Tingkah laku dan karakteristik suara Dugong dugon di Sea World ...
Transcript of Tingkah laku dan karakteristik suara Dugong dugon di Sea World ...
Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong dugon
di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta
MUTA ALI KHALIFA
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
MUTA ALI KHALIFA. Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong
dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE, ADRIANI SUNUDDIN, dan
TOTOK HESTIRIANOTO.
Dugong (Dugong dugon) merupakan mamalia laut yang bersifat herbivora
dan memiliki status rentan terhadap kepunahan dalam IUCN Red List of
Threatened Animals. Untuk memastikan keberlanjutan spesies tersebut di alam,
dibutuhkan upaya pelestarian dengan konservasi baik secara in-situ maupun ex-
situ. Upaya konservasi tersebut membutuhkan dukungan informasi dari
penelitian-penelitian mengenai kehidupan dugong, seperti tingkah laku,
karakteritik suara, pola makan, pola reproduksi, dan masih banyak lagi. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkah laku dan karakteristik suara dugong
pada lingkungan buatan di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol,
Jakarta.
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap 1 dilakukan pada tanggal 5-
6 Februari 2010 di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol (SWI-TIJA),
Jakarta. Penelitian Tahap 1 dilakukan selama 24 jam, bertujuan untuk mengetahui
pola harian dan tingkah laku dugong. Penelitian Tahap 2 dilakukan pada 19, 25-
27 Februari 2010 serta 4-5 dan 11-12 Maret 2010, dengan 2 periode pengamatan,
yaitu pagi hari (jam 06:00-09:00) dan malam hari (jam 18:30- 21:00). Pada
kegiatan ini dilakukan perekaman tingkah laku dan suara secara bersamaan.
Tingkah laku direkam menggunakan Handy cam yang dicatat pada datasheet,
sedangkan data suara direkam menggunakan Omnidirectional Hydrophone yang
dihubungkan ke laptop berperangkat lunak Wavelab 6. Tahap 3 dilakukan pada
bulan April 2010-Januari 2011 di Kampus IPB Dramaga. Tahap ini merupakan
tahap pengolahan data mentah menjadi informasi yang diinginkan. Rekaman
video tingkah laku disusun berdasarkan waktu kejadian, kemudian dibuat
persentase penggunaan waktu untuk satu tingkah laku yang dilakukan. Rekaman
suara diolah menjadi informasi mengenai karakteristik suara yang ditemukan.
SWI-TIJA merawat seekor dugong betina berumur ±8 tahun dengan
panjang tubuh 218 cm dan bobot 169 kg. Ada tujuh tingkah laku dugong yang
ditemukan yaitu, makan (disuapi oleh petugas, makan dasar dan makan
permukaan), bernafas, istirahat, jelajah, menggaruk, flatus dan defekasi. Pada
malam hari, dugong lebih aktif melakukan kegiatan makan, baik makan di dasar
maupun di permukaan. Pada pagi hari, tingkah laku dugong didominasi oleh
istirahat dan jelajah. Terdapat sepuluh potongan suara yang ditemukan yang
kemudian diklasifikasikan menjadi 5 tipe suara, yaitu chirp, bark tipe 1, bark tipe
2, thrill dan snore. Suara yang ditemukan berada pada frekuensi 250-7.500 Hz.
Dari penelitian ini, diketahui bahwa dugong mengeluarkan suara karena adanya
stimuli dari luar, seperti adanya orang dan benda asing yang masuk ke dalam
akuarium. Informasi tingkah laku dan karakteristik suara ini dapat dijadikan acuan
dalam pengambilan keputusan perawatan dalam konservasi ex-situ dugong.
Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong dugon
di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta
MUTA ALI KHALIFA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong dugon di Sea
World Indoensia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Muta Ali Khalifa
C54061472
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian/seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
SKRIPSI
Judul Penelitian: TINGKAH LAKU DAN KARAKTERISTIK SUARA
Dugong dugon DI SEA WORLD INDONESIA, TAMAN
IMPIAN JAYA ANCOL, JAKARTA
Nama Mahasiswa: Muta Ali Khalifa
NIM: C54061472
Departemen: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si
NIP. 19651213 199403 2 002
Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing III
Adriani Sunuddin. S.Pi, M.Si Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc.
NIP. 19790206 200604 2 013 NIP. 19620324 198603 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tanggal Ujian: 13 Juni 2011
Prof.Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Si
NIP. 19580909 198303 1 003
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah
diberikan-Nya serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW atas teladan yang beliau ajarkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkah Laku dan Karakteristik Suara
Dugong dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. selaku dosen
pembibing pertama, Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing kedua
dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc. selaku dosen pembimbing ketiga
yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki penulis. Namun demikian
penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai
pihak.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si., Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si. dan
Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc., masing-masing selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan,
masukan, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si. selaku dosen penguji tamu dan Bapak Dr. Ir.
Henry M Manik, MT. selaku Komisi Pendidikan S1 ITK atas saran, masukan
dan perbaikan yang telah diberikan.
3. Para staf Tata Usaha ITK, atas arahan dan bantuan yang telah diberikan
selama ini.
4. Keluarga tercinta, Bapak (H. Daelami), Ibu (Hj. Umi Hartini), Kakak (Nur
Ida Dewi Asti, S.Si), dan Adik (Ahmad Syauqi) atas doa, kasih sayang,
dukungan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
5. Bapak Dodi Hardiana, Ibu Drh. Wisnu dan para staff kurator Sea World
Indonesia yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan saran kepada
penulis selama proses pengambilan data di Sea World Indonesia.
6. Chigo Ovaria Sudjarwadi, S.IK, Enda, S.IK, Winda Dewi Ningrum, A.Md,
Vita Afrianti Anhar, A.Md, Fitriyah Anggraeni, S.IK, Syahroni, Hendra
Prasetya, Shidiq atas bantuan, saran serta motivasi kepada penulis mulai dari
pengambilan data sampai dengan penulisan skripsi ini.
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii
DAFTAR TABEL ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... x
1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar belakang ........................................................................... 1
1.2. Tujuan ....................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1. Biologi Dugong .............................................................................. 3
2.2. Tingkah Laku Dugong ................................................................... 5
2.3. Bioakustik ...................................................................................... 6
2.4. Karakteristik Suara Mamalia Laut ................................................. 7
3. METODE ............................................................................................. 9
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 9
3.2. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 9
3.3. Jenis Data yang Dikumpulkan ....................................................... 9
3.4. Metode Pengambilan Data ............................................................. 10
3.4.1. Data Primer ......................................................................... 10
3.4.1.1. Pola Harian Dugong (Penelitian awal) .................. 10
3.4.1.2. Data Suara dan Tingkah Laku ............................... 11
3.4.1.3. Pakan yang Diberikan ........................................... 13
3.4.1.4. Morfometrik dan Bobot Dugong ........................... 13
3.4.2. Data Sekunder ..................................................................... 13
3.5. Metode Pengolahan Data ........................................................... 14
3.5.1. Metode Pengolahan Data Tingkah Laku.............................. 14
3.5.2. Metode Pengolahan Data Akustik / Suara .......................... 14
3.5.2.1. Pengurangan Suara Latar dan Gangguan .............. 15
3.5.2.2. Pengurangan Suara Desah ..................................... 16
3.5.2.3. Pemotongan Data Suara ......................................... 16
3.5.2.4. Analisis Fast Fourier Transform (FFT) ................ 16
3.6. Metode Analisis Data ................................................................. 17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 18
4.1. Kondisi Lokasi dan Obyek Penelitian ........................................... 18
4.2. Tingkah Laku Dugong .................................................................. 20
4.3. Karakteristik Suara Dugong ........................................................... 38
4.4. Peranan Studi Tingkah Laku dan Karakteristik Suara untuk
Konservasi Ex-Situ Dugong .......................................................... 49
vi
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 51
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 51
5.2. Saran ............................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 52
LAMPIRAN .......................................................................................... 54
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Morfologi dugong (Berta et al., 2006) ................................................. 4
2. Peta perairan daerah persebaran dugong (Jefferson et al, 1994) ........ 4
3. Bagian larynx yang menghasilkan suara pada ordo sirenia
(Reidenberg and Laitman, 2010) ......................................................... 8
4. Skema pengambilan data tahap 2 ........................................................ 12
5. Visualisasi 3 dimensi akuarium dugong .............................................. 19
6. Tingkah laku makan dengan disuapi oleh petugas............................... 27
7. Tingkah laku makan dengan lamun di dasar perairan .......................... 28
8. Pergerakan dugong di dalam akuarium selama makan dasar
(tampak atas) ........................................................................................ 29
9. Tingkah laku makan dengan lamun di permukaan air ......................... 30
10. Pergerakan dugong di dalam akuarium selama makan permukaan
(tampak atas) ........................................................................................ 31
11. Tingkah laku bernafas .......................................................................... 34
12. Tingkah laku istirahat .......................................................................... 34
13. Tingkah laku jelajah ............................................................................. 35
14. Tingkah laku menggaruk ..................................................................... 36
15. Tingkah laku flatus .............................................................................. 37
16. Tingkah laku defekasi .......................................................................... 38
17. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Chirp ............. 40
18. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 1 ... 41
19. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 2
tanggal 19 Februari 2010 ..................................................................... 42
viii
20. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 2
tanggal 26 Maret 2010 ......................................................................... 43
21. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:12:18 WIB ..................................................... 44
(c) Sonogram dan (d) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:22:54 WIB ; (e) Sonogram dan (f) Grafik
Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010
pukul 08:41:34 WIB ............................................................................ 45
(g) Sonogram dan (h) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:44:01 WIB ; (i) Sonogram dan (j) Grafik
Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010
pukul 08:46:03 WIB ............................................................................ 46
22. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Snore ............. 48
ix
DAFTAR TABEL
halaman
1. Kisaran frekuensi suara beberapa jenis mamalia laut
(Siahainenia, 2008) ............................................................................. 7
2. Kegiatan pengamatan tingkah laku harian dugong ............................. 10
3. Persentase penggunaan waktu oleh dugong berdasarkan tingkah laku
yang ditunjukkan pada pagi hari (dalam %) ........................................ 21
4. Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk tingkah laku pagi hari ......... 23
5. Persentase penggunaan waktu oleh dugong berdasarkan tingkah laku
yang ditunjukkan pada malam hari (dalam %) .................................... 23
6. Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk tingkah laku malam hari ..... 24
7. Pola pemberian pakan pada dugong .................................................... 26
8. Karakteristik suara yang ditemukan ..................................................... 39
x
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Alat Yang Digunakan Dalam Pengambilan dan Pengolahan Data ........ 55
2. Diagram Alir Proses Pengolahan Data ................................................... 56
3. Pengaturan Standar untuk Noise Reduction dan Hiss Reduction ........... 57
4. Tabel Kegiatan Harian Dugong .............................................................. 58
5. Ethogram Tingkah Laku Dugong di Sea World Indonesia .................... 59
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah
diberikan-Nya serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW atas teladan yang beliau ajarkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkah Laku dan Karakteristik Suara
Dugong dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. selaku dosen
pembibing pertama, Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing kedua
dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc. selaku dosen pembimbing ketiga
yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki penulis. Namun demikian
penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai
pihak.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si., Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si. dan
Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc., masing-masing selaku ketua dan
anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan,
masukan, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si. selaku dosen penguji tamu dan Bapak Dr. Ir.
Henry M Manik, MT. selaku Komisi Pendidikan S1 ITK atas saran, masukan
dan perbaikan yang telah diberikan.
3. Para staf Tata Usaha ITK, atas arahan dan bantuan yang telah diberikan
selama ini.
4. Keluarga tercinta, Bapak (H. Daelami), Ibu (Hj. Umi Hartini), Kakak (Nur
Ida Dewi Asti, S.Si), dan Adik (Ahmad Syauqi) atas doa, kasih sayang,
dukungan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
5. Bapak Dodi Hardiana, Ibu Drh. Wisnu dan para staff kurator Sea World
Indonesia yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan saran kepada
penulis selama proses pengambilan data di Sea World Indonesia.
6. Chigo Ovaria Sudjarwadi, S.IK, Enda, S.IK, Winda Dewi Ningrum, A.Md,
Vita Afrianti Anhar, A.Md, Fitriyah Anggraeni, S.IK, Syahroni, Hendra
Prasetya, Shidiq atas bantuan, saran serta motivasi kepada penulis mulai dari
pengambilan data sampai dengan penulisan skripsi ini.
