Tgs Forti Deal
Click here to load reader
-
Upload
fanji-bukan-panji -
Category
Documents
-
view
136 -
download
0
Transcript of Tgs Forti Deal
I. PENDAHULUAN
Kekurangan zat gizi mikro merupakan masalah yang sudah lama terjadi
dan tak kunjung selesai. Di indonesia sendiri kekurangan zat gizi mikro
merupakan masalah yang berlarut-larut dan sedang diusahakan penyelesaiannnya.
Dalam hal kekurangan zat gizi mikro, ada tiga jenis zat gizi mikro (micronutrient)
yaitu iodium, besi,dan vitamin A yang secara luas menimpa lebih dari sepertiga
penduduk dunia. Konsekuensi serius dari kekuarangan tersebut terhadap individu
dan keluarga termasuk ketidakmampuan belajar secara baik, penurunan
produktivitas kerja, kesakitan, dan bahkan kematian. Beberapa negara menetapkan
target untuk menghilangkan kekurangan zat gizimikro pada tahun 2000.
Tujuan dasar dari semua program-program zat gizi mikro nasional adalah
untuk menjamin bahwa zat gizimikro yang dibutuhkan tersedia dan dikonsunsi
dalam jumlah yang cukup, oleh penduduk (terutama penduduk yang rentan
terhadap kekurangan zat gizimikro tersebut). Strategi-strategi yang digunakan
harus tepat untuk menjawab kebutuhan dan harus menggunakan sistem dan
teknologi yang tersedia. Kombinasi beberapa intervensi mencakup promosi
pemberian ASI, modifikasi makanan (misalnya meningkatkan ketersediaan
pangan dan meningkatkan konsumsi pangan), fortifikasi pangan dan suplementasi.
Intervensi ini memperlihatkan dua pendekatan utama terhadap perbaikan masalah
kekurangan zat gizi mikro yaitu suplementasi dengan ‘pharmacological
preparations’ yang berarti intervensi yang berbasiskan medis, dan fortifikasi
pangan/perbaikan makanan, yang menggunakan pendekatan-pendekatan yang
berbasiskan pangan untuk mengatasi masalah kekurangan zat gizimikro.
Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizimikro
adalah salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status
mikronutrien pangan. Fortifikasi harus dipandang sebagai upaya (bagian dari
upaya) untuk memperbaiki kualitas pangan selain dari perbaikan praktek-praktek
pertanian yang baik (good agricultural practices), perbaikan pengolahan dan
penyimpangan pangan (good manufacturing practices), dan memperbaiki
pendidikan konsumen untuk mengadopsi praktek-praktek penyediaan pangan
yang baik.
Dalam program fortifikasi pangan itu sendiri perlu diperhatikan hal yg
pokok yaitu pangan pembawa atau vehicle. Vehicle adalah makanan yang dipilih
untuk difortifikasi. Vehicle yang dipilih akan menentukan kesuksesan dari
program fortifikasi. Pemilihan vehicle haruslah disesuaikan dengan pola makan
masyarakat yang menjadi sasaran fortifikasi.
II. ISI
A. Fortifikasi dan Manfaatnya
Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke
dalam pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari
zat gizi yang ditambahkan dan untuk meningkatkan status gizi populasi. The Joint
Food and Agricuktural Organization World Health Organization (FAOIWO)
Expert Commitee on Nutrition (FAO/WHO, 1971) menganggap istilah
fortification paling tepat menggambarkan proses dimana zat gizi makro dan zat
gizi mikro ditambahkan kepada pangan yang dikonsumsi secara umum. Untuk
mempertahankan dan untuk memperbaiki kualitas gizi, masing-masing
ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan. Istilah double fortijication
dan multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi, masing-masing
ditambahkan kepada pangan atan campuran pangan.
Manfaat fortifikasi dilihat dari tujuan pengadaannya adalah mengurangi
tingkat defisiensi zat gizi., memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan,
mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siquifikan
dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan,
meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan
sebagai sumber pangan bergizi, menjamin equivalensi gizi dari produk pangan
olahan yang menggantikan pangan lain.
Program fortifikasi memiliki peranan yang sangat penting, tentunya tidak
sebatas pemenuhan gizi masyarakat tapi juga mempunyai arti peningkatan kualitas
perekonomian suatu negara. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam
perencanaan program fortifikasi :
1. Identifikasi masalah kurang gizi, mikro dari penelitian gizi.
2. Identifikasi pola makanan masyarakat dari survey konsumsi makanan
rumah tangga.
3. Pilih makanan pembawa untuk difortifikasi dari butir 2 dan
fortifikannya.
