99 481 1 329 339 3 915 017
2011 1 506 264 758 910 377 200 290 700 106 398 2 128 718 5 170 201
Rata-rata per tahun
2007-2011 (ton)
961 066 535 618 484 864 152 374 124 602 931 472 3 192 006
Rata-rata
peningkatan 2007-
2011(%)
26 51 -3 43.6 -7.4 81.6 31
Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2011 (data diolah)
Dalam periode 5 tahun (2007-2011), produksi rata-rata tahunan tertinggi
dicapai oleh provinsi Sulawesi Selatan dengan produksi 2 260 534 ton, kemudian
Sulawesi Tengah dengan produksi 535 618.4 ton dan NTT dengan produksi 484
864 ton. Selama kurun waktu tersebut, produksi rumput laut di kelima provinsi
utama cenderung meningkat yaitu 26-51 persen kecuali NTT dan Bali yang
mengalami penurunan dikarenakan kondisi cuaca yang kurang baik menyebabkan
gelombang yang merusak proses budidaya. Kelima provinsi utama budidaya
rumput laut tersebut rata-rata mengalami fluktuasi produksi yang disebabkan oleh
dominannya faktor alam pada budidaya yang bersifat water-based aquaculture
sehingga memerlukan campur tangan pemerintah yang relatif tinggi.
Budidaya Rumput Laut
Secara umum, budidaya rumput laut di perairan pantai (laut) diawali dengan
pemilihan lokasi lahan budidaya. Lokasi yang diharapkan untuk budidaya rumput
laut merupakan syarat utama yang harus diperhatikan. Secara umum persyaratn
pemilihan lokasi budidaya tersebut yaitu:
1. Perairan harus cukup tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang
kuat. Ombak dan angin yang kuat akan menghalangi penanganan tanaman.
Arus air yang baik akan membawa nutrisi bagi tumbuhan. Tumbuhan akan
bersih, karena kotoran maupun endapan yang menempel akan hanyut oleh arus.
Dengan demikian tanaman dapat tumbuh dengan baik karena ada kesempatan
menyerap nutrisi (makanan) dari air dan proses fotosintesis tidak terganggu.
2. Kedalaman perairan sekitar 60 cm pada saat surut terendah dan sekitar 210 cm
saat pasang tertinggi. Hal tersebut untuk memberikan cahaya matahari yang
cukup selama proses fotosintesis.
3. Memiliki kualitas air peairan yang ideal yaitu dengan suhu berkisar 27-30º C,
salinitas antara 15-38 permil dengan kondisi optimum pada 30 - 37 permil dan
pH yang cenderung basa.
4. Tipe dasar perairan dengan substrat daerah terumbu karang yang dasarnya
terdiri dari pasir kasar yang bercampur dengan potongan-potongan karang. Hal
ini dimaksudkan agar rumput laut dapat terhindar dari hempasan ombak besar.
5. Tersedianya sediaan rumput laut alami di sekitar lokasi budidaya. Adanya
sediaan tersebut dapat mengindikasikan bahwa perairan tersebut cocok untuk
membudidayakan rumput laut secara massal selain itu sediaan rumput laut
25
tersebut juga dapat digunakan sebagai cadangan sediaan bibit, sehingga dapat
mengurangi biaya produksi (Aslan 1995).
Menurut Indriyani dan Suminarsih 2005, setelah pemilihan lokasi dilakukan
dan ditetapkan, maka tahapan selanjutnya adalah pemilihan bibit rumput laut yang
baik. Bibit yang baik harus muda, bersih dan segar agar memberikan pertumbuhan
yang optimum. Cara pemetikannya yaitu dengan mengambil ujung-ujungnya dan
dipotong kira-kira sepanjang 10-20 cm. Dipilih bagian ujung tanaman karena
bagian ini dari sel jaringan muda sehingga akan memberikan pertumbuhan yang
optimal. Penanaman dilakukan pada saat bibit masih segar, yaitu setelah
pengikatan bibit pada tali ris selesai. Setelah pengambilan bibit selanjutnya
dilakukan penanaman yaitu dengan memasukan bibit rumput laut ke dalam air di
lokasi budidaya. Penanaman rumput laut Eucheuma sp ini dapat dilakukan dengan
berbagai metode yaitu seperti metode lepas dasar, rakit apung maupun tali
gantung serta metode tebar untuk rumput laut Gracilaria sp.
1. Metode lepas dasar. Metode ini cocok untuk lokasi dengan kedalaman perairan
saat surut antara 30-60 cm. Luas penggunaan metode lepas dasar ialah 10 x 10
m² untuk satu unit. Sebelum dilakukan penanaman, lebih dahulu disiapkan
bahan-bahannya seperti bibit, bambu atau kayu sepanjang satu meter, tali ris
bergaris tengah 4 mm, tali ris utama bergaris tengah 8 mm, tali rafia serta alat
bantu lain seperti pisau, palu dan gergaji. Tali ris merupakan seutas tali yang
terbuat dari bahan polietilen. Setelah persiapan tersebut selesai maka dimulai
penanaman dengan memotong batang-batang muda rumput laut seberat kira-
kira 100 gr lalu diikatkan pada tali ris sepanjang 3 m dengan tali rafia. Jarak
masing-masing ikatan 20 cm, hingga mengisi tali ris pada tali ris utama.
Pengikatan atau penanaman batang-batang rumput laut muda ini dilakukan di
darat pada saat air sedang surut. Sementara itu di lokasi budidaya,
ditancapakan barisan patok yang terbuat dari kayu atau bambu sedalam kira-
kira 0.5 m. Jarak tiap patok dalam barisan antara 0.5-1 m dan jarak setiap baris
adalah 2.5 m. Patok-patok yang terdapat dalam satu barisan dihubungkan
dengan tali ris utama. Sedangkan tali ris yang berisi tanaman, masing-masing
direntangkan di lokasi budidaya kemudian diikatkan pada tali ris utama.
Keuntungan menggunakan metode ini adalah mendapat kandungan karaginan
yang lebih baik serta tingkat pertumbuhan 3-6 persen/ hari.
2. Metode rakit apung. Metode ini cocok dengan kedalaman perairan saat surut
lebih dari 60 cm. Satu unit rakit apung ditentukan sebanyak sepuluh rakit yang
disusun dengan formasi 2 x 5 rakit. Penanaman dilakukan segera setelah
pengikatan bibit selesai dan pada saat laut tidak berombak besar serta
dilakukan di darat. Bahan-bahan yang perlu disiapkan adalah bibit rumput laut,
potongan bambu berdiameter 10 cm, potongan kayu penyiku berdiameter 5 cm,
tali rafia, tali pengikat, tali ris berdiamter 4 mm dan 12 mm serta jangkar dari
besi, bongkah batu atau adukan semen pasir. Proses penanamannya dimulai
dengan memotong kayu dan bambu serta dirangkai dan diikatkan persegi
panjang. Setiap sudut dan tengahnya diikatkan bambu yang memalang untuk
meperkokoh bentuk rakit serta di setiap tengah persegi panjang tersebut, lalu
rakit tersebut diberi pemberat. Sementara itu bibit rumput laut masing-masing
dengan berat sekitar 100 gr. Diikatkan pada tali ris dengan jarak 20 cm.
3. Metode tali gantung. Metode ini diterapkan pada kedalaman perairan 5 m.
Bahan-bahan yang diperlukan berupa bibit rumput laut, bambu berdiameter 5
26
cm, tali ris, tali pengikat dan bongkahan batu sebagai pemberat. Tali ris yang
panjangnya kurang dari tinggi konstruksi untuk budidaya direntangkan pada
dua potong bambu. Selanjutnya bambu pertama diletakan di atas konstruksi
yang telah di buat sebelumnya. Sedangkan bambu kedua menggantung di
dalam air hampir menyentuh dasar perairan. Dalam kerangka potongan bambu
yang menggantung terdapat bentangan tali ris sebanyak 15 utas tali. Sebelum
kerangka ini digantungkan pada konstruksi utama, tali ris dipenuhi beberapa
batang rumput laut muda yang masing-masing seberat kira-kira 100 gr.
Potongan tersebut diikat dengan tali rafia berjarak 30 cm. Kerangka yang telah
berisi bibit digantungkan pada konstruksi yang telah dibuat.
4. Metode tebar. Penanaman rumput laut jenis Gracilaria di tambak dilakukan
dengan metode tebar. Tambak yang telah dilengkapi pintu masuk dan
keluarnya air dikeringkan. Setelah tambak kering, ditaburkan kapur pertanian
agar pH menjadi antara 6.5-8. Tujuh hari setelah pengapuran, tambak
digenangi air sedalam 70 cm dan dibiarkan selama tiga hari. Kemudian bibit
rumput laut ditebarkan secara merata di permukaan air tambak dengan padat
penebaran antara 80-100 gr /m2 atau 800-1000 kg/ha. Bila dasar tambak cukup
keras, bibit dapat ditancapkan seperti seperti penanaman padi. Penebaran bibit
rumput laut sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dan pada cuaca yang
teduh.
Selanjutnya setelah dilakukan penanaman maka rumput laut tersebut perlu
diawasi dan dipelihara sebaik mungkin agar pertumbuhannya terkendali.
Kerusakan patok, jangkar, tali ris dan tali ris utama yang disebabkan oleh ombak
yang besar atau daya tahannya menurus maka harus segera diperbaiki. Begitu pula
dengan kotoran atau debu air yang sering melekat pada rumput laut yaitu pada
saat musim laut tenang. Pada saat seperti itu tanaman harus sering digoyang-
goyangkan di dalam air agar rumput laut selalu bersih dari kotoran yang
menempel seperti Ulva, Hypnea, Chaetomorpha dan Enteromorpha. Hama yang
sering memangsa rumput lau seperti bulu babi dan penyu perlu dihindari dengan
cara mengusirnya dari lokasi budidaya. Begitu pula dengan penyakit yang biasa
menyerang rumput laut yaitu penyakit ice-ice ditandai dengan timbulnya
bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi
kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya menjadi
hancur atau rontok. Ice-ice dapat menyebabkan thallus menjadi rapuh dan mudah
putus. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya
perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang thallus menjadi putih
dan membusuk. Stres yang diakibatkan perubahan kondisi lingkungan yang
mendadak seperti: perubahan salinitas, suhu air dan intensitas cahaya, merupakan
faktor utama yang memacu timbulnya penyakit ice-ice. Ketika rumput laut
mengalami stress karena rendahnya salinitas, suhu, pergerakan air dan instensitas
cahaya, akan memudahkan infeksi patogen. Dalam keadaan stress, rumput laut
akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan
diduga merangsang banyak bakteri tumbuh di sekitarnya. Kejadian penyakit ice-
ice bersifat musiman dan menular. Bakteri yang dapat diisolasi dari rumput laut
dengan gejala ice-ice antara lain adalah Pseudomonas spp., Pseudoalteromonas
gracilis, dan Vibrio spp. Agarase (arginase) dari bakteri merupakan salah satu
faktor virulen yang berperan terhadap infeksi ice-ice (Santoso dan Nugraha 2008).