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii
DAFTAR TABEL ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... x
1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar belakang ........................................................................... 1
1.2. Tujuan ....................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1. Biologi Dugong .............................................................................. 3
2.2. Tingkah Laku Dugong ................................................................... 5
2.3. Bioakustik ...................................................................................... 6
2.4. Karakteristik Suara Mamalia Laut ................................................. 7
3. METODE ............................................................................................. 9
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 9
3.2. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................... 9
3.3. Jenis Data yang Dikumpulkan ....................................................... 9
3.4. Metode Pengambilan Data ............................................................. 10
3.4.1. Data Primer ......................................................................... 10
3.4.1.1. Pola Harian Dugong (Penelitian awal) .................. 10
3.4.1.2. Data Suara dan Tingkah Laku ............................... 11
3.4.1.3. Pakan yang Diberikan ........................................... 13
3.4.1.4. Morfometrik dan Bobot Dugong ........................... 13
3.4.2. Data Sekunder ..................................................................... 13
3.5. Metode Pengolahan Data ........................................................... 14
3.5.1. Metode Pengolahan Data Tingkah Laku.............................. 14
3.5.2. Metode Pengolahan Data Akustik / Suara .......................... 14
3.5.2.1. Pengurangan Suara Latar dan Gangguan .............. 15
3.5.2.2. Pengurangan Suara Desah ..................................... 16
3.5.2.3. Pemotongan Data Suara ......................................... 16
3.5.2.4. Analisis Fast Fourier Transform (FFT) ................ 16
3.6. Metode Analisis Data ................................................................. 17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 18
4.1. Kondisi Lokasi dan Obyek Penelitian ........................................... 18
4.2. Tingkah Laku Dugong .................................................................. 20
4.3. Karakteristik Suara Dugong ........................................................... 38
4.4. Peranan Studi Tingkah Laku dan Karakteristik Suara untuk
Konservasi Ex-Situ Dugong .......................................................... 49
vi
5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 51
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 51
5.2. Saran ............................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 52
LAMPIRAN .......................................................................................... 54
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Morfologi dugong (Berta et al., 2006) ................................................. 4
2. Peta perairan daerah persebaran dugong (Jefferson et al, 1994) ........ 4
3. Bagian larynx yang menghasilkan suara pada ordo sirenia
(Reidenberg and Laitman, 2010) ......................................................... 8
4. Skema pengambilan data tahap 2 ........................................................ 12
5. Visualisasi 3 dimensi akuarium dugong .............................................. 19
6. Tingkah laku makan dengan disuapi oleh petugas............................... 27
7. Tingkah laku makan dengan lamun di dasar perairan .......................... 28
8. Pergerakan dugong di dalam akuarium selama makan dasar
(tampak atas) ........................................................................................ 29
9. Tingkah laku makan dengan lamun di permukaan air ......................... 30
10. Pergerakan dugong di dalam akuarium selama makan permukaan
(tampak atas) ........................................................................................ 31
11. Tingkah laku bernafas .......................................................................... 34
12. Tingkah laku istirahat .......................................................................... 34
13. Tingkah laku jelajah ............................................................................. 35
14. Tingkah laku menggaruk ..................................................................... 36
15. Tingkah laku flatus .............................................................................. 37
16. Tingkah laku defekasi .......................................................................... 38
17. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Chirp ............. 40
18. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 1 ... 41
19. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 2
tanggal 19 Februari 2010 ..................................................................... 42
viii
20. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 2
tanggal 26 Maret 2010 ......................................................................... 43
21. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:12:18 WIB ..................................................... 44
(c) Sonogram dan (d) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:22:54 WIB ; (e) Sonogram dan (f) Grafik
Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010
pukul 08:41:34 WIB ............................................................................ 45
(g) Sonogram dan (h) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:44:01 WIB ; (i) Sonogram dan (j) Grafik
Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010
pukul 08:46:03 WIB ............................................................................ 46
22. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Snore ............. 48
ix
DAFTAR TABEL
halaman
1. Kisaran frekuensi suara beberapa jenis mamalia laut
(Siahainenia, 2008) ............................................................................. 7
2. Kegiatan pengamatan tingkah laku harian dugong ............................. 10
3. Persentase penggunaan waktu oleh dugong berdasarkan tingkah laku
yang ditunjukkan pada pagi hari (dalam %) ........................................ 21
4. Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk tingkah laku pagi hari ......... 23
5. Persentase penggunaan waktu oleh dugong berdasarkan tingkah laku
yang ditunjukkan pada malam hari (dalam %) .................................... 23
6. Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk tingkah laku malam hari ..... 24
7. Pola pemberian pakan pada dugong .................................................... 26
8. Karakteristik suara yang ditemukan ..................................................... 39
x
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Alat Yang Digunakan Dalam Pengambilan dan Pengolahan Data ........ 55
2. Diagram Alir Proses Pengolahan Data ................................................... 56
3. Pengaturan Standar untuk Noise Reduction dan Hiss Reduction ........... 57
4. Tabel Kegiatan Harian Dugong .............................................................. 58
5. Ethogram Tingkah Laku Dugong di Sea World Indonesia .................... 59
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mamalia merupakan salah satu kelas hewan yang mendiami lautan. Ciri
khas dari kelas mamalia adalah adanya kelenjar mammae yang digunakan untuk
menyusui anaknya. Anggota dari kelas ini yang hidup di lautan diantaranya
adalah paus dan lumba-lumba (cetacea), sapi laut (sirenia), pinnipedia dan
karnivora. Ordo Sirenia (sapi laut) adalah mamalia laut herbivora berukuran besar.
Salah satu spesies dari ordo sapi laut adalah dugong. Spesies ini hidup di daerah
perairan pantai tropis, tepatnya di padang lamun. Hal tersebut dikarenakan
makanan dari dugong adalah lebih dari 90% lamun dan sisanya adalah beberapa
jenis algae (seaweed) (Marsh, 1982 in Azkab, 1998).
Spesies ini berstatus rentan terhadap kepunahan dalam IUCN Red List of
Threatened Animals (Marsh et al., 1994). Di Indonesia, pada tahun 1970’an
populasi dugong mencapai 10.000 ekor. Pada tahun 1994, populasi hanya tinggal
1.000 ekor (Marsh et al., 2002). Status tersebut disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya pencemaran pada habitat, penangkapan, kecelakaan, dan sebagainya
(Reeves and Reijnder, 2003).
Kondisi tersebut mengharuskan diadakannya sebuah upaya yang dapat
melindungi dugong agar tidak cepat menjadi punah. Upaya yang dilakukan untuk
melindungi suatu spesies ataupun ekosistem disebut konservasi (Indrawan et al.,
2007). Menurut Diana (2007), konservasi dugong dapat dilakukan dengan tiga
pendekatan, yaitu pendekatan ekologi, sosial budaya dan ekonomi, dan
mekanisme yang tepat adalah konservasi ex-situ. Sebagai contoh, Indonesia
2
melakukan konservasi ex-situ dugong, salah satunya di Sea World Indonesia,
Taman Impian Jaya Ancol (SWI-TIJA), Jakarta yang menggunakan akuarium
raksasa untuk merawat dugong. Konservasi ex-situ suatu spesies dapat dilakukan
karena adanya pengetahuan mengenai kondisi lingkungan, makanan, tingkah laku,
dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan berbagai studi mengenai dugong.
Salah satu studi yang diperlukan untuk mendukung kegiatan konservasi
adalah tingkah laku. Tingkah laku dugong membantu dalam pengambilan
berbagai keputusan pada konservasi ex-situ, seperti bentuk kolam, makanan, dan
sebagainya. Penelitian tentang tingkah laku dugong yang dilakukan berkaitan
dengan makanan, pola makan, kondisi lingkungan, karakteristik suara dan
sebagainya. Menurut Anderson dan Barclay (1995), Dugong berkomunikasi
dengan mengeluarkan suara berupa decitan halus. Suara tersebut terkait dengan
tingkah laku yang dilakukan oleh dugong tersebut. Keterkaitan antara
karakteristik suara terhadap tingkah laku dugong, dapat dijadikan sebagai acuan
informasi dalam tindakan-tindakan yang terkait dengan konservasi mamalia laut
tersebut, baik di ekosistem alami maupun ekosistem buatan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan tingkah laku dan
karakteristik suara dugong pada lingkungan buatan di SWI-TIJA, Jakarta.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Dugong
Dugong adalah anggota dari kelas mammalia yang hidup di laut. Dugong
berasal dari Famili Dugongidae, yang hanya terdiri dari 2 spesies dan satu spesies
lainnya telah punah (Hydrodamalis gigas). Klasifikasi dugong adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Sirenia
Famili : Dugongidae
Marga : Dugong
Spesies : D. dugon (Muller, 1766 in Berta et al.., 2006)
Dugong memiliki panjang tubuh berkisar antara 240-406 cm dengan berat
230-908 kg (Berta et al.., 2006). Warna kulit dugong bervariasi, tetapi biasanya
berwarna kelabu dan beberapa lebih terang. Kulit dugong tebal, keras, berkerut
dan ditutupi bulu-bulu kecil. Lengan depan termodifikasi menjadi sirip pektoral
dengan panjang 35-45 cm, yang digunakan sebagai pendorong pada dugong
muda. Dugong dewasa bergerak dengan menggerakkan ekor dengan sirip
berfungsi sebagai pengatur arah. Morfologi dugong terdapat pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Morfologi dugong (Berta et al.., 2006)
Dugong hidup di daerah perairan pesisir tropis dan subtropis dari Afrika
Timur menuju perairan Indo Pasifik di Kepulauan Solomon dan Vanuatu, secara
melintang bentang sebaran dugong terletak antara 26° Lintang Utara dan 27°
Lintang Selatan. Distribusi dugong berada di perairan lebih dari 40 negara.
Daerah sebaran dugong dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta perairan daerah persebaran dugong (Jefferson et al.., 1994)
Menurut Marsh (1982) dalam Azkab (1998), makanan utama dugong
adalah lamun. Menurut penelitian, lebih dari 90% isi perut adalah lamun dan
sisanya adalah beberapa jenis alga (seaweed). Adapun jenis-jenis lamun yang
50 cm
5
disukai adalah Halodule uninervis, H. pinifolia, Syringodium isoetifolium,
Halophila ovalis, H. spinulosa, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Thalassia
hemprichii dan Zostera capricorni.
Azkab (1998) menjelaskan bahwa morfologi bagian mulut menunjukkan
bahwa dugong adalah pemakan dasar. Kepala dugong bulat dan besar, sehingga
dapat disesuaikan dengan kebutuhan menjadi pemakan tumbuhan dasar perairan.
Hidung ke bawah sehingga moncongnya mendatar. Pada bagian moncong
(rostrum) terdapat penebalan kulit. Bulu-bulu pada hidung tumbuh dengan baik
dan diperkirakan sebagai sensor lokasi lamun. Gigi premaxilla dugong lebih
besar, panjang dan tinggi. Lambung dugong mempunyai banyak bakteri untuk
menghancurkan dinding sel lamun. Panjang usus dewasa mencapai 30 meter.
Dugong mempunyai kebiasaan makan yang rakus, dugong dewasa dapat
menghabiskan 25-30 kg lamun basah tiap harinya. Dugong yang terdapat di
Ancol menghabiskan 30-40 kg lamun basah tiap harinya dan di kolam
penampungan di Australia dapat menghabiskan 50-55 kg lamun basah per hari
(Azkab, 1998).
2.2 Tingkah Laku Dugong
Dugong merupakan hewan yang pemalu. Di habitat alami, sulit sekali
menemukannya. Hal itu terjadi karena saat dugong merasa ada gangguan ataupun
kehadiran sesuatu yang lain di sekitarnya, maka dengan cepat dugong akan
menyelam menghilang di antara padang lamun atau pergi menjauh (Grzimek,
1975).
Dugong merupakan hewan mamalia yang bernafas menggunakan paru-
paru, sehingga dugong harus selalu mengambil nafas ke permukaan. Menurut
6
Jefferson et al.. (1994), dugong memiliki kemampuan menahan nafas ketika
menyelam selama 8 menit. Pengambilan nafas dilakukan dengan menggunakan
dua lubang hidung yang terdapat pada moncong mulutnya sekitar 2 detik
(Grzimek, 1975).
Dugong memakan lamun yang berada di dasar perairan, sehingga dugong
termasuk dalam hewan air pemakan dasar perairan. Dugong juga termasuk hewan
yang makan di malam hari. Perilaku makan dari dugong adalah dengan menyapu
padang lamun dengan memanfaatkan bentuk kepalanya (Jefferson et al., 1994).
Menurut Grzimek (1975), dugong dapat berenang dengan kecepatan 8-10
km/jam. Dugong berenang dengan gerakan mengombak ekor dan tubuhnya ke
atas dan ke bawah untuk membuat gaya dorong ke depan. Pengaturan arah
berenang menggunakan kepala dan flipper-nya.
2.3 Bioakustik
Gelombang cahaya memiliki keterbatasan jarak merambat di dalam air,
terutama di daerah yang mengandung partikel terlarut yang padat. Hal tersebut
mengurangi kemampuan melihat yang memanfaatkan gelombang cahaya. Oleh
karena itu, biota air harus mempunyai kemampuan lain untuk mengetahui kondisi
sekitar, berkomunikasi dan mengetahui posisi mangsa atau pemangsa.
