The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

14

description

I traveled Kota Lama, Semarang with my childhood friend, Dwi Putri. We watching cockfighting, and took many photographs.

Transcript of The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Page 1: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji
Page 2: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Ayam aduan yang dijual, harganya berkisar antara tiga ratus hingga lima ratus ribu rupiah. Jenis yang banyak

dijual adalah ayam bangkok yang dikenal sebagai petarung handal.

Page 3: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Seorang penjual ayam jago yang dapat ditemui di daerah kota lama. Mereka membuka lapak dagangannya setiap hari. Meski setelah ada larangan adu jago diterapkan dagangan mereka relatif sepi peminat.

Page 4: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Satu-satunya penjual wanita yang hadir hari itu. Sayangnya hingga siang tiba dagangannya tidak laku juga.

Page 5: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Kebanyakan para pecandu adu ayam membawa sendiri jagoannya dari rumah. Sebelumnya ayam aduan tersebut telah dilatih dan diberikan nutrisi khusus untuk menjaga stamina dan mental ayam saat bertarung.

Page 6: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Suasana Kota Lama membawa nuansa unik dan menarik untuk dijadikan objek foto. Letak gang untuk melakukan sabung ayam ini tidak terlalu jauh dari Greja Blenduk, sebuah situ bersejarah terkenal di kawasan Kota Lama, Semarang.

Page 7: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Posisi kuda-kuda seperti inilah awal dari pertarungan yang mematikan. Dengan menaikkan buku leher ayam-ayam jagoan ini berusaha untuk saling menakuti satu sama lain.

Page 8: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Joni menyerang lawannya dari atas. Cakar dan taji yang pejal adalah senjata ampuh bagi ayam untuk melumpuhkan lawan. Jika lawan tidak siap mental, maka ia akan lari ketakutan, dalam istilah jawa disebut pecuk.

Page 9: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Seusai pertandingan, dengan gagah Joni mengangkat sayapnya tanda kemenangan absolut yang didapatkannya hari ini. Sedangkan lawannya berdarah-darah, jenggernya hampir putus terkena serangan Joni, hingga terpaksa harus dilarikan pemiliknya untuk segera diobati.

Page 10: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Mulyadi, menampung ayam yang sudah kalah dalam pertarungan untuk dijual lagi. Ayam yang kalah dalam pertarungan biasanya tertinggal dalam posisi yang payah, seluruh tubuhnya penuh luka. Sehingga bisa dijual murah.

Page 11: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

ayos purwoaji & dwi putri

2010

Page 12: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

The Story About

Joni Cock Fighting in Semarang Old Town

Text by Ayos Purwoaji

Photo by Ayos Purowaji and Dwi Putri

Beberapa pria berkerumun di sebuah

gang sempit. Mereka berdesak-desakan

mengitari sebuah arena sambil berteriak

kegirangan. Di tengah kerumunan tersebut,

Joni dengan sigap bersiap untuk mencakar

lawannya. Tapi musuh Joni yang sudah

sempoyongan pun tidak kalah pintar, ia

mengelak. Sesaat kemudian mereka terlibat

aksi saling kejar. Musuh Joni ingin lari,

tampaknya ia sudah tidak kuat lagi. Kepala

dan beberpaa bagian tubuh lainnya penuh

luka dan mengalirkan darah segar. Tetapi para

penonton masih belum puas. Mereka

memaksa lawan Joni untuk masuk arena. Kali

ini Joni tampak lebih siap untuk memberikan

pukulan pamungkas. Dalam sebuah lompatan

saja Joni bisa mendaratkan cakaran telak di

tubuh lawannya. Lawannya jatuh, lalu dibawa

lari oleh promotornya menjauh dari keramaian.

Joni menang. Meski luka lecet sana-sini

namun kepalanya masih bisa berdiri tegak.

