Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

174

Click here to load reader

Transcript of Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Page 1: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN

KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

TESIS

Oleh

IDHA ENDRI PRASTIONO 067005070/HK

S

EK O L A

H

PA

SC A S A R JANA

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Idha Endri Prastiono : Peran Polri Dalam Penanggulangan Kejahatan Hacking Terhadap Bank, 2009 USU Repository © 2008

Page 2: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN

KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IDHA ENDRI PRASTIONO 067005070/HK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

2

Page 3: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Judul Tesis : PERAN POLRI DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

Nama Mahasiswa : Idha Endri Prastiono Nomor Pokok : 067005070 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) K e t u a

(Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum) (Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur (Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc) Tanggal lulus: 03 Maret 2009

3

Page 4: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Telah diuji pada Tanggal 03 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum 2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum 3. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum 4. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH

4

Page 5: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

ABSTRAK

Cybercrime atau kejahatan dunia siber mempunyai banyak bentuk atau rupa, tetapi dari kesemua bentuk yang ada, hacking merupakan bentuk yang banyak mendapat sorotan karena selain kongres PBB X di Wina menetapkan hacking sebagai first crime, juga dilihat dari aspek teknis, hacking mempunyai kelebihan-kelebihan. Pertama, orang yang melakukan hacking sudah barang tentu dapat melakukan bentuk cybercrime yang lain karena dengan kemampuan masuk ke dalam sistem komputer dan kemudian mengacak-acak sistem tersebut. Termasuk dalam hal ini, misalnya cyber terrorism, cyber pornography dan sebagainya. Kedua, secara teknis pelaku hacking kualitas yang dihasilkan dari hacking lebih serius dibandingkan dengan bentuk cybercrime yang lain, misalnya pornografi. Bank selama ini menjadi sasaran empuk dan sasaran yang banyak diserbu oleh para hacker karena dianggap sebagai institusi yang otomatis paling gigih membuat lapisan keamanan jaringan karena data uang miliaran rupiah tersimpan rapi di sistem jaringan sebuah bank. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan kejahatan hacking terhadap bank di Indonesia, bagaimana kendala Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank dan bagaimana upaya Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat yuridis normatif yaitu data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder ditelaah secara yuridis dengan tidak menghilangkan unsur non yuridis lainnya. Pendekatan ini mengarah kepada peraturan Perundang-Undangan sebagai kajian utama dan perilaku hukum dari pelaku kejahatan yang menyalahgunakan tehnologi dan informasi sebagai pendukung kongkrit dalam memperkuat analisis yuridis tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank yang dilaksanakan selama ini masih sangat minim sekali. Hal ini dikarenakan banyaknya hambatan yang ditemui oleh Polri, baik hambatan dari dalam tubuh organisasi Polri sendiri, hambatan Perundang-undangan yang ada, hambatan penyidikan dan hambatan dari masyarakat sendiri.

Sedangkan saran dalam rangka penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank antara lain melalui perbaikan atau revisi perundang-undangan yang ada, baik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan kejahatan hacking terhadap bank. Upaya lainnya yang tidak kalah pentingnya yaitu memunculkan wacana pemeriksaan pembalikan sistem pembuktian dan pembentukan Satuan Tugas Gabungan yang terdiri dari unsur aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim), Pemerintah selaku regulator, Bank Indonesia dan masyarakat khusus diantaranya dari kalangan hacker topi putih.

Kata Kunci : Polri, Penanggulangan kejahatan, hacking terhadap bank

5

Page 6: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

ABSTRACT

Cybercrime or crime siber world has many forms or shapes, but of all forms of existing, is a form of hacking that gets a lot of attention because of the UN Congress X in Vienna as the first set of hacking crime, is also seen from the technical aspects, hacking have excess-excess. First, those who do hacking to be sure you can do that other forms of cybercrime as the ability to enter into the computer system and then make a random system. Included in this, such as cyber terrorism, cyber pornography and so forth. Second, the technical quality of the hacking that resulted from hacking more serious compared with other forms of cybercrime, such as pornography. Bank during this become soft targets and objectives by the hacker because the institution is considered as the most persistent automatically create a layer network security because data of money saved billions of rupiah in the neat system a network bank. The problem in which the research is how the crime of hacking against a bank in Indonesia, how the police in tackling the problem of hacking crimes against the bank and how the police efforts in tackling the crime of hacking against a bank.

Research approach used is a normative juridical, the data collected data both primary and secondary data to be a juridical element does not eliminate other non-juridical. This approach leads to laws and regulations as a major study of law and behavior of the perpetrator to use wrongly technology and information as a concrete support in strengthening the juridical analysis.Results of research indicate that the role of police in handling crimes against hacking bank that was conducted over this is very very minimal. This is because the many obstacles found by the police, both of the major police organization in the body itself, the major legislation that is, barriers and constraints of investigation from the community itself.

Meanwhile, police made efforts to address the crime of hacking against a bank, among others, through the repair or revision of legislation that is, whether Law No. 11 Year 2008 and the regulations relating to other crimes against hacking bank. Other efforts that are not less important issue, namely the discourse inspection and verification system inversion formation of Joint Task Force consisting of elements from law enforcement (Police, Prosecutor and Judges), the Government as the regulator, Bank Indonesia and the community's special among the white-hat hackers.

Keywords : Polri, Criminal act prevention, the crime of hacking against a bank.

6

Page 7: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan segala Rahmat dan TaufikNya sehingga masih diberi kesehatan dan

kesempatan untuk menyelesaikan tesis yang berjudul peran Polri dalam

penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank.

Sholawat serta salam tak lupa penulis kirimkan kepada junjungan kita nabi

Muhammad SAW, karena beliaulah yang membawa ummat manusia dari dunia

kegelapan menuju dunia yang terang benderang seperti sekarang ini.

Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat untuk menempuh Ujian Tesis

guna memperoleh gelar Magister Humaniora pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara dan para asisten direktur beserta seluruh stafnya atas

segala bantuan yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

program studi Ilmu Hukum (M.Hum) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH selaku ketua Program Studi Magister

Ilmu Hukum Sekolah Pasacasrjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai

Pembimbing Utama yang telah membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi ini dengan baik.

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH CN, M.Hum

selaku pembimbing penulis, terima kasih atas saran dan arahan Ibu sehingga

penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik.

7

Page 8: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH,

MH selaku penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan terhadap tesis

penulis.

6. Para Guru Besar serta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Hukum

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas ilmu yang diberikan

selama ini.

7. Teman-teman seangkatan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

yang selalu ceria dan kompak dalam menjalani kuliah-kuliah yang melelahkan.

8. Para Staf Administrasi dan Pegawai di lingkungan Sekolah Pascasarjana Ilmu

Hukum yang telah banyak membantu penulis menyiapkan segala hal yang

berhubungan dengan proses belajar dan penyusunan tesis ini.

Penulis juga sangat berterima kasih sekali kepada institusi tercinta, Polri, yang

telah memberikan wawasan sehingga penulis merasakan arti Polisi yang sangat

dibutuhkan masyarakat. Tak lupa penulis berterima kasih kepada :

1. Kapolri Jendral Polisi Drs. H. Bambang Hendarso Danuri, MM dimana saat

beliau menjabat Kapolda Sumatera Utara telah memberikan ijin kepada penulis

untuk mengembangkan ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Komisaris Besar Polisi Drs. I Nyoman Brata jaya, dimana saat beliau menjabat

Karo Pers Polda Sumut telah memberikan ijin kepada penulis untuk

mengembangkan ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Komisaris Besar Polisi Drs. Tri Utoyo, dimana saat beliau menjabat Karo Pers

Polda Sumut telah mendorong baik secara moril maupun materiil kepada penulis

untuk giat menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

4. Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. I Ketut Suardana, Msi, dimana saat beliau

menjabat sebagai Kabag Dalpers telah banyak memberikan support dan koreksi

dalam pembuatan tugas-tugas di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

8

Page 9: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

5. Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Yasdan Rivai, dimana saat beliau menjabat

Wakapoltabes Medan dan sekitarnya selalu memberikan semangat dan nasehat

untuk selalu kuliah di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Ajun Komisaris Besar Polisi Drs. Dicky Patrianegara yang dengan ikhlas

memberikan data demi kelengkapan penulisan tesis ini.

7. Ajun Komisaris Polisi Elisabeth Siahaan, SH yang selalu memberikan semangat

dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

Secara khusus dengan penuh rasa kasih sayang penulis menyampaikan terima

kasih kepada :

1. Ibunda tercinta Amini yang selalu setia mendoakan, memberikan nasehat dan

mencurahkan kasih sayang kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas belajar mengembangkan ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara.

2. Istri tercinta Sandhiyaning Wahyu Arifani, SH yang dengan setia mendampingi,

menyayangi dan mencurahkan kasih sayang yang sangat besar sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Para pendekar kecilku yang tercinta : RIZKY, RICKY dan RIFKY yang selalu

mengantar kuliah, mendampingi penulis menyelesaikan tugas dan memberikan

kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu segala

saran dan kritik untuk penyempurnaan tesis ini sangat diharapkan selalu oleh penulis.

Akhir kata penulis berharap semog tesis ini bermanfaat bagi semua pihak pada

umumnya dan institusi tercinta Polri pada khususnya.

Medan, Maret 2009 Penulis

H. IDHA ENDRI PRASTIONO

9

Page 10: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Idha Endri Prastiono

Tempat/Tanggal lahir : Banyuwangi/ 16 Pebruari 1970

Jenis Kelamin : Laki-laki

A g a m a : Islam

Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri Brawijaya Banyuwangi (1982)

2. SMP Negeri 1 Banyuwangi (1985)

3. SMA Negeri 1 Banyuwangi (1988)

4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (1999)

5. Kelas Khusus Hukum Ekonomi Program Studi Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (2009)

10

Page 11: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

DAFTAR ISI Halaman

ABSTRAK ......................................................................................................... i ABSTRACT....................................................................................................... ii KATA PENGANTAR....................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP........................................................................................... vi DAFTAR ISI...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... x BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................. 23 C. Tujuan Penelitian .................................................................. 24 D. Manfaat Penelitian ................................................................ 24 E. Keaslian Penelitian................................................................ 25 F. Kerangka Teori dan Konsepsional........................................ 25 1. Landasan Teori................................................................ 25 2. Konsepsional................................................................... 31 G. Metode Penelitian ................................................................. 32

BAB II : KESIAPAN HUKUM DI INDONESIA MENGATUR

KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK .................. 38 A. Hacking Sebagai Suatu Kejahatan ...................................... 38

1. Pengertian dan sejarah hacking....................................... 38 2. Tahap-tahap hacking ....................................................... 44

B. Pengaturan kejahatan Hacking terhadap bank ...................... 57 1. Hacking dalam peraturan-peraturan................................ 57 2. Hacking dalam peraturan perundang-undangan lainnya. 69

C. Perlindungan nasabah bank yang menjadi korban kejahatan hacking ............................................................................. 85 1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah .................. 85 2. Kewajiban dan pertanggungjawaban bank terhadap

nasabah............................................................................ 88 BAB III : KENDALA POLRI DALAM MENANGGULANGI

KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK .................... 93 A. Kendala Eksternal ................................................................. 93

1. Perangkat Hukum............................................................ 93 2. Pemerintah sebagai regulator .......................................... 101 3. Bank Indonesia dalam Perbankan................................... 104 4. Peran Masyarakat............................................................ 106

11

Page 12: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

B. Kendala Internal.................................................................... 108 1. Instrumental .................................................................. 108 2. Struktur Organisasi ....................................................... 110 3. Fungsional....................................................................... 117 4. Sarana dan Prasarana .................................................... 123 5. Anggaran ....................................................................... 124

BAB IV : UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI

KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK .................... 126 A. Upaya penegakkan hukum kejahatan hacking terhadap

bank....................................................................................... 126 B. Upaya lain penanggulangan kejahatan hacking terhadap

bank ..................................................................................... 129 1. Tugas dan Fungsi Kepolisian.................................... 129 2. Upaya revisi Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik ................................................. 136 3. Upaya Pembentukan Satuan Tugas Gabungan ....... 143

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 145

A. Kesimpulan ........................................................................... 145 B. Saran ..................................................................................... 150

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 152

12

Page 13: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Data Kejahatan Dunia Siber (Cybercrime) Yang Ditangani

Oleh Bareskrim Mabes Polri Tahun 2005–2008................... 74

13

Page 14: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

DAFTAR ISTILAH

Accurasy : Ketelitian, kecermatan, ketepatan. Arts : Seni. Authorization : Proses untuk pengecekan apakah seseorang atau sistem

berhak memasuki sistem lainnya. Computer : Istilah Computer berasal dari kata Compute, yang berarti

menghitung. Artinya, setiap proses yang dilaksanakan oleh komputer merupakan proses matematika hitungan.

Computer software : Rekayasa perangkat lunak berbantuan komputer. Computer network : Jaringan komputer. Computer related crime : Kejahatan dunia maya. Committe : Komite. Control : Pengontrol suatu proses, baik secara hardware maupun

software, yang mengatur aktifitas dalam manajemen pada komputer untuk mengelola tugas dan urutan aktifitas yang dilaksanakannya.

Craft : Keahlian. Crime : Kejahatan. Criminal : Kejahatan, narapidana, pidana, kriminal. Cyberspace : Dunia maya, dunia internet, virtual space. Cybercrime : Kejahatan di dunia maya atau di internet. Cyber fraud : Kecurangan dunia maya. Cyber pornography : Kejahatan pornografi di dunia maya. Damage : Kerusakan. Data didling : Suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah

dengan cara tidak sah, mengubah input data atau output data.

Data leaking : Kerusakan. Declaration : Proses pengenalan tipe data suatu variabel kepada

kompiler sehingga akan diketahui berapa banyak memori yang harus disiapkan untuk masing-masing variabel.

E-banking : Aktifitas perbankan di internet. Electronic : Di dalam bahasa Indonesia ditulis dengan Elektronika. Hacker : Mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk

mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya.

Hacking : Kata kerja yang mengubah beberapa aspek program atau sistem operasi melalui manipulasi kodenya dan tida melalui operasi program itu sendiri.

Independence : Independensi, tidak memihak, bebas.

14

Page 15: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Information : Keterangan, penerangan. Integrity : Integritas, kejujuran, ketangguhan, bobot. Joycomputing : Seseorang yang menggunakan komputer secara tidak

sah/tanpa ijin dan mempergunakannya melampaui wewenang yang diberikan.

Justice : Keadilan, peradilan. Legal regime : Kekuasaan hukum. Money laundering : Suatu proses untuk menyembunyikan atau menyamarkan

harta kekayaan yang diperoleh dari suatu kejahatan seolah-olah sah dan menghindari penuntutan dan atau penyitaan, hasil akhir dari proses tersebut adalah diharapkan menjadi uang/harta yang seolah-olah sah.

Network : Merupakan jaringan antar komputer yang menghubungkan satu komputer dengan jaringan lainnya.

Off-line : Secara umum, sesuatu dikatakan di luar jaringan (luring) atau bahasa inggrisnya offline adalah bila ia tidak terkoneksi/terputus dari suatu jaringan ataupun sistem yang lebih besar.

On-line : Terhubung, terkoneksi. Aktif dan siap untuk operasi; dapat berkomunikasi dengan atau dikontrol oleh komputer. Online ini juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana sebuah device (komputer) terhubung dengan device lain, biasanya melalui modem.

Paper : Kertas, karangan, surat kabar, koran, naskah. Paperless : Tanpa menggunakan kertas sebagai media. Prevention : Pencegahan. Pornography : Materi seksualitas yang dibuat oleh manusia yang dapat

membangkitkan hasrat seksual. Reality : Realitas atau kenyataan, dalam bahasa sehari-hari berarti

yang nyata; yang benar-benar ada. Rigid : Berat, keras, kaku, sukar, jujur. Security : Faktor keamanan informasi dengan menggunakan

teknologi. System : Suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling

berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.

Systematic : Sistematis Software pirates : Mengcopy, memperbanyak, menerbitkan sofware tanpa

ijin. Transfer : Pemindahan, pergantian, serah terima. Treatment : Perawatan.

15

Page 16: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

The Trojan Horse : Rutin tak terdokumentasi rahasia ditempelkan dalam satu program berguna. Program yang berguna mengandung kode tersembunyi yang ketika dijalankan melakukan suatu fungsi yang tak diinginkan.

Unauthorized access : Tidak diberi kuasa untuk masuk . Web : Halaman informasi di internet, yaitu Suatu sistem di

internet yang memungkinkan siapapun agar bisa menyediakan informasi.

Wireless : Koneksi antar suatu perangkat dengan perangkat lainnya tanpa menggunakan kabel.

Worm : Program yang dapat mereplikasi dirinya dan mengirim beberapa kopian dari komputer ke komputer lewat hubungan jaringan.

16

Page 17: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa bulan terakhir ini banyak kejahatan muncul akibat dari kecanggihan

teknologi. Media elektronik dan media massa ramai memberitakannya, di antaranya

yaitu kejadian yang menimpa Situs PDI Perjuangan yang tidak bisa dibuka oleh

pemakainya. Ditemukannya virus sejenis worm ada di dalam sebuah laptop Astronot

NASA yang sedang mengorbit diangkasa. Dibobolnya situs Pemerintah Taiwan

sehingga data pribadi Presiden Taiwan dan data pejabat pemerintahan serta data

rekening sebuah bank di kota negara itu bocor kepada para hacker. Kejadian tersebut

di atas hanyalah sebagian kecil yang muncul dipermukaan dan disidik oleh aparat

penegak hukum. Kejadian-kejadian yang diutarakan di atas adalah salah satu dampak

dari perkembangan teknologi yang saat ini semakin canggih.

Teknologi, satu kata yang membuat manusia bahkan sebuah negara menjadi

perhatian sesamanya apabila manusia/negara itu menguasainya. Teknologi berasal

dari bahasa Yunani yaitu technologia yang artinya pembahasan sistematik tentang

seluruh seni dan kerajinan (systematic treatment of the arts and crafts). Perkataan

tersebut mempunyai akar kata techne dan logos (perkataan atau pembicaraan).

17

Page 18: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Akar kata techne pada zaman Yunani kuno berarti seni (art), kerajinan

(craft).1 Teknologi dapat diartikan juga sebagai the know-how of making things. Juga

dapat diartikan sebagai the know-how of doing things, dalam arti kemampuan untuk

mengerjakan sesuatu dengan hasil nilai yang tinggi, baik nilai kegunaan maupun nilai

jual.2 Dengan demikian, maka teknologi bukanlah ilmu pengetahuan dan juga bukan

produk. Teknologi adalah penetapan atau aplikasi ilmu pengetahuan untuk

memproduksi atau membuat dan/atau jasa. Produk tersebut merupakan hasil akhir

teknologi, tetapi produk itu sendiri bukanlah teknologi.3

Hampir semua negara meyakini bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi

adalah salah satu faktor yang penting dalam menopang pertumbuhan dan kemajuan

negara. Negara yang tidak memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

akan tertinggal dari peradaban. Ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang diagung-

agungkan dan dijadikan sebagai ideologi. Orang cenderung mendewa-dewakan

teknologi seakan-akan teknologi adalah suatu azimat, paspor atau tanda masuk satu-

satunya menuju kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan. Tidak hanya itu, teknologi

yang dikembangkan ternyata sangat jelas menimbulkan kultus baru dalam teknologi,

yaitu menimbulkan masyarakat yang konsumtif.4

1Ronny Hanitijo Soemitro, Hukum dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di

Dalam Masyarakat, pidato pengukuhan pada upacara peresmian penerimaan jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum UNDIP Semarang, 6 Desember 1990, hlm. 4.

2H. Daud Silalahi, Rencana Undang-Undang Alih Teknologi: Perbandingan Perspektif, Prisma, No 4 Th. XVI, April 1987, hlm. 40.

3Maurice Mountain, The Continuing Complex of Technology transfer, dalam Gary K. Bertsch dan John R. Mc Intrye (ed), National Security and Technology Transfer: The Strategic Dimensious of East-West trade, (Colorado : Westview Press Inc, 1983), hlm. 8.

4T. Jacob, Manusia, Ilmu dan Teknologi, (Jogyakarta : PT Tiara Wacana, 1993), hlm. 13.

18

Page 19: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Globalisasi teknologi informatika dan informasi komputer telah

mempersempit wilayah dunia dan memperpendek jarak komunikasi, di samping

memperpadat mobilisasi orang dan barang. Perkembangan teknologi yang saat ini

mempengaruhi kehidupan masyarakat global adalah teknologi informasi berupa

internet. Internet awal mulanya hanya dikembangkan untuk kepentingan militer, riset

dan pendidikan, terus berkembang memasuki seluruh aspek kehidupan umat manusia.

Saat ini, internet membentuk masyarakat dengan kebudayaan baru. Masyarakat tidak

lagi dihalangi oleh batas-batas teritorial antara negara yang dahulu ditetapkan sangat

rigid. Masyarakat baru dengan kebebasan beraktivitas dan berkreasi yang paling

sempurna. Pada mulanya, internet sempat diramalkan akan mengalami kehancuran

oleh beberapa pengamat komputer di era 1980-an karena kemampuannya yang saat

itu hanya bertukar informasi satu arah saja. Namun semakin ke depan, ternyata

ramalan tersebut meleset, dan bahkan sekarang menjadi suatu kebutuhan akan

informasi yang tiada henti-hentinya bergulir.5

Secara teknis, perubahan yang signifikan dari pemanfaatan internet dalam

keseharian hidup manusia adalah adanya perubahan pola hubungan dari yang semula

menggunakan kertas (paper) menjadi nirkertas (paperless). Selain paperless, internet

juga dapat memfasilitasi suatu perikatan tanpa pihak yang akan melakukan kontrak

bertemu secara fisik dalam dimensi ruang dan waktu yang sama. Hambatan jarak dan

waktu menjadi bukan masalah lagi. Perubahan-perubahan ini membawa implikasi

hukum yang cukup serius bila tidak ditangani dengan benar. Beberapa isu yang

5Yosia Suherman, Ada Apa dengan CyberCrime, (Jakarta : 2004), hlm. 43.

19

Page 20: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

muncul dari kemampuan internet dalam memfasilitasi transaksi antar pihak ini antara

lain : masalah keberadaan para pihak (reality), keberadaan eksistensi dan atribut

(accuracy), penolakan atau pengingkaran atas suatu transaksi (non repudiation),

kebutuhan informasi (integrity of information), pengakuan atas pengiriman dan

penerimaan, privasi dan juridiksi.6

Aktifitas di Internet tidak bisa dilepaskan dari manusia dan akibat hukumnya

terhadap manusia yang ada di dalam kehidupan nyata (real life/physical word)

sehingga muncul pemikiran mengenai perlunya aturan hukum untuk mengatur

aktivitas tersebut. Internet memiliki karakteristik yang berbeda dengan dunia nyata

sehingga muncul pro dan kontra mengenai bisa tidaknya hukum

tradisional/konvensional (exixting law) mengatur aktivitas tersebut atau perlu

tidaknya aktivitas di internet di atur oleh hukum.7 Pro kontra mengenai masalah ini

sedikitnya terbagi menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu :8

1. Kelompok pertama secara total menolak setiap usaha untuk membuat aturan

hukum bagi aktivitas-aktivitas di Internet yang didasarkan pada sistem hukum

tradisional. Dengan pendirian seperti ini, maka menurut kelompok ini internet

harus di atur sepenuhnya oleh sistem baru yang didasarkan atas norma-norma

hukum yang baru pula yang dianggap sesuai dengan karakteristik yang

melekat pada internet. Kelemahan utama kelompok ini adalah mereka

6Merry Magdalena dan Maswigrantoro Roes Setiyadi, Cyberlaw, tidak perlu takut,(Jogyakarta :

Andi offset, 2007), hlm. 113. 7Atip Latifulhayat, Cyberlaw dan Urgensinya bagi Indonesia, makalah pada seminar tentang

cyber law, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Bandung, 29 Juli 2000, hlm. 3. 8 Ibid, hlm. 4 – 6.

20

Page 21: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

menafikan fakta, meskipun aktivitas internet itu sepenuhnya beroperasi secara

virtual, tetapi masih tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di

dunia nyata.

2. Kelompok kedua berpendapat bahwa penerapan sistem hukum tradisional

untuk mengatur aktivitas-aktivitas di internet sangat mendesak untuk

dilakukan. Perkembangan internet dan kejahatan yang melingkupi begitu

cepat sehingga yang paling mungkin untuk pencegahan dan

penanggulangannya adalah dengan mengaplikasikan sistem hukum tradisional

yang saat ini berlaku. Kelemahan utama kelompok ini merupakan kebalikan

dari kelompok pertama, yaitu mereka menafikan fakta bahwa aktivitas-

aktivitas di internet menyajikan realitas dan persoalan baru yang merupakan

fenomena khas masyarakat informatika yang sepenuhnya dapat direspon oleh

sistem hukum tradisional.

3. kelompok ketiga tampaknya merupakan sintesis dari kedua kelompok di atas.

Mereka berpendapat bahwa aturan hukum yang akan mengatur mengenai

aktivitas di Internet harus dibentu secara evolutif dengan cara menerapkan

prinsip-prinsip common law yang dilakukan secara hati-hati dan dengan

menitikberatkan kepada aspek-aspek tertentu dalam aktivitas cyberspace yang

menyebabkan kekhasan dalam transaksi-transaksi di Internet. Kelompok ini

memiliki pendirian yang cukup moderat dan realitis karena memang ada

beberapa prinsip hukum tradisional yang masih dapat merespon persoalan

21

Page 22: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

hukum yang timbul dari aktivitas internet di samping juga fakta bahwa

beberapa transaksi di internet tidak dapat sepenuhnya direspon oleh sistem

hukum tradisional.

4. kelompok keempat adalah kelompok yang sama sekali menolak adanya

regulasi di cyberspace. Penolakan ini didasarkan pada asumsi bahwa

cyberspace adalah ruang yang bebas dan pemerintah pun tidak berhak untuk

melarang sesuatu tindakan apapun di cyberspace itu. Landasan utama dari

kelompok ini adalah Declaration of Independence of Cyberspace dari John

Perry Barlow dan Hacker Manifesto dari Loyd Blankenship (The Mentor).

Di balik kegemerlapan itu internet juga melahirkan keresahan-keresahan baru,

di antaranya muncul kejahatan yang lebih canggih dalam bentuk kejahatan dunia

maya (cyber crime).9 Memang mengkhawatirkan munculnya revolusi teknologi

informasi di masa mendatang tidak hanya membawa dampak pada teknologi itu

sendiri, tetapi juga akan mempengaruhi aspek kehidupan lain seperti agama,

kebudayaan, sosial, politik, kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat lainnya.

Jaringan informasi global atau internet saat ini menjadi salah satu sarana untuk

melakukan kejahatan dengan sifatnya yang mondial, internasional dan melampaui

batas atau kedaulatan suatu negara. Cross Boundaries Countries menjadi motif

menarik bagi para penjahat digital.

9Bentuk-bentuk perbuatan itu antara lain joycomputing, hacking, the trojan horse, data leakage,

data diddling, to frustrate data communication, software piracy dan sebagainya. Bentuk kejahatan ini sebelumnya tidak dikenal dalam berbagai sistem hukum sebelum perkembangannya teknologi informasi.

22

Page 23: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Perkembangan teknologi komputer tersebut dapat atau telah menimbulkan

berbagai kemungkinan yang buruk, baik yang diakibatkan oleh keteledoran dan

kekurang mampuan, maupun kesengajaan yang dilandasi dengan itikad buruk.

Dengan segala kecerobohan dan kekuranghati-hatian yang ada pada pemiliki situs,

webmaster dan administrator system, membawa kerugian yang tidak sedikit

jumlahnya. Pada awal Maret 2002, Gartner Inc. (www.gartner.com) menyatakan

bahwa lebih dari US$ 700.000.000 nilai transaksi melalui internet hilang sepanjang

tahun 2001 akibat cyber fraud. Nilai tersebut merupakan 1,14 % dari total nilai

transaksi on-line sebesar US$ 61,8 Miliar dan 19 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan hilangnya nilai transaksi melalui transaksi off-line. Sepanjang tahun 2003,

kerugian materi yang ditimbulkan berbagai aksi kejahatan cyber mencapai US$

1.296.597 atau sekitar Rp 11.669.373.000 (± Rp 11,7 miliar).10

Julukan Indonesia sebagai bangsa pembajak sudah tidak asing lagi di telinga.

Peredaran piranti lunak illegal demikian merajalela nyaris tak terkendali. Mulai dari

CD film, program komputer hingga musik, bisa di dapatkan dengan mudah. Aksi

carder Indonesia di jagat maya sudah populer sejak lama, Indonesia menempati

urutan 8 dalam daftar 10 negara asal pelaku kejahatan penipuan di Internet.11 Ada

lagi sejumlah paparan yang mengukuhkan Indonesia sebagai bangsa asal muasal

pelaku cybercrime. Jika pada tahun 2001, survei AC Nelsen mencatat bahwa

10Donny BU, Cyberfraud Indonesia Menguatirkan, 8 Juli 2002,

http://www.freelist.org/archives/untirtanet/07-2002/msg00020.html, terakhir diakses 04 Mei 2008. 11Internet Fraud Report 2001, National White Collar Crime Center and Federal Bureau of

Investigation.

23

Page 24: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Indonesia berada pada posisi keenam terbesar di dunia atau keempat di asia dalam

tindak cybercrime, data Clear Commerce yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat,

mencatat bahwa pada tahun 2002 Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina

sebagai negara asal carder terbesar di dunia. Ditambahkan pula bahwa sekitar 20

persen dari total transaksi kartu kredit dari Indonesia di Internet adalah cyberfraud.

Riset tersebut mensurvei 1137 merchant, 6 juta transaksi, 40 ribu pelanggan, dimulai

pada pertengahan tahun 2000 hingga akhir 2001.

