THYPUS.doc

23
THYPUS I. DEFINISI DAN MORFOLOGI a. Pendahuluan Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik. Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus). Keterangan pertama yang positif tentang adanya tifus abdominalis di Indonesia didapatkan dengan adanya laporan dari WASZKEWICKS, dalam publikasi “Summier militaire riekenrapport van Java en Madura” 1846-1847, dalam laporannya ia menjelaskan tentang hasil penemuannya pada autopsy usus seorang penderita tifus abdominalis yang meninggal di Semarang. Dikemukakanya bahwa kasus Salmonella typhosa pertama kali di Indonesia ditemukan oleh EIJKMAN (1889) serta keberhasilannya menemukan medium biakan yang khas (1893), membuka jalan untuk memperoleh data-data lebih lanjut mengenai tifus abdominalis di Indonesia. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih

Transcript of THYPUS.doc

Page 1: THYPUS.doc

THYPUS

I. DEFINISI DAN MORFOLOGI

a. Pendahuluan

Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik. Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).

Keterangan pertama yang positif tentang adanya tifus abdominalis di Indonesia didapatkan dengan adanya laporan dari WASZKEWICKS, dalam publikasi “Summier militaire riekenrapport van Java en Madura” 1846-1847, dalam laporannya ia menjelaskan tentang hasil penemuannya pada autopsy usus seorang penderita tifus abdominalis yang meninggal di Semarang. Dikemukakanya bahwa kasus Salmonella typhosa pertama kali di Indonesia ditemukan oleh EIJKMAN (1889) serta keberhasilannya menemukan medium biakan yang khas (1893), membuka jalan untuk memperoleh data-data lebih lanjut mengenai tifus abdominalis di Indonesia.

Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat.

Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.

Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain (bersifat carrier).

Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan sumber pencemaran.

 

b. Salmonella typhosa

Salmonella typhi dipopulerkan oleh PIERRE ALEXANDER LEWIS pada tahun 1829, ahli patologi Amerika Serikat, meskipun sebenarnya CHOMEL yang pertama kali menemukan bakteri ini.

Page 2: THYPUS.doc

Berikut adalah klasifikasi Salmonella typhosa :

Kingdom         :BakteriaPhylum            roteobakteriaClassis             :Gamma proteobakteriaOrdo                :EnterobakterialesFamilia            :EnterobakteriakceaeGenus               :SalmonellaSpecies            :Salmonella thyposa

Struktur antigen dari Salmonella typhosa terdiri dari :

Antigen O (somatik) badan kuman yang terdiri dari kompleks lipoprotein polisakarida

Antigen H (flagella) yang terdiri dari protein

Antigen V (virulence) yang terdiri dari polisakarida atau polipeptida

Tidak semua Salmonella typhosa mengandung antigen V. Salmonella typhosa yang mengandung antigen V, lebih ganas dari pada Salmonella typhosa yang tidak mengandung antigen V, dan tidak semua Salmonella typhosa mempunyai antigen V.

Salmonella ini adalah suatu genus bakteria enterobakteria gram negatif berbentuk tongkat. Species-species salmonella bisa bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen sulfida.

Salmonella typhi merupakan bacillus gram negatif berbentuk batang, tidak berspora, mempunyai flagel, ukuran 2-4 mikrometer X 0,5-0,8 mikrometer, pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3 milimeter, bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis.

II. PATOGENESIS DAN PATOLOGI

Salmonella thyposa bersifat infektif terhadap manusia dan infeksi organisme ini berarti ditularkan dari sumber manusia. Tetapi, sebagian besar salmonella bersifat patogen bagi binatang yang merupakan sumber untuk infeksi bagi manusia. Binatang-binatang ini meliputi unggas, babi, binatang pengerat, sapi, kura-kura sampai burung kakaktua.

Salmonella typhi menunjukan sifat resisten yang tinggi pada kondisi lingkungan di luar tubuh. Di antara faktor-faktor yang menyebabkan resisten terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung, jasad renik flora usus normal dan daya tahan usus.

