TINDAK TUTUR DIREKTIF BAHASA JAWA DI KANTOR UPT …/Tindak... · Cilacap, (2) faktor yang...
Transcript of TINDAK TUTUR DIREKTIF BAHASA JAWA DI KANTOR UPT …/Tindak... · Cilacap, (2) faktor yang...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
TINDAK TUTUR DIREKTIF BAHASA JAWA DI KANTOR UPT DISDIKPORA
KECAMATAN SIDAREJA KABUPATEN CILACAP (SUATU KAJIAN PRAGMATIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh AGENG NUGRAHENI
C 0106005
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
TINDAK TUTUR DIREKTIF BAHASA JAWA DI KANTOR UPT DISDIKPORA
KECAMATAN SIDAREJA KABUPATEN CILACAP (SUATU KAJIAN PRAGMATIK)
Disusun oleh
AGENG NUGRAHENI C0106005
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I
Drs. Sujono, M. Hum. NIP. 195504041983031002
Pembimbing II
Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum. NIP. 195710231986012001
Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutarjo, M.Hum. NIP. 196001011987031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
TINDAK TUTUR DIREKTIF BAHASA JAWA DI KANTOR UPT DISDIKPORA
KECAMATAN SIDAREJA KABUPATEN CILACAP (SUATU KAJIAN PRAGMATIK)
Disusun oleh :
AGENG NUGRAHENI C0106005
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal 03 Mei 2010
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Drs. Imam Sutardjo, M. Hum ……………..
NIP. 196001011987031004
Sekretaris Dra. Sri Mulyati, M. Hum …………….. NIP. 195610211981032001
Penguji I Drs. Sujono, M. Hum. …………….. NIP. 195504041983031002
Penguji II Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum. ……………..
NIP. 195710231986012001
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs . Sudarno, M.A. NIP 195303141985061001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN Nama : Ageng Nugraheni
Nim : C0106005
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Tindak Tutur Direktif
Bahasa Jawa di Kantor UPT DISIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap
(Suatu Kajian Pragmatik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak
dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda
citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari
skripsi tersebut.
Surakarta, 24 April 2010
Yang membuat pernyataan,
Ageng Nugraheni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Inti dari hidup ini adalah bagaimana bersyukur dan bersabar. Bersyukur dalam kebaikan
dan kesuksesan, serta bersabar dalam keburukan dan kegagalan.
Jujur dan tawakkal akan mempermudah segala fase dalam hidup demi memperoleh
akhir yang baik.
Semua takdir Allah adalah yang terbaik bagi kita, yakinlah!
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan untuk:
Bapak dan Ibu tercinta yang selalu percaya padaku, selalu mendoakanku, selalu
memberikan yang terbaik untukku, dan yang mendidikku dalam kasih sayang agar
menghormati serta menghargai orang lain.
Mas, Mbak, serta adik-adikku yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta
memberikan warna keceriaan dalam hidupku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kepada Allah s. w. t. atas rahmat dan nikmat-Nya
sehingga skripsi dengan judul Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap (Suatu Kajian Pragmatik) dapat
terselesaikan dengan baik. Skripsi tersebut merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M. A., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang
memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi ini.
2. Drs. Imam Sutardjo, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas
Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan ilmunya serta kesempatan
kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., selaku Sekretaris Jurusan dan
pembimbing kedua yang telah memberikan ilmu, kasih sayang dan
bimbingannya dengan penuh perhatian kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
4. Drs. Sujono, M. Hum., selaku pembimbing pertama yang telah memberikan
waktu, perhatian, kesabaran, dan kebijaksanaan serta bantuannya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Drs. Mulyoto, M. Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah berkenan
mencurahkan perhatian dan nasihatnya kepada penulis selama studi di
Jurusan Sastra Daerah.
6. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah
memberikan ilmu yang sangat berharga.
7. Bapak dan Ibu serta seluruh keluarga, terima kasih atas cinta kasih,
semangat, harapan serta kepercayaannya kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
8. Wiji, Mbak Hasna, Mbak Tika, Mbak Ipuk, Nastiti, Cincin, Wahyu, serta
teman-teman Sasda 2006 dan 2005, terima kasih atas kesetiaan, dukungan,
semangat, pinjaman komputer serta bukunya yang telah membantu
kelancaran penyusunan skripsi ini.
9. Informan yang sangat berjasa atas terselesaikannya skripsi ini, serta semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan ilmu
dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis berharap saran dan kritik yang
membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 24 April 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI Hal
JUDUL .................................................................................................. i
PERSETUJUAN .................................................................................... ii
PENGESAHAN .................................................................................... iii
PERNYATAAN .................................................................................... iv
MOTTO ................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN…. ..................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ............................................... xiv
ABSTRAK ............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Pembatasan Masalah ..................................................... 9
C. Rumusan Masalah ......................................................... 9
D. Tujuan Penelitian ........................................................... 10
E. Manfaat Penelitian ......................................................... 11
1. Manfaat Teoretis ....................................................... 11
2. Manfaat Praktis ........................................................ 11
F. Sistematika Penulisan .................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................. 13
A. Pengertian Pragmatik ..................................................... 13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
B. Tindak Tutur dan Tindak Tutur Direktif ......................... 13
1. Tindak Tutur ............................................................. 13
2. Tindak Tutur Direktif ............................................... 15
C. Prinsip Kerjasama ........................................................... 17
D. Teori Kesantunan Berbahasa ......................................... 19
1. Teori Kesantunan Robin Lakoff .............................. 19
2. Teori Kesantunan Geoffrey Leech .......................... 20
3. Teori Kesantunan Brown dan Levinson .................. 24
E. Praanggapan, Implikatur, Entailment ............................. 26
1. Praanggapan ............................................................. 26
2. Implikatur ................................................................ 26
3. Entailment ................................................................ 27
F. Situasi Tutur ................................................................... 28
G. Peristiwa Tutur ............................................................... 29
H. UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap 31
1. Sejarah Singkat Berdirinya UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap .................. 31
2. Struktur Organisasi .................................................. 33
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 39
A. Jenis Penelitian .............................................................. 39
B. Lokasi Penelitian ........................................................... 39
C. Data dan Sumber Data ................................................... 40
D. Alat Penelitian ............................................................... 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
E. Populasi dan Sampel....................................................... 41
F. Metode Pengumpulan Data ........................................... 42
G. Metode Analisis Data .................................................... 43
1. Metode Kontekstual ................................................. 43
2. Metode Padan .......................................................... 43
H. Metode Penyajian Hasil Analisis Data .......................... 45
BAB IV ANALISIS DATA .................................................................. 46
A. Fungsi TTD Bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap ......................... 46
1. Menyuruh .............................................................. 47
2. Menasihati ............................................................. 51
3. Meminta Ijin .......................................................... 55
4. Menyarankan ......................................................... 58
5. Menganjurkan ........................................................ 61
6. Mempersilakan ...................................................... 64
7. Mengingatkan ........................................................ 67
8. Melarang ................................................................ 70
9. Menginterogasi ...................................................... 73
10. Menyumpah ........................................................... 76
11. Menantang ............................................................. 77
12. Menyapa ................................................................ 78
13. Mengharap ............................................................. 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Faktor yang Melatarbelakangi TTD Bahasa Jawa di Kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap 81
1. Penutur dan Mitra Tutur ........................................ 81
2. Konteks Tuturan .................................................... 84
3. Tujuan Tuturan ...................................................... 85
4. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas . 86
5. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal ................. 88
C. Kesantunan Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap 89
BAB V PENUTUP .............................................................................. 94
A. Simpulan ........................................................................ 94
B. Saran .............................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 97
LAMPIRAN .......................................................................................... 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Data Tindak Tutur Bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Sidareja
2. Lampiran 2 : Data Informan
3. Lampiran 3 : Gambar UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
Cilacap
4. Lampiran 4 : Surat Pengantar dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa
5. Lampiran 5 : Surat Keterangan dari UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA
Daftar Singkatan
UPT : Unit Pelayanan Teknis
DISDIKPORA: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga
P : Penutur
MT : Mitra Tutur
TTD : Tindak Tutur Direktif
Kasubbag TU : Kepala Sub Bagian Tata Usaha
s. w. t. : Subhanahu wa ta’ala
SASDA 2006 : Sastra Daerah 2006
SBLC : Simak Bebas Libat Cakap
SLC : Simak Libat Cakap
TK : Taman Kanak-kanak
SD : Sekolah Dasar
Daftar Tanda
. : Tanda titik digunakan pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
, : Tanda koma digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya.
: : Tanda titik dua dapat digunakan pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian. Selain itu tanda titik dua juga digunakan sesudah kata
atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
? : Tanda tanya digunakan pada akhir kalimat tanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
! : Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa
emosi yang kuat.
() : Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
“” : Tanda petik dobel digunakan untuk mengapit tuturan.
‘’ : Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit terjemahan.
/ : Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata atau.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRAK
Ageng Nugraheni. C0106005. 2010. Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap (Suatu Kajian Pragmatik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: (1) fungsi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, (2) faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, (3) kesantunan tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu kajian yang mendeskripsikan satuan lingual berdasarkan variasi dan kaidah-kaidah yang mengatur berdasarkan kondisi objektif dari objek penelitian. Lokasi penelitian di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Data penelitian berupa data lisan, wujudnya adalah tuturan yang mengandung tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Sumber data lisan berasal dari informan terpilih. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak. Teknik dasar yang dipakai ialah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutan penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik simak libat cakap (SLC), rekam dan catat. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode kontekstual dan metode padan. Metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode formal dan informal.
Hasil analisis data yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: (1) fungsi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang dapat ditemukan ada 13 fungsi, yakni menyuruh, menasihati, meminta ijin, menyarankan, menganjurkan, mempersilakan, mengingatkan, melarang, menginterogasi, menyumpah, menantang, menyapa, dan mengharap; (2) faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang dapat ditemukan ada 5 aspek, yakni penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan sebuah tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal; (3) kesantunan tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sangat tergantung pada P dan MT. P dan MT dalam melakukan tuturannya ada yang memperhatikan kesopansantunan dan ada yang tidak memperhatikan kesopansantunan berbahasa. Tetapi dengan memperhatikan kaidah sosial dan mempertimbangkan skala pragmatik, P dan MT dapat menjalin hubungan yang mesra dalam kegiatan berkomunikasi. Dalam penelitian ini tuturan yang dianggap paling santun bagi MT adalah tuturan yang memiliki alternatif pilihan sebanyak mungkin, memerlukan biaya sedikit/tenaga sedikit tapi keuntungan yang diperoleh sangat besar dan tuturan yang dituturkan secara tidak langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
TINDAK TUTUR DIREKTIF BAHASA JAWA DI KANTOR UPT DISDIKPORA
KECAMATAN SIDAREJA KABUPATEN CILACAP (SUATU KAJIAN PRAGMATIK)
Ageng Nugraheni1 Drs. Sujono, M.Hum.2 Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum.3
ABSTRAK
2010. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: (1) fungsi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, (2) faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, (3) kesantunan tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu kajian yang mendeskripsikan satuan lingual berdasarkan variasi dan kaidah-kaidah yang mengatur berdasarkan kondisi objektif dari objek penelitian. Lokasi penelitian di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Data penelitian berupa data lisan, wujudnya adalah tuturan yang mengandung tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Sumber data lisan berasal dari informan terpilih. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak. Teknik dasar 1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah dengan NIM C 0106005 2 Dosen Pembimbing I 3 Dosen Pembimbing II
yang dipakai ialah teknik sadap, sedangkan teknik lanjutan penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik simak libat cakap (SLC), rekam dan catat. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode kontekstual dan metode padan. Metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode formal dan informal. Hasil analisis data yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: (1) fungsi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang dapat ditemukan ada 13 fungsi, yakni menyuruh, menasihati, meminta ijin, menyarankan, menganjurkan, mempersilakan, mengingatkan, melarang, menginterogasi, menyumpah, menantang, menyapa, dan mengharap; (2) faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang dapat ditemukan ada 5 aspek, yakni penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan sebuah tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal; (3) kesantunan tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sangat tergantung pada P dan MT. P dan MT dalam melakukan tuturannya ada yang memperhatikan kesopansantunan dan ada yang tidak memperhatikan kesopansantunan berbahasa. Tetapi dengan memperhatikan kaidah sosial dan mempertimbangkan skala pragmatik, P dan MT dapat menjalin hubungan yang mesra dalam kegiatan berkomunikasi. Dalam penelitian ini tuturan yang dianggap paling santun bagi MT adalah tuturan yang memiliki alternatif pilihan sebanyak mungkin, memerlukan biaya sedikit/tenaga sedikit tapi keuntungan yang diperoleh sangat besar dan tuturan yang dituturkan secara tidak langsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa
secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam
komunikasi (I Dewa Putu Wijana, 1996: 2). Dari definisi tersebut ilmu pragmatik
menekankan pada maksud yaitu makna yang terkait konteks (context dependent)
atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat ditegaskan bahwa hubungan antara bahasa dengan konteks merupakan dasar
dalam pemahaman pragmatik.
Konteks tuturan dalam penelitian linguistik adalah konteks dalam semua
aspek fisik atau latar belakang sosial yang relevan dari tuturan yang bersangkutan.
Dalam pragmatik konteks pada hakikatnya adalah semua latar belakang
pengetahuan (background knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan
lawan tutur.
Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan yang
sangat penting dalam pragmatik karena tindak tutur adalah satuan analisisnya.
Tindak tutur merupakan pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud
dari pembicara diketahui pendengar (Harimurti Kridalaksana, 2001:171). Seperti
dalam aktivitas sosial, kegiatan berinteraksi baru dapat terwujud apabila manusia
terlibat di dalamnya. Dalam berinteraksi, penutur dan mitra tutur saling menyadari
bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasa dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
interpretasi-interpretasi terhadap tindakan, dan ucapan mitra tuturnya. Setiap
peserta tutur bertanggungjawab terhadap tindakan penyimpangan kaidah
kebahasaan dalam interaksi lingual tersebut. Terlebih lagi bahwa dalam bertutur,
setiap peserta tutur banyak dipengaruhi oleh konteks yang menjadi latar belakang
tuturan tersebut, karena konteks akan sangat menentukan bentuk tuturan. Di
dalam suatu tuturan ada maksud dan faktor yang melatarbelakangi penutur dalam
menyampaikan tuturannya kepada mitra tutur.
Searle (1975) (dalam Leech, 193: 164-165) mengemukakan bahwa tindak
tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar
si pendengar atau mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran
itu, misalnya menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.
Salah satu contoh tuturan tindak tutur direktif bahasa Jawa yang terjadi di
Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap adalah tindak
tutur direktif menyuruh berikut ini.
Data 1
P : “ Guwe tulung mbak fotokopi ya!” ‘Minta tolong itu difotokopi ya mbak!’ MT : “Endi?” ‘Mana?’ P : “ Kuwe kuwe miki bu Ikah.” ‘Itu itu tadi bu Ikah’
Tindak tutur tersebut di atas dilakukan penutur kepada mitra tutur agar
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan penutur. Data 1 merupakan contoh
tindak tutur direktif yang terjadi di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap. Tindak tutur direktif menyuruh tersebut dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
oleh penutur yang berkedudukan sebagai pengawas TK/SD kepada mitra tutur
yaitu PSG yang sedang melakukan magang di Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Kata “Tulung” ‘Tolong’ dalam tuturan di
atas memberi kesan menyuruh tetapi dengan sedikit merendah. Penggunaan kata
tersebut berfungsi untuk menyuruh MT melakukan keinginan penutur dengan
sukarela. Maksim yang dikemukakan oleh Grice tercapai dalam tuturan ini, baik
maksim kuantitas yaitu memberikan informasi secukupnya atau sejumlah yang
diperlukan oleh mitra tutur, maksim relevansi yakni memberikan tanggapan
secara relevan berdasarkan konteks pembicaraan, serta maksim cara yaitu tuturan
tersebut dikomunikasikan secara wajar, tidak bersifat ambigu atau bermakna
ganda. Walaupun skala keotoritasan yang dikemukakan oleh Leech terjadi, tetapi
P meminimalkan skala keotoritasan tersebut dengan mempergunakan kata
“Tulung” ‘Tolong’.
Pelanggaran terhadap skala jarak sosial juga terjadi dalam tuturan pada
data 1. MT jauh lebih muda dibandingkan dengan P, umur keduanya terpaut
sangat jauh. Tetapi MT menggunakan ragam ngoko untuk menanggapi
permintaan P, dan hal ini merupakan pelanggaran skala jarak sosial yang
dikemukakan oleh Leech. Berdasarkan skala ini, penutur atau mitra tutur yang
berumur lebih muda seharusnya menggunakan ragam yang lebih menghargai
mitra tutur atau penuturnya. Hal ini terjadi akibat ketidaktahuan mitra tutur
terhadap tingkat tutur yang mengatur kesantunan berbahasa. Oleh karena itu, perlu
tindak lanjut yang terarah dan teliti untuk mengatasi ketidaktahuan generasi muda
pada masa sekarang ini terhadap kesantunan berbahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
UPT DISDIKPORA merupakan organisasi yang melaksanakan urusan
Pemerintah Pusat dalam lapangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang
diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Propinsi. Sesuai dengan tugasnya, UPT
DISDIKPORA bertanggungjawab atas pendidikan, pengajaran dan kebudayaan
dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan sebagian besar kegiatan yang ada di
masyarakat terpantau oleh UPT DISDIKPORA. Dari kenyataan ini dapat ditarik
kesimpulan bahwa para pegawai yang ada dikantor UPT DISDIKPORA berasal
dari background yang berbeda-beda dengan tugas yang berbeda pula sesuai
dengan struktur organisasinya. Dengan tugas yang berbeda, para pegawai
dihadapkan pula pada pihak-pihak yang berbeda dari jabatan hingga status sosial.
Tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, dimaksudkan sebagai perwujudan
penggunaan bentuk-bentuk tuturan berbahasa Jawa yang dipergunakan oleh
pegawai. Bentuk-bentuk tuturan tersebut antara lain tindak tutur menyuruh,
meminta ijin, permisi, menyela/interupsi, menasihati, merekomendasi,
menganjurkan, menegur, melarang, menginterogasi, mempersilakan, memaksa,
mengingatkan, menguji, meminta restu, melamar, memperingatkan, melerai,
merayu, menantang, menyarankan, menyumpah, mengharap, mengajak,
mendesak, memarahi, menagih janji, membujuk, mengusir.
Dalam data di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
Cilacap, ditemukan tuturan antara P dan MT yang termasuk tindak tutur direktif
merekomendasi sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Data 2
P : “Guwe utusan anu ya kena, utusan PSG.” ‘Itu menyuruh itu juga bisa, menyuruh PSG’ MT : “Anu adoh Pak.” ‘Jauh pak’ P : “Anu biasa, biasa mlaku.” ‘Sudah biasa, biasa jalan’
Tindak tutur yang terjadi pada data 2 adalah tindak tutur direktif
merekomendasi. Tindak tutur tersebut terjadi antara MT dengan P. MT bermaksud
memfotokopi berkas-berkasnya, kemudian P merekomendasikan MT untuk
menyuruh PSG memfotokopinya. Penggunaan ragam ngoko dalam tuturan ini
menandakan keakraban yang tinggi diantara P dan MT. Frasa “Ya kena” ‘Juga
bisa’ dalam tuturan tersebut merupakan penanda lingual yang berfungsi untuk
merekomendasi. Penanda lingual tersebut digunakan P untuk memberikan pilihan
kepada MT. Kemudian MT menanggapi rekomendasi tersebut dengan menjawab
“Anu adoh pak” ‘Jauh pak’ yang berkesan agak tidak setuju dengan rekomendasi
yang dilakukan P. Tapi P akhirnya memberi penekanan yang menegaskan bahwa
PSG yang direkomendasikan sudah terbiasa berjalan kaki walaupun jauh.
Penelitian yang berjudul “Tindak Tutur Direktif bahasa Jawa di kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap” menggunakan
singkatan P untuk penutur dan singkatan MT untuk mitra tutur. Penggunaan P dan
MT tersebut bertujuan untuk menghindari penumpukkan peran dalam sebuah
tuturan yang memiliki partisipan aktif lebih dari 2. Penumpukkan peran yang
dimaksud adalah jika terdapat 2 P dan 1 MT dalam sebuah tuturan, penggunaan
O1 dan O2 akan menimbulkan kerancuan. Apabila P kedua disebut sebagai O3,
padahal yang dimaksud dalam tuturan tersebut adalah P secara bersama-sama ikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
dalam tindak pertuturan bukan sebagai orang yang dibicarakan dalam pertuturan
tersebut, maka antara P dan O3 tersebut memiliki peran yang berbeda. Oleh karena
itu, penggunaan P dan MT dirasa lebih tepat digunakan dalam penelitian ini.
Peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai kesantunan bahasa
antara lain.
(1) “Kesopansantunan Berbahasa Jawa dalam Tindak Tutur Direktif
Masyarakat Tutur Jawa Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten”
(2005) oleh Sri Fafina Lestyaningsih. Penelitian tersebut membahas
bentuk kesopansantunan, faktor penentu kesopansantunan, dan strategi
komunikasi yang ditempuh untuk mencapai kesopansantunan suatu ujaran.
(2) “Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa dalam Ketoprak “Sinamuring
Kasetyan Jati dan Surya Sakembaran”” (2002) oleh Fery Ayuni Dyah
Kusumawati yang membahas tentang bentuk tindak tutur direktif, fungsi
tindak tutur direktif, maksud, serta derajat kesopansantunan dalam tindak
tutur direktif bahasa Jawa dalam Ketoprak “Sinamuring Kasetyan Jati dan
Surya Sakembaran”.
(3) “Tindak Tutur Direktif dalam Pertunjukkan Wayang Lakon
Dewaruci oleh Dalang Ki Manteb Soedharsono” (2009) oleh Kenfitria
Diah Wijayanti yang membahas tentang bentuk tindak tutur direktif,
fungsi dan makna, faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif
dalam pertunjukkan wayang Lakon Dewaruci oleh Dalang Ki Manteb
Soedharsono.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
(4) “Kesantunan Berbahasa Jawa oleh Pedagang Keturunan Arab di
Pasar Beteng Surakarta (Suatu Kajian Pragmatik) (2009) oleh Dyah
Ayu Nur Ismayawati yang membahas tentang bentuk, faktor yang
melatarbelakangi, dan fungsi kesantunan berbahasa Jawa oleh pedagang
keturunan Arab di pasar Beteng.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, hal itu dikarenakan instansi yang dijadikan objek adalah instansi
yang memantau hampir seluruh kegiatan yang ada di masyarakat. Masyarakat
yang diamati pun berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dalam hal
bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari. Masyarakat yang
diamati dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berbahasa Jawa subdialek
Banyumas. Objek penelitian ini adalah sebuah instansi, maka sangat
dimungkinkan terjadi komunikasi antara pegawai yang berkedudukan tinggi
dengan yang lebih rendah dan sebaliknya, maupun komunikasi antara pegawai
dalam jabatan yang sama. Hal ini akan menimbulkan variasi kebahasaan yang
sangat penting untuk diteliti.
Beberapa hasil penelitian tersebut sebagai referensi penelitian ini. Selain
itu, penelitian tersebut berguna sebagai acuan untuk menambah wawasan peneliti.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagai berikut.
Pertama, di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
Cilacap masih menggunakan bahasa Jawa untuk melakukan komunikasi. Bahasa
Jawa yang digunakan di kecamatan Sidareja kabupaten Cilacap adalah bahasa
Jawa Cilacap yang merupakan subdialek Banyumas. Yang menjadi keunikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dalam hal ini adalah bahwa bahasa Jawa Cilacap berbeda dengan bahasa Jawa
standar yaitu bahasa Jawa Surakarta. Hal ini menjadi salah satu faktor yang sangat
menarik untuk diteliti, karena kebanyakan penelitian lebih memilih objek
berbahasa standar daripada bahasa yang bersubdialek Banyumas. Bahasa sebagai
sarana penyampaian informasi juga memiliki maksud ujaran yang tersirat dalam
tuturan. Untuk mengetahui maksud ujaran diperlukan suatu kajian pragmatik.
Oleh karena itu, peneliti mengkaji tindak tutur direktif bahasa Jawa yang
digunakan di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap
dengan suatu kajian pragmatik.
Kedua, pegawai yang bekerja di kantor UPT DISDIKPORA kecamatan
Sidareja kabupaten Cilacap berasal dari daerah yang berbeda dan berhadapan
dengan pihak-pihak yang berbeda pula sesuai dengan tugas masing-masing.
Sehingga dimungkinkan adanya variasi kebahasaan dalam berinteraksi dengan
pegawai lain. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui seperti apakah fungsi
tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap.
Ketiga, dalam penyampaian tuturannya penutur dipengaruhi beberapa
faktor yang melatarbelakangi sehingga terjadi ragam bahasa dalam pengujaran
kalimatnya. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui faktor apa sajakah yang
melatarbelakangi tuturan yang diujarkan oleh penutur.
Keempat, berdasarkan penelitian terdahulu tentang kajian pragmatik yang
pernah dilakukan, penelitian tentang tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap belum pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai tindak tutur
direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap.
B. Pembatasan Masalah
Masalah dalam penelitian yang berjudul Tindak Tutur Direktif Bahasa
Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
Cilacap (Suatu Kajian Pragmatik) dibatasi agar tidak meluas. Oleh karena itu,
objek kajian dari penelitian ini adalah fungsi tutur direktif bahasa Jawa di kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, faktor yang
melatarbelakangi tindak tutur direktif yang dilakukan oleh penutur, serta
kesantunan tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diteliti dari batasan masalah di atas adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimanakah fungsi tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap? Masalah ini dikaji untuk
mengetahui fungsi dari tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
2. Faktor apa sajakah yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di
kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap? Masalah ini
dikaji untuk mengetahui faktor apa sajakah yang melatarbelakangi penggunaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap.
3. Bagaimanakah kesantunan tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap? Masalah ini dikaji untuk
mengetahui seberapa santunkah tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian yang dapat
dirinci adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan fungsi tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
2. Mendeskripsikan faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa
Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
Cilacap.
3. Mendeskripsikan kesantunan tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik teoretis maupun praktis.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis
berupa hasil penelitian yang dapat digunakan sebagai referensi penelitian
linguistik, khususnya masalah tindak tutur direktif bahasa Jawa.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan masyarakat
dapat memakai ujaran yang santun di berbagai ranah. Selain itu, penelitian
ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya, digunakan
sebagai materi pengajaran bahasa Jawa bagi Guru bahasa Jawa, dan dapat
digunakan sebagai sumbangan terhadap pengembangan dan pembinaan
bahasa Jawa.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini meliputi lima bab, yaitu sebagai
berikut.
Bab I adalah Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori, meliputi pengertian pragmatik, tindak tutur
dan tindak tutur direktif, prinsip kerjasama, teori kesantunan berbahasa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
praanggapan, implikatur, entailment, situasi tutur, peristiwa tutur, serta
sejarah dan struktur organisasi UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap.
Bab III adalah Metode Penelitian. Metode Penelitian ini mencakup
bentuk dan jenis penelitian, lokasi penelitian, data penelitian, alat
penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, metode
analisis data, metode penyajian data.
Bab IV Hasil Analisis dan Pembahasan, merupakan hasil analisis
mengenai tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
Bab V adalah Penutup. Berisi tentang simpulan dan saran dari hasil
penelitian yang telah dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pragmatik
Cukup banyak kiranya batasan atau definisi mengenai pragmatik. Menurut
Putu Wijana, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam
komunikasi (I Dewa Putu Wijana, 1996: 2).
George Yule (2006: 3) menyebutkan bahwa pragmatik adalah studi
tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh
pendengar. Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis
tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan
makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri.
Dari pengertian pragmatik yang telah dipaparkan tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pragmatik adalah salah satu cabang linguistik yang
mempelajari maksud penutur.
B. Tindak Tutur dan Tindak Tutur Direktif
1. Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu
maksud dari pembicara diketahui pendengar (Harimurti Kridalaksana, 2001:171).
Di dalam mengatakan suatu kalimat, seseorang tidak semata-mata mengatakan
sesuatu dengan pengucapan kalimat itu. Di dalam pengucapan kalimat ia juga
“menindakkan” sesuatu. Dengan pengucapan kalimat “Arep ngombe apa?” ‘Mau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
minum apa?’. Si pembicara tidak semata-mata menanyakan atau meminta
jawaban tertentu; ia juga menindakkan sesuatu, yakni menawarkan minuman.
Seorang ibu rumah pondokan putri, mengatakan “Sampun jam sanga” ‘Sudah jam
sembilan’. Ia tidak semata-mata memberi tahu keadaan jam pada waktu itu; ia
juga menindakkan sesuatu, yaitu memerintahkan si mitra tutur supaya pergi
meninggalkan rumah pondokannya.
Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan yang
sangat penting dalam pragmatik karena tindak tutur adalah satuan analisisnya.
Austin (1962)(http://yswan.staff.uns.ac.id/2009/04/08/pragmatik/) mengemukakan
bahwa mengujarkan sebuah kalimat tertentu dapat dipandang sebagai melakukan
tindakan (act), di samping memang mengucapkan kalimat tersebut. Ia
membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu lokusi,
ilokusi, dan perlokusi.
1. Lokusi
Lokusi adalah semata-mata tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan
sesuatu dengan kata dan kalimat sesuai dengan makna kata itu (di dalam
kamus) dan makna kalimat itu sesuai dengan kaidah sintaksisnya. Di sini
maksud atau fungsi ujaran itu belum menjadi perhatian. Jadi, apabila
seorang penutur (selanjutnya disingkat P) Jawa mengujarkan “Aku ngelak”
‘saya haus’ dalam tindak lokusi kita akan mengartikan “aku” ‘saya’
sebagai ‘pronomina persona tunggal’ (yaitu si P) dan “ngelak” ‘haus’
mengacu ke ‘tenggorokan kering dan perlu dibasahi’, tanpa bermaksud
untuk minta minum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Ilokusi
Ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu. Di sini kita mulai berbicara
tentang maksud dan fungsi atau daya ujaran yang bersangkutan, untuk apa
ujaran itu dilakukan. Jadi, “Aku ngelak” ‘saya haus’ yang diujarkan oleh P
dengan maksud ‘minta minum’ adalah sebuah tindak ilokusi.
2. Perlokusi
Perlokusi mengacu ke efek yang ditimbulkan oleh ujaran yang dihasilkan
oleh P. Secara singkat, perlokusi adalah efek dari tindak tutur itu bagi
mitra tutur. Jadi, jika mitra tutur melakukan tindakan mengambilkan air
minum untuk P sebagai akibat dari tindak tutur itu maka di sini dapat
dikatakan terjadi tindak perlokusi.
2. Tindak Tutur Direktif
George Yule (2006: 93) menyebutkan bahwa tindak tutur direktif adalah
tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar
melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu untuk mendorong mitra
tutur melakukan sesuatu. Dengan kata lain tindak tutur direktif menyatakan apa
yang menjadi keinginan penutur.
Searle (dalam Leech, 1993: 327) menyebutkan beberapa bentuk tindak
tutur direktif (verba direktif), yakni meminta (ask), meminta dengan sangat (beg),
memohon dengan sangat (bid), memberi perintah (command), menuntut
(demand), melarang (forbid), menganjurkan (recommend), dan memohon
(request).
Telah disebutkan sebelumnya bahwa sesuai dengan judul penelitian ini,
yaitu tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Sidareja Kabupaten Cilacap, dimaksudkan sebagai perwujudan penggunaan
bentuk-bentuk tuturan berbahasa Jawa yang dipergunakan oleh penutur di kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Bentuk-bentuk
tuturan tersebut antara lain tindak tutur menyuruh, meminta ijin, permisi,
menyela/interupsi, menasihati, merekomendasi, menganjurkan, menegur,
melarang, menginterogasi, mempersilakan, memaksa, mengingatkan, menguji,
meminta restu, melamar, memperingatkan, melerai, merayu, menantang,
menyarankan, menyumpah, mengharap, mengajak, mendesak, memarahi,
menagih janji, membujuk, mengusir.
Beberapa data yang ditemukan di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap adalah sebagai berikut.
Data 3
P :” Saya tek pamit dulu.” ‘Saya pamit dulu’ MT :” Ya ya ya.” ‘Iya iya’
Data 4
P :” Apa njenengan meng kantor kana bae langsung?” ‘Bagaimana jika anda ke kantor di sana langsung’ MT :” Meng nganah?” ‘Ke sana?’ P :” Nggih…” ‘Iya’
Data 5
P :” Seniki ten pundi?” ‘Sekarang di mana?’ MT :” Niku teng mriku.” ‘Itu di situ’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Data 3 merupakan tindak tutur direktif meminta ijin permisi dan
mempersilakan. Hal ini ditunjukkan dengan tuturan yang dituturkan P kepada MT
“Saya tek pamit dulu.” ‘Saya pamit dulu’ lalu ditanggapi oleh MT dengan
mengatakan “Ya ya ya.” ‘Iya iya’. Kata “pamit” merupakan penanda lingual
tindak tutur direktif meminta ijin permisi, sedangkan kata “Ya ya ya” merupakan
penanda lingual tindak tutur direktif mempersilakan.
Kemudian Data 4 adalah termasuk tindak tutur direktif menyarankan. P
menyarankan MT untuk pergi ke suatu kantor dengan menuturkan ”Apa
njenengan meng kantor kana bae langsung?” ‘Bagaimana jika anda ke kantor di
sana langsung’. Konteks tuturan ini menunjukkan bahwa dengan melakukan apa
yang disarankan oleh P keadaan MT akan menjadi lebih baik dikarenakan saran
tersebut dilakukan demi kebaikan MT itu sendiri.
Data 5 merupakan tindak tutur direktif meminta keterangan atau
menginterogasi. P meminta keterangan atau menginterogasi MT tentang
keberadaan tamu yang ingin bertemu dengan P dengan menuturkan ”Seniki ten
pundi?” ‘Sekarang di mana?’ lalu MT memberikan keterangan yang jelas dan
sesuai keadaan yang ada dengan mengatakan ”Niku teng mriku” ’Itu di situ’
sambil mengacungkan jempolnya ke arah ruangan di mana tamu tersebut berada.
C. Prinsip Kerjasama
Bila ingin mengungkapkan sesuatu biasanya seseorang akan berbicara
dengan orang lain, selanjutnya orang lain diharapkan menangkap apa (hal) yang
dikemukakan. Dengan adanya tujuan ini, maka seseorang akan berbicara sejelas
mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara wajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
(termasuk volume suara yang wajar). Hanya saja dalam pragmatik terdapat
penyimpangan-penyimpangan, ada maksud-maksud tertentu, dan antara penutur
dan mitra tutur harus ada kerjasama agar saling mengetahui maksud dari
percakapan yang dilakukan.
Untuk memenuhi komunikasai secara wajar, dan terjadi kerjasama yang
baik, maka dalam komunikasi harus memenuhi prinsip (maksim). Ada empat
maksim percakapan menurut Grice (1975), yakni maksim kuantitas, maksim
kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan (cara) (Grice dalam
http://yswan.staff.uns.ac.id/2009/04/08/pragmatik/).
a. Maksim kuantitas
Berbicara sejumlah yang dibutuhkan oleh pendengar. Kalau lebih
berarti ada tujuannya. Berikan informasi secukupnya atau sejumlah
yang diperlukan oleh mitra tutur. Sebagai contoh adalah tuturan
berikut.
· Ibu kota Provinsi Jawa Timur Surabaya.
Secara kuantitas cukup jelas
· Ibu kota Provinsi Jawa Timur Sura ……
Tuturan ini disampaikan oleh guru, lalu murid menjawab …..
baya…
b. Maksim kualitas
Prinsip yang menghendaki orang-orang berbicara berdasarkan bukti-
bukti yang memadai. Misalnya: Buku itu dibuat dari kertas. Bukti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
cukup memadai, tetapi apabila ada tuturan *Buku itu dibuat dari nasi,
bukti tidak memadai.
c. Maksim relevansi
Penutur dan mitra tutur berbicara secara relevan berdasarkan konteks
pembicaraan. Misalnya:
A : Ini jam berapa?