4. Lakukan uji stabilitas fortifikan dan daya terima konsumen.
5. Lakukan uji manfaat biologis (bioavailability).
6. Lakukan uji manfaat bagi kesehatan dimasyarakat (uji efektifitas).
7. Lakukan uji manfaat bagi kesehatan secara eksperimental (uji efikasi).
8. Siapkan perangkat peraturan dan perundangan.
9. Laksanakan program fortifikasi.
10. Lakukan sosialisasi dan promosi ke masyarakat.
11. Lakukan monitoring mutu dan efektifitas secara berkala.
B. Syarat Pangan Pembawa (Vehicle)
Vehicle merupakan unsur penting dalam program fortifikasi selain fortifikan
atau zat gizi yang ditambahkan. Pemilihan vehicle yang tepat bagi sasaran
program fortifikasi akan mensukseskan program fortifikasi. Setiap masyarakat
yang menjadi sasaran fortifikasi kemungkinan mempunyai potensi vehicle yang
berbeda-beda, misalnya pada masyarakat Indonesia bagian timur beras merupakan
vehicle yang buruk karena masyarakat Indonesia bagian timur tidak terbiasa
mengkonsumsi beras. Pemilihan vehicle berdasarkan pada kebiasan, adat istiadat
dan budaya masyarakat yang menjadi sasaran fortifikasi. Berikut ini adalah
syarat-syarat dalam pemilihan vehicle :
1. Makanan yang Umumnya Selalu Ada di Setiap Rumah Tangga dan
Dimakan Secara Teratur dan Terus Menerus oleh Masyarakat
Termasuk Masyarakat Miskin.
Vehicle harus merupakan makanan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat
sasaran fortifikasi dan vehicle haruslah pangan yang dikonsumsi secara teratur dan
terus menerus karena apabila vehicle tidak dikonsumsi secara terus-menerus maka
fortifikan yang ditambahkan hanya akan cukup untuk memenuhi kebutuhan akan
zat gizi tersebut atau dengan kata lain bila produk fortifikasi tidak dikonsumsi
secara terus menerus dan teratur maka hanya dapat mengurangi tingkat defisiensi
zat gizi tersebut sehingga tidak tersedianya cadangan zat fortifikan bagi tubuh.
2. Diproduksi dan Diolah Oleh Produsen yang Jumlahnya Terbatas dan
Terpusat Agar Lebih Mudah Diawasi Fortifikasinya.
Untuk memastikan kelancaran program fortifikasi yang dijalankan perlu
adanya pengawasan. Untuk mempermudah proses pengawasan tersebut maka
produsen yang memproduksi dan mengolah vehicle haruslah dalam jumlah yang
terbatas dan terpusat.
3. Tersedianya Teknologi Fortifikasi Untuk Makanan yang Dipilih.
Untuk menghasilkan produk fortifikasi yang berkualitas yang dapat diterima
oleh masyarakat memerlukan teknologi yang tepat dan sesuai serta dapat
diterapkan pada produk pangan pembawa.
4. Tidak Berubah Warna, Rasa dan Konsistensi Setelah Difortifikasi.
Perubahan warna, rasa dan konsistensi yang terjadi setelah difortifikasi tidak
boleh terjadi pada produk yang difortifikasi, karena ditakutkan merubah
penerimaan konsumen terhadap produk tersebut.
5. Aman dan Tidak Membahayakan Kesehatan.
Vehicle yang digunakan dalam program fortifikasi tidak boleh menimbulkan
efek yang buruk bagi kesehatan konsumen atau masyarakat, oleh karena itu
program fortifikasi harus diatur oleh undang-undang atau peraturan pemerintah.
6. Harga Tetap Terjangkau, Daya Beli Konsumen Menjadi Sasaran.
Apabila harga produk yang telah difortifikasi meningkat maka daya beli
konsumen akan rendah. Sehingga produk fortifikasi dapat dijangkau oleh
konsumen. Karena dalam fortifikasi yang bukan fortifikasi sukarela daya beli
konsumen merupakan hal yang urgent untuk mempertimbangkan harga produk
yang difortifikasi.
C. Potensi Minyak Goreng Sebagai Vehicle
Di banyak negara, fortifikasi merupakan program andalan untuk mencegah
kekurangan zat gizi mikro, yaitu kekurangan vitamin dan mineral yang banyak
diderita penduduk, terutama anak dan ibu hamil. Pemilihan produk yang akan
difortifikasi atau pangan pembawa akan menjadi kendaraan fortifikasi dan
merupakan kunci untuk menjamin keberhasilan fortifikasi. Menurut Soekirman
pangan berhubungan dengan budaya dan selera. Sehingga pemilihan vehicle harus
memperhatikan budaya dan selera masyarakat yang menjadi sasaran program
fortifikasi.