 

 

Page 3: THYPUS.doc

 

Pada manusia, salmonella menimbulkan 2 macam penyakit utama, tetapi sering juga ditemukan bentuk campuran:

1.      Demam Enterik

Salmonella yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke kelenjar getah bening lalu dibawa aliran darah. Kemudian kuman dibawa oleh darah menuju organ seperti lever dan jaringan limfoid di mana organisme berkembang biak. Setelah bermultiplikasi, bakteri bermigrasi kembali ke usus halus menyebabkan nekrosis dan ulcers dan disinilah mulai terlihat gejala-gejalanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar2. Patogenesis Salmonella typhosa

Setelah masa inkubasi 10-14 hari, timbul demam, lemah, sakit kepala, konstipasi. Demam sangat tinggi, limpa serta lever menjadi besar. Pada beberapa kasus terlihat bintik-bintik merah yang berlangsung sebentar. Jumlah sel darah putih normal atau rendah.

Page 4: THYPUS.doc

 

2.      EnterokolitisMerupakan gejala yang paling sering dari infeksi Salmonella. Setelah makan Salmonella, 8 hingga 48 jam, timbul mual, sakit kepala, muntah dan diare yang hebat, dengan beberapa lekosit dalam tinja tetapi jarang terdapat darah. Biasa terdapat demam ringan tetapi biasanya kejadian ini sembuh dalam 2-3 hari. Gejala lain, biasanya diawali dengan demam lebih dari seminggu, pada awalnya seperti terkena flu (tanpa batuk dan pilek). Hanya saja, demam tifus muncul pada sore dan malam hari dan tidak juga turun meskipun sudah minum obat penurun demam/panas. Yang kedua, lidah yang terlihat berselaput putih susu di bagian tengah. Bila semakin parah, lever dan limpa ias membengkak. Penyakit ini ias berkomplikasi pada usus sehingga mengalami luka.

3.      Sementara itu, yang sering menipu, suhu tubuh sering mendadak turun sehingga penderita menganggap sudah sembuh.

III. PENYEBARAN

Thypus abdominalis terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya sebagai penyakit menular, tidak selalu bergantung pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai di negara negara berkembang dan daerah dengan iklim tropis.

Di Indonesia, penyakit ini dapat ditemukan sepanjang tahun, dapat lebih meningkat pada musim hujan, juga bisa pada musim kemarau atau pada peralihan musim kemarau ke musim hujan. Makanan dan minuman yang terkontaminasi merupakan mekanisme transmisi kuman Salmonella dan sumber infeksi. Salmonella typhi juga bisa berada dalam air, es, debu, dan sampah kering.

IV. EPIDEMIOLOGI

Hewan ternak, pengerat, dan unggas, secara alamiah terinfeksi dengan berbagai Salmonella dan mempunyai bakteri dalam jaringannya (daging), tinja, atau telur.

a. Pembawa Bakteri

Setelah infeksi nyata atau sub klinik, beberapa orang terus didiami organisme dalam jaringannya selama waktu yang tidak tentu (pembawa bakteri konvalesen atau permanen sehat). 3% penderita tifus yang tetap hidup menjadi pembawa bakteri yang tetap akan menyimpan bakteri dalam kantung empedu, saluran empedu, atau kadang dalam usus dan saluran kemih.

b. Sumber Infeksi

Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh Salmonella, antara lain :

Page 5: THYPUS.doc

1.      Air yang terkontaminasi dengan tinja sering mengakibatkan epidemi yang eksplosif.

2.      Susu dan hasil susu lainnya (es krim keju, keju) sering terkontaminasi dengan tinja karena pasteurisasi yang tidak cukup atau pengepakan yang tidak tepat.

