Tgas Dasar Dasar. - Copy
-
Upload
kuzwok-ajha -
Category
Documents
-
view
35 -
download
0
description
Transcript of Tgas Dasar Dasar. - Copy
Makalah
DASAR-DASAR PENGOLAHAN IKAN
AHMAD JAYADI
213 06 005
PRODI P S P
NO. HP 085340588495
PROGRAM SRTUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Ikan merupakan sumber protein yang sangat potensial dan sangat diperlukan oleh
manusia, selain itu protein adalah komponen terbesar setelah air yang terdapat pada
daging ikan. Tingginya kandungan protein dan kadar air pada tubuh ikan merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan mikrobia, oleh karena itu ikan adalah komoditi
yang mudah rusak atau cepat mengalami kemunduran mutu. Hal inilah yang
menyebabkan ikan disebut sebagai perishable food atau bahan makanan yang cepat
membusuk (Hadiwiyoto, 1993).
Pemanfaatan sumberdaya perikanan salah satunya dapat dilakukan dengan
proses fermentasi. Pengolahan bahan baku ikan dengan fermentasi telah banyak
dilakukan terutama sebagai makanan tradisional di Asia Timur dan Tenggara
karena murah, mudah, mampu menghasilkan produk bernilai gizi tinggi dan
memperpanjang masa simpan pangan (pengawetan).
Teknologi fermentasi diantaranya, yaitu fermentasi alkohol, fermentasi asam
laktat, dan fermentasi asam cuka (Giri et al. 2009). Pengolahan daging ikan
banyak yang masih dilakukan secara tradisional dengan melakukan penggaraman
dan pengasapan yang diikuti dengan pengeringan (ikan asin, ikan pindang, ikan
peda, dan ikan asap).
Pengolahan ikan dengan menggunakan metode lain yang lebih
menguntungkan, memiliki nilai gizi tinggi, dan masih jarang dipasarkan sangat
diperlukan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah penerapan hidrolisat
protein atau sari pati protein dari ikan yang dapat digunakan sebagai makanan
suplemen dan bahan fortifikasi untuk berbagai jenis makanan.
Makalah ini akan membahas mengenai produk – produk perikanan yaitu
produk pemindangan, produk pengasapan dan fermentasi produk penggaraman.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengatahui produk –
produk perikanan antara lain produk pemindangan, produk pengasapan dan
fermentasi produk penggaraman.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Produk Pemindangan
Pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus
pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pengasapan.
Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau dengan memanaskan ikan
dalam susana bergaram dalam waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah ini
digunakan sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus
digunakan sebagai kemasan selama transportasi dan pemasaran.
Garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki
cita rasa ikan, sedangkan pemanasan mematikan sebagian besar bakteri pada ikan,
terutama pada bakteri pembusuk dan pathogen. Selain itu pemanasan dengan
kadar garam tinggi menyebabkan tektur daging ikan berubah menjadi lebih
kompak..Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet ketimbang masih segar.
Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling
mudah untuk menilai mutu ikan pindang dengan menilai mutu sensorinya. Selain
itu, pengujian secara kimia dan mikrobiolagi digunakan untuk melengkapi
pengujian mutu sensori. Parameter dalam pengujian sensori ikan pindang :
Parameter Diskripsi
Rupa dan warna
Ikan utuh tidak patah, mucus tidak terluka atau lecet, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak ada endapan lemak, garam atau kotoran lain. Warna spisifik untuk tiap jenis, cemerlang, tidak berjamur, dan tidak berlendir.
Bau Bau spesifik ikan pindang atau seperti bau ikan rebus, gurih, segar, tanpa bau tengik, masam, basi, atau busuk.
Rasa Gurih spesifik ikan pindang, enak tidak terlalu asin, ras asin merata, dan tidak ada rasa asin.
Tekstur Daging pindang kompak, padat, cukup kering dan tidak berair atau tidak basah (kesat).
