tindak pidana mutilasi
Click here to load reader
-
Upload
shalahuddin-uth -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of tindak pidana mutilasi
![Page 1: tindak pidana mutilasi](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100600/5571f92149795991698edd0f/html5/thumbnails/1.jpg)
1. PENDAHULUAN
Tindak Mutilasi sebagai kejahatan
Untuk dapat disebut sebagai tindak pidana sebuah tindakan haruslah memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu tindakan telah tersebut didalam ketentuan hukum sebagai tindakan yang
terlarang baik secara formiil atau materiil. pembagian tindakan yang terlarang secara formiil atau
materiil ini sebenarnya mengikuti KUHP sebagai buku Induk dari semua ketentuan hukum pidana
Nasional yang belaku. KUHP membedakan tindak pidana dalam dua bentuk, kejahatan (misdrijven)
dan pelanggaran (overtredingen). sebuah tindakan dapat disebut sebagai kejahatan jika memang
didapatkan unsur jahat dan tercela seperti yang di tentukan dalam undang-undang.
Sedangkan tindakan dapat dikatakan sebagai pelanggaran karena pada sifat perbuatan itu
yang menciderai ketentuan hukum yang berguna untuk menjamin ketertiban umum (biasanya
aturan dari Penguasa). Black’s Law Dictionary (Bryan Garner:1999) memberikan definisi mutilasi
(mutilation) sebagai “the act of cutting off maliciously a person’s body, esp. to impair or destroy the
vistim’s capacity for self-defense.”Apabila di kaji secara mendalam, tindak mutilasi ini terbatas pada
korban yang berwujud manusia alamiah baik perseorangan maupun kelompok dan bukanlah
binatang. tindakan ini bisa dilakukan oleh pelaku pada korban pada waktu masih bernyawa atau pun
pada mayat korban. tindakan pemotongan manusia secara hidup-hidup (sadis) ataupun mayat jelas
merupakan tindakan yang sangat di cela oleh masyarakat dan dianggap sebagai tindakan yang
sangat jahat. oleh karena itu, menurut penulis tindak mutilasi sangatlah tepat jika di golongkan ke
dalam Kejahatan dan bukan pelanggaran. hal ini juga di dasarkan atas fungsi hukum pidana sebagai
hukum publik yang melindungi dan menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum masyarakat luas.
![Page 2: tindak pidana mutilasi](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100600/5571f92149795991698edd0f/html5/thumbnails/2.jpg)
Penyebab Mutilasi
Kejahatan mutilasi biasanya terjadi tergantung kepada keadaan psikis si pelaku, dimana si pelaku
cenderung mengalami gangguan kejiwaan, kejahatan memutilasi merupakan kejahatan susulan dari
sebuah kejahatan pembunuhan, dengan maksud untuk menutupi kejahatan pembunuhan tersebut
maka dilakukanlah pemutilasian tubuh korban, sehingga korban tidak diketahui keberadaannya
ataupun jika diketahui maka akan menghambat penyidik untuk mengungkap identitasnya. Dari sisi
ilmu kriminologi, secara definitive yang dimaksud dengan mutilasi adalah terpisahnya anggota tubuh
yang satu dari anggota tubuh lainnya oleh sebab yang tidak wajar. Beberapa penyebab terjadinya
mutilasi disebabkan oleh kecelakaan, bisa juga merupakan faktor kesengajaan atau motif untuk
melakukan tindakan jahat (kriminal), dan bisa juga oleh faktor lain-lain seperti sunat. Sebagai suatu
konteks tindak kejahatan biasanya pelaku melakukan tindakan mutilasi adalah dengan tujuan untuk
membuat relasi antara dirinya dengan korban terputus dan agar jati diri korban tidak dikenali.
Alasan-alasan dilakukannya tindakan mutilasi oleh pelaku terhadap korban tentunya
dilatarbelakangi oleh motif-motif tertentu pula. pelaku menderita gangguan jiwa, sejenis sadism.