3.      Kerang-kerangan yang berasal dari air yang terkontaminasi

4.      Daging dan hasil pengolahan daging dari hewan yang terinfekasi (peternakan ayam) atau terkontaminasi tinja hewan pengerat atau manusia

5.      Hewan piaraan seperti kura-kura, anjing, kucing, dan lain-lain

V. DIAGNOSIS

Diagnosis pasti demam tifoid adalah dengan isolasi/kultur Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, atau lesi anatomis yang spesifik. Adanya gejala klinik yang karakteristik untuk demam tifoid atau deteksi respon antibodi yang spesifik hanya menunjukkan dugaan demam tifoid tetapi tidak definitif/pasti.

Diagnostik umum pada tifus dilakukan pemeriksa CBC (Complete Blood         Count) yang meliputi hitung eritrosit, hitung leukosit, hitung trombosit, kadar hemoglobin (Hb) darah, kadar hematokrit (Ht), dan MCN (Mean Corpuscular Values) atau nilai eritrosit rata-rata (NER) yang dapat menunjukkan anemia dan rendahnya trombosit. Tes darah lainnya untuk tifus juga dapat menunjukkan hiponatremia, kadar albumin rendah, gagal ginjal ringan, tingginya kadar tifus antibodi.

 

Beberapa pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan untuk diagnosis demam tifoid :

1. Bakteriologi

a.       Biakan pada perbenihan diferensial

Perbenihan EMB, McConkey, atau deoksikolat memungkinkan deteksi secara cepat bakteri non laktosa fermentation (bukan hanya Salmonella, tapi juga Shigella, Proteus, Serratia, Pseudomonas, dan lain lain). Sedangkan organisme gram positif sedikit dihambat. Perbenihan bismut sulfit memungkinkan deteksi S.typhi dengan cepat, karena terbentuk koloni-koloni hitam akibat dihasilkan H2S. Banyak Salmonella menghasilkan H2S.

b.      Biakan pada perbenihan selektif

Bahan ditanam pada lempeng agar SS (Salmonella-Shigella). Agar enterik Hektoen, atau agar deoksikolat sitrat merupakan tempat Salmonella dan Shigella akan tumbuh subur, melebihi organisme Enterobacteriaceae lainnya.

Page 6: THYPUS.doc

c.       Biakan pada perbenihan diperkaya

Bahan (biasanya tinja) diletakkan dalam kaldu selenit F atau kaldu Tetrationat; keduanya menghambat bakteri usus normal dan memungkinkan perkembangbiakan Salmonella. Setelah pengeraman selama 1-2 hari, biakan ini ditanam pada perbenihan diferinsial dan selektif.

Kultur yang digunakan pada pemeriksaan Salmonella typhi yaitu :

1)      Kultur aspirasi sumsum tulang

Kultur aspirasi sumsum tulang merupakan gold standar untuk diagnosis pasti demam tifoid. Kultur aspirasi sumsum tulang tepat untuk pasien yang sebelumnya telah diobati, long history of illnes dan hasil kultur darah negatif. Kultur sumsum tulang positif pada 80%-95% pasien demam tifoid bahkan pada pasien pasien yang telah menerima antibiotik selama beberapa hari.

2)      Kultur feces

Kultur feces dapat dilakukan untuk isolasi Salmonella typhi dan bermanfaat untuk diagnosis carrier tifoid.

3)      Kultur darah

Kultur darah positif pada 60-80% pasien Tyfoid. Sensitivitas kultur darah lebih tinggi pada minggu pertama dan sensitivitasnya meningkat sesuai dengan volume darah yang dikultur. Sensitivitas kultur darah dapat menurun karena penggunaan antibiotik sebelum isolasi, namun hal ini dapt diminimalisasi dengan menggunakan sistem kultur darah otomatis seperti BacT Alert, Bactec 9050 dengan menggunakan media kultur (botol kultur) yang dilengkapi dengan resin untuk mengikat antibiotik.