"Joni sudah menang dua kali hari ini, ayam

saya ini memang jagoan," kata Untung. Pria

energik ini memang selalu membanggakan

ayam jagonya yang bernama Joni. Sambil

bercerita, Untung masih ingat benar bahwa

Joni benar-benar ia siapkan menjadi ayam

petarung sejak kecil. "Joni ini hasil anakan,

saya ndak beli. Jadi saya rawat dari kecil,"

kata Untung bercerita tentang mas lalu Joni.

Setiap hari Untung memberi makan beras

merah serta adonan campuran madu dan

telur. Kira-kira itu adalah ramuan khusus

rahasia milik Untung agar Joni selalu bugar.

"Makanannya Joni ini lebih mahal dari

pemiliknya, hahaha," kata Untung. Namun

hasilnya jelas terlihat, Joni menjadi raja di

arena. Ia tak terkalahkan. Bagi Untung, ayam

miliknya ini selalu membawa hoki. Setiap

diadu selalu menang. "Wah harganya sudah

mahal mas, ada yang nawar jutaan, tapi ndak

saya lepas," kata Untung. Pria asal Jombang

ini memang biasa melakukan adu ayam,

tempat favoritnya untuk melakukan sabung

adalah Gang Telkom yang terletak di salah

satu sudut kawasan Kota Lama, Semarang.

Hampir setiap hari di gang ini selalu

banyak pengunjung. Rata-rata adalah pria.

Sebelum arena sabung ayam digelar, pada

pagi harinya ada pasar tempat jual beli ayam.

Hanya saja semua yang dijual adalah ayam

jago -ayam petarung, tidak ada yang menjual

ayam potong apalagi ayam petelur. Hampir

semua ayam yang dijual masih dalam kondisi

prima dan siap untuk diadu.

Klan ayam petarung yang menjadi favorit

para penghobi adalah jenis ayam bangkok.

Ciri-ciri ayam ini adalah batok kepala dan

tulang alis yang tebal, kepala berbentuk

seperti buah salak, bulu mengilap dan kaku,

kaki bersisik kasar, saat berdiri sikap

badannya tegak, dan matanya masuk ke

dalam. Ayam ini sengaja dipilih untuk aduan

karena memiliki pukulan sangat keras saat

bertarung. Ayam jenis ini juga memiliki taji

yang besar. Taji adalah senjata utama ayam

untuk melukai lawannya.

Rata-rata ayam jago fresh yang siap

diadu dijual antara 300.000 hingga 500.000

rupiah per ekor. Semua tergantung dari umur

dan ukuran ayam yang ditawarkan. Di tempat

ini ayam seolah menjadi obsesi. Apalagi ayam

yang sudah menang berkali-kali menjadi

primadona yang akan dihargai berapapun asal

bersedia untuk dibeli. Ayam kembali menjadi

simbol lawas untuk ukuran kejantanan dan

martabat pemiliknya. Tapi tidak semua orang

membeli ayam di sini, sebagian besar peserta

sabung membawa ayam jagoannya dari

rumah masing-masing, seperti halnya Untung.

Sebelum diadu, biasanya ayam-ayam tersebut

akan diusap dengan spon lembut yang dicelup

air, kegiatan ini biasa disebut mbanyoni.

Letak gang ini tidak terlalu jauh dari Greja

Blenduk, sebuah situ bersejarah terkenal di

kawasan Kota Lama. Tepatnya terletak di

antara Jalan Letjend Suprapto dan Jalan

Page 13: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

Kepodang dimana ada sebuah gang yang

membujur dari utara ke selatan. Karena

berada tepat di belakang gedung Telkom,

maka gang ini dinamakan Gang Telkom.

Pasar ayam jago ini sendiri terlalu ramai. Tidak

seperti pasar hewan lain yang selalu riuh dan

ramai dengan atmosfer tawar menawar yang

kental. Sejak keluar undang-undang larangan

memainkan adu ayam, tempat ini memang jadi

sepi peminat.

"Tapi ini Semarang mas, walaupun

pernah ada larangan adu jago, kita tetep

jualan," kata Nanang, pria paruh baya yang

mengaku hobi melihat adu jago sejak lama.