B : Ini jam 3.
Akan menjadi tidak relevan misalnya apabila B menjawab Ini baju
kamu atau Di sana.
d. Maksim cara
Tuturan harus dikomunikasikan secara wajar, tidak boleh ambigu
(taksa), tidak terbalik (harus runtut). Misalnya:
A : Kamu penjahat kelas kakap, ya?
B : Bukan, mujair.
D. Teori Kesantunan Berbahasa
Ada sedikitnya 3 (tiga) teori tentang kesantunan berbahasa, yaitu: (a) teori
kesantunan Robin Lakoff (1972), (b) teori kesantunan Geoffrey Leech (1983), (c)
teori kesantunan Brown & Levinson (1987).
1. Teori Kesantunan Robin Lakoff (1972)
Dalam pandangan ini kesantunan dipandang sebagai sebuah indeks
sosial (social indexing), dan dapat diidentifikasi dalam bentuk-bentuk
referensi sosial, honorifik, dan gaya bicara. Robin Lakoff (1972) (dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Kunjana Rahardi, 2007: 70) menjelaskan bahwa ada 3 ketentuan yang
dapat dipenuhinya kesantunan dalam kegiatan bertutur, yang disebut skala
kesantunan. Ketiga skala tersebut adalah: (1) skala formalitas, (2) skala
ketidaktegasan, dan (3) skala kesamaan.
Di dalam skala kesantunan formalitas dinyatakan bahwa agar para
peserta tutur dapat merasa nyaman dalam kegiatan bertutur, tuturan yang
digunakan tidak boleh bernada memaksa, dan tidak boleh berkesan
angkuh. Skala ketidaktegasan atau seringkali disebut skala pilihan
(optionally scale), mengisyaratkan bahwa agar penutur dan mitra tutur
dapat saling merasa nyaman dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur
harus diberikan oleh kedua belah pihak. Skala kesamaan mengisyaratkan
bahwa penutur dapat bersikap santun, orang haruslah bersikap ramah, dan
selalu mempertahankan persahabatan antara satu dengan pihak yang lain.
Agar tercapai maksudnya, penutur haruslah dapat menganggap mitra tutur
sebagai sahabat.
2. Teori Kesantunan Geoffrey Leech
Teori Kesantunan yang disampaikan oleh Geoffrey Leech berupa
maksim-maksim. Rumusan tersebut tertuang dalam 6 maksim
interpersonal dan berskala 5 macam. Rumusan Leech yang pertama (1993:
206-217) adalah kesantunan yang terbagi menjadi 6 maksim sebagai
berikut:
a) Maksim kebijaksanaan/kedermawanan, tact maxim. Ditujukan pada orang
lain (other centred maxim). Jenis maksim ini untuk berjanji dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
menawarkan (impositif, komisif). Memaksimalkan kerugian diri sendiri,
meminimalkan keuntungan diri sendiri.
b) Maksim penerimaan (approbation maxim). Ditujukan pada diri sendiri,
bukan pada orang lain (self centred maxim). Maksim penerimaan ini
ditujukan untuk menawarkan dan berjanji. Memaksimalkan keuntungan
orang lain, meminimalkan kerugian orang lain.
c) Maksim kemurahhatian (generosity maxim). Pusatnya orang lain (other
centred maxim). Maksim ini ditujukan untuk kategori asertif dan ekspresif.
Memaksimalkan rasa hormat pada orang lain, meminimalkan rasa tidak
hormat pada orang lain.
d) Maksim kerendahhatian (modesty maxim). Pusatnya pada diri sendiri (self
centred maxim). Meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri dan
memaksimalkan rasa tidak hormat pada diri sendiri.
e) Maksim kesetujuan atau kecocokan (agreement maxim). Pusatnya pada
orang lain (other centred maxim). Ditujukan untuk menyatakan pendapat
dan ekspresif. Memaksimalkan kesetujuan pada orang lain dan
meminimalkan ketidaksetujuan pada orang lain.
f) Maksim kesimpatian (symphaty maxim). Pusatnya orang lain (other
centred maxim). Ditujukan untuk menyatakan asertif dan ekspresif.
Memaksimalkan simpati pada orang lain dan meminimalkan antipati pada
orang lain.
Rumusan Leech yang kedua (1993: 194-199) adalah skala
kesantunan yang terbagi menjadi 5 skala sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
a) Skala untung-rugi (cost-benefit scale)
Skala untung rugi menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan
keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur. Semakin
tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin santun tuturan
itu. Sebaliknya, tuturan tersebut menguntungkan diri penutur, semakin
tidak santunlah tuturan itu. Misalnya:
· Jika saya jadi anda, saya akan memakai bor saya.
Tuturan tersebut akan menguntungkan MT, walaupun ide agar MT
memakai bor P adalah P tetapi P sama sekali tidak dirugikan.
b) Skala pilihan (optionally scale)
Skala pilihan menunjuk pada banyak sedikitnya pilihan yang
disampaikan oleh penutur. Semakin banyak pilihan yang diberikan
oleh penutur, maka akan semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya,
apabila semakin sedikit pilihan, maka akan semakin tidak santunlah
tuturan itu. Contohnya:
· Apakah anda ingin saya membersihkan jendela?
Tuturan tersebut memberikan pilihan kepada MT untuk memilih P atau
MT sendiri yang akan membersihkan jendela. Hal ini akan berbeda
jika P tidak memberikan pilihan kepada MT dengan menuturkan
· Apakah anda keberatan membersihkan jendela?
Akan terasa lebih santun jika P menuturkan yang pertama, dan
biasanya MT akan menjawabnya dengan “Biar saya yang
membersihkan jendela”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
c) Skala ketidaklangsungan (indirectness scale)
Skala ketidaklangsungan menunjuk pada peringkat langsung atau tidak
langsungnya sebuah tuturan. Semakin langsung sebuah tuturan, maka
semakin tidak santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin tidak
langsung sebuah tuturan, maka semakin santunlah tuturan itu.
Misalnya, seorang ibu berkata kepada anak perempuannya “Lantai ini
kotor sekali.” Tuturan tersebut bukan semata-mata hanya tindak lokusi
yang mengabarkan bahwa lantai itu kotor, tetapi ada maksud tak
langsung yang ingin dikemukakan si ibu kepada anak perempuannya,
yakni perintah untuk membersihkan lantai. Tuturan tak langsung ini
akan mendapat respon yang lebih baik daripada penggunaan tuturan
langsung seperti “Sapu lantai ini!”. Si anak akan melakukan perintah si
ibu dengan sukarela jika si ibu menggunakan tuturan yang pertama,
sebaliknya si anak sangat dimungkinkan akan merasa kurang senang
jika diperintah dengan tuturan yang kedua.
d) Skala keotoritasan (authority scale)
Skala keotoritasan merupakan skala yang asimetris, artinya seseorang
yang memiliki otoritas atau kekuasaan dapat menggunakan bentuk
sapaan yang akrab kepada orang lain, tetapi orang yang disapa akan
menjawab dengan bentuk sapaan yang hormat.
Seorang dosen misalnya, dapat mengatakan kepada seorang mahasiswa
“Serahkan esei itu minggu depan”. Dalam situasi ujar tersebut, dosen
berhak menggunakan kekuasaanya yang sah atas perilaku akademik si
mahasiswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
e) Skala jarak sosial (social distance scale)
Menurut skala ini derajat rasa hormat yang ada pada sebuah situasi ujar
tertentu sebagian besar tergantung pada beberapa faktor yang relatif
permanen, yaitu faktor-faktor status/kedudukan, usia, derajat
keakraban, dan sebagainya.
Derajat keakraban yang tinggi antara P dan MT akan mempengaruhi
penggunaan ragam bahasa dalam bertutur. Misalnya dalam bahasa
Jawa, dalam bertutur seorang yang lebih muda seharusnya
menggunakan ragam krama untuk menghormati orang yang lebih tua.
Tetapi ragam ngoko justru lebih sering muncul, hal itu dikarenakan P
dan MT memiliki tingkat keakraban yang tinggi.
3. Teori Kesantunan Brown dan Levinson
Teori Kesantunan Brown dan Levinson (1987) (dalam Kunjana
Rahardi, 2007: 60-70), kesantunan lebih dikenal dengan nosi
‘penyelamatan muka’ (face saving). Terdapat 3 skala penentu tinggi
rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Skala-skala tersebut
ditentukan secara kontekstual, sosial, dan kultural. Ketiga skala tersebut
selegkapnya sebagai berikut: (1) skala jarak sosial antara P dan MT, (2)
skala status sosial antara P dengan MT, (3) skala peringkat tindak tutur.
Skala jarak sosial banyak ditentukan oleh parameter perbedaan
umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Parameter
perbedaan umur didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat
kesantunannya semakin tinggi. Sebaliknya yang berusia muda cenderung
memiliki kesantunan yang lebih rendah. Parameter jenis kelamin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
mengisyaratkan bahwa seorang wanita memiliki peringkat kesantunan
lebih tinggi dibandingkan pria. Hal demikian terjadi karena budaya, bahwa
pria lebih memiliki kekuasaan dibanding wanita, sehingga wanita
cenderung bersikap hormat. Parameter latarbelakang sosiokultural juga
berperan dalam menentukan peringkat kesantunan. Skala status sosial
antara penutur dan mitra tutur didasarkan pada kedudukan asimetrik antara
penutur dengan mitra tutur. Seorang lurah memiliki peringkat kekuasaan
lebih tinggi dibandingkan dengan seorang RT. Sejalan dengan itu seorang
guru memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan
seorang murid.
Skala peringkat tindak tutur didasarkan atas kedudukan relatif
tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lainnya. Contohnya
apabila kita waktu tengah malam bertamu ke rumah seseorang hanya
untuk mengobrol atau tidak ada kepentingan yang mendesak. Tindakan
tersebut akan dikatakan sebagai tindakan yang tidak tahu sopan santun,
bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat itu
(setidaknya dalam masyarakat Indonesia yang menganut budaya timur).
Dari ketiga teori mengenai kesantunan berbahasa tersebut, teori
yang dipakai dalam penelitian adalah teori milik Geofrey Leech. Teori
Leech mencakup maksim dan skala kesantunan yang dianggap paling
lengkap, paling mapan, dan paling mutakhir untuk menganalisis data yang
didapatkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
E. Praanggapan, Implikatur, Entailment
1. Praanggapan
Praanggapan adalah syarat yang diperlukan bagi benar-tidaknya suatu
kalimat; mis. ‘Ia berdagang’ adalah praanggapan bagi kebenaran kalimat
‘Barang dagangannya sangat laku’ (Harimurti Kridalaksana, 1983: 137).
Praanggapan merupakan pengetahuan yang dimiliki bersama
(background knowledge) antara penulis dan pembaca yang tidak perlu
diutarakan. Praanggapan selalu melibatkan konteks tuturan disekelilingnya,
karena praanggapan adalah sesuatu yang dijadikan oleh si pembicara sebagai
dasar pembicaraan (Muhammad Rohmadi, 2004: 111).
Untuk menjelaskan pengertian di atas, berikut contoh tuturan yang
mengandung praanggapan.
a. Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS memiliki 8 jurusan.
Praanggapan : UNS memiliki Fakultas Sastra dan Seni Rupa
atau ada Fakultas Sastra dan Seni Rupa di UNS.
b. Chairil Anwar mengarang puisi
Praanggapan : ada orang yang bernama Chairil Anwar
c. Dia hamil.
Praanggapan : dia wanita.
2. Implikatur
Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu
yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Pemahaman tentang
implikatur akan lebih mudah jika penulis atau penutur dan pembaca atau
lawan tutur telah berbagi pengalaman. Pengalaman dan pengetahuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dimaksud di sini adalah pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai
konteks tuturan yang melingkupi kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh
penulis. Pembaca tidak akan memahami dan menangkap maksud penulis yang
diimplikasi atau tersirat dari tuturan penulis jika tidak memanfaatkan
pengetahuan dan pengalamannya tentang dunia di sekitarnya. Hal itu akan
sangat membantu pembaca dalam memahami maksud penulis yang tersirat
(Muhammad Rohmadi, 2004: 113-114).
Berikut contoh dari implikatur.
1. Bu RT rawuh.
Implikatur : gawekake unjukkan.
2. Dheweke professor.
Implikatur : ahli, tuwa.
3. Bapake tukang becak.
Implikatur : miskin, kasar.
Hubungan antara praanggapan dan yang diimplikasikan tidak mutlak,
tetapi tergantung background knowledge/common sense. Bukan merupakan
konsekuensi mutlak. Implikatur tidak bersifat semantik (pemaknaan) tetapi
penyiratan.
3. Entailment
Entailment adalah sesuatu yang secara logis ada atau mengikuti apa
yang ditegaskan di dalam tuturan. Yang memiliki entailment adalah kalimat,
bukan penutur (George Yule, 2006: 43).
Contoh dari entailment adalah sebagai berikut.
a. Dheweke randha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Entailment : dheweke wis tau duwe bojo.
b. Dheweke randha kembang.
Entailment : dheweke durung duwe anak.
F. Situasi Tutur
Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin
dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (1993: 19-20)
mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam
rangka studi pragmatik. Aspek-aspek itu adalah:
1. Penutur dan Mitra Tutur
Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur adalah
usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dan
lain-lain.
2. Konteks Tuturan
Konteks tuturan dalam penelitian linguistik adalah konteks dalam
semua aspek fisik atau latar belakang sosial yang relevan dari tuturan yang
bersangkutan. Dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua
latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami
bersama oleh penutur dan lawan tutur.
3. Tujuan Tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh P dilatarbelakangi oleh
maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan
yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan satu maksud
atau sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan beraneka ragam
tuturan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.
Pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih kongkret
dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang kongkret jelas
penutur dan mitra tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
5. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatic, seperti yang
dikemukakan dalam criteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.
Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak
verbal.
G. Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik
dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan 2 pihak, yaitu P dan MT,
dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer
dan Agustina, 2004: 47). Jadi interaksi yang berlangsung antara P dan MT di
kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap pada waktu
tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya merupakan
sebuah peristiwa tutur. Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah
peristiwa tutur harus memenuhi syarat delapan komponen, yang bila huruf-huruf
pertama dari komponen tersebut dirangkaikan akan membentuk akronim
SPEAKING (Chaer dan Agustina, 2004: 47). Kedelapan komponen tersebut
adalah:
1. Setting and scene
Setting and scene berkenaan dengan waktu dan tempat berlangsung,
sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturnya berbeda dapat
menyebabkan penggunaan varisai bahasa yang berbeda pula.
2. Participants
Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, bisa
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan
penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran
sebagai pembicara dan pendengar.
3. Ends
Ends yaitu maksud dan hasil percakapan. Suatu peristiwa tutur yang terjadi
pasti mengandung maksud baik dari P maupun MT.
4. Act
Act yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan. Bentuk pesan
mencakup bagaimana topic itu dituturkan, sedangkan isi percakapan berkaitan
dengan persoalan apa yang dikatakan oleh P.
5. Key
Key yaitu menunjuk pada cara / semangat (nada/jiwa) dalam melaksanakan
percakapan. Tuturan tersebut akan berbeda antara serius dan santai, resmi dan
tidak resmi, dan lain sebagainya.
6. Instrumentalities
Instrumentalities yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan; apakah secara
lisan atau bukan. Jalur percakapan yang digunakan itu dapat melalui lisan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
telegraf, telefon, surat, dan sebagainya. Percakapan secara lisan dapat seperti
berbicara, menyanyi, bersiul, dan sebagainya.
7. Norms
Norms yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan. Yang
termasuk di dalamnya adalah semua kaidah yang mengatur pertuturan yang
bersifat imperatif (memerintah). Misalnya bagaimana cara berinteraksi,
bertanya, berbicara dengan sopan, dan lain sebagainya.
8. Genres
Genres yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang
digunakan. Misalnya penyampaiannya berupa puisi, narasi, do’a, dan
sebagainya. Ragam bahasa yang digunakan juga termasuk dalam genres,
misalnya ragam ngoko dan krama dalam bahasa Jawa.
H. UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap
1. Sejarah Singkat Berdirinya UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap
Pada awalnya Kantor Dinas P & K hanya terdapat di wilayah propinsi,
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 1951 tentang pelaksanaan
penyerahan sebagian daripada urusan pemerintah pusat dalam lapangan
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan kepada propinsi. Dalam Peraturan
Pemerintah ini yang dimaksud dengan perkataan “propinsi” adalah propinsi-
propinsi Jawa Timur, DIY, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera
Tengah, dan Sumatera Utara, sedangkan maksud dari Peraturan Pemerintah ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
adalah untuk melaksanakan penyerahan urusan Pemerintah Pusat dalam lapangan
pendidikan, pengajaran dan kebudayaan kepada propinsi.
Kemudian, dalam rangka meningkatkan kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna,
khususnya di bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai tindak lanjut dalam
upaya mewujudkan Otonomi Daerah seluas-luasnya yang secara nyata, dinamis
dan bertanggungjawab, maka dibentuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap. Pembaharuan ini sesuai dengan Perda
Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap Nomor 8 tahun 1991 tentang pembentukan,
susunan organisasi dan tata kerja Dinas P& K Kabupaten Daerah Tingkat II
Cilacap. Sesuai dengan Perda ini, kedudukan Dinas P & K adalah unsur pelaksana
pemerintah daerah di bidang pendidikan dan kebudayaan yang dibentuk
berdasarkan penyerahan urusan lebih lanjut kepada daerah sebagai urusan rumah
tangga daerah di bidang pendidikan dan kebudayaan. Dinas P & K ini dipimpin
oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati
Kepala Daerah.
Pada tahun 2001 terjadi perubahan lagi dengan Perda Kabupaten Cilacap
Nomor 8 tahun 2001 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Cabang Dinas
dan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kabupaten Cilacap. Perda ini bertujuan untuk
mendekatkan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di berbagai bidang
serta untuk efektivitas dan kelancaran tugas-tugas operasional Dinas Daerah.