Sejauh ini, mutu ikan pindang yang dihasilkan belum memuaskan karena cara
pengolahan yang belum baik dan benar. Penampilan fisik kurang menarik, banyak
luka, terkelupas, daging retak, warna agak kecoklatan, berbau sedikit tengik, dan
sebagainya. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan pada ikan pindang antara
lain :
1. penggunaan larutan garam yang tidak bersih
2. mutu ikan kurang bagus
3. Penggunaan larutan perebus yang berulang-ulang sampai kental dan
kecokelatan
4. Bau tengik atau tidak sedap
5. Sanitasi dan hygiene yang diabaikan
2.2.1 Syarat Kebersihan Pemindangan
Keberhasilan proses pemindangan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan-
bahan yang digunakan dan kondisi lingkungan. Selain itu bahan utama pembuatan
ikan pindang adalah garam. Bahan-bahan yang akan digunakan harus memenuhi
syarat tertentu agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi adalah:
1. Ikan Harus Segar
Meskipun ikan dengan tingkat kesegaran yang bverbeda-beda dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang, ikan yang telah
membusuksebaiknya tidak digunakan. Penggunaan ikan dengan kesegaran rendah
akan menghasilkan produk akhir yang kurang baik (hancur), sehingga harga jual
rendah. Selain itu penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan
menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin. Hal ini terjadi karena proses
penetrasi garam ke dalam daging ikan yang kurang segar berlangsung terlalu
cepat.
Sebelum dimulai proses pemindangan, sebaiknya sisik, insang dan perut
ikan dibersihkan agar jumlah bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan
berkurang. Setelah dibersihkan, ikan dicuci dengan air bersih yang mengalir agar
semua kotoran yang melekat dapat dihilangkan. Ikan yang telah bersih dapat
segera diolah menjadi ikan pindang. Bila tidak segera diolah, ikan harus ditaburi
es batu agar tetap segar.
2. Mutu Garam Harus Baik
Mutu garam akan mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke dalam
tubuh ikan. Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan sangat bergantung
pada kadar NaCl yang dikandung, makin tinggi kadar NaCl, semakin cepat pula
penetrasi berlangsung. Selain ditentukan oleh kadar NaCl, kecepatan penetrasi
garam ke dalam tyubuh juga dipengaruhi oleh ukuran partikel (butiran) garam.
Semakin hasul butiran garam yang digunakan, semakin cepat pula penetrasi. Bila
digunakan garam berukuran besar, proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan
menjadi lambat sehinggasering timbul kerusakan pada tubuh ikan yang dipindang.
3. Kondisi Lingkungan Harus Sehat
Kondisi lingkungan harus benar-benar diperhatikan karena dapat
mempengaruhi produk ikan pindang. Agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu
baik dan daya awetnya tinggi, factor-faktor sanitasi harus diperhatikan. Alat dan
bahan yang digunakan harus bersih, demikian pula halnya tempat penyimpanan
dan hasil pemindanagan.
4. Cara Pemindangan
Ikan pindang dapat dibuat dengan berbagai cara, tergantung jenis ikan dan
wwadah yang digunakan. Namun demikian, proses pembuatan ikan pindang
mempunyai prinsip yang sama, yaitu:
5. Penyiangan dan Pencucian
Ikan yang akan digunakan sebaiknya dikelompokkan terlebih dahulu
berdasarkan jenis, ukuran dan tingkat kesegarannya. Kemudian ikan disiangi
dengan cara membuang sisik, sirip, insang, isi perut dan kotoran lain. Sebagian
petani ikan atau nelayan sengaja tidak membuang isi perut ikan, karena hal ini
dapat menyebabkan hancurnya daging ikan dan menurunnya harga jual ikan
pindang. Namun berdasarkan hasil penelitian, tenyata ikan pindang yang telah
dibuang isi perutnya tidak mengalami kerusakan atau pecah-pecah seperti yang
dikhawatirkan. Ikan berukuran besar disiangi sisip, sirip. Insang dan isi perutnya
serta dibelah tubuhnya untuk memudahkan penetrasi garam dan bumbu yang
digunakan. Ikan berukuran sedang cukup disiangi tanpa dibelah, sedangkan ikan
berukuran kecil tidak perlu disiangi, cukup dicuci.
6. Penyusunan Ikan
Setelah ikan disiangi dan dicuci sampai bersih, ikan segera disusun secara
teratur dalam periuk. Usahakan agar ikan yang disusun dalam satu wadah
mempunyai ukuran yang relative seragam, agar diperoleh ikan pindang dengan
mutu dab rasa yang seragam pulaPenimbsngan ikan perlu dilakukan untuk
memudahkan penentuan jumlah garam yang harus ditambahkan. Kadang-kadang
nelayan atau petani ikan sengaja meletakkan ikan kecil di bagian dasar wadah dan
ikan besar di bagian atas untuk mengecoh pembeli. Sebenarnya hal ini sangat
merugikan, sebab proses perebusan ikan pindang berukuran besar membutuhkan
waktu yang lebih lama, sehingga pada saat ikan berukuran besar belum masak
ikan kecil biasanya telah hancur. Dengan demikian konsumen akan merasa tertipu
sehingga tidak mau membeli lagi.