27
Rumput laut dapat dipanen setelah mencapai umur 6-8 minggu dengan bobot
rata-rata 600 gr. Cara pemananan rumput laut adalah dengan mengangkat seluruh
rumput laut ke darat, kemudian tali rafia pengikat rumput laut dipotong. Panen
tersebut dilakukan saat air laut pasang.
Pengolahan Rumput Laut
Rumput Laut Kering
Langkah-langkah pengolahan rumput laut menjadi bahan baku atau rumput
laut kering adalah sebagai berikut.
1. Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan yang
kemudian dipisahkan.
2. Setelah bersih, rumput dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik
penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi,
rumput laut dijemur di atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut
yang telah kering ditandai dengan keluarnya garam.
3. Pencucian dilakukan, setelah rumput laut kering. Sebagaian bahan baku agar-
agar rumput laut dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk diambil
karaginannya dicuci dengan dengan air laut. Setelah bersih rumput dikeringkan
lagi kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28
persen. Bila dalam proses pengeringan hujan turun maka rumput laut dapat
disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak
saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karaginannya tidak boleh
terkena air tawar karena dapat melarutkan karaginan.
4. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk
menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.
Rumput laut yang bersih dan kering dimasukan dalam karung goni. Caranya
dengan dipadatkan atau tidak dipadatkan. Bila dipadatkan dalam satu karung
dapat berisi 100 kg, sedangkan tidak dipadatkan hanya berisi 60 kg. Rumput laut
yang akan diekspor di bagian luar karungnya dituliskan nama barang (jenis), nama
kode perusahaan, nomor karung, berat bersih dan hasil Indonesia dengan jelas.
Pemberian keterangan ini hanya untuk memudahkan proses pengecekan dalam
pengiriman.
Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih
lanjut. Pada umumnya penanganan pascapanen rumput laut oleh petani hanya
sampai pada pengeringan saja. Hal ini terjadi karena di dalam negeri industri
pengolahan rumput laut menjadi karaginan atau karaginan semi murni belum
banyak berkembang. Sehingga harga jual rumput laut dari petani rumput laut
dipasaran rendah karena belum adanya diversifikasi produk. Rumput laut kering
masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi. Pengolahan ini kebanyakan
dilakukan oleh pabrik walaupun sebenarnya dapat juga oleh petani. Pengolahan
rumput laut menjadi bahan baku telah banyak dilakukan oleh petani. Hasil yang
diperoleh sesuai standar perdagangan ekspor. Untuk itu, akan lebih baik bila
diawasi oleh suatu perusahaan (Indriyani dan Suminarsih 2005).
Alkali Treated Cottonii Chip (ATC)
Proses pengolahan rumput laut menjadi ATC pada prinsipnya sangat
sederhana, yaitu dengan merebusnya dalam larutan KOH pada suhu 85oC selama
28
2-3 jam. Perbandingan jumlah air : larutan alkali : rumput laut yaitu 300 liter : 60
kg : 60 kg. Setelah pemasakan dilakukan lagi pencucian lanjutan. Pada proses
pencucian kedua dilakukan dengan menggunakan larutan kaporit untuk
memutihkan dan membunuh bakteri. Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan
menggunakan alat yang disebut copper machine dengan ukuran 2-3 cm. Rumput
laut yang sudah dipotong langsung diangkut ke tempat penjemuran/pengeringan.
Pada cuaca cerah, pengeringan dapat berlangsung 1-2 hari. Pengeringan
dilakukan dengan membolak-balikkan produk sesering mungkin agar seluruh
bagian rumput laut kering secara merata. Pengeringan dilakukan samapai kadar air
10 - 12 persen.
Semi Refined Carrageenan (SRC)
Proses SRC merupakan kelanjutan produk ATC chips. Caranya dengan
menghancurkan/ menepung produk chips menjadi tepung dengan ukuran 40-60
mesh, sesuai dengan permintan pasar. Produk SRC dapat digunakan dalam
industri makanan, minuman (food grade) maupun industri lainnya (non food
grade). Khusus untuk SRC flour food grade proses pengeringan diharuskan
menggunakan mesin pengering untuk mencegah kontaminasi dengan udara
terbuka.
Refine Carrageenan (RC) Selain semi refine, hasil olahan rumput laut karaginofit yaitu refine
carrageenan atau karaginan murni. Proses produksi untuk mendapatkan karaginan
murni melalui proses ekstraksi karaginan dari rumput laut. Ada dua metode proses
produksi karaginan, yaitu metode alkohol (alcohol method) dan metode tekan
(pressing method).
Biaya produksi pada proses pengolahan karaginan dengan metode alkohol
tinggi sehingga saat ini jarang digunakan dalam industri, kecuali untuk produksi
iota-karaginan. Pada saat ini, metode proses yang digunakan untuk produksi
kappa-karaginan yaitu metode tekan (pressing method), baik dengan atau tanpa
penambahan KCl. Metode ini hanya digunakan untuk produksi kappa-karaginan
dengan bahan baku Eucheuma cottonii.
Pemasaran Rumput Laut
Mulai tahun 2007, Indonesia merupakan negara pengekspor rumput laut
kering terbesar di dunia (37 persen), disusul oleh Cili (21 persen), Cina (13
persen), Peru (8 persen), Irlandia (6 persen), Filipina (5 persen), dan Islandia (2
persen) . Dari 2005-2008, ekspor rumput laut Indonesia terus meningkat, dengan
rata-rata pertumbuhan 14 persen per tahun (BPPT et al 2011). Hal tersebut dapat
dilihat pada Gambar 6.
29
Perkembangan impor rumput laut kering dunia yang meningkat
menunjukkan permintaan dunia meningkat. Namun negara pengimpor rumput laut
Indonesia cenderung memperketat persyaratan mutu produk yang diimpor ke
negaranya, sehubungan dengan isu food safety, khususnya pasar AS dan Uni
Eropa karena rumput laut Indonesia tidak memenuhi persyaratan ambang batas
mutu yang ditetapkan di Uni Eropa dan AS. Dengan demikian Indonesia dituntut
untuk lebih meningkatkan kualitas perikanannya. Tingginya kebutuhan negara-
negara lain akan rumput laut membuat Indonesia yang mempunyai produksi
rumput laut yang tinggi mempunyai peluang untuk meraih pangsa pasar luar
negeri. Namun ekspor DES Indonesia belum mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya jika melihat data yang ada.
Besarnya jumlah ekspor serta pangsa pasar rumput laut kering Indonesia di
dunia diduga dapat mempengaruhi harga rumput laut kering dunia. Negara utama
yang mengimpor DES adalah Cina. Dengan jumlah impor rumput laut sebesar 23
318 ton pada tahun 2007 dan meningkat 101 230 ton pada tahun 2011.
Selanjutnya negara lain yang mengimpor DES adalah Hongkong, Filipina, USA,
Spanyol, Republik Korea, Denmark serta Malaysia. Negara utama pengimpor
rumput laut seperti pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Jumlah ekspor rumput laut menurut negara tujuan pada tahun 2007 –
2011 (satuan Ton)
Negara Tujuan Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Cina 23 318 43 620 51 086 72 213 101 230
Filipina 10 878 12 414 6 701 12 512 10 404
Hongkong 20 890 2 835 2 323 5 252 6 402
USA 2 454 414 1 764 1 584 2 257
Spanyol 4 493 1 076 2 039 670 1 139
Korea 5 421 - 5 019 3 056 8 085
Denmark 2 098 1 849 577 1 661 667
Prancis 2 192 2 927 3 058 2 211 2 803
Negara lainnya 22 329 34 814 16 242 24 916 26 088
Total 94 073 99 949 94 003 123 075 159 075
Sumber : Statistik Kelautan dan Perikanan 2012 (diolah)
Gambar 6 Negara pengekspor rumput laut kering dunia
Sumber: Kemperin 2011
INDONESIA
37%
Chili; 21%
China; 13%
Peru , 8%
Lainnya, 8%
Irlandia, 6% Filipina,
5% Islandia,
2%
30
Dari Tabel 4 dapat terlihat bahwa ada tiga negara utama pengimpor DES
dengan permintaan terbesar selain negara lainnya yaitu Cina dengan jumlah impor
terbesar yaitu 101 230 ton pada tahun 2011 serta Hongkong dan Filipina dengan
masing-masing jumlah impor pada tahun 2011 yaitu 6 402 ton dan 10 404 ton,
sedangkan sisanya yaitu 26 088 ton adalah negara-negara lainnya.
Kebijakan Pemerintah Mengenai Rumput Laut
Salah satu keberhasilan budidaya rumput laut di suatu perairan baik yang
diusahakan oleh masyarakat ataupun pengusaha adalah sejauh mana kebijakan
pemerintah dapat mendorong dan mengembangkan budidaya rumput laut tersebut.
Pentingnya kebijakan pemerintah ini, karena menyangkut hal-hal yang berkaitan
dengan faktor-faktor teknis, ekonomis, sosial, dan lingkungan. Faktor teknis
misalnya, tentang perairan laut yang diizinkan untuk budidaya rumput laut,
ketersediaan bibit unggul, dan teknologi yang digunakan. Faktor ekonomi
mencakup aspek yang lebih luas, seperti penyediaan modal dan pemasaran hasil.
Sementara mengenai faktor lingkungan adalah terjaganya lingkungan perairan
laut, dari berbagai gangguan baik oleh kegiatan manusia maupun karena faktor
alam, di mana rumput laut dibudidayakan.
Kebijakan pemerintah pada umumnya bertujuan untuk mengefisiensikan
perekonomian, meningkatkan pemerataan kesejahteraan petani serta keberlanjutan
usaha. Instrumen-instrumen kebijakan dapat dikategorikan dalam berbagai
kebijakan seperti kebijakan harga, produk, produksi, teknologi, kelembagaan,
fiskal, moneter, pemasaran serta keuangan. Dalam merealisasikan tujuan-tujuan
tersebut maka pemerintah telah membentuk banyak peraturan yang terkait dengan
pangan, perikanan bahkan rumput laut secara langsung. Ada beberapa peraturan
pemerintah dengan instrumen kebijakan kelembagaan seperti pada UU No 20
tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah, PP No 25 tahun 2000
tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah
otonom, UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, Keppres No 165
tahun 2000 tentang tugas, fungsi dan wewenang Departemen Perikanan Dan
Kelautan, Keppres No 21 tahun 2007 tentang Dewan Kelautan Indonesia, Permen
KP No 39 tahun 2011 tentang organisasi dan tata kerja loka penelitian dan
pengembangan budidaya rumput laut, serta PP No 9 tahun 2013 tentang perusahan
umum (Perum) perikanan Indonesia. Sebagian besar tujuan dari instrumen
kebijakan kelembagaan tersebut adalah dalam upaya untuk efisiensi kerja dalam
tugas dan wewenang lembaga tersebut masing-masing.