Beberapa penyebab kegagalan dalam mengisolasi kuman Salmonella typhi adalah:

1.      Keterbatasan media di laboratorium

2.      Konsumsi antibiotik

3.      Volume spesimen yang dikultur

4.      Waktu pengambilan sampel (positifitas tertinggi adalah demam 7-10 hari)

 

2. Pemeriksaan Serologi

Page 7: THYPUS.doc

Demam tifoid menginduksi respon imun humoral baik sistemik maupun lokal tetapi respon imun ini tidak dapat memproteksi dengan lengkap terhadap kekambuhan dan reinfeksi.

Beberapa pemerikasaan serologi diantaranya:

a.       Test Widal ( Test Aglutinasi Pengenceran Tabung)

Uji widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan sejak tahun 1896.Prinsip uji widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran yang berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagella (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Pemerikasaan widal mendeteksi antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H, Biasanya antibodi O muncul pada hari ke 6-8 dan H pada hari ke 10-12 setelah onset penyakit.

Agutinin serum meningkat dengan cepat selama minggu kedua dan ketiga pada infeksi Salmonella. Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dalam waktu 27-10 hari  untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibodi. Serum yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen Salmonella.

Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut

1.      Titer O yang tinggi atau kenaikan titer O (  1: 160) âadanya infeksi aktif

2.      Titer H yang tinggi ( 1:160) âpenderita pernah divaksinasi atau pernah terkena infeksi.

Mekanismenya :

Biasanya dipergunakan suspensi H dan O kuman salmonella typhi. Pada pemeriksaan ini serum penderita diencerkan (mulai dari 1:10, 1:20, 1:40, 1:80, 1:160, 1:320 dan seterusnya), tiap-tiap pengenceran diambill sedikit (0,3 ml) dan dipindahkan kedalam tabung-tabung kecil khusus. Kemudian pada masing-masing tabung ditambahkan suspensi kuman yang telah disiapkan sebanyak 0,3 ml pula. Tabung kontrol diisi dengan air garam faal dan suspensi kuman tanpa serum penderita. Tabung kontrol dipakai untuk mengetahui apakah kuman tidak menggumpal dengan sendirinya. Lalu tabung-tabung ini dieramkan selama 12-24 jam akan terjadi gumpalan aglutinasi suspensi H dan aglutinasi seperti pasir (berbutir) pada aglutinasi O. Pada aglutinasi H hasilnya dapat dilihat dalam waktu 2 jam. Jika dieramkan pada suhu 55’C. Hasil pemeriksaan ini dinyatakan sebagai titer antibodi.

Titer antibodi yang rendah terhadap salmonella dapat tampak pada darah penderita yang belum pernah menderita sakit atau mendapat vaksinasi, titer ini disebut titer normal. Reaksi anamnestik lebih sering terjadi pada agglutinin H dari pada aglutinin O. Bukti

Page 8: THYPUS.doc

serelogis yang paling dapat dipercaya pada infeksi Salmonella ialah kenaikan titer agglutinin O antara titer pada minggu pertama dibandingkan titer pada minggu kedua atau minggu-minggu selanjutnya pada masa sakit.  Meskipun demikian tidak adanya respon antibodi tidak menghilangkan kemungkinan  adanya penyakit  demam tifoid sebab kemungkinan penderita tidak dapat membuat antibodi cukup banyak sampai  kadarnya dapat diukur

 

b.      TUBEX ® TF (mendeteksi antibodi IgM tehadap antigen O LPS Salmonella typhi )

Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogroup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa peneliti terdahulu menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal.

Prinsip pemeriksaan :

Metode pemeriksaan yang digunakan adalah Inhibition Magnetic Binding Immunoassay (IMBI). Antibodi IgM terhadap antigen O9 LPS dideteksi melalui kemampuannya untuk menghambat interaksi antara kedua tipe partikel reagen yaitu indikator mikrosfer lateks yang disensitisasi dengan antibodi monoklonal anti O (reagen berwarna biru) dan mikrosfer magnetik yang disensitisasi dengan LPS Salmonella typhi (reagen berwarna coklat). Setelah sedimentasi partikel dengan kekuatan magnetik, konsentrasi partikel indikator yang tersisa dalam cairan menunjukkan daya inhibisi.

Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi IgM Salmonella typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna.

 

Page 9: THYPUS.doc

Prosedur Pemeriksaan dengan TUBEX® TF

Intrepetasi Hasil

Skala Interpretasi Keterangan

<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid

3 Bouderline

Pengukuran tidak dapat disimpulkan. 

Lakukan pengambilan darah ulang 3-5 hari kemudian

4-5 Positif Indikasi demam tifoid

>6 Positif Indikasi kuat infeksi demam tifoid

 

Pemeriksaan TUBEX sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi demam tifoid. Hal ini disebabkan karena penggunaan antigen O LPS yang memiliki sifat sifat sebagai berikut :

1)      Immunodominan dan kuat

2)      Antigen O (LPS secara umum) bersifat thymus independent type 1, imunogenik pada bayi (antigen Vi dan H kurang imunogenik), dan merupakan mitogen yang sangat kuat terhadap sel B

3)      Antigen O dapat menstimulasi sel sel B tanpa bantuan sel T (tidak seperti antigen antigen protein) sehingga respon anti O dapat terdeteksi lebih cepat.

4)      LPS dapat menimbulkan respon antibodi yang kuat dan cepat melalui aktivasi sel B via reseptor sel B dan reseptor lain (Toll like receptor 4)

5)      Spesifisitas yang tinggi (>90%) karena antigen O yang sangat jarang ditemukan baik dialam maupun diantara mikroorganisme.

c.       Typidot ( Mendeteksi Antibody IgG dan IgM terhadap antigen 50 kD Salmonella typhi)

d.      Typidot M (mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen 50 kD Salmonella typhi)

e.       Dipstick test (mendeteksi antibody IgM terhadap antigen LPS Salmonella typhi)

Tubex® TF, Typidot, Typidot M, dan Dipstick test merupakan cara pemeriksaan serologi yang baru dikembangkan.

Page 10: THYPUS.doc

 

3. Teknik Molekuler

Seperti halnya kultur darah target dari teknik-teknik molekular adalah patogen itu sendiri sehingga bermanfaat untuk deteksi awal penyakit. Teknik hibridisasi menggunakan probe DNA adalah teknik biologi molekular pertama yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Teknik ini memiliki spesifitas yang tinggi namun kurang sensitif. Teknik ini dapat mendeteksi Salmonella typhi bila jumlah bakteri <500 bakteri/ml. Kemudian berkembang teknik polymerase Chain Reaction (PCR) dengan spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik (1-5 bakteri/ml). PCR untuk identifikasi Salmonella typhi ini tersedia dibeberapa negara namun penggunaannya masih terbatas untuk penelitian karena harganya cukup mahal. Selain itu diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan teknik molekular termasuk PCR terutama di daerah dengan endemisitas demam tifoid yang tinggi seperti di Indonesia.

 

VI. PENGOBATAN

Pemberian antibiotika yang efektif dapat mengurangi angka kematian. Antibiotika kloramfenikol masih dipakai sebagai obat standar dimana efektivitas obat-obat lain masih dibandingkan terhadapnya. Untuk strain kuman yang sensitif terhadap kloramfenikol, antibiotik ini memberikan efek klinis paling baik dibandingkan obat lain. Perlu diketahui kloramfenikol mempunyai efek toksik terhadap sumsum tulang. Obat-obat lain seperti ampisilin, amoksisilin, dan trimetoprim-sulfametoksasole dapat dipergunakan  untuk pengobatan demam tifoid dimana strain kuman penyebab telah resisten terhadap khloramfenikol, selain bahwa obat-obat tersebut kurang toksik dibandingkan kloramfenikol.

ü  Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.

ü  Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari atau kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian oral, selama 14 hari.