7. Persiapan Wadah
Wadah yang digunakan untuk membuat ikan pindang adalah periuk yang
terbuat dari tanah liat atau alumunium. Sebaiknya wadah yang digunakan terbuat
dari tanah liat, sebab wadah semacam ini selain dapat menetralisasi panas secara
merata ke seluruh bagian. Besarnya wadah hendaknya disesuaikan dengan ukuran
ikan yang akan diproses. Wadah yang terlalu kecil memperdulit penyusunan ikan,
bahan dapat mengakibatkan tubuh ikan menjadi bengkok dan patah sehingga
harga jual ikan pindang menurun.
Bagian dalam periuk biasanya dilapisi jerami atau anyaman bambu setebal
1 – 2 cm. alat ini berfungsi untuk mencegah melekatnya ikan ke dasar atau tepi
wadah dan mencegah hangusnya ikan pindang. Pada dinding periuk bagian bawah
sebaiknya dibuat lubang kecil yang dapar dibuka dan ditutup dengan mudah untuk
mengalirkan cairan yang terbentuk akibat proses hidrolisa selama perebusan.
8. Penggaraman Ikan
Garam yang digunakan dalam proses pemindangan berfungsi untuk
memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan di dalam tubuh ikan
dan mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun
organisme lain. Garam yang digunakan dapat berbentuk kristal atau larutan.
Jumlah garam kristal yang digunakan berkisar antara 5-10% dari berat total ikan.,
ter5gantung selera. Pemberian garam dengan konsentrasi lebih besar dari 40%
akan menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin, sedangkan pemberian garam
kurang dari 5% akan menghasilkan produk ikan pindang dengan daya awet yang
rendah. Garam ditaburkan di atas lapisan ikan hingga seluruh tubuh ikan tertutup
garam. Tebal lapisan garam adalah 0.5 cm. setelah garam selesai ditaburkan,
tambahkan 1 liter air bersih untuk setiap 2 kg ikan. Penambahab air dimaksudkan
untuk membantu proses penetrasi garam ke dalam tubuh ikan.
Proses penggaraman ikan pindang denag menggunakan larutan garam
dapat dilakukan dengan cepat, yakni cukup derngan menuangkan larutan garam
pada susunan ikan yang ada dalam wadah. Konsentrasi larutan garam yang
digunakan dapat dibuat sesuai dengan selera. Seluruh ikan yang ada dalam wadah
harus terendam oleh larutan garam, agar dapat diperoleh produk ikan pindang
dengan mutu yang relative seragam.
9. Perebusan Ikan
Setelah proses penyusunan dan penggaraman ikan selesai dilakukan,
wadah segera ditutup dengan alat penutup yang dilengkapi dengan pemberat. Alat
penutup dapat dibuat dari bahan apa saja asalkan dapat berfungsi sebagai alat
untuk mencegah penecmaran yang disebabkan oleh lalat atau mikroorganisme
lain. Proses perebusan yang berlangsung hinggan ikan masak menggunakan kayu
baker atau minyka tanah sebagai sumber panas. Kayu baker yang digunakan
sebaiknya dipilih kayu yang tidak menimbulkan bau kurang sedap agar tidak
mempengaruhi mutu ikan pindang.
Api yang digunakan untuk merebus sebaiknya tidak terlalu besar agar
seluruh bagian tubuh ikan menjadi benar-benar matang dan tidak hangus. Bila api
terlalu besar, biasanya tubuh ikan bagis luar akan menjadi kering, sedangkan
bagian dalam masih mentah. Ikan pindang demikian kurang baik, karena proses
pembusukan tetap dapat berlangsung di dalam tubuh ikan. Selain itu, suimber api
yang terlalu besar juga dapat mengakibatkan periuk tanah menjadi pecah.
Lama perebusan tidak dapat ditentukan secara pasti. Bila terlalu cepat,
hasil poemindangan kurang sempurna, tetapi bila terlalu lama sering
mengakibatkan tubuh ikan menjadi kering, hangus atau periuk menjadi pecah.