Jenis makanan pokok yang di fortifikasi di dunia adalah tepung terigu,
tepung jagung, beras, minyak goreng, penyedap, seperti garam, MSG, kecap, dan
gula pasir. Pemilihan makanan pokok yang difortifikasi tersebut berdasarkan pada
tingginya tingkat penggunaan produk-produk tersebut dalam konsumsi keseharian
masyarakat.
Minyak goreng adalah bahan pangan yang banyak mengandung lemak.
Minyak goreng merupakan minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
digunakan untuk menggoreng makanan.
Minyak goreng dari tumbuhan biasanya dihasilkan dari tanaman
seperti kelapa, biji-bijian, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola. Minyak
goreng memiliki potensi yang sangat tinggi untuk menjadi pangan pembawa yang
difortifikasi lantaran minyak goreng tersebut dominan digunakan oleh masyarakat
luas. Selain itu, minyak goreng lebih banyak sebagai media memasak.
Berdasarkan sumber data yang diperoleh oleh situs detik menunjukan bahwa
kurang lebih 70% masyarakat Indonesia mengkonsumsi minyak goreng setiap
harinya.
Ditinjau dari persyaratan dalam pemilihan pangan pembawa, minyak
goreng sudah cukup memenuhi kriteria sebagai pangan pembawa. Minyak goreng
merupakan produk yang selalu ada di setiap rumah tangga dan digunakan secara
teratur dan terus menerus oleh masyarakat termasuk masyarakat miskin. Hampir
setiap rumah tangga menggunakan minyak goreng dalam membuat atau memasak
makanan untuk keseharian mereka, baik dalam jumlah sedikit maupun jumlah
yang banyak. Selain itu produksi minyak goreng dilakukan dan dihasilkan oleh
produsen yang jumlahnya terbatas, sehingga pengawasannya terpusat dan mudah
dilakukan. Terhitung sampai saat ini pabrik minyak goreng di Indonesia
jumlahnya terbatas ± 77 diantaranya 5 besar yang sudah mensupply kebutuhan
minyak goreng 70 % penduduk.
Di tambah lagi telah tersedia teknologi fortifikasi khususnya untuk vitamin A
secara universal yang dapat menjamin tidak merubah rasa, warna dan konsistensi
minyak goreng. Keuntungan lainnya adalah fortifikasi minyak goreng terutama
untuk vitamin A telah diteliti dibanyak negara dan ternyata tidak merugikan
kesehatan bahkan sebaliknya. Fortifikasi minyak juga ternyata tidak menambah
harga secara signifikan, sehingga masih terjangkau pembeli, khususnya untuk
minyak curah yang banyak dikonsumsi keluarga miskin.
Dari sudut pandang diatas membuktikan bahwa minyak goreng memiliki
potensi yang sangat tinggi untuk dijadikan vehicle atau pangan pembawa. Dewasa
ini sudah banyak dilakukan fortifikasi gizi mikro terhadap minyak goreng,
terutama untuk vitamin A.
Masalah kekurangan vitamin A biasanya terjadi karena kandungan vitamin
A dalam makanan yang dikonsumsi rendah, derajat absorbsi rendah, tingkat sosial
ekonomi rendah, ketidaktahuan, serta akibat penyakit seperti infeksi cacing, diare,
dan campak. Fortifikasi pangan dengan vitamin A memegang peranan penting
untuk mengatasi problem kekurangan vitamin A dengan menjembatani jurang
antara asupan vitamin A dengan kebutuhannya. Dengan fortifikasi vitamin A pada
minyak goreng di sejumlah negara dapat menurunkan 25 % angka kematian bayi
dan anak balita akibat infeksi.
Menurut Drajat, vitamin A bersifat stabil sehingga tahan panas hingga
160˚C, seperti saat menggoreng dan penggorengan hingga tiga kali masih
menyisakan 60 persen vitamin A. Menurut Direktur Bina Gizi Masyarakat
Kementerian Kesehatan Minarto minyak goreng dianggap sebagai ”kendaraan”
tepat mengingat vitamin A dalam minyak goreng fortifikasi baru akan habis
setelah digunakan menggoreng sebanyak 12 kali. Dalam sebuah studi, masyarakat
Indonesia ternyata menggunakan minyak goreng yang sama untuk empat kali
menggoreng. Namun fortifikasi vitamin A terhadap minyak goreng memiliki
beberapa kelemahan, diantaranya adalah tidak tahan sinar ultraungu matahari
sehingga penyimpanan harus baik. Selain itu, vitamin A masih impor. Namun,
dengan 3,5 juta ton konsumsi minyak goreng dalam negeri dan kebutuhan 1 kg
vitamin A per 16 ton minyak goreng, diharapkan industri vitamin A dalam negeri
akan tumbuh. Titik kelemahan lainadalah 70 % minyak goreng berbentuk curah,
diproduksi banyak industri sehingga pengawasannya relatif sulit. SNI diharapkan
mulai berlaku tahun depan dan Badan POM akan mengawasi kualitas vitamin A
yang digunakan.