Menurut MacLennan (1992), gelombang suara dapat merambat di dalam
air lebih baik daripada gelombang cahaya. Kemampuan gelombang suara tersebut
dimanfaatkan oleh biota-biota air untuk mengetahui kondisi sekitar, komunikasi
dan mengetahui posisi mangsa atau pemangsa. Oleh karena itu, biota-biota air
mempunyai organ-organ khusus yang dapat menghasilkan suara dan menangkap
suara.
7
2.4 Karakteristik Suara Mamalia Laut
Menurut Nybakken (1992), sifat rambat gelombang suara yang lebih baik
di dalam air tersebut banyak dimanfaatkan juga oleh mamalia laut dalam
berkomunikasi. Reidenberg and Laitman (2010) menyatakan Suara yang
digunakan mamalia laut untuk berkomunikasi dihasilkan oleh organ-organ
tertentu, misal larynx ataupun melon (khususnya pada cetacea bergigi). Tabel 1
menunjukkan kisaran frekuensi suara yang dihasilkan dari beberapa jenis mamalia
laut.
Tabel 1. Kisaran frekuensi suara beberapa jenis mamalia laut (Siahainenia, 2008).
Spesies Frek Min
(kHz)
Frek Maks
(kHz) Referensi
Bottlenose dolphin
(Tursiop truncatus)
50 115 Jonson
(1967)
Killer whale
(Orcineus orca)
15 31 Hall and Jhonson
(1972)
River Dolphin
(Inia geoffrensis)
30 100 Jacobs and Hall
(1972)
Ringed Seal
(Pusa hispida)
40 55 Terhune and
Ronald (1975)
Hawaiian monk seal
(Monacus schauinsland)
16,2 30 Thomas et al..
(1990)
West Indian manatee
(Trichechus manatus)
18 30 Gerstein et al..
(1999)
Dugong berkomunikasi melalui decitan halus atau seperti kicauan burung
yang memiliki kisaran frekuensi sekitar 3-18 kHz dengan durasi 6 detik. Hal ini
dilakukan sebagai salah satu tingkah laku terestrial atau untuk melindungi
anaknya. Selain itu, dengan mengeluarkan suara, dugong dapat saling
berkomunikasi. Dugong juga berkomunikasi dengan mengeluarkan suara bergetar
dengan frekuensi lebih dari 740 Hz, dalam batas 3-18 kHz dengan durasi 4 menit.
8
Gambar 3. Bagian larynx yang menghasilkan suara pada ordo Sirenia
(Reidenberg and Laitman, 2010)
Suara dugong memiliki 2-4 harmoni, bahkan dapat lebih dari itu. Dugong
juga berkomunikasi melalui salakan yang lebih keras dengan frekuensi 500-2.200
Hz dengan durasi 3-12 detik. Para ilmuwan meyakini bahwa dugong
menghasilkan suara-suara tersebut dari bagian depan kepalanya, lebih tepatnya
pada bagian larynx (Anderson and Barclay, 1995). Bagian larynx yang
menghasilkan suara pada ordo Sirenia dapat ditunjukkan daerah yang dibatasi
lingkaran merah pada Gambar 3.
9
3. METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama, tahap
penelitian awal untuk mengamati pola tingkah laku harian dilakukan pada tanggal
5-6 Februari 2010 di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol (SWI-
TIJA), Jakarta. Tahap kedua, tahap pengambilan data suara dan tingkah laku
dilakukan pada tanggal 19, 25-27 Februari 2010 serta 4-5 dan 11-12 Maret 2010
di (SWI-TIJA), Jakarta. Tahap ketiga, tahap pengolahan data yang dilakukan
pada bulan April-Januari 2010 dilakukan di Kampus IPB Dramaga.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang dibutuhkan dalam pengambilan dan pengolahan data terdapat
dalam Lampiran 1. Bahan yang digunakan adalah seekor dugong yang dipelihara
dalam akuarium raksasa di SWI-TIJA, Jakarta.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung, sedangkan data
sekunder didapatkan dari studi literatur dan pihak kurator SWI.
Data primer yang dikumpulkan mencakup :
1. Tingkah laku harian (penelitian awal). Penelitian awal bertujuan untuk
mengetahui pola harian dugong yang akan digunakan sebagai referensi
dalam penelitian utama.
2. Tingkah laku dan suara dugong pada penelitian utama.
3. Pakan yang diberikan kepada dugong.
10
4. Morfometrik dan bobot dugong.
Data sekunder yang dikumpulkan mencakup :
1. Data kualitas air yang rutin dilakukan oleh petugas kurator SWI setiap 2
minggu sekali.
2. Pola harian dugong diperoleh dengan mewawancarai kurator untuk
dijadikan pedoman dalam pengamatan awal.
3.4 Metode Pengambilan Data
3.4.1 Data Primer
3.4.1.1 Pola Harian Dugong (Penelitian Awal)
Pola harian dugong didapatkan dengan melakukan pengamatan langsung
di depan akuarium dugong SWI. Pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan
beberapa kali istirahat pada tanggal 5-6 Februari 2010. Pola pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kegiatan pengamatan tingkah laku harian dugong
Waktu Keterangan Waktu Keterangan
5 Februari 2010 6 Februari 2010
10.00 – 11.30 Pengamatan dan
wawancara 00.00 – 01.00 Pengamatan
11.30 – 13.00 Istirahat 01.00 – 02.00 Istirahat
13.00 – 15.30 Pengamatan 02.00 – 02.30 Pengamatan
15.30 – 16.00 Istirahat 02.30 – 03.30 Istirahat
16.00 – 17.30 Pengamatan 03.30 – 04.00 Pengamatan
17.30 – 19.30 Istirahat 04.00 – 06.30 Istirahat
19.30 – 21.30 Pengamatan dan
wawancara 06.30 – 08.00 Pengamatan
21.30 – 24.00 Pengamatan 08.00 – 08.30 Istirahat
08.30 – 10.00 Pengamatan
11
Hasil dari pengamatan ini didapatkan beberapa tingkah laku dari dugong
yang ditampilkan dalam sebuah ethogram dan pola tingkah laku harian dugong.
Data tersebut dijadikan acuan dalam pengamatan selanjutnya yang memerlukan
waktu saat dugong beraktivitas. Hal itu terjadi karena sebagian besar tingkah laku
dugong di SWI digunakan untuk istirahat dan makan saja.
3.4.1.2 Data Suara dan Tingkah Laku
Tahap ini, pengambilan data suara dan tingkah laku dilakukan secara
bersamaan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara tingkah laku dan
karakteristik suaranya. Pengambilan data dilakukan 2 kali dalam sehari, yaitu
pada pagi hari (jam 06.00-jam 09.00 WIB) dan malam hari (jam 18.30-jam 21.00
WIB). Pemilihan waktu pengamatan ini dipilih berdasarkan hasil pengamatan
awal yang diketahui pada waktu tersebut dapat mewakili seluruh tingkah laku
dalam satu hari. Pengamatan dilakukan selama 7 hari dengan pola istirahat dan
pengamatan secara bergilir tiap 15 menit.
Pengambilan data tingkah laku dilakukan dengan menggunakan handy
cam dan data sheet. Tingkah laku direkam dalam video dengan menggunakan
handy cam dari bagian depan akuarium dan juga dicatat pada data sheet. Posisi
pengamat tingkah laku dan perekam data suara dapat dilihat pada Gambar 4.
12
Gambar 4. Skema pengambilan data tahap 2
Pengambilan data suara menggunakan omnidirectional hydrophone,
amplifier, headphone, laptop dan perangkat lunak Wavelab 6. Omnidirectional
hydrophone disambungkan dengan amplifier yang dihubungkan ke laptop yang
sedang mengoperasikan perangkat lunak Wavelab 6. Omnidirectional
hydrophone dimasukkan ke dalam air dengan diikatkan ke sebuah tongkat hingga
kedalaman sekitar 2,5 meter dan diletakkan pada tempat yang dirasa tidak dapat
dijangkau oleh dugong (Gambar 4). Perekaman dilakukan oleh perangkat lunak
Wavelab 6. Pada tampilan utama Wavelab 6, hal pertama adalah buat dalam status
monitor audio input (memilih menu analysis kemudian monitor audio input).
Perekaman dilakukan dengan memilih menu record pada toolbar yang
ditunjukkan dengan simbol lingkaran penuh berwarna merah. Jendela menu
record akan terbuka dan pilih tombol record untuk memulai perekaman. Jika
perekaman selesai maka pilih tombol stop. Hasil perekaman akan tampil dan
disimpan dalam bentuk *. WAV.
Keterangan :
Pengamat Tingkah Laku
Omnidirectional Hydrophone
Pengambil rekaman Suara
13
3.4.1.3 Pakan yang Diberikan
Pakan yang diberikan merupakan tumbuhan laut yang dikenal dengan
nama lamun. Lamun segar yang diberikan berasal dari Banten dan diantarkan
setiap 2 hari sekali kemudian disimpan di kolam air asin dalam ruangan yang
suhunya stabil untuk menjaga kualitas kesegaran dari lamun tersebut.
Jenis lamun yang diberikan sebagai pakan dugong kemudian diidentifikasi
di Laboratorium Kering Biologi Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.4.1.4 Morfometrik dan Bobot Dugong
Data morfometrik dan bobot dugong diperoleh ketika dilakukan
pengecekan kesehatan dugong yang dilakukan berkala setiap 6 bulan. Pengecekan
periode ini dilakukan pada tanggal 30 Maret 2010. Pengecekan kesehatan
dilakukan oleh para kurator dan di bawah pengawasan Prof. Agik Suprayogi dari
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB). Data
morfometrik yang diambil mencakup, panjang total, panjang cagak, lingkar dagu,
lingkar leher, lingkar dada, lingkar perut, panjang pusar, panjang genital, jarak
antar lubang genital dan anus, lebar ekor.
3.4.2 Data Sekunder
Data Sekunder mencakup data kualitas air akuarium dan pola tingkah laku
harian dugong. Data kualitas air akuarium didapatkan dari petugas bagian
kuratorial SWI yang melakukan pengecekan tiap 2 kali seminggu (Senin dan
Kamis). Pola tingkah laku harian didapatkan dengan melakukan wawancara
dengan petugas kurator untuk dijadikan acuan dalam pengamatan.
14
% Perilaku = Detik perilaku x 100%
Total Detik Pengamatan
3.5. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini mencakup dua proses utama,
pengolahan data tingkah laku dan pengolahan data suara. Lampiran 1
menunjukkan diagram alir proses pengolahan data.
3.5.1. Metode Pengolahan Data Tingkah Laku
Pengamatan awal dilakukan dengan mengamati tingakh laku dugong
selama 24 jam. Hasil dari pengamatan ini berupa pola harian dari tingkah laku
dugong dan definisi tingkah laku. Pola harian dimasukkan ke dalam tabel dan
definisi tingkah laku dimasukkan dalam sebuah ethogram.
Jenis-jenis tingkah laku yang diperoleh dari penelitian awal dijadikan
acuan dalam penelitian utama. Tingkah laku dugong yang diamati meliputi,
makan, bernafas, istirahat, jelajah, menggaruk, flatus dan defekasi.
Penelitian utama, merekam tingkah laku dengan menggunakan handy cam.
Rekaman itu kemudian diurutkan berdasarkan waktu kejadian tingkah laku yang
terekam, sehingga dapat diketahui penggunaan waktu untuk melakukan satu
tingkah laku. Waktu yang digunakan untuk melakukan satu tingkah laku itu
kemudian dihitung persentasenya berdasarkan keseluruhan waktu pengamatan.
Rumusnya adalah :
……………………..(1)
3.5.2. Metode Pengolahan Data Akustik/Suara
Data yang diperoleh dari hasil perekaman berbentuk *.WAV. Rekaman
suara itu kemudian dilakukan pengurangan suara latar dan gangguan (Noise
15
Reduction) dan pengurangan suara desah (Hiss Reduction) menggunakan
perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1.
Rekaman suara yang telah dikurangi suara gangguan dan suara desahnya
kemudian dipotong sesuai dengan ditemukannya suara dugong. Potongan suara
itu kemudian dikonversi menjadi data numerik dengan menggunakan FFT
analysis pada perangkat lunak Wavelab 6. Data numerik disimpan dalam bentuk
*.txt.
Data numerik tersebut kemudian diolah menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam grafik sebaran
frekuensi suara dengan menggunakan MATLAB. Informasi yang didapatkan
berupa rentang frekuensi yang digunakan, intensitas suara dan lama terjadinya
suara. Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan klasifikasi tipe suara.
(1) Pengurangan Suara Latar dan Gangguan
Suara latar dan gangguan disebabkan adanya suara mesin pompa air, suara
aliran air masuk dan suara lainnya. Suara ini dihilangkan dengan menggunakan
perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1.
Proses diawali dengan membuka data suara yang berekstensi *.WAV.
Semua data yang tampil di waveform view disorot. Pilih menu effect kemudian
pilih Noise Reduction. Tampilan menu Noise Reduction yang tampil, pilih get
profile from selection. Hilangkan titik warna kuning yang tampil pada jendela
profil suara dengan cara mengatur noise reduction level. Pengaturan untuk noise
reduction menggunakan pengaturan standar yang disiapkan perangkat lunak Cool
Edit Pro 2.1. Tampilan pengaturan standar noise reduction dapat dilihat pada
Lampiran 3.