Biasanya nelayan atau petani ikan dapat mengetahui berapa lama waktu perebusan
yang cukup berdasarkan bunyi air mendidih. Bila air mendidih masih berbunyi
halus berarti perebusan belum selesai, tetapi bila terdengan bunyi air menggelegak
berarti wadah pemindangan ikan harus segera diangkat. Meskipun demikian,
sebagai patokan biasanya waktu perebusan ikan berkisar 2-12 jam, tergantung
ukuran ikan yang dipindang. Pada ikan yang telah masak terdapat retakan-retakan,
terutama pada bagian daging, kepala dan ekor.
Selam proses perebusan berlangsung, cairan di dalam wadah akan terus
bertambah karena terjadi pengeluaran caioran dari dalam tubuh ikan. Jikan wadah
tidak mampu menampung cairan yang ada, harus dilakukan pembuangan sebagian
cairan dengan jalam membuka sumbat lubang yang terdapat di dinding periuk
bagian bawah. Cairan ini sebaiknya ditampung, karena masih dapat diolah
menjadi kecap ikan atau petis.
10. Penyimpanan
Penimpanan produk hasil pemindangan harus mendapat perhatian pula,
agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan selama ikan pindang dalam
penyimpanan. Wadah ikan hasil pemindangna harus ditutup sebaik mungkin agar
tidak terkena debu. Untuk mendapatkan daya awet yang tinggi, sebaiknya ikan
pindang diletakkandi dalam ruangan yang kering dan bertemperatur lingkungna
yang cukup rendah. Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan di dalam
ruangan yang lembab atau basah, karena hal ini dapat meningkatkan aktivitas
bakteri ataupun mikroorganisme lain dan dengan demikian menurunkan kualitas
ikan pindang.
2.2. Produk Pengasapan
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat
mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui
semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan
bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang
bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses pengawetan
seperti; menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan, menggunakan ikan
yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacam-macam pengawetan
ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan,
pengasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
Tabel 2. Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
Komponen Kadar %
Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi,
dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia. Ikan merupakan makanan utama sebagai lauk sehari-hari
yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari Negara
lainnya. Penggolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang
mengkonsumsi ikan lebih banyak.
2.2.1 Prinsip Pengasapan Ikan
Tujuan pengasapan ikan, pertama untuk mendapatkan daya awet yang
dihasilkan asap. Tujuan kedua untuk memberikan aroma yang khas tanpa peduli
kemampuan daya awetnya.
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia
alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan
terbentuk senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan
panas. Senyawa asap tersebut menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air
yang ada di permukaan tubuh ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas
pada produk dan warnanya menjadi keemasan atau kecoklatan.
2.2. Deskripsi Bahan Baku
Pengasapan merupakan salah satu cara mengawetkan daging
menggunakan kombinasi antara penggunaan panas dan zat kimia yang dihasilkan
dari pembakaran kayu. Jenis kayu sebagai sumber asap sebaiknya berasal dari
kayu keras yang dapat menghasilkan asap dengan mutu dan volume asap sesuai
dengan yang diharapkan. Kayu keras (non resinous) pada umumnya mengandung
40-60 % selulosa, 20-30% hemiselulosa dan 20-30% lignin. Tempurung kelapa
termasuk golongan kayu keras yang dapat menghasikan asap dalam waktu yang
lama karena lambat terbakar. Pembakaran tempurung kelapa tua dengan udara
terbatas akan menghasilkan arang dengan kualitas pembakaran yang cukup tinggi.
Penggunaan tempurung kelapa sebagai sumber asap memiliki beberapa
keuntungan diantaranya mudah diperoleh dan merupakan hasil sampingan buah
kelapa yang dapat dioptimalkan penggunaanya (Kusmajadi et al., 2011).
Pengasap ikan laut bahan-bakar tempurung kelapa, melibatkan
komponenkomponen sistem : 1) Bahan-bakar tempurung kelapa, 2) Tungku
pengasap ikan tipe ganda tiga dan 3) Ikan laut. Zona kecepatan aliran fluida gas
asap secara horizontal maupun vertikal terjadi lapisan yang tidak sama
kecepatannya, hal ini berakibat pada debit aliran pada volume atur ruangan
pengasap (Komar, 2010).
Komposisi gizi ikan lele dumbo menurut Nurimala et al. (2009) adalah:
Tabel 1. Komposisi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Komponen Jumlah (%)
Air 79,73
Abu 1,47
Lemak 0,95
Protein 17,71
Karbohidrat (by different) 0,14
2.2.2 Macam-Macam Pengasapan Ikan
Berdasarkan suhu yang digunakan, dikenal tiga macam pengasapan : yaitu
pengasapan panas (“hot smoking”), pengasapan sedang (“semi-hot smoking”),
dan pengasapan dingin (“cold smoking”). Pengasapan panas menggunakan suhu
sebesar atau melebihi 100oC, sedang suhu pengasapan dingin berkisar pada 40oC.
