Tgs Food Safety
-
Upload
novidha-satya-ningtyas -
Category
Documents
-
view
108 -
download
2
Transcript of Tgs Food Safety
![Page 1: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/1.jpg)
Tugas 1
Keracunan Buruh Pabrik Akibat Bakteri E.coli
TEMPO Interaktif, Tangerang : Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang
mengungkapkan, kasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah pekerja
belakangan ini kebanyakan disebabkan oleh bakteri koli dan bakteri botulimus.
Bakteri ini masuk pada makanan yang sudah busuk atau makanan yang mengandung
zat pengawet.
Makan tersebut umumnya telah kadaluarsa dan tercemar karena proses pengolahan
atau memasaknya tidak bersih. "Bakteri itu berasal dari zat makanan yang diolah
tanpa memperhatikan kebersihan," ujar Hani Heryanto, Kepala Dinas kesehatan
Kabupaten Tangerang, Selasa (27/12).
Menurut dia, bakteri yang masuk ke dalam makanan itu tidak langsung bereaksi
ketika habis disantap. "Biasanya bereaksi beberapa jam setelah itu, tergantung kondisi
tubuh," paparnya. Hani menambahkan, bakteri koli menyerang pencernaan. Apabila
korban tidak segera mendapat pertolongan bisa menyebabkan kematian.
Cara kerja bakteri ini, menurutnya, berbeda dengan bakteri kolera yang lebih ganas.
Hani mengakui jika kasus keracunan makanan secara massal kerap kali terjadi
beberapa waktu terakhir ini. Kebanyakan sumber keracunan berasal dari makanan
yang dibuat dari usaha katering.
Sepanjang 2005 ini, tambah Hani, puluhan kasus keracunan makanan dengan skala
kecil maupun besar. Korbannya mencapai ribuan orang. Kasus terakhir menimpa
sekitar 6.500 buruh PT Prima Inreksa. Perusahaan sepatu merek Adidas itu berlokasi
di Jalan Raya Industri IV, Blok AG KM 8, Cikupa, Tangerang.
![Page 2: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/2.jpg)
Gejala karyawan mengalami mual, muntah-muntah, dan buang air terus menerus.
Korban dilarikan ke Rumah Sakit Daerah Tangerang, Rumah Sakit Ashobirin,
Serpong, dan Rumah Sakit Qodar, Karawaci. Langkah antisipasi, kata Hani,
kantornya saat mengawasi pengusaha katering yang melayani pesanan sejumlah
perusahaan. Pembinaan meliputi tata cara pengolahan makanan yang benar.
Joniansyah-Tempo
![Page 3: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/3.jpg)
Mie Ayam Mengandung Bahan Pengawet
21 Februari 2012
SURAT PEMBACA
Di zaman sekarang ini, banyak sekali makanan yang dibuat dengan cara instan oleh
pabrik-pabrik di negara kita. Meracik makanan tanpa proses yang benar juga
dilakukan oleh para penjual makanan yang berdagang di pinggir jalan. Salah satu
contohnya adalah mi ayam.
Dikatakan dalam acara ’’Reportase Investigasi’’ di Trans TV, Sabtu 10 Desember
2011, bahwa mie yang digunakan bukanlah mie yang sudah siap saji dan terjual di
toko-toko. Mie tersebut dibuat sendiri oleh si penjual dengan memasukkan bahan
kimia yang disebut boraks sebagai pengawet makanan. Nama kimia dari boraks
adalah natrium tetrabonat. Boraks ini berbentuk kristal putih, tidak berbau, dan stabil
pada suhu tekanan normal.
Jika dicampur dalam makanan, maka akan berdampak akut terhadap manusia yang
memakannya, seperti menyebabkan sakit perut, merusak syaraf, kanker, dan tampak
terlihat bodoh. Boraks atau asam borat biasanya dipakai untuk bahan pembuat
deterjen dan bersifat antiseptik. Lebih parahnya lagi, dalam proses pembuatan mie
tersebut diinjak-injak dengan menggunakan kaki. Tentu tidak higienis dan sangat
tidak baik untuk kesehatan.
Ayam yang dipakaipun adalah ayam tiren (mati) yang jelas berkualitas buruk. Lalu,
untuk menghilangkan bau ayam itu, si penjual memanfaatkan minyak babi. Penjual
mi ayam tersebut tahu betul jika minyak babi haram bagi umat Islam. Ia juga tahu
bahwa semua bahan-bahan yang ia gunakan pun berbahaya bagi orang yang
memakan. Namun tak peduli terhadap ekses buruk dari ulahnya tersebut. Yang
penting baginya adalah dengan menggunakan bahan-bahan itu bisa menghemat biaya
![Page 4: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/4.jpg)
pengeluaran dalam membuat mi ayam, dan hal itu dilakukan demi mendapatkan
keuntungan yang besar.