Pelaku terpuaskan bila orang lain menderita, terbunuh, terpotong-potong. Ini bisa diketahui dengan
hanya melihat potongan-potongan tubuh tersebut. Pada umumnya kalau motif yang dilatarbelakangi
oleh motif cinta, potongannnya adalah di bagian-bagian genetalia seperti payudara, penis, dan yang
lain. Namun kalau motifnya dendam, umumnya yang dimutilasi adalah bagian kepala. Kedua motif
ini biasanya dilakukan dengan sengaja dan terencana yang disebabkan oleh rasa tidak puas pelaku
mutilasi terhadap korban, Namun, terlepas dari semua hal itu, kejahatan mutilasi sering sekali terjadi
dilakukan oleh orang-orang yang memang mengalami depresi dan gangguan kejiwaan, bahwa
dengan tidak memotong-motong tubuh korbannya, pelaku sering sekali tidak puas untuk
menyelesaikan kejahatannya. Adapun motif utama pembunuhan mutilasi adalah menghilangkan
identitas korban sehingga identitas korban sulit dilacak, apalagi pelakunya. Menghilangkan identitas
dengan cara memotong-motong tubuh juga mencerminkan kepanikan pelaku. Usai melakukan
![Page 3: tindak pidana mutilasi](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100600/5571f92149795991698edd0f/html5/thumbnails/3.jpg)
pembunuhan, pelaku biasanya panik dan mencari jalan pintas untuk menyelamatkan diri. pelaku
pembunuhan mutilasi juga umumnya seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan apalagi jika pelaku
berpikir untuk menghilangkan kepala, jari, dan tulang adalah cara pelaku untuk mempersulit
penyelidikan. Jika organ-organ penting untuk identifikasi hilang, uji DNA (deoxyribonucleic acid)
menjadi satu-satunya cara. Tapi itu bukan hal mudah, sebab uji DNA baru bisa dilakukan jika ada
pembanding. ada dua kemungkinan orang melakukan mutilasi. Pertama, pelaku khawatir dirinya
akan ditangkap bila meninggalkan korbannya secara utuh. Mereka berpikir bila meninggalkan jejak,
terungkapnya kasus tersebut akan sangat tinggi. Karena itu, untuk menghilangkan jejak, pelaku
dengan sengaja melakukan mutilasi dengan harapan orang lain akan sulit mencari jejak korban
maupun pelaku. Kedua, terlalu rapatnya beberapa kasus mutilasi yang terjadi akhir-akhir ini
membuat para pelaku mengadopsi tayangan televisi atau media lainnya. Dengan demikian, para
pelaku mengambil referensi dari berbagai ragam media massa,baik cetak maupun elektronik, yang
tersebar di seluruh pelosok kota. Namun, kemungkinan yang paling besar adalah para pelaku panik
dengan tindakan yang dilakukannya. Kemudian, mereka ingin aksi itu tidak diketahui banyak orang
sehingga memutilasi korbannya.
![Page 4: tindak pidana mutilasi](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100600/5571f92149795991698edd0f/html5/thumbnails/4.jpg)
2. Mutilasi pada Korban yang Masih Hidup
Dalam bahasan ini difokuskan pada mutilasi sebagai bentuk kejahatan penganiayaan yang
mengakibatkan luka berat. Mutilasi berarti pemotongan anggota tubuh korban, ini berarti termasuk
dalam penganiyaan berat. Pasal 90 KUHP menjelaskan ‘luka berat’ sebagai luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali/bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan
pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu panca indera; cacat berat (verminking); sakit lumpuh;
terganggunya daya pikir selama min. 4 minggu;gugurnya kandungan seorang perempuan
Pasal 351 ayat (2) KUHP tindakan mutilasi pada ketentuan ini jelas mengacu pada tindakan untuk
membuat orang lain merasakan atau menderita sakit secara fisik. hanya saja tindakan penganiayaan
ini dilakukan oleh pelaku secara langsung tanpa ada rencana yang berakibat ‘luka berat’. sanksi
pidana : penjara max 5 tahun
Pasal 353 ayat (1) KUHP tindakan mutilasi ini dapat dikatakan sebagai rangkaian atau salah
satu dari beberapa tindakan penganiayaan pada korban yang masih hidup. Berbeda dengan Pasal
351 KUHP, Pasal ini lebih menitik beratkan pada perencanaan pelaku untuk melakukan tindakan
tersebut sehingga berakibat akhir luka berat pada korban. sanksi pidana: penjara max. 7 tahun
Pasal 354 (1) KUHP secara khusus sebenarnya KUHP sudah memberikan ketentuan yang
melarang tindakan yang mengakibatkan luka berat. kekhususan pasal ini tampak pada kesengajaan
pelaku dalam melakukan mutilasi yang timbul dari niat agar korban menderita luka berat. sanksi:
pidana penjara max. 8 tahun
Pasal 355 ayat (1) KUHP dari sejak awal pelaku telah melakukan mutilasi sebagai tindakan
penganiayaan dia dan sudah direncanakan terlebih dahulu. sanksi: pidana penjara max. 12 tahun
![Page 5: tindak pidana mutilasi](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100600/5571f92149795991698edd0f/html5/thumbnails/5.jpg)
Pasal 356 KUHP pemberatan sanksi pidana karena pelaku adalah keluarga korban, pejabat,
memberikan bahan berbahaya. sanksi: pidana penjara +1/3 dari sanksi pidana yang di ancamkan.