Sebelum pengasapan dimulai, biasanya dilakukan pemanasan terlebih dahulu
dengan tujuan guna menurunkan kadar air bahan sehingga sesuai untuk
pengasapan. Dari penelitian menggunakan model, mengemukakan bahwa
kenampakan berkilau pada produk pengasapan yang dikehendaki akan timbul bila
kadar air bahan, dalam hal ini konsentrat protein ikan, tidak melebihi 65 persen.
Pada pengasapan panas, ikan dianggap siap untuk diasapi bila kulitnya nampak
kering dan bagian daging terpisah dai tulangnya. Biasanya pengeringan sebagian
tersebut dilakukan dalam kondisi corong dan lubang abu yang terbuka lebar,
disertai hembusan angin yang kuat, sehingga produksi asap tidak terjadi. Pada
pengasapan panas, suhu pengeringan yang dipakai dapat berkisar antara 75o dan
80oC. Sedang pada pengasapan dingin, pengeringan dilakukan dengan jalan
menghembuskan udara hangat; dengan memanaskan bahan secara langsung di
rumah asap melalui pembakaran kayu secara sempurna, ataupun dengan
mengering-anginkan bahan di udara terbuka (Yulstiani, 2008).
Pengasapan adalah suatu teknik pengawetan dengan menggunakan asap dari
hasil pembakaran kayu atau bahan bakar lainnya. Selain untuk mengawetkan,
pengasapan berfungsi member aroma serta rasa yang khas pada daging ikan.
Pengasapan juga dapat membunuh bakteri dan daya bunuh dari asap tersebut
tergantung pada suhu pengasapan dan lama pengasapan. Makin lama ikan diasapi
maka makin banyak senyawa kimia yang terbentuk selama pembakaran, demikian
pula makin banyak zal-zal pengawet yang mengendap pada ikan asap, dengan
demikian akan lebih lama daya awet ikan asap tersebut. Yang dapat meningkatkan
daya awet selama pengasapan bukan asap melainkan unsurunsur kimia yang ada
di dalam asap yang dapat berperan sebagai disenfektan, pemberi warna, memberi
citarasa, dan aroma ikan. Kondesat asap dapat bersifat antioksidan walaupun pada
konsentrasi rendah, sementara pengaruh utama dari degradasi lipida adalah
meningkatnya secara estetik rasa dan bau yang tidak disenangi (Sanger, 2010).
Metode pengasapan ada 4, yaitu : pengasapan dingin (cold smoking),
pengasapan panas, pengasapan listrik (electric smoking), pengasapan liquid/cair.
Pengasapan dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang
diasap agak jauh dari sumber asap, dengan suhu penyimpanan tidak terlalu tinggi,
cukup 30ºC -60ºC. Pengasapan panas, ikan yang akan diasapi didekatkan sangat
dekat dengan sumber asap, sehingga suhu pengasapan mencapai 100 OC dan ikan
masak sebagian disebut juga dengan proses pemanggangan ikan. Pengasapan
listrik yaitu pengasapan dengan menggunakan muatan listrik untuk membantu
meletakkan partikel asap ke tubuh ikan. Pengasapan liquid/cair, ikan dicelupkan
ke dalam larutan asap (Yusroni, 2009).
2.2.4 Bahan-Bahan Pengasapan Ikan
Proses pengasapan ikan pada mulanya masih dilakukan secara tradisional
yang ditujukan untuk pengawetan. Dalam perkembangannya asap cair ditujukan
untuk memberikan efek terhadap aroma, rasa dan warna yang spesifik. Beberapa
jenis limbah pertanian seperti bonggol jagung, sekam padi, ampas tebu, kulit
kacang tanah, tempurung dan sabut kelapa, perdu, kayu mangrove, sejenis pinus,
dan lain-lain, berpotensi memiliki kandungan senyawa antioksidan fenol dan
antibakteri yang dapat mengawetkan dan memberi rasa sedap spesifik pada
produk ikan asap (Swastawati, 2011).
Komposisi asap dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu,
kadar air kayu dan suhu pembakaran yang digunakan (Girard, 1992; Maga, 1987).
