Tinea Corporis Merupa
-
Upload
rahmat-bugis -
Category
Documents
-
view
225 -
download
7
description
Transcript of Tinea Corporis Merupa
Tinea corporis merupakan penyakit jamur superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi
maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit tubuh yang tidak berambut) seperti: bagian
muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.Sinonim untuk penyakit ini adalah Tinea
sirsinata, Tinea Glabrosa, ScherendeFiechte, kurap, Herpes sircine trichophytique
GAMBARAN KLINIK
Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun, meskipun lebih sering terjadi pada
bagian yang terbuka. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat didaerah yang tertutup /
oklusif atau daerah trauma.
Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal, didapatkan lesi bulat berbatas tegas,
pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh. Lesi
yang berdekatan dapat bergabung membentuk pola gyrata atau polisiklik. Derajat inflamasi
bervariasi, dengan morfologi dari eritem sampai dengan vesikel dan pustul, bergantung pada
spesies penyebab dan sistem imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda
inflamasi akut Kadang- kadang terlihat erosi/ krusta akibat garukan. Derajat inflamasi
berfariasi, dengan morfologi dari eritema sampai dengan vesikel dan pustule, bergantung pada
spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda
inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresi, lesi sering menjadi lebih luas.
Predileksinya pada wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada, punggung. Efloresensi /
ruam pada kulit berupa lesi berbentuk makula atau plak yang merah atau hiperpigmentasi dengan
tepi lesi dijumpai papel- papel eritematosa atau vesikel. Pada perjalanan penyakit yang kronis
dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi dapat polisiklik, anular atau geografis.
Ada beberapa bentuk atau variasi klinis tinea korporis, yaitu :
1. Tinea fasialis atau T. fasei.
Bila menyerang kulit wajah yang tidak berambut. TInea fasialis atau ringworm fasial diduga
disebabkan kontak dengan orang yang terinfeksi, binatang yang terinfeksi, kontaminasi dengan
benda- benda yang terkontaminasi jamur seperti handuk, atau tanah yang terinfeksi.
Gambar 1. Tinea fasialis, lesi makula eritematosa, tepi aktif
Papulovesikel di dagu.
2. Majocchi granuloma
Majocchi granuloma disebabkan oleh T. rubrum, merupakan infeksi jamur di rambut, folikel
rambut, dan seringkali disekitar dermis disertai associated granulomatous reaction. Seringkali
terjadi pada wanita yang mencukur rambut kakinya. Majocchi granuloma bermanifestasi sebagai
nodul granulomatosa perifolikuler di dua pertiga kaki bagian bawah pada wanita.
Gambar 2. Majocchi granuloma, lesi plak eritematosa, dengan pustule.
3. Tinea korporis gladiatorum
Merupakan infeksi dermatofita yang ditularkan melalui kontak kulit ke kulit diantara para
pengulat (wrestlers). Sering dijumpai dikepala, leher, lengan, diman distribusinya konsisten
dengan area kontak kulit ke kulit pada pengulat.
Gambar 3. T. corporis gladiatorum, lesi plak eritematosa, dengan
Papulovesikel.
4. Tinea imbrikata
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh T.concentricum, dapat dijumpai terutama di
asia tengara, pasifik selatan amerika tengah, dan amerika selatan. Di Indonesia terdapat di jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Irian barat, Kepulauan Aru dan Kei, dan Sulawesi tengah. Tinea
imbrikata dikenal secara klinis oleh karena plak bersisiknya (scaly plaques) yang berbeda,
tersusun dalam concentric rings.
Gambar 4. Tinea imbrikata, lesi plak,
dengan skuama kasar
5. Tinea incognito.
korporis dengan presentasi klinis nonklasik yang berubah karena pemberian kortikosteroid.
Gambar 5. Inflamasi plak eritema, anular lesi dengan tepi aktif, lesi
Pemakaian kortikosteroid.
6. Tinea korporis purpurika
Merupakan bentuk tinea korporis yang jarang, memiliki ruam kulit khas yaitu purpuris macules.
Gambar 6. Tinea korporis ,lesi purpuris macules
DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa yang lengkap, dan pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Preparat langsung dengan larutan KOH 10- 20%.