Dalam membicarakan tentang jaringan komputer yang bernama internet ini,

menurut kongres PBB X/2000 di Wina ada 3 (tiga) hal yang esensial pada sistem

komputer dan keamanan data, yaitu assurance confidentially, integrity or availability

of data dan processing function. Dalam kaitannya dengan keamanan (security) dan

integritas (integrity) jaringan internet yang berbasis komputer, maka tingkat

keamanan yang rendah akan mengakibatkan sistem informasi yang ada tidak mampu

menghasilkan unjuk kerja (performance) yang tinggi. Dengan kata lain, keamanan

dan integritas sangatlah penting dalam upaya menjaga konsistensi unjuk kerja dari

sistem atau jaringan internet yang bersangkutan.12

Dewan Eropa bekerja sama dengan Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan

Pembangunan merekomendasikan bahwa ada bahaya yang dapat menyerang ketiga

hal yang esensial yang telah disebutkan delam kongres PBB X/2000 di Wina itu. Di

12Rudi Hendraman, Computer Fraud, majalah Pro Justitia UNPAR, Tahun XIII No. 2 April

1995, hlm. 100.

24

Page 25: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dalam rekomendasi tersebut menyebutkan ada 5 (lima) serangan terhadap sistem

komputer, yaitu:13

1. Unauthorized access, meaning access without rights to a computer system or network by infringing security measures.

2. Damage to computer data or computer programs, meaning the erasure, corruption, deterioration or suppression of computer data or computer programs without rights.

3. Computer sabotage, meaning the input, alteration, erasure or suppression of compuer data or computer programs, or interference with computer system, with intent to hinder functioning of a computer or telecommunication system.

4. unauthorized interception, meaning the interception, made without authorization and by technical means, of communications to, form and within a computer system or network.

5. Computer espionage, meaning the acquisition disclosure, transfer or use of a commercial secret without authorization or legal justification, with intent either to cause economic loss to the person entitled to the secret or to obtain an illegal advantage for themselves or a third person.

Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam sebuah penerbitannya mencoba

untuk mengidentifikasikan bentuk-bentuk kejahatan yang berkaitan dengan aktivitas

di cyberspace dengan Perundang-Undangan pidana yang ada. Hasil identifikasi itu

berupa pengkategorian perbuatan cybercrime ke dalam delik-delik dalam KUHP

sebagai berikut:14

1. Joycomputing, diartikan sebagai perbuatan seseorang yang menggunakan

komputer secara tidak sah atau tanpa izin dan menggunakannya melampaui

13Dokumen A/CONF.187/10 Tenth United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, Crimes Related to Computer Networks, hlm. 5. Bandingkan dengan Rudi Hendarman yang berpendapat bahwa hanya ada 2 (dua) hlm. yang penting dalam sistem komputer, yaitu keamanan (security) dan integritas (integrity), op cit, hlm. 100, sedangkan Ronny R. Nitibaskara berpendapat bahwa masalah yang paling mendesak adalah masalah keamanan, dalam Problem Yuridis Cybercrime, makalah pada seminar sehari Cyberlaw 2000, Bandung, 29 Juli 2000, pendapat senada diungkapkan oleh Onno W. Purbo dan Tony Wiharjito dalam buku Keamanan Jaringan Internet, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2000.

14Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional tentang Hukum Teknologi dan Informasi, BPHN Departemen Kehakiman RI 1995/1996, hlm. 32-34.

25

Page 26: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

wewenang yang diberikan. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak

pidana pencurian (Pasal 362 KUHP).

2. Hacking, diartikan sebagai suatu perbuatan penyambungan dengan cara

menambah terminal komputer baru pada sistem jaringan komputer tanpa izin

(dengan melawan hukum) dari pemilik sah jaringan komputer tersebut.

Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perbuatan tanpa

wewenang masuk dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan yang

tertutup atau pekarangan atau tanpa haknya berjalan di atas tanah milik orang

lain (Pasal 167 dan 551 KUHP).

3. The Trojan Horse, diartikan sebagai suatu prosedur untuk menambah,

mengurangi atau mengubah instruksi pada sebuah program, sehingga program

tersebut selain menjalankan tugas yang sebenarnya juga akan melaksanakan

tugas lain yang tidak sah. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak

pidana penggelapan (Pasal 372 dan 374 KUHP). Apabila kerugian yang

ditimbulkan menyangkut keuangan negara, tindakan ini dapat dikategorikan

sebagai tindak pidana korupsi.15

15Menurut Dancho Danchev (2004), trojan dapat diklasifikasikan menjadi 8 (delapan) jenis,

antara lain sebagai berikut : a. Trojan Remote Access, trojan ini termasuk paling populer saat ini karena mempunyai

fungsi yang banyak dan sangat mudah dalam menggunakannya.. b. Trojan Pengirim Password, tujuan dari trojan ini adalah mengirimkan password yang ada

di komputer korban ke suatu email khusus yang telah disiapkan. c. Trojan File Transfer Protocol (FTP), trojan ini termasuk trojan yang paling sederhana

dan dianggap sudah ketinggalan jaman. d. Keylogger, ini termasuk dalam trojan yang sederhana, dengan fungsi merekam atau

mencatat ketukan tombol saat korban melakukan pengetikan dan menyimpannya dalam logfile.

26

Page 27: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

4. Data Leakage, diartikan sebagai pembocoran data rahasia yang dilakukan

dengan cara menulis data-data rahasia tersebut ke dalam kode-kode tertentu

sehinga data dapat dibawa keluar tanpa diketahui pihak yang bertanggung

jawab. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap

keamanan negara (Pasal 112, 113 dan 114 KUHP) dan tindak pidana

membuka rahasia perusahaan atau kewajiban menyimpan rahasia profesi atau

jabatan (Pasal 322 dan 323 KUHP).

5. Data Diddling, diartikan sebagai suatu perbuatan yang mengubah data valid

atau sah dengan cara yang tidak sah, yaitu dengan mengubah input data atau

output data. Tindakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana

pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP).

6. Penyia-nyiaan data komputer, diartikan sebagai suatu perbuatan yang

dilakukan dengan suatu kesengajaan untuk merusak atau menghancurkan

media disket dan media penyimpanan sejenis lainnya yang berisikan data atau

program komputer, sehingga akibat perbuatan tersebut data atau program

yang dimaksud menjadi tidak berfungsi lagi dan pekerjaan-pekerjaan yang

e. Trojan Penghancur, trojan ini juga termasuk jenis yang sederhana, mudah digunakan,

namun sangat berbahaya, sekali terinfeksi tidak dapat dilakukan penyelamatan. f. Trojan Denial of Service (DoS) Attack, saat ini termasuk jenis yang sangat populer yang

memiliki kemampuan menjalankan distributed DoS (DDoS). g. Trojan Proxy/Wingate, trojan ini digunakan untuk mengelabui korban dengan

memanfaatkan suatu proxy/wingate server yang disediakan untuk seluruh dunia atau hanya untuk penyerang saja.

h. Software Detection Killer, trojan yang telah dilengkapi kemampuan untuk melumpuhkn fungsi software pendeteksi.

27

Page 28: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

melalui program komputer tidak dapat dilaksanakan. Tindakan ini dapat

dikategorikan sebagai tindak pidana perusakan barang (Pasal 406 KUHP).

Cybercrime atau kejahatan dunia siber mempunyai banyak bentuk atau rupa,

tetapi dari kesemua bentuk yang ada, hacking merupakan bentuk yang banyak

mendapat sorotan karena selain kongres PBB X di Wina menetapkan hacking sebagai

first crime, juga dilihat dari aspek teknis, hacking mempunyai kelebihan-kelebihan.

Pertama, orang yang melakukan hacking sudah barang tentu dapat melakukan bentuk

cybercrime yang lain karena dengan kemampuan masuk ke dalam sistem komputer

dan kemudian mengacak-acak sistem tersebut. Termasuk dalam hal ini, misalnya

cyber terrorism, cyber pornography dan sebagainya. Kedua, secara teknis pelaku

hacking kualitas yang dihasilkan dari hacking lebih serius dibandingkan dengan

bentuk cybercrime yang lain, misalnya pornografi. Untuk melakukan atau

menyebarkan gambar-gambar porno, seseorang tidak perlu harus memiliki

kemampuan hacking; demikian juga penyebar virus lewat e-mail. Kemampuan yang

harus dimiliki oleh pelaku cybercrime seperti itu cukup kemampuan minimal berupa

kepandaian mengoperasikan internet berupa mengakses dan mentransfer file.

Hacker secara harfiah berarti mencincang atau membacok. Dalam arti luas

adalah mereka yang menyusup atau melakukan perusakan melalui komputer. Hacker

dapat juga didefinisikan sebagai orang-orang yang gemar mempelajari seluk beluk

sistem komputer dan bereksperimen dengannya.16 Penggunaan istilah hacker terus

16Gde Artha Azriadi Prana, Hacker; Sisi Lain Legenda Komputer, (Jakarta : Adigna, 1999),

hlm. 22

28

Page 29: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

berkembang seiring dengan perkembangan internet, tetapi terjadi pembiasan makna

kata. Hacker yang masih menjunjung tinggi atau memiliki motivasi yang sama

dengan perintis mereka, hacker-hacker MIT disebut hacker topi putih (White Hat

Hackers). Mereka masih memegang prinsip bahwa meng-hack adalah untuk tujuan

meningkatkan keamanan jaringan internet.

Dalam rangka upaya menanggulangi cybercrime khususnya kejahatan

hacking itu, Resolusi Kongres PBB VIII/1990 mengenai “computer-related crime”

mengajukan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut:17

1. Menghimbau negara anggota untuk mengintensifkan upaya-upaya

penanggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan

mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Melakukan modernisasi hukum pidana materiil dan hukum formil pidana;

b. Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan pengamanan

komputer;

c. Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka (sensitif) warga

masyarakat, aparat pengadilan dan penegak hukum terhadap pentingnya

pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer;

d. Melakukan upaya-upaya pelatihan bagi para hakim, pejabat dan aparat

penegak hukum mengenai kejahatan ekonomi dan cybercrime;

17Lihat United Nation, Eighth UN Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of

Offenders, Report, 1991, hlm. 141 dan seterusnya.

29

Page 30: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

e. Memperluas ”rule of ethics” dalam penggunaan komputer dan

mengajarkannya melalui kurikulum informatika;

f. Mengadopsi kebijakan perlindungan korban cybercrime sesuai dengan

Deklarasi PBB mengenai korban dan mengambil langkah-langkah untuk

mendorong korban melaporkan adanya cybercrime.

2. Menghimbau negara anggota meningkatkan kegiatan internasional dalam

upaya penanggulangan cybercrime.

3. Merekomendasikan kepada Komite Pengendalian dan Pencegahan Kejahatan

(Committee on Crime Prevention and Control) PBB untuk:

a. Menyebarluaskan pedoman dan standar untuk membantu negara anggota

menghadapi cybercrime di tingkat nasional, regional dan internasional;

b. Mengembangkan penelitian dan analisis lebih lanjut guna menemukan

cara-cara baru menghadapi problem cybercrime di masa yang akan

datang;

c. Mempertimbangkan cybercrime sewaktu meninjau pengimplementasian

perjanjian ekstradisi dan bantuan kerjasama di bidang penanggulangan

kejahatan.

Garis kebijakan penanggulangan cybercrime yang dikemukakan dalam

resolusi PBB di atas, terlihat cukup komprehensif. Tidak hanya penanggulangan

melalui kebijakan ”penal” (baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana

formal), tetapi juga kebijakan ”non penal”. Hal menarik dari kebijakan nonpenal yang

30

Page 31: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dikemukakan dalam resolusi PBB itu ialah upaya mengembangkan

pengamanan/perlindungan komputer dan tindakan-tindakan pencegahan (computer

security and prevention measures). Jelas hal ini terkait dengan pendekatan techno

prevention, yaitu upaya pencegahan/penanggungan kejahatan dengan menggunakan

tehnologi. Sangat disadari tampaknya oleh kongres PBB, bahwa cybercrime yang

terkait erat dengan kemajuan tehnologi tidak semata-mata ditanggulangi dengan

pendekatan yuridis, tetapi juga harus ditanggulangi dengan pendekatan tehnologi itu

sendiri.18

Tidak ada bedanya dengan bidang lain, industri perbankan merupakan sasaran

kejahatan cybercrime yang memiliki potensi kerugian yang sangat besar, apalagi

dengan mulai berlakunya layanan perbankan secara elektronik dalam bentuk e-

banking dan electronic fund transfer. Bank selama ini menjadi sasaran empuk dan

sasaran yang banyak diserbu oleh para hacker karena dianggap sebagai institusi yang

otomatis paling gigih membuat lapisan keamanan jaringan. Mulai dari rahasia

nasabah sampai uang miliaran rupiah tersimpan rapi di sistem jaringan sebuah bank.

Banyak kasus-kasus perbankan baik di luar negeri maupun di Indonesia yang

mencuat akibat dari ulah para penjahat cyber ini. Cepat mencuat dikarenakan bidang

perbankan adalah tempat transaksi jalur perdagangan dan jalur perekonomian yang

dipergunakan oleh masyarakat banyak. Begitu jaringan komputer sebuah bank

18Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm. 239.

31

Page 32: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

tersebut di-hack maka akan lumpuh perputaran uang yang terjadi di bank tersebut

atau bahkan dapat berpengaruh pada perekonomian sebuah negara pada saat itu.

Kejahatan internet yang marak di Indonesia meliputi penipuan kartu kredit,

penipuan perbankan, defacing, cracking, transaksi seks, judi online dan terorisme

dengan korban berasal selain dari negara-negara luar seperti AS, Inggris, Australia,

Jerman, Korea serta Singapura, juga beberapa di tanah air. Beberapa kasus penyalah

gunaan komputer yang menghantam dunia perbankan di Indonesia, antara lain:19

1. Kasus manipulasi dana bank di Bank BRI cabang jalan Brigjen. Katamso

Jogyakarta.

2. Kasus “Computer Crime Unauthorized Transfer” dana bank di Bank BNI’46

cabang New York Agency.

3. Kasus transfer fiktif di Bank Bumi Daya cabang Kebayoran Baru, Jakarta

Selatan.

4. Kasus Penarikan hasil setoran warkat fiktif di Bank Bali Jakarta Barat.

5. Kasus Manipulasi data Saldo pada Master File Bank Danamon cabang Glodok

Plaza.

6. Kasus deface klikBCA yang dialami oleh Bank BCA.

Di tahun 2008 ini Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang yang

mengatur tentang kegiatan yang berkaitan dengan dunia siber (cyberspace), yaitu

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

19Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan

Komputer, (Jogyakarta : Penerbitan Universitas Atma Jaya Jogyakarta, 1999), hlm. 120-178.

32

Page 33: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Meskipun terkesan terlambat namun kehadiran Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik dirasa membawa angin segar bagi para penegak hukum

khususnya Polri dalam menghadang laju kejahatan yang dilakukan para Hacker yang

semakin banyak muncul di dunia siber (cyberspace).20 Sayangnya lahirnya Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi ini belum

dibarengi oleh peraturan yang mengatur tentang hukum formilnya.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik ini mempunyai 13 (tiga belas) Bab dan 54 (lima puluh empat) Pasal di

dalamnya yang mengatur berbagai kegiatan dunia siber serta menerapkan azas-azas

Ekstra Teritorial, Azas Kepasatian Hukum, Azas Manfaat, Azas Kehati-hatian, Azas

Itikad Baik dan Azas Netral Teknologi.21 Penegakkan hukum dalam Undang-Undang

ini sebagai penyidiknya adalah institusi Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS) dengan menggunakan hukum formil yang berlaku di Indonesia yaitu

KUHAP.

Prinsip pengaturan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik ini menggunakan sintesis hukum materiil dan lex informatica. Strategi

20Bandingkan dengan negara Asean tetangga kita yakni Singapura (Electronic Transaction Act,

IPR Act, Computer Misuse Act, Broadcasting Authority Act, Publik Entertainment Act, Banking Act, Internet Code of Practice, Evidence Act, Unfair Contract Terms Act), Philipina (Electronic Commerce Act, Cyber Promotion Act, Anti Wiretapping Act)dan Malaysia (Digital Signature Act, Computer Crime Act, Communication and Multimedia Act, Telemedicine Act, Copyright Amendement Act, Personal Data Protection Legislation, Internal Security Act, Films Censorship Act) yang sudah mempunyai Undang-Undang yang mengatur tentang dunia siber terlebih dahulu dibanding dengan negara kita.

21Arief Muliawan, Penegakkan Hukum Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (cybercrime), disampaikan dalam seminar sehari dalam rangka sosialisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 di Medan.

33

Page 34: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

pembentukan pengaturan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah

dengan menetapkan prinsip-prinsip pembentukan dan pengembangan teknologi

informasi, yang isinya antara lain sebagai berikut:22

1. Mengikuti keunikan cyberspace;

2. Melibatkan unsur-unsur masyarakat, pemerintah, swasta dan profesional serta

perguruan tinggi;

3. Mendorong peran sektor swasta;

4. Mendorong peran masyarakat, swasta, pemerintah, kelompok profesi dan

perguruan tinggi;

5. Peran dan tanggung jawab pemerintah terhadap kepentingan publik;

6. Aturan hukum yang bersifat preventif, direktif dan futuristik yang tidak

bersifat restriktif;

7. Mendorong harmonisasi dan uniformitas hukum regional dan internasional;

dan

8. Melakukan pengkajian terhadap peraturan yang berkaitan langsung atau tidak

langsung dengan munculnya persoalan-persoalan hukum akibat

perkembangan teknologi informasi.

Banyak kegiatan beracara untuk mengajukan pelaku kejahatan Cybercrime

masih banyak menemui kendala dan memaksakan Undang-Undang yang lama untuk

beracara. Jalan yang harus ditempuh oleh aparat Criminal Justice System adalah

22Naskah Akademik RUU Teknologi Informasi, UNPAD-DITJEN POLTEL DEPHUB, 2000,

hlm. 15.

34

Page 35: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

mengakomodir Undang-Undang yang ada dengan melakukan perluasan makna yang

tercantum dalam Pasal-Pasal perundangan yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum formil Pidana. Pasal 183 KUHAP

menyatakan sebagai berikut :

”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.”

Berdasarkan Pasal 183 KUHAP tersebut dapat diketahui bahwa peradilan di

Indonesia menganut sistem pembuktian menurut Undang-Undang yang negatif

(Negatief-wettelijk). Sedangkan alat bukti yang dimaksud adalah alat bukti

sebagaimana di atur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu :23

a. Keterangan Saksi

b. Keterangan Ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan Terdakwa

Di antara kelima jenis alat bukti tersebut yang sering dipermasalahkan adalah

keterangan ahli dan surat. Yang dimaksud di sini adalah ahli komputer, masalahnya

adalah hingga sampai saat ini Indonesia masih belum ada organisasi yang mewadahi

23Baca Kitab Undang-Undang Hukum formil Pidana Indonesia.

35

Page 36: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

profesi kekomputeran, sehingga persoalannya adalah apakah setiap orang yang mahir

mengoperasikan komputer dapat dikategorikan sebagai ahli komputer? KUHAP

sendiri tidak terdapat penjelasan mengenai apakah yang dimaksud dengan keterangan

ahli dan siapakah yang dimaksud dengan ahli. Padahal keterangan saksi ahli (expert

testimony) merupakan salah satu ciri peradilan modern.24

Surat menurut pengertian para ahli adalah setiap benda yang memuat tanda-

tanda baca yang dapat dimengerti yang bertujuan untuk mengungkapkan isi pikiran.25

Yang menjadi masalah berdasarkan pengertian tersebut adalah apakah tanda-tanda

dalam data/program komputer dapat dianggap sebagai tulisan, dengan demikian

apakah data/program komputer yang tersimpan dalam disket, floppy disk atau media

penyimpanan lainnya (yang tidak dicetak) dapat dikategorikan sebagai surat sehingga

dapat diajukan di sidang pengadilan sebagai alat bukti surat.

Pentingnya Indonesia memiliki aturan hukum yang mengatur tentang semua

kegiatan dunia siber (cyberspace) dapat dilihat dari data perkembangan rata-rata

harian transaksi RGTS dan kliring yang cenderung semakin meningkat tajam

sepanjang tahun 2008 ini, yakni hampir mencapai 175, 38 Triliun rupiah.26

Sedangkan perkembangan pembayaran dengan menggunakan kartu pembayaran

(Kartu Kredit/Kartu Debit) hampir mencapai 10,371.12 Miliar rupiah dan transaksi

24Muladi, dalam kuliahnya pada peserta Program Magister Ilmu Hukum, Undip, Semarang,

tanggal 19 September 1996. 25Andi Hamzah, Pengantar Hukum formil Pidana, (Jakarta : Ghlm.ia Indonesia, 1984), Hlm.

198. 26Lihat data transaksi elektronik melalui perbankan di Indonesia s/d Mei 2008 Biro PSPN-

DASP/BI.

36

Page 37: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) mencapai 17,146 Miliar rupiah.27 Hal

ini menunjukkan begitu cepatnya perputaran uang yang terjadi melalui dunia siber

(cyberspace). Masyarakat dengan kecanggihan teknologi internet sudah tidak

melakukan transaksi pembayaran melalui uang tunai yang dirasakan cukup

merepotkan baik dari segi keamanan maupun segi kepraktisan penggunaan.

Tidak ada bedanya dengan bidang lain, perkembangan internet juga telah

mempengaruhi perkembangan ekonomi, dimana transaksi jual beli yang sebelumnya

hanya dapat dilakukan dengan cara tatap muka, kini dapat mudah dilakukan melalui

internet, salah satunya yakni bidang perbankan merupakan sasaran empuk dan

sasaran yang banyak diserbu oleh para hacker karena di situ tempat uang dan jalur

perekonomian yang bisa mendapatkan hasil apabila bisa membobolnya. Banyak

kasus-kasus perbankan baik di luar negeri maupun di Indonesia yang mencuat akibat

ulah penjahat cyber ini. Cepat mencuat dikarenakan bidang perbankan adalah tempat

transaksi jalur perdagangan dan jalur perekonomian yang dipergunakan oleh

masyarakat banyak. Begitu jaringan komputer sebuah bank tersebut di-hack maka

akan lumpuh perputaran uang yang terjadi di bank tersebut atau bahkan dapat

berpengaruh pada perekonomian sebuah negara pada saat itu.

Polri dalam menangani setiap gejolak yang terjadi di masyarakat selalu

berkembang secara dinamis, baik dalam penanganan konflik sosial maupun

penanganan kejahatan, namun dalam hal penanganan cybercrime Polri terkesan

kurang dinamis. Keadaan ini sebenarnya bisa dihindari jika Polri berani mengambil

27Ibid.

37

Page 38: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

sikap mempergunakan hukum yang tidak tertulis yang hidup di cyberspace, misalnya

menggunakan etika hacker.28

Tabel 1 : Data kejahatan dunia siber (cybercrime) yang ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri tahun 2005 – 2008.

JUMLAH KASUS NO TAHUN LAPOR SELESAI

KET

1 2005 4 2 Masih dalam proses

2 2006 23 11 - 3 SP 3 - 2 (P.19) - 7 msh sidik

3 2007 8 2 - 1 ekstradisi - 1 cabut - 4 msh sidik

4 2008 (JAN-JUN) 6 2 - 2 SP 3 - 2 Ekstradisi

Sumber : Data sekunder29

Kasus-kasus cybercrime yang ditangani oleh Polri bukan murni hasil kerjaan

Polri karena hanya didasarkan pada laporan dari korban saja. Beberapa kasus penting

yang pernah ditangani Polri dibidang cybercrime di antaranya adalah:30

1. Cyber Smuggling, berupa laporan pengaduan dari US Custom (pabean

Amerika Serikat) adanya tindak pidana penyelundupan via internet yang

dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum-oknum tersebut

28The Mentor, A Novice’s Guide to Hacking, edisi 1989, versi elektronik dapat dijumpai di

http://www.geocities.com/dht_belgium/legion_of_Doom.txt Lihat juga Legion of the Undergound, Hacking Guide, versi elektronik dapat dijumpai di http://www.geocities.com/dht_belgium/lou_guide.txt

29Data Laporan Tahunan Unit IV Cybercrime Bareskrim Mabes Polri. Dari data tersebut bisa dilihat betapa sedikitnya kasus-kasus cybercrime yang dilaporkan ke Polri dan rata-rata penyelesaian kasusnya pun sulit, terbukti bahwa sampai dengan tahun 2008 ini Polri masih kesulitan mengungkap kasus yang dilaporkan (Kasus Lidik).

30Didi Widayadi, Kebijakan dan Strategi Operasional Polri dalam kaitan hakikat ancaman Cybercrime, makalah pada seminar Cyber Law, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Bandung, 29 Juli 2000, hlm. 2.

38

Page 39: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

telah mendapatkan keuntungan dengan melakukan Web-hosting gambar-

gambar porno di beberapa perusahaan Web-hosting yang ada di Amerika

Serikat.

2. Pemalsuan Kartu Kredit berupa laporan pengaduan dari warga negara Jepang,

Perancis dan Amerika Serikat31 tentang tindak pemalsuan kartu kredit yang

mereka miliki untuk keperluan transaksi di Internet.

3. Hacking situs, hacking beberapa situs termasuk situs Polri yang pelakunya

diidentifikasikan berada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian ini maka perlu

dipertanyakan apa yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih

lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi

tersebut.32 Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana pengaturan kejahatan hacking terhadap bank di Indonesia?

31Lihat beritanya di Suara Merdeka dengan judul Reserse Polda Jateng Ungkap Kejahatan

Internasional Internet, 17 Nopember 2000. 32Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis , Jakarta,

PPM, 2003, hlm. 35 bahwa masalah penelitian merupakan suatu pertanyaan yang mempersoalkan keberadaan suatu variabel atau mempersoalkan hubungan antara variabel pada suatu penomena. Variabel merupakan suatu arti yang dapat membedakan antara sesuatu dengan yang lainnya. Untuk membedakan antara manusia dalam wujud pria dan wanita dengan manusia dalam wujud yang lulus, SD, SMU atau Sarjana diberikan suatu arti pada wujud pertama di atas sebagai “ jenis kelamin ” ( variabel pertama ) dan kedua sebagai tingkat pendidikan (variabel kedua). Jenis kelamin dan tingkat pendidikan adalah dua variabel yang berbeda.

39

Page 40: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2. Bagaimana kendala Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap

bank?

3. Bagaimana upaya Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap

bank?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah yang telah disampaikan di atas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sampai sejauh mana kesiapan hukum di Indonesia dalam

menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Polri dalam

penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank.

3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Polri dalam menanggulangi

kejahatan hacking terhadap bank.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang berjudul Peran Polri dalam penanggulangan kejahatan

hacking terhadap bank di Indonesia diharapkan akan memberikan manfaat sebagai

berikut :

1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut

dan mempunyai arti penting terhadap kesiapan hukum di Indonesia dalam

menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank.

40

Page 41: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2. Sedangkan manfaat praktisnya diharapkan bahwa penelitian ini menjadi salah

satu sumber informasi dan masukan bagi pimpinan kepolisian untuk

mengambil kebijakan yang tepat dalam menanggulangi kejahatan hacking

terhadap bank.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan

Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang peranan kepolisian

dalam penanggulangan hacking terhadap bank belum pernah dilakukan dalam

pendekatan dan perumusan masalah yang sama, walaupun ada beberapa topik

penelitian tentang cyber crime namun jelas berbeda. Jadi penelitian ini adalah asli

karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional objektif dan terbuka.

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah

dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan

pendekatan dan perumusan masalah.

F. Landasan Teori dan Konsepsional

1. Landasan Teori

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa negara

didirikan demi kepentingan umum dan hukum adalah sarana utama untuk

merealisasikan tujuan tersebut. Suatu masyarakat dianggap baik, bila kepentingan

umum (bonum commune) diperhatikan, baik oleh para penguasa maupun oleh

41

Page 42: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

para warga negara.33 Kalau dikatakan bahwa kepentingan umum menjadi bisa

diwujudkan melalui hukum, diandaikan pula bahwa kepentingan-kepentingan lain

sudah diperhatikan secukupnya oleh manusia pribadi, yakni kepentingan

individual.34 Namun hal ini berarti juga bahwa hukum yang menjamin

kepentingan umum tidak boleh merugikan kepentingan individual, tetapi harus

melindunginya. Hukum yang memelihara kepentingan umum menyangkut juga

semua sarana publik bagi berjalannya kehidupan manusia beradab. Pada

prinsipnya kepentingan umum secara de fakto dilindungi oleh negara dan

hukum.35

Pound menegaskan bahwa tugas utama hukum sebagai social engineering

dapat dilihat dengan cara melakukan rumusan-rumusan dan penggolongan-

penggolongan tentang kepentingan-kepentingan masyarakat36 yang apabila

diadakan imbangan antara kepentingan tersebut akan menghasilkan kemajuan

hukum. Pound juga mengadakan 3 (tiga) penggolongan utama mengenai

kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu:

a. Public Interests; kepentingan-kepentingan umum yang utama yang terdiri

atas kepentingan negara sebagai badan hukum dalam tugasnya untuk

33Roscou Pound, Pengantar Filsafat Hukum, (Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1982), hlm. 27. 34Lili Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 84. 35Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Jogyakarta:Kanisius,1982),

hlm.287. 36Pentingnya kekuatan-kekuatan kemasyarakatan yang mempengaruhi hukum dapat dilihat

dengan jelas pada perkembangan satu gerakan hukum yang dipelopori oleh beberapa ahli hukum Amerika Serikat; para ahli hukum ini mempunyai latar belakang satu sistem hukum, pendidikan dan tradisi yang berlainan sama sekali dari pada sistem hukum, pendidikan dan tradisi ahli-ahli hukum Jerman. Lihat Friedman, Teori dan Filsafat Hukum (Jakarta : Rajawali Press, 1990), hlm. 141.