Jenis kayu yang mengalami pirolisis menentukan komposisi asap. Kayu keras
pada umumnya mempunyai komposisi yang berbeda dengan kayu lunak. Kayu
keras (misalnya kayu oak dan beech) adalah paling umum digunakan karena
pirolisis terhadap kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih
kaya kandungan senyawa aromatik dan senaywa asamnya 8dibandingkan kayu
lunak (kayu yang mengandung resin) (Yulstiani, 2008).
Warna kuning emas pada ikan asap disebabkan oleh reaksi antara fenol dan
oksigen dari udara, yang kemungkinan terjadi setelah unsur asap tersebut
mengalami pengendapan saat pengasapan. sedangkan warna mengkilat pada ikan
asap disebabkan lapisan damar tiruan yang dihasilkan oleh reaksi fenol dari
golongan pirigalol dengan oksigen dari udara. Proses oksidasi ini akan lebih cepat
terjadi apabila keadaan sekeliling bersifat alkalis. Senyawa fenolik yang
terkandung dalam daun sirih. dapat menghambat oksidasi lemak sehingga
mencegah kerusakan lemak. Kandungan senyalva fenolik pada ekstrak daun sirih
seperti eugenol, kavikol dan hidrokavikol dapat menghambat oksidasi lemak
(Sanger, 2010).
Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil
pada ikan yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk
dengan rasa dan aroma spesifik umur simpan yang lama karena aktivitas anti
bakteri, menghambat aktivitas enzimatis pada ikan sehingga dapat mempengaruhi
kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu umumnya berupa fenol (yang
berperan sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon dan
senyawa nitrogen seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang menempel
pada permukaan dan selanjutnya menembus ke dalam daging ikan (Isamu, 2012).
2.2.4 Senyawa Kimia dalam Pengasapan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), komponen-komponen asap
yang merupakan bahan pengawet adalah sebagai berikut:
a. Alcohol (metil alcohol dan etil alcohol)
b. Aldehid (formaldehid dan asetaldehid)
c. Asam-asam organic (asam semut dan asam cuka).
Menurut Komar (2001), Reaksi kimia secara alami, terjadi senyawa
formaldehid dengan phenol yang menghasilkan damar tiruan pada permukaan
ikan, untuk itu diperlukan suasana asam sebagaimana tersedia dalam
komponen asap itu sendiri. Perubahan warna ikan asap menjadi kuning
kecoklatan, warna ini akibat reaksi kimia phenol dengan oksigen dari udara
hasil pembakaran secara langsung dalam bentuk bara dari pembakaran tak
semporna (in-complite). Oksidasi akan berjalan dengan laju lebih tinggi bila
pada lingkungan asam, hal ini juga sudah tersedia pada tubuh ikan itu sendiri.
Selain studi tentang toksisitas, keamanan dari asap cair tersebut tidak
terlepas dari komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Asap cair
yang berasal dari bahan baku berbeda dan metode pirolisis yang berbeda, akan
menghasilkan komponen kimia yang berbeda. Asap cair komersial yang banyak
digunakan dalam skala industri maupun laboratorium, telah diteliti komposisinya,
aktivitas antimikrobialnya, dan pengaruhnya terhadap sifat organoleptik produk
perikanan. Komposisi dari asap cair sangat kompleks dan terdiri dari komponen
yang berasal dari kelompok senyawa kimia yang berbeda, seperti aldehid, keton,
alkohol, asam, ester, turunan furan dan pyran, turunan fenolik, hidrokarbon, dan
nitrogen (Budijanto et al., 2008).
2.2.5 Karsinogenik Pada Pengasapan Ikan
Perbincangan terhadap asap sebagai agen penyebab kanker (karsinogen)
dan perubahan gen (mutagen) semakin marak. Asap, tidak hanya asap rokok,
tetapi juga asap paga daging ikan yang dipanggang, dibakar, atau diasap, dicurigai
sebagai agen kanker yang berbahaya. Ada tiga kelompok senyawa piliciclic
aromatic hydrocarbon (PAH), N-nitroso compound (NNC), dan heterocyclic
aromatic amine (HAA). Senyawa PAH biasanyaditemukan pada ikan asap, NNC
pada daging asap, dan HHA pada ikan dan daging bakar atau panggang.
