Tinea Corporis Merupa

16
Tinea corporis merupakan penyakit jamur superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit tubuh yang tidak berambut) seperti: bagian muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.Sinonim untuk penyakit ini adalah Tinea sirsinata, Tinea Glabrosa, ScherendeFiechte, kurap, Herpes sircine trichophytique GAMBARAN KLINIK Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun, meskipun lebih sering terjadi pada bagian yang terbuka. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat didaerah yang tertutup / oklusif atau daerah trauma. Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal, didapatkan lesi bulat berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat bergabung membentuk pola gyrata atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritem sampai dengan vesikel dan pustul, bergantung pada spesies penyebab dan sistem imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut Kadang- kadang terlihat erosi/ krusta akibat garukan. Derajat inflamasi berfariasi, dengan

description

tinea corporis

Transcript of Tinea Corporis Merupa

Page 1: Tinea Corporis Merupa

Tinea corporis merupakan penyakit jamur superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi

maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit tubuh yang tidak berambut) seperti: bagian

muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.Sinonim untuk penyakit ini adalah Tinea

sirsinata, Tinea Glabrosa, ScherendeFiechte, kurap, Herpes sircine trichophytique

GAMBARAN KLINIK

Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun, meskipun lebih sering terjadi pada

bagian yang terbuka. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat didaerah yang tertutup /

oklusif atau daerah trauma.

Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal, didapatkan lesi bulat berbatas tegas,

pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh. Lesi

yang berdekatan dapat bergabung membentuk pola gyrata atau polisiklik. Derajat inflamasi

bervariasi, dengan morfologi dari eritem sampai dengan vesikel dan pustul, bergantung pada

spesies penyebab dan sistem imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda

inflamasi akut Kadang- kadang terlihat erosi/ krusta akibat garukan. Derajat inflamasi

berfariasi, dengan morfologi dari eritema sampai dengan vesikel dan pustule, bergantung pada

spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda

inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresi, lesi sering menjadi lebih luas.

Predileksinya pada wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada, punggung. Efloresensi /

ruam pada kulit berupa lesi berbentuk makula atau plak yang merah atau hiperpigmentasi dengan

tepi lesi dijumpai papel- papel eritematosa atau vesikel. Pada perjalanan penyakit yang kronis

dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi dapat polisiklik, anular atau geografis.

Ada beberapa bentuk atau variasi klinis tinea korporis, yaitu :

Page 2: Tinea Corporis Merupa

1. Tinea fasialis atau T. fasei.

Bila menyerang kulit wajah yang tidak berambut. TInea fasialis atau ringworm fasial diduga

disebabkan kontak dengan orang yang terinfeksi, binatang yang terinfeksi, kontaminasi dengan

benda- benda yang terkontaminasi jamur seperti handuk, atau tanah yang terinfeksi.

Gambar 1. Tinea fasialis, lesi makula eritematosa, tepi aktif

Papulovesikel di dagu.

2. Majocchi granuloma

Majocchi granuloma disebabkan oleh T. rubrum, merupakan infeksi jamur di rambut, folikel

rambut, dan seringkali disekitar dermis disertai associated granulomatous reaction. Seringkali

terjadi pada wanita yang mencukur rambut kakinya. Majocchi granuloma bermanifestasi sebagai

nodul granulomatosa perifolikuler di dua pertiga kaki bagian bawah pada wanita.

Gambar 2. Majocchi granuloma, lesi plak eritematosa, dengan pustule.

3. Tinea korporis gladiatorum

Merupakan infeksi dermatofita yang ditularkan melalui kontak kulit ke kulit diantara para

pengulat (wrestlers). Sering dijumpai dikepala, leher, lengan, diman distribusinya konsisten

dengan area kontak kulit ke kulit pada pengulat.

Page 3: Tinea Corporis Merupa

Gambar 3. T. corporis gladiatorum, lesi plak eritematosa, dengan

Papulovesikel.

4. Tinea imbrikata

Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh T.concentricum, dapat dijumpai terutama di

asia tengara, pasifik selatan amerika tengah, dan amerika selatan. Di Indonesia terdapat di jawa,

Kalimantan, Sulawesi, Irian barat, Kepulauan Aru dan Kei, dan Sulawesi tengah. Tinea

imbrikata dikenal secara klinis oleh karena plak bersisiknya (scaly plaques) yang berbeda,

tersusun dalam concentric rings.