42

Page 43: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

memelihara kepribadian dan hakekat negara (....as juristic person in the

maintenance of its personality and substance). (the interests of the state as

a guardian of social interests). Kepentingan negara sebagai pengawas dari

kepentingan sosial.

b. Individual Interests; mengenai kepentingan orang per-orangan yang

menurut Pound dibagi 3 (tiga) macam kepentingan, yaitu:

1) Kepentingan Kepribadian (interests of personality);

2) Kepentingan-kepentingan dalam hubungan di rumah tangga (interests

in domestic Relations);37

3) Kepentingan mengenai harta benda (interests of substance).38

c. Interests of Personality; mencakup perlindungan integritas badaniah

(physical integrity), kehendak bebas (freedom of will), reputasi

(reputation), keadaan pribadi perorangan (privacy) kebebasan untuk

memilih agama dan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat (freedom of

believe and opinion).

37Kepentingan rumah tangga mencakup lembaga perkawinan (legal protection of marriage)

perlindungan tuntutan biaya penghidupan (maintenance claim) dan hubungan hukum antara orang tua dan anak (legal elation between parents and children); mencakup orang tua untuk mengadakan hukuman badaniah (parental right of corporal punishment), pengawasan oleh orang tua terhadap penghasilan anak mereka dan kekuasaan-kekuasaan pengadilan kanak-kanak untuk mengawasi hubungan-hubungan hukum antara orang tua dan anak-anak, lihat ibid, hlm. 142.

38Interests of Substance mencakup perlindungan hak-hak milik, kebebasan untuk membuat surat wasiat dan untuk menunjuk siapa yang menjadi ahli waris (freedom of succession in testamentary disposistions), kebebasan untuk berusaha dan kebebasan untuk mengadakan perjanjian (freedom of industry and contract), dan harapan-harapan yang dilindungi oleh hukum tentang keuntungan-keuntungan yang dijanjikan (the consequent legal expectation of promised advantages). Termasuk pula hak untuk berkumpul (right of association), lihat ibid, hlm. 143

43

Page 44: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Indonesia telah memiliki Undang-Undang yang khusus mengatur tentang

teknologi informasi yang semakin berkembang yang mengubah baik perilaku

masyarakat maupun peradaban manusia secara global, hubungan dunia menjadi

tanpa batas (borderless). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik diharapkan mampu untuk menghadang

kejahatan dibidang teknologi informasi saat ini.

Istilah hukum siber (cyber law) lahir mengingat kegiatan yang dilakukan

melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup

lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi

berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat

secara virtual (Cyberspace). Cyberspace merupakan tempat orang-orang yang

menggunakan internet berada ketika mengarungi dunia informasi global interaktif

yang bernama internet.39 Cyberspace menampilkan realitas, tetapi bukan realitas

yang nyata sebagaimana bisa di lihat, melainkan realitas virtual (Virtual reality),

dunia maya, dunia yang tanpa batas sehingga penghuni-penghuninya bisa

berhubungan dengan siapa saja dan dimana saja sebagaimana dikatakan oleh

Bruce Sterling lebih lanjut:

Although it is no exactly ”real”, ”cyberspace” is a genuine place. Things happen there that have very genuine consequences. This “place” is not “real”

39Armehdi Mahzar, dalam kata pengantar buku Jeff Zaleski, Spiritualitas Cyberspace,

bagaimana teknologi komputer mempengaruhi kehidupan keberagaman manusia, (Bandung : Misan, 1999), Hlm. 9.

44

Page 45: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

but it is serious, it is earnest. Tens of thousands of people have dedicated their lives to it, the public service of public rommunication by bire and electronic.40

Cyberspace juga mempunyai sisi gelap yang perlu menjadi perhatian

semua orang, sebagaimana yang dikatakan oleh Neill Barrett :

The internet, however, also has a darke side – in particular, it is widely considered to provide access almost exclusively to pornography. A recent, well-publicized survey suggeste that over 80 % of the picture on the internet were pornographic. While the survey result itself was found to be entirely erroneous, the observation that the internet can and does contain illict, objectionable or downright support fraudulent traders, terrorist information exchanges, pedophiles, software pirates, computer hackers and many more.41

Kecemasan terhadap Cybercrime ini telah menjadi perhatian dunia,

terbukti dengan dijadikannya masalah Cybercrime sebagai salah satu topik

bahasan pada Kongres PBB mengenai The Prevention of Crime and the

Treatment of Offender ke 8 Tahun 1990 di Havana, Kuba. Kemudian pada

Kongres ke 10 tahun 2000 di Wina membagi 2 (dua) subkategori cybercrime

yaitu:42

a. Cybercrime in a narrow sense (computer crime); any illegal behaviour directed by means of electronic operations that targets the security of computer systems and the data processed by them.

b. Cybercrime in a broader sense (computer related crime); any illegal behaviour committed by means of, or in relation to, a computer system or network, including such crimes as illegal possession, offering or distributing information by means of a computer system or network.

40Bruce Sterling, The Hacker Crackdown, law and disorder on the electonic frontier,

Massmarket paperback, 1990, electronic version available at http://www.lysator.liu.se/etexts/hacker/ 41Neill Barrett, Digital Crime, policing the cybernation, (London:Kogan Page Ltd.1997),hlm.

21. 42Dokumen A/CONF.187/10, hlm. 5.

45

Page 46: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Kategori pertama dari hasil kongres PBB ini dapat dimasukkan dalam

klasifikasi computer crime atau cybercrime dalam pengertian yang sempit

(meliputi against a computer system or network), sedangkan kategori yang kedua

diklasifikasikan sebagai computer crime atau cybercrime dalam arti yang luas

(meliputi by means of a computer system or network dan in a computer system or

network).

Pelaku Cybercrime sebenarnya dapat diklasifikasikan sebagai White

Collar Crime dengan menggunakan kriteria yang dipakai oleh JoAnn L.Miller, ia

membagi kategori White Collar Crime menjadi 4 (empat), yaitu :43

a. Organizational Occupational Crime, kategori pertama ini dapat disebut sebagai kejahatan korporasi (corporate crime). Para pelakunya adalah para eksekutif yang dalam hal ini melakukan perbuatan illegal atau merugikan orang lain demi kepentingan atau keuntungan korporasi.

b. Government Occupational Crime, White Collar Crime jenis ini pelakunya adalah para pejabat atau birokrat yang melakukan kejahatan untuk kepentingan dan atas persetujuan atau perintah negara atau pemerintah.

c. Professional Occupational Crime, jenis ketiga dari White Collar Crime ini untuk beberapa hal dapat disebut sebagai malpraktek. Kalangan dokter, psikiater, ahli hukum, pialang, akuntan, penilai dan berbagai profesi lainnya yang memiliki kode etik khusus adalah mereka yang melakukan kesalahan profesional disengaja dapat dikategorikan sebagai profesional occupational crimer.

d. Individual Occupational Crime, jenis keempat ini ditujukan kepada perilaku menyimpang yang dilakukan oleh para pengusaha,pemilik modal atau orang-orang yang independen lainnya, walaupun mungkin tidak tinggi sosial ekonominya, tetapi berjiwa petualang. Dalam bidang kerjanya, kalangan ini kemudian memilih jalan menyimpang yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sebagai contoh, pedagang yang menipu pembeli atau warga negara yang melakukan tax fraud.

43JoAnn L. Miller, White Collar Crime, jurnal ilmu-ilmu sosial 5 (kejahatan kerah putih),

(Jakarta : PAU IS UI dan PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 31.

46

Page 47: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2. Konsepsional

Berdasarkan judul yang merupakan syarat dalam penelitian dan agar tidak

terjadi kesalahpahaman dalam materi penulisan tesis ini, maka judul harus

dijelaskan dan diartikan. Judul yang penulis kemukakan adalah : Peranan

Kepolisian dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank. Varibel dari

judul tesis ini penulis uraikan sebagai berikut :

a. Peranan berasal dari kata dasar peran yang berarti, mengambil bagian dari

sesuatu kegiatan. Dengan ditambahi akhiran an maka akan menjadi

tindakan untuk mengambil bagian atau turut aktif dari suatu kegiatan yang

ada sesuai dengan keahliannya.44

b. Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

lembaga kepolisian sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan, fungsi

kepolisian dimaksud sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di

bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan

hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.45

c. Penanggulangan adalah upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur

penal yang lebih menitik beratkan pada sifat represif

(penindakan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi,

44JS Badudu, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994),

hlm.1037. 45Pasal 1 angka (1) dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

47

Page 48: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

sedangkan jalur non penal lebih menitik beratkan sifat preventif

(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi.46

d. Kejahatan adalah perbuatan jahat (Strafrechtelijk misdaadsbegrip)

sebagaimana terwujud in abstracto dalam peraturan-peraturan pidana.

Perbuatan yang dapat dipidana dibagi menjadi :47

1) Perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan;

2) Orang yang melanggar larangan itu.

e. Hacking adalah suatu perbuatan penyambungan dengan cara menambah

terminal komputer baru pada sistem jaringan komuter tanpa izin/secara

melawan hukum, dari pemilik sah jaringan komputer tersebut.48

f. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.49

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, artinya bahwa

penelitian ini cenderung menggunakan data sekunder yang terdiri atas bahan

46Barda Nawawi Arief, Upaya Non Penal dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,

makalah disampaikan pada seminar Kriminologi VI, Semarang, tanggal 16-18 September 1991, hlm. 2.

47Sudarto, Kapita Selecta Hukum Pidana, (Bandung : Alumni, 1981), hlm. 38. 48Ibid 49 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

48

Page 49: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif

analitis50 yaitu penelitian ini selain untuk menggambarkan fakta-fakta hukum

mengenai pertanggung jawaban pidana terhadap hacking juga bertujuan untuk

menjelaskan dengan melakukan analisis terhadap cara-cara dan/atau mekanisme

yang dilakukan oleh criminal justice system dihubungkan dengan ketentuan

yuridis yang terdapat dalam peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan

dengan pertanggung jawaban pelaku kejahatan.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat yuridis normatif

yaitu data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder ditelaah

secara yuridis dengan tidak menghilangkan unsur non yuridis lainnya. Pendekatan

ini mengarah kepada peraturan Perundang-Undangan sebagai kajian utama dan

perilaku hukum dari pelaku kejahatan yang menyalahgunakan tehnologi dan

informasi sebagai pendukung kongkrit dalam memperkuat analisis yuridis

tersebut.

2. Sumber Data

Sumber data ini berasal dari data sekunder yang terdiri atas bahan-bahan

hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, yaitu :

a. Bahan hukum primer

50Soerjono Soekanto, Sri Maudji, Cetakan IV, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 1995), hlm. 12.

49

Page 50: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana

telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

(TPPU) (Money Laundering).

6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

7) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan.

8) Perpu Nomor 3 Tahun 2008 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

9) Peraturan-Peraturan Bank Indonesia.

10) Peraturan-Peraturan Kapolri.

11) Juklak-Juknis Polri.

b. Bahan hukum sekunder

Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,

jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.

50

Page 51: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Bahkan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks

berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-

pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.51

c. Bahan hukum tersier

Berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan

terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum,

majalah dan jurnal ilmiah.52

Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan

tersier sebagai sumber hukum penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Alat penelitian yang digunakan adalah studi dokumen yang dilakukan

terhadap peran Polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank di

Indonesia, artinya data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan berupa

bahan hukum ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih

perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian dan wawancara

yang dilakukan kepada informan, yaitu :

a. Penyidik Pembantu Sat II/Ekonomi Direktorat Reserse Kriminal Polda

Sumatera Utara.

51Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2005), hlm. 141. 52Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,

(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1990), hlm.14.

51

Page 52: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

b. Penyidik Pembantu Unit V IT/Cybercrime Direktorat II Ekonomi Khusus

Bareskrim Mabes Polri.

c. Direktur Utama Bank Sumut.

Keseluruhan data ini kemudian digunakan untuk mendapatkan landasan

teoritis berupa bahan hukum materiil, pendapat-pendapat atau tulisan para ahli

atau pihak lain berupa informasi baik dalam bentuk formal maupun naskah resmi.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses penelaahan terhadap peran Polri dalam

penanggulangan kejahatan hacking. Pengolahan, analisis dan konstruksi bahan

hukum penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan

analisis terhadap kaedah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara

memasukkan Pasal-Pasal ke dalam kategori-katergori atas dasar pengertian-

pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.53 Penelitian hukum normatif

semacam ini tidak hanya berguna bagi penegak hukum, tetapi juga bagi kalangan

yang berkecimpung dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Bahan hukum

yang diperoleh melalui studi kepustakaan, peraturan Perundang-Undangan,

putusan-putusan pengadilan diolah dan dianalisis berdasarkan metode kualitatif

yaitu dengan melakukan:

53Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2006),

hlm.255.

52

Page 53: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum

(konseptualisasi), yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi

terhadap bahan hukum tersebut.

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis

atau berkaitan. Kategori-kategori dalam penelitian ini adalah terhadap

peran Polri dalam penanggulangan kejahatan hacking.

c. Menemukan hubungan di antara berbagai kategori atau peraturan

kemudian diolah.

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan di antara berbagai kategori atau

peraturan Perundang-Undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif

kualitatif, sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan dan

kesimpulan dari permasalahan.

53

Page 54: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

BAB II

HUKUM KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK DI INDONESIA

A. Hacking Sebagai Suatu Kejahatan

1. Pengertian dan sejarah hacking

Hacker secara harfiah berarti mencincang atau membacok. Dalam arti luas

adalah mereka yang menyusup atau melakukan perusakan melalui komputer.54

Hacker dapat juga di definisikan sebagai orang-orang yang gemar mempelajari

seluk-beluk sistem komputer dan bereksperimen dengannya.55 Bagi penegak

hukum, masyarakat dan lingkungan media sendiri Hacker diartikan sebagai

cybercrime. Namun bagi komunitas Hacker, istilah penjahat komputer disebut

Cracker.56 Bedanya, Hacker membuat sesuatu, sedangkan Cracker

menghancurkan/merusaknya. Komunitas Hacker ada tanpa Jenderal ataupun

tanpa Presiden. Di dunia Hacker ada sebuah kalimat yang terkenal "Show me the

Code".

54Republika, 22 Agustus 1999, hlm. 15. 55Gde Artha Azriadi Prana, Hacker; sisi lain legenda komputer, (Jakarta: Adigna, 1999), hlm.

22. 56Hlm. ini terlihat dari penggunaan istilah Hacker yang sebenarnya lebih tepat digunakan oleh

berbagai media massa, seperti di harian Republika, 26 September 1999, 16 Januari 2000, 17 Pebruari 2000, 22 Agustus 2000; Reuter, February 15, 2000, Media Indonesia 02 September 2000, Associated Press, February 15, 2000, Suara Pembaharuan, 22 Juli 2000. Kesalahan dalam menggunakan istilah ini (berupa penyamaan makna hacker dan cracker) juga terjadi pada beberapa buku yang antara lain ditulis Neil Barrett, Digital Crime, Policing the Cybernation Kogan Page Ltd, London, 1997, Mark D Rasch, The Internet and Business: A Lawyer’s Guide to the Emerging Legal Issues, Computer Law Association; 1996, versi elektronik dapat dijumpai di http://cla.org/RuhBook/chp11.htm.

54

Page 55: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Hacker di bagi dua kategori: White-Hat Hackers (Hacker topi putih), yaitu

tokoh-tokoh yang mengagumkan dari segi pencapaian teknis dan filosofis mereka

yang turut mengembangkan budaya hacker di dunia. Ini adalah tokoh-tokoh yang

ikut mendorong banyak revolusi dalam dunia komputer dan teknologi informasi.

Mereka yang berani melakukan kreatifitas di luar kebiasaan sehari-hari.

Merekalah pemikir-pemikir out-of-the-box, revolusionis dalam dunia yang

semakin kabur. Tokoh-tokoh tersebut antara lain : Tim Berners-Lee (Sang

Penemu Web), Linus Torvalds (Pemikir Linux), Richard Stallman (Penggagas

GNU) dan Gordon Lyon (Pembuat Nmap).

Yang kedua yaitu kelompok Black-Hat Hackers (Hacker topi hitam),

adalah tokoh-tokoh yang kerap melupakan batasan moral dan etika dalam

melakukan inovasi teknologi. Mereka juga ikut mendorong banyak revolusi

dalam dunia komputer dan teknologi informasi, salah satunya dari sisi pihak-

pihak yang tak ingin lagi menjadi korban dari aksi-aksi para Black-Hat ini.

Tokoh-tokoh Black-Hat adalah: Robert Tappan Morris {Pembuat Worm (Worm-

Virus) Pertama Di Dunia}, Kevin Mitnick (America's Most Wanted Hacker),

Vladimir Levin (Pembobol Citibank Agustus 2004), Loyd Blankenship (The

Mentor), Kevin Poulsen ("Win a Porsche by Friday". Lotere by U.S radio), Joe

Engresia (Phreaker Buta yang Legenda), John Draper (Captain Crunch,

Crunchman, atau Crunch), serta Adrian Lamo (Pembobol Yahoo!, Microsoft,

Excite@Home, WorldCom, New York Times).

55

Page 56: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Dalam sejarah Hacker, apa yang dilakukan oleh para Hacker itu selalu ada

kaitannya dengan pengembangan sistem keamanan komputer. Keamanan

komputer itu penting untuk melindungi data-data atau informasi yang bersifat

rahasia dan agar tetap terjaga kerahasiaannya maka sistem keamanan yang ada

dan digunakan untuk melindunginya perlu secara terus-menerus dimodifikasi atau

selalu dijaga kemutakhirannya. Tugas Hacker adalah menguji sistem keamanan

ini dan memperbaiki sistem atau program keamanannya sehingga tidaklah

mengherankan jika seorang Hacker adalah programer (tetapi tidak setiap

programer bisa menjadi Hacker).57

Sikap Hacker yang positif itu dalam perkembangannya mengalami

pembiasaan atau citranya menjadi buruk karena terjadi penyalahgunaan

kemampuan untuk memperoleh kesenangan, kekayaan melalui cara-cara yang

oleh lingkungan Hacker sendiri sebenarnya tidak disukai. Mereka inilah yang

disebut dengan Cracker atau Hacker topi Hitam (Black-Hat). Para Cracker ini

memanfaatkan informasi dari Hacker dan memanfaatkan informasi itu untuk

melakukan kegiatan Hacking atau disesuaikan dengan istilah pelakunya

dinamakan Cracking. Crakcer tidak harus atau tidak selalu memiliki kemampuan

seperti yang dmiliki oleh Hacker (seperti pemograman).

57Selain berkaitan dengan pengembangan sistem keamanan kompter atau jaringan komputer, seorang Hacker yang melakukan Hacking juga sangat bermanfaat dalam meningkatkan kecepatan program dan menghemat sumber daya yang ada. Kelemahan yang dimiliki oleh sebuah program akan diketahui oleh seorang Hacker dan ia akan memberitahukan kepada pemilik atau pembuat program untuk segera memperbaiki atau menyempurnakan. Dari kelemahan sebuah program yang telah diketahui, tidak hanya program itu yang dapat disempurnakan, tetapi kecepatan yang dimiliki sebuah komputer (lengkap dengan sistem operasinya) akan bertambah, seperti sistem operasi Windows 3.1 lebih lambat jika dibandingkan dengan Windows 95 dan seterusnya.

56

Page 57: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Dalam The New Hacker’s Dictionari disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan Cracker adalah :

One who breaks security on a system. Coined by hackers in defense against journalistic mususe of the term “hacker”. The term “cracker” reflects a strong revulsion at the theft and vandalism perpetrated by cracking rings. There is far less overlap between hackerdom and crakerdom than most would suspect.58

Shailen S. Mistry dalam situsnya mengartikan Cracker sebagai:

These are the hackers that break into system. Though not all hackers crack, all crackers are hackers by definition.59

Salah satu yang membedakan antara Hacker (atau yang oleh Paul Taylor

disebut sebagai Computer Security Industry) dan Cracker (Computer

Underground) adalah masalah etika. Ada beberapa tokoh Hacker yang

mengedepankan bahwa etika lah yang membedakan antara Hacker dan Cracker di

antaranya adalah Loyd Blankenship alias The Mentor yang tergabung dalam

Legion of Doom/Legion of Hackers. Etika Hacker yang dimaksud oleh The

Mentor adalah sebagai berikut :

a. Do not intentionally damage ”any” system. b. Do not alter any system files othe than ones needed to ensure your

escape fram detection and your future access (Trojan Horses, Altering Logs and the like are all necessary to your survival for as long as possible).

c. Do not leave your (or anyone else’s) real name, real handle or real phone number on any system that you access illegally. They “can” and will track you down from your handle!

58Eric S. Raymond. The New Hacker’s Dictionary, MIT Press, versi elektronik dapat dijumpai

di http://www-mitpress.mit.edu/seb/book-home/0262680920.thml 59Shailen S. Mistry, Hacker on the Net, versi elektroniknya dapat dijumpai di

http://lis.gseis.ucla.edu/impact/196/projects/Smistry/index.html

57

Page 58: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

d. Be careful who you share information with. Feds are getting trickier. Generally, if you don’t know their voice phone number, name and occupation or haven’t spoken with them voice on non-info trading conversations, be wary.

e. Do not leave your real phone number to anyone you don’t know. This includes logging on boards, no matter how k-rad they seem. If you don’t know the sysop, leave a note telling some trustworthy people that will validate you.

f. Do not hack government computers. Yes, there are government systems that are safe to hack, but bhey are few and far between. And the government has inifitely more time and resources to track you down than a company who has to make a profit and justify expenses.

g. Do not use codes unless there is “NO” way around it (you don’t have a local telenet or tymnet outdial and can’t connect to anything 800…) you use codes long enough, you will get caught. Period.

h. Do not be afraid to be paranoid. Remember, you “are” breaking the law. It doesn’t hurt to store everything encrypted on your hard disk or keep your notes buried in the backyard or in the trunk of your car. You may feel a little funny but you’ll feel a lot funnier when you when you meet Bruno, your transvestite cellmate who axed his family to death.

i. Watch what you post on boards. Most of the really great hackers in the country post “nothing” about the system they’re currently working except in the broadest sense (I’m working on a UNIX, or a COSMOS, or something generic. Not “I’m hacking into General Electric’s Voice Mail System” or something inane and revealing like that).

j. Do not be afraid to ask questions. That’s what more experienced hackers are for. Don’t expect “everything” you ask to be answered, though. There are some things (LMOS, for instance) that a beginning hacker shouldn’t mess with. You’ll either get caught or scres it up for others or both.

k. Finally, you have to actually hack. You can hang out on boards all you want, and you can read all the text files in the word but until you actually start doing it, you’ll never know what it’s all about. There’s no thrill quite the same as getting into your first system (well, ok, I can think of a couple of bigger thrills, but you get the picture).60

60The Mentor, A Novice’s Guide to Hacking, edisi 1989, versi elektronik dapat dijumpai di

http://www.geocities.com/dht_belgium/legion_of_Doom.txt Lihat juga Legion of the Undergound, Hacking Guide, versi elektronik dapat dijumpai di http://www.geocities.com/dht_belgium/lou_guide.txt

58

Page 59: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Cracker tidak punya niat atau kemauan untuk mengikuti etika itu.

Ketidakmauan atau tidak adanya niat Cracker untuk mematuhi etika Hacker

terbukti dengan aksi mereka yang telah merusak sistem komputer suatu

perusahaan atau lawan politiknya, menyerang dan merusak situs-situs pemerintah

atau pelayanan publik dan situs-situs yang memberikan layanan pendidikan dan

penelitian.

Dari penjelasan di atas dapat dipertegas bahwa penggunaan istilah Hacker

yang selama ini terjadi adalah salah kaprah karena mencampur adukkan makna

kata Hacker dengan Cracker. Kesalahan dalam penyebutan istilah ini

menyebabkan konstruksi makna yang berkembang di masyarakat menjadi tidak

benar dan konstruksi ini tampaknya sampai sekarang tetap ada dan terpelihara,

terbukti dengan pemberitaan media yang masih menempatkan Hacker sebagai

pelaku Cybercrime.

Ada kelompok lain yang dimana kelompok Hacker dan Cracker tidak

mengakuinya, yaitu Bogus Hacker (vandal komputer) yang hanya tahu sedikit

tentang seluk beluk komputer. Kelompok ini muncul sebagai akibat dari

tersebarnya informasi mengenai Hacking dan keamanan komputer yang berupa

kelemahan suatu sistem operasi atau hasil pemograman. Kemampuan Hacking

bagi Bogus Hacker dapat diperoleh dari informasi atau berita yang disebarluaskan

oleh Hacker melalui media cetak maupun elektronik. Selain melalui media

tersebut, informasi mengenai kelemahan suatu sistem atau program juga dapat

59

Page 60: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

diperoleh jika mengikuti diskusi di internet atau mailing list, atau membuka situs

yang menyediakan layanan eksploitasi kelemahan sistem operasi tertentu.61

2. Tahap-tahap hacking

Umumnya para Cracker (hacker topi hitam) adalah opportunis. Melihat

kelemahan sistem dengan mejalankan program scanner. Setelah memperoleh

akses root, cracker akan menginstall pintu belakang (backdoor) dan menutup

semua kelemahan umum yang ada. Seperti diketahui, umumnya berbagai

perusahaan / dotcommers akan menggunakan Internet untuk : hosting web server

mereka, komunikasi e-mail dan memberikan akses web / internet kepada

karyawan-nya. Pemisahan jaringan Internet dan IntraNet umumnya dilakukan

dengan menggunakan teknik / software Firewall dan Proxy server.62

Melihat kondisi penggunaan di atas, kelemahan sistem umumnya dapat di

tembus misalnya dengan menembus mailserver external / luar yang digunakan

untuk memudahkan akses ke mail keluar dari perusahaan. Selain itu, dengan

menggunakan agressive-SNMP scanner & program yang memaksa SNMP

community string dapat mengubah sebuah router menjadi bridge (jembatan) yang

61Seorang Bogus Hacker yang aktif dalam diskusi mailing list atau rajin membuka situs-situs

yang menyediakan layanan sperti itu akan memiliki lebih banya informasi mengenai kelemahan sistem operasi dan hlm. tersebut meningkatkan kemampuan Hacking nya, bahkan dapat pula meningkatkan statusnya menjadi seorang Cracker atau Hacker jika ia mempunyai kemampuan dan kemampuan mempelajari bahasa pemograman.

62Rahmat Putra, The Secret of Hacker, (Jakarta : Media kita, 2007), hlm. 5.

60

Page 61: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

kemudian dapat digunakan untuk batu loncatan untuk masuk ke dalam jaringan

internal perusahaan (IntraNet).

Agar Cracker terlindungi pada saat melakukan serangan, teknik cloacking

(penyamaran) dilakukan dengan cara melompat dari mesin yang sebelumnya telah

di compromised (ditaklukan) melalui program telnet atau rsh. Pada mesin

perantara yang menggunakan Windows serangan dapat dilakukan dengan

melompat dari program Wingate. Selain itu, melompat dapat dilakukan melalui

perangkat proxy yang konfigurasinya kurang baik.

Setelah berhasil melompat dan memasuki sistem lain, cracker biasanya

melakukan probing terhadap jaringan dan mengumpulkan informasi yang

dibutuhkan. Hal ini dilakukan dengan beberapa cara, misalnya : menggunakan

nslookup untuk menjalankan perintah 'ls <domain or network>' , melihat file

HTML di webserver anda untuk mengidentifikasi mesin lainnya, melihat berbagai

dokumen di FTP server, menghubungkan diri ke mail server dan menggunakan

perintah 'expn <user>', dan mem-finger user di mesin-mesin eksternal lainnya.

Langkah selanjutnya, Cracker akan mengidentifikasi komponen jaringan

yang dipercaya oleh system apa saja. Komponen jaringan tersebut biasanya mesin

administrator dan server yang biasanya di anggap paling aman di jaringan. Start

dengan check akses & eksport NFS ke berbagai direktori yang kritis seperti

/usr/bin, /etc dan /home. Eksploitasi mesin melalui kelemahan Common Gateway

Interface (CGI), dengan akses ke file /etc/hosts.allow.

61

Page 62: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Selanjutnya Cracker harus mengidentifikasi komponen jaringan yang

lemah dan bisa di taklukan. Cracker bisa mengunakan program di Linux seperti

ADMhack, mscan, nmap dan banyak scanner kecil lainnya. Program seperti 'ps' &

'netstat' di buat trojan (ingat cerita kuda troya? dalam cerita klasik yunani kuno)

untuk menyembunyikan proses scanning. Bagi Cracker yang cukup advanced

dapat mengunakan aggressive-SNMP scanning untuk men-scan peralatan dengan

SNMP.

Setelah Cracker berhasil mengidentifikasi komponen jaringan yang lemah

dan bisa di taklukan, maka Cracker akan menjalan program untuk menaklukan

program daemon yang lemah di server. Program daemon adalah program di

server yang biasanya berjalan di belakang layar (sebagai daemon / setan).

Keberhasilan menaklukan program daemon ini akan memungkinkan seorang

Cracker untuk memperoleh akses sebagai ‘root’ (administrator tertinggi di

server). Untuk menghilangkan jejak, seorang Cracker biasanya melakukan

operasi pembersihan 'clean-up‘ operation dengan cara membersihkan berbagai log

file. Dan menambahkan program untuk masuk dari pintu belakang 'backdooring'.

Mengganti file .rhosts di /usr/bin untuk memudahkan akses ke mesin yang di

taklukan melalui rsh & csh.

Selanjutnya seorang Cracker dapat menggunakan mesin yang sudah

ditaklukan untuk kepentingannya sendiri, misalnya mengambil informasi sensitif

yang seharusnya tidak dibacanya; mengcracking mesin lain dengan melompat

62

Page 63: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dari mesin yang di taklukan; memasang sniffer untuk melihat / mencatat berbagai

trafik / komunikasi yang lewat; bahkan bisa mematikan sistem / jaringan dengan

cara menjalankan perintah ‘rm –rf / &’. Yang terakhir akan sangat fatal akibatnya

karena sistem akan hancur sama sekali, terutama jika semua software di letakan di

harddisk. Proses re-install seluruh sistem harus di lakukan, akan memusingkan

jika hal ini dilakukan di mesin-mesin yang menjalankan misi kritis.