Instrumen kebijakan dalam kategori kebijakan produksi yaitu seperti UU
No 31 tahun 2004 tentang perikanan, UU No 45 tahun 2009 tentang perubahan
UU No 31 tahun 2004, UU no 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan
hidup, UU No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil, PP No 54 tahun 2002 tentang usaha perikanan, serta PP No 60 tahun
2007 tentang konservasi sumber daya ikan. Instrumen kebijakan produksi ini
bertujuan agar keadaan lingkungan usaha perikanan dapat terjaga secara lestari
sehingga dalam pengusahaan perikanan dapat menjadi berkelanjutan secara terus
menerus.
Kebijakan keuangan merupakan modal dasar untuk menstimulus usaha
produksi maupun pemasaran perikanan menjadi lebih meningkat. Kebijakan ini
31
seperti tertuang pada beberapa peraturan pemerintah yaitu Keppres No 117 tahun
1999 tentang prosedur permohonan PMDM dan PMA, Permen KP No 50 tahun
2011 tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi khusus bidang kelautan
dan perikanan tahun 2012, serta Permen KP No 33 tahun 2012 tentang petunjuk
teknis alokasi khusus bidang kelautan dan perikanan tahun 2013. Kebijakan
keuangan ini bertujuan untuk mendorong percepatan pembanguna perikanan pada
umumnya sehingga akan terjadi pemerataan kesejahteraan pelaku usaha
perikanan.
Serta ada kebijakan pemerintah yang dibuat untuk tujuan efisiensi seperti
kebijakan strategis yang terdapat dalam Kepmen KP No 7 tahun 2013 tentang peta
jalan (Road Map) industrialisasi kelautan dan perikanan, Permen KP No 15 tahun
2012 tentang rencana strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-
2014, serta Permen KP No 27 tahun 2012 tentang pedoman umum industrialisasi
kelautan dan perikanan. Kebijakan produk pun tidak lupa dibuat guna melindungi
kepentingan konsumen sebagai pengguna produk seperti terdapat dalam Kepmen
KP No 01 tahun 2002 tentang sistem manajemen mutu terpadu hasil perikanan.
Rincian peraturan pemerintah yang berhubungan dengan perikanan khususnya
untuk komoditi rumput laut dapat dilihat pada Lampiran 1.
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pendugaan Model
Model persamaan simultan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia ini terdiri dari enam persamaan
struktural dan dua persamaan identitas. Model dianalisis dengan menggunakan
data time series dari tahun 1989 sampai tahun 2011 merupakan data sekunder
yang diperoleh dari berbagai sumber serta telah diolah. Pendugaan model ekspor
rumput laut Indonesia memberikan hasil dugaan yang cukup baik secara ekonomi,
statistika dan ekonometri. Hampir semua variabel eksogen yang dimasukan dalam
persamaan struktural mempunyai parameter dugaan yang tandanya sesuai dengan
teori pendukung meskipun pengaruhnya ada yang kurang signifikan pada tingkat
kepercayaan 51 sampai 99 persen. Beberapa variabel penjelas yang parameter
dugaannya tidak sesuai dengan harapan dapat dijelaskan secara logis dan sesuai
dengan keadaan nyata di lapangan. Nilai koefeisien determinasi (R2) hasil
pendugaan model menunjukan bahwa nilainya berkisar antara 0.51 sampai 0.99,
sehingga secara umum variabel-variabel endogennya dapat dijelaskan secara baik.
Oleh karena itu hasil pendugaan model cukup representatif untuk menggambarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia. Hasil pengolahan
data faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara
lengkap di sajikan pada sub bab berikut.
Pembahasan Hasil Pendugaan Model
Model pada penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut
Indonesia terdiri dari enam persamaan struktural yaitu persamaan produksi rumput
32
laut Indonesia, persamaan permintaan domestik, persamaan ekspor Filipina,
persamaan ekspor Cina, persamaan ekspor Hongkong serta persamaan harga
rumput laut domestik . Selain itu terdapat persamaan ekspor rumput laut Indonesia
yang merupakan selisih antara produksi rumput laut Indonesia dengan permintaan
rumput laut domestik sebagai persamaan identitas.
Produksi Rumput Laut Indonesia
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
rumput laut Indonesia disajikan pada Tabel 5. Hasil pendugaan parameter pada
persamaan produksi rumput laut Indonesia dijelaskan oleh variabel jumlah
pembudidaya, harga rumput laut domestik, anggaran KKP, harga rumput laut
dunia, permintaan rumput laut domestik, jumlah produksi rumput laut tahun lalu
serta tren dapat menjelaskan produksi rumput laut Indonesia sebesar 99 persen.
Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan namun ada beberapa
parameter yang kurang respon terhadap perubahan peubah penjelasnya.
Tabel 5 Hasil pendugaan parameter produksi rumput laut Persamaan/peubah Notasi Koefisien Prob
Produksi rumput laut Indonesia QRt
Intersept - 56960000000 0.0720*
Jumlah pembudidaya tahun sebelumnya TKt-1 1286 0.2650
Harga rumput laut domestik PRLDt 9451 0.6986
Anggaran KKP APPt 0.0031 0.0002***
Produksi rumput laut domestik tahun sebelumnya QRt-1 0.5719 0.0062***
Tren Tren 28830000 0.0715*
Harga rumput laut dunia PXt 289710000 0.1594
Adjusted R-squared R2-adj = 0.99
Stat durbin watson DW = 2.07
F value F-val = 453.51 *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen
** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen
* = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Variabel anggaran KKP (APPt) dan produksi rumput laut tahun sebelumnya
(QRt-1) signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen. Sedangkan variabel tren
(Tren) signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen. Hasil pendugaan
menunjukan bahwa pada variabel anggaran KKP berpengaruh positif dimana
setiap peningkatan satu juta rupiah anggaran maka diduga akan menaikan
produksi rumput laut domestik sebesar 3 164 kg. Sebaliknya jika anggaran KKP
menurun maka diduga produksi rumput laut domestik menurun. Hal ini sesuai
dengan penelitian Zulham et al, 2007 mengenai Assessment Klaster Perikanan
(Studi Pengembangan Klaster Rumput Laut Kabupaten Sumenep) yang
menyatakan bahwa dalam peningkatan produksi rumput laut diperlukan
pengklusteran bisnis rumput laut, dimana pembentukan kluster ini secara umum
memanfaatkan kemudahan atau fasilitas yang disediakan pemerintah. Kemudahan
fasilitas pemerintah tersebut seperti kemudahan mendapatkan akses hasil inovasi
baru yang dapat cepat diadopsi serta pembiayaan dari lembaga keuangan
pemerintahan. Oleh sebab itu kebutuhan akan anggaran pemerintah sangat
diperlukan untuk peningkatan produksi rumput laut seperti yang telah
diprioritaskan pemerintah. Sedangkan menurut Zulham dan Aprilliani 2007
33
dalam hasil penelitiannya yang berjudul Struktur Bisnis Rumput Laut Gorontalo
menyatakan bahwa pemerintah pun dalam jangka panjang mendorong produksi
rumput laut domestik dengan pemberian insentif kepada pedagang besar atau
industri produk lanjutan rumput laut berupa Semi Refined Carageenan (SRC).
Produksi rumput laut tahun sebelumnya juga berpengaruh positif terhadap
produksi rumput laut domestik saat ini yaitu jika produksi tahun sebelumnya
meningkat sebesar satu kg maka akan meningkatkan produksi rumput laut tahun
ini sebesar 0.5 kg. Begitu pula sebalikya jika produksi rumput laut tahun
sebelumnya menurun maka akan menurunkan produksi rumput laut tahun ini. Hal
ini diperkirakan karena adanya faktor penyakit ice-ice yang sering menyerang
rumput laut, seperti dijelaskan pada penelitian Santoso dan Nugraha 2008
Mengenai Pengendalian Penyakit Ice-Ice Untuk Meningkatkan Produksi Riumput
Laut Indonesia. Dimana terjadinya pneyebaran penyakit ice-ice ini bersifat
musiman dan menyebar. Oleh sebab itu maka kecenderungan produksi rumput
laut tahun sebelumnya berpengaruh pada produksi rumput laut saat ini. Begitu
pula dengan variabel tren yang berpengaruh positif terhadap produksi rumput laut
domestik. Yaitu semakin bertambahnya tahun maka jumlah produksi rumput laut
domestik semakin meningkat pula rata – rata per tahunya sejumlah 28 830 ton.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yaitu perkembangan jumlah dan nilai ekspor
rumput laut Indonesia tahun 2005-2010 dimana jumlah produksi rumput laut dari
taun 2005-2010 memperlihatkan peningkatan rata-rata sebesar 31.2 persen.
Peningkatan ini mengindikasikan bahwa pembudidaya merespon tren produksi
yang positif. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap
mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi cateris paribus.
Permintaan Rumput Laut Domestik
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
rumput laut domestik disajikan pada Tabel 6. Hasil pendugaan parameter pada
persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga rumput laut
domestik tahun sebelumnya, pendapatan nasional (GDP riil Indonesia), jumlah
penduduk Indonesia, permintaan rumput laut tahun sebelumnya dan produksi
rumput laut domestik dapat menjelaskan permintaan rumput laut domestik sebesar
49 persen.
Tabel 6 Hasil pendugaan parameter permintaan rumput laut domestik Persamaan/peubah Notasi Koefisien Prob
Permintaan rumput laut domestik QDt
Intersept - -1576140 0.1074
Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya PRLDt-1 8.3355 0.8561
Pendapatan domestik riil Indonesia GDPIDt 172 0.3560
Jumlah penduduk Indonesia POPIDt 0.0083 0.1000*
Permintaan rumput laut domestik tahun sebelumnya QDt-1 0.0497 0.8539
Harga karageenan PATC 80147 0.0500**
Adjusted R-squared R2-adj = 0.49
Stat durbin watson DW = 1.945
F value F-val = 5.11 *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen
** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen
* = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
34
Hasil pendugaan menunjukan bahwa jumlah penduduk Indonesia
berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan rumput laut domestik pada
tingkat kepercayaan 90 persen serta harga karageenan pun berpengaruh secara
nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Semakin bertambahnya penduduk
Indonesia diduga memliki kecenderungan meningkatkan konsumsi produk olahan
rumput laut. Seiring dengan hal tersebut, harga karagenan sebagai produk
lanjutan rumput laut semakin meningkat sehingga membuat jumlah populasi
penduduk Indonesia dan harga karagenan berpengaruh signifikan terhadap
permintaan rumput laut domestik.
