Tgs Food Safety

13
Tugas 1 Keracunan Buruh Pabrik Akibat Bakteri E.coli TEMPO Interaktif, Tangerang : Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mengungkapkan, kasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah pekerja belakangan ini kebanyakan disebabkan oleh bakteri koli dan bakteri botulimus. Bakteri ini masuk pada makanan yang sudah busuk atau makanan yang mengandung zat pengawet. Makan tersebut umumnya telah kadaluarsa dan tercemar karena proses pengolahan atau memasaknya tidak bersih. "Bakteri itu berasal dari zat makanan yang diolah tanpa memperhatikan kebersihan," ujar Hani Heryanto, Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Tangerang, Selasa (27/12). Menurut dia, bakteri yang masuk ke dalam makanan itu tidak langsung bereaksi ketika habis disantap. "Biasanya bereaksi beberapa jam setelah itu, tergantung kondisi tubuh," paparnya. Hani menambahkan, bakteri koli menyerang pencernaan. Apabila korban tidak segera mendapat pertolongan bisa menyebabkan kematian.

Transcript of Tgs Food Safety

Page 1: Tgs Food Safety

Tugas 1

Keracunan Buruh Pabrik Akibat Bakteri E.coli

TEMPO Interaktif,  Tangerang : Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang

mengungkapkan, kasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah pekerja

belakangan ini kebanyakan disebabkan oleh bakteri koli dan bakteri botulimus.

Bakteri ini masuk pada makanan yang sudah busuk atau makanan yang mengandung

zat pengawet.

Makan tersebut umumnya telah kadaluarsa dan tercemar karena proses pengolahan

atau memasaknya tidak bersih. "Bakteri itu berasal dari zat makanan yang diolah

tanpa memperhatikan kebersihan," ujar Hani Heryanto, Kepala Dinas kesehatan

Kabupaten Tangerang, Selasa (27/12).

Menurut dia, bakteri yang masuk ke dalam makanan itu tidak langsung bereaksi

ketika habis disantap. "Biasanya bereaksi beberapa jam setelah itu, tergantung kondisi

tubuh," paparnya. Hani menambahkan, bakteri koli menyerang pencernaan. Apabila

korban tidak segera mendapat pertolongan bisa menyebabkan kematian.

Cara kerja bakteri ini, menurutnya, berbeda dengan bakteri kolera yang lebih ganas.

Hani mengakui jika kasus keracunan makanan secara massal kerap kali terjadi

beberapa waktu terakhir ini. Kebanyakan sumber keracunan berasal dari makanan

yang dibuat dari usaha katering.

Sepanjang 2005 ini, tambah Hani, puluhan kasus keracunan makanan dengan skala

kecil maupun besar. Korbannya mencapai ribuan orang. Kasus terakhir menimpa

sekitar 6.500 buruh PT Prima Inreksa. Perusahaan sepatu merek Adidas itu berlokasi

di Jalan Raya Industri IV, Blok AG KM 8, Cikupa, Tangerang.

Page 2: Tgs Food Safety

Gejala karyawan mengalami mual, muntah-muntah, dan buang air terus menerus.

Korban dilarikan ke Rumah Sakit Daerah Tangerang, Rumah Sakit Ashobirin,

Serpong, dan Rumah Sakit Qodar, Karawaci. Langkah antisipasi, kata Hani,

kantornya saat mengawasi pengusaha katering yang melayani pesanan sejumlah

perusahaan. Pembinaan meliputi tata cara pengolahan makanan yang benar.

Joniansyah-Tempo

Page 3: Tgs Food Safety

Mie Ayam Mengandung Bahan Pengawet

21 Februari 2012

SURAT PEMBACA

Di zaman sekarang ini, banyak sekali makanan yang dibuat dengan cara instan oleh

pabrik-pabrik di negara kita. Meracik makanan tanpa proses yang benar juga

dilakukan oleh para penjual makanan yang berdagang di pinggir jalan. Salah satu

contohnya adalah mi ayam.

Dikatakan dalam acara ’’Reportase Investigasi’’ di Trans TV, Sabtu 10 Desember

2011, bahwa mie yang digunakan bukanlah mie yang sudah siap saji dan terjual di

toko-toko. Mie tersebut dibuat sendiri oleh si penjual dengan memasukkan bahan

kimia yang disebut boraks sebagai pengawet makanan. Nama kimia dari boraks

adalah natrium tetrabonat. Boraks ini berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil

pada suhu tekanan normal.

Jika dicampur dalam makanan, maka akan berdampak akut terhadap manusia yang

memakannya, seperti menyebabkan sakit perut, merusak syaraf, kanker, dan tampak

terlihat bodoh. Boraks atau asam borat biasanya dipakai untuk bahan pembuat

deterjen dan bersifat antiseptik. Lebih parahnya lagi, dalam proses pembuatan mie

tersebut diinjak-injak dengan menggunakan kaki. Tentu tidak higienis dan sangat

tidak baik untuk kesehatan.