Kotrimoksasol, trimethoprim, atau sulfamethoxazole adalah obat-obat yang sering dikombinasikan yang mempunyai sifat antibakteri agent sehingga dapat menghasilkan efek sinergis. Quinolone adalah golongan asam karboksilat yang dengan cincin quinolon-nya berfungsi untuk mengobati infeksi dari saluran intestinal. Pada diare yang hebat, penting penggantian cairan dan elektrolit. Antispasmolitik mungkin diperlikan untuk mengurangi kejang.

Page 11: THYPUS.doc

Pengobatan carrier kronik selalu menjadi masalah, terutama carrier dengan batu empedu. Penderita carrier tanpa batu empedu, pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian ampisillin atau amoksisillin dan probenesit, tetapi bila disertai kholelitiasis maka diperlukan pengobatan pembedahan selain antibiotika.

Imunisasi dengan vaksin monovalen kuman Salmonella typhi memberikan proteksi yang cukup baik, vaksin akan merangsang pembentukan serum terhadap antigen Vi, O, dan H. Dari percobaan para sukarelawan ternyata antibodi terhadap antigen H memberikan proteksi terhadap Salmonella typhi tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan O.

Untuk perawatannya, penderita beristirahat/berbaring sampai minimal 7 hari, bebas demam atau 14 hari, keadaan ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Pada pasien dengan kesadaran menurun diperlukan perubahan-perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubisitas. Pada mulanya penderita diberikan bubur halus kemudian bubur kasar yang bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Dengan mengkonsumsi makanan dalam bentuk tersebut di atas, tentunya pasien kurang mau mengkonsumsinya sehingga pasien mengalami penurunan keadaan umum dan gizi sekaligus memperlama proses penyembuhan.

 

 

VII. PENCEGAHAN

Dapat dilakukan pengendalian dengan menerapkan dasar-dasar hygiene dan kesehatan masyarakat yaitu melakukan deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi, perlu diperhatikan kebersihan lingkungan, pembuangan sampah, perlindungan terhadap suplai makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan kebiasan hidup sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir).

Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan 9terutama pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan maupun restoran.

Selain itu yang sangat penting adalah sterilisasi pakaian, bahan, dan alat alat yang digunakan pasien dengan memberikan antiseptik, dianjurkan pula bagi pengunjung  untuk mencucui tangan dengan sabn dan memberikan desinfektan pada saat mencuci pakaian.

Deteksi carrier dilakukan dengan cara test darah dan diikuti dengan pemeriksaan tinja dan urine yang dilakukan berulang-ulang. Pasien yang carrier positif diperlukan pengawasan yang lebih ketat yaitu dengan memberikan informasi tentang hygiene perorangan dan cara meningkatkan standar hygiene agar tidak berbahaya bagi orang lain.

Page 12: THYPUS.doc

THYPOID

 

I.                    Definisi

Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever)

merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan

disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan

kesadaran (Ngastiyah, 2005).

 

II.                  Etiologi

Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil

gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak

menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran

pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan

mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam pemulihan.

Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia maupun pada

suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70C maupun oleh

antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C (Soedarto, 1996).

Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu :

a.       antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik

untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga

merupakan somatik antigen yang tidak menyebar

b.      antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil

c.       antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi

antigen O terhadap fagositosis

Page 13: THYPUS.doc

                                       

III.                Patofisiologi

Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada

dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus

(teutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan

peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke

aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan

limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa

sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.

Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah

(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar

limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer.

Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa

bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran

membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang.

Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya

merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang

meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat

termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.

 TYPHOID

Filed under: PATOFIS — Leave a comment 2010/12/04

PENGERTIAN

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh

Page 14: THYPUS.doc

faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart,1994)Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

ETIOLOGI

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

 

PATOFISIOLOGI

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

 

TANDA DAN GEJALA

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

1. Minggu IPada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.

Page 15: THYPUS.doc

2. Minggu IIPada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

Page 16: THYPUS.doc

 

Page 17: THYPUS.doc
Page 18: THYPUS.doc