Tetanus.docx

46
1 MAKALAH TETANUS LABORATORIUM ILMU FARMASI RS. DR. MOEWARDI SURAKARTA Oleh: Femiastutik Ekanova, S.Ked 206.121.0027 KEPANITERAAN KLINIK MADYA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Transcript of Tetanus.docx

7

MAKALAHTETANUSLABORATORIUM ILMU FARMASIRS. DR. MOEWARDI SURAKARTA

Oleh:Femiastutik Ekanova, S.Ked206.121.0027

KEPANITERAAN KLINIK MADYAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG2014

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sholawat serta salam yang kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita menuju jalan kebenaran sehingga dalam penyelesaian tugas ini kami dapat memilah antara yang baik dan buruk. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan laporan kasus ini dapat terselesaikan. Makalah ini membahas tentang Tetanus, yaitu terkait status pasien, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan manajemen penatalaksanaannya.Kami menyadari dalam makalah ini belum sempurna secara keseluruhan oleh karena itu kami dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun sehingga dapat membantu dalam penyempurnaan dan pengembangan penyelesaian laporan selanjutnya.Demikian pengantar kami, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua. Amin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Solo, 07 Januari 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul iKata Pengantar iiDaftar Isi iiiBab I: Pendahuluan11. Latar Belakang11. Rumusan Masalah21. Tujuan21. Manfaat2Bab II: Tinjauan Pustaka 41. Definisi41. Etiologi41. Patofisiologi51. Gejala Klinis71. Diagnosis91. Diagnosa Banding101. Penatalaksanaan 101. Prognosa141. Komplikasi151. Prognosis15Bab III: Ilustrasi Kasus 161. Identitas Pasien161. Anamnesa161. Pemeriksaan Fisik171. Pemeriksaan Penunjang201. Scoring Tetanus221. Diagnosis221. Tujuan Terapi 221. Penatalaksanaan 23Bab IV: Penutup 264.1. Kesimpulan 26Daftar Pustaka27

BAB IPENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANGTetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani.Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ). Angka kejadian dan kematian karena tetanus di Indonesia masih tinggi. Indonesia merupakan negara ke-5 diantara 10 negara berkembang yang angka kematian tetanus neonatorumnya tinggi. Pada tahun 1988 jumlah kematian neonatus 54633 dan pada tahun 1992 berjumlah 33264 sedangkan angka kematian tetanus neonatorum pada tahun 1988 sebesar 10,9 dan tahun 1992 sebesar 7,3 . Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara tetangga yakni Vietnam dengan jumlah kematian karena tetanus neonatorum tahun 1988 sebanyak 9598 dan tahun 1992 berjumlah 85550 dan angka kematian tahun 1988 dan 1992 adalah 4.8 dan 4,2 secara berurutan.Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ). Prognosis tetanus ditentukan salah satunya adalah dengan penatalaksanaan yang tepat dan dilakukan secara intensif. Penyakit tetanus pada neonatus mempunyai case fatality rate yang tinggi (70-90%) sehingga bila tetanus dapat didiagnosis secara dini dan ditangani dengan baik maka dapat lebih menurunkan angka kematian. Penatalaksanaan yang baik ditentukan antara lain oleh pemahaman yang tepat mengenai patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosis dari penyakit tetanus.

1.2. RUMUSAN MASALAH1. Apa yang dimaksud dengan Tetanus?1. Apa etiologi Tetanus?1. Bagaimana patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis pada Tetanus?1. Bagaimana penegakkan diagnosis dan diagnosis banding Tetanus?1. Bagaimana penatalaksanaan pasien Tetanus?1. Apa komplikasi Tetanus?1. Bagaimana prognosis pasien dengan Tetanus?

1.3. TUJUAN1. Mengetahui definisi Tetanus.1. Mengetahui etiologi Tetanus.1. Memahami patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis pada Tetanus.1. Mengetahui penegakkan diagnosis dan diagnosis banding Tetanus.1. Mengetahui penatalaksanaan pasien Tetanus.1. Mengetahui komplikasi Tetanus.1. Mengetahui prognosis Tetanus.