Dari uraian di atas bisa di jelaskan secara singkat tahap-tahap Hacking

adalah seperti ini :

a. Mengumpulkan dan mempelajari informasi yang ada mengenai sistem

operasi komputer atau jaringan komputer yang dipakai pada target

sasaran.

b. Menyusup atau mengakses jaringan komputer target sasaran.

c. Menjelajahi sistem komputer (dan mencari akses yang lebih tinggi)

d. Membuat Backdoor dan menghilangkan jejak.

Hacking merupakan salah satu kegiatan yang bersifat negatif yang muncul

dari hasil perkembangan teknologi. Meskipun pada awalnya Hacking memiliki

tujuan mulia, yaitu untuk memperbaiki sistem keamanan yang telah dibangun dan

memperkuatnya, tetapi dalam perkembangnya Hacking digunakan ntuk

keperluan-keperluan lain yang bersifat merugikan. Hal ini tidak lepas dari

penggunaan internet yang semakin meluas sehigga penyalahgunaan kemampuan

Hacking juga mengikuti luasnya pemanfaatan internet.

63

Page 64: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Proses belajar menjadi seorang Hacker atau Cracker dalam perspektif

kriminologi terutama dari teori differential association ataupun dalam

perkembangannya disebut differential social organization dari Sutherland63

sudah menunjukkan bahwa orang yang belajar itu sedang mempelajari atau

belajar menjadi seorang penjahat. Bagi Sutherland semua tingkah laku itu

dipelajari, tidak terkecuali untuk menjadi penjahat. Jadi, dalam perspektif ini

untuk menjadi penjahat di cyberspace (Cracker) harus melalui proses

pembelajaran.

Dari tahapan Hacking di atas, Ada tahapan Hacking belum dapat

dikategorikan sebagai kejahatan yaitu mencari dan mengumpulkan informasi

target sasaran karena berusaha untuk mengetahui sesuatu bukanlah kejahatan.

Mencari dan mengumpulkan informasi mengenai suatu sistem operasi yang

digunakan pada sebuah perusahaan bukan merupakan kejahatan karena

keingintahuan merupakan sifat yang manusiawi. Informasi adalah bebas, ia

bergerak kemana saja dan hak untuk mendapat informasi merupakan hak asasi

yang dijamin dengan Undang-Undang. Kebebasan informasi dan hak untuk

mendapatkannya merupakan prinsip yang dipegang teguh oleh seorang Hacker.

Dengan demikian, mempelajari dan mengumpulkan informasi mengenai sistem

operasi komputer yang digunakan oleh target sasaran bukanlah kejahatan.

63Versi pertama dari teori differential association ataupun social disorganization dari

Sutherland muncul pada tahun 1939 pada bukunya yang berjudul Principles of Criminology, kemudian versi kedua muncul pada tahun 1947 dengan mengganti pengertian social disorganization dengan differential social organization dengan mengajukan 9 (sembilan) pernyataan yang intinya adalah “semua tingkah laku itu dipelajari” tidak terkecuali untuk berperilaku sebagai penjahat.

64

Page 65: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Langkah Hacker setelah mengetahui sistem operasi apa yang dipakai pada

target sasaran adalah menyusup atau mengakses jaringan komputer target sasaran

itu. Dengan kata lain, Hacker memasuki situs orang lain tanpa izin. Hacker

dengan kemampuannya dapat masuk dan berjalan-jalan dalam situs orang lain

meskipun situs itu telah dilengkapi dengan sistem keamanan. Jika akan membuka

sebuah situs, misalnya situs Bank BCA dengan alamat ”KlikBCA” nya, maka

akan muncul tampilan yang dapat dibaca ataupun di download. Apa yang

ditampilkan dalam situs Bank BCA dapatlah disebut sebagai ruang yang bisa

dilihat dan dinikmati oleh pengunjung situs itu. Itulah yang dinamakan ruang

publik atau ruang untuk pelayanan publik atau disebut juga ruang yang bersifat

sosial.

Apabila di gambarkan bahwa sebuah situs adalah seperti sebuah rumah

dengan pekarangannya, maka apa yang bisa dilihat dari luar, itulah yang bisa

diberikan oleh pemilik rumah untuk dinikmati oleh orang lain sebagai perwujudan

dari fungsi sosial rumah itu. Akan tetapi, apabila orang ingin masuk ke rumah itu

(meskipun hanya ingin masuk tanpa maksud lain apapun), maka ia harus

mendapat izin dari pemilik rumah, jika tetap nekad untuk masuk, maka ia dapat

didakwa melanggar privasi orang apalagi jika diikuti dengan tindakan lain yang

bersifat merugikan. Memasuki ruang privat dalam sebuah situs internet jelas-jelas

dilarang karena akan menyebabkan terganggunya fungsi ruang privat itu apalagi

jika diikuti dengan tindakan lanjut yang bersifat destruktif. Mengingat hal

65

Page 66: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

tersebut, mala langkah kedua dari Hacking ini sudah dapat dikategorikan sebagai

kejahatan.64 Apabila dimasuki dan informasi yang ada di dalamnya disebar-

luaskan, maka hal tersebut akan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit

jumlahnya.

Setelah menyusup, seorang Hacker akan berusaha mencari akses tertinggi

(superuser) yang memungkinkan ia melakukan apa saja di dalam sistem yang ia

masuki. Pencapaian akses tertinggi tertinggi ditandai dengan diizinkannya

Hacker tersebut untuk mengakses direktori akar atau root pada sistem tersebut.

Menyusup saja sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan, apalagi sampai

menjelajah dan mendapatkan akses tertinggi dari sebuah sistem serta mengambil

alih fungsi administrator sistem. Tindakan tersebut akan mengacaukan sistem,

menghambat kerja dan layanan publik yang diberikan target sasaran seperti yang

dialami oleh korban-korban Hacker.

Jika Hacker telah selesai dengan misinya, maka ia akan meninggalkan

tempat yang telah dijelajahinya, namun ia tidak akan begitu saja meninggalkan

situs yang berhasil di-hack itu, tetapi biasanya ia akan memberikan kenang-

kenangan kepada pemilik atau administrator sistem yang situsnya di-hack.

Kenang-kenangan itu dapat berupa berubahnya tampilan-tampilan situs dengan

gambar yang sama sekali lain dari aslinya atau isi situs yang telah diacak-acak

64Bandingkan dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 550 dan 551 KUHP. Dengan

melakukan interpretasi terhadap Pasal tersebut, maka tahap Hacking yang pertama ini menurut KUHP dapat dikategorikan sebagai pelanggaran.

66

Page 67: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

atau diganti dengan hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan persoalan yang

dikelola situs tersebut.

Hacker yang meninggalkan jejak/kenang-kenangan seperti itu akan

dengan mudah diketahui oleh adminstrator sistem dengan melihat log file (daftar

log in dan log out) yang ada pada sistem komputer itu, sehingga ada

kecenderungan dari Hacker agar tidak meninggalkan jejak sama sekali, yaitu

dengan menghapus semua file log dan file-file lain. Cara ini menyebabkan situs

yang di-hack tidak mengeluarkan data ketika diakses atau tidak ada tampilannya

sama sekali.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Hacking dilakukan

melalui beberapa tahap. Tidak semua tahap dari Hacking dapat di sebut sebagai

kejahatan, apabila dirinci adalah sebagai berikut :65

a. Tahap pertama dari Hacking tidak dapat disebut sebagai kejahatan karena

belum dapat dikatakan ada bahaya serius yang mengancam.

b. Tahap kedua sampai dengan tahap keempat, sudah dapat disebut sebagai

kejahatan :

1) Tahap kedua merupakan kejahatan yang paling ringan karena dalam

tahap ini hanya bersifat masuk atau menyusup dan belum ada unsur

destruktif.

65Agus Raharjo, Cybercrime, pemahaman dan upaya pencegahan kejahatan berteknologi,

(Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 182.

67

Page 68: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2) Tahap ketiga dan keempat sudah mengandung unsur destruktif

sehingga akibat yang ditimbulkan lebih buruk dibandingkan dengan

tahap kedua.

Tahap kedua sampai keempat merupakan kejahatan karena oleh beberapa

hal, yaitu :66

a. Memasuki ruang privat pada situs orang lain bukan lah perbuatan terpuji.

Mengganggu privasi orang merupakan pelangaran terhadap hak asasi

orang lain. Jika situs yang disusupi itu adalah milik sebuah instansi

pemerintah yang vital, seperti militer yang menyimpan data-data penting

atau rahasia bahkan sangat rahasia mengenai negara, maka masuk atau

menyusup ke dalam situs itu merupakan tindakan mata-mata.

b. Menjelajahi daerah atau ruang milik orang lain tanpa izin merupakan

kejahatan karena mengganggu privasi pemilik daerah itu apalagi disertai

dengan tindakan destruktif, misalnya mengubah tampilan atau frontpage

dari suatu situs sudah merupakan perbuatan yang mengacau ketertiban

umum. Tindakan merusak milik orang lain dalam konstruksi hukum

pidana sudah merupakan tindak pidana, meskipun kejadian itu membawa

akibat dalam pelayanan publik di dunia maya, tetapi kerugian yang timbul

dirasakan oleh orang-orang yang ada di dunia nyata.67

66Ibid, hlm. 183. 67Bandingkan dengan ketentuan pidana yang terdapat dalam Pasal 154 KUHP mengenai

kejahatan terhadap ketertiban umum dan Pasal 406-412 KUHP tentang penghancuran atau perusakan barang.

68

Page 69: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

c. Tindakan Cracker yang berusaha untuk mendapatkan akses yang lebih

tinggi (superuser) merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai

tindakan pengambil alihan kekuasaan (kudeta) terhadap kekuasaan yang

hanya dimiliki terutama oleh administrator sistem. Dengan menjadi

superuser berarti Cracker menjadi penguasa jaringan komputer atau situs

yang dimasukinya itu.

d. Meninggalkan tempat yang telah dimasuki apalagi disertai dengan

tindakan menghapus log file atau data-data penting lain dalam usaha

menghilangkan jejak menunjukkan tindakan yang dilakukan Cracker

merupakan tindakan tidak bertanggung jawab.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan

apakah Hacking merupakan kejahatan atau bukan, maka harus dilihat dengan

menggunakan pendekatan atau perspektif yang telah ditentukan secara umum.

Penetapan suatu perbuatan sebagai kejahatan atau bukan merupakan kewenangan

dari pembentuk Undang-Undang, dalam hal ini Pemerintah dan Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR). Crime is any act that lawmakers designate as ”court-

punishable behaviour”.68

Dalam perspektif teori realitas sosial kejahatan, apa yang dilakukan oleh

beberapa negara (termasuk Indonesia) dengan mengkategorikan atau menentukan

Hacking sebagai kejahatan merupakan definisi hukum yang diciptakan oleh alat-

68James Levin, et.al.; Criminal Justice A Public Policy Approach, Harcourt Brace Jovanovich,

New York, 1980, hlm. 63-64.

69

Page 70: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

alat kelas dominan di dalam masyarakat yang secara politis terorganisasi.

Tindakan ini dilakukan karena Hacking sebagai kejahatan adalah pemerintah atau

negara dan perusahaan atau pengusaha yang mempunyai kepentingan dan

pengharapan yang besar terhadap teknologi informasi.

Dengan demikian, Hacking bukanlah kejahatan yang melekat pada

perilaku, melainkan lebih merupakan suatu penilaian yang dibuat oleh pihak-

pihak terhadap tindakan itu. Penentuan Hacking sebagai kejahatan merupakan

proses dinamika kelas (pengusaha dan negara) yang memuncak dalam penentuan

Cracker dan perilaku Hacking sebagai kejahatan. Formulasi kejahatan terhadap

Hacking merupakan manifestasi dari konflik kelas antara pemerintah dan

pengusaha (sebagai kelas dominan yang memanfaatkan internet untuk

mendapatkan keuntungan) dan para Cracker yang mendasarkan diri pada hak

asasinya untuk mendapatkan informasi sebagaimana yang tercermin dalam

Declaration of Independence of Cyberspace dan Manifesto Hacker.

3. Hacking terhadap bank

Apabila sebuah bank sudah mulai terhubung dengan jaringan internet,

maka resiko dibobol oleh para hacker sangat besar sekali, tinggal tergantung

bagaimana sistem keamanan dari bank tersebut dapat menghalau serangan dari

para hacker yang setiap saat mengintai dan mencoba menerobos sistem keamanan

bank tersebut. Di samping itu dengan terhubungnya ke jaringan internet, maka

70

Page 71: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

sebuah bank akan dapat melayani transaksi nasabahnya dengan cepat dan mudah.

Sasaran para hacker untuk membobol sebuah bank adalah dengan melihat dan

memantau layanan yang setiap saat ramai di dunia siber, salah satunya adalah

layanan internet banking dari sebuah bank.69 Dalam melakukan transaksi, bank

sangat mengedepankan aspek kemudahan, fleksibilitas, efisiensi dan

kesederhanaan. Bank-bank bersaing untuk memanjakan para nasabahnya dengan

layanan yang mudah dan diharapkan memuaskan sehingga dapat menarik dana

dari masyarakat sebanyak-banyaknya. Hasil dari revolusi informasi ini adalah

ditemukannya sebuah konsep baru yang disebut internet banking.70 Oleh karena

itu kehadiran layanan internet banking sebagai media alternatif dalam

memberikan kemudahan-kemudahan bagi nasabah suatu bank sepertinya menjadi

solusi yang cukup efektif. Hal ini tidak terlepas dari kelebihan-kelebihan yang

dimiliki internet itu sendiri, dimana seseorang ketika ingin melakukan transaksi

melalui layanan internet banking dapat melakukannya dimana dan kapan saja.

Tujuan yang ingin dicapai suatu bank ketika memperluas layanan jasanya

melalui internet banking, yaitu :71

69Secara konseptual, lembaga keuangan bank dalam menawarkan layanan internet banking

dilakukan melalui dua jalan, yaitu pertama melalui bank konvensional (an existing bank) dengan representasi kantor secara fisik menetapkan suatu website dan menawarkan layanan internet banking pada nasabahnya dan hlm. ini merupakan penyerahan secara tradisional. Kedua, suatu bank mungkin mendirikan suatu virtual, cabang atau internet bank. Lihat Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 21.

70Istilah ini dikenal juga dengan sebutan cyberbanking, electric banking, virtual banking, home banking dan online banking. Lihat Efraim Turban, et.el, Electronic Commerce A Manajerial Perspektive (New Jersey : Prentice-Hlm.l. Inc, 2000), hlm. 173.

71Juergen Seitz dan Eberhard Stickel, Internet Banking: An Overview, http://www.arraydev.com/commerce/JIBC/9801-8.html, terakhir diakses tanggal 4 Januari 2004.

71

Page 72: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

a. Produk-produk yang kompleks dari bank dapat ditawarkan dalam kualitas

yang ekuivalen dengan biaya yang murah dan potensi nasabah yang lebih

besar.

b. Dapat melakukan hubungan di setiap tempat dan kapan saja baik pada

waktu siang maupun malam.

Banyak bank nasional kini menawarkan layanan jasa dan fasilitas melalui

media elektronik, seperti melalui fasilitas telepon, personal komputer dan media

elektronik lainnya. Tipe layanan jasa perbankan yang menggunakan media

elektronik/web, yaitu:72

a. Informational Web

Pada tingkatan ini, layanan internet banking dapat ditetapkan melalui

bank atau pihak ketiga. Meskipun resiko relatif rendah, server dan website

sangat mudah diserang oleh para hacker untuk diubah (vulnerable to

alternation).

b. Transactional Web

Pada tingkatan ini, nasabah dibolehkan mengeksekusi transaksi

dengan resiko yang cukup tinggi, transaksi nasabah dapat berupa membuka

dan mengakses rekening, membeli produk jasa, mengajukan pinjaman,

pembayaran dan transfer dana. Hal seperti ini mengantarkan risiko yang

sangat besar bagi informasi nasabah.

72Comptroller’s Corporate Manual, The Internet and The National Bank Charter, Washington

DC, Januari 2001, hlm. 5-6.

72

Page 73: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

c. Wireless

Teknologi ini mengizinkan bank untuk menawarkan kepada nasabah

mengenai produk dan jasa baru dengan cara mengembangkan channel yang

lain.

d. PC Banking

Pada tingkatan ini membolehkan interaksi antara sistem bank dan

nasabah. Tipe ini menyediakan pengembangan channel secara tertutup

melalui telepon, home banking. Karena server ini menerobos dalam jaringan

internal bank, resikonya sangat tinggi dalam transaksi.

Menurut The Office of the Comptroller of the Currency (OCC) ditemukan

beberapa kategori resiko yang ada dalam penyelenggaraan layanan internet

banking, yaitu:73

a. Resiko kredit (credit risk) b. Resiko suku bunga (interest rate risk) c. Resiko likuiditas (liquidity risk) d. Resiko transaksi (transaction risk) e. Resiko komplain (complain risk) f. Resiko reputasi (reputation risk)

B. Pengaturan kejahatan hacking terhadap bank

1. Hacking dalam Peraturan-Peraturan Perbankan

a. Hacking dalam Undang-Undang Perbankan

Sebagaimana diketahui, tujuan utama perbankan Indonesia adalah

sebagai penunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam meningkatkan

73Internet and Charters 90 Comptroller’s Corporate Manual, www.google.com.

73

Page 74: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pembangunan nasional

menuju pada peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sedangkan fungsi

utama perbankan Indonesia masih tetap sebagai intermediary yaitu

penghimpun dan penyalur dana masyarakat dari sektor surplus (pemilik dana)

ke sektor defisit (pencari dana bagi investasi).74 Bank adalah lembaga

keuangan yang merupakan tempat masyarakat menyimpan dananya yang

semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh

kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga. Artinya,

eksistensi suatu bank sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat,

semakin tinggi kepercayaan masyarakat, semakin tinggi pula kesadaran

masyarakat untuk menyimpan uangnya pada bank dan menggunakan jasa-jasa

lain dari bank.

Yang dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan di bidang

perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

adalah sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai berikut :

Pasal 51 ayat (1) :

74Marulak Pardede, Likuidasi Bank danPerlindungan Nasabah, (Jakarta : Pustaka Sinar

Harapan, 1998), hlm. v.

74

Page 75: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal

48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 50 A adalah kejahatan.75

Pasal tersebut di atas, khususnya Pasal 49 ayat (1) dapat diterapkan

dalam kejahatan hacking terhadap bank apabila tersangkanya adalah pegawai

bank tersebut, baik dia langsung sebagai Hacker perorangan atau orang yang

turut serta melakukan dengan cara memberikan akses atau password kepada

orang luar (Hacker), sehingga Hacker tersebut dengan sangat mudah dapat

masuk ke dalam jaringan bank tersebut.

Dalam Undang-Undang ini tidak mengatur khusus apabila terjadi

kejahatan Hacking atau kejahatan lain dengan menggunakan internet yang

menghantam sebuah bank dan hanya mengatur serta memberlakukannya

kepada jajaran personel bank tersebut, sehingga sang Hacker (apabila Hacker

tersebut orang luar bank) Cuma dijerat dengan menggunakan KUHP atau

Undang-Undang di luar KUHP yang berkaitan dengan kejahatan Hacker.

Yang dimaksud sebagai “pegawai bank” berkaitan dengan tindak

pidana dibidang perbankan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 ada 3 (tiga) macam pengertian, yaitu:

75Lihat BAB VIII yang mengatur tentang ketentuan pidana dan sanksi administratif Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Ketentuan pidana dan sanksi administratif diberikan kepada pengurus bank yang melanggar peraturan yang telah ditentukan, tidak ada yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan hacking.

75

Page 76: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

a. Semua pejabat dan karyawan bank Pasal 47, Pasal 49 ayat (1) dan ayat

(2) butir a).

b. Pejabat bank yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk

melaksanakan tugas operasional bank dan karyawan yang mempunyai

akses terhadap informasi mengenai keadaan bank (Pasal 48 ayat (1).

c. Pejabat bank yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tentang

hal-hal yang berkaitan dengan usaha bank yang bersangkutan.42

Sesuai dengan bunyi Pasal 6 huruf e, f, g Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa yang dimaksud Usaha

Bank Umum meliputi :

a. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah;

b. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan

dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana

telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

c. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

Hal tersebut di atas masih diperlukan adanya regulasi tentang transfer dana

yang sangat erat kaitannya dengan penggunaan sarana teknologi informasi.

76

Page 77: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Juga masih diperlukan implementasi regulasi lebih lanjut tentang internet

banking sebagai salah satu bentuk layanan perbankan.

Hal perlindungan privasi (privacy rights) dalam kegiatan perbankan,

termasuk dalam kegiatan internet banking dan elektronik banking seperti yang

tertuang dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 juga menjadi kendala apabila sebuah bank terkena korban

hacking.76 Apakah pihak bank akan menutup kasus yang menimpa dirinya

dengan alasan privacy, atau mengumumkannya bila bank tersebut menjadi

korban hacking. Di Indonesia masalah privacy belum menjadi masalah yang

besar. Di luar negeri khususnya negara-negara maju, privacy memperoleh

perhatian yang cukup serius. Mengingat e-commerce beroperasi secara lintas

batas, maka privacy policy dapat menjadi salah satu kendala perdagangan

antar negara. Jika pelaku bisnis di Indonesia tidak menerapkan privacy policy,

maka mitra bisnis di luar negeri tidak akan bersedia melakukan transaksi

bisnis tersebut. Mereka berkewajiban menjaga privacy dari konsumen atau

mitra mereka.

Apabila sebuah bank diperkirakan mengalami kesulitan yang

membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dengan

mengacu kepada Pasal 37 dapat memberikan arahan kepada para pengurus

76Dalam Pasal 40 disebutkan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan nasabah penyimpan

dan simpanannya.

77

Page 78: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

bank tersebut untuk melakukan tindakan penyelamatan terhadap bank

tersebut, dimana di antaranya adalah melakukan tindakan lain sesuai dengan

peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.77

b. Hacking dalam Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan

Undang-Undang ini tidak menyebutkan secara jelas tentang hacking

terhadap bank. Dalam Undang-Undang ini mengatur tentang kepastian hukum

dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah

bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat.

Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan

para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana

pembangunan dan pelayan jasa perbankan.

Di dalam Undang-Undang ini ditetapkan penjaminan simpanan

nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat

terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang

membebani anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard.

Penjaminan simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS). LPS sendiri memiliki dua fungsi yaitu menjamin

77Perintah-perintah yang diberikan Bank Indonesia tidak dicantumkan secara khusus tentang

apabila sebuah bank menjadi korban kejahatan hacking. Di salah satu poin nya hanya disebutkan bahwa Bank Indonesia dapat melakukan tindakan lain sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

78

Page 79: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan Bank-

Gagal.78

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat

terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank

yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta

dan membayar premi penjaminan. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan

usahanya dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan

setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang

tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Likuidasi ini

merupakan tindak lanjut dalam penyelesaian bank yang mengalami kesulitan

keuangan.79

LPS melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang

mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang

terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan

Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net (IFSN). LPS bersama

dengan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Pengawas

Perbankan (LPP) menjadi anggota Komite Koordinasi.80

Tindakan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal oleh LPS

didahului berbagai tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai

78Lihat penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan. 79Ibid. 80Ibid.

79

Page 80: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

peraturan Perundang-Undangan. Bank Indonesia, melalui mekanisme sistem

pembayaran, akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan

dapat menjalankan fungsinya sebagai lender of last resort. LPP juga dapat

mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dengan menjalankan

fungsi pengawasannya, antara lain berupa tindakan agar pemilik bank

menambah modal atau menjual bank, atau agar bank melakukan merger atau

konsolidasi dengan bank lain.81

Undang-Undang LPS ini menyebutkan adanya bentuk simpanan

nasabah yang dijamin oleh pemerintah yaitu simpanan yang berbentuk giro,

deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu.82 Nilai Simpanan yang dijamin untuk setiap

81Tugas dan Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ditegaskan dalam pasal 4, 5, 6 dan

Pasal 7, yakni: a. Pasal 4 menyebutkan bahwa fungsi LPS adalah :

1. Menjamin Simpanan Nasabah Penyimpan; dan 2. Turut Aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan

kewenangannya. b. Pasal 5 menyebutkan bahwa :

1. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, LPS mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan serta melaksanakan penjaminan simpanan.

2. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, LPS mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan serta merumuskan, menetapkan dan melaksanakan penyelesaian bank gagal yang berdampak sistemik, selain itu juga melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.

82Lihat Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, disebutkan bahwa Transfer masuk dan transfer keluar serta inkaso tidak termasuk dalam lingkup yang dijamin karena bukan termasuk simpanan. Namun demikian transfer keluar yang berasal dari simpanan nasabah dan belum keluar dari bank masih diperlakukan sebagai simpanan. Demikian pula dengan transfer masuk yang sudah diterima bank untuk kepentingan seorang nasabah diperlakukan sebagai simpanan nasabah dimaksud walaupun bank belum membukukan ke dalam rekening yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan bentuk lainnya dalam pasal ini adalah bentuk-bentuk simpanan

80

Page 81: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

nasabah pada satu bank paling banyak Rp100.000.000,- (seratus juta

rupiah).83 Selanjutnya pelaksanaan penanganan bank yang menjadi korban

kejahatan hacking dapat dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan yang

ditetapkan dalam Undang-Undang LPS ini.84

c. Hacking dalam Undang-Undang Bank Indonesia

Secara jelas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia ini tidak menyebutkan tentang apabila suatu bank menjadi korban

kejahatan hacking. Dalam Pasal 8 Undang-Undang ini disebutkan bahwa

tugas dari Bank Indonesia adalah sebagai berikut:85

1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;

2) Mengatur dan Menjaga kelancaran sistem pembayaran;

3) Mengatur dan mengawasi Bank.

Sedangkan dalam sistem pembayaran Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1999 ini hanya menyebutkan analogi dari sistem pembayaran tersebut,

di dalam bank syariah atau apabila ada bentuk simpanan baru yang dipersamakan dengan simpanan berdasarkan ketentuan LPP

83Lihat Pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Di dalam penjelasan Pasalnya disebutkan bahwa Nilai yang dijamin diharapkan dapat melindungi seluruh simpanan yang dimiliki oleh nasabah kecil yang merupakan sebagian besar nasabah bank di Indonesia.

84Lihat Pasal 22 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa LPS melakukan penyelesaian Bank Gagal dengan menggunakan cara :

a. Penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank Gagal dimaksud;

b. Penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

85Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

81

Page 82: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

yaitu suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan

mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna

memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.86 Hal

ini harus diimplementasikan lebih lanjut dalam bentuk peraturan yang lebih

teknis tentang sistem pembayaran dan lalu lintas keuangan secara elektronik.

Dalam Pasal 32 UU BI hanya menyebutkan bahwa Bank Indonesia

mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank dan

penyelenggaraan sistem informasi dapat diserahkan kepada pihak lain dengan

persetujuan Bank Indonesia.87 Dalam UU BI ini juga tidak disebutkan lebih

lanjut langkah-langkah yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia apabila

kerugian sebuah bank tersebut berawal dari sistem pengamanan dari sistem

informasi yang dimiliki sebuah bank tersebut.88 Dalam bab ketentuan pidana

sama sekali tidak disebutkan tentang sanksi apabila terjadi kesalahan dalam

sistem informasi sebuah bank.89

d. Hacking dalam Peraturan-Peraturan Bank Indonesia

Dalam menjalankan tugas-tugas tersebut di atas, Bank Indonesia

selaku bank sentral memberikan regulasi-regulasi yang dikuatkan dengan

produk peraturan-peraturan yang dikeluarkannya untuk memberikan tatanan

86Lihat Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. 87Lihat Pasal 32 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. 88Lihat Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. 89Lihat Pasal 65 – 72 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999.

82

Page 83: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

kehidupan seluruh perbankan di Indonesia, di antaranya peraturan Bank

Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 mengenai penerapan Manajemen resiko bagi

Bank Umum. Peraturan ini dikeluarkan dalam rangka menciptakan prakondisi

dan infrastruktur pengelolaan risiko yang akan terjadi terhadap bank

tersebut.90 Apabila bank tersebut menjadi korban kejahatan hacking, maka

bank dapat dikategorikan bermasalah dengan alasan resiko operasional,

dimana bank tidak dapat melakukan proses internal dan kegagalan sistem di

dalam bank tersebut, namun tidak bisa dipakai untuk menjerat pelaku

kejahatan hacking.

Bank Indonesia mewajibkan kepada seluruh perbankan Indonesia

untuk membentuk Komite Manajemen Resiko dan Satuan Kerja Manajemen

Resiko yang di dalamnya diawaki oleh mayoritas direksi dan pejabat eksekutif

terkait dengan wewenang dan tanggung jawab yang diembannya, yaitu:

memberikan rekomendasi kepada direktur utama tentang penyusunan

kebijakan, strategi dan pedoman penerapan Manajemen resiko, serta

perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan Manajemen Resiko berdasarkan

hasil evaluasi pelaksanaan dan penetapan (justification) hal-hal terkait dengan

keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal (irregularities).

90 Sesuai dengan Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang

penerapan Manajemen resiko bagi Bank Umum, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan resiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan kerugian Bank. Resiko dimaksud meliputi: resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas, resiko operasional, resiko hukum, resiko reputasi, resiko strategik dan resiko kepatuhan.

83

Page 84: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Peraturan ini hanya mengatur tentang bagaimana Bank Indonesia

mengingatkan kepada perbankan Indonesia agar aktivitas usaha yang

dilakukan oleh bank tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan

bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank saja. Di dalam

Bab yang memuat sanksi, dalam peraturan ini sanksi yang dijatuhkan adalah

sanksi denda dan dijatuhkan kepada bank itu hanya untuk bank yang

terlambat/lalai/salah dalam membuat pelaporan ke Bank Indonesia saja.91

Regulasi lain yang dikeluarkan Bank Indonesia yang memanfaatkan

teknologi informasi yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/2/PBI/2004

tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System yang

berfungsi untuk meningkatkan pelaksanaan tugas Bank Indonesia agar lebih

efektif, efisien dan aman sehingga ada integrasi dan terhubung langsung

antara sistem pelaku pasar dan sistem Bank Indonesia. Dalam peraturan BI ini

juga dijelaskan apabila terjadi gangguan BI – SSSS diluar kemampuan peserta

dan atau penyelenggara (force majeur), maka penyelenggara dalam hal ini

Bank Indonesia akan memberlakukan prosedur dan rencana mengatasi

keadaan darurat (contingency plan).92 Surat Edaran ini juga tidak dapat

dipakai untuk menjerat pelaku kejahatan hacking, Surat Edaran ini dipakai

91Lihat Pasal 33-34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang penerapan

Manajemen resiko bagi Bank Umum. 92Sesuai dengan Surat edaran Bank Indonesia nomor 6/1/DPM, tanggal 16 Pebruari 2004,

perihlm. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System, apabila ada force majeur akan dilakukan prosedur tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam hlm. BI-SSSS tidak dapat berfungsi (contingency plan), yaitu meliputi prosedur-prosedur apabila terjadi gangguan pada Scripless Securities Settlement System Terminal (ST) dan gangguan di dalam tubuh penyelenggara itu sendiri.