16
(2) Pengurangan Suara Desah
Suara yang telah dikurangi suara latar dan gangguannya kemudian
dilakukan pengurangan suara desah (hiss reduction) untuk semakin memperjelas
suara utamanya. Proses ini menggunakan perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1.
Tampilan hasil dari noise reduction disorot kemudian pilih menu effect kemudian
noise reduction dengan sub menu hiss reduction. Menu hiss reduction yang
tampil, kemudian pilih tombol dengan tulisan get noise floor. Noise floor adjust
diatur untuk mendapatkan suara yang paling jelas dan keras. Pengaturan untuk
hiss reduction menggunakan pengaturan standar yang disiapkan perangkat lunak
Cool Edit Pro 2.1. Tampilan pengaturan standar hiss reduction dapat dilihat pada
Lampiran 3.
(3) Pemotongan Data Suara
Rekaman suara yang telah selesai melalui proses noise reduction dan hiss
reduction kemudian dilakukan pemotongan suara sesuai dengan suara yang
ditemukan. Proses pemotongan suara ini diawali dengan mendengarkan semua
rekaman. Jika ditemukan suara yang dimaksud maka suara tersebut dipotong
sesuai dengan lamanya waktu suaranya. Proses ini menggunakan perangkat lunak
Wavelab 6. Suara yang ditemukan disorot kemudian copy dan paste pada sheet
baru.
(4) Analisis Fast Fourier Transform (FFT)
Menurut Nordmark (2005), Analisis FFT digunakan untuk menunjukkan
grafik frekuensi yang berkelanjutan, dengan sangat tepat dan detail frekuensi real-
time. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Wavelab 6.
17
Analisis FFT digunakan untuk file hasil pemotongan suara. File potongan
suara disorot. Menu yang digunakan adalah analysis, kemudian spectrum
analyser (FFT) dan akan memunculkan jendela menu FFT meter. Jendela menu
FFT meter yang tampil akan memperlihatkan grafik frekuensi secara real-time.
Percobaan kali ini diambil grafik tiap 20 ms sepanjang data. Kursor
diarahkan ke bagian yang dituju pada wave sheet. Grafik yang didapatkan
kemudian dikonversi menjadi data numerik dengan menggunakan menu option
dan export FFT data as ASCII pada FFT meter. Data numerik yang didapatkan
berekstensi *.txt. Data ini kemudian diolah menggunakan perangkat Microsoft
Excel dan MATLAB untuk mendapatkan grafik sebaran frekuensi suara. Sebaran
frekuensi suara yang ditemukan menjadi acuan dalam klasifikasi jenis suara.
3.5. Metode Analisis Data
Uji nilai tengah berpasangan digunakan untuk melihat dominasi tingkah
laku dugong yang diamati. Menurut Walpole (1997), Uji nilai tengah
berpasangan menggunakan rumus:
……………………………………..(2)
v = n-1; α = 0,05
Wilayah kritik : t < - tα dan t > tα atau p-value > α
Hipotesis : Ho : variabel1 = variabel2
H1 : variabel1 ≠ variabel2
Uji nilai tengah berpasangan ini dilakukan dengan menggunakan software
MINITAB. Untuk melakukan uji ini digunakan menu basic statistic kemudian
pilih paired t-test. Variabel yang digunakan adalah dua tingkah laku yang
memiliki nilai persentase terbesar.
n
s
dhit
d
dt
18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Tempat dan Obyek Penelitian
Pengambilan data suara dan pengamatan dilakukan di sebuah akuarium
besar yang dimiliki oleh PT. Sea World Indonesia. Sea World Indonesia (SWI)
berada di dalam Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Jakarta. SWI merupakan
tempat wisata yang menerapkan konsep “Wisata Didik”. Konsep tersebut
diturunkan dalam 3 misi: Pendidikan, Konservasi dan Rekreasi.
Sesuai dengan salah satu misi dari SWI yaitu Konservasi, maka SWI
melakukan penangkaran biota-biota laut yang terancam punah salah satunya
adalah dugong. Hal ini dilakukan dengan upaya pelestarian dari biota tersebut dan
pendidikan konservasi kepada masyarakat. Pendidikan konservasi tersebut berupa
penjelasan kepada pengunjung SWI mengenai profil biota, status biota dan upaya
konservasinya.
Dugong hidup dalam sebuah akuarium besar berbentuk lingkaran.
Akuarium memiliki diameter 10 meter dengan 2 kedalaman, yaitu 2 m untuk
bagian belakang dan 5 meter untuk bagian depan. Bagian belakang yang lebih
dangkal merupakan tempat untuk istirahat bagi dugong dan lebih tertutup
sehingga lebih gelap dibandingkan bagian depan. Visualisasi 3 dimensi dari
akuarium dapat dilihat pada Gambar 5.
19
Gambar 5. Visualisasi 3 Dimensi Akuarium Dugong
Dasar akuarium dilapisi dengan pasir silika agar sesuai dengan habitat asli
dari dugong yaitu padang lamun yang memiliki substrat pasir. Pasir silika juga
berfungsi penyaring (filter) yang dapat mengikat kotoran-kotoran yang berada di
dalam akuarium. Menurut Setiawati (2008), penggunaan pasir sebagai filter
cukup efektif untuk menjaga sistem lingkungan buatan dari bakteri yang
merugikan bagi biota.
Menurut Ningrum (2010), pada bagian bawah akuarium terdapat pipa-pipa
berukuran 2 inchi yang berfungsi sebagai output air akuarium. Pipa-pipa tersebut
dilapisi jaring dengan mesh size 0,5 mikron. Jaring tersebut berfungsi agar pasir
dan kotoran tidak tersedot ke dalam pipa yang akhirnya menyebabkan
tersumbatnya aliran air.
Air yang digunakan di akuarium berasal dari Teluk Jakarta yang diambil
menggunakan pipa bawah tanah sejauh 10 km dari tepi pantai. Air tersebut
kemudian diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan berbagai macam kotoran
dan disesuaikan dengan standar lingkungan dari biota tersebut. Kualitas air
akuarium selalu dijaga oleh petugas. Hal tersebut dapat dilihat dari pengukuran
kualitas air yang dilakukan setiap hari senin dan kamis oleh petugas kurator SWI.
20
SWI memiliki seekor mamalia laut dari jenis Dugong dugon (Muller,
1776). Dugong ini berjenis kelamin betina dan diberi nama dugong. Menurut
petugas kurator SWI, saat ini dugong tersebut berumur sekitar 8 tahun dan
memiliki panjang tubuh 218 cm serta berat 169 kg. Dugong tersebut ditemukan
pada tahun 2007 di perairan Buton, Sulawesi. Dugong tidak sengaja tersangkut
pada jaring nelayan yang sedang melakukan operasi penangkapan ikan. Dugong
tersebut diselamatkan dan dirawat oleh warga setempat untuk sementara, sampai
akhirnya dibawa ke SWI.
4.2 Tingkah Laku Dugong
Hasil pengamatan awal menunjukkan pola tingkah laku harian dan definisi
tingkah laku dugong. Pola tingkah laku harian dugong yang didapatkan
ditampilkan dalam bentuk tabel (Lampiran 4), sedangkan definisi tingkah laku
ditampilkan dalam bentuk ethogram (Lampiran 5).
Berdasarkan hasil pengamatan awal, diambil keputusan untuk waktu untuk
pengambilan data utama dilakukan pada dua waktu. Waktu pertama dilakukan
pada jam 18:30-21:00 WIB untuk mewakili waktu malam dan kedua pada jam
06:00-09:00 WIB untuk mewakili waktu pagi dan siang. Waktu-waktu tersebut
dipilih karena pada saat itu dugong melakukan tingkah laku yang dapat mewakili
tingkah laku selama satu hari.
Pengamatan tingkah laku pagi hari dilakukan selama 7 hari pengamatan,
namun yang berhasil dianalisis hanya 6 hari pengamatan, yaitu 19, 26-27 Februari
dan 4, 11-12 Maret 2010. Tiap hari pengamatan dilakukan 4 kali ulangan
pengamatan dengan pola pengambilan data-istirahat bergilir setiap 15 menit.
Hasil yang diperoleh berupa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
21
tingkah laku. Hasil tersebut kemudian dibuat persentase penggunaan waktu untuk
melakukan tiap tingkah laku dugong terhadap keseluruhan waktu pengamatan.
Persentase penggunaan waktu tingkah laku dugong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Penggunaan Waktu oleh Dugong Berdasarkan Tingkah Laku
yang Ditunjukkan pada Pagi Hari (dalam %)
Tanggal Tingkah Laku
I Md Mp FI FJ FMp FDMp DMp DJ J M B
19-Feb-10 75,26 - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 23,89 0,00 0,85
26-Feb-10 59,17 - 3,33 0,19 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 31,11 5,83 0,19
27-Feb-10 43,36 - 30,72 0,00 0,00 0,25 0,28 2,36 0,19 22,67 0,00 0,17
4-Mar-10 50,28 - 9,42 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 38,22 1,86 0,22
11-Mar-10 38,22 - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 61,64 0,00 0,14
12-Mar-10 36,89 - 0,00 0,22 0,22 0,00 0,00 0,00 0,00 48,86 13,39 0,42
(Keterangan : B= Bernapas, M=Menggaruk, J=Jelajah, DJ= Defekasi-Jelajah, DMp=Defekasi-
Makan permukaan, FDMp=Flatus-Defekasi-Makan permukaan, FMp=Flatus-Makan permukaan,
FJ= Flatus-Jelajah, FI=Flatus-Istirahat, Mp=Makan Permukaan, Md= Makan Dasar, I=Istirahat)
Tabel 4 menunjukkan pada pagi hari dugong melakukan semua tingkah
laku. Namun, kegiatan makan hanya dilakukan di permukaan. Hal ini disebabkan
tidak adanya aktifitas pemberian pakan oleh petugas di pagi hari. Lamun yang
dimakan adalah lamun sisa dari lamun yang diberikan hari sebelumnya. Tingkah
laku makan permukaan terekam pada tanggal 26 Februari (3,33%), 27 Februari
(30,72%) dan 4 Maret 2010 (9,42%). Persentase tingkah laku makan permukaan
menunjukkan bahwa pada pagi hari dugong tidak terlalu aktif makan.
Tingkah laku dugong untuk bernafas ke permukaan memiliki persentase
penggunaan waktu antara 0,14-0,85%. Tingkah laku yang tidak terlalu aktif di
pagi hari dapat menghemat penggunaan udara dalam tubuh dibandingkan ketika
aktifitas dugong lebih tinggi. Untuk tingkah laku flatus dan defekasi, umumnya
dugong melakukannya bersamaan dengan tingkah laku lain. Pada pengamatan
22
pagi hari didapatkan tingkah laku flatus-istirahat, flatus-jelajah, flatus-makan
permukaan, flatus dan defekasi-Makan permukaan, defekasi-makan permukaan,
defekasi-jelajah. Dugong melakukan tingkah laku flatus pada tanggal 26, 27
Februari 2010 dan 12 Maret 2010 serta melakukan tingkah laku defekasi pada
tanggal 27 Februari 2010.
Pagi hari, ditemukan dugong melakukan tingkah laku menggaruk.
Dugong melakukan tingkah laku ini untuk menghilangkan bakteri ataupun
kotoran yang menempel pada tubuhnya. Tingkah laku menggaruk dilakukan pada
tanggal 26 Februari, 4 dan 12 Maret 2010. Tingkah laku istirahat dan jelajah
cukup dominan ditemukan di pagi hari. Hal ini dapat dilihat dari persentase
istirahat antara 36,89-75,26%, sementara tingkah laku jelajah antara 23,89-
61,64%. Tingkah laku istirahat dominan pada tanggal 19, 26 Februari dan 4
Maret 2010. Tingkah laku jelajah dominan pada tanggal 11 dan 12 Maret 2010.
Tingkah laku istirahat yang cukup dominan di pagi hari menunjukkan bahwa
dugong tidak terlalu aktif di pagi hari, sedangkan tingkah laku jelajah dilakukan
pada saat ada penyelam membersihkan akuarium.
Dua tingkah laku yang paling dominan adalah istirahat dan jelajah. Uji
nilai tengah berpasangan dilakukan untuk melihat tipe tingkah laku yang dominan,
dan hasilnya dapat dilihat di Tabel 4. Berdasarkan hasil uji ini diketahui bahwa
dominasi tingkah laku istirahat tidak berbeda nyata dengan tingkah laku jelajah,
sehingga diketahui bahwa tingkah laku yang dominan di pagi hari adalah tingkah
laku istirahat dan jelajah.