Variabel jumlah penduduk Indonesia diketahui berpengaruh positif terhadap
permintaan rumput laut domestik. Yaitu jika terjadi peningkatan sebesar satu
orang jumlah penduduk Indonesia maka diduga akan meningkatkan jumlah
permintaan rumput laut domestik sebesar 0.008 kg. Sebaliknya jika terjadi
penurunan jumlah penduduk maka diduga akan menurunkan jumlah permintaan
rumput laut domestik. Variabel jumlah penduduk Indonesia ini diasumsikan
sebagai konsumen dalam mengkonsumsi produk rumput laut domestik itu sendiri.
Dari hasil pendugaan tersebut dikeahui bahwa jumlah penduduk Indonesia secara
signifikan mempengaruhi permintaan rumput laut domestik.
Sedangkan untuk variabel harga karageenan pun berpengaruh positif
terhadap permintaan rumput laut domestik. Yaitu jika terjadi peningkatan harga
karageenan sebesar satu USD maka akan meningkatkan permintaan domestik
sebesar 80 ton. Sebaliknya jika harga karageenan menurun maka akan
menurunkan permintaan rumput laut domestik. Menurut Boediono 1992,
permintaan akan input itu sama dengan Value of Marginal Product (VMPx) yang
merupakan perkalian harga output yang dalam hal ini adalah harga karageenan
dengan Marginal Price Product x (MPPx). Oleh sebab itu permintaan dan harga
karagenaan berbanding lurus. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku
dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi
cateris paribus.
Harga Rumput Laut Domestik
Tabel 7 Hasil pendugaan parameter harga rumput laut domestik Persamaan/peubah Notasi Koefisien Prob
Harga rumput laut domestik PRLDt
Intersept - -5649 0.9887
Produksi rumput laut domestik QRt -0.0000 0.2163
Harga rumput laut dunia PX 331.8818 0.8628
Permintaan rumput laut domestik QDRt 0.001744 0.2108
Nilai tukar riil Rupiah terhadap US Dolar ErriilIDt -0.0031 0.9912
Harga karageenan PCt 219.2920 0.3293
Harga rumput laut domestikt tahun sebelumnya PRLDt-1 0.4952 0.0394**
Adjusted R-squared R2 adj = 0.34
Stat durbin watson DW = 2.06
F value F-val = 2.58 *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen
** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen
* = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
35
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi harga rumput
laut domestik disajikan pada Tabel 7. Hasil pendugaan parmeter pada persamaan
harga rumput laut domestik dijelaskan oleh variabel produksi rumput laut
domestik, harga rumput laut internasional dan permintaan rumput laut domestik
yang dapat menjelaskan permintaan rumput laut domestik sebesar 34.5 persen.
Hasil pendugaan menunjukan bahwa harga rumput laut domestik pada tahun
sebelumya memiliki pengaruh yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95
persen.Variabel harga rumput laut domestik pada tahun sebelumnya berpengaruh
positif terhadap rumput laut domestik saat ini. Yaitu jika harga rumput laut
domestik tahun sebelumnya meningkat sebesar satu rupiah maka akan
meningkatkan harga rumput laut domestik saat ini sebesar 0.04 rupiah. Variabel
harga rumput laut pada tahun sebelumnya merupakan rujukan untuk harga rumput
laut pada saat sekarang. Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan
tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor lainnya memenuhi asumsi catersi
paribus.
Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Filipina
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi ekspor
rumput laut Indonesia ke Filipina disajikan pada Tabel 8. Hasil pendugaan
parameter pada persamaan ekspor rumput laut Indonesia ke Filipina dijelaskan
oleh variabel harga rumput laut Filipina , harga rumput laut Cili sebagi harga
rumput laut kompetitor Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap peso Filipina, GDP
riil Filipina, populasi penduduk Filipina dan tarif yang dikenakan terhadap rumput
laut Indonesia dapat menjelaskan permintaan ekspor ke Filipina seebesar 76
persen. Semua arah dan besaran parameter sesuai dengan harapan.
Tabel 8 Hasil pendugaan ekspor rumput laut Indonesia ke Filipina Persamaan/peubah Notasi Koefisien Prob Ekspor rumput laut ke Filipina XRFilt Intersept - -23780000 0.2364 Harga rumput laut Filipina PRFilt 1271224 0.6040 Harga rumput laut Cili PCilt 675848 0.5848 Nilai tukar riil Rupiah terhadap Peso Filipina ErFt -5.316802 0.2832 Pendapatan Domestik riil Filipina GDPFilt 3806.58 0.4827 Jumlah penduduk Filipina POPFilt 0.3348 0.1625 Tarif yang berlaku di negara Filipina TRFFilt -170468 0.6465 Ekspor rumput laut ke Filipina tahun sebelumnya LXRFilt 0.0665 0.9790 Harga rumput laut dunia PXt 2000161 0.7142 Harga rumput laut domestik tahun sebelumnya LPRLDt -880.98 0.0986
*
Adjusted R-squared R2 adj = 0.77 Stat durbin watson DW = 1.97 F value F-val = 8.91
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen
* = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Menurut Santoso dan Nugraha 2007, hal ini dikarenakan resiko budidaya
rumput laut yang terjadi di Filipina telah menimbulka kerugian yang cukup besar.
Resiko ini diakibatkan oleh adanya serangan penyakit ice-ice yang pertama kali
menyerang Filipina pada tahun 1974. Sehingga untuk menghindari resiko
36
kerugian tersebut maka Filipina berusaha mengimpor rumput laut kering itu dari
Indonesia. Dengan memperhitungkan harga rumput laut Indonesia pada tahun
sebelumnya sehingga di dapat nilai keuntungan yang akan diperoleh Filipina
setelah pengolahan lanjutan rumput laut tersebut. Semua hasil pendugaan
parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-faktor
lainya memenuhi asumsi cateris paribus.
Ekspor Rumput Laut Indonesia ke Cina Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
rumput laut Indonesia ke Cina disajikan pada Tabel 9. Hasil pendugaan
parameter pada persamaan ekspor rumput laut Indonesia ke Cina dijelaskan oleh
variabel harga rumput laut Cina, harga eksportir kompetitor yaitu negara Cili, nilai
tukar rupiah terhadap yuan Cina, pendapatan nasional riil Cina (GDP riil Cina),
jumlah penduduk Cina serta tarif impor rumput laut yang diberlakukan Cina
terhadap Indonesia, harga rumput laut dunia serta harga rumput laut domestik
dapat menjelaskan ekspor rumput laut Indonesia ke Cina sebesar 95.81 persen.
Semua arah dan parameter sesuai dengan harapan. Hasil pendugaan menunjukan
bahwa pendapatan domestik Cina berpengaruh secara signifikan pada ekspor
rumput laut Indonesia ke Cina dengan tingkat kepercayaan 90 persen.
Tabel 9 Hasil pendugaan ekspor rumput laut Indonesia ke Cina Persamaan/peubah Notasi Koefisien Prob
Ekspor rumput laut Cina XRCt
Intersept - -236800000 0.6158
Harga rumput laut Cina PRCt 3641851 0.7693 Harga rumput laut Cili PCilt 3107202 0.4341
Nilai tukar riil Rupiah terhadap Yuan Cina ErCt -6.9938 0.9766 Pendapatan Domestik riil Cina GDPCt 17099.54 0.0550
*
Jumlah penduduk Cina POPCt 4.7064 0.4567 Tarif yang berlaku di negara Cina TRFCt -854696 0.2041 Ekspor rumput laut ke Cina tahun sebelumnya LXRCt -0.1857 0.6476 Jumlah penduduk Cina tahun sebelumnya LPOPCt -4.5507 0.4484 Harga rumput laut dunia PXt 2485229 0.8542 Harga rumput laut domestik PRLDt -954.87 0.5064
Adjusted R-squared R2- adj = 0.95
Stat durbin watson DW = 1.75 F value F-val = 42.60
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen
** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen
* = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Vaiabel pendapatan nasioanal riil Cina berpengaruh positif terhadap ekspor
rumput laut Indonesia ke Cina. Peningkatan pendapatan nasional riil Cina sebesar
satu USD diduga akan meningkatkan ekspor rumput laut Indonesia ke Cina
sebesar 17 ton. Sebaliknya penurunan pendapatan nasional riil Cina diduga akan
menurunkan jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke Cina. Menurut Yusuf dan
Tajerin 2008, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor rumput laut
Indonesia di pasar Internasional salah satunya adalah pendapatan nasional negara
mitra dagang kita yang dalam hal ini adalah salah satunya negara Cina. Dalam
37
ekspor rumput laut Indonesia ke Cina, pendapatan nasional Cina diketahui
berpengaruh positif terhadap jumlah ekspor rumput laut kita ke negaraa tersebut.
Semua hasil pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan
bahwa faktor-faktor lainya memenuhi asumsi cateris paribus.
Ekspor Rumput Laut Indonesia Ke Hongkong
Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi ekspor
rumput laut Indonesia ke Hongkong dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pendugaan
parameter pada persamaan permintaan domestik dijelaskan oleh variabel harga
rumput laut Indonesia di pasar Hongkong, harga eksportir kompetitor yaitu harga
Cili, nilai tukar rupiah terhadap dolar Hongkong, pendapatan nasional riil
Hongkong, jumlah penduduk Hongkong serta tarif yang dikenakan terhadap
rumput laut Indonesia di pasar Hongkong, dapat menjelaskan permintaan ekspor
Hongkong sebesar 57 persen. Hasil pendugaan parameter menunjukan bahwa
variabel tarif impor serta ekspor rumput laut ke Hongkong pada tahun sebelumnya
berpengaruh signifikan pada ekspor rumput laut ke Hongkong dengan tingkat
kepercayaan 90 persen. Sedangkan harga rumput laut dunia berpengaruh
signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Tabel 10 Hasil pendugaan parameter ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong Persamaan/peubah Notasi Koefisien Prob
Ekspor rumput laut Hongkong XRHkt
Intersept - -36190000 0.4420
Harga rumput laut Hongkong PRHkt 982929 0.6885 Harga rumput laut Cili PCilt 884568.9 0.6527
Nilai tukar riil Rp terhadap HKD ErriilHkt -1417.71 0.8364 Pendapatan Domestik riil Hongkong GDPHkt 641.1579 0.4676 Jumlah penduduk Hongkong POPHkt 10.8687 0.2440 Tarif yang berlaku di negara Hongkong TRFHkt -356024 0.1000
*
Ekspor rumput laut ke Hongkong tahun sebelumnya LXRHkt 0.3899 0.0885 *
Pendapatan domestik riil Hongkong tahun sebelumnya LGDPHKt -1324.48 0.1768 Harga rumput laut dunia PXt 13730000 0.0211
* *
Harga rumput laut domestik PRLDt -175.99 0.8342
Adjusted R-squared R2 adj = 0.57 Stat durbin watson DW = 2.20 F value F-val = 3.89
*** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 persen
** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 persen
* = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen
Kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh pemerintah Hongkong yang
dalam hal ini adalah kebijakan tarif impor rumput laut dari Indonesia berpengaruh
negatif terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong. Yaitu apabila tarif
impor rumput laut dari Indonesia dinaikan sebesar satu persen maka akan
menurunkan jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong sebesar 356 ton.
