Tinea Cruris

18
Tinea Cruris pada Lipatan Paha Martha Leonora Haryatmo Tandri 102013051 [email protected] Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Baraat 11510 Pendahuluan Fungsi utama kulit ialah proteksi,absorpsi,ekskresi dan keratinasi. Dinegara yang beriklim tropis dengan kelembaban udara relatif tinggi , akan menyebabkan kulit menjadi mudah berpeluh, dan memicu terjadinya penyakit jamur.Pada infeksi kulit karena jamur selain gatal gejalanya berupa bercak putih bersisik halus atau bintil merah . Tanda awal kulit terkena infeksi jamur adalah rasa gatal yang hebat saat kulit berkeringat.Gejala penyakit jamur pada kulit juga bergantung pada bagian kulit yang terkena serta jenis jamur penyebabnya . Pada dasarnya jamur paling sering menyerang lokasi yang lembab dan sering terjadi pada orang yang kurang menjaga kebersihan.infeksi pada penyakit kulit dapat ditimbulkan juga dari jamur.golongan jamur yang menyerang ini mempunyai sifat mencernakan keratin.golongan dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi dalam 3 genus yaitu:microsparum,trichopyton dan epidermiphyton pada dermatofitosis dapat menyerang stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku.dermatofitosis sendiri berdasarkan tubuh yang diserang terbagi menjadi tinea kapitis,tinea barbe,tinea kruris,tinea pedis,tinea unguium dan tinea korporis. Abstrak Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang mencerna keratin. Penyakit ini menyerang jaringan yang 1

description

tinea cruris

Transcript of Tinea Cruris

Page 1: Tinea Cruris

Tinea Cruris pada Lipatan Paha

Martha Leonora Haryatmo Tandri

102013051

[email protected]

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Baraat 11510

Pendahuluan

Fungsi utama kulit ialah proteksi,absorpsi,ekskresi dan keratinasi. Dinegara yang beriklim tropis dengan kelembaban udara relatif tinggi , akan menyebabkan kulit menjadi mudah berpeluh, dan memicu terjadinya penyakit jamur.Pada infeksi kulit karena jamur selain gatal gejalanya berupa bercak putih bersisik halus atau bintil merah . Tanda awal kulit terkena infeksi jamur adalah rasa gatal yang hebat saat kulit berkeringat.Gejala penyakit jamur pada kulit juga bergantung pada bagian kulit yang terkena serta jenis jamur penyebabnya . Pada dasarnya jamur paling sering menyerang lokasi yang lembab dan sering terjadi pada orang yang kurang menjaga kebersihan.infeksi pada penyakit kulit dapat ditimbulkan juga dari jamur.golongan jamur yang menyerang ini mempunyai sifat mencernakan keratin.golongan dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi dalam 3 genus yaitu:microsparum,trichopyton dan epidermiphyton pada dermatofitosis dapat menyerang stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku.dermatofitosis sendiri berdasarkan tubuh yang diserang terbagi menjadi tinea kapitis,tinea barbe,tinea kruris,tinea pedis,tinea unguium dan tinea korporis.

Abstrak

Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur yang mencerna keratin. Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung zat keratin, yaitu stratum korneum pada kulit, rambut dan kuku. Tinea kruris adalah penyakit dermatofitosis yang menyerang lipatan paha,genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal. Kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat dan lembab serta kebersihan yang kurang terjaga dapat menjadi faktor terjadinya tinea cruris. Penatalaksanaan Tinea cruris ada yang secara medikamentosa dan non medikamentosa.

Kata kunci : dermatofitosis, tinea kruris, jamur pencerna keratin

1

Page 2: Tinea Cruris

Pembahasan

Skenario

Laki-laki berusia 30 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan bercak coklat pada kedua lipatan paha yang terasa gatal sejak 4 minggu yang lalu. Gatal terutama dirasakan saat cuaca panas atau saat berkeringat banyak. Pasien mengobati sendiri dengan salep hidrokortison tetapi tidak terdapat perbaikan dan kelainan kulit meluas.

Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang

• Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam?• Di mana letaknya?• Apakah terasa gatal?• Adakah pemicu (misalnya makanan, sinar matahari, dan alergen potensial)?• Di mana letak benjolan?• Apakah terasa gatal?• Apakah berdarah?• Apakah bentuk/ ukuran/ warnanya berubah?• Adakah benjolan di tempat lain?• Bagaimana perubahan warna yang terjadi (misalnya pigementasi, ikterus)?• Siapa yang memperhatikan adanya perubahan warna?• Sudah berapa lama?• Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik (misalnya

penurunan berat badan, artralgia)?• Pertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi kulit yang serius,

seperti kehilangan cairan, infeksi sekunder, penyebaran metastatik ke kelenjar getah bening atau organ lain

Riwayat penyakit dahulu

• Pernahkah pasien mengalami gangguan kulit, ruam, dan lain-lain?• Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma, rinitis)?• Apakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa kecil?• Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan?

Riwayat Pengobatan

• Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan, baik obat resep ataupun alternatif yang dimakan atau topikal.

• Pernahkah pasien menggunakan obat penyakit kulit atau obat imunosupresan?

Alergi Obat

• Perlu juga diketahui apakah pasien memiliki alergi obat?• Jika ya, seperti apa reaksi alergi yang timbul?

2

Page 3: Tinea Cruris

• Apakah pasien mengetahui kemungkinan alergen yang lain?• Pernahkan pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respons IgE?

Riwayat Penyakit Keluarga

• Adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga?• Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa?• Bagaimana riwayat pekerjaan pasien, apakah terpapar sinar matahari, alergen

potensial, atau parasit kulit?• Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan peliharaan baru?• Apakah pasien baru-baru ini berpergian ke luar negeri?• Adakah pajanan pada penyakit infeksi?

Pemeriksaan Fisik

Informasi yang didapatkan dari anamnesis dapat diperkuat oleh hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik umum mencakup pemeriksaan visual (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketuk (perkusi) dan pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop (auskultasi). Saat akan melakukan pemeriksaan fisik dokter hasrus terlebih dahulu meminta ijin pada pasien, terutama bila pasien harus terlebih dahulu membuka pakaian. Dokter harus menunjukan sikap sopan dan hormat, serta tidak menunjukkan kekakuan dan canggung. Pemeriksaan dilakukan secara sistemik dan senyaman mungkin , mulai dari melihat keadaan umum ppasien, tanda tanda vital, pemeriksaan jantung, paru , abdomen, dan ekstremitas. 4

Selain pemeriksaan yang menjurus ke penyakit pasien, perlu juga diperiksa tanda-tanda vital pasien antara lain suhu, tekanan darah , frekuensi darah, dan frekuensi pernapasan. 1

Pemeriksaan fisik yang pertama dilakukan adalah inspeksi (melihat). Pada pemeriksaan kulit, dapat dilihat terutama warna kulit dan ada/ tidaknya efloresensi kulit. Diperhatikan beberapa hal berikut:3

o Apakah pasien sakit ringan atau berat?

o Perhatikan tingkat kebersihan dan nutrisi dari penderita.

o Apakah pasien tampak pucat, syok, berpigmen atau demam?

(Kondisi serius yang mengenai daerah yang luas pada kulit bisa menyebabkan kehilangan cairan yang membahayakan jiwa dan infeksi sekunder)

o Apa kelainan kulit yang ditemukan?

Efloresensi primer (makula, papula, plak, pustula, vesikel, ulkus, kista)?

Efloresensi sekunder (skuama, krusta, erosi, likenifikasi, atrofi, parut, ekskoriasi)?

o Periksa kulit, kuku dan rambut secermat mungkin, periksa rongga mulut dan mata

3

Page 4: Tinea Cruris

Bagian kulit mana yang terkena

o Tentukan perluasan dan pola distribusi?