Kita hendaknya selalu waspada dengan berbagai macam makanan instan. Kita kerap
kali suka membeli makanan yang dijual di pinggir jalan atau warung-warung, karena
harganya relatif murah dan mudah dijangkau para pembeli. Tetapi, kita sering kurang
jeli terhadap makanan instan yang bisa membahayakan kesehatan kita.
Selain itu, memang cukup sulit untuk membedakan antara makanan yang sehat (tanpa
bahan kimia dan pengawet) dengan makanan yang tidak sehat. Agar kita tidak tertipu
oleh penjual mie ayam, kita perlu mengetahui perbedaan antara mie ayam yang
mengandung boraks dan yang alami. Bedanya, yaitu mie ayam yang mengandung
boraks lebih kenyal dan rasa daging ayamnya begitu hambar.
Nurina Kamila
Mahasiswi STAIN
Tulungagung, Jawa Timur
![Page 5: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/5.jpg)
Penyebab Utama Maraknya Kasus Keracunan Makanan
Selasa, 10 April 2012, 11:44 WIB
Antara/Nyoman Budhiana
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menilai
masyarakat setempat masih kurang paham tentang hygiene sanitasi makanan,
sehingga sering terjadi kasus keracunan makanan di daerah itu.
Hal itu dikemukakan Kepala Pemberantasan Penyakit Menular dan Kesehatan
Lingkungan (P3KL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor Euis Wulantari,
Selasa. Euis mengatakan bahwa kasus keracunan makanan yang menimpa masyarakat
hampir setiap tahunnya terjadi di Kabupaten Bogor.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor pada tahun 2012, kasus
keracunan sudah dua kali terjadi. Sebelumnya, pada bulan Februari di Parung. Kasus
tersebut muncul saat adanya peristiwa hajatan seperti pernikahan, haul, Maulid Nabi,
sunatan, dan Lebaran.
Kebanyakan kasus terjadi di tengah masyarakat perdesaan yang jauh dari pusat
pelayanan kesehatan sehingga masih minim informasi tentang kebersihan, sanitasi,
dan makanan. "Masyarakat masih menggunakan cara-cara lama dalam menyajikan
hidangan secara massal. Tidak memperhatikan hygienes bahan makanan, sanitasinya,
dan cara mengolah makanan tersebut," kata Euis.
Menurut Euis, masyarakat belum tahu batas aman penyimpanan makanan yang sehat,
dan bagaimana mengelola hidangan lebih hygienis dan cara membersihkan makanan.
Peristiwa keracunan makanan hajatan di Kampung Bojong Sempu Desa Cilebut Barat
Kecamatan Sukaraja merupakan salah satu contoh dari kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya memperhatikan hygiene sanitasi makanan.
![Page 6: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/6.jpg)
"Mereka memasak seadanya tanpa memahami batas-batas waktu makanan ini layak
disajikan. Misalnya, masak sudah sejak pagi, enam jam kemudian hidangan baru
dibagikan. Tentu ini memicu kuman pada makanan, bila dalam penyajiannya tidak
memperhatikan aspek-aspek tersebut," katanya.
Euis mengatakan pihaknya telah mengirim sampel makanan yang dikonsumsi ratusan
warga Kampung Bojong Sempu untuk dikirim ke Balai Teknis Kesehatan
Lingkungan Jakarta guna memastikan keracunan yang dialami warga.
Peristiwa keracunan terjadi Minggu (8/4) sebanyak 186 warga di kampung tersebut
mengalami mual-mual, muntah, diare, dan demam usai menyantap bingkisan
makanan atau "besek" yang disajikan pemilik hajatan di wilayah tersebut.
Redaktur: Heri Ruslan
Sumber: antara
![Page 7: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/7.jpg)
Gula Merah dengan deterjen
oleh: aforlan Pengarang : Trans TV
Gula merah adalah bahan pangan yang akrab bagi penduduk Indonesia sejak dahulu.
Apalagi masakan suku Jawa menggunakan bahan ini agar masakannya berasa manis
dan gurih. Gua merah dipakai untuk makanan seperti kue, camilan, minuman hingga
masakan. Gula merah dibuat dari berbagai macam bahan seperti tebu, kelapa, aren,
siwalan dan lain-lain.