23
Tabel 4. Hasil Uji Nilai Tengah Berpasangan untuk Tingkah Laku Pagi Hari
Hipotesis t-value t-tabel α P-Value Hasil
H0 : I = J
HI : I ≠ J 1,15 2,015 0,05 0,302 Terima H0
Pengamatan malam hari dilakukan sebanyak 7 hari pengamatan, yaitu 19,
25-26 Februari dan 4-5, 11-12 Maret 2010. Pengambilan dan pengolahan data
tingkah laku malam hari sama dengan tingkah laku pagi hari. Persentase
penggunaan waktu tingkah laku pada malam hari dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Penggunaan Waktu oleh Dugong Berdasarkan Tingkah Laku
yang Ditunjukkan pada Malam Hari (dalam %)
(Keterangan: B= Bernapas, M=Menggaruk, J=Jelajah, DMp=Defekasi-Makan permukaan,
FDMp=Flatus-Defekasi-Makan permukaan, FJ= Flatus-Jelajah, FMp=Flatus-Makan permukaan,
FI=Flatus-Istirahat, Mp=Makan Permukaan, Md= Makan Dasar, I=Istirahat)
Hasil pengamatan malam hari yang ditunjukkan pada Tabel 6 diketahui
bahwa terdapat satu tingkah laku yang tidak dilakukan selama pengamatan malam
hari yaitu tingkah laku menggaruk. Hal tersebut ditunjukkan dengan angka 0%
pada tiap hari pengamatan.
Tingkah laku flatus dan defekasi dilakukan berbarengan dengan tingkah
laku yang lain, yaitu defekasi dan makan permukaan, flatus-defekasi dan makan
permukaan, flatus dan jelajah, flatus dan istirahat, flatus dan makan permukaan.
Tanggal Tingkah Laku
I Md Mp FI FMp FJ FDMp DMp J M B
19-02-10 41,06 - 33,44 0,50 0,42 0,08 0,00 0,00 24,42 0,00 0,58
25-02-10 5,61 - 65,92 1,39 1,14 0,00 0,25 13,83 12,78 0,00 0,47
26-02-10 0,00 21,44 53,03 0,47 0,61 0,00 0,00 0,00 23,03 0,00 1,42
4-03-10 19,70 22,89 23,52 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 32,15 0,00 1,74
5-03-10 4,64 14,44 68,44 0,00 0,47 0,00 0,00 0,00 11,33 0,00 1,14
11-03-10 7,94 14,33 52,31 0,06 0,31 0,00 0,00 0,00 24,31 0,00 0,75
12-03-10 5,69 20,22 49,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 23,78 0,00 1,28
24
Dugong tidak melakukan tingkah laku flatus pada tanggal 4 dan 12 Maret 2010
dan tingkah laku defekasi hanya pada tanggal 25 Februari 2010.
Rata-rata nilai persentase terbesar pada malam hari adalah pada tingkah
laku makan permukaan (49,38%) dan jelajah (21,69 %). Uji nilai tengah
dilakukan untuk melihat tingkah laku yang lebih mendominasi. Hasil uji nilai
tengah dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Nilai Tengah Berpasangan untuk Tingkah Laku Malam Hari Hipotesis t-value t-tabel α P-Value Hasil
H0 : Mp = J
HI : Mp ≠ J 3,18 1,943 0,05 0,019 Tolak H0
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa makan permukaan berbeda secara
nyata dengan jelajah dan nilai makan permukaan lebih besar dari jelajah, sehingga
tingkah laku yang lebih dominan adalah makan permukaan. Hal ini menunjukkan
bahwa dugong lebih aktif makan pada malam hari.
Tingkah laku makan dilakukan dengan dua variasi yaitu makan permukaan
dan makan dasar, variasi makan dengan disuapi oleh petugas tidak dilakukan
karena pada malam hari tidak ada petugas yang bertugas untuk menyelam dan
memberi makan. Pada tanggal 19 dan 25 Februari 2010, tidak ada tingkah laku
makan dasar karena tidak adanya penjepit lamun yang tersedia.
Pada tanggal 19 Februari dan 4 Maret 2010, persentase untuk tingkah laku
makan lebih kecil dibandingkan pada hari lain. Hal ini disebabkan pada tanggal
tersebut kesegaran lamun menurun, sehingga nafsu makan dugong pun ikut
menurun. Kesegaran lamun menurun ketika menginjak hari kedua penyimpanan
lamun di ruang penyimpanan.
25
Tingkah laku lain yang teramati, adalah istirahat dan bernafas. Tingkah
laku istirahat memiliki antara 4-20%, kecuali pada tanggal 19 Februari 2010 yang
mencapai 41,06%. Tingkah laku mengambil nafas di permukaan antara 0,5-1,8%,
selain dengan tingkah laku bernafas untuk mendapatkan udara juga dilakukan
pengambilan nafas ketika melakukan tingkah laku makan di permukaan.
Hasil pengamatan menunjukkan dugong memiliki tujuh tingkah laku
utama, yaitu makan, bernafas, istirahat, jelajah, menggaruk, flatus dan defekasi.
Deskripsi secara lengkap dari tiap tingkah laku tersebut selama pengamatan
ditunjukkan sebagai berikut:
1. Tingkah laku makan
Tingkah laku makan merupakan kegiatan ketika dugong mengambil dan
memasukkan pakan yang diberikan ke dalam tubuhnya. Pakan yang diberikan
adalah lamun.
Lamun yang diberikan berasal dari Banten. Lamun segar diantarkan setiap
2 hari sekali ke SWI. Lamun segar disimpan di dalam sebuah kolam air asin pada
sebuah ruangan khusus. Ruangan tersebut menggunakan pengatur suhu ruangan
sehingga suhu ruangan stabil. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi resiko
lamun membusuk.
Lamun yang diberikan sebagian besar terdiri dari jenis Syringodium
isoetifolium, terdapat sebagian kecil terdapat lamun dari genus Cymodocea dan
Halodule. Lamun yang terbanyak dikonsumsi adalah dari jenis S. isoetifolium.
Hal tersebut terlihat dari hasil pembersihan sisa pakan yang diberikan. Sisa pakan
didominasi oleh lamun dari selain jenis S. isoetifolium.
26
Pakan diberikan dalam sehari sebanyak 20 kg lamun. Lamun sebanyak 20
kg itu diberikan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali dalam sehari.
Pola pemberian pakan pada dugong dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pola Pemberian Pakan pada Dugong
No Waktu Pukul
(WIB) Bobot (kg) Cara Pemberian Pakan
1. Pagi 09.15 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg di letakkan didasar akuarium
2. Siang 11.30 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg diletakkan di dasar akuarium
3. Sore 14.30 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg diletakkan di dasar akuarium
4. Malam 18.00 8 Diletakkan di permukaan
Tabel 7 menunjukkan pola pemberian pakan dugong yang dibagi menjadi
4 periode. Pada waktu malam, lamun yang diberikan jumlahnya lebih banyak.
Hal ini dikarenakan dugong lebih aktif pada malam hari. Lamun yang diberikan
pagi, siang dan sore seringkali tidak langsung dihabiskan tetapi dibiarkan
mengambang di permukaan air dan baru dimakan ketika malam.
Tabel 7 selain menunjukkan frekuensi pemberian pakan juga dapat dilihat
variasi pemberian pakan. Variasi pertama, disuapi oleh petugas pada pertunjukan
pemberian pakan (feeding show). Kedua, pakan yang diberikan diletakkan di
dasar. Ketiga, pakan yang diberikan diletakkan di permukaan air. Variasi
pertama dan ketiga merupakan bentuk adaptasi pada lingkungan buatan,
sedangkan variasi kedua merupakan tingkah laku yang sesuai di habitat alami.
Variasi dalam pemberian pakan tersebut menyebabkan ada tiga pola
tingkah laku makan yang ditunjukkan oleh dugong. Variasi pertama berupa
disuapi oleh petugas yang menyelam di dalam akuarium, yang merupakan bentuk
27
penyesuaian dari dugong dengan lingkungan buatan dan merupakan hasil
pelatihan para petugas kurator SWI. Tingkah laku pada variasi ini diawali dengan
adanya petugas yang menyelam dengan membawa sebuah kantong berisikan
lamun. Dugong yang mengetahui hal tersebut kemudian berenang mendekati
petugas. Petugas memberikan pakan yang berada di dalam kantong secara
langsung dengan tangannya. Dugong mengambil lamun yang diberikan petugas
dan mengunyahnya sampai habis. Dugong menahan nafas ketika makan sekitar 3-
5 menit, setelah itu dugong akan ke permukaan untuk mengambil nafas. Tingkah
laku makan dengan cara disuapi oleh petugas dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Tingkah Laku Makan dengan Disuapi oleh Petugas
Variasi kedua adalah tingkah laku makan dengan lamun diletakkan di
dasar. Lamun diikat dengan penjepit dan diberi pemberat, sehingga lamun
tenggelam ke dasar perairan. Variasi ini merupakan usaha penyesuaian dengan
habitat alami dugong, dimana lamun yang merupakan makanan dugong tumbuh di
dasar perairan.
Tingkah laku makan dasar dugong dimulai dengan menyelam ke dasar
akuarium yang didahului gerakan kepala menunduk ke arah dasar dan dibantu
dengan gaya dorong dari gerakan mengepakkan ekor. Arah penyelaman diatur
28
oleh kedua tungkai depan. Di dasar akuarium dugong melakukan pencarian
dengan menggunakan bibir dan bulu-bulu disekitarnya untuk mendeteksi
keberadaan makanan. Posisi tubuh dari dugong adalah bagian bibir menyentuh
dasar dengan ekor diangkat dan tubuh membentuk sudut sekitar 30° dengan dasar.
Ketika memakan lamun yang di dasar, kepala dan tubuh dugong ditopang oleh
kedua tungkai depan dan ekor menyentuh dasar. Lamun diambil dengan
menggunakan gigi yang kemudian dikunyah untuk memudahkan masuk ke dalam
tenggorokan. Tingkah laku makan dengan lamun di dasar dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Tingkah Laku Makan dengan Lamun di Dasar Perairan
Dugong yang merupakan hewan mamalia yang bernafas dengan paru-paru,
sehingga ketika melakukan makan di dasar harus menahan nafas dan pada waktu
tertentu akan mengambil nafas ke permukaan. Dugong dapat menahan nafas
selama 3-5 menit selama makan, kemudian akan mengambil nafas ke permukaan.
Pergerakan dugong ketika mengambil nafas ke permukaan selama melakukan
tingkah laku makan di dasar dapat dilihat pada Gambar 8.
29
Gambar 8. Pergerakan Dugong di Dalam Akuarium Selama Makan Dasar
(Tampak Atas)
Gambar 8(a) memperlihatkan dugong bergerak dari sumber makanan ke
arah bagian belakang akuarium dan kemudian memutari tiang yang berada di
dalam akuarium dan kemudian mendekati sumber makanan kembali. Gambar
8(b) menggambarkan dugong bergerak ke arah kiri depan akuarium yang
kemudian berputar kembali menuju sumber makanan. Gambar 8(c), dugong
bergerak ke arah kiri depan akuarium yang kemudian berputar kembali ke arah
sumber makanan. Gambar 8(d), dugong bergerak ke arah kanan belakang
akuarium menuju bagian tengah belakang dan kembali ke arah sumber makanan.
Gambar 8(e), dugong bergerak sedikit ke arah kanan belakang dan langsung
berputar kembali ke sumber makanan.
Secara keseluruhan diketahui dugong membuat sebuah gerakan berputar
360° searah dengan jarum jam terhadap sumber makanan. Selama proses
pergerakan ini dugong juga bergerak secara vertikal ke permukaan untuk
a b c
d e Keterangan :
Lamun di Dasar
Lamun di Permukaan
Arah Gerak
Tiang
30
mengambil nafas dengan intensitas 2-3 kali selama melakukan pergerakan
tersebut.
Variasi ketiga adalah tingkah laku makan dengan lamun diletakkan di
permukaan perairan. Lamun diberikan dengan cara diletakkan di permukaan air.
Variasi ini merupakan adaptasi dengan lingkungan buatan. Pakan yang
mengapung di permukaan tersebut karena keterbatasan penjepit sehingga tidak
semua lamun dapat dijepit dan diletakkan di dasar ataupun lamun yang terlepas
dari penjepit kemudian mengapung di permukaan. Tingkah laku makan dengan
pakan di permukaan air diawali dengan berenang ke permukaan. Posisi kepala
menghadap ke permukaan dan tubuh didorong ke atas oleh gerakan ekor.
Makanan di permukaan diambil dengan menggunakan mulut. Lamun dikunyah di
dalam air. Setelah selesai mengunyah, dugong kembali ke permukaan untuk
mengambil makanan dan terus berlanjut sampai dugong lelah atau makanan habis.