1.4. MANFAAT1. Mnafaat untuk Penelaah1. Menambah ilmu pengetahuan tentang Tetanus.1. Khususnya dapat memahami tentang Tetanus baik itu etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.1. Manfaat untuk Pembaca1. Menambah ilmu pengetahuan tentang Tetanus.1. Memahami tentang Tetanus baik itu etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.1. Sebagai bekal bagi para dokter muda, khususnya mahasiswa FK Unisma dalam prakteknya dan aplikasinya di lapangan sesuai dengan kompetensi dokter umum.1. Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan1. Sebagai salah satu literatur dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tentang kedokteran, khususnya Tetanus. 1. Memberikan inspirasi kepada para ilmuwan untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran1.1.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. DefinisiTetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan, dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh, kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot.

1. EtiologiTetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 m. Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis. Bakteri berspora ini, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada debu jalan, tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang.Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.

Gambar 1. Mikroskopik Clostridium tetani

1. PatofisiologiClostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan atau berkurangnya potensi oksigen.Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara : a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot. b.Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord. c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas . Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu: 1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat 2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara, sebagai berikut :1. Masuk ke dalam ototToksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.2. Penyebaran melalui sistem limfatikToksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah.Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena. Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat. 4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf inhibitor.

1. Gejala KlinisMasa inkubasi tetanus umumnya antara 3-21 hari, namun dapat singkat hanya 1-2 hari dan kadang-kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang. Secara klinis tetanus ada 3 macam:2. Tetanus Umum (Generalized tetanus)2. Tetanus Lokal (Localited tetanus)2. Bentuk cephalic (Cephalic tetanus)Selain itu ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus.Karakteristik dari tetanus yaitu antara lain: Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya Setelah 2 minggu kejang mulai hilang. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme Otot masetter. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus , nuchal rigidity) Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat . Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).1. Generalized Tetanus Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. 2. Tetanus lokal (lokalited Tetanus) Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.3. Cephalic tetanus Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung. 4. Neonatal tetanus Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril, merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. Menurut penelitian E.Hamid. dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus. Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional (TBA =Traditional Birth Attedence) 56 kasus (68,29 %), tenaga bidan 20 kasus (24,39 %) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus (7, 32 %). Berikut ini tabel. yang memperlihatkan instrument untuk memotong tali pusat.

1. DiagnosisDiagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa:

1. Gejala klinik Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile). 2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan. 3. Kultur: C. tetani (+). 4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

1. Diagnosa BandingUntuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sular sekali dijumpati dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan SERUM aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardinicus dan kesadaran yang tetap normal. Berikut ini Tabel 1 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus :

Tabel 1.

1. Penatalaksanaan1. UmumTujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb : a) Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS. b) Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. c) Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita d) Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. e) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.2. Obat- obatan 1. Antibiotika : Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit/KgBB/12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.2. Antitoksin Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.3. Tetanus Toksoid Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara IM. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.4. AntikonvulsanPenyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. Tabel 2. JENIS ANTIKONVULSAN Jenis ObatDosisEfek Samping

Diazepam0,5 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)Stupor, Koma

Meprobamat300 400 mg/ 4 jam (IM)Tidak ada

Klorpromasin25 75 mg/ 4 jam (IM)Tidak ada

Fenobarbital50 100 mg/ 4 jam (IM)Depresi pernafasan

Biasanya obat yang dipilih adalah diazepam. obat ini diberikan melalui bolus injeksi yang dapat diberikan setiap 24 jam. Pemberian berikutnya tergantung pada basil evaluasi setelah pemberian anti kejang. Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol, maka jadwal pemberian diazepam yang tetap dan tepat baru dapat disusun. Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan (setelah kejang terkontrol) adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian (pemberian dilakukan tiap 3 jam). Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kejang, bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari (dosis maintenance). Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah dapat dibuat, dan ini dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan secara bertahap, yaitu 10-15 % dari dosis optimum tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara drastis, oleh karena bila terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan penaikkan dosis ke dosis semula yang efektif belum tentu dapat mengontrol kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang, dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang dipertahankan selama 2-3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini dilakukan untuk selanjutnya . Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang lainnya harus dilakukan.

Tabel 2.

1. PrognosaPrognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana : 1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spsm ) 2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum 3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi. Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek. Prognosa tetanus neonatal jelek bila: 1. Umur bayi kurang dari 7 hari 2. Masa inkubasi 7 hari atau kurang 3. Periode timbulnya gejala kurang dari 18 ,jam 4. Dijumpai muscular spasm. Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%, sedangkan tetanus neonatorum > 60%.

1. KomplikasiKomplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.

1. PencegahanMencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster. Pada seseorang yang memiliki luka, jika:1. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu menjalani vaksinasi lebih lanjut2. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan vaksinasi3. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.

BAB IIIILUSTRASI KASUS

2. IDENTITAS PENDERITA0. Nama : Tn. S0. Umur : 47 Tahun0. Jenis kelamin : laki-laki0. Alamat: Malang0. Agama: Islam0. Suku: Jawa0. Status perkawinan: Menikah0. Pendidikan: SMP0. Pekerjaan: Petani0. Tanggal masuk : 07 Januari 2014

2. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama: Kejang2. Riwayat Penyakit Sekarang:Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan diantar oleh keluarganya dengan keluhan kejang-kejang sejak tadi malam, pasien mengalami kejang apabila mendengar suara keras atau melihat cahaya mendadak. Kejang sebanyak 5 kali selama 3 menit. Setelah kejang 10 menit kemudian sadar. Saat di RS pasien sempat kejang 2 kali dengan durasi 1 menit. Selain itu pasien juga merasakan leher terasa kaku, badan terasa kaku, mulut sulit dibuka, dan sesak. Kaku dirasakan berawal dari mulut yang tidak dapat dibuka lalu menjalar sampai kaki. Pasien tidak mengalami mual ataupun muntah.Riwayat Penyakit DahuluPasien sebelumnya belum pernah mengalami sakit yang serupa. Pasien menyangkal menderita Tetanus, asma, alergi, maupun penyakit lainnya. Keluarga pasien mengaku sekitar 1 minggu yang lalu kaki kanan pasien tertusuk duri saat bekerja di sawah. Saat itu pasien berusaha untuk mengeluarkan sisa durinya dengan menggunakan sebuah peniti yang ia gunakan untuk mengaitkan kancing celananya tersebut. Selama 1 minggu tersebut pasien tidak mengkonsumsi obat apa-apa (tidak memeriksakannya), karena pasien beranggapan hal tersebut adalah hal biasa dan tidak akan terjadi apa-apa.Awalnya pasien tidak mengalami demam namum sejak kejang terjadi pasien mengalami demam yang hilang timbul. Dan karena kejangnya cukup sering (lebih dari 3 kali) maka keluarga pasien memutuskan untuk membawanya ke IGD RSUD Moewardi Surakarta.3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit serupa: disangkal Riwayat hipertensi: disangkal Riwayat DM: disangkal Riwayat alergi: disangkal4. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang sakit serupa dengan pasien. 5. Riwayat Kebiasaan Pasien suka minum kopi Pasien suka sekali makanan pedas Merokok (+) Pasien sering tidak menggunakan alas kaki saat kerja di sawah

2. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan UmumTampak sakit sedang, status gizi baik. Kesadaran compos mentis GCS 4562. Tanda VitalTensi: 130/90 mmHgNadi: 92 x / menitPernafasan : 24 x /menitSuhu : 37oC3. KepalaBentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, keriput (-), atrofi m. temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), muka rhisus sardonicus (+).4. Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)5. HidungNafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).6. MulutTrismus (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-).7. TelingaNyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-). 8. TenggorokanTonsil membesar (-), pharing hiperemis (-), Sekret (-)9. LeherJVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)10. ThoraksBarrel Chest (-), simetris, retraksi (-), spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (-).Cor:Inspeksi: ictus cordis tidak tampakPalpasi : ictus cordis kuat angkatPerkusi : batas kiri atas: SIC II Para Sternalis Line Sinistra batas kanan atas : SIC II Para Sternalis Line Dextra batas kiri bawah: SIC V Para Sternalis Line Sinistra batas kanan bawah: SIC IV Media Clavicularis Dextra Auskultasi: Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular Pulmo:Inspeksi : bentuk thoraks normochest, simetrisPalpasi: nyeri tekan (-), vocal fremitus menurun sinistra Perkusi : pekak pada thorax sinistra--

-

--

Auskultasi: prolong expirasi (-), ronkhi Wheezing (-)

