TINGKAT KESADARAN

8
ENAM TAHAP DALAM PERKEMBANGAN KESADARAN MORAL (Bertens K., 2001. Etika.) Seorang sarjana – profesor psikologi dari Amerika – yang meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk mempelajari fenomena moralitas dari sudut pandangan psikologi adalah Lawrence Kohlberg (1927 ~ 1988). Ia menemukan bahwa perkembangan moral seorang anak berlangsung menurut enam tahap atau fase. Tapi tidak setiap anak berkembang sama cepat, sehingga tahap-tahap itu tidak dengan pasti dapat dikaitkan dengan umur tertentu. Bisa terjadi juga bahwa seorang anak terfiksasi dalam suatu tahap dan tidak akan berkembang lagi. Tidak perlu pula bahwa seorang anak seluruhnya berada pada tahap tertentu. Bisa saja sebagian terbesar ia berada pada suatu tahap, tetapi untuk sebagian masih pada tahap sebelumnya dan/atau untuk sebagian sudah pada tahap berikutnya. Menurut Kohlberg, enam tahap (stages) dalam perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkat (levels) demikian rupa sehingga setiap tingkat meliputi dua tahap. Tiga tingkat itu berturut-turut adalah tingkat prakonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat pascakonvensional. Tapi perkembangan moral tidak dimulai bersamaan dengan kehidupan seorang manusia. 37

description

materi kuliah etika berprofesi arsitektur

Transcript of TINGKAT KESADARAN

Page 1: TINGKAT KESADARAN

ENAM TAHAP DALAM PERKEMBANGAN KESADARAN MORAL

(Bertens K., 2001. Etika.)

Seorang sarjana – profesor psikologi dari Amerika – yang meluangkan banyak

waktu dan tenaga untuk mempelajari fenomena moralitas dari sudut pandangan

psikologi adalah Lawrence Kohlberg (1927 ~ 1988). Ia menemukan bahwa

perkembangan moral seorang anak berlangsung menurut enam tahap atau fase. Tapi

tidak setiap anak berkembang sama cepat, sehingga tahap-tahap itu tidak dengan

pasti dapat dikaitkan dengan umur tertentu. Bisa terjadi juga bahwa seorang anak

terfiksasi dalam suatu tahap dan tidak akan berkembang lagi. Tidak perlu pula bahwa

seorang anak seluruhnya berada pada tahap tertentu. Bisa saja sebagian terbesar ia

berada pada suatu tahap, tetapi untuk sebagian masih pada tahap sebelumnya

dan/atau untuk sebagian sudah pada tahap berikutnya.

Menurut Kohlberg, enam tahap (stages) dalam perkembangan moral dapat

dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkat (levels) demikian rupa sehingga setiap

tingkat meliputi dua tahap. Tiga tingkat itu berturut-turut adalah tingkat

prakonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat pascakonvensional. Tapi

perkembangan moral tidak dimulai bersamaan dengan kehidupan seorang manusia.

Menurut Kohlberg, selama tahun-tahun pertama belum terdapat kehidupan moral

dalam arti yang sebenarnya. Jika anak kecil membedakan antara baik dan buruk, hal

itu hanya kebetulan terjadi dan jarang sekali perbedaan seperti itu didasarkan atas

norma-norma atau kewibawaan moral. Penilaian moral pada anak kecil itu belum

mempunyai suatu struktur yang jelas. Karena itu bisa dikatakan bahwa tiga tingkat

tadi didahului oleh suatu periode pramoral. Kohlberg baru mulai penelitiannya pada

anak-anak berumur sekitar enam tahun (penelitiannya dilakukan pada anak 6 sampai

28 tahun).

37

Page 2: TINGKAT KESADARAN

TINGKAT

PERTUMBUHAN

TAHAP

PERTUMBUHANPERASAAN

TINGKAT PRA MORAL

TAHAP 0

Perbedaan antara baik dan

buruk belum didasarkan

atas kewibawaan atau

norma-norma

TINGKAT

PRAKONVENSIONAL

TAHAP 1

Anak berpegang pada

kepatuhan dan hukuman.

Takut untuk kekuasaan

dan berusaha

menghindarkan hukuman

Takut untuk akibat-akibat

negatif dari perbuatan

Perhatian khusus untuk

akibat perbuatan: hukuman,

ganjaran; motif-motif

lahiriah dan partikular

TAHAP 2

Anak mendasarkan diri

atas egoisme naif yang

kadang-kadang ditandai

relasi timbal-balik: do ut

des

TINGKAT

KONVENSIONAL

TAHAP 3

Orang berpegang pada

keinginan dan persetujuan

dari orang lain

Rasa bersalah terhadap

orang lain bila tidak

mengikuti tuntutan-

tuntutan lahiriah

Perhatian juga untuk

maksud perbuatan:

memenuhi harapan,

mempertahankan ketertiban

TAHAP 4

Orang berpegang pada

ketertiban moral dengan

aturannya sendiri

38

Page 3: TINGKAT KESADARAN

TINGKAT

PASCAKONVENSIONAL

atau TINGKAT

BERPRINSIP

TAHAP 5

Orang berpegang pada

persetujuan demokratis,

kontrak sosial, consensus

bebas

Penyesalan atau

penghukumam diri

karena tidak mengikuti

pengertian moralnya

sendiri

Hidup moral adalah

tanggung jawab pribadi atas

dasar prinsip-prinsip batin:

maksud dan akibat-akibat

tidak diabaikan - motif-

motif batin dan universal

TAHAP 6

Orang berpegang pada

hati nurani pribadi, yang

ditandai oleh keniscayaan

dan universalitas

Beberapa Ciri Khas Perkembangan Moral

Kholberg menandai seluruh perkembangan moral tersebut dalam beberapa ciri

khas sebagai sifatnya. Sifat pertama, ialah bahwa perkembangan tahap-tahap selalu