Sedangkan pokok bahasan lain yang terkait adalah penganiayaan yang mengakibatkan matinya
korban. Ada beberapa ketentuan pasal yang mengatur masalah ini.
pasal 351 ayat (3) KUHP sanksi pidana penjara: max 7 tahun
pasal 353 ayat (3) KUHP sanksi: pidana penjara: max 9 tahun
pasal 354 ayat (2) KUHP penganiayaan berat, sanksi: pidana penjara max. 10 tahun
pasal 355 ayat (2) KUHP penganiayaan berat dengan rencana, sanksi: pidana penjara max. 15
tahun
pasal 356 KUHP pemberatan sanksi +1/3
3. Mutilasi Sebagai Bentuk Kejahatan Terhadap Nyawa
Tindakan mutilasi di sini dapat dipahami sebagai tindakan pelaku melakukan pemotongan tubuh
korban untuk mengakibatkan si korban mati. sangat berbeda dengan penganiayaan, dimana matinya
korban tidak di rencanakan atau di harapkan sebelumnya. pada golongan ini, tindakan mutilasi ini
jelas-jelas ditujukan untuk matinya korban. misalnya, dengan menebas kepala korban dengan
celurit, memotong tubuh korban secara langsung dengan gergaji mesin, dll.
Pasal 338 KUHP perbuatan mutilasi yang dilakukan serta merta dan berakibat matinya
korban. Sanksi: pidana penjara max. 15 tahun.
Pasal 340 KUHP perbuatan mutilasi sebelumnya telah direncanakan terlebih dahulu dan
setelah dijalankan berakibat matinya korban. Sanksi: pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup
![Page 6: tindak pidana mutilasi](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100600/5571f92149795991698edd0f/html5/thumbnails/6.jpg)
4. Mutilasi pada Mayat Korban
Perlu diketahui KUHP memandang mayat bukan sebagai manusia alamiah yang hidup namun
hanya sebagai benda yang sudah tidak bernyawa lagi. mengenai hal ini dapat kita kaji pasal 180
KUHP tentang perbuatan melawan hukum menggali dan mengambil jenazah, pelaku di ancam
dengan pidana penjara maksimal 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal 300 rupiah. hal ini sangat
berbeda jauh jika di bandingkan dengan pasal penculikan orang (pasal 328 misalnya) memberikan
sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun.
Jika di bandingkan terhadap pasal pencurian barang pun sebenarnya juga sangat jauh berbeda,
pasal 362 KUHP sangat memandang serius tindakan pencurian barang dan mengancam pelaku
dengan sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun penjara. oleh karena itu dapat di ambil suatu
kesimpulan bahwa pengaturan tentang mayat atau jenazah di dalam KUHP masih sebatas pada
benda yang sudah tidak bernyawa lagi.