D. Potensi MSG Sebagai Vehicle
Monosodium glutamat (MSG) adalah garam natrium (sodium) dari asam
glutamat, suatu asam amino yang terdapat dalam semua jenis protein. MSG
(MonoSodium Glutamate) atau biasa disebut micin atau vetsin adalah penyedap
rasa sintetis yang biasa digunakan sebagai penyedap rasa masakan sejak tahun
1940. Yang menjadi sorotan sebenarnya adalah dosisnya yang sudah sangat
melebihi batas. Mega dosis yang digunakan sebagian besar masyarakat inilah
yang mencetuskan penyakit hipertensi, serangan jantung, stroke, sakit kepala,
gangguan ginjal, dan kanker, gangguan kesehatan tersebut suatu saat tiba-tiba saja
muncul dan meledak layaknya bom waktu setelah 10 – 20 tahun terus-menerus
mengkonsumsi MSG tanpa control.
MSG telah lama beredar bebas dan hampir semua makanan baik yang
dalam kemasan, di warung dan restoran, maupun yang di masak sendiri di rumah
menggunakan MSG. Semua merek yang ada pasar adalah 100% MSG, dan tak
satu merek pun yang mencantumkan petunjuk takaran/dosis yang aman
dikonsumsi. Sehingga konsumen semaunya sendiri menerapkan takarannya, tak
perlu diukur-ukur segala, dan kecenderungannya ialah berlebihan. Inilah yang
berbahaya, Karena MSG itu mengandung natrium/sodium (garam),yang jika
dikonsumsi terlalu banyak dapat menyebabkan hipertensi (tekanan darah tinggi).
Selain itu jika dipanaskan, MSG akan pecah menjadi dua zat baru yakni Glutamic
Pyrolised-1 (Glu-P-1) dan Glu-P-2. Kedua zat ini bersifat mutagenik
(menyebabkan kelainan genetik) dan karsinogenik (menyebabkan kanker).
Berdasarkan syarat vehicle yang baik maka potensi MSG sebagai vehicle
adalah :
1. Berdasarkan konsumsi masyarakat akan pangan pembawa termasuk
masyarakat miskin.
MSG dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sangat banyak dijumpai,
baik dalam makanan ringan, maupun makanan olahan rumah tangga, terutama
pada makanan yang mengandung bahan penyedap. Hal ini menunjukan bahwa
MSG rutin dikonsumsi oleh seluruh masyarakat baik kalangan ekonomi
menengah ke atas dan menengah ke bawah secara terus-menerus setiap harinya.
2. Berdasarkan jumlah produsen dan keterpusatannya.
Jumlah produsen MSG yang ada di Indonesia sangatlah banyak misalnya
masako, royco, dan lainnya dan kurang terpusat, Sehingga untuk melakukan
pengawasan program fortifikasi sangatlah susah. Dan pengawasan program
fortifikasi merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan
suatu program fortifikasi.
3. Berdasarkan ketersediaan teknologi .
Dalam pembuatan MSG banyak perusahaan yang telah menerapkan
teknologi penunjang pembuatan MSG yang sangat baik, sehingga MSG yang
dihasilkan mempunyai kualitas yang tinggi.
4. Berdasarkan perubahan sifat sensoris setelah difortifikasi
Tidak ada perubahan sifat sensoris seperti warna, aroma, rasa, konsistensi,
dan lainnya yang terjadi pada MSG setelah difortifikasi. Sehingga hal tersebut
tidak merubah penerimaan konsumen akan produk MSG tersebut.
5. Berdasarkan keamanan, dan bahayanya terhadap kesehatan.
MSG merupakan bahan tambahan yang kurang baik, terlebih apabila
dikonsumsi secara berlebihan. Bahaya yang paling buruk yang dapat ditimbulkan
oleh mengkonsumsi MSG adalah timbulnya penyakit kanker.