Perluasan: Soliter, lokal, regional, generalisata, atau universal

Pola distribusi: a/simetris, daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan kulit

Lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari, atau perhiasan?

o Bagaimana warna dan bentuk lesi

Bulat, lonjong, poligonal, anular, serpiginosa, bertangkai?

Warna Nama IndikasiBiru Sianosis Kekurangan Oksigen

Merah Eritema Demam, InfeksiPutih Pucat AnemiaJingga Sirosis Gangguan hati, pancreas

Abu-abu Berabu Penyakit serius,kematianCoklat-Jingga Perunggu Gangguan adrenal

Ungu Ekimosis Memar,luka jaringan dalamKuning Ikterus Gangguan empedu

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Warna Kulit dan Indikasinya5

Efloresensi Deskripsi Efloresensi DeskripsiPapul Penonjolan kecil Avulsi Jaringan tersobek keluar

Makula Rata Eskoriasi Jaringan tercabutVesikel Papul + Cairan bening Laserasi Potongan, tepi rataPustul Papul + Nanah Fisura Terobek akibat tekananNevus Penonjolan coklat Robekan Tepinya tidak rataNodul Bengkakan dibawah kulit Punktura Area kecil tapi luka dalam

Dekubitus UlserasiTabel 2. Hasil Pemeriksaan Efloresensi Kulit dan Deskripsinya5

Pemeriksaan sebaiknya dimulai dari wajah, dengan pemeriksaan difokuskan ke area hidung, bibir, bagian dalam mulut, kelopak mata, dan telinga. Kemudian periksa kulit kepala, rambut, hingga ke akarnya. Pemeriksaan kulit pada daerah tangan dilakukan dengan perhatian khusus ke area diantara jari tangan dan dibawah kuku. Barulah dilanjutkan ke lengan bawah, siku, lengan atas, bahu, dan ketiak. Pada pemeriksaan di daerah leher, dada, dan perut, jangan lupa mengecek bagian bawah payudara (untuk pasien wanita dewasa muda). Berlanjut ke bagian tengkuk, bagian belakang bahu, punggung, dan turun hingga ke bokong. Pemeriksaan pada ekstremitas bawah tidak jauh berbeda dengan pemeriksaan pada ekstremitas atas. Terakhir, barulah diperiksa daerah kemaluan.6

4

Page 5: Tinea Cruris

Pemeriksaan berikutnya barulah dilakukan palpasi (penekanan). Penggunaan sarung tangan tidak diperlukan, kecuali pemeriksaan pada kulit maupun mukosa yang rusak, maka menggunakan sarung tangan non-latex. Palpasi diawali secara menyeluruh, pada area-area yang tidak mengalami lesi/ efloresensi, dengan memeriksa kasar/ tidaknya kulit serta suhu. Baru setelah itu pemeriksaan dilakukan pada lesi individual, untuk memeriksa lunak/ tidaknya lesi, permukaan lesi, dalamnya lesi, tekstur lesi, ketebalan lesi dari kulit (bila lesi menyembul), mobilitas lesi (apakah lesi dapat digerakkan), sisik, dan pada lesi krusta, apa yang terdapat dibawa krusta. Jangan lupa untuk menekan lesi, dan memeriksa kulit di sekitar lesi. Barulah terakhir dilakukan diaskopi (penekanan dengan gelas transparan) untuk membedakan darah intravascular dengan ekstravaskular.6

Pemeriksaan Penunjang

Pada tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi yang meninggi atau aktif. Khusus untuk lesi yang berbentuk lenting-lenting, seluruh atapnya harus diambil untuk bahan pemeriksaan. Pemeriksaan mikroskopik (dengan menggunakan mikroskop) secara langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada infeksidermatofita Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.7

a. Pemeriksaan dengan sediaan basah

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium

b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agarPemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)

c. Punch biopsi dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).

Gambar 1.2 Pengecatan dengan (hematoxylin and eosin stain).