Sebaliknya apabila tarif impor rumput laut Hongkong dari Indonesia diturunkan
maka akan meningkatkan pula jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke
Hongkong. Hal ini sesuai dengan teori kebijakan tarif yang dijelaskan oleh
Halwani 2002, yaitu penerapan kebijkan tarif impor yang dalam hal ini
38
diberlakukan secara ketat oleh negara Hongkong akan berakibat pada peningkatan
harga barang impor dan ujung-ujungnya akan mengurangi jumlah impor produk
tersebut dikarenakan terlalu mahalnya produk tersebut di negara Hongkong.
Sedangkan variabel ekspor rumput laut ke Hongkong pada tahun sebelumya
diketahui berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut ke Hongkong. Yaitu
jika terjadi peningkatan ekspor ke Hongkong pada tahun sebelumnya sebesar satu
kg maka akan meningkatkan ekspor rumput laut ke Hongkong sebesar 0.3889 kg.
Sebaliknya jika terjadi penurunan ekspor ke Hongkong pada tahun sebelumnya
maka akan menurunkan pula ekspor ke Hongkong. Hal ini sesuai dengan Yusuf
dan Tajerin 2008 yang menjelaskan bahwa peubah utama yang memberikan
pengaruh dominan terhadap ekspor rumput laut Indonesia ke pasar internasional
adalah variabel ekspor rumput laut tahun sebelumnya. Begitu pula salah satu
variabel yang berpengaruh pada jumlah ekspor rumput laut Indonesia ke pasar
internasional adalah harga rumput laut di pasar internasional. Hal tersebut sesuai
pula dengan pendugaan parameter ekspor rumput laut Indonesia ke Hongkong.
Yaitu harga rumput laut dunia berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut
Indonesia ke Hongkong. Yaitu jika harga rumput laut dunia meningkat sebesar
satu USD maka akan menurun ekspor rumput laut ke Hongkong sebesar 1 373
ton. Sebaliknya jika harga rumput laut dunia turun maka akan meningkatkan
ekspor rumput laut ke Hongkong. Sedangkan harga rumput laut domestik
berpengaruh negatif terhadap ekspor ke Hongkong. Yaitu jika harga rumput laut
domestik meningkat sebesar satu rupiah maka akan menurunkan ekspor ke
Hongkong sebesar 175 kg. Sebaliknya jika harga rumput laut domestik menurun
maka akan meningkatkan ekspor rumput laut ke Hongkong. Semua hasil
pendugaan parameter di atas berlaku dengan tetap mempertahankan bahwa faktor-
faktor lainya memenuhi asumsi cateris paribus.
Validasi Model
Validasi model merupakan tahapan yang digunakan untuk mengetahui
apakah model cukup valid untuk selanjutnya dilakukan simulasi alternatif
kebijakan. Validasi model dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis sejauh
mana model hasil penelitian dapat mewakili dunia nyata. Kriteria statistik untuk
validasi nilai pendugaan model ekonometrika menggunakan beberapa indikator,
dalam penelitian ini yang digunakan adalah Root Mean Square Percent Error
(RMSPE) untuk mengukur seberapa dekat nilai masing-masing peubah endogen
hasil pendugaan mengikuti nilai data aktualnya pada periode pengamatan. Selain
RMPSE digunakan Theils inquality coefficient (U) yang idealnya mendekati nol
karena jika nilanya satu maka model dapat dikatakan naif. Validasi model faktor-
faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia dilakukan dengan
simulasi dasar (baseline) untuk periode sampel pengamatan penelitian tahun
1989-2011 terhadap nilai aktualnya. Hasil validasi model faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia secara lengkap disajikan pada Tabel
11.
Hasil validasi model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut
Indonesia, seperti yang disajikan pada Tabel 11 memperlihatkan dari seluruh
persamaan, terdapat tiga persamaan memiliki nilai RMSPE di bawah 50 persen.
Artinya nilai prediksi masih dapat mengikuti kecenderungan data historisnya
39
dengan baik. Dan secara umum semua persamaan (50 persen) memiliki nilai U
Theil mendekati 0 sehingga dapat diartikan simulasi model yang digunakan pada
analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia mengikuti
data aktualnya dengan baik sehingga dapat dilakukan simulasi pada tahap
selanjutnya.
Tabel 11 Hasil validasi model faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor rumput
laut Indonesia No. Peubah Notasi Durbin
watson
statistik
RMPSE U R2
1 Produksi rumput laut Indonesia QRt 2.07 44.3366 0.0296 0.99 2 Permintaan rumput laut domestik QDRt 1.94 252.2 0.2165 0.61 3 Harga rumput laut domestik PRLDt 2.06 56.6801 0.2071 0.56 4 Permintaan ekspor rumput laut
Indonesia ke Filipina XRFt 1.95 0 0.1448
0.86
5 Permintaan ekpor rumput laut
Indonesia ke Cina XRCt 1.75 0 0.0682
0.97
6 Permintaan ekspor rumput laut
Indonesia ke Hongkong XRHKt 2.20 116.1 0.1490
0.77
Tingkat autokorelasi dapat dilihat dari statistik Durbin-Watson yang pada
penelitian ini bernilai 1.75 - 2.20. Hal ini menunjukan bahwa model faktor-faktor
yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia tidak memiliki autokorelasi.
Masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik timbul apabila nilai dari
statistik Durbin-Watson berada dibawah 1.25 dan diatas 2.75.
Hasil dan Pembahasan Simulasi Model
Untuk melihat dampak perubahan kebijakan maupun fenomena yang ada
saat ini terhadap peubah-peubah endogen dalam sistem persamaan dilakukan
beberapa simulasi perubahan variabel eksogen karena perubahan tersebut dapat
menimbulkan dampak positif maupun negatif atau bahkan mungkin tidak
membawa dampak sama sekali terhadap masing-masing peubah endogen.
Evaluasi perubahan dilakukan untuk membandingkan dampak yang ditimbulkan
dalam ekspor rumput laut Indonesia.
Simulasi kebijakan yang dilakukan pada model faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia adalah: (1) dampak peningkatan
anggaran KKP sebesar 50 persen, (2) dampak kebijakan penurunan jumlah ekspor
rumput laut sebesar 50 persen
Dampak Kebijakan Peningkatan Anggaran KKP Sebesar 50 Persen
Skenario peningkatan anggaran program pengembangan rumput laut dari
Kementerian Kelautan Perikanan. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai
penghasil produk perikanan terbesar di Asia pada tahun 2015. Menurut Kepmen
KP No 7 tahun 2013 tentang Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan
Perikanan yaitu dalam pengembangan komoditas dan produk unggulan
bErrorientasi pasar yang dalam hal ini adalah rumput laut maka diperlukan
40
peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas komoditas serta bahan baku.
Oleh sebab itu target volume produksi rumput laut pada tahun selanjutnya adalah
1 182 160 ton. Jadi untuk dapat memenuhi target tersebut maka diharapkan KKP
kedepannya dapat meningkatkan 50 persen anggaran program pengembangan
rumput laut nasional.Kebijakan pemerintah ini disimulasikan dengan
meningkatkan anggaran Kementerian Kelautan Perikanan sebesar 50 persen
dipandang cukup relevan untuk melihat bagaimana dampak peningkatan anggaran
terhadap produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik. Hasil simulasi
disajikan pada Tabel 12.
Peningkatan anggaran KKP sebesar 50 persen akan berpengaruh
meningkatkan produksi rumput laut domestik sebesar 32 persen. Hal ini
dikarenakan dalam proses budidaya rumput laut, nelayan perlu adanya bantuan
modal dalam memulai usahanya. Budidaya rumput laut biasanya hanya menjadi
usaha sampingan bagi nelayan-nelayan pesisir sehingga dalam memulai usaha
rumput laut nelayan sudah kekurangan modal karena habis untuk biaya melaut.
Oleh karena itu stimulan modal usaha perlu diberikan untuk nelayan-nelayan
tersebut dalam rangka meningkatka kesejahteraan nelayan-nelayan pesisir.
Tabel 12 Perubahan nilai rata-rata simulasi kenaikan anggaran KKP 50 persen
Peubah Notasi Satuan Nilai
dasar
Nilai simulasi
kebijakan
Perubahan
(Persen)
Produksi rumput
laut Indonesia
QR Ton 894 010 1 180 100 32
Permintaan
rumput laut
domestik
QD Ton 356 357
-0.0291
Harga rumput laut
domestik
PRLD Rp 2 089 1 897
-9.2397
Ekspor rumput
laut Indonesia ke
Filipina
XRF Ton 4 397
4 398 -0.0004
Ekpor rumput laut
Indonesia ke Cina
XRC Ton 16 672 16 778
0.6338
Ekspor rumput
laut Indonesia ke
Hongkong
XRHK Ton 5 811 5 845
0.5644
Ekspor rumput laut total domestik pun meningkat sebesar 65.4 persen
dengan simulasi peningkatan anggaran KKP sebesar 50 persen, dimana ekspor
rumput laut ke negara tujuan utama seperti Cina dan Hongkong masing-masing
meningkat sebesar 1.87 dan 0.96 persen. Sedangkan jumlah ekspor rumput laut
Indonesia ke Filipina diduga akan tetap. Hal ini dikarenakan diasumsikan bahwa
ekspor rumput laut total adalah sisa dari produksi rumput laut domestik dengan
permintaan rumput laut domestik. Sedangkan permintaan rumput laut domestik
meningkat sebesar 11.2 persen dan harga rumput laut domestik akan turun sebesar
15.5 persen. Penurunan harga rumput laut domestik telah sesuai dengan hukum
41
permintaan yaitu dimana jika jumlah produksi rumput laut meningkat maka
harga rumput laut akan menurun.
Dampak Penurunan Jumlah Ekspor Rumput Laut Sebesar 50 Persen
Skenario penurunan jumlah ekspor rumput laut terkait kuota perdagangan
ekspor rumput laut. Melalui kuota perdagangan ekspor, pemerintah melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana untuk membatasi 50 persen
produski rumput laut yang dapat diekspor ke luar negeri pada saat industri
pengolahan dalam negeri telah berkembang. Hasil simulasi disajikan pada Tabel
13.