Gambar 4. Tinea imbrikata, lesi plak,

dengan skuama kasar

5. Tinea incognito.

korporis dengan presentasi klinis nonklasik yang berubah karena pemberian kortikosteroid.

Gambar 5. Inflamasi plak eritema, anular lesi dengan tepi aktif, lesi

Pemakaian kortikosteroid.

Page 4: Tinea Corporis Merupa

6. Tinea korporis purpurika

Merupakan bentuk tinea korporis yang jarang, memiliki ruam kulit khas yaitu purpuris macules.

Gambar 6. Tinea korporis ,lesi purpuris macules

DIAGNOSIS

Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa yang lengkap, dan pemeriksaan penunjang yaitu :

1. Preparat langsung dengan larutan KOH 10- 20%.

Tekniknya bahan pemeriksaan yang diambil dari kerokan kulit, dipindahkan ke objek gelas, lalu

ditetesi dengan larutan KOH 10- 20%, kemudian tutup dengan gelas penutup, tekan perlahan

untuk menghasilkan gelembung udara. Larutan KOH adalah larutan penjernih yang akan

melarutkan protein, lipid dan melisiskan epitel. Untuk mempercepat proses dapat dilakukan

pemanasan( tetapi jangan sampai mendidih ).elemen jamur akan bertahan terhadap larutan KOH

karena adanya khitin dan glikoprotein pada dinding sel.sediaan diperiksa dengan mikroskop,

mulai dengan pembesaran rendah ( lensa objek 10x ). Bila elemen jamur ( hifa ) sudah terlihat

pembesaran dapat dinaikkan 20- 40x, agar pemeriksaan lebih detil.

Page 5: Tinea Corporis Merupa

Hasilnya adalah elemen jamur terlihat sebagai garis- garis yang tersusun atau hifa diantara sel-

sel epitel, bersepta dan biasanya bercabang. Kadang- kadang segmen telah terpisah pada septa

dan berdinding tebal, hifa mempunyai banyak septa dan berdekatan disebut sebagai artospora.

2. Isolasi jamur pada media biakan/ pembiakan skuama pada agar saboraud.

Ada tiga media biakan yang terkenal dan digunakan secara luas, sedangkan media yang selektif

untuk mengisolasi dermatofit karena dapat mencegah pertumbuhan kontaminan seperti bakteri

dan jamur lainnya adalah media modifikasi agar sabouraud, yang komposisinya terdiri dari :

dekstrosa 20 g, neopepton 10 g, agar 20 g, kloramfenikol 40 g, sikloheksemid 0,5 g, dan air

suling 1000 cc. pada biakan jamur harus diinkubasi pada suhu yang tepat dalam jangka waktu

yang cukup untuk menumbuhkan jamur. Suhu berkisar antara 25 ۫c- 30 ۫ c yang merupakan suhu

optimal bagi hamper sebagian jamur. Tabung biakan lebih baik dibanding dengan cawan biakan,

walaupun harus ditutup rapat tetapi harus ada aerasi. Semua biakan harus dieram selam dua

minggu.

Hasilnya tampak koloni yang bervariasi dalamnebtuk dan warna.

3. Gambaran Histopatologi.

Dari sampel biopsi menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan inflamasi superfisial. Pada

stratum korneum ditemukan neutrofil, hal ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis,

dapat juga ditemukan hifa bersepta.

DIAGNOSIS BANDING.

1. Dermatitis kontak

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi) yang menempel pada

kulit. Penderita umumnya mengeluh gatal, lesi eritema nummular sampai plakat, papel dan

Page 6: Tinea Corporis Merupa

vesikel berkelompok disertai erosi nummular hingga plakat. Terkadang hanya berupa macula

hiperpigmentasi dengan skuama halus.

2. Dermatitis numularis

Dermatitis yang bentuknya menyerupai uang logam dan biasanya menyerang daerah ekstremitas.

Gambaran klinisnya dimulai dengan bercak eritemaa berbentuk lingkaran,selanjutnya melebar

sebesar uang logam, dikelilinggi oleh papel-papel, vesikel dan kemudian ditutupi krusta coklat.

Penderita mengeluhgatal yang hebat.

3. Dermatitis seboroik

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar

sebasea. Gambaran klinis biasanya kulit tampak berminyak, pada kepela tampak eritema dan

skuama halus sampai kasar. Penderita mengeluh rasa gatal yang hebat. Lesi bentuk macula

eritematosa yang ditutupi papae- papel miliar berbatas tegas, dan skuama halus putih berminyak.

Kadand ditengah ditemukan erosi dengan krusta yang sudah mongering berwarna kekuningan.