Tekniknya bahan pemeriksaan yang diambil dari kerokan kulit, dipindahkan ke objek gelas, lalu
ditetesi dengan larutan KOH 10- 20%, kemudian tutup dengan gelas penutup, tekan perlahan
untuk menghasilkan gelembung udara. Larutan KOH adalah larutan penjernih yang akan
melarutkan protein, lipid dan melisiskan epitel. Untuk mempercepat proses dapat dilakukan
pemanasan( tetapi jangan sampai mendidih ).elemen jamur akan bertahan terhadap larutan KOH
karena adanya khitin dan glikoprotein pada dinding sel.sediaan diperiksa dengan mikroskop,
mulai dengan pembesaran rendah ( lensa objek 10x ). Bila elemen jamur ( hifa ) sudah terlihat
pembesaran dapat dinaikkan 20- 40x, agar pemeriksaan lebih detil.
Hasilnya adalah elemen jamur terlihat sebagai garis- garis yang tersusun atau hifa diantara sel-
sel epitel, bersepta dan biasanya bercabang. Kadang- kadang segmen telah terpisah pada septa
dan berdinding tebal, hifa mempunyai banyak septa dan berdekatan disebut sebagai artospora.
2. Isolasi jamur pada media biakan/ pembiakan skuama pada agar saboraud.
Ada tiga media biakan yang terkenal dan digunakan secara luas, sedangkan media yang selektif
untuk mengisolasi dermatofit karena dapat mencegah pertumbuhan kontaminan seperti bakteri
dan jamur lainnya adalah media modifikasi agar sabouraud, yang komposisinya terdiri dari :
dekstrosa 20 g, neopepton 10 g, agar 20 g, kloramfenikol 40 g, sikloheksemid 0,5 g, dan air
suling 1000 cc. pada biakan jamur harus diinkubasi pada suhu yang tepat dalam jangka waktu
yang cukup untuk menumbuhkan jamur. Suhu berkisar antara 25 ۫c- 30 ۫ c yang merupakan suhu
optimal bagi hamper sebagian jamur. Tabung biakan lebih baik dibanding dengan cawan biakan,
walaupun harus ditutup rapat tetapi harus ada aerasi. Semua biakan harus dieram selam dua
minggu.
Hasilnya tampak koloni yang bervariasi dalamnebtuk dan warna.
3. Gambaran Histopatologi.
Dari sampel biopsi menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan inflamasi superfisial. Pada
stratum korneum ditemukan neutrofil, hal ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis,
dapat juga ditemukan hifa bersepta.
DIAGNOSIS BANDING.
1. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi) yang menempel pada
kulit. Penderita umumnya mengeluh gatal, lesi eritema nummular sampai plakat, papel dan
vesikel berkelompok disertai erosi nummular hingga plakat. Terkadang hanya berupa macula
hiperpigmentasi dengan skuama halus.
2. Dermatitis numularis
Dermatitis yang bentuknya menyerupai uang logam dan biasanya menyerang daerah ekstremitas.
Gambaran klinisnya dimulai dengan bercak eritemaa berbentuk lingkaran,selanjutnya melebar
sebesar uang logam, dikelilinggi oleh papel-papel, vesikel dan kemudian ditutupi krusta coklat.
Penderita mengeluhgatal yang hebat.
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar
sebasea. Gambaran klinis biasanya kulit tampak berminyak, pada kepela tampak eritema dan
skuama halus sampai kasar. Penderita mengeluh rasa gatal yang hebat. Lesi bentuk macula
eritematosa yang ditutupi papae- papel miliar berbatas tegas, dan skuama halus putih berminyak.
Kadand ditengah ditemukan erosi dengan krusta yang sudah mongering berwarna kekuningan.
4. Pitriasis rosea
Pitriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai. Morfologi khas
berupa macula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang sesuai dengan lipatan kulit serta
ditutupi oleh skuama halus. Lesi berupa macula eritroskuamosa anular dan soliter,bentuk lonjong
dengan tepi hamper tidak nyata meninggi dan bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Lesi
inisial (herald patctch) biasanya soliter, oval,anular.
5. Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit kulit kronis reisdif dengan lesi yang khas berupa bercak- bercak
eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapi- lapis berwarna putih mengkilat. Lesi
berupa macula eritematosa yang besarnya bervariasi dari milier sampai nummular, macula
berbatas tegas, ditutupi skuama kasar berwarna putih mengkilat. Bila skuama digores benda
tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Bila pengoresan dietruskan timbul tanda Auspitz dengan
bintik- bintik darah. Dapat pula menunjkkan fenomena kobner.
6. MH tipe Boderline
MH atau kusta adalah penyakit infeksi yang kronis, penyebabnya adalah mycobacterium leprae
yang intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
respiratorius bagian atas kemudian dapat ke organ lain. MH tipe BL bentuknya berupa macula,
plakat, dan papul, distribusi hamper simetris, permukaan halus mengkilat, dengan batas agak
jelas, lesi dikulit banyak.
PENGOBATAN
PENCEGAHAN :
Ø Menjaga kebersihan badan
Ø Menggunakan pakaian yang dapat menyerap keringat
PENGOBATAN :
TOPIKAL
Pada kasus infeksi jamur superfisial, obat anti jamur topical ideal berfungsi fungisidal, spectrum
luas, keratonifilik, noniritan, hipoalergenik, tidak diabsorbsi secara sistemik, aktif pada
konsentrasi sangat rendah, mempunyai beragam formula dan spesifik. Cara penggunaan obat anti
jamur topikal adalah daerah terinfeksi dengan air dan sabun, kemudian keringkan, obat dioleskan
tipis- tipis diatas lesi, dan meluas hingga ± 1 inci diluar lesi, obat digunakan 2x sehari ( pagi dan
sore ), hasil maksimal diperoleh bila lesi dijaga tetap bersih, kering, dan sejuk.
Obat – obat antijamur topical yang biasa dipakai adalah :
•Ketokonazol 2 % 10 g, selama 2-4 minggu.
•Mikonazol 2 % 5 g, selama 2-4 minggu.
•Naftifine 1 % 15 g selama 2- 4 minggu
•Butenafine 1% 15 g, selama 2- 4 minggu.
SISTEMIK
•Griseofulvin.
Merupakan antibiotic yang bersifat fungisidal yang bekerja menghambat mitosis jamur dengan
mengikat protein mirgtgbuler dalam sel. Dosis dewasa 500 mg- 1000 mg perhari dalam dosis
tunggal ( sebaiknya diminum bersama dengan makanan atau minuman yang mengandung
lemak ). Dosis anak –anak 10 mg/ kgBB/ hari.
Efek samping biasanya ringan berupa sakit kepala, gangguan GIT, kadang timbul reaksi
hipersensitifitas.
•Ketokonazol.
Salah satu golongan imidazole, sangat efektif dan merupakan obat antijamur sistemik dengan
spectrum luas, bersifat fungistatik, bekarja menggangu biosintesis ergosterol, dengan meginhibisi
enzim P450 14-α demetisalisasi lanosterol. Dosis efektif anak – anak > 14 tahun 5- 10 mg/ kgBB
atau 200 mg/ hari selama 7- 14 hari. Efek samping yang tersering adalah ginekomastia,
perubahan endokrin, dan gangguan fungsi hati.
•Flukonazol.
Merupakan golongan triazole yang larut dalam air dan diabsorbsi baik melalui saluran cerna,
obat ini dieliminasi dengan lambat di kulit daripada di plasma sehingga memberikan keuntungan
dalam terapi, meskipun terapi sudah dihentikan. Dosis dewasa 6 mg/ kgBB selama 20 hari. Dosis
anak- anak 5 mg/ kgBB p.o selama 4- 6 minggu.
PROGNOSIS
Jika penyembuhan telah dicapai dan faktor- faktor infeksi, serta faktor predisposisi dihilangkan
maka prognosis umumnya baik.
KESIMPULAN
Tinea korporis merupakan penyakit kulit yang disebabkan spesies dermatofita yang sering
ditemukan di masyarakat,terutama masyarkat yang kurang memperhatikan kebersihannya
sendiri. Penyakit lebih sering ditemukan didaerah yang tropis,dengan penetelaksanaan yang baik
dan kesadaran pribadi untuk menjaga kebersihannya dapat mengurangi dan mencegah
mengalami penyakit ini. Umumnya baik tetapi tergantung faktor infeksi.
Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies trichophyton, Microsporum, dan
epidermophyton. Variasi penyebab dapat ditemukan berdasar spesies yang endemis di daerah
tertentu. Spesies yang tersering adalah E. floccosum atau T. rubrum.
Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa yang lengkap, dan pemeriksaan penunjang yaitu
•Preparat langsung dengan larutan KOH 10- 20%.
•Hasilnya adalah elemen jamur terlihat sebagai garis- garis yang tersusun atau hifa diantara sel-
sel epitel, bersepta dan biasanya bercabang. Kadang- kadang segmen telah terpisah pada septa
dan berdinding tebal, hifa mempunyai banyak septa dan berdekatan disebut sebagai artospora.
•Isolasi jamur pada media biakan/ pembiakan skuama pada agar saboraud.
•Hasilnya tampak koloni yang bervariasi dalamnebtuk dan warna.
•Gambaran Histopatologi.
•Dari sampel biopsi menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan inflamasi superfisial. Pada
stratum korneum ditemukan neutrifil, hal ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis,
dapat juga ditemukan hifa bersepta.
Jika penyembuhan telah dicapai dan faktor- faktor infeksi, serta faktor predisposisi dihilangkan
maka prognosis umumnya baik.
DAFTAR PUSTAKA
•Boedadi HM, suwito PS ; Tinea korporis. Dalam: Dermatofitosis Superfisialis. Editor :
budimulja U, Kusmadji, Brawono K. edisi ke-2, Jakarta 2004, FKUI; hal 31-2.
•Bdimulja U; mikosis. Dalam : ilmu penyakit kulit dan kelamin. Editor: djuanda A; edisi ke-3,
Jakarta 2001, FKUI; hal 90-3.
•Rook A, Wilkison DS, Eblijing FJ; Champion RH, Boston JL; tinea corporis; in Textbook Of
Dermatology vol 2 4th edisi; Beckwell scientific Publications Oxford 1988; p 901- 10.
•Pudji K, Sjarifudin; Dermatofitosis; dalam Parasitologi Kedokteran; editor: Gandahusada S,
Pribadi W, edisi 3; Jakarta 2000, FKUI; hal 277- 289.
•Siregar, R.S; Penyakit Jamur; dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2, Jakarta
2005; EGC; hal 19- 23.
•Abarakbah, Jusuf; Infeksi Jamur; balam Atlas ILmu penyakit Kulit dan Kelamin; edisi 4;
Surabaya 2008; Bagian SMF FK UNAIR, hal 65- 78.
•Ganiswarna, Sulistia; Obat Jamur; dalam Farmakologis dan Terapi; edisi 4, Jakarta 2002;
Bagian Farmakologi FKUI; hal 560- 70.
•Nugroho, D; tinea korporis; available at http://www.Kabar Indonesia.com/wordpres.htm.diakses
tanggal 15 november 2009
•NN. Herpes gladiatorum; available at ; http://www.nlm.nih.gov/medline plus/ency.htm diakses
tanggal 18 november 2009.
•NN; Tinea incognito, tinea imbrikata; available at :http://www.medterms.com/ diakses tgl 18
november 2009
•NN : Tinea corporis purpurica; available at http ://www.img.medscape.com/pi/amedici
dermatologis.htm
•Hadijaja, pinardi ;Mikosis superficial Dermatofitosis: dalam atlas parasitologi kedokteran; edisi
2, hal 223. PT.GRAMEDIA,Jakarta 1999.
•Wolf K, Richard AJ; tinea korporis. Dalam : Fitz Patrick atlas dan synopsis of clinical
Dermatologi, edisi ke-6, The Miccgraw- Hill USA 2009; hal 704-6.
• Wolf K, Richard AJ; tinea inkognito. Dalam : Fitz Patrick atlas dan synopsis of clinical
Dermatologi, edisi ke-6, The Miccgraw- Hill USA 2009; hal 706-8.