Tabel 13 Perubahan nilai rata-rata simulasi dampak penurunan jumlah ekspor
rumput laut sebesar 50 persen
Peubah Notasi Satuan Nilai
dasar
Nilai simulasi
kebijakan
Perubahan
(Persen)
Produksi rumput
laut Indonesia
QR Ton 894 010 904 020
1.1
Simulasi kebijakan dalam membatasi 50 persen jumlah ekspor rumput laut
domestik akan berpengaruh besar pada jumlah ekspor rumput laut domestik ke
negara-negara tujuan utama. Pembatasan 50 persen jumlah ekspor tersebut akan
berpengaruh pada penurunan 50 persen ekspor rumput laut domestik ke Filipina,
Cina dan Hongkong. Sedangkan produksi rumput laut domestik akan bertambah
hanya sebesar 1.1 persen. Serta variabel yang lainnya seperti permintaan rumput
laut domestik, harga rumput laut domestik dan ekspor rumput laut total tidak
mengalami perubahan yang berarti.
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:
1. Peningkatan produksi rumput laut Indonesia telah mulai meningkat seiring
dengan meningkatnya kebutuhan dan permintaan rumput laut dari berbagai
negara di dunia yaitu 31 persen dalam periode 5 tahun (2007-2011).
Provinsi penghasil rumput laut terbesar periode 2007-2011 adalah provinsi
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan NTT dengan hasil produksi rata-
rata pertahun periode 2007-2011 yaitu 961 066, 535 618 dan 484 864
(dalam ton). Subsistem agribisnis yang berkembang lebih baik adalah
usahatani karena dalam proses budidayanya rumput laut dapat hidup
dengan baik pada karakteristik lahan budidaya yang ada di berbagai
kawasan pantai tropis di Indonesia. Akan tetapi pada subsistem hilir
dimana pengolahan lanjutan rumput laut menjadi produk turunan atau
sebagai bahan baku produk lanjutannya menghadapi masalah yang berarti
yaitu dengan kurangnya teknologi pengolahan produk rumput laut menjadi
produk turunan dan bahan baku lanjutannya. Hal ini mengakibatkan
42
Indonesia hanya mampu mengekspor banyak rumput laut kering serta
sedikit produk turunan dan bahan baku lanjutannya. Kualitas produk
turunan dan bahan baku lanjutan rumput laut Indonesia dianggap kurang
memenuhi syarat negara-negara pengimpor. Rumput laut akan bernilai
ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada umumnya
penanganan pascapanen rumput laut oleh petani hanya sampai pada
pengeringan saja. Hal ini terjadi karena di dalam negeri industri
pengolahan rumput laut menjadi karaginan atau karaginan semi murni
belum banyak berkembang. Sehingga harga jual rumput laut dari petani
rumput laut dipasaran rendah karena belum adanya diversifikasi produk.
Rumput laut kering masih merupakan bahan baku dan harus diolah lagi.
Pengolahan ini kebanyakan dilakukan oleh pabrik walaupun sebenarnya
dapat juga oleh petani.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi rumput laut Indonesia secara
signifikan adalah anggaran Kementerian Kelautan Perikanan, harga
rumput laut dunia serta tren. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
rumput laut domestik secara signifikan adalah jumlah penduduk Indonesia
serta harga karageenan. Dan harga rumput laut domestik dipengaruhi
secara signifikan oleh harga rumput laut domestik pada tahun sebelumnya.
3. Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor rumput laut Indonesia di pasar
internasional dianalisis dengan melihat karakteristik permintaan ekspor
tiga negara pengimpor terbesar yaitu Filipina, Cina dan Hongkong. Faktor
yang secara signifikan berpengaruh pada ekspor rumput laut ke Filipina
adalah harga rumput laut domestik pada tahun sebelumnya. Sedangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor ke Cina adalah pendapatan
nasioanal Cina serta untuk faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
rumput laut ke Hongkong adalah harga rumput laut domestik tahun
sebelumnya, tarif impor yang diberlakukan oleh Hongkong dan harga
rumput laut dunia.
4. Produksi, permintaan dan harga rumput laut domestik ternyata dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah Indonesia. Kebijakan yang dilakukan oleh KKP
RI dalam mendorong produksi rumput laut domestik serta peningkatan
ekspor perlu terus dilakukan, sebagai langkah konkretnya dengan
peningkatan anggaran pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan
Perikanan dalam merangsang pertumbuhan kesejahteraan masyarakat
pesisir baik dengan bantuan permodalan maupun bantuan kapal-kapal
nelayan. Begitu pula dengan teknologi-teknologi tepat guna dalam
meningkatkan kualitas dan nilai tambahan rumput laut domestik. Oleh
sebab itu, untuk mencapai target volume produksi rumput laut pada tahun
selanjutnya sebesar 1 182 160 ton sesuai Kepmen KP No 7 tahun 2013
tentang Peta Jalan (Road Map) Industrialisasi Kelautan dan Perikanan .
maka perlu adanya peningkatan 50 persen anggaran program
pengembangan rumput laut nasional.
Saran
1. Hendaknya pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan
bekerjasama dengan masyarakat pesisir dapat terus mengoptimalisasikan
43
potensi sumberdaya pesisir yang melimpah di wilayah Indonesia ini.
Dengan adanya program pengembanganan rumput laut pada masyarakat
daerah pesisir maka diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir.
2. Produksi rumput laut Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh
anggaran Kementerian Kelautan Perikanan karena untuk melakukan usaha
produksi rumput laut diperlukan modal, sehingga anggaran tersebut akan
sangat memengaruhi keputusan para pelaku usaha produksi rumput laut.
Untuk mempertahankan produksi agar tetap stabil bahkan meningkat,
maka diharapkan Kementerian Kelautan Perikanan dapat memberikan
bantuan modal serta sarana dan prasarana produksi yang tepat guna.
Masyarakat pesisir yang pada umumnya adalah bekerja pula sebagai
nelayan mengharapkan bantuan bukan hanya hanya dalam permodalan
saja tapi juga dari penyuluhan, pelatihan, teknologi, pasca panen,
pengolahan serta pemasarannya. Oleh karena itu anggaran Kementerian
kelautan dan Perikanan besar pengaruhnya dalam perkembangan produksi
rumput laut di tingkat masyarakat pesisir.
3. Kebijakan pemerintah dalam mendukung perdagangan internasional
rumput laut Indonesia perlu diimbangi dengan kebijakan dalam
meningkatkan produksi rumput laut Indonesia, agar peningkatan
permintaan ekspor dari negara-negara di pasar internasional dapat
dipenuhi tanpa meningkatkan harga rumput laut domestik yang akan
mengurangi konsumsi rumput laut domestik karena mahalnya rumput laut
di pasar domestik. Perlu diingat pula peningkatan produksi yang perlu
dilakukan bukan hanya cukup sekedar dari sisi meningkatkan jumlah
produksi rumput laut, namun sebaiknya lebih dititikberatkan pada
peningkatan kualitas dan proses pengolahan lanjutannya menjadi produk
lanjutan yang siap untuk bahan industri pula, agar rumput laut Indonesia
dapat lebih bersaing dengan rumput laut negara lain di pasar
internasional.
DAFTAR PUSTAKA
[BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, [ASPPERLI] Asosiasi
Petani dan Pengelola Rumput Laut Indonesia, [ISS] Indonesian Seaweed
Society. 2011. Kajian Strategi Pengembangan Industri Rumput Laut Dan
Pemanfaatanya Secara Berkelanjutan. Jakarta: BPPT-PRESS.
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2011. Peta Panduan
Industri Rumput Laut. Jakarta: Biro Perencanaan Sekjen Kemenperin.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. KKP Tetapkan Empat
Komoditas Budidaya. KKP.
[Pusdatin KKP] Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan
Perikanan. 2013. Statistik Kelautan dan Perikanan. Jakarta (ID).
Anggraini D. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Ekspor Kopi
Indonesia dari Amerika Serikat [tesis]. Semarang (ID): Universitas
Diponegoro.
44
Apsari W. 2011. Analisis Permintaan Ekspor Ikan Tuna Segar Di Pasar
Internasional [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Aris A. 2003. Analisis Pengembangan Kelapa Rakyat Di Kabupaten Indragiri
Hilir [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Aslan LM. 1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Basri F dan Munandar H. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Internasional; Pengenalan
Dan Aplikasi Metode Kuantitaif. Jakarta (ID): Prenada Media Group.
Boediono.1992. Ekonomi Mikro : Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi
No.1.Yogyakarta(ID): BPFE.
Buzalmi. 2004. Analisis Pendapatan, Pemasaran Dan Strategi Pengembangan
Agribisnis Kelapa Di Kabupaten Indragiri Hilir [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Firdaus M. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta (ID). Bumi Aksara
Gumilar S. 2007. Strategi Pengembangan Agribisnis Ikan Hias Air Tawar Dalam
Meningkatkan Ekonomi Wilayah Kota Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Halwani RH. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi.
Hadisubijantoro J, editor. Jakarta (ID): Penerbit Ghalia Indonesia.
Hikmayani Y, Aprilliani T, Zamroni A. 2007. Analisis Pemasaran Rumput Laut di
Wilayah Potensial di Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan. 2(2): 159-175.
Indriyani H dan Suminarsih E. 2005. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran
Rumput Laut. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
King RP, Boehije M, Cook ML, dan Sonka ST. 2010. Agribusiness Economics
and Management. Oxford University Press. Amer. J. Agr. Econ. 92(2):554-
570.
Kuswari. 2005. Pengembangan Agribisnis Kelapa Dalam Rangka Pengurangan
Kemiskinan Di Kabupaten Indragiri Hilir [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi.
Edisi kesepuluh Jilid satu. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.
Lindert PH dan Kindleberger CP. 1993. Ekonomi Internasional “Ed ke-
8”.Abdullah B, penerjemah; Mochtar K, editor. Jakarta (ID): PT Gelora Aksara
Pratama.
Mira dan Reswati E. 2006. Analisis Daya Saing Usaha Budidaya Rumput Laut di
Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
1(2): 165-173.
Nursalim T. 2000. Kajian Karakteristik Dan Aktivitas Komunikasi Nelayan
Terhadap Perilaku Mereka Dalam Pengembangan Subsistem Produksi Pada
Agribisnis Perikanan Tangkap: Kasus Di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Putong I. 2010. Economics Pengantar Mikro dan Makro. Jakarta (ID): Mitra
Wacana Media.
Said EG dan Intan AH. 2004. Manajemen agribisnis. Jakarta (ID): Ghalia
Indonesia.
Salvatore D.1997. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiharti
Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Internasional
Economic.