Pasal 406 KUHP penghancuran atau perusakan barang yang menjadi kepunyaan orang lain.
istilah ‘kepunyaan’ orang lain ini sangatlah berbeda dengan kepemilikan dari orang terhadap
barang miliknya. pengertian ‘kepunyaan’ ini sangatlah luas tidak hanya semata-mata hak
milik tetapi juga tanggung jawab yang telah diberikan dalam undang-undang. Jenazah tidak
dapat dimiliki oleh jenazah itu sendiri, karena hak milik mensyaratkan subyeknya orang yang
bernyawa. si ahli warislah yang menjadi penanggung jawab atas jenazah tersebut seperti
tanggung jawab yang telah diberikan Undang-undang tentang hukum keluarga. Sanksi:
penjara 2 tahun 8 bulan.
Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP penghancuran benda-benda yang dapat dijadikan barang bukti
tindak pidana. Sanksi: pidana penjara max. 9 bulan atau denda max. 300 rupiah.
Pasal 222 KUHP pencegahan atau menghalang-halangi pemeriksaan mayat Sanksi: pidana
penjara max. 9 bulan atau denda max. 300 rupiah
![Page 7: tindak pidana mutilasi](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100600/5571f92149795991698edd0f/html5/thumbnails/7.jpg)
Sampai saat ini belum ada satu pun ketentuan hukum pidana yang mengatur tindak pidana
mutilasi ini secara jelas dan tegas. namun tidak berarti pelaku dapat dengan bebas melakukan
perbuatannnya tanpa ada hukuman. tindak mutilasi pada hakekatnya merupakan tindakan yang
sadis dengan maksud untuk meniadakan identitas korban atau penyiksaan terhadapnya. oleh karena
itu sangatlah jelas dan benar jika tindak mutilasi ini dikelompokan sebagai tindak pidana bentuk
kejahatan.
Mengenai ketentuan hukum pidana yang mengatur, KUHP sebenarnya memberikan pengaturan
yang bersifat dasar, misalnya mutilasi sebagai salah satu bentuk penganiayaan, penganiayaan berat
atau tindak pembunuhan. Hanya saja memang sangat diakui dalam kasus yang terjadi, sangatlah
jarang pelaku melakukan mutilasi bermotifkan penganiayaan. tindakan mutilasi seringkali terjadi
sebagai rangkaian tindakan lanjutan dari tindakan pembunuhan dengan tujuan agar bukti (mayat)
tidak diketahui identitasnya.
Pada titik ini seringkali aparat kepolisian hanya menganggap tindakan mutilasi sebagai tindakan
menghilangkan barang bukti dengan demikian rasa keadilan masyarakat tidak terfasilitasi. Adalah
tugas hakim untuk menggali nilai-nilai yang hidup di masyarakat dalam rangka membuat
Yurisprudensi yang menetapkan tindakan mutilasi sebagai bentuk kejahatan.
5. Perbuatan mutilasi apakah digolongkan dalm pasal 338 atau 340
Sebenarnya kedua pasal tersebut dapat kita gunakan untuk memutuskan perkara
pidana tentang mutilasi, hanya saja perbedaannya bahwa pada pasal 338 KUHP
![Page 8: tindak pidana mutilasi](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022100600/5571f92149795991698edd0f/html5/thumbnails/8.jpg)
perbuatannya itu dilakukan serta merta dan berakibat matinya korban lalu korbannya
dimutilas dan Sanksi pidana penjara max. 15 tahun. Sedangkan pasal 340 KUHP perbuatan
mutilasi sebelumnya telah direncanakan terlebih dahulu dan setelah dijalankan berakibat
matinya korban lalu seteloh korban tidak bernyawa korban lalu dimutilasi dan Sanksinya
adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.
Dalam kasus pidana entah itu pembunuhan, penganiayaan, mutilasi dan lainnya
apabila didasari dengan perencanaan dalam melakukan tindak kejahatan, otomatis sanksi
yang dijatuhkan di pengadilan juga diperberat. contoh saja kasus mutilasi diatas, apabila
dilakukan secara serta merta maka otomatis hakim akan mengklarisifikasikan kasus ini
sebagai pelanggaran pasal 338 KUHP. Tetapi apabila direncanakan maka dapat di golongkan
pada pasal 340 KUHP.