Kedudukan Cabang Dinas ini adalah unsur pelaksana sebagian tugas dinas di
wilayah dan unsur pelaksana operasional di lapangan yang dipimpin oleh seorang
kepala yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
secara operasional dikoordinasi oleh camat, sedangkan tugas pokok Cabang Dinas
P & K adalah melaksanakan sebagian tugas Dinas Pendidikan & Kebudayaan di
Kecamatan sesuai wilayah kerjanya berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh
Kepala Dinas.
Pada Januari tahun 2004, Cabang Dinas Pendidikan & Kebudayaan
berubah menjadi UPT Dinas Pendidikan & Kebudayaa. Pada bulan Januari tahun
2009 UPT Dinas Pendidikan & Kebudayaan kecamatan Sidareja berubah menjadi
UPT Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, hingga sekarang.
2. Struktur Organisasi
Sebuah organisasi harus mempunyai tujuan dan perencanaan yang jelas
dalam rangka menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, struktur organisasi harus
disusun untuk membantu pencapaian tujuan organisasi yang lebih efektif. Tujuan
struktur organisasi adalah untuk menunjukkan adanya pembagian tugas dan
wewenang yang jelas sehingga kegiatan organisasi dapat berjalan terarah guna
mencapai tujuan yang diharapkan. Struktur organisasi merupakan faktor penting
dalam suatu organisasi. Dari sinilah nantinya masing-masing pegawai mengerti
pembagian kerjanya, demikian pula pada Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap.
Bagan Struktur Organisasi Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja kabupaten Cilacap adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR UPT DISDIKPORA
KECAMATAN SIDAREJA KABUPATEN CILACAP
Keterangan :
A. Jabatan Fungsional
1. Pengawas TK/SD Dabin I
2. Pengawas TK/SD Dabin II
3. Pengawas TK/SD Dabin III
4. Penilik Pendidikan Masyarakat
5. Penilik Pembinaan Generasi Muda
6. Penilik Keolahragaan
7. Penilik Kebudayaan
B. Subbag Tata Usaha
1. Kepegawaian
KEPALA UPT DISDIKPORA
JABATAN FUNGSIONAL KASUBBAG TATA USAHA
KASI BINA PENDIDIKAN TK/SD KASI SARANA DAN PRASARANA
1 2 4 3 5 6 7 1 2 3 4 5 6
1 2 3 1 4 3 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
2. Bendahara (gaji)
3. Bendahara Rutin
4. Administrasi dan Surat Menyurat
5. Pembantu Kepegawaian / umum
6. Pembantu Kepegawaian / umum
C. Seksi Bina Pendidikan TK / SD
1. Bagian Laporan Bulan Kepala Sekolah, Guru dan Penjaga
2. Bagian Laporan kesiswaan
3. Pembantu Umum
D. Seksi Sarana dan Prasarana
1. Inventarisasi Barang
2. Pembantu Pelaksana
3. Pembantu Pelaksana
4. Pembantu Pelaksana
Komunikasi antarpegawai di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap berjalan dengan sangat luwes, dalam arti jarang sekali
terjadi situasi formal. Kecuali jika berhadapan dengan kepala kantor atau tamu
yang kedudukannya lebih tinggi dari penutur. Ragam yang digunakan dalam
berkomunikasi lebih banyak bahasa Jawa ragam ngoko, dengan sesekali diselingi
bahasa Indonesia. Penggunaan ragam krama terjadi jika seorang pegawai sedang
berkomunikasi dengan pegawai lain yang berkedudukan lebih tinggi, atau
pegawai lain yang lebih tua walaupun jabatannya lebih rendah, dan biasanya
dengan tamu yang datang ke kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Berikut data yang diperoleh di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai gambaran komunikasi antarpegawai dalam
kantor tersebut.
Data 6
P :” Bu, onten tamu.” ‘Bu, ada tamu.’ MT :” Sinten?” ‘Siapa?’ P :” Anu niku.” ‘Itu.’
Tuturan di atas terjadi antara pegawai yang lebih rendah (P) dengan kepala
kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap (MT). Jabatan
MT lebih tinggi dari P sehingga P menggunakan bahasa Jawa ragam krama, tetapi
usia P yang lebih tua dari MT membuat MT menggunakan ragam krama pula. Hal
ini dilakukan MT untuk menghormati P sesuai dengan skala jarak sosial yang
dikemukakan oleh Leech.
Data 7
P1 :” Nggih ten mriki mawon.” ‘Ya di sini saja.’ P2 :” Pak, mangga…” ‘Silakan pak…’ MT :” Nggih, nuwunsewu…” ‘Iya, maaf…’ P1 :” Mangga pak…” ‘Silakan pak…’
Data 7 menunjukkan komunikasi antara kepala kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap (P1) dengan pegawai kantor ini yang
berkedudukan lebih rendah (P2), dan seorang tamu (MT). P1 menggunakan ragam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
krama kepada P2 karena usia P2 lebih tua. P2 juga menggunakan ragam krama
kepada tamu yang datang, karena derajat keakraban yang rendah antara P2 dengan
MT. Begitu pula dengan P1 yang menggunakan ragam krama untuk menghormati
MT yang bukan merupakan pegawai kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap.
Data 8
P :” Ngesuk nang ngebisan ora ulih ngrokok!” ‘Besok tidak boleh merokok di dalam bus!’ MT :” Ora lah, ngesuk rokoke dibenahi ben awet.” ‘Tidak, besok rokoknya disimpan agar awet’
Data 8 mendeskripsikan keadaan komunikasi antarpegawai kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang sangat luwes dan
jauh dari kesan formal. Tuturan pada data 8 terjadi antara P dan MT yang
berkedudukan sama di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap. P dan MT sama-sama menggunakan ragam ngoko dalam
mengutarakan pernyataannya. Ini menandakan derajat kekraban yang tinggi di
antara keduanya.
Data 9
P :” Mengke kernet kalih supire si honore pripun pak?” ‘Nanti kernet dan sopirnya itu honornya bagaimana pak?’ MT :” Aku be urung ngerti kiye.” ‘Saya juga belum tahu ini.’
Pada data 9, terlihat penggunaan ragam krama oleh P dan ragam ngoko
oleh MT. kedudukan yang berbeda antara keduanya merupakan faktor yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
menyebabkan hal tersebut. Disamping itu, usia MT lebih tua dibandingkan dengan
P, sehingga untuk menghormati MT, P menggunakan ragam krama.
Data 10
P : “ Kula ten BPD nggih.” ‘Saya ke BPD ya’ MT : “ O, nggih nggih.” ‘O iya ya.’
Penggunaan ragam krama antarpegawai yang berkedudukan sama juga
didapat dalam pengambilan data di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap. Hal ini tercermin dalam data 10 di atas. Faktor yang
menyebabkan penggunaan ragam krama oleh pegawai yang berkedudukan sama
tersebut adalah karena perbedaan jenis kelamin antara keduanya dan befungsi
sebagai penghormatan satu sama lain.
Data 11
P :”Angger kemringet kuwe gampang tambane. Diiliri sikile bae.” ‘Jika berkeringat, obatnya mudah. Kakinya dikipasi saja’ MT :”Iya ya?” ‘Iya ya?’
Derajat keakraban yang tinggi menyebabkan kedudukan yang berbeda
tidak mempengaruhi komunikasi yang luwes di antara pegawai di kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Hal ini terbukti pada data
11 di atas, P yang berkedudukan lebih rendah menggunakan ragam ngoko kepada
MT yang berkedudukan lebih tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan
menjelaskan suatu fenomena (Harimurti Kridalaksana, 1983: 106). Dalam metode
penelitian ini akan dibahas beberapa hal, yaitu: (1) Jenis penelitian, (2) Lokasi
Penelitian, (3) Data Penelitian, (4) Alat Penelitian, (5) Populasi dan Sampel, (6)
Metode Pengumpulan Data, (7) Metode Analisis Data, dan 8) Metode Penyajian
Hasil Analisis Data.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode deskriptif adalah
suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia suatu objek, suatu set
kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang
(Nazir dalam Riduwan, 2004: 217). Kajian deskriptif kualitatif ialah kajian
mendeskripsikan satuan lingual berdasarkan variasi dan kaidah-kaidah yang
mengatur berdasarkan kondisi objektif dari objek penelitian. Dengan kata lain,
jenis penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta di lapangan atau fenomena yang
benar-benar terjadi pada penuturnya.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap. Penentuan lokasi didasarkan atas: (1) di kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap masih menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
bahasa Jawa untuk melakukan komunikasi, (2) pegawai yang bekerja di kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap berasal dari daerah
yang berbeda dan berhadapan dengan pihak-pihak yang berbeda sesuai dengan
tugas masing-masing, sehingga dimungkinkan adanya kekhasan dan variasi
kebahasaan dalam berinteraksi dengan pegawai lain, (3) berdasarkan penelitian
terdahulu tentang kajian pragmatik yang pernah dilakukan, penelitian tentang
tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap belum pernah dilakukan.
C. Data dan Sumber Data
Data merupakan fenomena lingual khusus yang mengandung dan
berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud dan data dapat
diidentifikasikan sebagai bahan suatu penelitian (Sudaryanto, 1993:5-6). Data
pada penelitian ini adalah data lisan, yaitu berupa tuturan informan yang
mengandung tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap secara lisan.
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari informan terpilih, yaitu
berupa tuturan bahasa Jawa yang mengandung tindak tutur direktif di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Sidareja. Kriteria informan yang
terpilih yaitu: (1) Pegawai dan tamu di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Sidareja, (2) Berusia di atas 17 tahun, (3) Sehat jasmani dan
rohani, (4) Memiliki alat ucap dan alat dengar normal, (5) Dapat berbahasa Jawa
dan bahasa Indonesia, (6) Berdomisili di wilayah Kabupaten Cilacap minimal
selama 10 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
D. Alat Penelitian
Alat penelitian terdiri atas alat utama dan alat bantu. Alat utama dalam
penelitian ini adalah peneliti itu sendiri yang langsung terjun ke lapangan untuk
melihat dan mengumpulkan data atau tuturan informan yang mengandung tindak
tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap.
Alat bantu penelitian ini adalah alat tulis, seperti bolpoint, buku catatan,
dan penghapus. Alat bantu elektronik yang digunakan adalah handphone sebagai
alat rekam tuturan atau data serta komputer.
E. Populasi dan Sampel
Populasi ialah objek penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh
tuturan bahasa Jawa yang mengandung tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek
penelitian langsung yang dapat mewakili populasi secara menyeluruh. Teknik
pengambilan sampel penelitian ini menggunakan proposive sampling yakni
pengambilan sampel secara selektif disesuaikan kebutuhan dan sifat-sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya sehingga bisa sesuai dengan tujuan penelitian.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari seluruh tuturan bahasa Jawa
yang mengandung tindak tutur direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang dapat mewakili populasi. Sampelnya
adalah tuturan antara pegawai kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Kabupaten Cilacap dengan pegawai lain atau tamu yang datang ke kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang mengandung tindak
tutur direktif bahasa Jawa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
selama 1 bulan yakni pada bulan Februari tahun 2010, pada hari dan jam kerja di
Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam Kamus (Harimurti Kridalaksana, 1983: 106), metode ialah pelbagai
teknik untuk menetapkan dan mengukur ciri bahasa; misalnya penelitian
lapangan, eksperimen dalam laboratorium, dsb. Metode pengumpulan data
penelitian ini adalah metode simak. Teknik dasar yang dipakai ialah teknik sadap.
Sedangkan teknik lanjutan penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap
(SBLC), teknik simak libat cakap (SLC), rekam dan catat.
Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SLBC) adalah teknik untuk
memperoleh data dengan peneliti hanya berperan sebagai pengamat pemakaian
bahasa pada tuturan informan. Peneliti tidak ikut dalam pembicaraan, peneliti
hanya sebagai penyimak.
Teknik Simak Libat Cakap (SLC) adalah teknik untuk memperoleh data
dengan terlibat dalam pembicaraan yang dilakukan oleh informan. Penggunaan
dua teknik ini sekaligus dilakukan jika informan mengajak peneliti berdialog, dan
dalam dialog tersebut terdapat tuturan yang dapat digunakan sebagai data dalam
penelitian ini. Penggunaan kedua teknik ini secara bersama-sama juga dilakukan
jika data yang didapat kurang maksimal, sehingga peneliti dirasa perlu membuat
stimulus atau pancingan sebagai awal pembicaraan untuk memunculkan data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Teknik rekam dilakukan bersamaan dengan teknik SLBC dan SLC untuk
pengujian data. Teknik catat juga dilakukan dalam penelitian ini, untuk mencatat
hal-hal yang dapat mendukung data penelitian. rekaman data yang sudah
terkumpul kemudian ditranskripsikan menjadi data tulis lalu diklasifikasi untuk
dianalisis.
G. Metode Analisis Data
Analisis data adalah upaya sang peneliti mengangani langsung masalah
yang terkandung dalam data (Sudaryanto, 1993:6). Metode yang digunakan untuk
menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode kontekstual dan metode
padan.
1. Metode Kontekstual
Metode Kontekstual ialah metode analisis yang diterapkan pada data
dengan mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan konteks. Perlu
ditegaskan bahwa lingkungan fisik tuturan dapat disebut co-text (koteks),
sedangkan lingkungan sosial tuturan disebut context (konteks). Konteks adalah
segala latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra
tutur (I Dewa Putu Wijana, 1996: 11).
2. Metode Padan
Metode padan ialah metode yang digunakan untuk menganalisis data yang
alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue)
yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Penggunaan metode padan pada
penelitian ini adalah metode padan pragmatik dengan penentunya adalah penutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
dan mitra tutur. Dalam metode padan ini digunakan teknik dasar dan teknik
lanjutan. Adapun teknik dasarnya adalah teknik pilah unsur penentu (PUP) yang
menggunakan alat berupa daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh
penelitinya (Sudaryano, 1993: 21). Teknik lanjutannya berupa teknik hubung
banding (HB) piranti bagi alatnya berupa daya banding yang bersifat mental.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang penggunaan metode-metode tersebut, maka
dapat diterapkan dalam contoh tuturan di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai berikut.
Data 12
P :“Kiye nyuwun tulung, tulung kiye angger wis sertifikate difotokopi rangkep telu.” ‘Ini minta tolong, tolong ini jika sudah sertifikatnya difotokopi rangkap tiga’
MT :“Nggih…” ‘Iya…’
Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dilakukan penuturnya
dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam
tuturan tersebut. Menyuruh adalah meminta orang lain agar melakukan sesuatu.
Jadi tindak tutur menyuruh adalah tindak pertuturan yang disampaikan oleh
penutur agar mitra tutur melakukan apa yang dikehendaki penutur. Dalam data
tersebut, penutur menyuruh mitra tutur agar menggandakan sertifikat menjadi tiga.
Mitra tutur nampaknya memberikan respon dengan mengatakan “Nggih” ‘iya’.
Dengan perkataan tersebut mitra tutur telah bersedia melaksanakan perintah
penutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Frasa “nyuwun tulung” ‘minta tolong’ merupakan wujud penanda lingual
dari tindak tutur menyuruh. Dalam hal ini yang menyuruh adalah Pak Sajum
(selanjutnya disebut P) kepada Bu Musrikah (selanjutnya disebut MT). Penanda
lingual ini merupakan penambahan kata untuk mencapai kesantunan berbahasa.
Bila tidak hadir, tuturan yang disampaikan penutur akan bisa menyinggung
perasaan mitra tutur.
Dalam tuturan tersebut jarak sosial menjadi faktor penentu tindak tutur
menyuruh walaupun penutur tidak mematuhi prinsip kesantunan (skala jarak
sosial), karena telah menyatakan sesuatu dengan orang lain dengan cara memakai
ragam ngoko. Hal ini terjadi karena tingkat keakraban yang tinggi antara penutur
dengan mitra tutur.
H. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam penyajian data ini menggunakan teknik
formal dan informal. Teknik formal ialah perumusan dengan tanda-tanda,
sedangkan teknik informal ialah perumusan dengan kata-kata biasa, walaupun
dengan terminologi yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993:145). Hasil analisis
data akan berupa tuturan-tuturan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB IV
ANALISIS DATA
Deskripsi hasil penelitian dalam Bab IV ini merupakan pembahasan tentang
tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap. Secara lebih rinci mengulas tentang fungsi tindak
tutur direktif dan faktor yang melatarbelakangi, serta kesantunan tindak tutur
direktif bahasa Jawa di kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap.
A. Fungsi Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap
Tuturan yang sedang dituturkan oleh penutur kepada mitra tuturnya tidak
semata-mata hanya untuk diutarakan atau disampaikan kepada mitra tuturnya.
Namun, terdapat maksud yang dikandung karena pragmatik adalah ilmu tentang
maksud dari penutur. Begitu pula dengan tuturan yang diperoleh di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, terdapat maksud dalam
data-data yang diperoleh di sana. Fungsi dari tindak tutur direktif tersebut
tergolong menjadi 13, yakni (1) Menyuruh, (2) Menasihati, (3) Meminta Ijin, (4)
Menyarankan, (5) Menganjurkan, (6) Mempersilakan, (7) Mengingatkan, (8)
Melarang, (9) Menginterogasi, (10) Menyumpah, (11) Menantang, (12) Menyapa,
dan (13) Mengharap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
1. Menyuruh
Menyuruh adalah memerintah kepada orang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan keinginan yang memerintah. Jadi tindak tutur
menyuruh adalah tindak tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur
agar melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan penutur.
TTD menyuruh yang terjadi di Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap antara lain sebagai berikut.