4. Pitriasis rosea

Pitriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai. Morfologi khas

berupa macula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang sesuai dengan lipatan kulit serta

Page 7: Tinea Corporis Merupa

ditutupi oleh skuama halus. Lesi berupa macula eritroskuamosa anular dan soliter,bentuk lonjong

dengan tepi hamper tidak nyata meninggi dan bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Lesi

inisial (herald patctch) biasanya soliter, oval,anular.

5. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit kulit kronis reisdif dengan lesi yang khas berupa bercak- bercak

eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama tebal berlapi- lapis berwarna putih mengkilat. Lesi

berupa macula eritematosa yang besarnya bervariasi dari milier sampai nummular, macula

berbatas tegas, ditutupi skuama kasar berwarna putih mengkilat. Bila skuama digores benda

tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Bila pengoresan dietruskan timbul tanda Auspitz dengan

bintik- bintik darah. Dapat pula menunjkkan fenomena kobner.

6. MH tipe Boderline

MH atau kusta adalah penyakit infeksi yang kronis, penyebabnya adalah mycobacterium leprae

yang intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus

respiratorius bagian atas kemudian dapat ke organ lain. MH tipe BL bentuknya berupa macula,

plakat, dan papul, distribusi hamper simetris, permukaan halus mengkilat, dengan batas agak

jelas, lesi dikulit banyak.

PENGOBATAN

Page 8: Tinea Corporis Merupa

PENCEGAHAN :

Ø Menjaga kebersihan badan

Ø Menggunakan pakaian yang dapat menyerap keringat

PENGOBATAN :

TOPIKAL

Pada kasus infeksi jamur superfisial, obat anti jamur topical ideal berfungsi fungisidal, spectrum

luas, keratonifilik, noniritan, hipoalergenik, tidak diabsorbsi secara sistemik, aktif pada

konsentrasi sangat rendah, mempunyai beragam formula dan spesifik. Cara penggunaan obat anti

jamur topikal adalah daerah terinfeksi dengan air dan sabun, kemudian keringkan, obat dioleskan

tipis- tipis diatas lesi, dan meluas hingga ± 1 inci diluar lesi, obat digunakan 2x sehari ( pagi dan

sore ), hasil maksimal diperoleh bila lesi dijaga tetap bersih, kering, dan sejuk.

Obat – obat antijamur topical yang biasa dipakai adalah :

•Ketokonazol 2 % 10 g, selama 2-4 minggu.

•Mikonazol 2 % 5 g, selama 2-4 minggu.

•Naftifine 1 % 15 g selama 2- 4 minggu

•Butenafine 1% 15 g, selama 2- 4 minggu.

SISTEMIK

Page 9: Tinea Corporis Merupa

•Griseofulvin.

Merupakan antibiotic yang bersifat fungisidal yang bekerja menghambat mitosis jamur dengan

mengikat protein mirgtgbuler dalam sel. Dosis dewasa 500 mg- 1000 mg perhari dalam dosis

tunggal ( sebaiknya diminum bersama dengan makanan atau minuman yang mengandung

lemak ). Dosis anak –anak 10 mg/ kgBB/ hari.

Efek samping biasanya ringan berupa sakit kepala, gangguan GIT, kadang timbul reaksi

hipersensitifitas.

•Ketokonazol.

Salah satu golongan imidazole, sangat efektif dan merupakan obat antijamur sistemik dengan

spectrum luas, bersifat fungistatik, bekarja menggangu biosintesis ergosterol, dengan meginhibisi

enzim P450 14-α demetisalisasi lanosterol. Dosis efektif anak – anak > 14 tahun 5- 10 mg/ kgBB

atau 200 mg/ hari selama 7- 14 hari. Efek samping yang tersering adalah ginekomastia,

perubahan endokrin, dan gangguan fungsi hati.

•Flukonazol.

Merupakan golongan triazole yang larut dalam air dan diabsorbsi baik melalui saluran cerna,

obat ini dieliminasi dengan lambat di kulit daripada di plasma sehingga memberikan keuntungan

dalam terapi, meskipun terapi sudah dihentikan. Dosis dewasa 6 mg/ kgBB selama 20 hari. Dosis

anak- anak 5 mg/ kgBB p.o selama 4- 6 minggu.

PROGNOSIS

Page 10: Tinea Corporis Merupa

Jika penyembuhan telah dicapai dan faktor- faktor infeksi, serta faktor predisposisi dihilangkan

maka prognosis umumnya baik.