Ayam yang dipakaipun adalah ayam tiren (mati) yang jelas berkualitas buruk. Lalu,

untuk menghilangkan bau ayam itu, si penjual memanfaatkan minyak babi. Penjual

mi ayam tersebut tahu betul jika minyak babi haram bagi umat Islam. Ia juga tahu

bahwa semua bahan-bahan yang ia gunakan pun berbahaya bagi orang yang

memakan. Namun tak peduli terhadap ekses buruk dari ulahnya tersebut. Yang

penting baginya adalah dengan menggunakan bahan-bahan itu bisa menghemat biaya

Page 4: Tgs Food Safety

pengeluaran dalam membuat mi ayam, dan hal itu dilakukan demi mendapatkan

keuntungan yang besar.

Kita hendaknya selalu waspada dengan berbagai macam makanan instan. Kita kerap

kali suka membeli makanan yang dijual di pinggir jalan atau warung-warung, karena

harganya relatif murah dan mudah dijangkau para pembeli. Tetapi, kita sering kurang

jeli terhadap makanan instan yang bisa membahayakan kesehatan kita.

Selain itu, memang cukup sulit untuk membedakan antara makanan yang sehat (tanpa

bahan kimia dan pengawet) dengan makanan yang tidak sehat. Agar kita tidak tertipu

oleh penjual mie ayam, kita perlu mengetahui perbedaan antara mie ayam yang

mengandung boraks dan yang alami. Bedanya, yaitu mie ayam yang mengandung

boraks lebih kenyal dan rasa daging ayamnya begitu hambar.

Nurina Kamila

Mahasiswi STAIN

Tulungagung, Jawa Timur

Page 5: Tgs Food Safety

Penyebab Utama Maraknya Kasus Keracunan Makanan

Selasa, 10 April 2012, 11:44 WIB

Antara/Nyoman Budhiana

REPUBLIKA.CO.ID,  BOGOR -- Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menilai

masyarakat setempat masih kurang paham tentang hygiene sanitasi makanan,

sehingga sering terjadi kasus keracunan makanan di daerah itu.

Hal itu dikemukakan Kepala Pemberantasan Penyakit Menular dan Kesehatan

Lingkungan (P3KL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Euis Wulantari,

Selasa. Euis mengatakan bahwa kasus keracunan makanan yang menimpa masyarakat

hampir setiap tahunnya terjadi di Kabupaten Bogor.

Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada tahun 2012, kasus

keracunan sudah dua kali terjadi. Sebelumnya, pada bulan Februari di Parung. Kasus

tersebut muncul saat adanya peristiwa hajatan seperti pernikahan, haul, Maulid Nabi,

sunatan, dan Lebaran.

Kebanyakan kasus terjadi di tengah masyarakat perdesaan yang jauh dari pusat

pelayanan kesehatan sehingga masih minim informasi tentang kebersihan, sanitasi,

dan makanan. "Masyarakat masih menggunakan cara-cara lama dalam menyajikan

hidangan secara massal. Tidak memperhatikan hygienes bahan makanan, sanitasinya,

dan cara mengolah makanan tersebut," kata Euis.

Menurut Euis, masyarakat belum tahu batas aman penyimpanan makanan yang sehat,

dan bagaimana mengelola hidangan lebih hygienis dan cara membersihkan makanan.

Peristiwa keracunan makanan hajatan di Kampung Bojong Sempu Desa Cilebut Barat

Kecamatan Sukaraja merupakan salah satu contoh dari kurangnya kesadaran

masyarakat akan pentingnya memperhatikan hygiene sanitasi makanan.

Page 6: Tgs Food Safety

"Mereka memasak seadanya tanpa memahami batas-batas waktu makanan ini layak

disajikan. Misalnya, masak sudah sejak pagi, enam jam kemudian hidangan baru

dibagikan. Tentu ini memicu kuman pada makanan, bila dalam penyajiannya tidak

memperhatikan aspek-aspek tersebut," katanya.

Euis mengatakan pihaknya telah mengirim sampel makanan yang dikonsumsi ratusan

warga Kampung Bojong Sempu untuk dikirim ke Balai Teknis Kesehatan

Lingkungan Jakarta guna memastikan keracunan yang dialami warga.

Peristiwa keracunan terjadi Minggu (8/4) sebanyak 186 warga di kampung tersebut

mengalami mual-mual, muntah, diare, dan demam usai menyantap bingkisan

makanan atau "besek" yang disajikan pemilik hajatan di wilayah tersebut.

Redaktur: Heri Ruslan

Sumber: antara

Page 7: Tgs Food Safety

Gula Merah dengan deterjen

oleh: aforlan     Pengarang : Trans TV 

Gula merah adalah bahan pangan yang akrab bagi penduduk Indonesia sejak dahulu.