berlangsung dengan cara yang sama, dalam arti, si anak mulai dengan tahap pertama,

lalu pindah ke tahap kedua, dan seterusnya. Semua tahap arus dijalani menurut

urutan itu. Disini tidak mungkin meloncat-loncat. Sebagaimana anak kecil sebelum

bisa berjalan harus merangkak dulu, demikian juga satu tahap perkembangan moral

tidak bisa dimasuki tanpa didahului oleh tahap sebelumnya. Tapi masih tetap berlaku

apa yang dikatakan lebih dahulu, tidak perlu seorang anak untuk seluruh perilaku

moralnya berada dalam suatu tahap tertentu. Bisa saja, secara dominan ia berada

dalam suatu tahap, tapi untuk sebagian masih pada tahap sebelumnya atau sudah

pada tahap berikutnya.

Sifat kedua adalah bahwa orang hanya dapat mengerti penalaran moral satu

tahap di atas tahap dimana ia berada. Jadi, seorang anak yang berada dalam tahap

kedua, sama sekali tidak mengerti penalaran moral dari mereka yang berada dalam

tahap keempat ke atas. Kenyataan ini tentu berguna untuk diketahui dalam rangka

pendidikan moral

39

Page 4: TINGKAT KESADARAN

Sifat ketiga adalah bahwa orang secara kognitif merasa tertarik pada cara

berpikir satu tahap di atas tahapnya sendiri. Sebabnya, karena cara berpikir tahap

berikutnya dapat memecahkan dilema moral yang dialami. Jika anak ingin mendapat

seluruh kue, sedangkan kakaknya (yang lebih besar dan lebih kuat) juga ingin

mendapat seluruh kue, maka ia merasa tertarik pada ide untuk membagikannya, yang

merupakan cara berpikir dari tahap lebih tinggi. Ide ini merupakan pemecahan yang

baik, karena dalam usaha merebut kue dengan kekerasan pasti ia kalah. Sifat ketiga

ini pun mempunyai konsekuensi untuk pendidikan moral. Kohlberg berpendapat

bahwa seorang anak dalam perkembangan moralnya akan bertumbuh lebih baik, jika

mendapat tantangan dari anak-anak lebih tua yang sudah maju dalam

perkembangannya. Karena itu pendidikan moral dalam kelompok anak-anak yang

seumur tidak begitu menguntungkan. Lebih baik kelompok anak-anak dengan umur

yang berbeda.

Sifat keempat adalah bahwa perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya

terjadi bila dialami ketidak seimbangan kognitif dalam penilaian moral, artinya,

orang sudah tidak melihat jalan keluar untuk menyelesaikan masalah atau dilema

moral yang dihadapi. Jika situasi adalah demikian rupa sehingga tidak ada

pemecahan yang memadai, maka ia akan mencari penyelesaian yang lain.

Sebaliknya, jika tidak dialami ketidakseimbangan, tidak ada alasan juga untuk

berkembang. Dalam contoh tentang kue tadi, jika anak lebih besar dan kuat mau, ia

bisa mendapatkan kue itu dengan memaksa pandangan egoistisnya. Hanya jika ia

menempatkan diri pada pihak adiknya, ia akan menyadari bahwa ia harus meninjau

kembali pandangan egoistis itu. Perkembangan moral bisa maju karena

ketidakseimbangan tersebut.

Akhirnya bisa dicatat lagi bahwa menurut Kohlberg dari sudut psikologis pun

tahap 6 adalah tahap yang paling tinggi dan sempurna. Tentu saja, jika kita melihat

tahap itu menurut isinya, pasti tahap 6 itu akan dinilai sebagai puncak perkembangan

moral. Tapi juga jika kita melihat tahap itu menurut bentuknya saja (jadi, secara

psikologis), harus kita tarik kesimpulan yang sama. Karena itu menurut pendapat

Kohlberg tahap 6 harus menjadi tujuan pendidikan moral, biarpun pada

kenyataannya hanya sedikit orang mencapai tahap ini.

40

Page 5: TINGKAT KESADARAN

Tanda-Tanda Awal Keberhasilan

Dalai Lama dalam The Little Book of Wisdom menuliskan, “in your daily life, as you

learn more patience, more tolerances with wisdom and courage, you will see it is the

true signs of success” dengan kata lain, kesabaran dan toleransi kepada orang lain

adalah tanda-tanda awal keberhasilan.

(Gede Prama, hal 31, 2004 www.gedepramaideas.com)

Kita patut mensyukuri akal budi sebagai salah satu rahmat Tuhan. Namun

membiarkan akal budi mengkorup cinta, adalah sejenis kekurangan yang perlu

diwaspadai. Lebih-lebih memupuk akal budi dengan harapan, keinginan dan

keserakahan. Hanya menimbulkan akibat buruk bagi manusia, bagai sapi yang diikat

dalam sebuah tiang kokoh. Satu-satunya pilihan yang tersedia hanyalah berputar

mengelilingi tiang yang sama (baca: keserakahan).

Satu-satunya cara agar keluar dari ikatan tersebut, adalah belajar melupakannya.

Setiap kali ia datang, tidak usah diperhatikan. Setiap saat keserakahan berkunjung,

biarkan saja ia datang tanpa perlu disapa. Semakin sering ia diperlakukan demikian,

keserakahan akan semakin jarang berkunjung. Begitu ia jarang berkunjung, maka

tamu yang lain lebih sering datang. Tamu terakhir bernama keikhlasan.

41