11. AbdomenInspeksi : Dinding perut sejajar dinding thorak, bekas luka operasi (+), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)Auskultasi: Bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising epigastrium (-)Perkusi: timpani (+), pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-).Palpasi : Perut keras seperti papan (+), nyeri tekan (-), hepar/ lien sulit dievaluasi.12. Ektremitas:Superior dekstraEdema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-) petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)

Superior sinistraEdema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-), petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-), clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar eritema (-)

Inferior dekstraEdema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka bekas tusukan duri pada plantar pedis, deformitas (-), ikterik (-), petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)

Inferior SinistraEdema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-), petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-), clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri tekan (-)

13. Sistem genetalia: dbn

2. Pemeriksaan PenunjangTabel 1.Laboratorium 07 Januari 2014 pukul 09.00 WIBPemeriksaan 07/01/1408/01/14SatuanNilai Rujukan

Hb13.913,8Gr/dlLk : 13,5-18.,00Pr : 12,0-16,0

Hct44.440%Lk : 40-54Pr: 38-47

Jumlah Eritrosit MCVMCHMCHC

3.77

3.88

91.730.933.6 106/uL FlPg%

Lk : 4,6-6,280-9627-3133-37

Jumlah LekositJenis lekosit

Eosinofil Basofil Netrofil Limfos Monosit 12.3

14.9

0.10.193.73.003.10 103/uL

%E%B%N%L%M 4,5-12.4

1,00-4,000,00-1,0038,0-71,022,0-40,04,00-5,00

Jumlah Trombosit313273103/uL150-440

PTdetik10-15

INR

APTTdetik20-40

Gol darahO

GDS112Mg/dL80-110

GDPMg/dL76-120

GD2PPMg/dL80-140

Ureum4645Mg/dL10-50

Kreatinin1.01.1Mg/dL0,7-1,1

ElektrolitNaKClCa1485.11091434.6102mmol/Lmmol/Lmmol/Lmmol/L136-1463,5-5,198-1061,0-1,2

Prot total6.1g/dL6,6-8,7

Albumin3.5g/dL3,5-5

Globulin2.6g/dL0,6-5,2

Bil. Total0.46mg/dL0-1,1

Bil direk0,21Mg /dL0-0,25

Bil. Indirek0,25Mg /dL0-0,75

SGOT64u/L0-38

SGPT28u/L0-41

Alkaliphospatase57u/L0-270

Gamma GT21u/L10-66

Kol total145Mg /dL50-200

HDL-D45Mg /dL41-67

LDL-D89mg /dL0-130

Trigliserid43mg /dL50-150

Asam urat5mg /dL3,4-7

HbsAg(-)Negative

Anti HCVNegative

2. Scoring Tetanus1. Massa inkubasi > 12 hari : 12. Kejang > 3 hari : 33. Kejang spontan : 24. Trismus : 15. Rhisus sardonicus: 16. Perut papan : 1Score tetanus = 9 ( Tetanus grade II )2. Diagnosis Tetanus2. Tujuan Terapia. Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasib. Untuk mengatasi infeksi bakteri anaerob; menyebabkan kerusakan dinding sel bakteric. Menatrisasi toksin bebasd. Meningkatkan kerja GABA di SSP sehingga mengurangi nyeri akibat spasme ototAlgoritma:

Tentukan derajat keparahan penyakit:Tetanus ringan 16 : perlu perawatan khusus

Tempatkan pasien di ruang yang tenang (ICU) dan meminilisasi stimulasi Netralisasi toksin yang bebas: ATS 20.000 IU per hari selama 5 hari berturut-turut, atauTIG 3000-6000 unit, IM, minimal 4-6 minggu Menyingkirkan sumber infeksi Eksplorasi luka dan debridement Antibiotik penisilin (3x1,5 juta unit/hari) atau metronidazole (3x1 gr/hari) Pengendalian rigiditas dan spasme (sedasi, benzodiazepine, diazepam) Observasi dan pemantauan kardiopulmoner terus menerus

Nilai progesivitas penyakit dan reaksi terhadap pengobatan tiap 12 jam (berat kekakuan, suhu badan, status pernapasan)

2. PenatalaksanaanTata laksana penderita rawat inap: bed rest pada tempat yang tenang dan sedikit cahaya (isolasi). Diet sonde 1700 kkal/hari Perawatan luka Inf NaCl 0.9% 30 tpm Inf D5% 20 tpm Inf metronidazol 500 mg / 8 jam Inj ATS 20.000 U, i.m. Inj penicillin G procain 1.5 juta unit i.m. Injeksi diazepam 0.5 1 mg/kgBB/4jam IM Paracetamol 3 x 500 mg