Apalagi masakan suku Jawa menggunakan bahan ini agar masakannya berasa manis

dan gurih. Gua merah dipakai untuk makanan seperti kue, camilan, minuman hingga

masakan. Gula merah dibuat dari berbagai macam bahan seperti tebu, kelapa, aren,

siwalan dan lain-lain.

Gula merah dibuat dengan cara memasak bahan pembuta gula. Bahan pembuat gula

bisa berupa air tebu, nira kelapa, nira enau, dan lain-lain. Air tersebut di masak

hingga mengental. Setelah mengental, gula bisa dicetak baik dengan daun aren, batok

kelapa, bambu dan lain-lain.

 Proses memasak gula merah cukup lama yakni 6-7 jam. Pemasakan ini

membutuhkan bahan bakar yang banyak. Kadang yang menjadi kendala adalah gula

tidak mengental. Jika gula tidak mengental seperti bubur maka harganya akan

menjadi turun.

Untuk itu beberapa pembuat gula merah curang menambahnya dengan deterjen

penyuci pakaian. Tentu saja deterjen ini bukanlah bahan makanan dan dapat

membahayakan kesehatan dalam jangka panjang. Kandungan soda dan abu dalam

sabun dapat menyebabkan kanker pada jangka panjang atau kira-kira 10-15 tahun.

Maksud penambahan sabun ini adalah supaya tampilan gula merah juga lebih cantik

dan berwarna kuning. 

Cara untuk membuat gula deterjen ini adalah dengan mencampur air campuran

deterjen dengan air kelapa. Kemudian bahan tersebut dimasak 6-7 jam hingga

mengental. Setelah itu gula bisa dijual ke pedagang pengumpul dan kemudian bisa

digunakan oleh konsumen. 

Page 8: Tgs Food Safety

Sebenarnya para pembuat gula curang dapat mengentalkan dengan akar nangka

namun cara seperti ini mungkin akan mahal sebab akar nangka sulit untuk dicari.

Penambahan kapur sirih juga bisa membuat gula bisa lebih bagus. 

Memang sulit untuk membedakan gula merah murni dengan gula merah dengan

deterjen. Perbedaanya hampir sama. Kalau gula merah murni mudah dipatahkan

sedangkan gula merah dengan deterjen sulit untuk dipatahkan. Kalau kita senuh gula

merah murni akan terasa basah sedangkan gula dengan deterjen terasa kering.

Page 9: Tgs Food Safety

Diduga Keracunan Makanan, Dua Orang Tewas

Kamis, 30 Agustus 2012 | 18:48 WIB

BOYOLALI, KOMPAS.com - Dua warga di Desa Kauman, Kecamatan Kemusu,

Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tewas setelah mengonsumsi sayur tempe.

Keduanya diduga keracunan, akibat santan yang dibuat untuk kuah sayur tercemar

bakteri.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, Syamsudin, Kamis (30/8/2012),

mengungkapkan, dua korban tewas yaitu Sukinah (52) dan Sumiyatun (28). Mereka

meninggal setelah sebelumnya sempat menjalani perawatan di rumah sakit. Selain

kedua orang itu, lima orang lain yang juga makan sayur tempe olahan Sukinah adalah

Gowo, Parjo, Kasmo, Parno, dan Maryatun pada hari Senin lalu. Mereka sempat

mengalami mual, muntah dan pusing, tetapi segera pulih.

Syamsudin menyebutkan, para korban diduga keracunan makanan yang mereka

santap, yaitu tempe yang dibuat sayur dengan santan kelapa. Diduga, santan yang

digunakan untuk membuat tempe tercemar bakteri. Dugaan keracunan bakteri pada

santan menguat, karena korban mulai mengalami sakit delapan jam setelah

mengonsumsi makanan tersebut.

Biasanya, menurut Syamsudin, masa inkubasi bakteri adalah empat sampai delapan

jam. Itu sesuai dengan gejala yang dialami oleh para korban.

Syamsudin menjelaskan, santan yang dibiarkan selama dua jam saja dapat menjadi

basi, dan rentan tercemar bakteri. Bakteri `coco` pada kelapa dapat berkembang

dengan cepat. Selain itu, bakteri juga bisa berasal dari perlatan masak atau alat makan

yang kotor.

Page 10: Tgs Food Safety

Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Boyolali, Ajun Komisaris Dwi

Haryadi, mengungkapkan, ketika sampai di lokasi kejadian, petugas tidak dapat

menemukan sisa makanan ataupun bekas muntahan para korban.  Semua sudah

dibersihkan.

"Dari hasil keterangan saksi, ada yang mengatakan sempat memakan tempe, tetapi

segera dimuntahkan karena merasa tempe yang dimasak Sukinah terasa pahit,"

katanya.

Editor : Agus Mulyadi