45
Santosa A. 2001. Kajian Sistem Agribisnis Pada Usahatani Tebu Rakyat Bebas
Lahan Kering Dalam Upaya Pemberdayaan Petani Tebu Di Kabupaten Ngawi
Jawa Timur. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Seperich GJ, Woolverton MW dan Bierlein JG. 1994. Introduction To
Agribusiness Marketing. New Jersey (USA): Prentice Hall Career and
Technology
Setiawan dan Kusrini DE. 2010. Ekonometrika. Nikodemus WK, editor.
Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.
Sitepu RKK dan Sinaga BM. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika. Bogor (ID):
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB.
Soemokaryo S. 2007. Perilaku perdagangan tuna dan udang Indonesia. Jakarta
(ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya.
Sudarsono. 1995. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Jakarta (ID): LP3S.
Santoso L dan Nugraha YT. 2008. Pengendalian Penyakit Ice-ice untuk
Meningkatkan Produksi Rumput Laut Indonesia. Jurnal Saintek Perikanan.
3(2): 37-43.
Yulisti M, yusuf R dan hikmah. 2012. Kajian Awal Value Chain Rumput Laut
Euchema cottonii di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Jurnal Kebijakan
dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 7 (1): 67-77.
Yusuf R dan Tajerin. 2008. Pendugaan Fungsi Penawaran Ekspor Rumput Laut
Indonesia Di Pasar Internasional: Analisis Pendekatan Error Correction Model
(ECM). Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
3(1): 51-63.
Yusuf R, Mira dan Zamroni A. 2006. Analisis Potensi Pasar Rumput Laut Di
Indonesia. Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
1(1): 101-111.
Zamroni A, Purnomo AH dan Mira. 2006. Keragaan Sosial Ekonomi Usaha
Budidaya Dan Pemasaran Rumput Laut di Bulukumba dan Palopo (Studi
Kasus Budidaya Rumput Laut Euchema sp dan Gracillaria sp). Jurnal
Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 1(1): 83-100.
Zulham A dan Aprilliani T. 2007. Struktur Bisnis Klaster Rumput Laut Gorontalo.
Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2(2): 195-
207.
Zulham A, Purnomo AH, Aprilliani T, Hikmayani Y. 2007. Assessment Klaster
Perikanan (Studi Pengembangan Klaster Rumput Laut Kabupaten Sumenep).
Jurnal Kebijakan dan Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. 2(2): 177-
193.
46
Lampiran 1 Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan rumput laut Indonesia
No Kebijakan Tentang Tujuan Objek
i ii iii iv v
1 UU No 31 tahun
2004
Perikanan. Mengatur pengelolaan
perikanan
Pembudidaya
UU No 45 Tahun
2009
Perubahan UU
No 31 tahun
2004
Mengatur pembatasan
eksploitasi sumber daya
kelautan dan perikanan
yang berlebihan
Produsen
perikanan
2 UU No 20 tahun
2008
Usaha Mikro,
Kecil dan
Menengah
Untuk menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya
dalam rangka membangun
perekonomian nasional
berdasarkan demokrasi
ekonomi yang berkeadilan.
Pembudidaya
dan pelaku
usaha
pengolahan
skala kecil dan
menengah
3 PP No. 25 tahun
2000
Kewenangan
Pemerintah dan
Kewenangan
Provinsi sebagai
Daerah Otonom
Mengatur kewenangan
Pemerintah Provinsi
sebagai daerah otonom
dalam pembangunan
daerah yang berkaitan
dengan sektor primer
terutama di bidang
perikanan dan kelautan
Pemerintah
Provinsi
4 Keppres No. 117
tahun 1999
Prosedur
Permohonan
PMDN dan
PMA
Mengatur tata cara
permohonan PMDN dan
PMA
Investor
5 UU No. 32 tahun
2004
Pemerintahan
Daerah
Mengatur mengenai
kewenangan daerah yang
memiliki wilayah laut
dalam pengelolaan sumber
daya pesisir dan lautan
Pemerintah
Daerah
6 UU Nomor 23 tahun
1997
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
Pembangunan Nasional
secara keseluruhan,
termasuk sektor perikanan,
harus berwawasan
lingkungan
Pemerintah,
pembudidaya,
serta pelaku
usaha perikanan
lainnya
7 Keppres No. 165
tahun 2000
Tugas, Fungsi
dan Wewenang
Departemen
Perikanan dan
Kelautan
Mengatur kerwenangan
Kementerian Kelautan
Perikanan dalam
memberikan izin di bidang
kelautan dan perikanan, di
wilayah laut di luar 12
(dua belas) mil, termasuk
perairan nusantara dan
dasar lautnya, serta Zona
Ekonomi Eksklusif dan
landas kontinen.
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
47
i Ii iii iv V
8 PP No. 25 tahun
2000
Kewenangan
Pemerintah dan
Kewenangan
Provinsi sebagai
daerah otonom
Mengatur kewenangan
Kementerian Kelautan dan
Perikanan yang didukung
oleh Pemerintah Daerah
sebagai daerah otonom
dalam menentukan
kebijakan-kebijakan
berkaitan dengan
eksplorasi sumber daya
laut
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan serta
Pemerintah
Daerah
9 UU No 27 tahun
2007
Pengelolaan
Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau
Kecil.
Mengatur pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil dalam
pemanfaatan sumberdaya
yang berkelanjutan serta
adil.
Pemerintah
Pusat,
Pemerintah
Daerah serta
masyarakat
pesisir.
10 Keppres No 21 tahun
2007
Dewan
Kelautan
Indonesia
Mengatur wewenang dan
tugas Dewan Kelautan
Indonesia dalam
memberikan pertimbangan
penetapan kebijakan
umum di bidang kelautan
Dewan
Kelautan
Indonesia
11 7/Kepmen-KP/2013 Peta Jalan
(Road Map)
Industrialisasi
Kelautan dan
Perikanan
Menjabarkan strategi,
langkah operasional dan
kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh
Kementerian Kelautan dan
Perikanan untuk
mendorong pelaksanaan
industrialisasi kelautan
dan Perikanan
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
12 Per.15/Men/2012 Rencana
Strategis
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
Tahun 2010-
2014
Mengoptimalkan
perencanaan pembangunan
kelautan dan perikanan
termasuk salah satu
komoditinya yaitu rumput
laut.
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
13 Per.27/Men/2012 Pedoman
Umum
Industrialisasi
Kelautan dan
Perikanan
mendorong percepatan
pembangunan sektor
kelautan dan perikanan
serta dalam rangka
efektivitas pelaksanaan
industrialisasi kelautan
dan perikanan. Salah satu
potensi industrialisasi
yang dituju yaitu
industrialisasi rumput laut
Indonesia
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
48
I ii iii iv V
14 Per.39/Men/2011 Organisasi dan
Tata Kerja Loka
Penelitian dan
Pengembangan
Budidaya
Rumput Laut
Mengoptimalisasi
pelaksanaan kegiatan
penelitian dan
pengembangan budidaya
rumput laut di bidang
sumber daya, biologi,
ekologi, bioteknologi,
serta lingkungan, perlu
membentuk Loka
Penelitian dan
Pengembangan Budidaya
Rumput Laut;
Loka Penelitian
dan
Pengembangan
Budidaya
Rumput Laut
15 Per.50/Men/2011 Petunjuk Teknis
Penggunaan
Dana Alokasi
Khusus Bidang
Kelautan dan
Perikanan
Tahun 2012
Mendorong percepatan
pembangunan daerah di
bidang kelautan dan
perikanan diperlukan dana
alokasi khusus guna
membantu membiayai
kegiatan khusus bidang
kelautan dan perikanan di
daerah tertentu yang
merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas
nasional
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
16 PP No 9 tahun 2013 Perusahaan
Umum (Perum)
Perikanan
Indonesia
Mendukung pembangunan
nasional, sehingga perlu
melakukan pengembangan
usaha dengan menambah
tugas dan kegiatan usaha
Perusahaan Umum
(Perum) Prasarana
Perikanan Samudera serta
mengubah namanya
menjadi Perusahaan
Umum (Perum) Perikanan
Indonesia
Perusahaan
Umum (Perum)
Perikanan
Indonesia
17 PP No 54 tahun 2002 Usaha
Perikanan
Mengusahakan
sumberdaya perikanan
secara berdaya guna dan
berhasil guna serta selalu
memperhatikan
kepentingan dan
kelestariannya
Pelaku usaha
perikanan
18 PP No 60 tahun 2007 Konservasi
Sumber Daya
Ikan
mengupayakan
perlindungan, pelestarian
dan pemanfaatan sumber
daya ikan
Pembudidaya,
produsen serta
pelaku usaha
perikanan
49
i Ii iii iv v
19 PER.33/MEN/2012 Petunjuk teknis
penggunaan
dana alokasi
khususBidang
kelautan dan
perikanan tahun
2013
Mendorong percepatan
pembangunan daerah di
bidang kelautan dan
perikanan diperlukan dana
alokasi khusus guna
membantu membiayai
kegiatan khusus bidang
kelautan dan perikanan di
daerah tertentu yang
merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas
nasional
Kementerian
Kelautan dan
Perikanan
20 Kep 01/MEN/2002 Sistem
manajemen
mutu terpadu
hasil perikanan
Melindungi masyarakat
konsumen dari hal-hal
yang merugikan dan
membahayakan kesehatan,
praktek-praktek yang
bersifat penipuan dan
pemalsuan dari produsen,
membina produsen serta
untuk meningkatkan daya
saing produk perikanan
Pelaku usaha
industri
50
Lampiran 2 Hasil output tahap estimasi model rumput laut Indonesia
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation Model PRODUKSI Dependent Variable QR Label produksi rumput laut domestik
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 6 3.855E19 6.425E18 453.51 <.0001 Error 15 2.125E17 1.417E16 Corrected Total 21 3.876E19
Root MSE 119025421 R-Square 0.99452 Dependent Mean 894010864 Adj R-Sq 0.99232 Coeff Var 13.31364
Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 5.696E10 2.942E10 1.94 0.0720 Intercept LTK 1 1286.521 1111.009 1.16 0.2650 jumlah pembudidaya rumput laut t-1 PRLD 1 9451.504 23948.48 0.39 0.6986 harga rumput laut domestik APP 1 0.003164 0.000663 4.77 0.0002 anggaran kkp LQR 1 0.571907 0.179873 3.18 0.0062 produksi rumput laut domestik t-1 TREN 1 -2.883E7 14866473 -1.94 0.0715 pengaruh waktu PX 1 2.8971E8 1.9568E8 1.48 0.1594 harga rumput laut dunia Durbin-Watson 2.074494 Number of Observations 22 First-Order Autocorrelation -0.06421