Tingkah laku makan dengan lamun di permukaan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Tingkah Laku Makan dengan Lamun di Permukaan Air
Berbeda dengan tingkah laku makan di dasar, ketika melakukan tingkah
laku makan di permukaan dugong tidak melakukan tingkah laku mengambil nafas
secara khusus. Hal ini disebabkan, ketika mengambil lamun di permukaan,
31
dugong juga sekaligus mengambil nafas dari udara bebas. Selama melakukan
tingkah laku ini, dugong juga melakukan pergerakan. Pergerakan dugong pada
tingkah laku ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pergerakan Dugong di Dalam Akuarium Selama Makan Permukaan
(Tampak Atas)
d e
g h i
j k
f
a b c
Keterangan :
Lamun di Dasar
Lamun di Permukaan
Arah Gerak
Tiang
32
Gambar 10(a) menunjukkan dugong bergerak menjauh dari sumber
makanan (lamun) melalui sebelah kiri akuarium, kemudian dugong bergerak ke
arah kanan dan berputar mendekati sumber makanan kembali. Pada Gambar
10(b), dugong bergerak dari bagian kiri belakang akuarium ke arah tiang dalam
akuarium dan kemudian berbelok kanan mendekati sumber makanan. Gambar
10(c), dugong bergerak menjauhi sumber makanan ke arah tiang yang kemudian
memutari tiang dan kembali ke arah sumber makanan. Gambar 10(d)
menunjukkan dugong bergerak menjauhi lamun dan memutar ke sebelah kanan
mendekati lamun kembali. Gambar 10(e), pada saat lamun di dasar habis dugong
yang masih lapar segera bergerak mendekati lamun dipermukaan dan bergerak
memutar setengah lingkaran arah kanan ke arah lamun di permukaan. Gambar
10(f), dugong bergerak ke arah kiri akuarium mendekati lamun. Gambar 10(g)
memperlihatkan pergerakan dugong dimulai dari dekat tiang dalam akuarium
memutarinya kemudian bergerak mendekati lamun. Gambar 10(h), dugong
bergerak dari tengah akuarium bergerak ke arah belakang kemudian memutar ke
arah kiri menuju lamun. Gambar 10(i), dugong bergerak dari bagian belakang
akuarium melalui tengah akuarium menuju lamun. Gambar 10(j), dugong
bergerak dari bagian belakang akuarium ke arah kiri akuarium kemudian berbelok
ke kiri menuju tengah akuarium dan berbelok lagi ke kanan menuju lamun.
Gambar 10(k), dugong bergerak dari bagian kiri akuarium ke arah tengah
kemudian memutar ke kanan menuju lamun.
Pergerakan dugong pada saat makan permukaan berbeda dengan
pergerakan selama makan di dasar. Pergerakan dugong lebih bervariasi dan
kurang teratur. Pada gambar 10 terdapat dua perbedaan utama pergerakan
33
dugong. Pertama, dugong bergerak dengan orientasi lamun berada di sebelah
kanan dugong, ditunjukkan pada Gambar 10 (a), (b), (c), (d), (e), (g), (i), (j) dan
(k). Kedua, dugong bergerak dengan orientasi lamun berada di sebelah kiri
dugong, ditunjukkan pada Gambar 10 (f) dan (h).
Tingkah laku makan yang dominan adalah tingkah laku makan dengan
makanan yang berada di permukaan air. Hal ini disebabkan karena lamun yang
diberikan sebagian besar akan mengapung di permukaan. Pakan yang mengapung
di permukaan tersebut karena keterbatasan penjepit sehingga tidak semua lamun
dapat dijepit dan diletakkan di dasar ataupun lamun yang terlepas dari penjepit
kemudian mengapung di permukaan.
2. Bernafas
Dugong merupakan salah satu dari jenis mamalia, sehingga dugong
bernafas dengan menggunakan paru-paru. Dugong hidup di dalam air, sedangkan
paru-paru tidak dapat mengambil oksigen yang ada di dalam air. Oleh karena itu,
dibutuhkan adaptasi untuk menghadapi kondisi tersebut. Dugong harus bergerak
ke permukaan untuk bernafas. Proses tersebut dibantu oleh adanya organ hidung
yang berada bagian depan atas dari kepalanya. Hidung dilengkapi dengan
penutup sehingga ketika menyelam air tidak dapat masuk ke dalam saluran
pernafasan.
Tingkah laku ini diawali dengan pergerakan dugong ke permukaan air
dengan kepala menghadap permukaan air dan tubuh didorong oleh gerakan ekor.
Dugong mengeluarkan lubang hidung ke atas permukaan air dan membuka
penutup hidung untuk melakukan pertukaran sisa pernafasan dengan udara segar.
34
Dugong kembali menyelam dan kembali bernafas dengan frekuensi tiap 3-5 menit
sekali. Tingkah laku bernafas di permukaan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Tingkah Laku Bernafas
3. Istirahat
Tingkah laku istirahat adalah tingkah laku dugong melakukan kegiatan
berdiam diri di dalam akuarium. Istirahat dilakukan dalam beberapa posisi tubuh.
Pertama, meletakkan seluruh tubuh di dasar. Kedua, posisi kepala disandarkan ke
bagian dinding dan ekor di dasar. Ketiga, berdiam diri di kolom perairan.
Tingkah laku istirahat dugong dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Tingkah Laku Istirahat
35
Tingkah laku istirahat dominan dilakukan pada siang hari sedangkan
malam hari dugong dominan melakukan aktivitas makan. Dugong termasuk
hewan yang aktif di malam hari (nokturnal), selain itu merupakan hewan yang
pemalu sehingga ketika siang hari banyak pengunjung dugong lebih banyak
berdiam diri di bagian belakang akuarium yang lebih gelap. Dugong merupakan
mamalia yang bernafas dengan paru-paru, sehingga secara berkala (3-5 menit
sekali) ketika beristirahat dugong akan ke permukaan untuk bernafas.
4. Jelajah
Jelajah adalah tingkah laku berenang dan menyelam mengelilingi kolom
akuarium. Tingkah laku ini dibantu pergerakan ekor untuk gaya dorongnya,
sedangkan pergerakan tungkai depan dan kepala membantu mengatur arah renang.
Bentuk tubuh dugong yang streamline juga memudahkan pergerakannya di dalam
air. Dugong dapat berenang dengan kecepatan 8-10 km/jam (Grzimek, 1975).
Tingkah laku jelajah dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Tingkah Laku Jelajah
36
Tingkah laku jelajah yang dilakukan dugong memiliki beberapa fungsi,
seperti untuk mengambil nafas ke permukaan saat makan di dasar, untuk mencari
makanan, untuk menjaga wilayahnya dan sebagainya. Saat berjelajah terkadang
dugong melakukan gerakan badan berputar, hal tersebut dilakukan untuk
membantu proses pencernaan.
5. Menggaruk
Tingkah laku menggaruk adalah kegiatan dari dugong yang menggesek-
gesekkan badannya ke dasar perairan ataupun dinding akuarium. Bagian yang
digesekkan didominasi bagian punggung dari dugong. Tingkah laku menggaruk
dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Tingkah Laku Menggaruk
Menurut petugas kurator, dugong melakukan tingkah laku ini untuk
membantu membersihkan tubuhnya dari jamur ataupun bakteri yang menempel di
tubuhnya. Menurut Marsh (1997), dugong menggosokkan punggungnya untuk
membersihkan dari parasit dan teritip yang menempel. Tingkah laku ini dominan
dilakukan di pagi hari. Hal ini terjadi karena kotoran dari hari sebelumnya
menumpuk di pagi hari, sebelum dibersihkan oleh petugas.
37
6. Flatus
Tingkah laku flatus merupakan kejadian dimana dugong mengeluarkan gas
dari anusnya. Tingkah laku flatus tidak dilakukan secara khusus, namun tingkah
laku ini dilakukan berbarengan dengan tingkah laku lain. Misal, dugong flatus
ketika beristirahat. Waktu untuk melakukan tingkah laku flatus, tergantung
banyaknya gas yang dikeluarkan. Menurut kurator, intensitas flatus menjadi
patokan dalam melihat kondisi kesehatan dugong. Jika dalam sehari dugong
flatus dengan intensitas yang tinggi (tidak disebutkan jumlahnya) maka
diindikasikan kesehatan dugong menurun. Selain flatus terus-menerus jika
dugong sakit maka dia akan banyak mengambang di permukaan. Tingkah laku
flatus dugong dapat dilihat pada Gambar 15, daerah yang dibatasi garis merah
menunjukkan gas yang dikeluarkan oleh dugong.
Gambar 15. Tingkah laku flatus
7. Defekasi (Buang Kotoran)
Sisa pencernaan yang tidak terpakai akan dibuang berupa kotoran melalui
anus. Proses pembuangan kotoran sisa pencernaan melalui anus ini disebut
defekasi. Tingkah laku defekasi serupa dengan dengan tingkah laku flatus, yaitu
tidak dilakukan secara khusus. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tingkah
38
laku ini tergantung dari banyaknya kotoran yang dikeluarkan. Jika dalam keadaan
sehat, maka dugong akan mengeluarkan kotoran berupa padatan. Jika dalam
keadaan sakit, maka dugong akan mengeluarkan kotoran berupa cairan (diare).
Tingkah laku defekasi dugong dapat dilihat pada Gambar 16, lingkaran merah
menunjukkan kotoran yang keluar dari anus dugong.
Gambar 16. Tingkah laku defekasi
4.3. Karakteristik Suara Dugong
Secara umum, setiap hewan mengeluarkan suara untuk keberlangsungan
kehidupannya. Suara tersebut digunakan untuk mencari makan, melindungi
wilayahnya dan sebagainya. Oleh karena itu, suara yang dihasilkan sangat
berkaitan dengan tingkah laku hewan tersebut.
Dugong mengeluarkan suara dalam berbagai tingkah lakunya. Sebagian
besar suara yang dikeluarkan oleh dugong digunakan untuk berkomunikasi dan
mempertahankan wilayahnya. Menurut Anderson and Barclay (1995), Suara
dugong untuk berkomunikasi dibagi manjadi 3 yaitu: chirp, trill dan bark. Chirp
memiliki kisaran frekuensi sekitar 3-18 kHz, trill dengan frekuensi lebih dari 740
Hz dalam batas 3-18 kHz dan bark dengan frekuensi 500-2.200 Hz.
39
Pada penelitian ini ditemukan enam puluh potongan suara yang telah
ditapis. Potongan-potongan suara tersebut kemudian dibuat grafik sebaran
frekuensinya dan dapat didapatkan sepuluh potongan suara dugong. Potongan
suara tersebut diklasifikasikan menjadi 5 jenis suara, yaitu chirp, bark tipe 1,
bark tipe 2, trill dan snore. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik suara yang ditemukan
No Jenis Suara Tanggal Waktu
(WIB)
Frekuensi
(Hz)
Intensitas
(W/m2)
Durasi
(ms)
1 Chirp 05-03-2010 07:56:41 3.000-7.500 0,002-0,01 520
2 Bark (tipe 1) 19-02-2010 08:20:40 1.000-1.200 0001-0,004 108
3 Bark
(tipe 2)
19-02-2010 19:44:07 550-750 0,01-0,021 50
26-02-2010 08:02:21 350-550 0,02-0,09 110
4 Trill
19-02-2010 08:12:18 250-500 0,04-0,18 84
19-02-2010 08:22:54 300-500 0,02-0,1 80
19-02-2010 08:41:34 250-500 0,02-0,09 60
19-02-2010 08:44:01 450-700 0,1-0,25 70
19-02-2010 08:46:03 450-700 0,04-0,16 60
5 Snore 26-02-2010 07:30:39 50-1400 0,002-0,009 100
1. Chirp
Suara pertama Chirp, jenis suara ini terdengar seperti kicauan burung.
Sonogram dan grafik sebaran frekuensi suara ini dapat dilihat pada Gambar 17.
a.
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
40
b.
Gambar 17. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Chirp
Gambar 17 (a) menunjukkan sonogram dari suara chirp yang diambil dari
worksheet potongan suara di Wavelab. Intensitas suara diketahui sebesar ± 12,5
dB. Pada sonogram, bagian yang dibatasi dengan kotak merah diduga merupakan
suara yang terbentuk.
Gambar 17 (b) menunjukkan grafik sebaran frekuensi suara chirp. Grafik
memperlihatkan bahwa jenis suara Chirp memiliki frekuensi 3.000-7.500 Hz,
intensitas 0,002-0,01 W/m2 dan durasi 520 ms. Daerah suara chirp ditunjukkan
dengan daerah yang dibatasi kotak merah. Suara-suara yang berada di bagian
bawah diduga merupakan suara latar.
Suara ini ditemukan pada tanggal 5 Maret 2010 pukul 07:56:41 WIB, pada
saat itu sedang dilakukan pembersihan akuarium harian oleh petugas yang tidak
biasa melakukan pembersihan akuarium dugong. Menurut Anderson dan Barclay
(1995), dugong mengeluarkan suara chirp untuk melindungi wilayahnya.
Kejadian ditemukannya suara ini diduga merupakan upaya dugong untuk
melindungi wilayahnya dari makhluk yang dianggap asing oleh dugong (petugas
yang tidak biasa membersihkan akuarium dugong).
41
2. Bark (Tipe 1)
Suara selanjutnya adalah Bark (Tipe 1), suara tersebut terdengar seperti
gonggongan kecil. Sonogram dan sebaran frekuensi suara ada pada Gambar 18.
a.
b.