5

Page 6: Tinea Cruris

d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008) Kebanyakan dermatofitosis tidak fluorensen termasuklah penyebab tinea kruris. Pemeriksaan cahaya Wood dapat membantu membezakan erithrasma yang disebabkan oleh bakteria Corynebacterium minutissimum, yang fluoresen merah , dan tinea cruris, yang tidak fluoresen.apabila positif, uji Wood ini dapat membantu menentukan lamanya infeksi, respon dan rawatan yang harus diberi. 7,8

Diagnosis

Working Diagnosis (WD)

Tinea Cruris

Tinea cruris termasuk dalam dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan tubuh yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut serta kuku yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita, yang mampu mencernakan keratin. Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005).

Epidemiologi

Insiden dan prevalensi dermatofitosis cukup tinggi baik di dalam dan luar negri.9 Dermatofit tersebar diseluruh dunia dan menjadi masalah terutama di negara berkembang. Berdasarkan urutan kejadian dermatofitosis 10% dari seluruh kasus dermatofitosis merupakan tinea cruris.9 Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.10

Etiologi 10

Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003) Lelaki lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Jangkitan juga dapat terjadi melalui sentuhan langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya tuala, seluar, tempat tidur hotel dan lain-lain.

Trichophyton rubrum

Taksonomi dari Trichophyton rubrum adalah sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

6

Page 7: Tinea Cruris

Phylum : Ascomycota

Class : Euascomycetes

Order : Onygenales

Family : Arthrodermataceae

Genus : Trichophyton

Species : Trichophyton rubrum

Pada jamur ini, mikrokonidia adalah bentuk spora yang paling banyak. Mikrokonidia berdinding halus, berbentuk tetesan air mata sepanjang sisi- sisi hifa, pada beberapa strain terdapat banyak mikrokonidia bentuk ini. Koloni sering menghasilkan warna merah pada sisi yang sebaliknya. Beberapa strain dari T. rubrum telah dibedakan yaitu : T. rubrum berbulu halus dan T. rubrum tipe granuler. T. rubrum berbulu halus mempunyai karakteristik yaitu produksi mikrokonidia yang jumlahnya sedikit, halus, tipis, kecil, dan tidak mempunyai makrokonidia. Sedangkan karakteristik T. rubrum tipe granuler yaitu produksi mikrokonidia dan makrokonidia yang jumlahnya sangat banyak. Mikrokonidia berbentuk clavate dan pyriform, makrokonidia berdinding tipis, dan berbentuk seperti cerutu. T. rubrum berbulu halus adalah strain jamur yang paling banyak menginfeksi manusia. Strain ini dapat menyebabkan infeksi kronis pada kulit. Sedangkan T. rubrum tipe granuler menyebabkan penyakit Tinea corporis.

Faktor- faktor pencetus infeksi jamur antara lain : lembab dan panas dari lingkungan, friksi atau truma minor, misalnya gesekan pada paha orang gemuk, keseimbangan flora normal tubuh terganggu karena pemakaian antibiotic atau hormonal dalam jangka panjang, penyakit tertentu misalnya HIV/ AIDS dan diabetes, kehamilan dan menstruasi (kedua kondisi ini terjadi karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh sehingga rentan terhadap jamur).

Epidermophyton floccosum

Mempunyai makrokonidia berbentuk gada berdinidng tebal dan terdirin atas 2-4 sel dan tersusun pada satu konidiofora.beberapa makrokonidia ini tersusun pada satu konidiofor mempunyai bentuk hifa yang lebarnya biasanya mikrokonidia tidak ditemukan.pada gambaran mikroskopis bentuk hifa lebar,dan tersusun pada satu konidiofora,mikrokonidia biasanya tidak ditemukan dan hal ini menyebabkan penyakit pada kelainan kulit contohnya pada tinea korporis,tinea cruris dan tinea pedis.