84

Page 85: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

apabila sebuah bank menjadi korban kejahatan hacking, maka bank tersebut

segera melaporkan kepada Bank Indonesia untuk selanjutnya disampaikan

kepada Menteri Keuangan dan kemudian menggunakan tahapan-tahapan yang

ada dalam Surat Edaran ini.

2. Hacking dalam peraturan Perundang-Undangan lainnya

a. Hacking dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

Indonesia saat ini sudah mempunyai Undang-Undang yang

berhubungan dengan informatika, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana dalam

Undang-Undang ini tidak sebutkan secara khusus mengenai cybercrime

karena Indonesia memakai model umbrella provision93 sehingga ketentuan

tentang cybercrime tidak di atur dalam Undang-Undang tersendiri, tetapi

dimasukkan ke dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

yang baru di sahkan.

Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini, antara

perbuatan yang dilarang dan ketentuan pidananya di atur secara terpisah Pasal

demi Pasalnya, sehingga apabila Penyidik Polri ingin menjerat Pasal tertentu

93Model ketentuan payung (Umbrella provisions) untuk peraturan Perundang-Undangan yang

mengatur kegiatan-kegiatan di cyberspace, di satu sisi memiliki kebaikan, yaitu akan menghasilkan suatu masterpiece dengan memahami sangat beragamnya hlm.-hlm. yang perlu di atur, sedangkan disisi lain kelemahannya adalah menimbulkan konsekuensi logis untuk mempersiapkan dalam waktu yang tidak boleh terlalu lama bagi seluruh rancangan peraturan perundangan yang lebih khusus atau spesifik agar terhindar dari kekosongan hukum.

85

Page 86: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

kepada penjahat siber harus digabungkan dengan Pasal lain, karena dalam

Pasal-Pasal perbuatan yang dilarang tidak ada ancaman hukumannya sehingga

Penyidik harus men- juncto kan dengan Pasal-Pasal yang ada dalam bab

ketentuan pidana. Pasal-Pasal yang menyangkut perbuatan yang dilarang di

atur dalam Pasal 27 sampai dengan 37 sedangkan Pasal-Pasal yang

menyangkut ketentuan pidana di atur dalam Pasal 45 sampai dengan Pasal 52.

Khusus mengenai kejahatan hacking, selain di atur secara tersendiri dalam

Pasal 30 ayat (3) sebenarnya Pasal-Pasal lain dapat juga untuk menjerat

kejahatan hacking tersebut karena hacking merupakan first crime.94

Bagaimana dapat mengubah, menghapus atau menambah data komputer

apabila dia (hacker) tidak bisa masuk ke dalam jaringan komputer yang

menjadi korban, sedangkan masuk ke dalam sistem jaringan komputer

merupakan langkah hacking yang kedua setelah sebelumnya melakukan

observasi terhadap sistem operasi yang dipakai.

Sebelum KUHAP yang mengatur secara khusus tentang kejahatan

hacking diperbaharui oleh Pemerintah, di Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik ini juga memperluas pengertian alat bukti dengan syarat-

syarat yang telah ditentukan.95 Di dalamnya juga di atur perluasan tentang

94Yakni merupakan kegiatan/kejahatan yang pertama kali dilakukan oleh seseorang apabila dia

(hacker) melakukan kejahatannya. Dengan kegiatan membobol sistem keamanan situs yang menjadi target sang hacker bisa leluasa melakukan apasaja yang dia inginkan, mulai dari cyberpornograph sampai dengan cyberterorism.

95Lihat, Pasal 5 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 1 butir 1 dan 4, sedangkan persyaratan dari perluasan alat bukti dapat dilihat di Pasal 5 ayat (3) UU 11/2008 tentang ITE.

86

Page 87: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

tanda tangan (digital signature) meskipun hanya dicantum kan dalam 2 (dua)

Pasal saja.96 Di dalam Pasal 11 dan Pasal 12 pemerintah juga sudah

memberikan kewajiban kepada setiap orang yang akan memberikan tanda

tangan elektronik (digital signature)nya untuk digunakan di dunia maya

(cyberspace).97 Namun dalam Pasal-Pasal ketentuan pidana tidak muncul

apabila si pembuat tanda tangan lalai dalam memberikan pengaman atau

pengamannya mudah dibobol oleh orang lain.98 Apakah hukuman untuk sang

hacker menjadi ringan apabila terbukti bahwa itu terjadi karena kelalaian

pemilik tanda tangan digital atau sama saja.

Banyak ketentuan-ketentuan yang menyangkut tentang pelaksanaan

perbuatan jahat atau perbuatan yang dapat dihukum belum masuk dalam

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik seperti hal-hal yang di

atur dalam buku I KUHP tidak ada dalam Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik. Seperti Kelalaian atau khilaf, lalai atau khilaf adalah

kalimat yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan kegiatannya.

Apabila kelalaian itu dilakukan oleh manusia didunia nyata dan menimbulkan

kerugian bagi dirinya sendiri dan orang lain, di atur secara tersendiri dengan

menggunakan Pasal-Pasal tertentu, bahkan kadang pula si pembuat lalai ini

96Sebetulnya Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI bekerja sama dengan FH UI juga telah membuat rancangan tentang Undang-Undang yang mengatur khusus tentang Digital Signature secara tersendiri. Dalam Pasal-Pasal ketentuan pidana UU ITE ini tidak dijelaskan secara khusus apabila terjadi pemalsuan tanda tangan dilakukan oleh seseorang.

97Lihat Pasal 12 ayat (1) dengan persyaratan-persyaratan minimal seperti tertuang pada ayat (2) UU 11/2008 tentang ITE.

98Dalam Pasal-Pasal ketentuan pidana tidak dijelaskan tentang kelalaian yang dibuat oleh korban sendiri yang bisa mengakibatkan kerugian yang besar buat orang lain.

87

Page 88: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

juga akan mendapatkan ancaman hukuman seperti banyak ditemukan kasus-

kasus pelanggaran lalu lintas.99 Namun di dalam dunia siber (cyberspace)

kelalaian adalah tindakan fatal yang bisa menimbulkan kerugian yang tidak

sedikit, bahkan bisa menghancurkan sebuah negara sekalipun.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik tidak menyebutkan sedikitpun tentang kelalaian atau

kesalahan yang dibuat oleh pembuat situs sehingga hacker bisa masuk dengan

leluasa.

Kegiatan yang lain yang sama pentingnya dengan kelalaian adalah

percobaan melakukan perbuatan jahat100 dan turut serta melakukan101 Dalam

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini tidak di atur apakah

percobaan melakukan dan juga turut serta kejahatan hacking dapat dipidana

atau tidak. Kemudian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini

juga tidak mengatur kapan kadaluwarsa102 perbuatan pidana kejahatan

hacking.

Tidak seperti halnya KUHP yang terkesan praktis, yaitu setiap Pasal-

Pasal yang termasuk dalam kejahatan (buku 2) sudah mencantumkan kriteria

apa yang dilanggar dan ancaman hukumannya apabila melanggarnya, dalam

99Lihat penjelasan Pasal 359 KUHP, yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan karena kekhilafan ialah kurang hati-hati atau kurang perhatian.

100Lihat Pasal 53 KUHP 101Lihat Pasal 55 dan 56 KUHP 102Lihat Pasal 78 KUHP

88

Page 89: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Undang-Undang ini di atur terpisah dalam bentuk Bab demi Bab. Bab yang

mengatur tentang perbuatan apa saja yang dilarang dituangkan tersendiri dari

Bab yang mengatur tentang ketentuan pidananya. Begitu juga hal-hal yang

mengatur tentang penyidikannya di atur dalam Bab tersendiri.103 Kemudian

dalam Undang-Undang ini muncul dan dibahas tentang peran Pemerintah dan

Masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Bagaimana peran Pemerintah dan masyarakat dijelaskan dalam Pasal demi

Pasal yang kecenderungan hanya mengarah ke hal-hal perdagangan dengan

menggunakan fasilitas komputer/teknologi (e-commerce).

Di dalam Bab Ketentuan Umum tidak secara jelas digambarkan

tentang penjelasan kejahatan-kejahatan dengan menggunakan komputer

seperti di uraikan di atas. Kejahatan-kejahatan komputer yang dikenal dalam

dunia siber (Syber Space) tidak tergambar secara jelas. Semua kegiatan

kejahatan tersebut di atur pada Bab tentang perbuatan-perbuatan apa saja yang

dilarang, sehingga terkesan seperti Pasal keranjang sampah, pokoknya semua

kegiatan yang melanggar aturan telematika di Indonesia itulah yang dilarang.

Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik yang bisa diterapkan dalam menanggulangi kejahatan Hacking,

yaitu :

103Baca Bab VII Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Ekonomi.

89

Page 90: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

1. Pasal 30 juncto Pasal 46.

Di dalam ayat (1) rangkaian Pasal ini menjelaskan bahwa setiap

orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun

diancam hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Di dalam ayat (2) rangkaian Pasal ini menjelaskan bahwa setiap

orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memperoleh

informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diancam hukuman

pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp. 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah). Di dalam ayat (3) rangkaian

Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang yang sengaja dan tanpa hak atau

melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan

cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui atau menjebol

sistem pengaman diancam hukuman pidana penjara paling lama 8

(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan

ratus juta rupiah).

2. Pasal 32 juncto Pasal 48.

Di dalam ayat (1) rangkaian Pasal ini menjelaskan bahwa setiap

orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara

apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,

90

Page 91: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu

informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau

milik publik diancam hukuman pidana penjara paling lama 8 (delapan)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar

rupiah). Di dalam ayat (2) rangkaian Pasal ini menjelaskan bahwa setiap

orang yang sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara

apapun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak

diancam hukuman pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).

Di dalam ayat (3) rangkaian Pasal ini menjelaskan bahwa semua

perbuatan yang dimaksud dalam ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya

suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat

rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang

tidak sebagaimana mestinya diancam hukuman pidana penjara paling lama

10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,-

(lima miliar rupiah).

3. Pasal 33 juncto Pasal 49.

Di dalam Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan

sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun

yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan

91

Page 92: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya diancam

hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).

4. Pasal 35 juncto Pasal 51.

Di dalam Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang yang dengan

sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,

penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data otentik

diancam hukuman pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000.000,- (sepuluh milyar

rupiah).

5. Pasal 37.

Pasal ini diterapkan kepada Hacker yang berada di luar negara

Indonesia kemudian di juncto kan kepada Pasal berapa yang dilanggarnya

karen Pasal ini tidak ada ancaman hukumannya.

6. Pasal 52 ayat (2).

Apabila yang menjadi korban Hacking adalah jaringan komputer

milik Pemerintah atau instansi layanan publik, maka ancaman

hukumannya ditambah sepertiga dari hukuman pokoknya.

92

Page 93: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

7. Pasal 52 ayat (3).

Apabila yang menjadi korban Hacking adalah jaringan komputer

milik Pemerintah, Lembaga Pertahanan, Bank Sentral, Lembaga

Internasional, perbankan, keuangan, dan otoritas penerbangan, maka

ancaman hukumannya ditambah dua pertiga dari hukuman pokoknya.

8. Pasal 52 ayat (4).

Apabila kejahatan Hacking dilakukan dengan cara korporasi, maka

ancaman hukumannya ditambah dua pertiga dari hukuman pokoknya.44

Munculnya Undang-Undang ini semakin menyudutkan para kelompok

yang menamakan dirinya white hat hacker (hacker topi putih), karena semua

kegiatan yang dikategorikan memasuki jaringan orang lain sudah dinilai

sebagai suatu kejahatan. Tidak perduli bahwa kegiatan itu (memasuki jaringan

sistem orang lain) adalah untuk perbaikan dari sistem pengaman orang

tersebut.

a. Hacking dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 maupun Undang-Undang yang

baru yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(UUPT) secara terang-terangan tidak menjelaskan tentang apabila suatu bank

menjadi korban kejahatan hacking. UUPT ini hanya menjelaskan tentang

segala situasi serta segala kegiatan di dalam suatu Perseroan Terbatas.

93

Page 94: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Apabila sebuah bank menjadi korban kejahatan hacking maka UUPT ini baru

bisa diterapkan dengan men-juncto kan dengan Undang-Undang yang lainnya,

karena apabila sebuah bank menjadi korban kejahatan hacking maka hal

tersebut tidak terlepas dari tanggung jawab para pengurus dari bank tersebut.

Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan hukum perdata (privat) yang

mempunyai status kemandirian (persona standi in judicio) sudah tentu

memiliki identitas hukum tersendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau

perusahaan terpisah dari identigtas hukum para pemegang sahamnya, direksi,

maupun organ-organ lainnya. Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan hukum

perdata sejalan dengan pandangan teori kontrak (contractual theory), yang

menganggap perseroan sebagai kontrak di antara para pemegang saham.

Dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka (1) UUPT ditentukan, bahwa ”Perseroan

Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang

didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”,

berdasarkan teori kontrak tersebut maka posisi Perseroan Terbatas (PT)

berada di bidang hukum perdata.104

Dalam hukum perseroan, untuk menggerakkan perseroan, perseroan

dibagi-bagi ke dalam organ-organ, yang masing-masing organ memiliki tugas

104Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan, makalah

disampaikan pada Seminar Nasional sehari dalam rangka menciptakan Good Corporate Governance, diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, 8 Maret 2007.

94

Page 95: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dan kewenangan sendiri-sendiri. Di Indonesia, ada 3 (tiga) jenis organ yang

dikenal, dan dari ketiga jenis organ tersebut yang ada dalam perseroan, direksi

adalah organ yang undang-undang diberikan hak dan kewajiban/diberikan

tugas melakukan/melaksanakan kegiatan pengurusan dan perwakilan untuk

dan atas nama perseroan, dan bagi kepentingan perseroan, di bawah

pengawasan Dewan Komisaris. Walau demikian, organ perseroan itu sendiri

adalah juga sesuatu yang fiktif. Untuk menjadikannya suatu hal yang konkrit,

maka organ-organ tersebut dilengkapi dengan anggota-anggota yang

merupakan orang-orang yang memiliki kehendak, yang akan menjalankan

perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan.

Dengan demikian berarti pada dasarnya perseroan juga dijalankan oleh

perorangan yang duduk dan menjabat sebagai pengurus perseroan (Direktur)

yang berada dalam satu wadah/organ yang dikenal dengan nama Direksi.105

Direksi hanya berhak dan berwenang untuk bertindak atas nama dan

untuk kepentingan Perseroan dalam batas-batas yang diizinkan oleh peraturan

Perundang-Undangan yang berlaku dan Anggaran Dasar Perseroan. Setiap

tindakan yang dilakukan oleh Direksi di luar kewenangan yang diberikan

tersebut tidak mengikat Perseroan, kecuali dalam hal diatur lain oleh undang-

undang. Ini berarti Direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan

105Gunawan Widjaja, Risiko hukum sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, (Jakarta :

Forum Sahabat), hlm. 41

95

Page 96: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

untuk kepentingan Perseroan. Sehubungan dengan hal tersebut Paul L. Davies

dalam Gower’s Principles of Modern Company Law, menyatakan bahwa:106

In applying the general equitable principle to company directors, ofur separate rules have emerged. These are : 1. That directors must act in good faith in what they believe to be the best

interest of the company; 2. That they must not exercise the powers conferred upon them for

purposes different from those for which they were conferred; 3. That they must not fetter their discretion as to how they shall act; 4. That, without the informed consent of the company, they must not

place themselves in a position in which tehir personal interests or duties to other persons are liable to conflict with their duties. Keempat prinsip tersebut pada hakekatnya menunjukkan pada kita

tugas semua bahwa Direksi Perseroan, dalam menjalankan tugas

kepengurusannya harus senantiasa :

1. Bertindak dengan itikad baik;

2. Senantiasa memperhatikan kepentingan Perseroan dan bukan

kepentingan dari pemegang saham semata-mata;

3. Kepengurusan Perseroan harus dilakukan dengan baik, sesuai dengan

tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya, dengan tingkat

kecermatan yang wajar, dengan ketentuan bahwa Direksi tidak

diperkenankan untuk memperluas maupun mempersempit ruang

lingkup geraknya sendiri;

4. Tidak diperkenankan untuk berada dalam suatu keadaan yang dapat

mengakibatkan kepentingan dan atau kewajibannya terhadap

106Ibid, hlm. 43.

96

Page 97: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

perseroan berbenturan dengan kepentingan perseroan, kecuali dengan

pengetahuan dan persetujuan perseroan.

Keempat hal tersebut menjadi penting artinya, oleh karena keempat

hal tersebut mencerminkan kepada kita semua, bahwa antara Direksi dan

Perseroan terdapat suatu bentuk hubungan saling ketergantungan, dimana:

1. Kegiatan dan aktivitas perseroan bergantung pada Direksi sebagai

organ yang dipercayakan untuk melakukan pengurusan Perseroan;

2. Keberadaan Perseroan merupakan sebab keberadaan Direksi, tanpa

Perseroan maka tidak pernah ada Direksi.

Penjelasan yang diuraikan dia tas menunjukkan adanya hubungan

kepercayaan antara Direksi dengan Perseroan. Hubungan ini dinamakan

dengan fiduciary relation, yang selanjutnya melahirkan fiduciary duty bagi

dan perwakilan bagi Perseroan yang telah mengangkatnya sebagai pengurus

dan perwakilan bagi Perseroan, dalam segala macam tindakan hukumnya

untuk mencapai maksud dan tujuan, serta untuk kepentingan Perseroan.

Dengan demikian berarti syarat mutlak dari keberadaan hubungan fidusia dan

fiduciary duty adalah fairness.107

Dalam pandangan prinsip fiduciary duty hubungan antara direksi dan

perseroan menimbulkan tugas bagi direksi dalam pengelolaan perseroan.

Disini direksi sebagai organ vital dalam perseroan merupakan pemegang

107J. Robert Brown Jr., “Disloyalty without Limits: ‘Independent’ Directors and the Elemination

of the Duty of Loyalty”, Kentucky Law Journal (Vol. 95, 2006-2007), hlm. 57.

97

Page 98: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

amanah (fiduciary), yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang

kepercayaan. Pasal 97 UUPT tersebut menyatakan, bahwa direksi

bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan dan

tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar

pengadilan.108

b. Hacking dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

(Money Laundering)

Pada tanggal 19 Desember 1988, di Wina Austria, muncul upaya

pemberantasa pencucian uang dalam tingkat internasional, yang disebut

dengan The International Anti-Money Laundering Legal Regime. Konvesi

tersebut mewajibkan negara-negara penandatangan menjadikan pencucian

uang sebagai suatu kriminal dan kejahatan berat. Diharuskan bagi negara-

negara mengambil langkah untuk membuat Undang-Undang dan peraturan

pelaksana konvensi itu.

Selanjutnya Indonesia menetapkan kegiatan pencucian uang sebagai

suatu tindak pidana dan menetapkan untuk mengambil langkah-langkah agar

108Ibid, hlm. 2-3.Selanjutnya Bismar Nasution menyatakan bahwa kewajiban utama dari

direktur adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok sesuai dengan posisi seorang direktur sebagai sebuah trustee dalam perusahaan. Posisi ini mengharuskan seorang direktur untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya (duty of care). Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of loyalty). Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya dengan fiduciary duty dapat menyebabkan direktur untuk dimintai pertanggungjawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya, baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.

98

Page 99: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

pihak yang berwajib dapat mengidentifikasi, melacak dan

membekukan/menyita hasil perdagangan obat bius.109 Kemudian pada tahun

1998 lahir Committee on Banking Regulations dan Supervisory Practices

terdiri dari perwakilan-perwakilan Bank Central dan Badan-badan pengawas

negara-negara industri. Bank harus mengambil langkah-langkah yang masuk

akan menetapkan identitas nasabahnya, yang kemudian dikenal dengan

“Know Your-Customer Rule”.110

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tetang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

(TPPU) (TPPU) ditujukan untuk mencegah dan memberantas kejahatan dalam

bentuk praktek pencucian uang di Indonesia. Dalam Pasal 2 Undang-Undang

Tindak Pidana Pencucian Uang tidak di atur secara jelas bahwa uang hasil

kejahatan hacking juga dapat dipidana, dalam huruf y pasal tersebut hanya

disebutkan bahwa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana lainnya

yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang

dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara

109Indonesia telah menjadi anggota United Nation Convention Against Illicit Traffic in Narcotic

Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal UN Drugs Convention. Namun negara Indonesia masih di cap tidak kooperatif untuk memberantas praktek money laundering, sebagaimana terdapat dalam daftar yang dirilis oleh Financial Actions Task Force on Money Laundering (FATF) yang merupakan satgas dari Organization for Economic Coorperation and Development (OECD).

110Erman Rajagukguk, Pencucian Uang: Suatu Studi Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada lokakarya RUU Anti-Pencucian Uang (Money Laundering), diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan University of South Carolina dan Bank Indonesia, Surabaya, tanggal 21 Juli 2001, hlm. 13-14.

99

Page 100: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana

menurut hukum Indonesia.111

Yang perlu dicermati dan dapat dijadikan contoh dari undang-undang

ini dalam menangani sebuah tindak kejahatan adalah :

1) Bahwa Presiden dapat membentuk sebuah Komite Koordinasi

Nasional untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencucian uang.112

2) Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana

pencucian uang maka penyidik, penuntut umum atau hakim

berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa

Keuangan mengenai Harta Kekayaan setiap orang yang telah

dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa.113

3) Dalam meminta keterangan, terhadap penyidik, penuntut umum,

atau hakim tidak berlaku ketentuan undang-undang yang mengatur

tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan

lainnya.114

Namun dalam pelaksanaan penerapan Pasal untuk menjerat pelaku

kejahatan hacking, UU TPPU ini masih harus didukung dengan peraturan

111Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tetang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

112Lihat Pasal 29 B Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tetang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

113Lihat Pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tetang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

114Lihat Pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tetang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

100

Page 101: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Perundang-Undangan lainnya yang berkaitan dengan kejahatan dunia siber

(cybercrime).

C. Perlindungan nasabah bank yang menjadi korban kejahatan hacking

1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah

Basis hubungan hukum antara bank dengan para nasabah adalah hubungan

kontraktual. Begitu seorang nasabah menjalin kontraktual dengan bank, maka

perikatan yang timbul adalah perikatan atas dasar kontrak (perjanjian). Hubungan

hukum yang paling banyak terjadi di antara bank dengan nasabah adalah

hubungan pemberian kredit. Bank bertindak sebagai kreditur dan nasabah

bertindak sebagai debitur. Di antara mereka lazim ditanda tangani surat

persetujuan membuka kredit. Pada dasarnya perjanjian pemberian kredit antara

bank dengan nasabah tunduk pada ketentuan Pasal 1754 dan seterusnya dari KUH

Perdata tentang pinjam-meminjam.115

Seperti diketahui, bahwa kegiatan bank dibidang asset antara lain adalah

pemberian kredit oleh bank kepada nasabah penerima kredit. Bila dilihat dari segi

hukum, maka kegiatan pemberian kredit oleh bank termasuk kategori pinjam-

115R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,(Jakarta : Pradnya

Paramita, 1996) hlm. 451-452. Namun hendaknya diperhatikan bahwa Undang-Undang memberikan pengaturan tersendiri tentang hutang yang timbul dari pinjam meminjam uang seperti yang tertuang dalam Pasal 1756. Hutang yang terjadi karena peminjam uang, hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam persetujuan. Apabila sebelum saat pelunasan terjadi perubahan nilai mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipijam harus dilakukan dengan mata uang yang berlaku pada saat pelunasan dan resiko akibat turunnya nilai uang, berada ditangan kreditur.

101

Page 102: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

meminjam yang di atur dalam KUH Perdata. Sedangkan kegiatan bank dibidang

liabilities di antaranya adalah kegiatan yang berupa pengimpunan dana

masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito berjangka, tabungan dan

transaksi-transaksi lainnya yang berupa penghimpunan dana masyarakat. Bila

dilihat dari segi hukum, maka kegiatan transaksi simpanan uang seperti giro,

deposito berjangka dan tabungan tentunya tunduk pada hukum penitipan yang di

atur dalam KUH Perdata.

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan, simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat

kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan

dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Dengan demikian Undang-

Undang Perbankan ini melihat hubungan hukum antara bank dan nasabah

penyimpan dana adalah juga sebagai suatu fiduciary relation.116 Terhadap

hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana, berlaku pula norma-

norma hukum dan praktik perbankan (banking practices) dan telah dikenal

didunia perbankan internasional. Sebagai suatu fiduciary relation, maka selain

sekedar kewajiban-kewajiban umum yang berlaku bagi setiap perjanjian pada

umumnya, bank juga mempunyai kewajiban-kewajiban khusus yang harus

dilaksanakannya terhadap nasabah penyimpan dana.

116James R. Butler, Jr, dalam artikelnya yang berjudul Is Lender Liability Now Absolute

Liability mengemukakan bahwa suatu fiduciary relationship timbul di antara pemberi pinjaman dan para penerima pinjaman dan para penjamin manakala ada suatu relationship of confidence and trust.

102

Page 103: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Membicarakan perlindungan nasabah bank yang menjadi korban

kejahatan hacking mengingatkan kepada saat negara Indonesia sedang

menghadapi awal krisis moneter yang menimpa negara tercinta ini, dimana

banyak bank yang terkena likuidasi. Meskipun bank korban kejahatan hacking

tidak harus likuidasi, namun bank harus tetap melindungi hak-hak nasabah

berikut dengan uang simpanannya. Menurut sistem perbankan Indonesia,

perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 (dua)

cara, yaitu: perlindungan secara implisit (implicit deposit protection) dan

perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection).117

Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) oleh

sementara kalangan masih dianggap memadai untuk melindungi kepentingan

nasabah, namun kenyataan dalam praktek perbankan dewasa ini, penerapan

prinsip kehati-hatian yang merupakan andalan bagi upaya pembinaan

kepercayaan nasabah dan sekaligus sebagai sarana perlindungan masyarakat

penyimpan, tampaknya masih perlu ditingkatkan untuk mencapai sasaran yang

diharapkan. Sebab pertanggungjawaban bank terhadap keuangan nasabah belum

117Opcit, hlm. 31. Disebutkan bahwa Perlindungan secara Implisit adalah perlindungan yang

dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan secara eksplisit adalah perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank mengalami kegagalan, maka lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.

103

Page 104: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

menunjukkan kepastian pengembalian dana nasabah bila bank tersebut menjadi

korban kejahatan hacking.118

2. Kewajiban dan pertanggungjawaban bank terhadap nasabah

Undang-Undang mewajibkan kepada bank selaku pengelola dana

masyarakat yang dipercayakan kepadanya untuk memelihara kesehatan banknya

yang meliputi aspek permodalan, kualitas assets, kualitas manajemen, rentabilitas,

likuiditas, solvabilitas serta aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles)

dalam menjalankan usahanya ialah agar kesehatan bank tetap terjaga terus demi

kepentingan masyarakat pada umumnya dan bagi para nasabah penyimpan dana

dari bank itu pada khususnya. Jika tidak dijalankannya prinsip kehati-hatian oleh

bank dalam melakukan usahanya, lebih lanjut akan dapat mengakibatkan bank

tidak dapat melaksanakan kewajibannya terhadap para nasabah penyimpan dana

bank itu, yaitu kewajiban untuk membayar kembali (melunasi) dana simpanan

mereka.119

Prinsip kehati-hatian dalam operasionalisasinya dijabarkan dalam bentuk

ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh bank. Ketentuan-ketentuan tersebut

118Di samping memberikan jaminan kepastian hukum bagi nasabah agar tumbuh kepercayaan

masyarakat terhadap perbankan, bank juga harus mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya seperti dituangkan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

119Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.

104

Page 105: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dapat berupa kewajiban-kewajiban, pembatasan-pembatasan dan larangan-

larangan yang merupakan penjabaran dari prinsip kehati-hatian itu, dikenal

sebagai rambu-rambu kesehatan bank. Setelah berlakunya Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, rambu-rambu kesehatan bank tersebut

sebagian ditetapkan dalam Undang-Undang ini dan sebagian lagi ditetapkan

dalam Surat-Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang merupakan tambahan

terhadap rambu-rambu kesehatan bank yang telah ditetapkan dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 itu.120

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam KUH Perdata, kedudukan

nasabah berada dibawah kewajiban bank untuk membayar gaji pegawai bank,

kewajiban kepada pemerintah, pemegang hak preferen, sehingga nasabah hanya

berstatus sebagai kreditur konkuren. Pada umumnya nasabah menghendaki status

sebagai kreditur yang diutamakan pembayarannya mendahului pemenuhan

kewajiban terhadap pihak-pihak tersebut di atas, mengingat sebagian besar dana

yang dikelola oleh bank berasal dari simpanan masyarakat. Namun kalangan

perbankan lebih menghendaki kedudukan nasabah penyimpan dana sebagai

120Rambu-rambu kesehatan Bank yang dimaksud tersebut antara lain, adalah: a. Pembatasan Usaha Bank. b. Capital Adequacy Ratio (CAR). c. Reserve Requirement (RR). d. Loan to Deposit Ratio (LDR). e. Keharusan pemberian kredit berdasarkan analisis 5-C. f. Batas maksimum pemberian kredit. g. Kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan.