Data 13
P : “ Telu-telu, dipisah telu-telu!” ‘Tiga-tiga, dipisah tiga-tiga!’ MT : “ Anu engko lagi difotokopi.” ‘Sebentar, sedang difotokopi’
Konteks tuturan dalam data 13 adalah P menyuruh MT
memisahkan dokumen-dokumen yang dibawanya menjadi 3 kelompok
dengan menuturkan “Telu-telu, dipisah telu-telu!” ‘Tiga-tiga, dipisah
tiga-tiga!’. P adalah seorang Pengawas SD/TK sedangkan MT adalah
seorang Kepala Sekolah. Tuturan ini terjadi di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap pada siang hari
sekitar pukul 11.00 WIB, dan suasana di kantor tersebut cenderung
ramai dikarenakan hari dan jam kerja aktif. Tuturan pada data 13
menggunakan ragam ngoko, baik P maupun MT. P memiliki kedudukan
yang lebih tinggi dibanding MT, sehingga P menggunakan skala
keotoritasannya dalam berkomunikasi dengan MT. Pelanggaran skala
jarak sosial dilakukan oleh MT, hal ini terlihat saat MT menuturkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
“Anu engko lagi difotokopi.” ‘Sebentar, sedang difotokopi’. MT
menggunakan ragam ngoko seperti halnya P untuk merespon tuturan P.
Seharusnya dengan kedudukan yang lebih rendah, MT menggunakan
ragam krama untuk menghormati P. Tetapi karena derajat keakraban
yang tinggi antara P dan MT, proses komunikasi antara keduanya
menjadi tidak formal dan terkesan santai walaupun topik pembicaraan
tersebut adalah mengenai hal formal yakni urusan dinas.
Data 14
P :” Kiye dicenthang!” ‘Ini dicentang!’
MT :” Iya.” ‘Iya’
Data tindak tutur menyuruh lain yang terdapat di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap adalah
pertuturan yang ada pada data 14. Pertuturan ini dilakukan oleh P dan
MT mengenai dokumen dinas yang harus diisi oleh MT, dan P
membantu MT mengecek ulang dokumennya. Tindak menyuruh ini
terlihat saat P mengatakan”Kiye dicenthang!” ‘Ini dicentang!’ kepada
MT. P menggunakan ragam ngoko saat berinteraksi dengan MT
dikarenakan jabatan yang lebih tinggi dibanding MT. MT menerima
perintah P dengan mengatakan ”Iya.” ‘Iya’. Maksim penerimaan
ditunjukkan MT pada tanggapan tersebut. MT menerima apa yang
disuruh P, hal itu dikarenakan MT memang kurang teliti mengisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
dokumen yang menjadi tanggungjawabnya. P juga menunjukkan
maksim kesimpatian kepada MT, disamping kewajibannya memberikan
informasi kepada MT juga karena sikap simpati yang dimiliki P
sehingga P membantu MT dalam mengoreksi dokumen MT. Disamping
itu, pelanggaran skala jarak sosial juga terjadi pada tuturan yang terdapat
pada data 14 ini. MT menggunakan ragam ngoko untuk menanggapi
perintah P, seharusnya untuk menghormati P yang berkedudukan lebih
tinggi MT menggunakan ragam krama. Tetapi sekali lagi karena faktor
keakraban yang terjalin diantara keduanya, pelanggaran skala ini tidak
menimbulkan salah persepsi dalam komunikasi yang terjadi.
Data 15
P :” Giyeh mas, tukokna plastik prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’ MT :” Di mana?” ‘Di mana?’ P :”Nang pasar mburi guwe ana paling, nang deretan bakul beras.”
‘Di pasar belakang paling ada, di deretan penjual beras’ MT :” Ya.” ‘Iya’
Konteks tuturan data 15 ini, P menyuruh MT membelikan plastik
di pasar yang terletak di belakang gedung Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. P menggunakan ragam ngoko
untuk menyuruh MT dengan tuturan ”Giyeh mas, tukokna plastik
prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’. Kemudian
MT menanggapi perintah P dengan bahasa Indonesia, MT mengatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
”Di mana?” ‘Di mana?’. Lalu P memberikan informasi di mana plastik
tersebut bisa dibeli dengan mengatakan lokasi secara lebih detil kepada
MT ”Nang pasar mburi guwe ana paling, nang deretan bakul beras.”
‘Di pasar belakang paling ada, di deretan penjual beras’. Penggunaan
ragam ngoko oleh P dikarenakan P memiliki jabatan yang lebih tinggi
dibanding MT, dan usia yang lebih tua. Dalam hal ini P telah
menggunakan skala keotoritasan, tetapi sekaligus melakukan
pelanggaran terhadap skala untung rugi dan skala pilihan kepada MT. P
merugikan MT dengan menyuruh MT tanpa memberikan pilihan yang
sedikit dapat menguntungkan MT. Tetapi karena keterbatasan
kemampuan MT tentang penggunaan bahasa Jawa yang baik dan sesuai
dengan unggah ungguh, MT tidak bisa menjawab dengan bahasa Jawa
ragam krama tetapi memakai bahasa Indonesia. Walaupun demikian, P
masih tetap menggunakan bahasa Jawa dalam memberikan informasi
yang ditanyakan oleh MT tentang lokasi tempat pembelian plastik yang
diminta P. Akhirnya MT menjawab dengan bahasa Jawa walaupun
dengan ragam ngoko dengan mengatakan ”Ya.” ‘Iya’. Dalam hal ini
MT melakukan pelanggaran pula, yakni pelanggaran skala jarak sosial
karena menggunakan ragam ngoko kepada P yang notabene
berkedudukan lebih tinggi daripada MT.
Data 16
P :” Pak Jemingan, tulung dhela.” ‘Pak Jemingan, minta tolong sebentar’ MT :” Nggih.” ‘Iya’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Fungsi dari tindak tutur menyuruh yang dilakukan P yang terdapat
dalam data 16 di atas kepada MT adalah untuk menyuruh MT
melakukan sesuatu yang dikehendaki P. Penggunaan kata “tulung” oleh
P untuk menghargai dan menghormati MT agar tidak tersinggung dan
mau melakukan suruhan P dengan sukarela. Walaupun P dalam
penyampaian tuturannya menggunakan ragam ngoko karena usianya
yang lebih tua disbanding MT, MT tetap menghormati P dengan
penggunaan ragam karma dalam menanggapi tindak tutur yang
dilakukan oleh P kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
pelanggaran skala jarak sosial pada data 16, karena MT menghormati P
yang berusia lebih tua darinya.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi tindak tutur yang dilakukan
P kepada MT yang terdapat pada data 13, 14, 15, dan 16 di atas adalah
untuk menyuruh MT melakukan sesuatu yang dikehendaki P.
2. Menasihati
Menasihati adalah memberikan suatu petunjuk yang baik kepada
orang lain, dengan tujuan agar orang lain mengikuti apa yang
dikatakannya. Jadi tindak tutur menasihati adalah tindak pertuturan yang
dilakukan penutur kepada mitra tutur untuk memberikan sesuatu yang baik
agar mitra tutur tidak salah langkah.
Berikut TTD menasihati yang diperoleh di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Data 17
P :” Mengko kiye disetorna meng kepala sekolaeh, terus njenengan memahami. Kiyeh njenengan milih kiye sing nang kene, sarate apa bae, petunjuk apa bae, njenengan… umpamane sing ijin belajar ya nang kene, surat keterangan belajar ya nang kene, surat ijin gelar ya nang kene.” ‘Nanti ini disetorkan ke Kepala Sekolah, lalu anda memahami. Sekarang anda memilih ini yang ada di sini, syaratnya apa saja, petunjuknya apa saja, anda….yang ijin belajar juga di sini, surat keterangan juga di sini, surat ijin gelar juga di sini.’
MT :” Iya,iya.” ‘Iya, iya.’
Tindak tutur direktif menasihati pada data 17 terjadi antara P dan
MT di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
Cilacap pada waktu siang hari di hari dan jam kerja aktif. P menasihati MT
dalam hal bagaimana cara memperoleh surat keterangan. MT masih belum
mengerti surat apa yang harus MT buat, sehingga P yang dianggap lebih
tahu bermaksud memberikan informasi sekaligus menasihati MT yang
memang benar-benar belum mengerti. Tindak tutur menasihati tercermin
dalam tuturan P pada data 17, yakni ”Mengko kiye disetorna meng kepala
sekolaeh, terus njenengan memahami. Kiyeh njenengan milih kiye sing
nang kene, sarate apa bae, petunjuk apa bae, njenengan… umpamane sing
ijin belajar ya nang kene, surat keterangan belajar ya nang kene, surat ijin
gelar ya nang kene.” ‘Nanti ini disetorkan ke Kepala Sekolah, lalu anda
memahami. Sekarang anda memilih ini yang ada di sini, syaratnya apa
saja, petunjuknya apa saja, anda….yang ijin belajar juga di sini, surat
keterangan juga di sini, surat ijin gelar juga di sini.’ Ragam bahasa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
digunakan adalah ragam ngoko, hal ini dilakukan P agar MT lebih
memahami dan mengerti apa yang dikatakan P sehingga MT bisa
memutuskan surat apa yang seharusnya dibuat MT. Maksim
kemurahhatian serta maksim kesimpatian telah ditunjukkan P pada
tuturannya kepada MT. P memberikan informasi yang dibutuhkan MT
dengan senang hati dan penuh kesimpatian karena disampaikan dalam
bentuk nasihat. Hal ini menunjukkan kemurahhatian dan kesimpatian yang
dimiliki P. Skala pilihan juga dilakukan P untuk memberikan pilihan yang
dapat menguntungkan MT, hal ini sekaligus menunjukkan bahwa P juga
melakukan skala untung rugi kepada MT karena telah menguntungkan
MT. Kemudian MT menerima nasihat P dengan mengatakan ”Iya,iya.”
‘Iya, iya.’. Dengan demikian, MT menunjukkan telah melakukan maksim
penerimaan terhadap nasihat yang diberikan oleh P.
Data 18
P :” Anu kepleset pak mau.” ‘Tadi tergelincir pak.’ MT :” Kudune liwate papringan mrika.” ‘Seharusnya lewat kebun bambu sana’ P :” Iya ya, anu mau liwat wit klapa, teles dadi mleset.” ‘Iya ya, tadi lewat pohon kelapa, basah sehingga tergelincir’ MT :” Nggih..” ‘Iya…’
Data lain yang didapat dari Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap yang menunjukkan tindak tutur direktif
menasihati adalah data 18. Konteks pertuturan pada data 18 adalah bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
P tergelincir dikarenakan melewati pohon kelapa yang basah, pohon
kelapa yang dimaksud adalah akar pohon kelapa. Pernyataan P tadi
mendorong MT melakukan maksim kesimpatian dengan memberikan
nasihat untuk menggunakan jalur lain agar tidak tergelincir kembali
dengan mengatakan,”Kudune liwate papringan mrika.” ‘Seharusnya lewat
kebun bambu sana’. Ragam bahasa yang digunakan MT adalah ragam
krama, hal ini digunakan MT karena P memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dibanding MT juga karena P berusia lebih tua dibanding MT.
Sehingga tidak terjadi pelanggaran skala jarak sosial oleh MT. Di lain
pihak, P telah menggunakan maksim keotoritasan dalam tuturannya, hal
ini dapat ditunjukkan dengan penggunaan ragam ngoko kepada MT yakni
saat menyatakan ”Anu kepleset pak mau.” ‘Tadi tergelincir pak.’ Dan saat
memberikan tanggapan atas nasihat MT,”Kudune liwate papringan
mrika.” ‘Seharusnya lewat kebun bambu sana’, yaitu ”Iya ya, anu mau
liwat wit klapa, teles dadi mleset.” ‘Iya ya, tadi lewat pohon kelapa, basah
sehingga tergelincir’. P merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan
umur yang lebih tua, sehingga memakai ragam ngoko kepada MT. Dalam
hal ini P telah mematuhi skala jarak sosial yang ada di antara P dan MT.
Data 11
P :”Angger kemringet kuwe gampang tambane. Diiliri sikile bae.” ‘Jika berkeringat itu mudah obatnya. Dikipas kakinya saja.’
MT :”Iya ya?” ‘Iya ya?’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Tindak tutur menasihati yang terdapat dalam data 11 di atas
berfungsi untuk memberikan nasehat kepada MT untuk melakukan apa
yang menjadi nasihat P kepadanya, yakni mengipasi kakinya jika sedang
berkeringat. MT melakukan respon yang baik dengan mengatakan, ”iya
ya?” ‘iya ya?’ untuk menghargai nasehat yang telah diberikan kepadanya.
Tindak tutur Menasihati yang terdapat dalam data 17, 18, dan 11 di
atas berfungsi untuk memberikan nasihat kepada MT untuk melakukan apa
yang menjadi nasehat P kepadanya, yakni bagaimana cara memperoleh
surat keterangan, menggunakan jalur lain agar tidak tergelincir kembali,
dan mengipasi kakinya jika sedang berkeringat. MT melakukan respon
yang baik dengan mengatakan,”Iya ya?” ‘Iya ya?’ untuk menghargai
nasihat yang telah diberikan kepadanya.
3. Meminta Ijin
Meminta ijin adalah menginginkan sesuatu kepada orang lain agar
sesuatu tersebut dikabulkan. Jadi tindak tutur meminta ijin adalah tindak
pertuturan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur agar mengijinkan
apa yang dikehendaki penutur.
Berikut beberapa contoh TTD meminta ijin di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
Data 3
P :” Saya tek pamit dulu.” ‘Saya mohon diri dulu.’ MT :” Ya ya ya.” ‘Ya, ya, ya’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Konteks tuturan pada data 3 adalah, P meminta ijin untuk permisi
kembali ke tempat kerjanya kepada MT setelah mendapat informasi yang
cukup dari MT. Tindak tutur meminta ijin pada data3 ini tercermin pada
tuturan P ”Saya tek pamit dulu.” ‘Saya mohon diri dulu.’ kepada MT.
Tanggapan MT terhadap permintaan ijin P adalah dengan mengatakan ”Ya
ya ya.” ‘Ya, ya, ya’ kepada P. Maksim kesetujuan telah terjadi saat MT
menuturkan tanggapannya. MT setuju atas permintaan ijin permisi yang
dilakukan P.
Data19
P :” Mangga sedaya mawon.” ‘Mari semua…’ MT :” Nggih…” ‘Iya…’
Data 19 menunjukkan permintaan ijin permisi yang dilakukan P
kepada MT. MT yang merespon tindak tutur direktif meminta ijin pada
data 19 adalah beberapa pegawai yang sedang berada di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap, sehingga MT
pada data 19 adalah jamak. Ragam bahasa yang digunakan P adalah ragam
krama, P menggunakan ragam krama karena ragam tersebut dianggap
paling netral dibandingkan dengan bahasa lain. Hal ini dilakukan
mengingat MT dalam tuturan ini jamak, sehingga tidak semua
berkedudukan dan berusia sama. Penggunaan ragam krama tersebut
menunjukkan telah terjadi penggunaan maksim kerendahhatian oleh P. P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dengan rendah hati melakukan permintaan ijin permisi dengan ragam
bahasa krama kepada MT karena MT yang dihadapi adalah jamak dan
berbeda kedudukan serta usianya dengan P.
Data 20
P :” Ya wis ya pak…” ‘Ya sudah ya pak…’ MT :” Ya…” ‘Iya…’
Tindak tutur meminta ijin dalam data 20 berfungsi untuk meminta
ijin permisi yang dilakukan P kepada MT. Walaupun tidak secara tersurat
dalam mengungkapkan ijin permisi, tetapi maksud dari P dapat diterima
MT dengan baik. Yakni meminta ijin permisi kepada MT. Hal ini juga
sekaligus dapat menunjukkan bahwa maksim peneimaan telah dilakukan
oleh P.
Tindak tutur meminta ijin dalam data 3, 19, dan 20 tersebut
berfungsi untuk meminta ijin permisi yang dilakukan P kepada MT. Pada
data 20 walaupun tidak secara tersurat dalam mengungkapkan ijin permisi,
tetapi maksud dari P dapat diterima MT dengan baik. Yakni meminta ijin
permisi kepada MT. Hal ini juga sekaligus dapat menunjukkan bahwa
maksim penerimaan telah dilakukan oleh P dan fungsi dari tindak tutur
meminta ijin adalah untuk meminta ijin permisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4. Menyarankan
Menyarankan adalah memberitahukan kepada orang lain dengan
tujuan agar orang lain mmpertimbangkan masak-masak apa yang menjadi
saran penutur. Jadi tindak tutur menyarankan adalah tindak tutur yang
disampaikan penutur kepada mitra tutur dengan tujuan agar mitra tutur
mempertimbangkan masak-masak apa yang disarankan penutur.
TTD menyarankan yang terjadi di Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap antara lain sebagai berikut.
Data 21
P : “ Jane wingi ngger enyong matur kaya guwe, terus….” ‘Sebenarnya jika kemarin saya bicara seperti itu, lalu…’ MT : “ Genah wingi ya ra kober pak. Wingi ra kober.” ‘Memang tidak sempat pak, kemarin tidak sempat’
Tindak tutur menyarankan pada data 21 tersebut terjadi antara P
dan MT di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
Cilacap pada siang hari dengan suasana tidak terlalu formal. P
menyarankan dan sekaligus agak menyesal terhadap MT dikarenakan tidak
melakukan apa yang menjadi sarannya. Saran yang dikemukakan P
tercermin dalam tuturannya, yakni “Jane wingi ngger enyong matur kaya
guwe, terus….” ‘Sebenarnya jika kemarin saya bicara seperti itu, lalu…’.
Lalu penyesalan P tersirat dalam tuturan yang dikemukakan MT, yaitu
“Genah wingi ya ra kober pak. Wingi ra kober.” ‘memang tidak sempat
pak, kemarin tidak sempat’. Maksim kesimpatian sebenarnya ditunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
oleh P kepada MT, yakni dengan rasa penyesalan tersebut. Hal itu
membuktikan bahwa P memiliki rasa simpati terhadap MT yang memiliki
permasalahan yang belum dapat teratasi dengan memberikan saran
tersebut. Ragam bahasa yang digunakan keduanya adalah ragam ngoko,
hal itu dilakukan keduanya karena keduanya memiliki jabatan yang sama
yakni Pengawas SD/TK. Walaupun jenis kelamin P dan MT berbeda, hal
itu tidak menjadi penghalang antara keduanya untuk lebih akrab. Skala
pilihan juga ditunjukkan oleh P kepada MT, yakni dengan saran tersebut.