Hampir setiap hari Nanang ke tempat ini,"Tapi

kalo mau rame ya hari Sabtu dan Minggu,

jumlahnya bisa dua kali lipat," kata Nanang

melanjutkan. Sambil mengenakan kaos dibalut

jaket semi jas, Nanang terlihat asyik melihat-

lihat ayam jago yang ditawarkan. "Wah kalo

nonton sabung ayam itu rasanya gayeng,

seru,” kata Nanang.

"Wah kalo nonton sabung

ayam itu rasanya gayeng, seru,”

kata Nanang.

Semakin siang semakin banyak penonton

yang berdatangan. Seperti Nanang, mereka

semua memiliki hobi yang sama yaitu melihat

adu jago. Hampir tidak ada pengunjung wanita

yang terlihat. Kecuali seorang ibu dengan

jilbab warna biru yang terlihat gigih

menawarkan tiga ayam jagonya. Sambil duduk

di salah satu pojok bangunan tua para pembeli

berdatangan. Sejak pagi dagangannya

ditawar, namun belum laku juga. Mungkin para

pembeli menawar ketiga ayamnya terlalu

rendah,"Niki eco mas, kuat." begitu tawarnya

kepada pembeli yang datang.

Hari sudah semakin siang. Sekitar jam

sebelas siang adu ayam pun dimulai. Tidak

ada peraturan baku dan sistem yang jelas.

Siapa menantang siapa terjadi spontan,

asalkan ayam jado miliknya dirasa sudah siap

untuk memulai pertandingan. Biasanya satu

kali pertandingan berlangsung antara lima

sampai sepuluh menit. Dalam waktu singkat

tersebut sudah bisa dilihat siapa

pemenangnya. Salah satu ayam pasti terlihat

kewalahan atau terluka hebat. Biasanya jika

sudah begitu kedua ayam ini langsung saja

dilerai, sebab jika tidak maka kedua ayam

tersebut akan bertarung hingga salah satunya

terkapar. Dalam beberapa kasus malah terlihat

ayam yang sudah tidak berdaya mencoba lari

menyelamatkan diri keluar dari kerumunan.

Ada dua jenis sabung yang diberlakukan.

Pertama adalah sabung ayam hanya untuk

bersenang-senang. Para pemilik ayam

mengadu ayamnya untuk alasan tidak

komersial, seperti ingin menjajal kemampuan

ayam jagonya. Sebelum bertarung biasanya

sang pemilik ayam akan melilitkan plester kain

untuk menutupi taji ayam yang tajam. Ini

bertujuan agar dalam pertandingan tidak ada

ayam yang terluka. Jenis yang kedua adalah

sabung ayam sebenarnya. Sistem taruhan

berlaku di sini. Siapa yang ayamnya kalah

dalam pertarungan harus membayar sejumlah

denda kepada pemenangnya. Pada sabung

yang sebenarnya taji ayam tidak dilapisi apa

pun, karena memang berfungsi untuk melukai

ayam lawan.

Tempat bertarungnya sendiri sangat

sederhana, yaitu selembar karpet selebar 2x2

meter berwarna merah diatas tumpukan karpet

biru. Dua warna yang sering ditemui di atas

ring tinju. Karpetnya sendiri sudah lapuk,

robek di sana-sini, warnanya pun sudah pudar.

Pagarnya adalah penonton yang melihat

dalam formasi berkeliling. Ayam tidak mungkin

bisa kabur. Di sisi kanan-kiri disediakan

tudung bambu untuk menaruh ayam-ayam

yang akan bertarung setelahnya.