Gambar 18. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark (Tipe 1)
Gambar 18 (a) adalah gambaran sonogram dari suara bark (tipe 1).
Sonogram menunjukkan bahwa suara bark (tipe 1) memiliki intensitas suara -2–3
dB. Berdasarkan grafik pada Gambar 18 (b) diketahui frekuensi suara berkisar
antara 1.000-1.200 Hz dengan intensitas 0,001-0,004 W/m2 dan durasi 108 ms.
Suara ini ditemukan pada tanggal 19 Februari 2010 pukul 08:20:40 WIB, pada
saat tersebut merupakan waktu awal pengamatan dan dugong masih beradaptasi
dengan omnidirectional hydrophone. Pada saat itu juga sedang dilakukan
pembersihan akuarium oleh petugas.
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
42
3. Bark (Tipe 2)
Suara Bark (Tipe 2) seperti suara gonggongan yang keras. Suara ini
ditemukan dua kali, yaitu pada tanggal 19 Februari 2010 (19:44:07 WIB) dan
tanggal 26 Maret 2010 (08:02:21 WIB). Gambar 19 menunjukkan sonogram dan
grafik sebaran suara untuk suara Bark (Tipe 2) tanggal 19 Februari 2010.
a.
b.
Gambar 19. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark (Tipe 2)
tanggal 19 Februari 2010
Sonogram pada Gambar 19 (a) menunjukkan suara Bark (tipe 2)
ditemukan pada interval intensitas ±12,5 dB. Pada grafik di Gambar 19 (b) suara
terlihat memiliki frekuensi 550-750 Hz dengan intensitas 0,001-0,0021 W/m2 dan
durasi 50 ms. Suara pada Gambar 19 (a) dan (b) ditunjukkan pada daerah yang
dibatasi kotak merah. Suara ini merupakan satu-satunya suara yang ditemukan
malam hari. Suara ini juga ditemukan pada tanggal 19 Februari 2010 yang
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
43
merupakan tanggal awal pengamatan dimana dugong masih beradaptasi dengan
omnidirectional hydrophone.
Sonogram dan sebaran frekuensi suara Bark (Tipe 2) yang ditemukan pada
tanggal 26 Maret 2010 (08:02:21 WIB) dapat dilihat pada Gambar 20.
a.
b.
Gambar 20. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark (Tipe 2)
tanggal 26 Maret 2010
Berdasarkan gambar 20 (a) diketahui bahwa suara Bark (Tipe 2) yang
ditemukan pada tanggal 26 Maret 2010 (08:02:21 WIB) memiliki intensitas pada
±25 dB. Berdasarkan Gambar 20 (b), suara diketahui memiliki frekuensi 350-550
Hz, intensitas suara 0,02-0,09 W/m2 dan durasi 110 ms. Pada gambar tidak
ditemukan adanya suara latar. Suara ini ditemukan pada pagi hari pada saat ada
petugas yang menyelam untuk membersihkan akuarium.
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
44
4. Trill
Jenis suara yang keempat adalah suara trill, suara ini terdengar seperti
suara resonansi suatu benda. Suara ini paling banyak ditemukan dan semuanya
ditemukan pada tanggal 19 Februari 2010, pukul 08:12:18 WIB, 08:22:54 WIB,
08:41:34 WIB, 08:44:01 WIB, 08:46:03 WIB. Berdasarkan waktu ditemukannya
suara ini, seluruh suara ditemukan pada saat ada petugas yang menyelam untuk
membersihkan akuarium. Sonogram dan grafik sebaran frekuensi suara trill dapat
dilihat pada Gambar 21.
a.
b.
Gambar 21. (a) Sonogram dan (b) grafik sebaran suara Trill
Tanggal 19 Februari 2010 pukul 08:12:18 WIB
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
45
c.
d.
e.
f.
Gambar 21. (c) sonogram dan (d) grafik sebaran frekuensi Suara Trill
tanggal 19 Februari 2010 pukul 08:22:54 WIB; (e) Sonogram dan (f) grafik
sebaran frekuensi Suara Trill tanggal 19 Februari 2010 pukul 08:41:34 WIB
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
46
g.
h.
i.
j.
Gambar 21. (g) sonogram dan (h) grafik sebaran frekuensi Suara Trill
tanggal 19 Februari 2010 pukul 08: 44:01 WIB; (i) Sonogram dan (j) grafik
sebaran frekuensi Suara Trill tanggal 19 Februari 2010 pukul 08: 46:03 WIB
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
47
Gambar 21(a) menunjukkan sonogram suara trill pada pukul 08:12:18
WIB. Sonogram menunjukkan suara berada pada kisaran intensitas ± 50 dB.
Gambar 21(b) menunjukkan suara mempunyai frekuensi 250-500 Hz, intensitas
0,04-0,18 W/m2 dan durasi 84 ms. Potongan suara pada Gambar 21(a) dan (b)
ditunjukkan oleh daerah yang dibatasi kotak merah.
Sonogram untuk suara yang ditemukan pada pukul 08:22:54 WIB
ditunjukkan oleh Gambar 21(c). Pada gambar tersebut diketahui bahwa suara
tersebut berada pada intensitas ±25 dB. Grafik sebaran frekuensi pada Gambar
21(d) menunjukkan frekuensi suara sebesar 300-500 Hz dengan intensitas 0,02-
0,1 W/m2 dan durasi 80 ms. Potongan suara trill yang dimaksudkan pada Gambar
21(c) dan (d) ditunjukkan pada daerah yang dibatasi kotak merah.
Suara yang ditemukan pada pukul 08:41:34 memiliki intensitas suara
±37,5 dB. Hal tersebut ditunjukkan oleh daerah yang dibatasi kotak merah pada
sonogram di Gambar 21(e). Suara ini juga memiliki frekuensi sebesar 250-500
Hz, intensitas 0,02-0,09 W/m2 dan durasi 60 ms. Informasi ini ditunjukkan oleh
daerah yang dibatasi kotak merah pada Grafik sebaran frekuensi suara di Gambar
21(f).
Suara trill yang ditemukan pada pukul 08:44:01 memiliki intensitas ±100
dB, seperti yang ditunjukkan daerah yang dibatasi kotak merah di sonogram pada
Gambar 21(g). Suara tersebut juga memiliki frekuensi 450-700 Hz dengan
intensitas 0,1-0,25 W/m2 dan durasi 70 ms, informasi ini ditunjukkan oleh daerah
yang berada di dalam kotak merah pada grafik sebaran frekuensi suara di Gambar
21(h).
48
Gambar 21 (i) merupakan sonogram suara yang ditemukan pada pukul 08:
46:03 WIB. Suara ditunjukkan dengan daerah di dalam kotak merah, suara
tersebut berada pada intensitas ±50 dB. Gambar 21(j) menunjukkan bahwa
frekuensi suara yang ditemukan sebesar 450-700 Hz, intensitas 0,04-0,16 W/m2
dan durasi 60 ms.
5. Snore
Suara yang terakhir adalah snore, suara ini terdengar seperti dengkuran.
Sonogram dan sebaran frekuensi suara ini dapat dilihat pada Gambar 22.
a.
b.
Gambar 22. Sonogram dan Grafik Sebaran Frekuensi Suara Snore
Sonogram pada Gambar 22(a) menunjukkan suara berada pada intensitas
±10 dB. Gambar 22 (b) juga menjelaskan suara ini memiliki frekuensi 50-1.400
Hz, intensitas 0,002-0,009 dan durasi 100 ms.
Inte
nsi
tas
(dB
)
Waktu (ms)
49
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan tiga fakta yang berkaitan dengan
suara yang dikeluarkan dugong yaitu:
1. Sembilan dari sepuluh suara ditemukan pada pagi hari dan pada saat ada
petugas yang sedang membersihkan akuarium. Hal ini diduga bahwa dugong
mengeluarkan suara untuk berkomunikasi dengan petugas.
2. Delapan dari sepuluh suara ditemukan pada tanggal 19 Februari 2010. Tanggal
tersebut merupakan hari pertama pengamatan, sehingga diduga dugong
mengeluarkan suara sebagai respon dari adanya benda asing yang masuk ke
dalam akuarium yaitu omnidirectional hydrophone.
3. Suara yang ditemukan pada tanggal 5 Maret 2010 pukul 07:56:41 WIB pada
saat sedang dilakukan pembersihan akuarium oleh petugas yang tidak biasa
melakukan pembersihan akuarium dugong. Menurut Anderson dan Barclay
(1995), dugong mengeluarkan suara chirp untuk melindungi wilayahnya.
Kejadian ditemukannya suara ini diduga merupakan upaya dugong untuk
melindungi wilayahnya dari makhluk yang dianggap asing oleh dugong yaitu
petugas yang tidak biasa membersihkan akuarium dugong.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat diketahui bahwa dugong
mengeluarkan suara karena adanya stimulus dari luar. Stimulus yang diketahui
pada penelitian ini adalah omnidirectional hydrophone dan petugas yang
menyelam untuk membersihkan akuarium.
5.4. Peranan Studi Tingkah Laku dan Karakteristik Suara untuk
Konservasi Ex-Situ Dugong
Konservasi sumber daya alam hayati diharapkan bisa menciptakan
keseimbangan antara kelestarian sumber daya alam dan pembangunan (Dephut,
50
1990). Konservasi ex-situ adalah konservasi yang dilakukan di luar dari habitat
alami dari biota tersebut.
Konservasi ex-situ dugong dapat dilakukan dengan adanya berbagai
informasi mengenai kehidupan biota tersebut. Salah satu informasi penting yang
dibutuhkan adalah informasi mengenai tingkah laku dugong, yang dapat
membantu mengambil keputusan untuk strategi konservasi ex-situ dugong.
Informasi tersebut sangat dibutuhkan untuk pembuatan lingkungan buatan,
pemberian pakan dan manajemen pengelolaan kesehatan dugong.
Informasi selain tingkah laku yang juga dibutuhkan adalah mengenai
karakteristik suara. Menurut Anderson dan Barclay (1995), dugong mengeluarkan
suara untuk berkomunikasi sehingga akan berkaitan dengan tingkah laku interaksi
antar individu. Selain untuk berkomunikasi, menurut Miller (2009) dugong
mengeluarkan suara untuk melindungi wilayahnya dari pengganggu. Informasi
ini dapat dijadikan sebagai acuan perawatan dugong di lingkungan buatan.
51
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tingkah laku dugong di Sea World Indonesia dibagi menjadi tujuh tingkah
laku, yaitu tingkah laku makan (dengan 3 variasi: disuapi oleh penyelam, makan
diletakkan di dasar dan makan diletakkan di permukaan), istirahat, jelajah,
menggaruk, kentut dan defekasi. Pada pagi hari tingkah laku didominasi oleh
tingkah laku istirahat dan jelajah, sedangkan pada malam hari didominasi oleh
tingkah laku makan. Informasi mengenai tingkah laku ini dapat dijadikan acuan
dalam pembuatan lingkungan buatan, pemberian pakan dan manajemen
pengelolaan kesehatan dugong.
Suara dugong di Sea World Indonesia dikelaskan menjadi 5 jenis, yaitu
chirp (seperti kicauan burung), bark tipe 1(suara menggonggong dengan
intensitas suara yang rendah), bark tipe 2 (suara menggonggong dengan intensitas
suara yang besar), trill (seperti suara resonansi benda) dan snore (suara
dengkuran). Suara yang dikeluarkan dugong dipicu oleh stimulus dari luar.
Informasi mengenai suara ini dapat dijadikan acuan dalam perawatan dugong.
5.2 Saran
Penelitian mengenai tingkah laku dan karakteristik suara dugong di habitat
buatan ini membutuhkan pembanding dengan hasil penelitian tingkah laku dan
karakteristik suara di beberapa habitat alami yang berbeda.
52
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, P. K. dan R. M. R. Barclay. 1995. Acoustic signals of solitary dugongs:
physical characteristics and behavioral correlates. Journal of Mammalogy.
(76):1226-1237.
Azkab, M. H. 1998. Duyung Sebagai Pemakan Lamun. Oseana. 23(3 dan 4) : 35 –
39.
Berta, A., J. L. Sumich, dan K. M. Kovacs. 2006. Marine Mammals: Evolutionary
Biology (2nd
edition). Elsevier Inc. Oxford.
Diana, S. 2007. Model Konservasi Dugong. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Dephut. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen
Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.
Grzimek, B. 1972. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia. Van Nostrand Reinhold
Company. New York.
Indrawan, M., R. B. Primack, dan J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Jefferson, T. A, S. Leatherwood dan M. A. Webber. 1994. FAO Species
Identification Guide : Marine Mammals of the World. FAO and UNEP.
Rome.
MacLennan, D. N. dan E. J. Simmonds. 1992. Fisheries Acoustics. Chapman &
Hall. London.
Marsh, H. 1997. Going, Going, Dugong. Nature Australia Winter. Sydney.