105

Page 106: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

kreditur konkuren, sesuai dengan KUH Perdata. Sedangkan ketentuan Pasal 1365

KUHPerdata menyebutkan bahwa bentuk tanggung jawab pribadi pengurus

muncul apabila pengurus bank melakukan kegiatan di luar kewenangan yang

telah di atur dalam anggaran dasar perusahaan, sedangkan bila tindakan pengurus

telah sesuai dengan kewenangannya maka merupakan tanggung jawab perusahaan

dan bank bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh

pengurusnya.121

Pertanggungjawaban yang dapat diberikan bank terhadap nasabah

penyimpan dana adalah penerbitan buku simpanan dana nasabah. Bukti-bukti

tersebut disatu pihak memberikan kepastian hak kepada nasabah bahwa nasabah

mempunyai simpanan di bank, sedangkan dilain pihak menegaskan kewajiban

bank untuk mengembalikan simpanan tersebut.

Apabila bank dalam menjalankan usahanya, tanpa adanya itikad buruk

dari bank dan atau adanya keadaan memaksa, maka bank tidak wajib mengganti

biaya rugi dan bunga kepada nasabah. Sedangkan apabila bank dalam

menjalankan usahanya ternyata telah mengabaikan ketentuan dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 sehingga menimbulkan kerugian

nasabah, maka bank wajib mengganti biaya rugi dan bunga kepada nasabah,

121Andrian Sutedi, Hukum Perbankan suatu tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan

Kepailitan, (jakarta : Sinar Grafika, 2007), hlm. 170.

106

Page 107: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

selain mengembalikan dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya oleh para

penyimpan dana.

Secara eksplisit, kewajiban pengembalian simpanan nasabah bank yang

menjadi korban kejahatan hacking belum di atur dalam Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Di dalam Undang-Undang

ini dinyatakan bahwa pemerintah akan memberikan jaminan terhadap simpanan

para nasabah yang ada di bank yang sedang bermasalah, dimana penilaian

terhadap bank yang bermasalah harus melalui tahapan-tahapan yang telah

ditentukan.122 Nilai simpanan yang dijamini oleh pemerintah ditetapkan oleh

Lembaga Penjamin Simpanan sampai batas-batas tertentu.123 Penjaminan

simpanan nasabah bank diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat

terhadap industri perbankan dan dapat meminimalkan risiko yang membebani

anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard. Penjaminan

simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS). LPS sendiri memiliki dua fungsi yaitu menjamin simpanan

nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal.124

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan berkaitan dengan penerapan

Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia adalah:125

122Bab V Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Keuangan. 123Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

124Lihat penjelasan umum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

125Ibid.

107

Page 108: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

a. Besarnya premi yang harus dibayar oleh tiap bank seharusnya sebanding

dengan bobot resiko. Dalam hal ini Bank Indonesia memiliki peran yang

menentuka karena Bank Indonesia mengetahui dengan pasti resiko tersebut,

khususnya pada bank-bank dalam kelompok beresiko;

b. Limit ganti rugi tiap negara bervariasi, sehingga harus cermat dalam

menentukannya, sebab terkait dengan beban premi bagi nasabah asuransi dan

pada akhirnya berdampak pada kenaikan suku bunga;

c. Perlu ada kewajiban bagi bank untuk ikut serta dalam asuransi deposito

nasabah debitur yang sering kali dilupakan dalam hal perlindungan nasabah.

108

Page 109: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

BAB III

KENDALA POLRI DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

A. Kendala Eksternal

1. Perangkat hukum

a. Hukum Materiil

1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan tidak mengatur khusus apabila terjadi kejahatan Hacking

atau kejahatan lain dengan menggunakan internet terhadap sebuah

bank. Sanksi yang diterapkan hanya bisa diberlakukan kepada jajaran

personel bank tersebut. Hanya Pasal 49 ayat (1) dapat diterapkan

dalam kejahatan hacking terhadap bank apabila tersangkanya adalah

pegawai bank tersebut, baik dia langsung sebagai Hacker perorangan

atau orang yang turut serta melakukan dengan cara memberikan akses

atau password kepada orang luar (Hacker), sehingga Hacker tersebut

dengan sangat mudah dapat masuk ke dalam jaringan bank tersebut.

Apabila sebuah bank diperkirakan mengalami kesulitan yang

membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dengan

109

Page 110: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

mengacu kepada Pasal 37 Undang-Undang ini hanya bisa memberikan

arahan kepada para pengurus bank yang menjadi korban kejahatan

hacking tersebut untuk melakukan tindakan penyelamatan terhadap

bank tersebut, dimana bunyi Pasal tersebut di antaranya yaitu

melakukan tindakan lain sesuai dengan peraturan Perundang-

Undangan yang berlaku. Undang-Undang ini jelas tidak bisa

diterapkan secara berdiri sendiri untuk menjerat pelaku kejahatan

hacking.

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 maupun Undang-Undang

yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (UUPT)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 maupun Undang-

Undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas (UUPT) ini juga tidak ada Pasal-Pasal

yang mengatur apabila sebuah perseroan tersebut menjadi korban

kejahatan hacking. Undang-Undang ini hanya menerangkan

bagaimana membentuk sebuah perseroan, bagaimana mengelolanya,

bagaimana tanggung jawab dari pengurus dan apa sanksinya, tidak

menyebutkan bagaimana tanggung jawab pengurus apabila perseroan

tersebut menjadi korban kejahatan hacking.

110

Page 111: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia. Dalam Undang-Undang ini Bank Indonesia sebagai bank

sentral tidak memberikan arahan/pedoman kepada seluruh perbankan

tentang bagaimana langkah-langkah apabila sebuah bank menjadi

korban kejahatan hacking. Undang-Undang ini juga tidak menyatakan

bagaimana nasib uang nasabah yang ada di bank tersebut, hilang atau

bisa diganti oleh bank tersebut.

4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang (TPPU).

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan

atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang (TPPU). Undang-Undang ini ditujukan untuk

mencegah dan memberantas kejahatan dalam bentuk praktek

pencucian uang di Indonesia, untuk menjerat kejahatan hacking

dengan Undang-Undang ini masih harus didukung dengan peraturan

Perundang-Undangan yang lainnya.

111

Page 112: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS).

Meskipun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Lembaga Penjamin Simpanan tidak menyebutkan tentang

perlindungan nasabah bank yang menjadi korban hacking, namun

tahapan-tahapan dan tatacara perlindungan nasabah sebuah bank yang

terkena likuidasi bisa digunakan sebagai dasar hukum untuk

melindungi nasabah bank yang menjadi korban hacking.

6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik. Undang-Undang ini tidak mengatur secara

khusus hal-hal yang menyangkut cybercrime. Di dalam Bab Ketentuan

Umum tidak secara jelas digambarkan tentang penjelasan kejahatan-

kejahatan dengan menggunakan komputer. Kejahatan-kejahatan

komputer yang dikenal dalam dunia siber (Syber Space) tidak

tergambar secara jelas. Pemerintah dalam membentuk UU ITE ini

masih menggunakan pendekatan politis-pragmatis, bukan

menggunakan pendekatan kebijakan publik yang melibatkan lebih

banyak kalangan, sehingga tidak heran kalau UU ITE ini hanya

112

Page 113: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

sepotong-sepotong mengatur pemanfaatan teknologi yang sudah

begitu luas penggunaannya di berbagai aspek kehidupan manusia. UU

ITE ini lebih banyak mencermati transaksi elektronik yang dipakai

dlam dunia bisnis, tidak lebih. Padahal siapapun tahu bahwa dunia

siber (cyberword) lebih luas dari sekedar transaksi elektronik.

Banyak ketentuan-ketentuan yang menyangkut tentang

pelaksanaan perbuatan jahat atau perbuatan yang dapat dihukum

belum masuk dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik seperti hal-hal yang di atur dalam buku I KUHP tidak ada

dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Seperti

Kelalaian atau khilaf, lalai atau khilaf adalah kalimat yang sering

dilakukan oleh manusia dalam melakukan kegiatannya. Apabila

kelalaian itu dilakukan oleh manusia didunia nyata dan menimbulkan

kerugian bagi dirinya sendiri dan orang lain, di atur secara tersendiri

dengan menggunakan Pasal-Pasal tertentu, bahkan kadang pula si

pembuat lalai ini juga akan mendapatkan ancaman hukuman seperti

banyak ditemukan kasus-kasus pelanggaran lalu lintas. Namun di

dalam dunia siber (cyberspace) kelalaian adalah tindakan fatal yang

bisa menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, bahkan bisa

menghancurkan sebuah negara sekalipun. Dalam Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

113

Page 114: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

tidak menyebutkan sedikitpun tentang kelalaian yang dibuat oleh

pembuat situs sehingga hacker bisa masuk dengan leluasa.

Kegiatan yang lain yang sama pentingnya dengan kelalaian

adalah percobaan melakukan perbuatan jahat dan turut serta

melakukan Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik ini tidak di atur apakah percobaan melakukan dan juga

turut serta kejahatan hacking dapat dipidana atau tidak. Kemudian

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini juga tidak

mengatur kapan kadaluwarsa perbuatan pidana kejahatan hacking.

Semua kegiatan kejahatan tersebut di atur pada Bab tentang perbuatan-

perbuatan apa saja yang dilarang, sehingga terkesan seperti Pasal

keranjang sampah, pokoknya semua kegiatan yang melanggar aturan

telematika di Indonesia itulah yang dilarang.

Dari sekian banyak sisi gelap yang ada dalam Cyberspace,

yang paling banyak mendapat perhatian adalah perbuatan yang

dilakukan oleh Hacker Hitam (Cracker). Pada umumnya reaksi yang

diberikan oleh korban Cracker adalah merasa kaget, kesal dan terakhir

mencela ulah Cracker ini. Akibat ulah Cracker ini bukan hanya uang

yang seharusnya dapat diinvestasikan untuk keperluan lain menjadi

terhambat, melainkan keuntungan seperti dijanjikan ketika memasuki

Cyberspace untuk sementara tidak terwujud. Para korban umumnya

114

Page 115: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

menganggap serangan Cracker ini sebagai sebuah kecelakaan dan

mereka tidak mau mempublikasikan atau melaporkan apa yang di

deritanya kepada polisi meskipun sebenarnya tahu apa yang dilakukan

oleh Cracker itu merupakan tindak kejahatan.

Internet sebagai hasil revolusi teknologi memungkinkan

transfer data secara cepat dan efisien pada skala global, namun

tampaknya sumber daya aparatur belum sepenuhnya menyadari betapa

hebatnya teknologi informasi dan komunikasi yang menyebabkan

perubahan paradigma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketidakmampuan polisi dalam menangani aktivitas Hacking juga

menjadi sorotan dari para korban Cracker. Ketidakmampuan ini telah

mengubah paradigma teori labeling yang mengasumsikan tindakan

penangkapan merupakan proses awal dari labeling. Polisi belum dapat

menangkap Cracker yang meng-hack sebuah situs (termasuk

ketidakmampuan menangkap Cracker yang menyerang situs Polri

sendiri) sehingga langkah awal dari proses labeling berupa

penangkapan tidak ada. Proses awal dari labeling justru terdapat dari

laporan-laporan media massa yang secara gencar memberitahukan

aktivitas Hacking.126

Indonesia adalah negara yang tergolong negara yang baru

menerima teknologi internet ini, banyak perangkat hukum yang belum

126 Op cit, hlm. 4-6.

115

Page 116: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

disiapkan untuk menghadapi sisi gelap dari perkembangan teknologi

tersebut. Meskipun sangat terburu-buru dan kaget, namun Indonesia

sudah bisa membuat Undang-Undang yang diharapkan dapat

menghadang perkembangan kejahatan dunia maya (Cybercrime).

Sayangnya lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Ekonomi ini belum dibarengi oleh peraturan

yang mengatur tentang hukum formilnya.

Perangkat hukum yang ada di Indonesia belum memadai untuk

menjerat kejahatan dunia maya (cybercrime) pada umumnya dan

kejahatan hacking pada khususnya. Indonesia saat ini pun baru

mempunyai sebuah Undang-Undang baru yang mengatur tentang

perilaku kegiatan di dunia siber (cyberspace), namun Undang-Undang

ITE yang ada saat ini masih menggunakan model umbrella

provision127 sehingga ketentuan cybercrime tidak di atur dalam

Perundang-Undangan tersendiri, sedangkan peraturan Perundang-

Undangan yang ada sebelum UU ITE ini lahir juga ada mengatur

tentang kegiatan di dunia siber (cyberspace) meskipun itu hanya

beberapa Pasal saja.128 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang

127Dipakainya model ini karena pembuat Undang-Undang melakukan pertimbangan-

pertimbangan yaitu: lebih sejalan dengan sistem hukum Indonesia, lebih efektif dalam penegakkannya melalui implementing legislation dan mengakomodasikan kepentingan ius constitutum dan ius contitutuendum. UU ITE yang baru menggunakan sintesis hukum materiil dan lex informatica.

128Peraturan Perundang-Undangan yang lahir sebelum UU ITE lahir yang Pasal di dalamnya terdapat pengaturan kegiatan di dunia siber (cyberspace) harus ada sinkronisasi dengan UU ITE yang baru muncul.

116

Page 117: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dipunyai Indonesia juga harus dilakukan perubahan revolusioner untuk

mengatur kegiatan di dunia siber (cyberspace) dengan memperluas

pengertian-pengertian yang terkait dengan kegiatan-kegiatan di

cyberspace.

b. Hukum Formil

Dalam perangkat hukum formil yang digunakan juga belum

memadai sehingga penyidik melakukan kegiatan pembuktian masih belum

optimal. Pengumpulan bahan-bahan untuk pembuktian yang menyangkut

bukti-bukti digital (digital evidence) sangat sulit diterapkan apabila

penyidik mengikuti hukum formil yang saat ini berlaku di Indonesia,

sehingga kesenjangan terhadap sebuah pemahaman antara

Penyidik/Penyidik Pembantu dengan Jaksa Penuntut Umum akan

semakin lebar. Jaksa Penuntut Umum pun akan menemui kendala yang

sama dengan penyidik saat melakukan penuntutan karena sistem

pembuktian di yang berlaku Indonesia bahwa alat bukti harus dihadirkan

oleh Jaksa Penuntut Umum pada sidang pengadilan.

2. Pemerintah sebagai regulator

Meskipun dalam Undang-Undang ITE dimunculkan peran pemerintah

dalam memfasilitasi pemanfaatan teknologi informasi, namun dalam

117

Page 118: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

pelaksanaannya dilapangan dirasakan sangat kurang sekali. Regulasi

pengaturan tentang warung-warung internet yang begitu banyaknya muncul di

Indonesia khususnya tentang apabila ada kejahatan hacking yang

ditemukan/terjadi tidak ada sama sekali. Regulasi warnet dari pemerintah

hanya sebatas kepada bagaimana warnet tersebut memberikan kontribusi yang

bersifat perekonomian dari dan kepada masyarakat. Sehingga apabila

dibiarkan terlalu lama akan menimbulkan ketidaktertiban penggunaan internet

di Indonesia. Seorang Polisi akan kesulitan melacak keberadaan seorang

hacker ketika kejahatan hacking tersebut berada diwilayah kerjanya,

meskipun secara otomatis sebuah IP. Adress akan terekam dalam data base

server namun menemukan sebuah warnet di suatu kota besar yang banyak

bermunculan bisnis warnet di daerah tersebut akan sangat-sangat membuat

pusing seorang polisi untuk menemukan warnet yang digunakan oleh sang

hacker.129

129Ada 2 (dua) model yang diusulkan oleh Mieke untuk mengatur kegiatan-kegiatan di

cyberspace, yaitu:129 1. Model Ketentuan Payung (Umbrella Provisions) sebagai upaya harmonisasi hukum yang

dapat memuat : a. Materi-Materi Pokok saja yang perlu di atur dengan memperhatikan semua kepentingan,

antara lain seperti pelaku usaha, konsumen, pemerintah, penegak hukum; dan b. Keterkaitan hubungan dengan peraturan Perundang-Undangan yang telah ada terlebih

dahulu dan yang akan datang agar tercipta suatu hubungan sinergis. 2. Model Triangle Regulations sebagai upaya mengantisipasi pesatnya laju kegiatan-kegiatan di

cyberspace yang merupakan upaya yang lebih menitik beratkan kepada permasalahan manakah yang perlu lebih dahulu diberikan prioritas. Berdasarkan skala prioritas 3 (tiga) regulasi yang dapat disusun terlebih dahulu, yaitu: a. Pengaturan sehubungan dengan Transaksi Perdagangan Elektronika (e-commerce) atau

online transaction, yang di dalamnya memuat antara lain tentang Digital signature dan certification of authorithy, aspek pembuktian, perlindungan konsumen, anti monopoli dan persaingan sehat, perpajakan serta asuransi;

118

Page 119: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Negara dalam hal ini pemerintah selaku pemegang regulator dalam

penentuan kebijakan yang menyangkut dunia siber belum berperan maksimal

dan bekerja sesuai jalurnya, hal ini dapat dilihat dari belum dilakukannya

pembuatan peraturan pelaksanaan sebagai penjabaran penanggulangan

kejahatan dunia siber (cybercrime) untuk menampung atau mensingkronkan

beberapa Perundang-Undangan agar supaya kejahatan hacking tidak dapat

lolos dari jerat hukum.

Departemen Informasi dan Komunikasi (Dep Infokom) dalam hal ini

tangan kanan pemerintah yang khusus menangani kegiatan dunia siber belum

melakukan bekerja sama dengan Polri dan instansi terkait lainnya membentuk

tim untuk menampung keluhan, pelayanan, keluhan masyarakat dunia siber

seperti yang dilakukan oleh negara-negara yang sudah lebih dulu maju dalam

penanganan kegiatan masyarakat dunia siber.130

Pemerintah juga belum membentuk sebuah Komite Nasional yang

bertugas pemantauan kejahatan dunia siber (cybercrime), dimana Komite

tersebut bisa cepat berkoordinasi dengan instansi yang terkait dengan dunia

b. Pengaturan sehubungan Privacy Protection terhadap pelaku bisnis dan konsumen, yang

ada di dalamnya memuat antara lain perlindungan electronic database, individual/company records; dan

c. Pengaturan sehubungan cybercrime, yang di dalamnya memuat antara lain yuridiksi dan kompetensi dari badan peradilan terhadap kasus-kasus yang terjadi dalam cyberspace, penipuan melalui komputer atau melalui jaringan telekomunikasi, ancaman dan pemerasan, fitnah atau penghujatan (defamation), kegiatan transaksi atas substansi yang berbahaya, eksploitasi seksual dari anak-anak, substansi yang tidak layak untuk ditransmisikan.

130Di Amerika Serikat, FBI bekerja sama dengan National White Collar Crime Centre Amerika Serikat telah membentuk sebuah lembaga dengan nama The Internet Fraud Complaint Center yang bertugas untuk menerima pengaduan semua korban kejahatan komputer.

119

Page 120: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

siber antara lain Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana

pencucian uang dan Lembaga Penjamin Simpanan. Kerja sama dengan

PPATK dan LPA ini sangat berguna sekali untuk mengakomodir baik itu

uang nasabah bank yang menjadi korban kejahatan hacking maupun uang dari

hasil kejahatan hacking.

3. Bank Indonesia dalam Perbankan

Sebuah bank akan menjadi besar apabila banyak masyarakat yang

mempercayakan penyimpanan uangnya kepada bank tersebut, di samping itu

sebuah bank dikenal sebagai bank besar apabila banyaknya cabang dari bank

tersebut dimana-mana, baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.

Semakin banyak cabang bank tersebut, maka akan semakin banyak jaringan

komputer bank tersebut terhubung antara satu dengan yang lainnya agar

pelayanan kepada masyarakat/nasabah cepat dan memuaskan pelanggannya.

Semakin banyak jaringan dari bank tersebut tersambung dengan internet akan

semakin besar tingkat resiko yang ditimbulkannya, karena sekali bank

tersebut terhubung dengan dunia luar bank melalui internet maka akan

semakin tidak aman simpanan uang nasabah bank itu, karena terbuka dari

ancaman para hacker, tinggal tergantung dari seberapa kuat sistem

120

Page 121: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

pengamanan yang dibuat oleh bank tersebut untuk mengamanankan rahasia

dalam banknya.

Kejahatan hacking terhadap bank bisa dilakukan oleh siapa orang

siapa saja, bahkan oleh pegawai dilingkungan perbankan itu sendiri. Di dalam

Perundang-Undangan bidang perbankan yang dimiliki oleh Indonesia tidak

ada satu pun yang secara jelas menyatakan bahwa hacking itu perbuatan jahat

dan sangat berbahaya bagi bank tersebut bahkan bagi perekonomian sebuah

negara. Begitu satu bank besar menjadi korban hacking maka berapa banyak

nasabah/konsumen yang dirugikan. Bank Indonesia sebagai Bank Central131

belum melakukan pembenahan baik pembenahan doktrin, landasan hukum

serta kegiatan pelaksanaan yang menyangkut perilaku kejahatan di dunia

siber. Bank Indonesia selaku bank sentra belum melakukan kerjasama

(Memorandum of Understanding) dengan Polri untuk penanggulangan awal

kejahatan siber, khususnya hacking terhadap bank.

Terhadap kejahatan hacking yang korbannya adalah sebuah bank

mempunyai kendala lainnya yaitu kendala aturan kerahasiaan bank dan

sulitnya tahapan yang dilalui penyidik dalam rangka pengungkapan kasus

kejahatan hacking. Dimana sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku, pihak bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada

131Sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, secara tegas menyatakan bahwa Bank Indonesia adalah penanggung jawab otoritas moneter, Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

121

Page 122: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib

dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, tentu

dengan berdalih akan berpengaruh kepada nama baik bank tersebut terhadap

publik pengurus bank meskipun perusahaannya sedang colaps tetap akan

mempersulit penyidik untuk memperoleh bukti-bukti yang diperlukan.132

4. Peran Masyarakat

Masyarakat Indonesia juga masih belum mendukung terhadap

perkembangan teknologi informatika, seperti yang dialami oleh pakar

informatika Indonesia, Roy Suryo, di kantor Polda Jawa Tengah pada saat

memperkenalkan fasilitas e-mail di Polda Jateng tersebut. Sejak kehadiran

fasilitas tersebut, semua urusan kerja yang berkaitan degnan kurir atau

pengantar pesan bisa dihilangkan. Pesan-pesan dan dokumen penting bisa

dikirim melalui e-mail. Waktu, energi dan biaya yang diperlukan untuk

mengantar dokumen penting dari satu kota ke kota yang lain bisa dihapus

berkat e-mail, namun proses itu tidak berlangsung lama. Kultur masyarakat

yang masih awam merasa kehadiran e-mail menyebabkan pendapatan mereka

para kurir atau pengantar pesan berkurang bahkan hilang.

Meski kebanyakan korban kejahatan hacking jarang sekali melaporkan

kejadian yang menimpa dirinya kepada Polri atau pemerintah, masyarakat

132Lihat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyebutkan

bahwa Menteri dapat memberikan izin kepada Polri, Jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank.

122

Page 123: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

masih acuh tak acuh tentang kejahatan hacking ini. Masyarakat yang menjadi

korban kejahatan hacking juga masih enggan melaporkan apabila dia menjadi

korban kejahatan hacking ini karena merasa tidak perlu mengadukan kejadian

itu dan lebih baik memperbaiki sistem pengamanan dari jaringan

komputernya.

Kultur dari masyarakat juga mewarnai kendala penanganan kejahatan

hacking terhadap bank ini. Masyarakat kita yang sudah bertahun-tahun hanya

tahu tentang perilaku kehidupan sosialnya seperti yang sekarang ini, tiba-tiba

di hadapkan dengan dunia yang sangat asing bagi masyarakat kita, dunia yang

tidak nyata dan tidak bisa mereka rasakan namun berkaitan dan erat

hubungannya dengan masyarakat lainnya di dunia yang baru tersebut.

Masyarakat Indonesia sudah terlalu banyak dihadapkan dengan produk

hukum yang sudah dikeluarkan oleh aparat pembuat hukum, sehingga

kebanyakan dari masyarakat Indonesia masih menilai bahwa hukum siber

(cyberlaw) seolah-olah hanya untuk orang-orang diluar dunia mereka, tidak

berlaku untuk masyarakat di kehidupan nyata. Akibatnya penyalah gunaan

jaringan internet di Indonesia sudah mencapai tingkat memprihatinkan dan

dijuluki sebagian negara di dunia ini sebagai negara kriminal Internet.133

Pada tahun 2002 saja Polri telah menemukan 109 (seratus sembilan)

kasus tindak pidana yang berhubungan dengan Teknologi Informasi yang

133Pikiran Rakyat, 2 Nopember 2002, dapat diakses di http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/1102/02/0304.html.

123

Page 124: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dilakukan oleh 124 (seratus dua puluh empat) tersangka WNI yang melakukan

aksinya di berbagai kota di Indonesia.134

C. Kendala Internal

1. Instrumental

Kendala yang paling mendasar adalah kendala doktrin. Seluruh

personel Polri dari Mulai Pangkat tertinggi sampai pangkat terendah saat ini

baru dihadapkan kepada dunia yang sebelumnya tidak pernah terpikir untuk

dilakukan tindakan-tindakan kepolisian. Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ini harus dilakukan

pengembangan pemahaman dan penyatuan persepsi dilingkungan internal

Polri tentang dunia siber.

Di dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Pokok Kepolisian

menyebutkan bahwa:135 Keamanan dan Ketertiban Masyarakat adalah suatu

kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya

proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang

ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta

terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina dan

kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala

bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Kemudian pada

134Data Laporan Kriminal tahun 2002 Bareskrim Mabes Polri. 135Lihat Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.

124

Page 125: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

angka 6 disebutkan pula bahwa keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan

yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib

dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan

pelayanan kepada masyarakat.136

Apabila dilihat uraian tersebut di atas maka tidak perlu dipertanyakan

dan dipersoalkan lagi apa yang dinamakan ketertiban masyarakat secara nyata

yang sama-sama kita alami, sehingga dalam penjelasan dari Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 ini tertulis cukup jelas sehingga tidak perlu mendapat

penjelasan lagi.137 Namun apakah istilah tersebut juga sama dan berlaku di

dunia siber? Perubahan dan pengembangan pemahaman seharusnya harus

sudah dijabarkan di dalam penjelasan Undang-Undang tersebut supaya

diperoleh kesamaan persepsi tentang dunia siber.

Di dalam bab III Undang-Undang pokok Polri yang menyatakan tugas

dan wewenang Polri belum dimasukkan hal-hal yang mengatur tentang

kehidupan dunia siber. Pasal 14 ayat (1) huruf a dijelaskan bahwa:138

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melaksanakan pengaturan,

penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan

pemerintah sesuai dengan kebutuhan. Ini memerlukan perluasan pemahaman

136Lihat Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. 137George L. Kelling dan Catherine M. Coles dalam bukunya Fixing Broken Windows, 1996,

menjelaskan definisi dari ketertiban, yaitu: kesopanan, sikap lembut sesuai dengan adat dan perilaku kehidupan masyarakat.

138Lihat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.

125

Page 126: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dan tindakan dengan menambahkan tindakan yang dilakukan Polri dalam

menghadapi perilaku masyarakat di dunia siber.

Patroli adalah suatu bentuk kegiatan bergerak dari suatu tempat ke

tempat tertentu yang dilakukan oleh anggota Samapta Polri guna mencegah

terjadinya suatu tindak kriminal, memberikan rasa aman, perlindungan dan

pengayoman kepada masyarakat.139 Di dalam ketentuan umum dijelaskan

jenis-jenis patroli, yaitu Patroli Jalan Kaki, Bersepeda, Bermotor, Berkuda,

Satwa Anjing, Perairan dan Patroli Multifungsi. Patroli ini bertujuan untuk:140

a. Penampakan kesiapsiagaan dan kehadiran Polri di tengah-tengah

masyarakat.

b. Pencegahan bertemunya niat dan kesempatan yang memungkinkan

timbulnya kriminalitas.

c. Pencegahan terjadinya gangguan kamtibmas.

d. Pemberian rasa aman, perlindungan dan pengayoman masyarakat.

e. Diperolehnya informasi tentang kemungkinan timbulnya gangguan

kamtibmas.

f. Pembatasan gerak provokator dan separatis di tengah-tengah

masyarakat.

139Lihat Lampiran Keputusan Kapolri No.Pol: SKEP/249/IV/2004 tanggal 21 April 2004

tentang Buku Petunjuk Kegiatan Patroli. 140Ibid, hlm. 6.

126

Page 127: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Polri mengacu kepada Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor: 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijabarkan dengan Keputusan

Kapolri No.Pol: KEP/54/X/2002, tanggal 17 Oktober 2002, tentang

Organisasi dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian

Republik Indonesia. Dalam Surat Keputusan Kapolri ini dijabarkan struktur

organisasi dan tata kerja masing-masing satuan mulai dari Mabes Polri sampai

kepada kesatuan yang terkecil yaitu polsek.

Kepolisian Daerah Republik Indonesia, disingkat Polda, adalah badan

pelaksana utama Polri pada tingkat kewilayahan yang berkedudukan dibawah

Kapolri yang bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum dan

pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat serta tugas-

tugas Polri lain dalam daerah hukumnya, sesuai ketentuan hukum dan

peraturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri.141 Susunan

Organisasi Polda terdiri dari:142

a. Unsur Pimpinan.

1) Kapolda.

141Lampiran “B” Keputusan Kapolri No.Pol: KEP/54/X/2002, tanggal 17 Oktober 2002, tentang

Organisasi dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Republik Indonesia tingkat Polda hlm. 9.

142Ibid, hlm. 11.

127

Page 128: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2) Wakapolda.

b. Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf.

1) Inspektorat Pengawasan Umum Daerah (Itwasda).

2) Biro Perencanaan umum dan Pengembangan (Rorenbang).

3) Biro Operasi (Roops).

4) Biro Pembinaan Kemitraan (Robinamitra).

5) Biro Personalia (Ropers).