2.2.6 SNI Pengasapan Ikan
Menurut Nastiti (2006), nilai organoleptik ikan asap menurut SNI No. 01-
2725-1992 adalah > 7 dengan kriteria kenampakan menarik dan bersih, bau asap
cukup tanpa ada tambahan mengganggu, rasa enak, konsistensi padat, kompak
serta kering antar jaringan. Persyaratan mutu ikan asap menurut SNI No. 01-2725-
1992 tercantum dalam Tabel :
Tabel 3. SNI Pengasapan
Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu
Organoleptik
Nilai minimum
Kapang
7
Tidak tampak
Cemaran Mikroba
ALT, maksimum
Escheriscia coli
Salmonella sp.*
Stapilococus aureus*
CFU / gram
APM / gram
Per 25 gram
Per 25 gram
5x105
<3
Negatif
Negatif
Cemaran Kimia
Air, maksimum
Garam, Maksimum
Abu, tidak larut dalam
Asam, maksimum
% b/b
% b/b
% b/b
60
4
1,5
2.2.7 Cara Mengolah Pengasapan Ikan
Cara mengolah pengasapan, ikan, langkah pertama yang dilakukan adalah
menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah lemari pengasap,
pisau, talenan, benang kasur, timbangan digital, baskom, kawat pengait, tang,
cobek, piring. Bahan yang digunakan adalah ikan lele 2kg, bawang putih, 2,5 %,
bawang putih 2,5% dari berat ian, garam 5% dari berat ikan, serta tempurung, dan
serabut kelapa.
Setelah mempersiapkan alat an bahan, langkah selanjutnya adalah
mematikan ikan lele dengan cara memukul bagian kepala, lalu menyayat bagia
perut ikan ecara vertical dan ditarik isi perut dari seluruh bagian rongga perut
kemudian darah dan kotoran dibersihkan dengan air yang mengalir hingga bersih.
Kemudian disiapkan larutan garam 5% dari berat ikan dan dihaluskan bawang
putih 2,5% dari berat ikan. Tujuan perendaman garam adalah untuk menarik
kandungan air dalam bahan pangan karena memiliki konsentrasi larutan yang
lebih pekat dibandingkan dalam tubuh ikan. Perendaman dengan bawang putih
adalah untuk menanbahkan cita rasa produk dan sebagai bahan antimikroba.
Perendaman dilakukan selama 15 menit. Karena diansumsikan waktu segitu
larutan garam dapat menyerap kedalam tubuh ikan. Kemudian diikat ekor dan
diikat kepala agar tidak jatuh dan air dapat keluar dari tubuh ikan dan diberi kayu
pada rongga perut agar asap dapat masuk kedalam rongga tubuh. Kemudian
dimasukkan kedalam lemari asap dan dibakar tempurung kelapa sebagai sumber
asap, lalu diasapi ikan selama Kurang lebih 2 jam sampai berwarna coklat
keemasan ditunggu hingga matang lalu disajikan diatas piring saji untuk uji
organoleptic dan dihasilkan lele asap.
2.3. Fermentasi Produk Penggaraman
Pada dasarnya metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga), yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan penggaraman
campuran.
1) Metode dry salting /Penggaraman kering
Metode penggaraman kering menggunakan kristal garam yang
dicampurkan dengan ikan. Pada umumnya ikan-ikan yang besar dibuang isi
perutnya terlebih dahulu dan bila perlu dibelah agar dagingnya menjadi tipis
sehingga lebih mudah untuk ditembus oleh garam. Pada proses penggaraman, ikan
ditempatkan di dalam wadah yang kedap air, misalnya bak dari kayu atau dari
bata yang disemen. Ikan disusun selapis demi selapis di dalam wadah, diselingi
dengan lapisan garam. Jumlah garam yang dipakai umumnya 10-35% dari berat
ikan.
Prosesnya :
o Taburkan garam ke dasar bak setebal 1 – 5 cm tergantung jumlah ikan
yang diolah. Lapisan ini berfungsi sebagai alas ikan pada saatproses
penggaraman
o Susunlah ikan dengan rapi diatas lapisan garam tadi. Usahakan bagian
perut ikan menghadap kebawah. Diatas lapisan ikan yang sudah tersusun,
taburkan kembali garam secukupnya. Lakukan itusampai semua ikan
tertampung didalam wadah, setiap lapisan ikan selalu diselingi oleh
lapisan garam. Pada lapisan atas ditebarkan
o Garam setebal 5 cm agar tidak dihinggapi lalat.
o Tutuplah bak atau wadah dengan papan yang telah diberi pemberat agar
proses penggaraman dapat berlangsung dengan baik. Ikan dengan tingkat
keasinan tertentu dapat diperoleh sebagai hasil akhir proses penggaraman.
o Selesainya proses penggaraman ditandai dengan adanya perubahan tekstur,
daging ikan menjadi kencang dan padat. Lamanya penggaraman
tergantung jenis, ukuran dan tingkat kesegaran ikan. Walau demikian,
umumnya proses penggaraman dapat berlangsung 1 – 3 hari untuk ikan
ukuran besar, 12 – 24 jam untuk ikan ukuran sedang dan 6 – 12 jam untuk
ikan ukuran kecil
o Langkah selanjutnya, ikan diangkat dari tempat penggaraman. Ikan dicuci
dan dibersihkan dari kotoran yang menempel.