Seorang pengunjung akan memposisikan

diri sebagai wasit yang akan mengadu atau

melerai ayam yang bertarung. Orang yang

boleh menjadi wasit adalah orang-orang yang

dianggap memiliki pengetahuan luas dalam

hal ayam aduan. Mereka tidak hanya

berpengalaman, tapi juga memahami filosofi

sabung ayam yang biasanya diperoleh dari

kitab-kitab primbon. Selain dibayar oleh

bandar yang memiliki tempat sabung, wasit

biasanya mendapat persenan dari pemilik

ayam yang menang aduan. Para botoh pun

memegang peranan penting, mereka inilah

Page 14: The Story About Joni_Dwi Putri-Ayos Purwoaji

yang beramai-ramai menaksir kekuatan kedua

ayam untuk dijagokan. Saat kedua ayam mulai

bertengkar yang ada hanyalah sorak sorai dan

euforia yang meluap, membuat lupa dengan

segala tanggungan yang ada.

Menurut arsip majalah Tempo pada tahun

1973, Semarang memang kota yang menjadi

pusat sabung ayam. Bahkan untuk

menampung dan melokalisir sepak terjang

para pecandu adu jago dari berbagai daerah

maka dibangunlah gelanggang-gelanggang

sabung ayam resmi, dengan seizin Pemda.

Peminat sabung ayam pada tahun 70-an

memang banyak. Arena sabung ayam

"Sawung Kencana" di Semarang bahkan

didatangi para pecandu-pecandu ayam jago

dari Surabaya, Malang,Yogyakarta, Solo,

Cirebon, Bandung, Jakarta dan kota-kota lain,

dengan mobil-mobil pribadi mereka.

Digambarkan bahwa arena tertutup ini

memiliki kapasitas tempat duduk 600 orang

dan konon merupakan yang termewah di Asia

Tenggara.

Di Nusantara, hobi mengadu ayam sudah

lama dikenal, kira-kira sejak dari zaman

Majapahit. Beberapa cerita rakyat dan legenda

juga terkait erat dengan soal adu ayam ini,

seperti cerita Ciung Wanara, Kamandaka dan

Cindelaras. Selain di Jawa, tradisi kuno ini

juga marak terjadi di belahan lain Nusantara.

Di Bali sabung ayam terkenal dengan sebutan

tajen, bahkan hingga hari ini ritual ini masih

dilakukan pada waktu-waktu khusus.

Pesertanya biasanya terdiri dari anggota

banjar. Daerah lain yang memiliki praktik adu

jago adalah beberapa daerah di Sulawesi,

Sumatera, Kalimantan dan di pulau-pulau kecil

yang tersebar di Nusa Tenggara Barat dan

Nusa Tenggara Timur.

Bagaimana dengan ayam jago yang

kalah? Biasanya mereka akan berakhir di

pasar ayam untuk dijual. Di seberang Gang

Telkom, ada tempat penjualan ayam-ayam

yang kalah. Pengelolanya bernama Mulyono

dan Mulyadi. Selanjutnya ayam-ayam yang

kalah ini akan dijual murah. Harganya jatuh

bebas karena ayam bekas aduan seperti ini

biasanya memiliki banyak luka di sekujur

tubuhnya. Bisnis jual beli ayam kalah ini

ternyata cukup menguntungkan, terbukti setiap

hari Mulyadi dan Mulyono bisa menjual

puluhan ekor ayam. "Setiap hari bisa sampe

menjual 25 ayam, satu ayam paling dijual

delapan puluh ribu rupiah," kata Mulyadi.

Selanjutnya setelah dibeli apakah ayam-ayam

tersebut akan diadu lagi? "Nggak kok, ya

dimasak untuk dimakan, dibuat soto juga

enak," kata Mulyadi.

Bagi peminat fotografi tentu saja ini

merupakan spot hunting yang menarik.

Sebuah budaya purba sabung ayam di tengah

kawasan Kota Lama adalah sebuah

pengalaman yang sayang untuk dilewatkan. Di

sepanjang Gang Telkom sendiri begitu banyak

bangunan lama dengan gaya kolonial atau

beberapa rumah yang dibangun dengan

sentuhan indies yang kental. Sebelum atau

sesudah memotret adu ayam disarankan

untuk melakukan street hunting di salah satu

kawasan paling eksotis di Semarang ini.[]