51
The SAS System The SYSLIN Procedure
Two-Stage Least Squares Estimation Model PERMINTA Dependent Variable QD Label permintaan rumput laut domestik Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 5 1.377E12 2.754E11 5.11 0.0055 Error 16 8.625E11 5.391E10 Corrected Total 21 2.24E12 Root MSE 232174.774 R-Square 0.61491 Dependent Mean 356886.591 Adj R-Sq 0.49457 Coeff Var 65.05562 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 -1576140 924157.1 -1.71 0.1074 Intercept LPRLD 1 8.335585 45.24316 0.18 0.8561 harga rumput laut domestik t-1 GDPID 1 172.383 181.3437 -0.95 0.3560 gdp riil perkapita Indonesia POPID 1 0.008321 0.004856 1.71 0.1000 populasi penduduk Indonesia LQD 1 0.049737 0.265694 0.19 0.8539 permintaan rumput laut domestik t-1 PATC 1 80147.34 37850.91 2.12 0.0500 harga karagenaan Durbin-Watson 1.945691 Number of Observations 22 First-Order Autocorrelation 0.021654
52
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR_R Dependent Variable XRF Label ekspor rumput laut ke Filipina Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 9 5.317E14 5.908E13 8.91 0.0004 Error 12 7.954E13 6.628E12 Corrected Total 21 6.112E14 Root MSE 2574537.88 R-Square 0.86987 Dependent Mean 4397627.14 Adj R-Sq 0.77228 Coeff Var 58.54380 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 -2.378E7 19075599 -1.25 0.2364 Intercept PRF 1 1271224 2386680 0.53 0.6040 harga rumput laut ke Filipina PCHIL 1 675848.2 1203559 0.56 0.5848 harga rumput laut Chili ERF 1 -5.316802 4.731913 1.12 0.2832 nilai tukar rupiah terhadap peso Filipina GDPF 1 3806.588 5254.403 0.72 0.4827 gdp riil perkapita Filipina POPF 1 0.334859 0.224995 1.49 0.1625 populasi penduduk Filipina TRFF 1 -170468 362421.0 -0.47 0.6465 tarif impor rumput laut Filipina LXRF 1 0.006506 0.241862 0.03 0.9790 ekspor rumput laut ke Filipina t-1 PX 1 2000161 5333647 -0.38 0.7142 harga rumput laut dunia LPRLD 1 -880.983 491.9685 -1.79 0.0986 harga rumput laut domestik t-1 Durbin-Watson 1.976385 Number of Observations 22 First-Order Autocorrelation -0.00067
53
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR_R Dependent Variable XRC Label ekspor rumput laut ke China Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 10 1.344E16 1.344E15 42.60 <.0001 Error 11 3.472E14 3.156E13 Corrected Total 21 1.379E16 Root MSE 5617923.38 R-Square 0.97483 Dependent Mean 16672388.5 Adj R-Sq 0.95194 Coeff Var 33.69597 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 -2.368E8 4.5856E8 -0.52 0.6158 Intercept PRC 1 3641851 12113699 0.30 0.7693 harga rumput laut Cina PCHIL 1 -3107202 3827580 -0.81 0.4341 harga rumput laut Chili ERC 1 -6.993802 232.6729 0.03 0.9766 nilai tukar rupiah terhadap Yuan Cina GDPC 1 17099.54 7968.528 2.15 0.0550 gdp riil perkapita Cina POPC 1 4.708472 6.103507 0.77 0.4567 populasi penduduk Cina TRFC 1 -854696 633039.7 -1.35 0.2041 tarif impor rumput laut Cina LXRC 1 -0.18576 0.395363 -0.47 0.6476 ekspor rumput laut ke Cina t-1 LPOPC 1 -4.55074 5.788962 -0.79 0.4484 populasi penduduk Cina t-1 PX 1 2485229 13213962 0.19 0.8542 harga rumput laut dunia PRLD 1 -954.868 1390.270 -0.69 0.5064 harga rumput laut domestik Durbin-Watson 1.754703 Number of Observations 22 First-Order Autocorrelation 0.119374
54
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR_R Dependent Variable XRHK Label ekspor rumput laut ke Hongkong Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 10 3.698E14 3.698E13 3.89 0.0177 Error 11 1.046E14 9.506E12 Corrected Total 21 4.744E14 Root MSE 3083132.05 R-Square 0.77957 Dependent Mean 5811705.55 Adj R-Sq 0.57918 Coeff Var 53.05038 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 -3.619E7 45379342 -0.80 0.4420 Intercept PRHKG 1 -982929 2388107 -0.41 0.6885 harga rumput laut Hongkong PCHIL 1 884569.0 1912203 0.46 0.6527 harga rumput laut Chili ERHK 1 -1417.71 6702.591 -0.21 0.8364 nilai tukar rupiah terhadap dolar Hongkong GDPHK 1 641.1579 852.1463 0.75 0.4676 gdp riil perkapita Hongkong POPHK 1 10.86869 8.828849 1.23 0.2440 populasi penduduk Hongkong TRFHK 1 -356024 199814.0 -1.78 0.1024 tarif impor rumput laut Hongkong LXRHK 1 0.389935 0.208630 1.87 0.0885 ekspor rumput laut ke Hongkong t-1 LGDPHK 1 -1324.48 917.7765 -1.44 0.1768 gdp riil perkapita Hongkong t-1 PX 1 -1.373E7 5106863 -2.69 0.0211 harga rumput laut dunia PRLD 1 -175.990 821.0543 -0.21 0.8342 harga rumput laut domestik Durbin-Watson 2.202761 Number of Observations 22 First-Order Autocorrelation -0.10235
55
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model HARGA_RU Dependent Variable PRLD Label harga rumput laut domestik Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 24269723 3467103 2.58 0.0619 Error 14 18786538 1341896 Corrected Total 21 43056262 Root MSE 1158.40217 R-Square 0.56367 Dependent Mean 2089.86689 Adj R-Sq 0.34551 Coeff Var 55.42947 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label Intercept 1 -5649.52 390326.7 -0.01 0.9887 Intercept QR 1 -6.73E-7 5.196E-7 -1.29 0.2163 produksi rumput laut domestik PX 1 331.8818 1885.524 0.18 0.8628 harga rumput laut dunia ERUS 1 -0.00312 0.277671 -0.01 0.9912 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika QD 1 0.001744 0.001330 1.31 0.2108 permintaan rumput laut domestik PATC 1 219.2920 216.9627 1.01 0.3293 harga karagenaan LPRLD 1 0.495237 0.217990 2.27 0.0394 harga rumput laut domestik t-1 TREN 1 2.789105 196.0760 0.01 0.9889 pengaruh waktu Durbin-Watson 2.060111 Number of Observations 22 First-Order Autocorrelation -0.03895
56
Lampiran 3 Hasil output tahap validasi dan simulasi model rumput laut Indonesia
Statistics of fit Mean Mean % Mean Abs Mean Abs RMS RMS % Variable N Error Error Error % Error Error Error R-Square QR 22 11543.4 2.4659 70129725 26.8588 94554920 44.3366 0.9949 QD 22 -103.8 58.8088 166017 131.3 197999 252.2 0.6149 XRF 22 -10.1173 . 1522189 . 1946761 . 0.8636 XRC 22 45505.3 . 2864685 . 4091169 . 0.9733 XRHK 22 -1078.2 -7.8757 1693805 58.2950 2166418 116.1 0.7823 PRLD 22 -0.5636 16.0760 762.2 41.1170 1003.2 56.6801 0.4858 XRT 22 11647.2 2.5710 70175577 27.0172 94568081 44.6881 0.9949 Theil Forecast Error Statistics MSE Decomposition Proportions Corr Bias Reg Dist Var Covar Inequality Coef Variable N MSE (R) (UM) (UR) (UD) (US) (UC) U1 U QR 22 8.941E15 1.00 0.00 0.00 1.00 0.00 1.00 0.0591 0.0296 QD 22 3.92E10 0.78 0.00 0.00 1.00 0.12 0.88 0.4136 0.2165 XRF 22 3.79E12 0.93 0.00 0.00 1.00 0.04 0.96 0.2836 0.1448 XRC 22 1.674E13 0.99 0.00 0.00 1.00 0.01 0.99 0.1360 0.0682 XRHK 22 4.693E12 0.88 0.00 0.00 1.00 0.07 0.93 0.2912 0.1490 PRLD 22 1006406 0.70 0.00 0.00 1.00 0.14 0.86 0.3989 0.2071 XRT 22 8.943E15 1.00 0.00 0.00 1.00 0.00 1.00 0.0591 0.0296
Simulasi penurunan jumlah ekspor rumput laut sebesar 50 persen
The SAS System
The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Descriptive Statistics
Actual Predicted Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label QR 22 22 8.9401E8 1.3586E9 8.9402E8 1.3545E9 produksi rumput laut domestik QD 22 22 356887 326575 356783 256080 permintaan rumput laut domestik XRF 22 22 4397627 5395031 2198809 2506789 ekspor rumput laut ke Filipina XRC 22 22 16672389 25626286 8358947 12664476 ekspor rumput laut ke China XRHK 22 22 5811706 4752749 2905314 2086296 ekspor rumput laut ke Hongkong PRLD 22 22 2089.9 1431.9 2089.3 1053.5 harga rumput laut domestik XRT 22 22 8.9365E8 1.3584E9 8.9367E8 1.3543E9 ekspor rumput laut total domestik
57
Simulasi peningkatan anggaran KKP sebesar 50 persen
The SAS System The SIMNLIN Procedure Simultaneous Simulation Descriptive Statistics Actual Predicted Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label QR 22 22 8.9401E8 1.3586E9 1.1801E9 1.7469E9 produksi rumput laut domestik QD 22 22 356887 326575 356783 256080 permintaan rumput laut domestik XRF 22 22 4397627 5395031 4397608 5014824 ekspor rumput laut ke Filipina XRC 22 22 16672389 25626286 16778055 25473126 ekspor rumput laut ke China XRHK 22 22 5811706 4752749 5844506 4184835 ekspor rumput laut ke Hongkong PRLD 22 22 2089.9 1431.9 1896.8 1030.1 harga rumput laut domestik XRT 22 22 8.9365E8 1.3584E9 1.1797E9 1.7467E9 ekspor rumput laut total domestik
58
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sampit pada tanggal 14 April 1988. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Karly dan Ibu Wagini.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pelangsian 10 Sampit Provinsi
Kalimantan Tengah pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama
diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 7 Sampit Provinsi Kalimantan Tengah .
Pendidikan menengah atas di SMAN 1 Sampit Provinsi Kalimantan Tengah
diselesaikan pada tahun 2005. Penulis meneruskan ke jenjang diploma 3 (D3)
pada jurusan budidaya perikanan di Akademi Perikanan Sidoarjo dan lulus pada
tahun 2008. Selanjutnya penulis diterima di penyelengaraan khusus ekstensi
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor dan lulus sebagai Sarjana Ekonomi pada tahun 2011. Tahun 2011, penulis
mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan magister di Program Studi
Agribisnis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mendapatkan
beasiswa dari Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri
Kementerian Pendidikan Nasional (BUBPKLN KEMENDIKNAS).