Tetapi MT menganggap saran tersebut sudah tidak diperlukan lagi karena
baik MT maupun P tidak sempat melakukan apa yang disarankan P pada
saat itu, dan dalam hal ini MT melakukan pelanggaran terhadap maksim
penerimaan.
Data 22
P1 :” Makan siang ayam goreng.” ‘Makan siang ayam goreng.’ P2 :” Lalaban bae.” ‘Lalapan saja’ MT :” Sing penting aja ngulu ban.” ‘Yang penting tidak menelan ban.’ P1 :” Ya ora kolu pak.” ‘Ya tidak tertelan pak.’
Tindak tutur menyarankan juga terdapat dalam tuturan pada data
22. Konteks tuturan ini adalah terdapat 2 P dan 1 MT, dan tema
pembicaraannya adalah tentang menu makan siang acara piknik yang akan
diadakan oleh Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Cilacap. Suasana pertuturan ini sangat santai dan sama sekali tidak formal,
hal ini tercermin dalam penggunaan ragam ngoko dalam penuturannya.
Terdapat dua saran yang dikemukakan pada data 22, yakni saran P1 untuk
menggunakan menu ayam goreng dengan mengatakan ”Makan siang ayam
goreng.” ‘Makan siang ayam goreng.’ Kemudian saran kedua yang
dikemukakan oleh P2 untuk menggunakan lalapan sebagai menu makan
siang dengan menuturkan ”Lalaban bae.” ‘Lalapan saja’. MT menanggapi
usulan dari P1 dan P2 dengan humor, dengan mengatakan ”Sing penting
aja ngulu ban.” ‘Yang penting tidak nguluban.’ Maksim pilihan dilakukan
P1 dan P2 kepada MT, dengan memberikan pilihan yang dapat dipilih oleh
MT sebagai menu makan siang acara piknik. Sedangkan MT menerima
saran-saran yang diberikan P dengan makna tersirat dalam humornya,
yakni mengatakan ”Sing penting aja ngulu ban.” ‘Yang penting tidak
nguluban.’ Pelanggaran skala jarak sosial dilakukan P1 dan P2 kepada
MT, karena menggunakan ragam bahasa ngoko kepada orang yang lebih
tua dan memiliki jabatan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan karena
situasi yang tidak formal dan cenderung didominasi oleh humor yang
dilakukan MT. Hal ini sekaligus sebagai tanda bahwa maksim penerimaan
telah dilakukan MT terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh P1 dan P2.
MT menerima penggunaan ragam ngoko yang dilakukan P1 danP2
dikarenakan tingkat keakraban yang tinggi diantara ketiganya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Data 23
P :” Nek awan pas nang Prambanan mangane dhewek mbok. Nek mbengi kan mangan bareng.” ‘Saat siang di Prambanan makan sendiri kan. Jika malam makan bersama.’
MT :” Ya wis, aja diwenekna disit duite.” ‘Ya sudah, jangan diberikan dulu honornya’
Saran yang diberikan MT kepada P berfungsi sebagai saran untuk
menunda pemberian honor sopir dan kernet bus yang akan dikendarai saat
acara piknik di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap. Skala pilihan telah disebutkan sebelumnya dengan
saran oleh P, sehingga menguntungkan MT untuk mengambil keputusan
untuk menunda pemberian honornya. Skala pilihan dan skala untung rugi
telah dilakukan pada data 23.
Dapat disimpulkan bahwa fungsi dari tindak tutur direktif pada
data 21, 22, dan 23 adalah untuk menyarankan.
5. Menganjurkan
Menganjurkan adalah meminta orang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan niat baik penutur. Jadi tindak tutur menganjurkan
adalah tindak pertuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur agar
melakukan sesuatu sesuai dengan maksud baik penutur.
Data 24
P :” Nggih ten mriki mawon.” ‘Ya di sini saja’ MT1 :” Pak, mangga…” ‘Pak, silakan….’ MT2 :” Nggih, nuwunsewu…”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
‘Iya, permisi…’ P :” Mangga pak…” ‘Silakan pak…’
Tindak tutur menganjurkan dilakukan P kepada MT2 pada data 24.
Hal itu tercermin dalam tuturan P, yakni ”Nggih ten mriki mawon.” ‘Ya di
sini saja’. Konteks pertuturan ini adalah, P menganjurkan kepada MT2
untuk membahas permasalahannya di ruang yang dikehendaki P. Lalu
MT1 selaku penerima tamu mempersilakan MT2 untuk mengikuti anjuran
P dengan mengatakan ”Pak, mangga…” ‘Pak, silakan….’ Kemudian MT2
melakukan apa yang menjadi anjuran P kepada MT2 dengan mengatakan
”Nggih, nuwunsewu…” ‘Iya, permisi…’ Respon yang diperlihatkan MT2
terhadap anjurannya membuat P mempersilakan MT2 untuk memasuki
ruangan yang menjdi anjurannya dengan mengatakan ”Mangga pak…”
‘silakan pak…’. Ragam bahasa yang digunakan ketiganya adalah ragam
krama, hal ini dilakukan karena situasi formal yang mengharuskan
penggunaan ragam yang menunjukkan penghormatan kepada tamu.
Sehingga telah terjadi maksim kebijaksanaan dalam tuturan pada data 24
tersebut. Skala keotoritasan juga telah dilakukan oleh P kepada MT1 dan
MT2. P merasa berhak memberikan anjuran yang akan membuat situasi
bisa lebih baik dengan melakukan anjuran itu. Sehingga maksim
penerimaan juga dilakukan oleh MT1 dan MT2, karena MT 1dan MT2
mengetahui maksud baik P. Fungsi dari tindak tutur yang dilakukan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
data 24 di atas adalah untuk membahas permasalahannya di ruang yang
dikehendaki P.
Data 25
P :”Sangu vitamin pak Tikno!” ‘Membawa vitamin pak Tikno’ MT :”Iya ya?” ‘Iya ya?’ P :”Ya biasane nganggo doping ora? La siki nek disortir Senen
sampai Jum’at ful, ya ngedrop lah.” ‘ya biasanya memakai doping tidak? Jika disortir dari Senin sampai Jum’at ful, pasti ngedrop’
Pada data 25 terdapat tindak tutur direktif menganjurkan yang
dilakukan oleh P kepada MT. Anjuran yang diberikan P adalah anjuran
untuk menyertakan vitamin ke dalam bawaan MT saat DIKLATnya nanti.
P mengatakan ”Sangu vitamin pak Tikno!” ‘Membawa vitamin pak
Tikno’. Lalu MT menanggapi anjuran P dengan pertanyaan ”Iya ya?” ‘Iya
ya?’ seolah tidak sempat terpikir oleh MT untuk membawa vitamin jika
tidak dianjurkan P. Menjawab pertanyaan yang diajukan MT kepadanya, P
menegaskan anjurannya dengan mengatakan ”Ya biasane nganggo doping
ora? La siki nek disortir Senen sampai Jum’at ful, ya ngedrop lah.” ‘Ya
biasanya memakai doping tidak? Jika disortir dari Senin sampai Jum’at
ful, pasti ngedrop’. Anjuran ini dilatarbelakangi rasa simpati terhadap MT
yang belum pernah melakukan DIKLAT sebelumnya. Sehingga telah
terjadi maksim kesimpatian dalam tuturan pada data 25. Maksim
penerimaan yang ditunjukkan dengan pertanyaan yang diajukan MT
menandakan telah terjadinya penerimaan atas anjuran yang diberikan P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
kepada MT. P juga telah melakukan skala untung rugi kepada MT karena
telah menguntungkan MT dengan anjurannya yang bermanfaat bagi MT.
Fungsi dari tindak tutur menganjurkan pada data 25 ini adalah untuk
menganjurkan agar MT menyertakan vitamin ke dalam bawaan MT saat
DIKLATnya nanti.
Data 26
P1 : “ Ndeleng-ndeleng! Jenis kelamin urung diisi!” ‘Coba saya lihat! Jenis kelamin belum diisi!’ MT : “ P apa W? ‘P atau W? P2 : “ P. Aku maune be W, tapi koh wagu temen, waria kari.”
‘P. saya sebelumnya W, tapi kelihatannya janggal sekali, seperti waria.’ Fungsi tindak tutur menganjurkan pada data 26 di atas adalah
untuk menganjurkan MT agar mengisi dokumen milik MT yang belum
diisi, yakni kolom jenis kelamin. P1 ingin membantu mengecek dokumen
tersebut, lalu P2 menganjurkan untuk mengisi kolom jenis kelamin dengan
P bukan W. Hal itu dilakukan P2 karena maksud baik P2 tidak ingin MT
merasakan hal yang sama dengan P2 karena pengisian kolom jenis
kelamin dengan W terasa janggal. Maksim kerendahhatian dan
kesimpatian telah ditunjukkan oleh P2 dalam tuturan pada data 26.
6. Mempersilakan
Mempersilakan adalah menyuruh orang lain untuk memasuki
ruangan yang disediakan penutur atau menyuruh sesuatu hal yang menjadi
kehendak mitra tutur. Jadi tindak tutur mempersilakan adalah tindak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pertuturan yang dilakukan penutur untuk menyuruh atau mengijinkan
memasuki ruangan yang disediakan penutur atau menyuruh sesuatu hal
yang menjadi kehendak mitra tutur.
Data 19
P :” Mangga sedaya mawon.” ‘Mari semua…’ MT :” Nggih…” ‘Iya…’
Tindak tutur mempersilakan adalah tindak tutur yang tidak akan
terlepas dari tindak tutur meminta ijin. Karena jika tidak ada yang
meminta ijin, maka tidak akan ada yang mempersilakan. Pada data 19, MT
mempersilakan P untuk keluar dari kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap dengan mengatakan ”Nggih…” ‘Iya…’.
Dengan tuturan ini sekaligus menunjukkan bahwa maksim penerimaan
telah terjadi. MT menerima permohonan ijin permisi yang dilakukan P
kepadanya. Maksim kebijaksanaan juga telah dilakukan oleh P dengan
meminta ijin permisi kepada pegawai yang bekerja di kantor tersebut. Jika
tidak melakukannya P dianggap tidak memliki sopan santun karena pergi
begitu saja tanpa pamit kepada yang empunya rumah. Fungsi dari tindak
tutur direktif pada data 19 adalah untuk mempersilakan P untuk keluar dari
kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Data 27
P :” Dhahar pak?” ‘Makan pak?’ MT :” Mangga, sing sekeca mawon.” ‘Silakan, silakan…’
Data 27 menunjukkan tindak tutur direktif mempersilakan yang
dilakukan MT kepada P. Konteks situasi tuturnya adalah, P menawari MT
untuk makan dengan mengatakan ”Dhahar pak?” ‘Makan pak?’. Lalu MT
memberikan tanggapan dengan mengatakan,”Mangga, sing sekeca
mawon.” ‘Silakan, silakan…’. Dengan tuturan ini MT telah melakukan
tindak tutur direktif mempersilakan kepada P. Skala jarak sosial tidak
terlanggar pada tuturan data 27 ini dikarenakan P menggunakan ragam
krama untuk berkomunikasi dengan P yang memiliki jabatan yang lebih
tinggi dan usia yang lebih tua. Fungsi tindak tutur direktif pada data 27 di
atas adalah mempersilakan P untuk makan sesuai dengan apa yang
dimintakan permisi kepada MT.
Data 10
P : “ Kula ten BPD nggih.” ‘Saya ke BPD ya’ MT : “ O, nggih nggih.” ‘O iya, iya’
Tindak tutur mempersilakan terdapat di data 10, fungsi tuturan
tersebut adalah mempersilakan P melakukan apa yang dimintakan ijin ke
MT. P meminta ijin permisi ke BPD kepada MT dengan menuturkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
“Kula ten BPD nggih.” ‘Saya ke BPD ya’, lalu MT mempersilakan P
dengan mengatakan, “O, nggih nggih.” ‘O iya, iya’. Maksim kesetujuan
telak ditunjukkan MT kepada P. maksim kebijaksanaan juga ditunjukkan P
kepada MT dengan meminta ijin permisi, jika tidak melakukannya P
dianggap tidak memiliki sopansantun karena mengakhiri pembicaraan
tanpa permisi.
7. Mengingatkan
Mengingatkan adalah memberitahu kepada orang lain agar
mempertimbangkan apa yang akan dilakukannya. Jadi tindak tutur
mengingatkan adalah tindak tutur yang dilakukan seorang penutur kepada
mitra tutur dengan tujuan agar mitra tutur mempertimbangkan tentang apa
yang akan dilakukannya.
Data yang diperoleh di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap yang menunjukkan TTD mengingatkan antara
lain sebagai berikut.
Data 28
P :”Sabukke sabuk kae loh!” ‘Sabuknya sabuk itu lo!’ MT :”Kaya giye mbok? Kiye?” ‘Seperti ini kan? Ini?’ P :”Iya.” ‘Iya’
Konteks pada data 28 adalah P mengingatkan MT tentang sabuk
yang seharusnya digunakan saat DIKLAT. Tindak tutur mengingatkan
tercermin dalam tuturannya yakni,”Sabukke sabuk kae loh!” ‘Sabuknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
sabuk itu lo!’. Lalu MT menyatakan bahwa ia tahu jenis sabuk yang
dimaksud P dengan mengatakan ”Kaya giye mbok? Kiye?” ‘Seperti ini
kan? Ini?’. Maksim kesetujuan atau kecocokkan ditunjukkan oleh P atas
keterangan MT kepadanya dengan mengatakan,”Iya.” ‘Iya’. Skala untung
rugi juga terlihat dilakukan oleh P kepada MT dengan tindak tutur
mengingatkan yang dilakukan P kepada MT. P telah menguntungkan MT
dengan peringatannya. Penggunaan ragam ngoko diantara keduanya
dikarenakan derajat keakraban yang tinggi yang dimiliki keduanya.
Data 29
P :”Ora nganggo papan nama tapi nganggo KORPRI. Lencana maksude.” ‘Tidak memakai papan nama tetapi memakai KORPRI. Lencana maksud saya’
MT :”Ngesuk pesen maninglah.” ‘Besok pesan lagi’ P :”Engko tulih disiliih nang kana!”
‘Nanti kan dipinjami di sana!’
Tindak tutur direktif mengingatkan terjadi pula pada data 29 di
atas. Tindak tutur mengingatkan dilakukan P kepada MT mengenai tidak
dipakainya papan nama saat DIKLAT tetapi memakai lencana KORPRI.
Tuturan yang mengandung tindak tutur mengingatkan adalah,”Ora
nganggo papan nama tapi nganggo KORPRI. Lencana maksude.” ‘Tidak
memakai papan nama tetapi memakai KORPRI. Lencana maksud saya’.
Maksim penerimaan ditunjukkan oleh MT secara tersirat dengan
tuturan,”Ngesuk pesen maninglah.” ‘Besok pesan lagi’. Dalam tuturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
tersebut MT secara tersirat menerima peringatan P, dan sekaligus
bermaksud menindaklanjuti peringatan tersebut dengan menindakkan
sesuatu untuk memaksimalkan usahanya dalam melaksanakan peringatan
yang dilakukan P. Lalu P melarang secara tersirat pula dengan
mengatakan,”Engko tulih disiliih nang kana!” ‘Nanti kan dipinjami di
sana!’. Sehingga telah terjadi 2 (dua) tindak tutur direktif sekaligus dalam
data 29 tersebut, yakni tindak tutur mengingatkan dan tindak tutur
melarang. Ragam bahasa yang digunakan pada data 29 adalah ragam
ngoko, hal itu dilakukan karena antara P dan MT memiliki tingkat
kekraban yang tinggi.
Data 30
P :” Sangu semir, sangu sikat. Keton bae nek ora disemir.” ‘Membawa semir dan sikat. Terlihat juga jika tidak disemir.’
MT :”Ya.” ‘Iya’
Pada data 30, P mengingatkan MT untuk membawa serta semir dan
sikat sepatu saat DIKLAT. Maksim penerimaan dilakukan MT dengan
tuturan,”Ya.” ‘Iya’.
Fungsi dari tindak tutur mengingatkan yang dilakukan P kepada
MT yang terdapat pada data 28, 29, dan 30 adalah mengingatkan MT
untuk jangan melupakan hal kecil seperti sabuk, papan nama, semir dan
sikat sepatu saat DIKLATnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
8. Melarang
Melarang adalah mencegah orang lain untuk tidak melakukan
sesuatu yang tidak diinginkan. Jadi tindak tutur melarang adalah tindak
pertuturan yang disampaikan penutur untuk mencegah mitra tutur
melakukan sesuatu yang tidak diinginkan penutur.
Data yang diperoleh di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap yang menunjukkan tindak tutur direktif
melarang antara lain sebagai berikut.
Data 31
P :”Umpamane pak Koran ora bisa melu, terus bojone njenengan arep dilebokena, ora dadi!” ‘Jika pak Koran tidak bisa ikut, lalu istri anda ingin dimasukkan, tidak bisa!’
MT :”Ya ora olih!” ‘Iya tidak boleh!’
Pada data 31 di atas, konteks tuturannya adalah P bermaksud
menjelaskan apa yang menjadi larangan dalam aturan piknik yang akan
dilaksanakan. Salah satu larangan yang tidak boleh dilakukan adalah
memasukkan salah seorang kerabat ke dalam acara jika salah seorang
pegawai tidak bisa mengikuti acara tersebut. Hal itu tercermin dalam
tuturan,”Umpamane pak Koran ora bisa melu, terus bojone njenengan
arep dilebokena, ora dadi!” ‘Jika pak Koran tidak bisa ikut, lalu istri anda
ingin dimasukkan, tidak bisa!’. Lalu MT yang merupakan koordinator
acara tersebut menekankan kembali dengan mengatakan,”Ya ora olih!”
‘Ya tidak boleh!’. Tuturan P tersebut menunjukkan tindak tutur melarang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
sedangkan tuturan MT menunjukkan telah terjadi maksim kesetujuan atau
kecocokkan.