Penulisan resep :R/ Inf. Natrium Clorida 0.9% fl No. IIICum infuse set No. IIV catheter no.22 No.IS immR/ Inf metronidazol 500 mg fl No. III S immR/ Antitetanus serum Inj 20.000 UI vial No. V Cum disposable syringe cc 10 No. IS immR/ Penicillin G procain Inj 3 juta IU No. I Cum disposable syringe cc 10 No. I Cum disposable syringe cc 1 No. I Cum Aquabidest Steril fl No.IS immR/ Diazepam inj amp No. IVCum disposable syringe cc 3 No. IV S immPro: Tn. S (47 th)

Pembahasan Resep: 1. NaCl 0,9% Kandungan : NaCl 9 gram Indikasi: mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi2. Metronidazole (500mg/100ml) Untuk mengatasi infeksi bakteri anaerob3. ATS (anti Tetanus Serum) Menatrisasi toksin bebas Diberikan selama 5 hari berturut-turut atau TIG 3000-6000 unit IM, minimal 4-6 minggu.

4. Peniciline G Procain ( lactam) Sediaan : 1ml = 600.000 IU; 2 ml = 1.200.000 IUMerupakan penicillin G larut air, lepas lambat IM; vial/ampul 200.000-20 juta IU diencerkan menjadi 100 ribu-300 ribu IU/ml. Mengandung benzil penisilin Mekanisme : menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri; hanya membunuh bentuk vegetatif C tetani bukan toksinnya.5. Diazepam (IM/4jam) Meningkatkan kerja GABA di SSP sehingga mengurangi nyeri akibat spasme otot. Sediaan: 5mg/ml atau 10mg/2ml

BAB IVPENUTUP

4.1. KESIMPULANTetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan, dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh, kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan tidak pada sistem saraf perifer atau otot.Penatalaksanaan tetanus dibagi menjadi dua, yaitu: Secara Umum Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan Perawatan luka Bila perlu diberikan oksigen dan atau trakeostomi Bersihkan saliva Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Secara Khusus Anti Tetanus toksin Antikonvulsan dan sedatif Antibiotik Imunisasi aktif

DAFTAR PUSTAKA

Azhali MS, Herry Garna, Aleh Ch, Djatnika S. Penyakit Infeksi dan Tropis. Dalam : Herry Garna, Heda Melinda, Sri Endah Rahayuningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, edisi 3. FKUP/RSHS, Bandung, 2005 ; 209-213.

Behrman, Richard E., MD; Kliegman, Robert M.,MD ; Jenson Hal. B.,MD, Nelson Textbook of Pediatrics Vol 1 17th edition W.B. Saunders Company. 2004

Brennen U. 2008. Clostridium tetani. http://bioweb.uwlax.edu/bio203/ s2008/unrein_bren/. Diakses 25 Februari 2011.

Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, Parry CM. 2009. Tetamus. J Neurol, Neurosurg, and Psychia 69 (3): 292301

Klein J. 2007. Infections tetanus. http://www.kidshealth.org/ parent/infections/ bacterial_viral/ tetanus.html. Diakses 24 Februari 2011.

Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms 11th ed. New Jersey: Pearson Education.Hal. 233-245

[CDC]. 2002. Clostridium tetani (tetanus). http://microbes. historique. net/tetani.html. Diakses 26 Februari 2011.

[CDC]. 2008. Tetanus. http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/ pinkbook/ downloads/tetanus.pdf. Diakses 26 Ferbruari 2011.

Perlstein D. 2010. Tetanus (Lockjaw & Tetanus Vaccinations). http://www.medicinenet.com/tetanus/article.htm. Diakses 25 Februari 2011.

Schiavo G, Benfenati F, Poulain B, Rossetto O, Polverino DLP, DasGupta BR, Montecucco C. 1992. Tetanus and botulinum-B neurotoxins block neurotransmitter release by proteolytic cleavage of synaptobrevin. Nature 359 (6398): 8325.

[WHO]. 1996. The high-risk approach: the WHO-recommended strategy to accelerate elimination of neonatal tetanus. Wlky Epidemiol Rec 71:3336.