KESIMPULAN

Tinea korporis merupakan penyakit kulit yang disebabkan spesies dermatofita yang sering

ditemukan di masyarakat,terutama masyarkat yang kurang memperhatikan kebersihannya

sendiri. Penyakit lebih sering ditemukan didaerah yang tropis,dengan penetelaksanaan yang baik

dan kesadaran pribadi untuk menjaga kebersihannya dapat mengurangi dan mencegah

mengalami penyakit ini. Umumnya baik tetapi tergantung faktor infeksi.

Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies trichophyton, Microsporum, dan

epidermophyton. Variasi penyebab dapat ditemukan berdasar spesies yang endemis di daerah

tertentu. Spesies yang tersering adalah E. floccosum atau T. rubrum.

Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa yang lengkap, dan pemeriksaan penunjang yaitu

•Preparat langsung dengan larutan KOH 10- 20%.

•Hasilnya adalah elemen jamur terlihat sebagai garis- garis yang tersusun atau hifa diantara sel-

sel epitel, bersepta dan biasanya bercabang. Kadang- kadang segmen telah terpisah pada septa

dan berdinding tebal, hifa mempunyai banyak septa dan berdekatan disebut sebagai artospora.

•Isolasi jamur pada media biakan/ pembiakan skuama pada agar saboraud.

•Hasilnya tampak koloni yang bervariasi dalamnebtuk dan warna.

•Gambaran Histopatologi.

Page 11: Tinea Corporis Merupa

•Dari sampel biopsi menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan inflamasi superfisial. Pada

stratum korneum ditemukan neutrifil, hal ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis,

dapat juga ditemukan hifa bersepta.

Jika penyembuhan telah dicapai dan faktor- faktor infeksi, serta faktor predisposisi dihilangkan

maka prognosis umumnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

•Boedadi HM, suwito PS ; Tinea korporis. Dalam: Dermatofitosis Superfisialis. Editor :

budimulja U, Kusmadji, Brawono K. edisi ke-2, Jakarta 2004, FKUI; hal 31-2.

•Bdimulja U; mikosis. Dalam : ilmu penyakit kulit dan kelamin. Editor: djuanda A; edisi ke-3,

Jakarta 2001, FKUI; hal 90-3.

•Rook A, Wilkison DS, Eblijing FJ; Champion RH, Boston JL; tinea corporis; in Textbook Of

Dermatology vol 2 4th edisi; Beckwell scientific Publications Oxford 1988; p 901- 10.

•Pudji K, Sjarifudin; Dermatofitosis; dalam Parasitologi Kedokteran; editor: Gandahusada S,

Pribadi W, edisi 3; Jakarta 2000, FKUI; hal 277- 289.

•Siregar, R.S; Penyakit Jamur; dalam Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2, Jakarta

2005; EGC; hal 19- 23.

•Abarakbah, Jusuf; Infeksi Jamur; balam Atlas ILmu penyakit Kulit dan Kelamin; edisi 4;

Surabaya 2008; Bagian SMF FK UNAIR, hal 65- 78.

•Ganiswarna, Sulistia; Obat Jamur; dalam Farmakologis dan Terapi; edisi 4, Jakarta 2002;

Bagian Farmakologi FKUI; hal 560- 70.

•Nugroho, D; tinea korporis; available at http://www.Kabar Indonesia.com/wordpres.htm.diakses

tanggal 15 november 2009

•NN. Herpes gladiatorum; available at ; http://www.nlm.nih.gov/medline plus/ency.htm diakses

tanggal 18 november 2009.

•NN; Tinea incognito, tinea imbrikata; available at :http://www.medterms.com/ diakses tgl 18

november 2009

•NN : Tinea corporis purpurica; available at http ://www.img.medscape.com/pi/amedici

dermatologis.htm

Page 12: Tinea Corporis Merupa

•Hadijaja, pinardi ;Mikosis superficial Dermatofitosis: dalam atlas parasitologi kedokteran; edisi

2, hal 223. PT.GRAMEDIA,Jakarta 1999.

•Wolf K, Richard AJ; tinea korporis. Dalam : Fitz Patrick atlas dan synopsis of clinical

Dermatologi, edisi ke-6, The Miccgraw- Hill USA 2009; hal 704-6.

• Wolf K, Richard AJ; tinea inkognito. Dalam : Fitz Patrick atlas dan synopsis of clinical

Dermatologi, edisi ke-6, The Miccgraw- Hill USA 2009; hal 706-8.