Data 32
P1 :”Sing semene ya!” ‘Yang sebesra ini ya!’ MT1 :”Ya.” ‘Iya’ MT2 :”Kuwene dijajal digawa bae!” engko nek ora pas kepriwe?” ‘itunya coba dibawa saja! Nanti jika tidak pas bagaimana?’ MT1 :”He?” ‘Apa?’ P :”Sih! wis nganah!” ‘Tidak! Sudah sana!’
Konteks tuturan pada data 32 adalah, P mula-mula menyuruh MT1
untuk membeli plastik yang berukuran tertentu. Lalu MT1
menyanggupinya. Kemudian MT2 menyarankan agar apa yang akan
dimasukkan plastik tersebut untuk dibawa sebagai pengukur pas tidaknya
ukuran plastik yang diminta P. Tetapi P melarang dan menolak saran
MT2, dikarenakan benda yang akan dimasukkan ke dalam plastik adalah
gaji para pegawai. Sehingga saran yang diberikan MT2 kepada P adalah
semata-mata bertujuan untuk menggoda P atau sebagai humor saja. Skala
pilihan sebenarnya terdapat pada tuturan yang dituturkan MT2,”Kuwene
dijajal digawa bae!” engko nek ora pas kepriwe?” ‘Itunya coba dibawa
saja! Nanti jika tidak pas bagaimana?’. Tetapi karena isi dari pilihan yang
diajukan adalah sebagi humor saja, P menolak pilihan tersebut. Sehingga
maksim penerimaan tidak berlangsung di data 32. Skala jarak sosial tidak
pula menjadi soal dalam tuturan ini, dikarenakan walaupun ketiganya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
memakai ragam ngoko dalam penyampaian tuturannya. Ketiganya
menerima keadaan masing-masing individu. P menerima tanggapan MT1
yang dalam tuturannya menggunakan ragam ngoko dikarenakan
ketidaktahuannya akan sopan santun dalam berkomunikasi. Lalu P juga
menerima penggunaan ragam ngoko oleh MT2, dikarenakan keakraban
yang tinggi antara keduanya dan sifat humoris yang dimiliki MT2.
Data 8
P :” Ngesuk nang ngebisan ora ulih ngrokok!” ‘Besok tidak boleh merokok di dalam bus!’ MT :” Ora lah, ngesuk rokoke dibenahi ben awet.” ‘Tidak, besok rokoknya disimpan agar awet’
Tindak tutur melarang dalam data 33 ini terletak pada tuturan yang
dikatakan oleh P,”Ngesuk nang ngebisan ora ulih ngrokok!” ‘Besok tidak
boleh merokok di dalam bus!’. Penanda lingual “ora ulih” ‘tidak boleh’
dalam data 33 menjadi ciri mengapa data 33 ini termasuk dalam tindak
tutur melarang. Hal ini ditanggapi oleh MT dengan mengatakan,”Ora lah,
ngesuk rokoke dibenahi ben awet.” ‘Tidak, besok rokoknya disimpan agar
awet’. Tuturan tersebut menandakan bahwa maksim penerimaan telah
dilakukan oleh MT terhadap larangan yang disampaikan P. Walaupun
telah terjadi pelanggaran terhadap skala kelangsungan yang dilakukan oleh
P, yakni dengan mengatakan secara langsung apa yang menjadi
kehendaknya yaitu melarang adanya rokok di dalam bus yang akan
dikendarai dalam acara piknik. Ragam ngoko juga mewarnai tuturan pada
data 33, sekali lagi karena derajat keakraban yang tinggi diantara para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
pegawai sehingga skala jarak sosial seringkali bukan merupakan jurang
pemisah antarpegawai untuk saling akrab.
Data 29
P :”Ora nganggo papan nama tapi nganggo KORPRI. Lencana maksude.” ‘Tidak memakai papan nama tetapi memakai KORPRI. Lencana maksud saya’
MT :”Ngesuk pesen maninglah.” ‘Besok pesan lagi’ P :”Engko tulih disiliih nang kana!”
‘Nanti kan dipinjami di sana!’ Tindak tutur melarang pada data 34 tersirat dalam tuturan yang
dituturkan oleh P,”Engko tulih disiliih nang kana!” ‘Nanti kan dipinjami
di sana!’. Walaupun tidak secara tegas dan jelas melarang tetapi tersirat
dalam tuturan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindak tutur
melarang pada data 34 berfungsi untuk melarang dan tindak tutur pada
data 31, 32, serta 34 juga berfungsi untuk melarang.
9. Menginterogasi
Tindak tutur direktif menginterogasi adalah tindak pertuturan yang
dilakukan P kepada MT untuk mengetahui sesuatu atau meminta
keterangan yang mungkin diketahui MT.
Data yang diperoleh di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap yang menunjukkan TTD menginterogasi
antara lain sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Data 35
P :”Mangga…” “Potone pun diasta?”
‘Silakan…Fotonya sudah dibawa?’ MT :”Aduh jan…”
‘Aduh,….’ P :”Ini pake bulan apa?”
‘Ini memakai bulan apa?’ MT :”Akhir Januari.”
‘Akhir Januari’ P :”Karo apa? Februari?”
‘Dengan apa? Februari?’ MT :” Nggih…”
‘Iya…’
Data 35 di atas termasuk dalam tindak tutur direktif yang berfungsi
menginterogasi atau meminta keterangan, yang ditandai dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan P kepada MT, yakni “Potone pun
diasta?” ‘Silakan…Fotonya sudah dibawa?’,”Ini pake bulan apa?” ‘Ini
memakai bulan apa?’,”Karo apa? Februari?” ‘Dengan apa? Februari?’.
Data 35 menunjukkan bahwa P meminta keterangan MT mengenai
beberapa hal yang menyangkut dokumen resmi yang harus dilengkapi MT.
Prinsip kerjasama dalam data 35 tersebut telah terpenuhi, sehingga orang
lain yang tidak mengetahui konteks dan isi pertuturan tidak akan mengerti
dengan jelas apa yang menjadi topik pertuturan tersebut. Penggunaan
ragam ngoko yang dilakukan P pada data 35 tersebut mengindikasikan
bahwa P merasa memiliki kewenangan atau kekuasaan yang lebih
dibanding MT, bisa dikatakan bahwa P merasa lebih tahu dibanding MT
dan P merasa MT membutuhkan bantuannya. Bahasa Indonesia yang juga
digunakan P dalam pertuturan pada data 35 tersebut menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
antara P dan MT memiliki hubungan yang tidak terlalu akrab, sehingga
terkadang digunakan bahasa formal. Maksim penerimaan atas
penginterogasian yang dilakukan P kepada MT telah ditunjukkan MT pada
tuturannya, yakni”Aduh jan…” ‘Aduh,….’, ”Akhir Januari.” ‘Akhir
Januari’, ”Nggih…” ‘Iya…’.Pertanyaan-pertanyaan sebagai alat interogasi
serta jawaban-jawaban sebagai maksim penerimaan atas penginterogasian
P kepada MT yang ditunjukkan pada data 35 tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa data tersebut berfungsi sebagai tindak tutur
menginterogasi atau meminta keterangan.
Data 36
P :”Mbak, buku sejarahnya UPT?” ‘Mbak, buku sejarah UPT?’
MT :”O nggih pak, menawi dinten Senen pripun bapak?” ‘O, iya pak. Kalau hari Senin bgamana pak?’
P :”O nggih saged, soale onten sing ngampil. Njenengan ajeng teras teng pundi?” ‘O, iya bisa soalnya ada yang ingin meminjam. Anda mau ke mana setelah ini?’
MT :”Nggih tesih ten mriki.” ‘Iya masih di sini’
Fungsi dari tindak tutur direktif pada data 36 di atas adalah
menginterogasi atau meminta keterangan. Partisipan pada data 36 tersebut
adalah peneliti sebagai MT dan pegawai Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai P. P meminta keterangan
kepada peneliti mengenai kapan buku sejarah Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang dipinjam MT akan
dikembalikan. Penginterogasian tersebut tercermin dalam tuturan P
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
berikut,”Mbak, buku sejarahnya UPT?” ‘Mbak, buku sejarah UPT?’.
Maksim penerimaan atas penginterogasian P diterima MT dengan
menuturkan,”O nggih pak, menawi dinten Senen pripun bapak?” ‘O, iya
pak. Kalau hari Senin bagamana pak?’. Penggunaan bahasa Indonesia oleh
P dilatarbelakangi oleh kurang akrabnya hubungan di antara keduanya.
Oleh karena itu, untuk memunculkan data berbahasa Jawa peneliti sebagai
MT merespon tuturan P dengan penggunaan bahasa Jawa ragam krama.
Disamping dapat memunculkan data berbahasa Jawa, MT juga
melaksanakan skala jarak sosial yakni menghormati orang yang lebih tua
dengan ragam krama yang MT gunakan. Pancingan MT dengan bahasa
Jawa ragam krama berhasil dan membuat P mengalihkan kodenya menjadi
bahasa Jawa pula ragam krama, dengan menuturkan :”O nggih saged,
soale onten sing ngampil. Njenengan ajeng teras teng pundi?” ‘O, iya bisa
soalnya ada yang ingin meminjam. Anda mau ke mana setelah ini?’.
Maksim penerimaan ditunjukkan pula oleh P dengan tuturan ini.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa data 36 tersebut
memiliki fungsi sebagai tindak tutur direktif menginterogasi atau meminta
keterangan.
10. Menyumpah
Menyumpah adalah tindakan yang dilakukan seseorang kepada
orang lain untuk mendoakan agar orang lain terkena sesuatu sesuai dengan
sumpahannya. Data yang dapat ditemukan mengenai tindak tutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
menyumpah di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap sebagai berikut.
Data 37
P :”Engko, tek supatani ben dadi jambu mete ngger saru!” ‘Nanti saya sumpahi biar jadi jambu mete kalau tidak sopan!’
MT :”Ya nganah!” ‘Biar saja!’
Fungsi tindak tutur yang terdapat pada data 37 di atas adalah fungsi
menyumpah. Fungsi menyumpah tersebut tercermin dalam penuturan P di
atas, yakni: ”Engko, tek supatani ben dadi jambu mete ngger saru!”
‘Nanti saya sumpahi biar jadi jambu mete kalau tidak sopan!’. Penanda
lingual yang menunjukkan bahwa tuturan pada data 37 tersebut termasuk
fungsi menyumpah adalah kata “supatani” ‘sumpahi’. Situasi yang
terdapat pada peristiwa tutur tersebut adalah situasi tidak formal dan penuh
humor, sehingga skala jarak sosial tidak diperhatikan. Hal ini tercermin
dalam penggunaan ragam ngoko oleh kedua belah pihak. Berdasarkan
uraian di atas, simpulan yang dapat diambil adalah data 37 tersebut
memiliki fungsi menyumpah.
11. Menantang
Tindak tutur direktif menantang adalah tindakan P dalam mengujarkan
sesuatu hal yang memancing keberanian MT. Data yang dapat ditemukan
mengenai tindak tutur menantang di Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Data 38
P :”Apa wani bali jam rolas?” ‘Apa berani pulang jam dua belas?’
MT :”Ya wani!” ‘Ya berani!’
Fungsi dari tindak tutur pada data 38 di atas adalah fungsi
menantang. Hal itu tercermin dalam tuturan yang diujarkan P kepada MT,
yakni ”Apa wani bali jam rolas?” ‘Apa berani pulang jam dua belas?’.
Tuturan tersebut merupakan tantangan kepada MT untuk pulang pada jam
duabelas malam. Respon MT dengan tantangan P menunjukkan
pembuktian dan kepercayaan diri bahwa MT berani melakukan tantangan
P. Respon MT tersebut tercermin dalam tuturannya,”Ya wani!” ‘Ya
berani!’. Penggunaan ragam ngoko dalam tuturan pada data 38 tersebut
menunjukkan keakraban yang tinggi diantara P dan MT, sehingga skala
jarak sosial tidak menjadi hal yang dipersoalkan dalam peristiwa tutur
tersebut. Penggunaan ragam ngoko tersebut juga menunjukkan bahwa
situasi yang terdapat pada peristiwa tutur tersebut tidak formal, jika tuturan
tersebut terjadi pada situasi formal sangat dimungkinkan terjadinya
percekcokan atau perkelahian antara P dan MT. Berdasarkan uraian di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tuturan yang terdapat pada data 38
tersebut memiliki fungsi menantang.
12. Menyapa
Menyapa adalah tindak pertuturan yang dilakukan seseorang untuk
menegur orang lain sebagai keramahtamahan. Data yang dapat ditemukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
mengenai tindak tutur menyapa di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap sebagai berikut.
Data 39
P :”Sugeng bu?” ‘Bagaimana kabarnya bu?’
MT :”Preian mbak?” ‘Liburan mbak?’
P :”Nggih…” ‘Iya…’
MT :”Wis semester pira mbak?” ‘Sudah semester berapa?’
P :”Pun wolu niki bu, saweg skripsi.” ‘Sudah delapan bu, sedang skripsi.’
Data 39 di atas merupakan fungsi dari tindak tutur menyapa.
Partisipan dalam peristiwa tutur di atas adalah peneliti sebagai P dan tamu
di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap
sebagai MT. P melakukan tindak tutur menyapa dengan
menuturkan,”Sugeng bu?” ‘Bagaimana kabarnya bu?’ dan tuturan tersebut
merupakan penanda dari tindak tutur menyapa. Respon yang diberikan MT
saat tindak tutur menyapa dilakukan P adalah dengan menyalami P dan
memberi isyarat dengan anggukkan kepalanya. Penggunaan ragam krama
oleh P merupakan pelaksanaan skala jarak sosial yang harus dilakukan jika
MT memiliki usia yang lebih tua dan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dibanding P. Tujuan dari tindak tutur menyapa ini adalah sebagai
keramahtamahan, karena di dalam masyarakat Jawa terdapat norma yang
tidak tertulis tentang keramahtamahan jika bertemu dengan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Dapat disimpulkan bahwa tindak pertuturan pada data 39 tersebut
memiliki fungsi menyapa.
13. Mengharap
Tindak tutur mengharap adalah tindak pertuturan yang disampaikan P
kepada MT atau orang lain agar MT ataupun orang lain tersebut
mengabulkannya. Data yang dapat ditemukan mengenai tindak tutur
mengharap di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten
Cilacap sebagai berikut.
Data 40
P :” Nyong kon mangguli, tuli kudune nggawa sarapan kae ya!” ‘Saya disuruh membawa seharusnya dia membawa sarapan ya!’
MT :” Ya engko tuli nggawa.” ‘Ya nanti paling membawa’
Fungsi dari tindak tutur yang terdapat pada data 40 tersebut adalah
fungsi mengharap. P mengharap orang yang dibicarakan bersama MT
membawa sarapan untuknya, karena P merasa sudah dimintai
pertolongannya membawa sesuatu. Tindak tutur mengharap tercermin
dalam tuturan P berikut,” Nyong kon mangguli, tuli kudune nggawa
sarapan kae ya!” ‘Saya disuruh membawa seharusnya dia membawa
sarapan ya!’. Lalu MT mmberi respon dengan menuturkan,” Ya engko tuli
nggawa.” ‘Ya nanti paling membawa’. Respon itu dilakukan untuk
memberi harapan kepada P akan mendapatkan apa yang diharapkannya.
Fungsi mengharap tercermin dalam tuturan P tersebut, sehingga dapat
disimpulkan data 40 tersebut memiliki fungsi mengharap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
B. Faktor yang Melatarbelakangi Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di
Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap
Pragmatik merupakan kajian bahasa yang terikat konteks. Sebuah tuturan
dapat digunakan untuk menyampaikan beberapa maksud dan sebaliknya satu
maksud dapat disampaikan dengan beraneka ragam tuturan. Hal itu dipengaruhi
oleh konteks yang melingkupi tuturan itu. Dalam penyampaiannya, sebuah tindak
tutur dipengaruhi oleh faktor-faktor yang melatarbelakangi. Baik dari diri penutur
dan mitra tutur sendiri, maupun dari luar seperti konteks tuturan dan kesantunan.
Dari hasil pengamatan di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap, faktor-faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif
bahasa Jawa yang dilakukan adalah mencakup aspek penutur dan lawan atau mitra
tutur, konteks tuturan, dan tujuan tuturan (Leech, 1993: 19-20). Berikut uraian
mengenai faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di
Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
1. Penutur dan Mitra Tutur
Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan mitra tutur adalah
usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban
dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat dalam data 2, 15, dan 17 berikut ini.
Data 2
P : “Guwe utusan anu ya kena, utusan PSG.” ‘Itu mengutus itu juga bisa, mengutus PSG’ MT : “Anu adoh Pak.” ‘Jauh pak’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
P : “Anu biasa, biasa mlaku.” ‘Sudah biasa, biasa jalan’
Tindak tutur yang terjadi pada data 2 adalah tindak tutur direktif
merekomendasi. Tindak tutur tersebut terjadi antara MT dengan P.
Penggunaan ragam ngoko dalam tuturan ini menandakan keakraban
yang tinggi diantara P dan MT. Walaupun P memiliki kedudukan yang
lebih tinggi dibanding MT dan P berusia lebih tua dibanding MT, serta
perbedaan jenis kelamin diantara keduanya, suasana yang terjadi dalam
pertuturan antara P dengan MT pada data 2 di atas tidak mengalami
gangguan. Frasa “Ya kena” ‘Juga bisa’ dalam tuturan tersebut
merupakan penanda lingual yang berfungsi untuk merekomendasi.
Faktor yang meletarbelakangi tindak tutur direktif pada data 2 adalah
keakraban yang tinggi antara P dan MT.
Data 15
P :” Giyeh mas, tukokna plastik prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’ MT :” Di mana?” ‘Di mana?’ P :”Nang pasar mburi guwe ana paling, nang deretan bakul
beras.” ‘Di pasar belakang paling ada, di deretan penjual beras’
MT :” Ya.” ‘Iya’
Pada data 15 di atas, faktor yang melatarbelakangi tindak tutur
menyuruh yang dilakukan P kepada MT adalah karena P memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
kedudukan yang lebih tinggi dari MT, sehingga P merasa berhak untuk
menyuruh MT secara langsung tanpa memberikan pilihan kepada MT
untuk menolak apa yang dikehendaki P. Tidak adanya pilihan yang
diberikan P kepada MT tercermin dalam tuturan,”Giyeh mas, tukokna
plastik prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’.