Tricophyton mentagrophytes

Bersifat antropofilik.gambaran mikroskopis makrokonidia seperti tricophyton rubrum,mikrokonidia kecil berbentuk bult dan membentuk banyak hifa spiral menyebabkan kelainan pada rambut,kulit seperti penyakit tinea kapitis,tinea korporis,tinea cruris dan tinea pedis.dengan corn meal agar atau potato dextrose agar maka tricphyton bewarna merah sedangkan trichopyon mentagrophytes tidak bewarna merah.

Patofisiologi

7

Page 8: Tinea Cruris

Tinea kruris adalah penyakit infeksi berjangkit yang dapat ditularkan melalui pakaian atau bahan yang dipakai yang terkontaminasi, seperti tuala,bantal, atau oleh autoinokulasi dari reservoir dari tangan atau kaki (tinea manum, tinea pedis, tinea unguium). Agen penyebab ini menghasilkan keratinases enzim yang bersifat toksin, yang membenarkan invasi ke dalam lapisan sel tanduk pada epidermis. Respon imun badan akan menghalang invasi lebih dalam. Menyebabkan mangsa merasa gatal atau sedikit panas di tempat tersebut akibat timbulnya peradangan dan iritasi. .Faktor risiko infeksi awal atau kekambuhan adalah memakai pakaian ketat atau basah. Peluh yang berlebihan di kawasan tertentu. Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah :10

a. Faktor virulensi dari dermatofita Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian dalam

b. Faktor trauma->Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.

c. Faktor suhu dan kelembapan.kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.

d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan.Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik

e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)

Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Penatalaksanaan medikamentosa dapat dimulai berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik langsung pada sampel kulit. Pemeriksaan mikroskopik tidak dapat membedakan spesies namun umumnya semua spesies dermatofit diyakini memberikan respon yang sama terhadap terapi anti jamur sistemik dan topical yang ada.10

8

Page 9: Tinea Cruris

Terapi topical dan sistemik pada dermatofita 11

Azoles (fungistatik) Allylamines (fungicidal)

Lainnya

Topikal Miconazole, Clotrimazole, Ketoconazole, Oxiconazole, Econazole

Terbinafine Ciclopiroxolamine(fungicidal), Tolnaftate, Haloprogin

Sistemik KetoconazoleItraconazoleFluconazole

Terbinafine Griseofulvin(fungistatic)

Pada kebanyakan kasus tinea kruris dpat dikelola dengan obat topical.Namun, steroid topical tidak direkomendasikan. Agen topical memberikan efek menenangkan yang akan menringankan gejala lokal. Formulasi topical dapat membasmi area yang lebih kecil dari infeksi tetapi terapi oral diperlukan di mana wilayah infeksi yang lebih luas yang terlibat atau dimana infeksi kronis atau berulang.12 Infeksi dermatofita dengan krim topical biasanya membutuhkan 3 sampai 4 minggu pengobatan dengan azoles dan sampai 2 minggu dengan krim terbinafine dan tambahkan I minggu hingga secara klinis kulit bersih.13

Medikamentosa pada tinea cruris termasuk :13

1. Griseofulvin

Berbentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anak anak sehari atau 10-25 mg per kg berat badan.

2. Butenafine

Salah satu antijamur topical terbaru diperkenalkan dalam pengobatan tinea kruris dalam dua minggu pengobatan dimana angka kesembuhan 70%

3. Flukonazol (150mg sekali seminggu)

Selama 4-6 minggu terbukti efektif dalam pengelolaan tinea kruris dan tinea korporis, 74 % pasien mendapatkan kesembuhan

4. Itrakonazol

Dapat diberikan dosis 400 mg/hari diberikan sebagai dua dosis harian 200 mg untuk 1 minggu.

5. Terbinafine

250 mg/hari telah digunakan dalam konteks klinis dengan regimen umumnya 2-4 minggu

6. Itrakonazol diberikan 200 mg/hari selama 1 minggu dianjurkan meskipun rejimen 100 mg/hari selama 2 minggu juga telah dilaporkan efektif

9

Page 10: Tinea Cruris

7. Ketokonazol bersifat fungistatik pada kasus resisten Griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah makan.