Gula merah dibuat dengan cara memasak bahan pembuta gula. Bahan pembuat gula
bisa berupa air tebu, nira kelapa, nira enau, dan lain-lain. Air tersebut di masak
hingga mengental. Setelah mengental, gula bisa dicetak baik dengan daun aren, batok
kelapa, bambu dan lain-lain.
Proses memasak gula merah cukup lama yakni 6-7 jam. Pemasakan ini
membutuhkan bahan bakar yang banyak. Kadang yang menjadi kendala adalah gula
tidak mengental. Jika gula tidak mengental seperti bubur maka harganya akan
menjadi turun.
Untuk itu beberapa pembuat gula merah curang menambahnya dengan deterjen
penyuci pakaian. Tentu saja deterjen ini bukanlah bahan makanan dan dapat
membahayakan kesehatan dalam jangka panjang. Kandungan soda dan abu dalam
sabun dapat menyebabkan kanker pada jangka panjang atau kira-kira 10-15 tahun.
Maksud penambahan sabun ini adalah supaya tampilan gula merah juga lebih cantik
dan berwarna kuning.
Cara untuk membuat gula deterjen ini adalah dengan mencampur air campuran
deterjen dengan air kelapa. Kemudian bahan tersebut dimasak 6-7 jam hingga
mengental. Setelah itu gula bisa dijual ke pedagang pengumpul dan kemudian bisa
digunakan oleh konsumen.
![Page 8: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/8.jpg)
Sebenarnya para pembuat gula curang dapat mengentalkan dengan akar nangka
namun cara seperti ini mungkin akan mahal sebab akar nangka sulit untuk dicari.
Penambahan kapur sirih juga bisa membuat gula bisa lebih bagus.
Memang sulit untuk membedakan gula merah murni dengan gula merah dengan
deterjen. Perbedaanya hampir sama. Kalau gula merah murni mudah dipatahkan
sedangkan gula merah dengan deterjen sulit untuk dipatahkan. Kalau kita senuh gula
merah murni akan terasa basah sedangkan gula dengan deterjen terasa kering.
![Page 9: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/9.jpg)
Diduga Keracunan Makanan, Dua Orang Tewas
Kamis, 30 Agustus 2012 | 18:48 WIB
BOYOLALI, KOMPAS.com - Dua warga di Desa Kauman, Kecamatan Kemusu,
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tewas setelah mengonsumsi sayur tempe.
Keduanya diduga keracunan, akibat santan yang dibuat untuk kuah sayur tercemar
bakteri.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali, Syamsudin, Kamis (30/8/2012),
mengungkapkan, dua korban tewas yaitu Sukinah (52) dan Sumiyatun (28). Mereka
meninggal setelah sebelumnya sempat menjalani perawatan di rumah sakit. Selain
kedua orang itu, lima orang lain yang juga makan sayur tempe olahan Sukinah adalah
Gowo, Parjo, Kasmo, Parno, dan Maryatun pada hari Senin lalu. Mereka sempat
mengalami mual, muntah dan pusing, tetapi segera pulih.
Syamsudin menyebutkan, para korban diduga keracunan makanan yang mereka
santap, yaitu tempe yang dibuat sayur dengan santan kelapa. Diduga, santan yang
digunakan untuk membuat tempe tercemar bakteri. Dugaan keracunan bakteri pada
santan menguat, karena korban mulai mengalami sakit delapan jam setelah
mengonsumsi makanan tersebut.
Biasanya, menurut Syamsudin, masa inkubasi bakteri adalah empat sampai delapan
jam. Itu sesuai dengan gejala yang dialami oleh para korban.
Syamsudin menjelaskan, santan yang dibiarkan selama dua jam saja dapat menjadi
basi, dan rentan tercemar bakteri. Bakteri `coco` pada kelapa dapat berkembang
dengan cepat. Selain itu, bakteri juga bisa berasal dari perlatan masak atau alat makan
yang kotor.
![Page 10: Tgs Food Safety](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022073017/5451e15eb1af9f04078b4afc/html5/thumbnails/10.jpg)
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Boyolali, Ajun Komisaris Dwi
Haryadi, mengungkapkan, ketika sampai di lokasi kejadian, petugas tidak dapat
menemukan sisa makanan ataupun bekas muntahan para korban. Semua sudah
dibersihkan.
"Dari hasil keterangan saksi, ada yang mengatakan sempat memakan tempe, tetapi
segera dimuntahkan karena merasa tempe yang dimasak Sukinah terasa pahit,"
katanya.
Editor : Agus Mulyadi