6) Biro Logistik (Rolog).

c. Unsur Pelaksana Staf Khusus/Pendidikan dan Pelayanan.

1) Bidang Hubungan Masyarakat (Bidhumas).

2) Bidang Pembinaan Hukum (Bidbinkum).

3) Bidang Pertanggung jawaban Profesi dan Pengamanan Internal

(Bidpropam).

4) Bidang Telekomunikasi dan Informatika (Bidtelematika).

5) Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes).

6) Bidang Keuangan (Bidku).

7) Sekolah Polisi Negara (SPN).

8) Sektretariat Umum (Setum).

9) Detasemen Markas (Denma).

d. Unsur Pelaksana Utama.

1) Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam).

128

Page 129: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2) Direktorat Reserse Kriminal (Ditreskrim).

3) Direktorat Samapta (Ditsamapta).

4) Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas).

5) Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair).

6) Satuan Brigade Mobil (Satbrimob).

e. Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf Kewilayahan (Polres).

Di tingkat Polda, unsur yang menangani kegiatan dunia siber adalah

Bidang Telematika yang berada dibawah Kapolda yang bertugas

menyelenggarakan pembinaan telekomunikasi, pengumpulan dan pengolahan

data serta penyajian informasi termasuk informasi kriminal dan pelayanan

multimedia.143 Peralatan yang dimiliki Bidtelematika Polda Sumut adalah :

sebuah komputer personal, mesin faximili, base station handy talky da peralatan

meubelair.144 Dengan bantuan peralatan hanya sebuah personal komputer yang

sama sekali tidak terhubung dengan internet, bidtelematika tidak akan dapat

bekerja maksimal dalam menangani kasus kejahatan hacking terhadap bank.

143Ibid, hlm. 38. menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas bidtelematika

menyelenggarakan fungsi : a. Pembinaan fungsi telematika dalam lingkungan Polda. b. Pembangunan/pembinaan/pemeliharaan jaringan dan pelayanan telekomunikasi. c. Pembinaan dan penyelengaraan sistem informatika yang meliputi sentralisasi pengumpulan

dan pengolahan data, analisa dan evaluasi serta penyajian informasi termasuk pelayanan multimedia.

d. Pembinaan dan penyelenggaraan pusat sistem informasi kriminal yang meliputi penyiapan dan penyajian data/statistik kriminal.

e. Pemberian bimbingan dan bantuan teknis dan komputer forensik kepada satuan-satuan organisasi dalam lingkungan Mapolda.

144Daftar Inventarisir Bidtelematika Polda Sumut.

129

Page 130: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Dalam penanganan tindak pidana yang terjadi di tingkat Polda ditangani

oleh Direktorat Reserse Kriminal yang bertanggung jawab langsung kepada

Kapolda. Ditreskrim bertugas membina fungsi dan menyelenggarakan kegiatan-

kegitatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi

identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan, dalam rangka

penegakkan hukum, koordinasi dan pengawasan operasional dan administrasi

penyidikan PPNS sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.145

Susunan organisasi Direktorat Reserse Kriminal terdiri dari:146

a. Sub bagian Perencanaan dan Administrasi (Subbagrenmin).

b. Bagian Analis (Baganalis).

c. Seksi Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(Sikorwas PPNS).

d. Seksi Identifikasi (Siident).

e. Satuan Operasional (Satopsnal).

Selaku bagian yang berwenang dalam penyidikan tindak pidana yang

terjadi di jajaran Polda, Direktorat Reserse Kriminal belum mempunyai unit

khusus dalam penanganan tindak pidana kejahatan hacking. Penyidikan yang

dilaporkan hanya ditangani oleh satuan operasional yang tidak memiliki

spesifikasi khusus dalam bidang cybercrime.

145Ibid, hlm. 51. 146Ibid, hlm. 52.

130

Page 131: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Di tingkat Polres, struktur organisasi juga mengacu kepada Keputusan

Kapolri No.Pol: KEP/54/X/2002, tanggal 17 Oktober 2002, tentang Organisasi

dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Republik

Indonesia. Polres bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam

pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum dan

pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta

tugas-tugas Polri lain dalam wilayah hukumnya, sesuai ketentuan hukum dan

peraturan/kebijakan yang berlaku dalam organisasi Polri.147 Susunan Organisasi

Polres terdiri dari:148

a. Unsur Pimpinan.

1) Kapolres.

2) Wakapolres.

b. Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf.

1) Urusan Telematika dan Informatika (Urtelematika).

2) Unit Pelayanan Pengaduan dan Penegakkan Disiplin (P3D).

3) Tata Usaha dan Urusan Dalam (Taud).

c. Unsur Pelaksana Utama.

1) Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK).

2) Satuan Intelijen Keamanan (Satintelkam).

147Lampiran “C” Keputusan Kapolri No.Pol: KEP/54/X/2002, tanggal 17 Oktober 2002, tentang

Organisasi dan Tata Kerja Satuan-Satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Republik Indonesia tingkat Polres hlm. 9.

148Ibid, hlm. 11.

131

Page 132: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

3) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim).

4) Satuan Samapta (Satsamapta).

5) Satuan Lalu Lintas (Satlantas).

d. Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf Kewilayahan (Polsek).

Di tingkat Polres, unsur yang menangani kegiatan dunia siber adalah

Urusan Telematika yang berada dibawah Kapolres yang bertugas

menyelenggarakan pelayanan telekomunikasi, pengumpulan dan pengolahan data

serta penyajian informasi termasuk informasi kriminal dan pelayanan multimedia.

Dalam penanganan tindak pidana yang terjadi di tingkat Polres ditangani

oleh Satuan Reserse Kriminal yang bertanggung jawab langsung kepada

Kapolres. Satreskrim bertugas menyelenggarakan/membina fungsi penyelidikan

dan penyidikan tindak pidana, dengan memberikan pelayanan/perlindungan

khusus kepada korban/pelaku, remaja, anak dan wanita, serta menyelenggarakan

fungsi identifikasi, baik untuk kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum

dan menyelenggarakan koordinasi dan pengawasan operasional dan administrasi

penyidikan PPNS, sesuai degnan ketentuan hukum dan Perundang-Undangan.149

Susunan organisasi Satuan Reserse Kriminal terdiri dari Urusan Administrasi dan

Ketatausahaan serta sejumlah unit.

Selaku bagian yang berwenang dalam penyidikan tindak pidana yang

terjadi di jajaran Polres, Satuan Reserse Kriminal belum mempunyai unit khusus

dalam penanganan tindak pidana kejahatan hacking. Penyidikan yang dilaporkan

149Ibid, hlm. 18.

132

Page 133: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

hanya ditangani oleh unit yang tidak memiliki spesifikasi khusus dalam bidang

cybercrime.

3. Fungsional

Kegiatan kepolisian di dalam menangani perilaku sosial masyarakat selalu

melakukan tingkatan tindakan, yaitu mulai tindakan pre-emtif, preventif dan

represif. Eskalasi tindakan tersebut sudah ditentukan fungsi-fungsi kepolisian

yang menanganinya.150 Tindakan pre-emtif diemban oleh fungsi intelijen,

tindakan preventif diemban oleh fungsi samapta, binamitra, lalulintas dan

tindakan represif diemban oleh fungsi penegakkan hukum yaitu fungsi reserse

kriminal dan reserse narkoba.

Penanganan masalah cybercrime saat ini masih difokuskan pada

penegakkan hukum saja, sehingga masih fungsi reserse kriminal yang menangani

masalah cybercrime. Penanganan di fungsi reserse juga hanya terbatas pada

satuan kerja Mabes Polri saja, apabila Polda menemukan kejadian kejahatan yang

berhubungan dengan komputer, maka harus meminta bantuan dari personel

Mabes Polri. Penanganan masalah cybercrime dengan menggunakan sarana non

penal yaitu dengan mengedepankan fungsi kemitraan dengan masyarakat dan

fungsi samapta masih terabaikan.

150Momo Kelana, Memahami Undang - Undang Kepolisian, (Jakarta : PTIK “Press”, 2002),

hlm. 77.

133

Page 134: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Fungsi intelijen, merupakan bagian yang sangat menentukan bagi

keberhasilan tugas-tugas kepolisian, sebab organ intelijen berfungsi menyediakan

bahan-bahan keterangan yang diperlukan satuannya untuk early warning dan

early detection.151 Intelijen adalah kegiatan di samping mencari data dan

informasi, juga harus mampu memprediksi atau membuat perkiraan mengenai

kejadian dan kegiatan yang mungkin akan dihadapi atau terjadi di masa

mendatang.152

Hasil operasional intelijen adalah produk intelijen, yaitu informasi, data

dan laporan tertulis, yang disampaikan oleh pelaksana intelijen kepada pimpinan.

Begitu pentingnya produk intelijen sehingga dikatakan bahwa produk intelijen

adalah tahapan atau bagian dari operasional intelijen. Namun semua proses

olahan produk intelijen saat ini masih bersifat paperless sehingga komputer hanya

dipakai seperti mesin tik elektronik saja, belum dimanfaatkan untuk kepentingan

pemantauan kegiatan dunia siber.

Fungsi binamitra dengan mengedepankan program perpolisian masyarakat

belum menyentuh ke aspek kehidupan dunia siber. Program Perpolisian

Masyarakat masih dalam tahap awal yaitu pembentukan dan proses meyakinkan

kepada masyarakat, sedangkan masyarakat tersebut melaksanakan program

Perpolisian Masyarakat tersebut belum terbentuk secara mendalam di kehidupan

151Y. Wahyu Saronto dan Jasir Karwita, Intelijen, (Jakarta:PT Ekalaya Saputra, 2001), hlm. 1. 152Ibid, hlm. 19. Teori dasar intelijen berkisar pada teori penyelidikan, pengamanan dan

penggalangan. Oleh sebab itu negara-negara maju dalam rangka efesiensi dan efektifitas telah merubah image intelijen dengan juga memanfaatkan proses intelijen pada berbagai lahan organisasi bisnis dengan methoda simbiosis mutualisme.

134

Page 135: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

bermasyarakat. Polmas adalah sebuah filosofi, strategi operasional dan

organisasional yang mendorong terciptanya suatu kemitraan baru antara

masyarakat dengan polisi dalam memecahkan masalah dan tindakan-tindakan

proaktif sebagai landasan terciptanya kemitraan. Filosofi polmas berangkat pada

keyakinan bahwa tantangan-tantangan yang sedang dihadapi dimasa kini

menuntut polisi memberikan pelayanan secara penuh, proaktif maupun reaktif.153

Sebagai suatu strategi, polmas berarti model perpolisian yang menekankan

kemitraan sejajar antara petugas polmas dengan masyarakat lokal. Kemitraan ini

penting dalam menyelesaikan dan mengatasi setiap permasalahan sosial yang

mengancam keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat. Pada akhirnya

kemitraan ini dapat mengurangi kejahatan, rasa ketakutan akan terjadi kejahatan

dan meningkatkan kualitas hidup warga setempat. Sebenarnya polmas sejalan

dengan nilai-nilai yang terkandung dalam konsep sistem keamanan swakarsa

(siskam swakarsa – sistem keamanan yang muncul dari inisiatif warga). Konsep

ini kemudian disesuaikan dengan trend perpolisian dalam masyarakat madani

masa kini. Dengan demikian konsep tersebut tidak semata-mata merupakan

penjiplakan dari konsep umum polmas.

Tujuan penerapan polmas adalah terwujudnya kerjasama polisi dan

masyarakat lokal untuk menanggulangi kejahatan dan ketidak tertiban sosial

dalam rangka menciptakan ketentraman umum dalam kehidupan masyarakat

153Kepolisian Negara Republik Indonesia, Buku Pedoman Pelatihan Perpolisian Masyarakat,

(Jakarta : Polri, 2006), hlm. 9.

135

Page 136: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

setempat. Menanggulangi kejahatan dan ketidaktertiban sosial mengandung

makna bukan hanya mencegah timbulnya tetapi juga mencari jalan keluar

pemecahan permasalahan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan

dan ketertiban yang bersumber dari komunitas itu sendiri serta dalam batas-batas

tertentu mengambil tindakan pertama jika terjadi kejahatan atau bahkan

menyelesaikan pertikaian antar warga sehingga tidak memerlukan penanganan

melalui proses formal dalam sistem peradilan pidana. Kerjasama polisi dan

masyarakat mengandung makna bukan sekedar bersama dalam operasional

penanggulangan kejahatan dan ketidaktertiban sosial tetapi juga meliputi

mekanisme kemitraan yang mencakup keseluruhan proses manajemen mulai dari

perencanaan sampai pengawasan/pengendalian dan analisis/evaluasi atas

pelaksanaannya.154

Fungsi kesamaptaan, saat ini hanya difokuskan untuk menghindari

terjadinya kejahatan dengan menghilangkan kesempatan berbuat jahat melalui

metode patroli. Ada beberapa pengertian tentang patroli, antara lain: Patroli Polisi

sering diartikan sebagai polisi yang melaksanakan patroli. Atau perondaan yang

dilakukan oleh Polisi atau Tentara.155 Sementara itu Markas Besar Kepolisian

Negara Republik Indonesia membuat pengertian tentang patroli sebagai beriku:

154Lampiran Surat Keputusan Kapolri No.Pol:SKEP/737/X/2005, tanggal 13 Oktober 2005

tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam penyelenggaraan tugas Polri, hlm. 18.

155Christina Ruse, Oxford Student’s Dictionary (1990), hlm. 459. menyebutkan bahwa patroli adalah: Patrol to go around (palace) to see that all is well, to look out for people doing wrong, in need of help etc.

136

Page 137: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Patroli adalah salah satu kegiatan kepolisian yang dilakukan oleh dua personel

atau lebih dari prajurit Polri sebagai upaya mencegah bertemunya niat dan

kesempatan dengan cara mendatangi, menjelajahi, mengamati, mengawasi,

memperhatikan, situasi dan kondisi yang diperkirakan akan menimbulkan segala

bentuk gangguan kamtibmas (baik kejahatan maupun pelanggaran) serta

menuntut kehadiran Polri untuk melakukan tindakan-tindakan kepolisian guna

memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.156

Tugas pokok patroli polisi antara lain :157

a. Mencegah bertemunya faktor niat dan kesempatan berbuat jahat.

b. Memelihara dan meningkatkan tertib dan kepatuhan hukum masyarakt

serta membina ketentraman masyarakat.

c. Menjaga keselamatan orang, harta benda, hak asasi dan termasuk

memberi perlindungan dan pertolongan.

d. Memelihara ketertiban, keteraturan dan keamanan umum.

e. Memberikan pelayanan masyarakat, menerima laporan dan

pengaduan.

f. Melakukan tindakan pertama terhadap peristiwa pidana tertangkap

tangan, tipiring, tindakan hukum lainnya atas perintah kasatwil,

menangani kecelakaan lalu-lintas atau kecelakaan lainnya atau

156Petunjuk Pelaksanaan Kapolri No.Pol: Juklak/35/V/1989, tanggal 26 Mei 1989, tentang

Patroli Polisi. 157Ibid.

137

Page 138: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

pelanggaran hukum lalu-lintas, menangani musibah khususnya

bencana alam.

g. Melakukan pengawasan dan tindakan pertama di TKP untuk

kepentingan penyidikan.

h. Memberikan penerangan/penyuluhan pada masyarakat guna

merangsang partisipasi masyarakat dalam berkamtibmas.

i. Mencatat, mengumpulkan data dan informasi tentang apa yang dilihat,

apa yang disaksikan dan apa yang dialami kemudian melaporkannya

ke kesatuan tempat bertugas dalam bentuk laporan patroli, laporan

polisi serta wajib membuat berita acara atas tindakan-tindakan yang

telah dilakukan di TKP.

Dari tugas-tugas pokok patroli polisi di atas sama sekali tidak disentuh ataupun

disebutkan masalah kegiatan di dunia siber. Tugas pokok di atas hanya

diperuntukkan pada kegiatan di dunia nyata saja.

Bentuk patroli yang selama ini dikenal oleh seorang polisi antara lain

patroli berjalan kaki, patroli bersepeda, patroli bermotor, patroli berkuda, patroli

dengan kapal laut, patroli dengan pesawat terbang. Bila dilihat dari daerah yang

dipatroli, bentuk patroli dapat dibagi menjadi patroli wilayah tertentu, patroli

jalan tertentu, patroli obyek tertentu.158 Munculnya kehidupan masyarakat di

dunia siber membuat organisasi Polri harus sudah memikirkan teknik dan cara

berpatroli didunia siber (cyber patrol).

158Djunaidi Maskat, Patroli, Teknik dan Taktik, (Sukabumi : Secapa Polri, 1995), hlm. 13.

138

Page 139: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Fungsi reserse kriminal, melakukan kegiatan represif yang meliputi

penyelidikan, penindakan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan berkas

perkara kepada Jaksa Penuntut Umum sebagai upaya penegakkan hukum yang

dilakukan oleh Polri, kegiatan tersebut kemudian dikenal sebagai pelaksanaan

penyidikan tindak pidana, yang pada hakekatnya merupakan suatu upaya

penegakkan hukum yang bersifat pembatasan/pengekangan hak azasi sekarang

dalam rangka kepentingan individu dan kepentingan umum guna terpeliharanya

keamanan dan ketertiban masyarakat.159 Tugas pokok fungsi reserse kriminal

adalah melaksanakan penyidikan tindak pidana, dimana dalam pelaksanaanya

berpedoman kepada Petunjuk Pelaksanaan Kapolri No.Pol:JUKLAK/04/II/1982

tanggal 18 Pebruari 1982 tentang proses penyidikan tindak pidana.160 Kegiatan

fungsi reserse kriminal masih belum diaktifkan untuk penyelidikan dan

penyidikan kasus-kasus cybercrime. Dalam bahan ajaran yang diberikan kepada

siswa/taruna polisi masih bahan ajaran yang menyangkut dengan fungsi dan

pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan di dunia nyata saja.161

159Pieter Yacob Sihasale, Diktat Fungsi Tehnis Reserse (Semarang : Departemen Profesi

Akpol), hlm. 7. 160Ibid. hlm. 8. 161Ibid, Dalam diktat fungsi teknis reserse Akademi Kepolisian disebutkan bahwa faktor-faktor

yang menentukan keberhasilan penyidikan hanya disebutkan faktor-faktor yang ada di dunia nyata, antara lain : faktor manusia (formal, fisik, mental dan kemampuan), faktor dana, faktor sarana dan faktor metoda.

139

Page 140: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

4. Sarana dan Prasarana

Membicarakan sarana dan prasarana tidak terlepas dari anggaran yang

diperoleh kesatuan tersebut. Sarana dan prasarana yang dimiliki Polri untuk

menangani kehidupan dunia siber hanya ada di unit cybercrime Bareskrim Mabes

Polri, sedangkan di seluruh Polda jajaran masih belum mempunyai sarana dan

prasarana yang digunakan untuk menangani kehidupan dunia siber. Sarana dan

prasarana yang dimiliki Polri sangat berhubungan dengan anggaran yang diterima

oleh Polri dari Pemerintah.162

Dalam salah satu program Polri yang membahas masalah sarana dan

prasarana adalah program penerapan kepemerintahan yang baik. Dalam rincian

perhitungan biaya per kegiatan Tahun Anggaran 2008 tingkat Kepolisian Resor

untuk Program Penerapan Kepemerintahan yang baik adalah sebagai berikut :163

a. Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan.

b. Penyelenggaraan Operasional dan Pemeliharaan perkantoran.

c. Pembinaan/penyusunan program, rencana kerja dan anggaran.

d. Perawatan/pemeliharaan sarana dan prasarana

Dalam program tersebut hanya dibicarakan masalah yang berhubungan

dengan perawatan sarana dan prasarana yang telah ada, yaitu meliputi : alat utama

(alut) dan alat khusus (alsus) serta alat tulis kantor (ATK) saja. Rincian kegiatan

yang ada dalam Rencana Kerja Anggaran Kementrian dan Lembaga sudah

162RKA-KL Polres Deli Serdang T.A 2008. 163Ibid

140

Page 141: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

ditentukan oleh pemerintah pusat, sehingga pengadaan sarana dan prasarana yang

menyangkut masalah dunia siber praktis tidak ada.

5. Anggaran

Anggaran yang diterima Polri adalah anggaran yang sudah ditentukan oleh

pemerintah pusat yang sudah dibuat Tahun Anggaran Berjalan sebelumnya (TAB

-1).164 Alokasi anggaran yang diterima Polri sebagian besar hanya dipakai untuk

membayar gaji anggota Polri saja. Polri tidak memiliki anggaran khusus untuk

penanganan kehidupan dunia siber. Sarana dan prasarana yang saat ini ada di

Mabes Polri sebagian besar berasal dari hibah berkat kerja sama dengan Polisi

negara lain. Karena dunia siber masih tergolong dunia baru bagi anggota Polri,

maka rencana anggaran yang diajukan ke Pemerintah juga masih belum berbasis

informatika.

164Ibid.

141

Page 142: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

BAB IV

UPAYA POLRI DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN HACKING TERHADAP BANK

A. Upaya penegakkan hukum kejahatan hacking terhadap bank

Penyidik Polri memulai penyidikan tindak pidana menggunakan parameter

alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP yang dikaitkan dengan segitiga

pembuktian (triangle evidence) untuk memenuhi aspek legalitas dan aspek legitimasi

untuk membuktikan tindak pidana yang terjadi, namun hanya beberapa Perundang-

Undangan di Indonesia yang mengatur tentang digital evidence yaitu:

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan,

pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media

lainnya sebagai alat bukti yang sah.165

b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

mengatur mengenai alat bukti elektronik (digital evidence) yaitu alat bukti

lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan

secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.166

165Lihat Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang

menyatakan bahwa alat penyimpan informasi bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan, misalnya CD-ROM dan WORM.

166Lihat Pasal 38 huruf (b) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

142

Page 143: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang mengatur mengenai alat

bukti elektronik yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,

dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik denga alat optik atau

yang serupa dengan itu.167

d. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa bukti permulaan yang cukup

dianggap telah ada apabila ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti,

termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan,

dikirim, diterima atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau

optik.168

e. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang juga ada mengatur tentang bukti elektronik

(digital evidence).169

167Lihat Pasal 27 huruf (b) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

168Lihat Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

169Pasal 29 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 menyatakan bahwa alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang hukum formil pidana, dapat pula berupa: informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada

143

Page 144: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

f. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, secara komprehensif mengakui alat bukti elektronik

sebagai perluasan alat bukti yang ada dalam hukum formil baik pidana

maupun perdata dan sebagai perluasan alat bukti dalam hukum formil

yang ada pada saat ini.

Dalam Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001, untuk setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi,

wajib membuktikan, sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum

didakwakan tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Dalam hal

terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta bendanya diperoleh bukan karena

tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak

pidana korupsi, maka hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta

benda tersebut dirampas untuk negara.

Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jelas terlihat bahwa

pembuktian terbalik oleh terdakwa dilakukan dalam proses perkara pidana dan

dikaitkan dengan proses pidana itu sendiri. Untuk mengejar hasil-hasil kejahatan

hacking terhadap bank perlu diperkenalkan suatu aturan yang mengatur penyitaan

aset secara perdata atau pidana dengan hukum acara khusus atau luar biasa, misalnya

dengan memberikan beban pembuktian mengenai harta kekayaan yang berasal dari

tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau huruf, tanda, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

144

Page 145: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

kejahatan hacking terhadap bank kepada terdakwa. Hukum acara luar biasa

(extraordinary) ini diperlukan karena tindak pidana yang dihadapi juga bersifat luar

biasa.170

B. Upaya lain penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

1. Tugas dan fungsi kepolisian

a. Upaya Pre-emtif

Upaya pre-emtif diemban oleh fungsi intelijen dan binamitra.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menanggulangi kejahatan hacking

terhadap bank adalah :

1) Fungsi Intelijen.

Sebagai fungsi yang menyediakan bahan-bahan keterangan

yang diperlukan organisasi Polri, yaitu sebagai early warning dan

early detection, maka dalam menghadapi kejahatan hacking

terhadap bank fungsi intelijen harus mampu mencari dan

mengumpulkan informasi, untuk menetapkan beberapa alternatif

tindakan yang akan dilakukan dalam sebuah perencanaan yang

matang.171

170Yunus Husein, Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di

Indonesia, makalah disampaikan dalam ceramah Program Pascasarjana (S2) bidang Kajian Utama Hukum Pidana Universitas Pandjajaran, Jakarta, 8 Mei 2004.

171Y. Wahyu Saronto dan Jasir Karwita, Intelijen: Teori, Aplikasi dan Modernisasi (Jakarta : Ekalaya Saputra, 2001), hlm. 10.

145

Page 146: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Salah satu strategi dalam menanggulangi kejahatan hacking

terhadap bank, dengan mengedepankan Polsek sebagai basis

deteksi dan ujung tombak penanggulangannya dengan

menggunakan langkah-langkah antara lain :172

a) Kapolsek berperan sebagai penanggung jawab, pengendali,

membagi habis tugas, memberikan pengarahan dan

mengadakan analisa singkat dengan mengklasifikasi baket.

Kapolse menilai apakah sebuah informasi perlu

disampaikan kepada atasan atau hanya untuk kepentingan

polseknya saja.

b) Kataud berperan sebagai penanggung jawab administrasi,

menentukan sasaran selektif dan rencana kegiatan polsek.

c) Unit Patroli melaksanakan pengamatan dan penggambaran

route patroli, melakukan pulbaket terhadap pengelola

warnet, satpam bank, dll.

d) Unit Reskrim melakukan pulbaket secara terbuka dan

secara tertutup, menghimpun dan mengolah data,

melakukan pengkartuan/pendataan dalam KDU terbatas,

biodata pelaku kejahatan, anatomi kejahatan hacking

terhadap bank dan mengisi panel data.

172Ibid, hlm. 107.

146

Page 147: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

e) Petugas Polmas melakukan wawancara dan eliciting

dengan kepala lingkungan tempat bank berada, satpam

bank dan pimpinan bank di wilayah binaannya.

Kegiatan-kegiatan fungsi intelijen yang dilakukan selama

ini adalah kegiatan yang dilakukan di dunia nyata dalam hal

kegiatan untuk meminimalisir kejahatan hacking terhadap bank.

2) Fungsi Binamitra.

Dalam mengedepankan upaya pre-emtif melalui fungsi

Binamitra, Polri mengandalkan program Polmas (Community

Policing) dengan menempatkan masyarakat bukan semata-mata

sebagai objek, tetapi mitra kepolisian dan pemecahan masalah

(pelanggaran hukum) lebih merupakan kepentingan dari pada

sekedar proses penanganan yang formal/prosedural.173 Polisi dan

masyarakat bekerja sama sebagai mitra untuk mengidentifikasi,

menentukan skala prioritas dan memecahkan berbagai masalah

yang sedang dihadapi. Sehingga tujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup di wilayah tempat polmas diterapkan bisa

tercapai.174 Sebenarnya polmas sejalan dengan nilai-nilai yang

173Polri, Buku Pedoman Pelatihan Perpolisian Masyarakat, (Jakarta : Mabes Polri,

2006), hlm. 9. 174Ibid, hlm. 10. Masyarakat yang dalam konteks Polmas berarti :

a. Masyarakat atau komunitas yang berada di dalam suatu wilayah kecil yang jelas batasnya (geographic community). Dalam menentukan batas wilayah komunitas ini harus diperhatikan keunikan karakteristik geografis dan sosial dari lingkungan tersebut, terutama efektivitas pemberian pelayanan kepada warga masyarakat. Wilayah tersebut

147

Page 148: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

terkandung dalam konsep sistem keamanan swakarsa (siskam

swakarsa), suatu sistem keamanan Indonesia yang muncul dari

inisiatif warga. Konsep ini kemudian disesuaikan dengan trend

perpolisian dalam masyarakat mandani masa kini. Dengan

demikian konsep tersebut tidak semata-mata merupakan

penjiplakan dari konsep umum Polmas.175

Kemitraan adalah kunci dari proses pembentukan polmas.

Para mitra dalam perpolisian harus dibimbing untuk membentuk

struktur dan proses yang mendukung kemitraan dengan Polisi. Hal

ini penting untuk menjamin tercapainya pemecahan masalah

kejahatan hacking terhadap bank. Tujuan Polmas adalah mencegah

dan menangani kejahatan dengan cara mempelajari karakteristik

maupun permasalahan yang ada dalam lingkungan tertentu. Hasil

yang diperoleh akan dianalisis dan dipecahkan secara bersama-

sama, melalui kemitraan yang dibangun oleh Polisi dan

masyarakat.

Dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank,

kegiatan yang bisa dilakukan baik oleh Bagian Binamitra maupun

dapat berbentuk rukun tetangga, rukun warga, desa, banjar, dukuh, gampong, mukim, kelurahan ataupun berupa pasar/pusat perbelanjaan/bank dan lain-lain.

b. Dalam pengertian yang luas, masyarakat dalam pendekatan Polmas juga meliputi sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah yang lebih luas seperti kecamatan bahkan kabupaten dan kota, sepanjang mereka memiliki kepentingan yang sama.

175Ibid, hlm.11.

148

Page 149: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

polsek-polsek adalah dengan melakukan pembentukan FKPM

dilikungan warnet-warnet dan membentuk sistem kerja dan

pelaporan sesuai tahapan yang sudah ditentukan. Kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh fungsi binamitra dengan polmasnya

ini masih dalam kapasitas kegiatan di dunia nyata yang tujuannya

mengeliminir kejahatan hacking terhadap bank. Dalam literatur

yang dipelajari dan diajarkan di Polri belum ada bentuk-bentuk

upaya pre-emtif yang kegiatannya sudah masuk di dalam dunia

siber.

b. Upaya Preventif

Upaya penanggulangan secara preventif terhadap kejahatan

hacking terhadap bank ini diemban oleh fungsi samapta. Kegiatan

preventif yang bisa dilakukan oleh Satuan Samapta adalah dengan cara

melakukan patroli di setiap wilayah yang menjadi daerah patrolinya.176

Anggota Polisi yang akan melaksanakan patroli harus memiliki kualifikasi

kemampuan dasar berupa:

a. Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara (TPTKP).