2) Penggaraman Basah (Wet Salting)
Penggaraman basah menggunakan larutan garam 30-50% (setiap 100 liter
larutan garam berisi 30-50 kg garam). Ikan dimasukkan ke dalam larutan itu dan
diberi pemberat agar semua ikan terendam, tidak ada yang terapung. Ikan
direndam dalam jangka waktu tertentu tergantung pada :
a. Ukuran dan tebal ikan
b. Derajat keasinan yang diinginkan
Di dalam proses osmosis, kepekatan makin lama makin berkurang karena
air dari dalam daging ikan secara berangsur-angsur masuk ke dalam larutan
garam, sementara sebagian molekul garam masuk ke dalam daging ikan. Karena
kecenderungan penurunan kepekatan larutan garam itu, maka proses osmosis akan
semakin lambat dan pada akhirnya berhenti. Larutan garam yang lewat jenuh
yaitu jumlah garam lebih banyak dari jumlah yang dapat dilarutkan sehingga
dapat dipergunakan untuk memperlambat kecendrungan itu.
3) Penggaraman Campuran (Kench Salting)
Penggaraman kench pada dasarnya adalah penggaraman kering, tetapi
tidak menggunakan bak. Ikan dicampur dengan kristal garam seperti pada
penggaraman kering di atas lantai atau di atas geladak kapal. Larutan garam yang
terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Cara tersebut tidak memerlukan bak,
tetapi memerlukan lebih banyak garam untuk mengimbangi larutan garam yang
mengalir dan terbuang. Proses penggaraman kench lebih lambat. Oleh karena itu,
pada udara yang panas seperti di Indonesia, penggaraman kench kurang cocok
karena pembusukan dapat terjadi selama penggaraman.
Penggaraman kering mampu memberikanhasil yang terbaik, karena daging
ikan asin yang dihasilkan lebih padat. Pada penggaraman basah, banyak sisik-sisik
ikan yang terlepas dan menempel pada ikan sehingga menjadikan ikan tersebut
kurang menarik. Selain itu dagingnya kurang padat.
Proses penggaraman berlangsung lebihcepat pada suhu yang lebih tinggi,
tetapi proses-proses lain termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Di
negara dingin, penggaraman dilakukan pada suhu rendah, dan ternyata hasil
keseluruhannya lebih baik daripada yang dilakukan pada suhu tinggi. Indonesia
merupakan negara tropis yang memiliki suhu panas, sebaiknya penggaraman
dilakukan di tempat yang teduh.
4) Prosedur Penggaraman
o Ikan dipisahkan berdasarkan jenis,ukuran dan tingkat kesegaranrannya
o Ikan disiangi bagian sisik, isi perut dan insang.Kemudian dicuci sampai
bersih.
o Ikan digarami dengan metode wet salting,dry salting, ataupun kench
salting
o Lama penggaraman dipengaruhi oleh metode yang digunakan, ukuran dan
tingkat kesegaran ikan
Setelah dilakukan proses penggaraman dilakukan proses pengeringan.
Cara yang umum digunakan untuk mengeringkan ikan adalah dengan
menguapkan air dari tubuh ikan, yaitu dengan menggunakan hembusan udara
panas. Dengan hawa panas ini, akan terjadi penguapan air dari tubuh ikan dari
mulai permukaan hingga ke bagian dalam tubuh ikan. Kecepatan penguapan atau
pengeringan dipen garuhi beberapa faktor antara lain :
o Kecepatan udara. Semakin cepat udara maka ikan akan semakin cepat
kering
o Suhu udara. Makin tinggi suhu udara maka penguapan akan semakin cepat
o Kelembaban udara. Makin lembab udara, proses penguapan akan semakin
lambat
o Ketebalan daging ikan. Makin tebal daging ikan, proses pengeringan
makin berjalan lambat
o Arah aliran udara terhadap tubuh ikan. Makin kecil sudut arah udara
terhadap posisi tubuh ikan maka ikan semakin cepat kering.