Penggunaan ragam ngoko oleh P dikarenakan P memiliki jabatan yang
lebih tinggi dibanding MT, dan usia yang lebih tua. Dapat
disimpulkan, kedudukan yang lebih tinggi dan usia yang lebih tua
dapat menjadi faktor dilakukannya tindak tutur direktif di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
Data 17
P :” Mengko kiye disetorna meng kepala sekolaeh, terus njenengan memahami. Kiyeh njenengan milih kiye sing nang kene, sarate apa bae, petunjuk apa bae, njenengan… umpamane sing ijin belajar ya nang kene, surat keterangan belajar ya nang kene, surat ijin gelar ya nang kene.” ‘Nanti ini disetorkan ke Kepala Sekolah, lalu anda memahami. Sekarang anda memilih ini yang ada di sini, syaratnya apa saja, petunjuknya apa saja, anda….yang ijin belajar juga di sini, surat keterangan juga di sini, surat ijin gelar juga di sini.’
MT :” Iya,iya.” ‘Iya, iya.’
Tugas dan kewajiban P kepada MT juga dapat menjadi faktor yang
melatarbelakangi tindak tutur direktif. Hal itu tercermin pada data 17
yang termasuk tindak tutur direktif menasihati. P menasihati MT
karena merasa berkewajiban memberikan keterangan yang sejelas-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
jelasnya kepada MT yang belum mengerti tentang suatu prosedur yang
berlaku. Dikarenakan P memiliki kewenangan dalam bidang ini, maka
P berkewajiban memberikan keterangan dan menasihati MT yang
kurang mengerti, sehingga tugas dan kewajiban P dapat menjadi faktor
yang melatarbelakangi tindak tutur direktif di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap.
2. Konteks Tuturan
Konteks tuturan dalam penelitian linguistik adalah konteks dalam
semua aspek fisik atau latar belakang sosial yang relevan dari tuturan
yang bersangkutan. Dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya
adalah semua latar belakang pengetahuan (background knowledge)
yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur. Hal ini dapat
dilihat dalam data 13 berikut.
Data 13
P : “ Telu-telu, dipisah telu-telu!” ‘Tiga-tiga, dipisah tiga-tiga!’ MT : “ Anu engko lagi difotokopi.” ‘Sebentar, sedang difotokopi’
Tuturan percakapan yang dilakukan oleh P dan MT terasa janggal
ketika MT menjawab “Anu engko lagi difotokopi.” ‘Sebentar, sedang
difotokopi’. Jawaban MT terasa tidak sambung dengan apa yang
dikatakan oleh P. Hal itu dilakukan oleh P dan MT karena baik P
maupun MT sudah memahami konteks tuturan, yaitu P menyuruh MT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
memisahkan dokumen-dokumen yang dibawanya menjadi 3 kelompok
dengan menuturkan “Telu-telu, dipisah telu-telu!” ‘Tiga-tiga, dipisah
tiga-tiga!’.
3. Tujuan Tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh P dilatarbelakangi
oleh maksud dan tujuan tuturan. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk
tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan
satu maksud atau sebaliknya satu maksud dapat disampaikan dengan
beraneka ragam tuturan. Hal ini dapat dilihat dalam data 32 berikut.
Data 32
P1 :”Sing semene ya!” ‘Yang sebesar ini ya!’ MT1 :”Ya.” ‘Iya’ MT2 :”Kuwene dijajal digawa bae!” engko nek ora pas
kepriwe?” ‘Itunya coba dibawa saja! Nanti jika tidak pas bagaimana?’ MT1 :”He?” ‘Apa?’ P :”Sih! wis nganah!” ‘Tidak! Sudah sana!’
Sifat humoris yang dimiliki P dan MT dalam sebuah tuturan, juga
dapat menjadi tujuan penggunaan tindak tutur direktif di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Data 32
merupakan contoh penggunaan tindak tutur direktif menyarankan yang
dilakukan MT2 kepada P dan MT1. MT2 menyarankan untuk
membawa benda yang akan dimasukkan ke dalam plastik yang diminta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
P kepada MT untuk dibelikan. Benda yang dimaksud adalah gaji para
pegawai yang secara otomatis tidak mungkin untuk diserahkan kepada
orang lain yang tidak berkepentingan. Tindak tutur tersebut dilakukan
MT2 hanya untuk menggoda P saja, sehingga saran tersebut hanya
lelucon dan tidak dapat diterima oleh P.
4. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.
Pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih
kongkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang
kongkret jelas penutur dan mitra tuturnya, serta waktu dan tempat
pengutaraannya. Hal ini dapat dilihat dalam data berikut.
Data 1
P : “ Guwe tulung mbak fotokopi ya!” ‘Minta tolong itu difotokopi ya mbak!’ MT : “Endi?” ‘Mana?’ P : “ Kuwe kuwe miki bu Ikah.” ‘Itu itu tadi bu Ikah’
Tindak tutur tersebut di atas dilakukan penutur kepada mitra tutur
agar melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan penutur sehingga
data 1 merupakan contoh tindak tutur direktif yang terjadi di Kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Tindak
tutur direktif menyuruh tersebut dilakukan oleh penutur yang
berkedudukan sebagai pengawas TK/SD kepada mitra tutur yaitu PSG
yang sedang melakukan magang di Kantor UPT DISDIKPORA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap. Kata “Tulung” ‘Tolong’
dalam tuturan di atas memberi kesan menyuruh tetapi dengan sedikit
merendah. Penggunaan kata tersebut berfungsi untuk menyuruh MT
melakukan keinginan penutur dengan sukarela. Maksim yang
dikemukakan oleh Grice tercapai dalam tuturan ini, baik maksim
kuantitas yaitu memberikan informasi secukupnya atau sejumlah yang
diperlukan oleh mitra tutur, maksim relevansi yakni memberikan
tanggapan secara relevan berdasarkan konteks pembicaraan, serta
maksim cara yaitu tuturan tersebut dikomunikasikan secara wajar,
tidak bersifat ambigu atau bermakna ganda. Walaupun skala
keotoritasan yang dikemukakan oleh Leech terjadi, tetapi P
meminimalkan skala keotoritasan tersebut dengan mempergunakan
kata “Tulung” ‘Tolong’.
Pelanggaran terhadap skala jarak sosial juga terjadi dalam tuturan
pada data 1. MT jauh lebih muda dibandingkan dengan P, umur
keduanya terpaut sangat jauh. Tetapi MT menggunakan ragam ngoko
untuk menanggapi permintaan P, dan hal ini merupakan pelanggaran
skala jarak sosial yang dikemukakan oleh Leech. Berdasarkan skala
ini, penutur atau mitra tutur yang berumur lebih muda seharusnya
menggunakan ragam yang lebih menghargai mitra tutur atau
penuturnya. Hal ini terjadi akibat ketidaktahuan mitra tutur terhadap
tingkat tutur yang mengatur kesantunan berbahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Data 1 di atas menjelaskan faktor yang melatarbelakangi tindak
tutur direktif yang keempat, yakni tuturan sebagai bentuk tindakan atau
aktivitas. Terdapat penutur dan mitra tutur yang jelas, serta waktu dan
tempat pengutaraan tuturan tersebut.
5. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang
dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak
tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari
tindak verbal. Data berikut merupakan penjabaran dari faktor yang
melatarbelakangi tindak tutur direktif yang kelima.
Data 2
P : “Guwe utusan anu ya kena, utusan PSG.” ‘Itu menyuruh itu juga bisa, menyuruh PSG’ MT : “Anu adoh Pak.” ‘Jauh pak’ P : “Anu biasa, biasa mlaku.” ‘Sudah biasa, biasa jalan’
Tindak tutur yang terjadi pada data 2 adalah tindak tutur direktif
merekomendasi. Tindak tutur tersebut terjadi antara MT dengan P. MT
bermaksud memfotokopi berkas-berkasnya, kemudian P
merekomendasikan MT untuk menyuruh PSG memfotokopinya.
Penggunaan ragam ngoko dalam tuturan ini menandakan keakraban
yang tinggi diantara P dan MT. Frasa “Ya kena” ‘Juga bisa’ dalam
tuturan tersebut merupakan penanda lingual yang berfungsi untuk
merekomendasi. Penanda lingual tersebut digunakan P untuk
memberikan pilihan kepada MT. Kemudian MT menanggapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
rekomendasi tersebut dengan menjawab “Anu adoh pak” ‘Jauh pak’
yang berkesan agak tidak setuju dengan rekomendasi yang dilakukan
P. Tapi P akhirnya memberi penekanan yang menegaskan bahwa PSG
yang direkomendasikan sudah terbiasa berjalan kaki walaupun jauh.
Data 2 di atas merupakan hasil dari tindak verbal P dan MT
sebagai informan di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja
Kabupaten Cilacap. Penggunaan alat dalam pengujaran atau penuturan
akan mempengaruhi bentuk ujaran. Pemilihan ujaran akan dilakukan P
ataupun MT jika sarana yang digunakan tidak secara langsung.
C. Kesantunan Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap
Kegiatan berkomunikasi dalam Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap terjadi suatu perbedaan penggunaan bahasa oleh
pemakainya. Perbedaan tersebut terjadi dalam hubungannya dengan
kesopansantunan berbahasa. Maksudnya P dalam melakukan tuturannya ada yang
memperhatikan kesopansantunan dan ada yang tidak memperhatikan
kesopansantunan berbahasa. Pemakaian kesopansantunan dalam berkomunikasi
dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk menghindari adanya konflik antara P
dan MT. Disamping itu juga dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang mesra
dalam kegiatan berkomunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Pada bagaian ini akan dipaparkan perbedaan kesopansantunan dengan
menggunakan skala biaya-keuntungan (cost-benefit scale), skala pilihan
(optionally scale), dan skala ketidaklangsungan (indirectness scale) (Sumarlam,
1994: 7-10).
Skala pertama dipakai untuk menghitung biaya yang diperlukan dan
keuntungan yang diperoleh MT untuk melakukan tindakan sebagai akibat dari
daya ilokusi TTD yang diperintahkan P.
Skala yang kedua, yaitu skala pilihan dipakai untuk menghitung berapa
banyak pilihan yang diberikan P kepada MT dalam melaksanakan tindakan.
Berdasarkan banyak sedikitnya pilihan maka MT dapat menilai suatu tuturan itu
kurang santun atau lebih santun.
Skala yang ketiga yaitu skala ketidaklangsungan, yaitu seberapa panjang
jarak yang ditempuh oleh daya ujar itu untuk sampai pada tujuan ujaran. Dalam
hal ini, semakin langsung TT itu maka dipandang semakin kurang santun, dan
sebaliknya semakin tidak langsung TT itu semakin santun.
Berikut penjelasan kesantunan di Kantor UPT DISDIKPORA Kecamatan
Sidareja Kabupaten Cilacap.
Data 1
P : “ Guwe tulung mbak fotokopi ya!” ‘Itu tolong foto kopi ya mbak!’ MT : “Endi?” ‘Mana?’ P : “ Kuwe kuwe miki bu Ikah.” ‘Itu itu tadi bu Ikah’
Data 14
P :” Kiye dicenthang!” ‘Ini dicenthang!’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
MT :” Iya.” ‘Iya’
Data 1 dan data 14 menurut skala ketidaklangsungan memiliki
derajat kesantunan yang berbeda. Semakin langsung sebuah tuturan, maka
semakin dianggap tidak santun. Sebaliknya, semakin tidak langsung
sebuah tuturan maka semakin santun. Data 1 merupakan tuturan yang lebih
santun daripada data 14. Hal itu dikarenakan, pada data 1 terdapat kata
“tulung” ‘tolong’ yang membedakannya dengan tuturan pada data 14 dan
kata tersebut juga dapat memberi kesan yang berbeda jika hanya sekedar
langsung mengutarakan apa yang menjadi kehendaknya.
Data 4
P :” Apa njenengan meng kantor kana bae langsung?” ‘Bagaiman jika anda ke kantor sana langsung?’ MT :” Meng nganah?” ‘Ke sana?’ P :” Nggih…” ‘Iya…’
Data 41
P : “ Pak Ratoyo arep ngeneh, kuwe digawa sisan!” ‘Pak Ratoyo akan ke sini, itu dibawa sekalian!’ MT : “ Nggih.” ‘Iya’
Berdasarkan skala pilihan atau optionally scale, tuturan pada data 4
memiliki kesantunan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan
pada data 41. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pilihan yang
diutarakan P kepada MT pada data 4. Pilihan yang diberikan kepada MT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
pada data 4 memberikan kelonggaran agar MT dapat memutuskan langkah
apa yang akan diambilnya. Mengikuti pilihan yang diberikan P ataukah
melakukan apa yang menjadi pemikirannya sendiri. Pada data 41 tidak
terdapat pilihan yang dilakukan P kepada MT. sehingga MT dengan
terpaksa maupun sukarela tidak dapat menolak terhadap apa yang
dikehendaki P kepadanya. Hal ini yang membedakan kedua data tersebut,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuturan pada data 28 lebih
santun dari tuuran pada data 41. Contoh lain yang menggambarkan
kesopansantunan TTD dapat dilihat dalam data 15 dan data 25 berikut.
Data 15
P :” Giyeh mas, tukokna plastik prepetan kaya giye ya!” ‘Mas, belikan plastik seperti ini ya’
MT :” Di mana?” ‘Di mana?’ P :”Nang pasar mburi guwe ana paling, nang deretan bakul beras.”
‘Di pasar belakang paling ada, di deretan penjual beras’ MT :” Ya.” ‘Iya’
Data 25
P :”Sangu vitamin pak Tikno!” ‘Membawa vitamin pak Tikno’ MT :”Iya ya?” ‘Iya ya?’ P :”Ya biasane nganggo doping ora? La siki nek disortir Senen
sampai Jum’at ful, ya ngedrop lah.” ‘Ya biasanya memakai doping tidak? Jika disortir dari Senin sampai Jum’at ful, pasti ngedrop’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Suatu tuturan yang lebih menguntungkan MT daripada P adalah
tuturan yang lebih santun, dan sebaliknya semakin merugikan MT maka
tuturan tersebut dianggap kurang santun. Hal ini tercermin dalam data 15
dan data 25 di atas. Berdasarkan skala untung rugi, data 15 merupakan
tuturan yang dianggap kurang santun jika dibandingkan dengan tuturan
pada data 25. Pada data 15, P menyuruh MT tanpa memperhatikan untung
atau rugi si MT. P hanya memperhatikan keuntungan diri P saja, sehingga
dapat disimpulkan bahwa tuturan pada data 15 merupakan tuturan yang
kurang santun dibanding tuturan pada data 25. Berbeda dengan data 15,
data 25 dianggap lebih santun. Hal itu dikarenakan pada data 25, P
melakukan tindak tutur direktif yang dapat menguntungkan MT, sehingga
MT diuntungkan, dan dapat disimpulkan kembali bahwa tuturan pada data
25 merupakan tuturan yang lebih santun dibanding tuturan pada data 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada Bab IV, dapat
dikemukakan simpulan sebagai berikut.
1. Fungsi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap adalah fungsi (1) menyuruh, (2)
menasihati, (3) meminta ijin, (4) menyarankan, (5) menganjurkan, (6)
mempersilakan, (7) mengingatkan, (8) melarang, (9) menginterogasi, (10)
menyumpah, (11) menantang, (12) menyapa, (13) mengharap.
2. Faktor yang melatarbelakangi tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor
UPT DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap yang dapat
ditemukan terdiri dari 5 aspek, yakni Penutur dan Mitra Tutur, Konteks
Tuturan, Tujuan sebuah Tuturan, Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau
Aktivitas, dan Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal.
3. Kesantunan tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT DISDIKPORA
Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap sangat tergantung pada P dan MT,
maksudnya P dan MT dalam melakukan tuturannya ada yang
memperhatikan kesopansantunan dan ada yang tidak memperhatikan
kesopansantunan berbahasa. Tetapi dengan memperhatikan kaidah sosial
dan mempertimbangkan skala pragmatik, P dan MT dapat menjalin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
hubungan yang mesra dalam kegiatan berkomunikasi. Dalam penelitian ini
tuturan yang dianggap paling santun bagi MT adalah tuturan yang memiliki
alternatif pilihan sebanyak mungkin, memerlukan biaya sedikit/tenaga
sedikit tapi keuntungan yang diperoleh sangat besar dan tuturan yang
dituturkan secara tidak langsung.
B. Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan setelah melakukan penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Penelitian mengenai tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap merupakan salah
satu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kajian pragmatik. Oleh
sebab itu, perlu diadakan penelitian mengenai pragmatik bahasa Jawa
dengan objek yang berbeda.
2. Penelitian mengenai tindak tutur direktif bahasa Jawa di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap menemukan 13
macam fungsi, yakni menyuruh, menasihati, meminta ijin, menyarankan,
menganjurkan, mempersilakan, mengingatkan, melarang, menginterogasi,
menyumpah, menantang, manyapa dan mengharap. Masih banyak fungsi
dari tindak tutur direktif bahasa Jawa yang belum dapat ditemukan, seperti
menyela/interupsi, menegur, memaksa, meminta restu, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam sehingga
dapat ditemukan fungsi tindak tutur yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
3. Penelitian dengan judul “Tindak Tutur Direktif Bahasa Jawa di Kantor UPT
DISDIKPORA Kecamatan Sidareja Kabupaten Cilacap” mengangkat
permasalahan yang kompleks. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini
adalah pendekatan pragmatik, sehingga masih banyak pendekatan lain yang
dapat digunakan untuk mengkaji permasalahan tersebut misalnya
pendekatan sosiolinguistik.
4. Bahasa Jawa Cilacap merupakan subdialek dari bahasa Jawa dialek
Banyumas, hal ini membuktikan bahwa bahasa Jawa Cilacap berbeda
dengan bahasa Jawa standar Surakarta. Keunikan atau kekhasan dari bahasa
Jawa Cilacap dapat dijadikan objek yang menarik untuk dilakukan
penelitian lain.