Marsh, H., G. B. Rathbun, T. J. O’Shea, dan A. R. Preen. 1994. Can Dugong
Survive in Palau?. Elsevier Biological Conservation. (72) : 85 – 89.
Marsh, H., H. Penrose, C. Eros, dan J. Hugues. 2002. Dugong Status Report and
Action Plans for Country and Territories. United Nations Environment
Programme World Conservation Monitoring Centre. Cambridge.
Miller, E. H. 2009. Territorial Behavior, h 1156-1166. In W. F. Perrin, B. Wṻrsig,
J. G. M. Thewissen (ed), Encyclopedia of Marine Mammals (2nd
edition).
Elsevier Inc. Oxford.
Ningrum, W. D. 2010. Konservasi Ex-situ Fauna Laut Duyung (Dugong dugon,
Muller 1776). Laporan PKL. Teknik dan Manajemen Lingkungan Direktorat
Program Diploma Institut Pertanian Bogor. Bogor.
53
Nordmark, A. 2005. Operation Manual Wavelab 6 Audio Editing and Mastering
Suite. Steinberg Media Technologies GmbH. Hamburg.
Nowak, R.M. dan J. L.Paradiso. 1983. Walker’s Mammals of The World 4th
edition. The John Hopkins University Press. London.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan
oleh H.M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan S.
Sukardjo. PT. Gramedia. Jakarta
Okumura, N., K. Ichikawa, T. Akamatsu, N. Arai, T. Shinke, T. Hara and K.
Adulyanukosol. 2004. Pattern analyses of the vocal structure of dugong calls.
Seastar. (6): 29-32.
Reeves, R. R and P. J. H. Reijnders. 2003. Conservation and Management, h 388-
415. In Hoelzel, A. R (ed), Marine Mammal Biology : An Evolutionary
Approach. Blackwell Publishing. Victoria.
Reidenberg, J. S. and J. T. Laitman. 2010. Generation of sound in marine
mammals, h.451-465. In S.W. Brudzynski (Ed.), Handbook of Mammalian
Vocalization. Elsevier Inc. Oxford.
Setiawati, K. M. 2008. Penggunaan Filter Pasir pada Pemeliharaan Benih Kerapu
Tikus, Cromileptes altivelis. Prosiding Seminar RIPTEK Kelautan Nasional.
Hal 90 – 93.
Siahainenia, S. R. 2008. Kajian Tingkah Laku, Distribusi dan Karakter Suara
Lumba-Lumba di Perairan Pantai Lovina Bali dan Teluk Kiluan Lampung.
Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika (Edisi ke-3). Diterjemahkan oleh B.
Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta.
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Alat yang digunakan dalam pengambilan dan pengolahan data
No Alat Ketelitian Unit Spesifikasi
1 Omnidirectional
Hydrophone
-148,0±2,0 dBV re
1µPa @ 20°C, 3,98
V/mbar (with 40 dB
pre-amplifier)
1 Kedalaman (max 650
m), Frekuensi (1-
65.000 Hz),
Diameter (25,4 mm),
Massa (384 gram),
Power (12 V)
2 Amplifier 40 dB gain 1 12 V Supply
3 Head Phone 103 dB S.P.L at 1
KHz
1 Impendansi (32 Ω),
Frekuensi (20-20.000
Hz), Power (15 mW)
4 Notebook - 1 Processor Intel Dual
Core, RAM min 1
GB, Operating
System Windows XP
5 Data Sheet - 1 Terdiri dari kolom
No, Waktu, Tingkah
Laku, Keterangan
6 Stopwatch 0,001 s 2 Split mode
7 Handy Cam 25 x optical zoom,
10,1 Megapixel
1 Super night shot, 3
picture effects, 11
scene mode, white
balance
8 Camera Digital 4 x optical zoom, 7,2
Megapixel
1 Focal length (5.35-
21.4 mm), Autofocus,
Automatic White
Balance, 4 Flash
mode, Output (JPEG,
MPEG)
9 Perangkat Lunak
Cool Edit Pro™
2.1
- 1 Digital audio
Processing
10 Perangkat Lunak
Wavelab™ 6
- 1 Digital audio
Processing
11 Perangkat Lunak
Microsoft Excel™
- 1 Perapihan data
(tabel), penghitungan
formula, pembuatan
grafik
12 Perangkat Lunak
MATLAB™
- 1 Pembuatan grafik
13 MINITAB ™ - 1 Analisis Statistik
56
Lampiran 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Data
Rekaman Suara Rekaman Video
Tingkah Laku
Data Tingkah
Laku Harian
Penapisan Suara
(Noise dan Hiss
Reduction) Klasifikasi tingkah
laku berdasarkan
waktu
Deskripsi tingkah
laku dan pola harian
Pemotongan Suara
Analisis FFT
Sebaran Frekuensi
Tabel Tipe Suara
Presentase
penggunaan waktu
tingakah laku
Ethogram dan Pola
harian tingkah laku
Karakteristik
Suara
Karakteristik
Tingkah laku
Keterangan :
Alur Proses
Hubungan
Data awal
Proses
Visualisasi data
Hasil
57
Lampiran 3. Pengaturan Standar untuk Noise Reduction dan Hiss Reduction
58
Lampiran 4. Tabel Kegiatan Harian Dugong
No Waktu Kejadian Keterangan
1. 00.00 – 00.48 Makan di permukaan Makanan diberikan dari
jam 18.00 sebanyak 8 kg
2. 00.48 – 02.00 Istirahat
3. 02.00 – 03.00 Makan
4. 03.00 – 05.30 Istirahat
5. 05.30 – 08.00 Istirahat, sesekali makan
6. 08.15 – 08.45 Dilakukan pembersihan
akuarium oleh perawat,
dugong sering mendekati
perawat atau jelajah keliling
kolam.
Pembersihan dengan
menggunakan penyedot
kotoran. Dilakukan di
dasar untuk mengambil
feses dan kotoran lain. Di
permukaan untuk
mengambil lamun sisa
7. 09.00 – 09.10 Makan pagi oleh petugas Disuapin (Show)
8. 09.10 – 10.00 Makan lamun yang
diletakkan di dasar.
Jumlah lamun yang
diberikan 4 kg
9. 10.00 – 11.30 Makan lamun yang tersisa
dan mengapung di
permukaan. Dugong
seringkali terlihat istirahat di
bagian belakang.
Istirahat lebih dominan
10. 11. 30 - 11.40 Makan Siang oleh petugas Disuapin (show)
11. 11.40 – 13.30 Lamun diletakkan di dasar Jumlah lamun yang
diberikan 4 kg. Pengamat
Istirahat
12. 13.30 – 14.30 Makan lamun yang tersisa
dan mengapung di
permukaan. Dugong
seringkali terlihat istirahat di
bagian belakang.
Istirahat lebih dominan
13. 14.30 – 14.40 Makan Sore oleh petugas Disuapin (show)
14. 14.40 – 15.00 Makan lamun yang
diletakkan di dasar.
Jumlah lamun yang
diberikan 4 kg
15. 15.00 – 18.00 Makan lamun yang tersisa,
istirahat, dan jelajah
Istirahat berkurang, mulai
aktif berkeliling dan
makan sisa lamun.
16. 18.00 – 24.00 Makan malam Lamun sebanyak 8 kg.
lamun dijepit kemudian
dilempar ke dalam
akuarium.
59
Lampiran 5. Ethogram Tingkah Laku Dugong di Sea World Indonesia
No Tingkah Laku Definisi
1. Makan Tingkah laku makan dugong dibagi menjadi dua, yaitu tingkah laku makan di dasar dan tingkah laku makan
di permukaan.
1. Tingkah laku makan di dasar dilakukan jika makanan diletakkan di dasar akuarium dengan menggunakan
penjepit atau terdapat sisa-sisa makanan di dasar akuarium. Tingkah laku Dugong dimulai dengan
menyelam ke dasar akuarium dengan didahului gerakan kepala yang menunduk ke arah dasar yang
dibantu dengan gaya dorong yang timbul dari gerakan mengepakkan ekor. Arah penyelaman diatur oleh
kedua flipper. Di dasar akuarium Dugong melakukan pencarian dengan menggunakan bibir dan bulu-bulu
disekitarnya untuk mendeteksi keberadaan makanan. Posisi tubuh dari dugong adalah bagian bibir
menyentuh dasar dengan ekor diangkat dan tubuh membentuk sudut dengan dasar. Makanan yang
diletakkan di dasar dimakan oleh dugong dengan posisi tubuh, kepala dan tubuh ditopang oleh kedua
flipper dan ekor menyentuh dasar. Lamun diambil dengan menggunakan gigi yang kemudian dikunyah
untuk memudahkan masuk ke dalam tenggorokan. Setelah lamun ditelan maka dugong akan mengambil
lamun kembali. Pada saat makan di dasar dugong harus menahan nafas, sehingga dugong akan mengambil
nafas ke permukaan. Biasanya pada saat makan dugong dapat menahan nafas selama 3 – 5 menit
kemudian akan mengambil nafas ke permukaan. Pada saat mengambil nafas biasanya dilakukan dua kali
dalam selang 10 detik. Tingkah laku ini terus dilakukan sampai makanan di dasar habis.
2. Tingkah laku makan di permukaan air dilakukan jika terdapat makanan di permukaan yang disebabkan
lamun yang terlepas dari penjepit karena gerakan makan di dasar atau lamun yang sengaja diletakkan di
permukaan. Tingkah laku diawali dengan berenang ke permukaan dengan kepala menghadap ke
permukaan dan tubuh didorong oleh gerakan mengepakkan ekor. Makanan di permukaan diambil dengan
menggunakan mulut. Lamun yang telah diambil dikunyah di dalam air. Setelah selesai mengunyah,
dugong kembali ke permukaan untuk mengambil makanan dan terus berlanjut sampai dugong lelah atau
makanan habis.
60
Lampiran 5. Ethogram Tingkah Laku Dugong di Sea World Indonesia (Lanjutan)
No Tingkah Laku Definisi
3. Breathing (Membuang
CO2 dan menghirup
O2 di atas permukaan
air)
Tingkah laku ini dilakukan untuk mengambil udara dari atas permukaan air. Tingkah laku ini diawali dengan
pergerakan dugong ke permukaan air dengan kepala menghadap permukaan dan tubuh didorong oleh gerakan
mengepakkan ekor. Dugong mengeluarkan lubang hidung ke atas permukaan air dan membuka penutup
hidung untuk mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh dan menghirup oksigen dari udara. Setelah melakukan
breathing dugong kembali menyelam dan kembali melakukan breathing setiap 3 – 5 menit sekali.
4 Istirahat Tingkah laku ini ditandai dengan dugong berdiam diri di akuarium. Istirahat dilakukan dalam beberapa posisi
tubuh. Pertama, meletakkan seluruh tubuh di dasar dan flipper depan ditekuk ke bagian dalam. Kedua, posisi
kepala disandarkan ke bagian dinding dan ekor diletakkan di dasar (biasanya dilakukan di bagian belakang
akuarium, karena lebih dangkal)
5. Jelajah Tingkah laku ini ditandai dengan pergerakan renang dugong mengelilingi kolom perairan akuarium.
Pergerakan renang dugong mendapatkan dorong dengan mengepakkan ekor. Sedangkan arah diatur oleh
flipper depan.
6. Flatus Tingkah laku ini berupa keluarnya udara dari anus.
7. Defekasi (Membuang
kotoran)
Tingkah laku ini dilakukan untuk membuang fese melalui anus. Tingkah laku ini dapat diawali dengan
keluarnya gelembung udara dari anus (flatus) yang kemudian diikuti dengan keluarnya feses dari anus. Feses
ini berbentuk silinder dengan warna hijau kecoklatan. Feses yang telah keluar dari anus akan tenggelam ke
dasar perarian secara perlahan. Jika dugong sakit maka intensitas flatus meningkat dengan feses berbentuk
cair dan mengambang di permukaan.
61
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi, pada tanggal 13 Juni 1988 dari
pasangan H. Daelami dan Hj. Umi Hartini. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan
formal ditempuh di SDN Bekasi Tugu I Bekasi Timur
(2000), SLTPN 1 Bekasi (2003), dan SMA KORPRI Bekasi
(2006).
Pada tahun 2006, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun kedua (2007)
penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan
menjadi Asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (2009/2010 dan semester
ganjil 2010/2011), Biologi Laut (2009/2010), Asisten pembantu Mata kuliah
Teknik Deteksi Bawah Air materi Bioakustik (2010). Penulis pernah mengikuti
Sertifikasi A1 Selam Internasional (International One star Scuba Diver), Fisheries
Diving Club (FDC-IPB) (2010); Marine Science and Technology Training Course
(MST), ITK IPB-DAAD (2011). Penulis memiliki pengalaman bekerja sebagai
penulis tidak tetap pada rubrik “Bahari Pedia” Koran Dinding Duta Bahari (2011).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Tingkah Laku dan
Karakteristik Suara Dugong dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian
Jaya Ancol, Jakarta”.