MSG mengandung natrium/sodium (garam) yang jika terlalu banyak
termakan bisa menyebabkan hipertensi (tekanan darah tinggi). Selain itu jika
dipanaskan, MSG akan pecah menjadi dua zat baru yakni glutamic pyrolised-1
(glu-p-1) dan glu-p-2. kedua zat ini bersifat mutagenik (menyebabkan kelainan
genetik) dan karsinogenik (menyebabkan kanker).
6. Berdasarkan harga dan daya beli konsumen akan produk
fortifikasi.
Harga MSG yang difortifikasi dan yang belum difortifikasi mempunyai
harga yang tidak berbeda jauh sehingga daya beli masyarakat akan MSG tidak
akan berkurang.
Berdasarkan keenam hal diatas MSG mempunyai potensi yang cukup baik
karena dikonsumsi secara teratur dan terus menerus; tersedianya teknologi
penunjang produksi MSG; tidak adanya perubahan sifat sensoris MSG setelah
mengalami fortifikasi seperti rasa, aroma, warna, dan lainnya; dan harga MSG
yang telah difortifikasi sangat terjangkau dan tidak membuat daya beli masyarakat
akan MSG menurun.
Akan tetapi ada beberapa hal yang menyebabkan program fortifikasi sulit
untuk sukses yakni karena terlalu banyaknya jumlah produsen yang ada di
Indonesia, dan tidak terpusatnya produksi MSG sehingga menyebabkan sulitnya
melakukan pengawasan. Selain itu MSG merupakan bahan penyedap yang
berbahaya bagi kesehatan, bahkan dapat menyebabkan timbulnya penyakit
kanker.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. MSG mempunyai potensi sebagai pangan pembawa (vehicle) fortifikasi
akan tetapi mempunyai efek samping yang kurang baik bagi tubuh.
2. Minyak goreng mempunyai potensi sebagai pangan pembawa (vehicle)
fortifikasi yang baik akan tetapi masih terdapat banyak kelemahan-
kelemahan yang perlu diantisipasi.
B. Saran
Dalam melakukan fortifikasi, pangan pembawa yang dipilih harus
memenuhi persyaratan dan tidak memiliki efek samping bagi kesehatan tubuh bila
dikonsumsi secara terus menerus atau berlebihan. Selain itu kelemahan-
kelemahan yang tidak mendukung program fortifikasi harus diantisipasi. Dalam
hal ini peranpemerintah sangatlah diperlukan untuk mencapai kesuksesan program
fortifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Dialog Fortifikasi Minyak Goreng Dengan Vitamin A Dan
Fortifikasi Dengan Taburia.
Http://Www.Dwp.Or.Id/Desain2010/Index.Php?
View=Article&Catid=4:Sosbud&Id=5:Art879&Tmpl=Component&Print
=1&Page=. Diakses Pada Tanggal 12 Maret 2011.
Anonim. 2011. Minyak Goreng Fortifikasi Vitamin A Untuk Atasi Kurang Gizi.
http://teknologitinggi.wordpress.com/2011/01/24/minyak-goreng-
fortifikasi-vitamin-a-untuk-atasi-kurang-gizi/. Diakses Pada Tanggal 12
Maret 2011.
Dwi, Tonang Ardyanto. 2007. MSG dan Kesehatan : Sejarah, Efek dan Kontroversinya.
http://pantangpulangsebelumpadam.blogspot.com/2007/09/msg-dan-
kesehatan-sejarah-efek-dan.html. Diakses Pada Tanggal 13 Maret 2011.
Kristianto, Ary. 2011. Fortifikasi vitamin A Pada Minyak Goreng.
http://arkafoodtech.blogspot.com/2011/02/fortifikasi-vitamin-pada-
minyak goreng.html. Diakses Pada Tanggal 12 Maret 2011.
Kus Anna, Lusia. 2011. Fortifikasi Minyak Goreng dengan Vitamin A. Kompas:
Jakarta.
Soekirman. 2008. Fortifikasi Pangan Program Gizi Utama Masa Depan?. Koalisi
Fortifikasi Indonesia.
Siagian, Albiner. 2003. Pendekatan Fortifikasi Pangan Untuk Mengatasi Masalah
Kekurangan Zat Gizimikro. Fakultas Kesehatan Masyarakat : Universitas
Sumatera Utara.
TUGAS TERSTRUKTUR
FORTIFIKASI PANGAN
POTENSI VEHICLE DARI MINYAK DAN MSG (MONOSODIUM GLUTAMATE)
Disusun oleh :
Fanji Sidik A1M008010
Cindy Faulin S. A1M008027
Arif Akhmad R. A1M008033
Tri Murni A. A1M008068
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2011