176Surat Keputusan Kapolri No. Pol :SKEP/249/IV/2004 tanggal 21 April 2004 tentang buku

petunjuk kegiatan Patroli, hlm. 1. Bentuk-bentuk patroli yang bisa dilaksanakan adalah dengan cara : Patroli jalan kaki, Patroli bersepeda, Patroli bermotor, Patroli berkuda, Patroli Satwa anjing, Patroli perairan dan Patroli multifungsi.

149

Page 150: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

b. Pengaturan-pengaturan lalulintas dalam rangka pengamanan

kegiatan masyarakat.

c. Komunikasi verbal.

d. Pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket).

e. Memproses tipiring.

f. Melakukan Tindakan represif tahap awal.

g. Patroli di daerah konflik.

Disamping memberikan rasa aman, perlindungan dan pengayoman

masyarakat, tujuan dilaksanakannya patroli ini adalah untuk mencegah

bertemunya niat dan kesempatan yang memungkinkan timbulnya

kriminalitas. Dengan adanya patroli ke lokasi-lokasi yang bisa dijadikan

tempat para hacker untuk melakukan aksinya diharapkan dapat membatasi

kegiatan para hacker untuk melakukan aksinya. Secara umum setiap unit

patroli yang telah berada di lapangan harus melaksanakan tindakan

sebagai berikut:177

a. Menjelajahi daerah dan route yang telah ditentukan dan melihat

kemungkinan adanya kerawanan.

b. Mendatangi tempat-tempat penyelenggaraan keamanan swakarsa

untuk koordinasi dan saling tukar menukar informasi.

c. Mendatangi sentra-sentra kegiatan masyarakat yang bersifat

situasional.

177Ibid, hlm. 8.

150

Page 151: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

d. Berkomunikasi dengan masyarakat dengan maksud memperoleh

informasi-informasi penting bagi tugas kepolisian.

e. Memberikan perlindungan dan pengayoman yang diperlukan

masyarakat.

f. Mewaspadai kemungkinan berubahnya Police Hazard (PH) dan

Ancaman Faktual (AF).

g. Memberikan peringatan kepada warga masyarakat yang lalai

mengaman diri dan harta bendanya.

h. Memberikan peringatan kepada masyarakat yang karena

ketidaktahuannya melakukan pelanggaran.

i. Melakukan Tindakan Pertama di Tempat Kejadian.

j. Mengambil tindakan terhadap pelanggaran Tipiring.

k. Melakukan tindakan represif tahap awal.

l. Mencatat informasi yang di dapat di kawasan patroli.

m. Melaporkan perkembangan situasi daerah patroli.

Masyarakat yang menjadi tanggung jawab petugas patroli harus

merupakan sebuah wilayah yang kecil dan secara geografis jelas

batasannya. Daerah patroli Polisi harus diputuskan sedemikian rupa,

sehingga karakteristik geografis dan sosial yang khas dari wilayah tersebut

dapat dipertahankan. Dengan demikian memungkinkan Polisi bisa

menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank secara dini.

151

Page 152: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Petugas patroli merupakan penyedia utama layanan kepolisian dan

paling banyak melakukan komunikasi dengan anggota masyarakat. Patroli

yang dilakukan dengan metode patroli jalan kaki dapat memberikan suatu

citra yang lebih lembut. Selain itu juga bagi masyarakat, dalam

kesehariannya akan lebih mudah berhubungan, mendekati dan berinteraksi

dengan Polisi. Petugas patroli bisa langsung berinteraksi kepada para

pemilik warnet yang ada wilayah patrolinya sambil melakukan monitoring

kepada seluruh pengunjung warnet tersebut. Patroli bersepeda, bersepeda

motor atau berkuda juga akan membuat polisi lebih dekat dengan

masyarakat. Petugas patroli yang bekerja di suatu daerah dalam jangka

waktu yang lama dan tidak sering dimutasi akan memahami cara kerja dan

kebiasaan masyarakat di daerah tersebut. Seringnya anggota Polisi berada

ti tengah masyarakat merupakan langkah awal untuk membangun rasa

percaya. Meskipun begitu, polisi pun harus memiliki strategi-strategi

proaktif yang jelas untuk membangun rasa percaya dari masyarakat.

2. Upaya revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

a. Redifinisi pengertian dan peristilahan

Untuk menghindari beragam penafsiran perlu dilakukan redefinisi

mengenai pengertian atau peristilahan dalam peraturan perundang-

undangan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sehingga terdapat

152

Page 153: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

batasan dan kejelasan makna serta tidak menimbulkan celah hukum

(loopholes), seperti pengertian mengenai :

1) Membobol sistem keamanan.

Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa

pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol

sistem pengamanan.178

Sehubungan dengan itu, redifinisi pengertian mengenai

dengan sengaja dan tanpa hak menjebol sistem pengamanan dari

sebuah sistem elektronik mutlak diperlukan karena untuk

mengetahui sejauh mana sebuah produk baru dari sistem elektronik

akan dibiarkan produk tersebut dibobol oleh para hacker. Seperti

hal nya group micosoft meluncurkan produk elektronik nya akan

membiarkan produk tersebut dibobol untuk mengetahui sampai

sejauh mana sistem keamanan dari sistem tersebut.

Dengan demikian apakah tindakan para hacker tersebut

dapat dikategorikan sebagai pembobol sistem keamanan seperti

yang dimaksud dalam pasal tersebut. Apabila jawabannya adalah

178Lihat Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

153

Page 154: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

termasuk kategori pembobolan berarti Undang-Undang tersebut

mengabaikan proses yang berlaku secara tak tertulis di dunia siber

khususnya di kalangan para hacker.

2) Melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem

elektronik.

Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa Setiap

Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem

Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi

tidak bekerja sebagaimana mestinya.179

Sehubungan dengan hal itu juga mutlak harus dilakukan

redifinisi dari setiap orang yang melakukan tindakan apapun yang

berakibat terganggunya sistem elektronik karena banyak kegiatan-

kegiatan di dunia nyata yang secara nyata tidak ada hubungannya

dengan cybercrime namun karena kalimat dari pasal ini kegiatan

tersebut dapat dikategorikan kejahatan. Seperti halnya seringnya

dilakukan pemadaman listrik di suatu daerah, maka sedikit

179Lihat Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

154

Page 155: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

banyaknya akan berdampak terhadap sebuah sistem elektronik

suatu perusahaan.

3) Masyarakat dapat mengajukan gugatan.

Pasal 33 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa

masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap

pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik. Apakah kalimat

ini berlaku juga bagi nasabah uang nya ada di dalam bank yang

menjadi korban hacking.180

b. Penyempurnaan rumusan delik cybercrime

Rumusan kriminalisasi perbuatan melanggar, menerobos,

melampaui, atau menjebol sistem pengamanan sebuah sistem elektronik

masih terlalu banyak unsur yang harus dibuktikan. Dalam Pasal 30 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa Setiap Orang dengan sengaja

dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem

Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos,

melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

180Ibid.

155

Page 156: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik tidak dijelaskan tentang definisi

cybercrime, jadi tidak diketahui sampai sejauh mana yang dinyatakan

dengan unsur cybercrime, apakah akan melakukan/percobaan melakukan

kejahatan cybercrime dapat dikategorikan kejahatan belum jelas tertulis di

dalamnya.

Apabila kita lihat dari tahapan kegiatan hacking, ada kegiatan yang

belum termasuk dalam unsur sebuah kejahatan dan ada kegiatan yang

hanya dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ringan saja. Untuk itu,

rumusan delik melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem

pengamanan harus disempurnakan sehingga menjadi lebih jelas dan

membuktikan unsur-unsurnya.

c. Penyempurnaan hukum acara pemeriksaan cybercrime

Untuk lebih meningkatkan efektifitas dan keberhasilan penegakkan

hukum dunia siber, maka ketentuan yang mengatur mengenai hukum

acara cybercrime atau pemeriksaan dalam setiap tingkatan perlu lebih

diperjelas dan diperkuat. Kedudukan dan hubungan antara UU ITE dan

peraturan perundang-undangan terkait lainnya harus jelas dan harmonis

agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda sehingga

156

Page 157: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

menimbulkan keragu-raguan dari aparat penegak hukum dalam

mengambil tindakan.

Mengacu kepada Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

yang menerapkan prinsip sistem pembuktian terbalik, maka hukum acara

cybercrime diharapkan dapat juga menerapkan prinsip yang sama agar

dapat lebih menjerat kepada pelaku kejahatan dunia siber.

d. Pembalikan beban Pembuktian

Dalam Pasal 480 KUHP tentang pidana penadahan, maka proses

hukum atas tindak pidana penadahan tidak perlu menunggu putusan

hukum yang berkekuatan tetap (inkracht) dari perkara pencurian.

Meskipun tidak dijelaskan secara nyata dalam UU ITE, maka sebaiknya

terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana

hacking terhadap bank tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak

pidana asalnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, pembuktian dakwaan jaksa tetap

merupakan beban penuntut umum (Pasal 37 A ayat 3). Walaupun

demikian, untuk setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana

korupsi, wajib membuktikan, sebaliknya terhadap harta benda miliknya

157

Page 158: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

yang belum didakwakan tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana

korupsi. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta

bendanya diperoleh bukan katena tindak pidanan korupsi, harta benda

tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi, maka hakim

berwenang menutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut

dirampas untuk negara.181

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jelas terlihat bahwa pembuktian

terbalik oleh terdakwa dilakukan dalam proses perkara pidana dan

dikaitkan dengan proses pidana itu sendiri. Jika perbuatan korupsi

terdakwa tidak dapat dibuktikan, dalam perkara pidana, maka hampir

tidak ada alasan untuk melakukan gugatan perdata.

Melihat hal tersebut, maka sebaiknya untuk mempercepat

penyitaan harta kekayaan hasil kejahatan hacking terhadap bank

hendaknya dilakukan pendekatan perdata yang terpisah dari pendekatan

pidana. Untuk mengejar hasil-hasil kejahatan hacking terhadap bank perlu

diperkenalkan suatu aturan yang mengatur penyitaan aset secara perdata

atau pidana dengan hukum secara khusus atau luar biasa, misalnya dengan

memberikan beban pembuktian mengenai harta kekayaan yang berasal

181Lihat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

158

Page 159: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

dari tindak pidana hacking terhadap bank kepada terdakwa. Pembuktian

terbalik jelas bukan untuk memberikan hukuman badan kepada pelaku

tindak pidana kejahatan hacking terhadap bank. Hal ini memang masalah

baru, sehingga yang diperlukan bukan saja undang-undang baru tetapi

juga mindset pemikiran yang juga baru yang berbeda dengan yang

lama.182

3. Upaya Pembentukan Satuan Tugas Gabungan

Prof. Romli Atmasasmita, SH, LLM mengutarakan bahwa salah satu

masalah mendasar yang mendesak dan segera harus diselesaikan dalam

pembangunan hukum nasional adalah masalah penataan kelembagaan

aparatur hukum yang masih belum dibentuk secara komprehensif, sehingga

melahirkan berbagai ekses. Antara lain, egoisme sektoral dan menurunnya

kerjasama antara aparatur hukum secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh

karena miskinnya visi dan misi aparatur hukum antara lain tentang pengertian

due process of law, impartial trial, transparancy, accountability, the right to

counsel.183

Salah satu alternatif usaha tersebut adalah dengan membentuk satuan

tugas gabungan sebagaimana yang dilakukan di negara-negara lain guna

182Yunus Husein, Op. Cit. 183Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum Nasional,

kumpulan artikel di website http://www.hukumonline.com dalam analisis hokum 2002, jangan tunggu langit runtuh, cetakan pertama, (Jakarta : PT.Justika Siar Publika, 2003), hlm. 30 – 31.

159

Page 160: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

efektifitas penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank. Mengingat

kejahatan hacking terhadap bank yang berdimensi lintas sektoral, multi

disipliner, berlapis dan seringkali terjalin dalam suatu jaringan yang rumit,

sehingga seringkali menyulitkan penyidik untuk melakukan tugas-tugasnya

tanpa meminta bantuan dari lembaga atau badan lain yang lebih berkompeten

dalam bidangnya, maka pembentukan Satuan Tugas Gabungan

Penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank dirasakan perlu sebagai

suatu kebutuhan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan kejahatan

hacking terhadap bank secara efektif dan efisien.

160

Page 161: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian bab-bab dimuka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengaturan kejahatan hacking terhadap bank di Indonesia masih lemah.

Kelemahan dari perangkat hukum yang dimiliki adalah:

a. Penanganan terhadap pelaku kejahatan hacking.

1) Di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik tidak disebutkan secara rinci tentang :

a) Apakah kejahatan hacking terhadap bank tersebut lebih ringan,

lebih berat atau sama dengan kejahatan hacking yang dilakukan

terhadap objek/sasaran lainnya.

b) Apakah percobaan melakukan kejahatan hacking terhadap bank

dapat dihukum.

c) Apakah turut serta melakukan atau bersama-sama melakukan

kejahatan hacking terhadap bank hukumannya sama, lebih ringan

atau lebih berat dari pelaku utama.

2) Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik yang menjadi dasar penanganan kejahatan dunia

siber hanya menyatakan bahwa semua kegiatan memasuki jaringan

161

Page 162: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

orang lain adalah kejahatan, tidak dijelaskan secara rinci apa saja yang

termasuk kejahatan siber atau mungkin dijelaskan tentang adanya

pelanggaran dunia siber.

3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 masih mementingkan pihak

Pemerintah dan Pembuat Undang-Undang saja, tidak melihat

kepentingan pengembangan pengetahuan, sehingga Undang-Undang

ITE menyatakan bahwa apapun kegiatannya apabila masuk kedalam

sistem orang lain (hacking) adalah suatu kejahatan. Kenyataan yang

terjadi adalah bahwa kegiatan hacking tidak selalu sebuah kejahatan.

Hacking dilakukan sekelompok orang (hacker topi putih) untuk

menguji sistem keamanan sebuah website.

4) Hukum formil yang dipakai untuk menangani kejahatan hacking

terhadap bank masih memakai Hukum formil yang berlaku di

Indonesia, yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 1981, yang pada

praktek dilapangan banyak menemui kendala, sehingga masih

diperlukan undang-undang lain selain undang-undang Informasi dan

Transaksi Elektronik untuk menangani masalah kejahatan hacking

terhadap bank.

b. Penanganan terhadap bank korban kejahatan hacking.

1) Semua undang-undang perbankan yang ada belum secara jelas

menyebutkan tentang kejahatan hacking terhadap bank, bahkan dalam

162

Page 163: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

peraturan Bank Indonesia sendiri belum ada aturan tentang bagaimana

bila sebuah bank menjadi korban kejahatan hacking.

2) Undang-undang Perbankan Indonesia tidak menyebutkan pengaturan

terhadap bank gagal akibat dari kejahatan hacking.

c. Pengananan terhadap nasabah bank korban kejahatan hacking.

1) Secara jelas tidak digambarkan dalam semua Perundang-Undangan

perbankan tentang bagaimana penanganan nasabah bank korban

hacking, yang ada hanya penanganan nasabah bank korban dari

likuidasi.

2) Prosedur penanganan nasabah korban hacking masih dapat

menggunakan perudang-undangan yang ada.

2. Masih banyaknya kendala yang dihadapi Polri dalam menanggulangi

kejahatan hacking terhadap bank.

a. Kendala Eksternal.

1) Perangkat hukum, baik itu perangkat hukum materiil maupun hukum

formil, dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank masih

lemah. Menyebabkan masih belum padu nya penanganannya oleh

aparat penegak hukum (Criminal Justice System).

2) Pemerintah sebagai regulator belum memainkan perannya secara

maksimal baik dengan memanfaatkan perangkat pemerintahan yang

163

Page 164: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

berkompeten maupun memanfaatkan kelompok masyarakat yang

terkait dalam penanganan kejahatan hacking terhadap bank.

3) Bank Indonesia selaku bank sentral belum segera melakukan

pembenahan baik pembenahan doktrin, perangkat hukum serta

kegiatan pelaksanaan yang menyangkut perilaku cybercrime.

4) Masyarakat masih acuh tak acuh terhadap perkembangan teknologi

yang dianggap tidak berpengaruh terhadap kehidupan mereka di dunia

nyata. Masyarakat masih berpikir bahwa dunia siber adalah dunia yang

tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.

b. Kendala Internal.

1) Landasan bekerja aparat Polri, yaitu Undang-Undang no 2 Tahun 2002

dan peraturan pelaksanaan dibawahnya belum tersentuh dengan

kegiatan-kegiatan yang bernuansa dunia siber, sehingga pelaksanaan

kegiatan tugas pokok Polri sebagai Pelindung, Pengayom dan

Pelayanan Masyarakat serta menegakkan hukum hanya kegiatan di

dunia nyata saja.

2) Struktur Organisasi yang ada dalam tubuh Polri saat ini masih

menempatkan unit/satuan yang menangani kegiatan di dunia siber di

dalam struktur yang non operasional.

3) Kegiatan fungsional di Polri masih fokus terhadap kegiatan

kemasyarakat di dunia nyata.

164

Page 165: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

4) Sarana dan prasarana yang hanya dimiliki oleh unit cybercrime

Bareskrim Mabes Polri.

5) Tidak ada anggaran dalam penanganan kegiatan di dunia siber.

3. Upaya Polri dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank masih

lemah.

a. Upaya penegakkan hukum (Penal)

1) Polri menjerat pelaku kejahatan hacking terhadap bank dengan

menggunakan peraturan Perundang-Undangan yang ada.

2) Meskipun sulit untuk melakukan kegiatan beracara dalam menangani

kasus kejahatan hacking terhadap bank, Polri tetap melakukan

koordinasi dengan aparat penegak hukum (criminal justice system)

untuk menyeret pelaku kejahatan hacking terhadap bank agar dapat

disidangkan di pengadilan.

3) Koordinasi melalui lembaga kepolisian internasional guna penanganan

pelaku kejahatan dunia siber.

b. Upaya pencegahan (Non Penal)

1) Melakukan tindakan fungsional (Intel, Bimmas dan Samapta) di

tempat-tempat yang diduga akan menimbulkan perilaku menyimpang

di dunia siber, seperti di warnet-warnet, perusahaan pengguna jasa

siber dan tempat lainnya yang berhubungan dengan dunia siber.

165

Page 166: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2) Koordinasi dengan pemerintah khususnya Badan Informasi dan

Komunikasi untuk melakukan penyuluhan ke warnet-warnet, sekolah-

sekolah dan perusahaan pengguna jasa siber.

3) Menyebarkan brosur, pamflet, leaflet dan maklumat kepolisian yang

isinya membantu untuk mencegah munculnya kejahatan dunia siber

(cybercrime).

4) Memberikan latihan kepada personel kepolisian tentang pengetahuan

dunia siber.

B. Saran

1. Pengaturan kejahatan hacking terhadap bank di Indonesia harus di perbaiki

dan ditambah.

a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik harus di revisi. Revisi harus dilakukan pada bagian unsur-unsur

perbuatan yang dapat dihukum.

b. Pembuatan Undang-Undang khusus yang mengatur tentang cybercrime.

c. Melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

KUHAP dengan memasukkan hukum formil cybercrime.

d. Melakukan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan menambahkan penjabaran

situasi kamtibmas di dunia maya.

166

Page 167: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

2. Untuk menghilangkan kendala dalam tubuh organisasi Polri dilakukan dengan

cara :

a. Merevisi struktur organisasi bidang informatika dalam tubuh organisasi

Polri dengan menempatkan ke dalam struktur organisasi operasional.

b. Melakukan revisi terhadap semua bahan pelajaran fungsi kepolisian

dengan menambahkan semua kegiatan di dunia maya.

c. Melakukan rekrutmen dari kalangan ilmuwan dan komunitas hacker topi

putih.

d. Membentuk satuan tugas gabungan yang terdiri dari unsur infokom, unsur

Polri dan unsur masyarakat.

3. Untuk mengembangkan upaya yang telah dilakukan oleh Polri guna

menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank, maka harus segera

dilakukan peningkatkan kerjasama bidang informatika dengan pihak-pihak

antara lain:

a. Kerjasama dengan Kepolisian negara lain.

b. Kerjasama dengan Bank Indonesia selaku bank sentral.

c. Kerjasama dengan Pemerintah selaku regulator.

d. Kerjasama dengan masyarakat untuk meningkatkan peran masyarakat

dalam menanggulangi kejahatan hacking terhadap bank.

167

Page 168: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-Buku. Arief, Barda Nawawi, Teori-teori Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1994. ---------, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Jakarta : Kencana, 2008. Barrett, Neill, Digital Crime, policing the cybernation, London : Kogan Page

Ltd.1997. Hamzah, Andi, Pengantar Hukum formil Pidana, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1984. ---------, aspek-aspek pidana di bidang komputer, Jakarta, Sinar Grafika, 1989. ---------, Hukum Pidana Yang Berkaitan dengan Komputer, Jakarta : Sinar Grafika,

1993. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana, 2006. Jacob, T., Manusia, Ilmu dan Teknologi, Jogyakarta : PT Tiara Wacana, 1993. Karnasudirdja, Eddy Djunaedi, Yurisprudensi Kejahatan Komputer, Jakarta : CV.

Tanjung Agung, 1993. Kelling, George L. and Catherine M. Coles, fixing broken windows, New York :

Martin Kessler Book – the Free Press, 1996. Mahzar, Armehdi, dalam kata pengantar buku Jeff Zaleski, Spiritualitas Cyberspace,

bagaimana teknologi komputer mempengaruhi kehidupan keberagaman manusia, Bandung : Misan, 1999.

Maskat, Djunaidi, Patroli : teknik dan taktik Sukabumi : Secapa Polri, 1995. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005. Miller, JoAnn L., White Collar Crime, jurnal ilmu-ilmu sosial 5 (kejahatan kerah

putih), Jakarta : PAU IS UI dan PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994. Prana, Gde Artha Azriadi, Hacker; Sisi Lain Legenda Komputer, Jakarta : Adigna,

1999.

168

Page 169: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Pardede, Marulak, Likuidasi Bank danPerlindungan Nasabah, Jakarta : Pustaka Sinar

Harapan, 1998. Pound, Roscou, Pengantar Filsafat Hukum, Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1982. Ramli, Ahmad M, Pager Gunung dan Indra Apriadi menuju kepastian hukum di

bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jakarta : Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2007.

Randi, Jusuf, Edi Noersasongko, Gayatri Kusumawardani, Proteksi terhadap

kriminalitas dalam bidang komputer, Jakarta : Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia Amerika (LPKIA), 1985.

Rasjidi, Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996. Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum Nasional,

Jakarta : PT.Justika Siar Publika, 2003. Subekti, Ramlan dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Jakarta : Pradnya Paramita, 1996. Sudarto, Kapita Selecta Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1981. Suherman, Yosia, Ada Apa dengan CyberCrime,Jakarta, 2004. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1990. ----------, Cetakan IV, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Raja Grafindo Persada,

1995. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum Jakarta : Raja Grafindo Persada,

2006. Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Jogyakarta : Kanisius, 1982. Widjaja, Gunawan, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT,

Jakarta : Forum Sahabat, 2008.

169

Page 170: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Wisnubroto, Aloysius, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, Yogyakarta : Penerbitan Universitas Atma Jaya Jogyakarta, 1999.

Widayadi, Didi, Kebijakan dan Strategi Operasional Polri dalam kaitan hakikat

ancaman Cybercrime, Bandung : Yayasan Cipta Bangsa, 2000. 2. Koran/majalah. Meganet, Mengapa harus melalui Provider?, Jawa Pos, 24 September 1996. Pikiran Rakyat, 2 Nopember 2002, dapat diakses di http://www.pikiran-

rakyat.com/cetak/1102/02/0304.html. Republika, 22 Agustus 1999. Rudi Hendraman, Computer Fraud, majalah Pro Justitia UNPAR, Tahun XIII No. 2

April 1995. Suara Merdeka dengan judul Reserse Polda Jateng Ungkap Kejahatan Internasional

Internet, 17 Nopember 2000. Tempo, Nomor 30 tahun XVII 26 September 1987. 3. Seminar. Arief, Barda Nawawi, Upaya Non Penal dalam Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, makalah disampaikan pada seminar Kriminologi VI, Semarang, tanggal 16-18 September 1991.

Budhijanto, Danrivanto, Aspek-aspek hukum dalam Perniagaan secara Elektronik (e-

commerce), makalah pada seminar Aspek Hukum Transaksi Perdagangan via Internet di Indonesia, FH UNPAD, Bandung 22 Juli 2000.

Irsan, Koesparmono, Masalah Penyidikan dan Pengumpulan Barang Bukti dalam

Kejahatan Komputer, makalah disampaikan dalam lokakarya Penanggulangan Kejahatan Komputer, Jakarta, 2-3 Maret 1990.

Latifulhayat, Atip, Cyberlaw dan Urgensinya bagi Indonesia, makalah pada seminar

tentang cyber law, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Bandung, 29 Juli 2000.

Muladi, dalam kuliahnya pada peserta Program Magister Ilmu Hukum, Undip,

Semarang, tanggal 19 September 1996.

170

Page 171: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

Muliawan, Arief, Penegakkan Hukum Tindak Pidana Informasi dan Transaksi

Elektronik (cybercrime), disampaikan dalam seminar sehari dalam rangka sosialisasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 di Medan.

---------, Kebijakan Kriminal, makalah disampaikan pada seminar kriminologi VI,

Semarang, 16-18 September 1991. Nasution, Bismar, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan,

makalah disampaikan pada Seminar Nasional sehari dalam rangka menciptakan Good Corporate Governance, diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, 8 Maret 2007.

Rajagukguk, Erman, Pencucian Uang: Suatu Studi Perbandingan Hukum, makalah

disampaikan pada lokakarya RUU Anti-Pencucian Uang (Money Laundering), diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan University of South Carolina dan Bank Indonesia, Surabaya, tanggal 21 Juli 2001.

Randy, Jusuf, kejahatan komputer, prasaran, disampaikan dalam lokakarya Bab-bab

kodifikasi Hukum Pidana, diselenggarakan oleh BPHN Dep. Keh. RI, Jakarta, 18-19 Januari 1998.

Sastraandjaja, J. Sudama, kejahatan komputer: suatu masalah hukum kontroversial

yang perlu diperhatikan/dipecahkan dalam era pembangunan, Prasaran dalam lokakarya bab-bab kodifikasi hukum pidana, diselenggarakan oleh BPHN Dep. Keh. RI, Jakarta, 18-19 Januari 1998.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Hukum dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi di Dalam Masyarakat, pidato pengukuhan pada upacara peresmian penerimaan jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum UNDIP Semarang.

Widayadi, Didi, Kebijakan dan Strategi Operasional Polri dalam kaitan hakikat

ancaman Cybercrime, makalah pada seminar Cyber Law, diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa, Bandung, 29 Juli 2000.

Yunus Husein, Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di

Indonesia, makalah disampaikan dalam ceramah Program Pascasarjana (S2) bidang Kajian Utama Hukum Pidana Universitas Pandjajaran, Jakarta, 8 Mei 2004.

171

Page 172: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

4. Internet. Raymond Eric S.. The New Hacker’s Dictionary, MIT Press, versi elektronik dapat

dijumpai di http://www-mitpress.mit.edu/seb/book-home/0262680920.thml Sterling, Bruce, The Hacker Crackdown, law and disorder on the electonic frontier,

Massmarket paperback, 1990, electronic version available at http://www.lysator.liu.se/etexts/hacker/

Legion of the Undergound, Hacking Guide, versi elektronik dapat dijumpai di

http://www.geocities.com/dht_belgium/lou_guide.txt Shailen S. Mistry, Hacker on the Net, versi elektroniknya dapat dijumpai di

http://lis.gseis.ucla.edu/impact/196/projects/Smistry/index.html The Mentor, A Novice’s Guide to Hacking, edisi 1989, versi elektronik dapat

dijumpai di http://www.geocities.com/dht_belgium/legion_of_Doom.txt 5. Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum formil Pidana. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi.

172

Page 173: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

6. Ensiklopedia. A.D Biderman, L.A. Johnson, J. McIntyre and A.W. Weit, report on a pilot study in

the District of Columbia on Victimazation and Attitudes Towards Law Enforcement, Departement of Justice (Washington DC : U.S Government Printing office, 1967)

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Perkembangan Pembangunan Hukum Nasional

tentang Hukum Teknologi dan Informasi, BPHN Departemen Kehakiman RI 1995/1996.

Data Laporan Tahunan Bareskrim Mabes Polri tahun 2002. Dokumen A/CONF.187/10 Tenth United Nations Congress on the Prevention of

Crime and the Treatment of Offenders, Crimes Related to Computer Networks.

Kusumawardhani, Proteksi terhadap Kriminalitas dalam Bidang Komputer, LPKIA,

Jakarta. H. Daud Silalahi, Rencana Undang-Undang Alih Teknologi: Perbandingan

Perspektif, Prisma, No 4 Th. XVI, April 1987. H. Kadish Sanford ed, Encyclopedia of Crime and Justice, Volume 1, The Free Press

A Division of Mac millan Inc, New York, 1983. James Levin, et.al.; Criminal Justice A Public Policy Approach, Harcourt Brace

Jovanovich, New York, 1980. United Nation, Eighth UN Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of

Offenders, Report, 1991. Maurice Mountain, The Continuing Complex of Technology transfer, dalam Gary K.

Bertsch dan John R. Mc Intrye (ed), National Security and Technology Transfer: The Strategic Dimensious of East-West trade, (Colorado : Westview Press Inc, 1983).

Naskah Akademik RUU Teknologi Informasi, UNPAD-DITJEN POLTEL DEPHUB,

2000. Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis ,

Jakarta, PPM, 2003.

173

Page 174: Tesis peran polri dalam penanggulangan kejahatan hacking terhadap bank

174

Surat Keputusan Kapolri No.Pol:SKEP/737/X/2005, tanggal 13 Oktober 2005, tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

The Hon. Adrian Roden Q.C, Computer Crime and The Law, dalam Criminal Law

Journal, t.p, tk, 1991