Non medikamentosa

Menggunakan pakaian yang menyerap keringat, mengeringkan tubuh setelah mandi atau berkeringat, dan membersihkan pakaian yang terkontaminasi.12

Differential Diagnosis (DD)

1. Kandidiasis inguinal10

Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.

Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina, kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita.

Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.

Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.

2. Eritrasma8

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang

10

Page 11: Tinea Cruris

eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red).

3. Psoriasis

Psoriasis penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.biasanya penderita mengeluh gatal ringan.psoariasis juga dapt menyebabkan kelainan kuku.kelainan yang khas adalah kuku keruh ,tebal bagian distalnya terangkat pada lapisan tanduk di bawahnya,selain di kuku dapat juga di sendi umumnya bersifat poliartikular kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.

4. Dermatitis Intertrignosa

Penyakit kulit ini sering timbul pada orang yang sangat muda atau sangat tua karena menurunnya imunitas, imobilisasi,dan inkontinensia. Tidak ada perbedaan pada ras dan jenis kelamin. Faktor pencetusnya adalah gesekan, keringat, maserasi atau iritasi dari alat, urin, drainase atau agen topical. Intertrigo berkembang dari faktor mekanik dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dapat berupa eritema dan dapat menjadi maserasi dan krusta. Fisura dapat menjadi erosi. Pustul atau vesikel dapat menandakan infeksi/peradangan.

Kesimpulan

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun bahkan dapat seumur hidup. Lesi kulit berbatas tegas pada daerah genitor-krural atau meluas ke sekitar anus,gluteus dan perut bawah. Kelainan kulit yang nampak pada sela paha adalah lesi berbatas tegas. Peradangan daerah tepi lebih nyata. Penyakit ini dapat diobati secara topical dan sistemik dengan obat anti jamur. Pencegahan melalui edukasi kepada pasien dan penjagaan kebersihan diri.

11

Page 12: Tinea Cruris

Daftar Pustaka

1. Setiyohadi B, Supartondo. Anamnesis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta Pusat: InternaPublishing; 2009. Bab 8, Anamnesis; h.25-28

2. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes on clinical medicine. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. h.343-4

3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. h.42-3

4. Isbagio H, Setiyohadi B. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit muskuloskeletal. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta Pusat: InternaPublishing; 2009. Bab 384, Anamnesis; h.2445-55

5. Martin DL. Kaplan medical assistant exam review. 2nd Ed. New York: Kaplan Publishing; 2009. p.67

6. Zengeya ST, Serane TV. The MRCPCH clinical exam made simple. New York: Oxford University Press; 2011. p.180-3

7. Prof Dr.dr.Adhi Juanda, dr.A.Kosasih, dr. Jubianto, dr.Kuswadji, dr.I.Made Wisnu dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima Cetakan Keempat.Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta. 2007. hlm 89-109

8. Stephen Gillespie, Kathleen Bamford. Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2009. hlm 116-117

9. Paramata NR, Maidin A, Massi N. The Comparison of Sensitivity Test of Itraconazole Agent The Causes of Dermatophytosis in Glabrous Skin in Makassar. Makassar : Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin. Makassar. 2009

10.Djaenudin Natadisastra dr.Sp.Park. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2009. hlm 274-276

11. Risdianto A, Kadir D, Amin S. Tinea corporis dan tinea cruris cause by trichophyton mentagrophytes type granular in asthma bronchiale patient. Department of Dermatovenerology Universitas Hasanuddin.2013.

12. Nadalo D, Montoya C. What is the best way to treat tinea cruris?. The journal of Family Practice. 2006; 55(3):256-7

13. Haber M. Dermatological fungal infections. Canadian Journal of Diagnosis University od Calgary’s. 2007.

12