TESIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA BIRO ORGANISASI...
Transcript of TESIS PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA BIRO ORGANISASI...
TESIS
PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA BIRO ORGANISASI
DAN TATA LAKSANA SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI SULAWESI
BARAT
(THE IMPLEMENTATION OF LEARNING ORGANIZATION ON
ORGANIZATION BUREAU AND SECRETARIAT ADMINISTRATION OF
WEST SULAWESI PROVINCE)
MUHAMMAD ARDYANSYAH MAKMUR
P0800215005
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM ADMINISTRASI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
PENERAPAN ORGANISASI PEMBELAJAR PADA BIRO
ORGANISASI DAN TATA LAKSANA SEKRETARIAT DAERAH
PROVINSI SULAWESI BARAT
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Admnistrasi Pembangunan
Dsusun dan Diajukan oleh
MUHAMMAD ARDYANSYAH MAKMUR
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang Bertanda tangan d bawah ini :
Nama : MUHAMMAD ARDYANSYAH MAKMUR
Nomor Mahasiswa : P0800215005
Program Studi : Administrasi Pembangunan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagaian atau keseluruhan
tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Makassar, Juli 2017
Yang menyatakan
MUHAMMAD ARDYANSYAH MAKMUR
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
karunia rahmat dan taufik-Nya, maka tesis yang berjudul ―penerapan
organisasi pembelajar pada biro organisasi dan tata laksana sekretariat
daerah provinsi sulawesi barat‖ ini dapat selesai dengan tujuan sebagai
syarat untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik dalam
menyelesaikan pendidikan S2 Program Studi Administrasi Pembangunan
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Salam dan
shalawat kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membimbing kita kealam kecerdasan semoga tulisan ini dapat bermanfaat
untuk penulis dan pembaca. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
tentang pentingnya penerapan organisasi pembelajar pada biro organisasi
dan tata laksana sekretariat daerah provinsi Sulawesi Barat
Dalam penyelesaian tesis ini penulis menyadari bahwa tidak
terlepas dari bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu moril
maupun materil dengan berbagai cara masing-masing oleh karena itu
terutama untuk ayahanda Makmur dan Ibunda Rohana Thahier, saudara
kakak Juniansyah Makmur dan Febrianingsih Makmur, dan kepada
kekasih Andi Devi Safitri serta keluarga besar yang tiada hentinya berdoa
berusaha dan berharap kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi
dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. sebagai Rektor
Universitas Hasanuddin Makassar
2. Prof. Dr. Andi Alimuddin, M.Si. sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
3. Dr. Muhammad Yunus, MA. Sebagai Ketua Program Studi
Administrasi Pembangunan Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar
4. Prof. Dr. Baharuddin, M.Si dan Dr. Badu Ahmad, M.Si sebagai
Komisi penasihat atas bantuan bimbingan dan arahan yang
diberikan mulai dari proposal hingga tesis ini
5. Dr. La Tamba, M.Si, Dr. Nur Indrayati Nur Indar, M.Si dan Dr.
Gita Susanti, M.Si sebagai komisi penilai atas kritik saran mulai
dari proposal hingga tesis ini.
6. Para dosen dan staf FISIP Universitas Hasanuddin atas
bantuan selama penulis menempuh pendidikan
7. Seluruh pegawai Biro organisasi tatalaksana Sekretariat daerah
Provinsi Sulawesi Barat atas yang telah memberikan perhatian
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis.
8. Teman-teman Pascasarjana Administrasi Pembangunan
Angkatan 2015 yang telah memberikan motivasi arahan untuk
menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada rekan, kerabat,
sahabat, kakanda dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu atas bantuan dan doa yang diberikan. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan ketulusan kita semua. Penulis menyadari tulisan ini
masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tesis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu diharapkan masukan kritik dan
saran untuk membangun guna memperbaiki dan penyempurnaan lebih
lanjut.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Juli 2017
Muhammad Ardyansyah Makmur
ABSTRAK
MUHAMMAD ARDYANSYAH MAKMUR. Penerapan organisasi pembelajar pada biro organisasi dan tata laksana sekretariat daerah provinsi sulawesi barat (dibimbing oleh Prof. Dr. Baharuddin M.Si. Dan Dr. Badu Ahmad M.Si).
Penelitian ini bertujuan menganalasis disiplin kelima penerapan organisasi pembelajar dan hubungan terhadap kinerja organisasi pada biro organisasi dan tata laksana sekretariat daerah Provinsi Sulawesi Barat untuk menentukan langkah-langkah meningkatkan kinerja organisasi melalui organisasi pembelajar
Penelitian ini dilaksanakan di Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat. Pendekatan penelitian ini adalah deskriptif dengan mengunakan jenis penelitian kuantitatif yang bertujuan menganalisis hasil jawaban responden dalam kuesioner berdasarkan teori. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara kuesioner, observasi dan documentasi. Pengambilan sampel dengan tehknik purposive sampling yaitu sampel jenuh adapun responden berjumlah 31 Orang. Teknik analisis data dengan statistik deskriptif dengan skala likert, rumus frekuensi untuk memperoleh nilai mean, median, modus dan rumus kendall tau untuk melihat hubungan organisasi pembelajar terhadap kinerja organisasi
Hasil penelitian menunjukan disiplin kelima organisasi pembelajar sudah ada dan pada umumnya pegawai menerapkannya hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata 3,09% atau termasuk kategori baik tetapi masih terdapat beberapa pegawai yang kurang mampu menerapkan organisasi pembelajar secara baik. Hubungan organisasi pemebelajar terhadap kinerja organisasi juga menunjukkan hubungan yang signifikan dan tingkat realibitas 0,865 lebih besar dari 0,700. Tetapi dalam penerapan organisasi pembelajar masih ada pegawai yang kurang mampu disebabkan rendahnya semangat kerja belajar hal-hal baru dan komitmen pimpinan dalam menciptakan iklim organisasi pembelajar agar pegawai senantiasa ingin meningkatkan kapasitas secara individu maupun sebagai tim. Kata kunci : Organisasi pembelajar, Kinerja Organisasi, Disiplin Kelima
ABSTRACT
MUHAMMAD ARDYANSYAH MAKMUR. The Implementation of Leaming
Organization on Organization Bureau and Secretariat Administration of
West Sulawesi Province, (supervised by Baharuddin and Badu Ahmad).
This study aims to analyze the application of learning organization
And relationships to organizational performance to organization bureau
and the secretariat administration of West Sulawesi Province to determine
the steps to improve organizational performance through learning
organization.
This research was conducted at the Secretariat of West Sulawesi
Province. This descriptive research using quantitative type aimed to
analyze the result of respondents who answered the questionnaires based
on the theory. Data were collected through questionnaires, observation,
and documentation. Samples were taken with purposive sampling that was
saturated samples, 31 respondents. The data were analyzed by
descriptive statistic with likert scale, frequency formula to get mean,
median, mode and tall formula to see relation of organizational learner to
organizational performance
The results indicate the discipline of the five learner organizations
generally is implemented by employees, it can be seen from the average
value 3.09% or categorized Although adn the relationship of learning
organizations to organizational performance also shows a very strong
relationship. The organizational relationship of learners to the performance
of the organization also shows a significant relationship and the level of
reintegration of 0.865 is greater than 0.700. But in the implementation of
learning organizations there are still employees who are less able due to
the low morale work to learn new things and leadership commitment in
creating a learning organizational climate so that employees always want
to increase the capacity individually or as a team..
Keywords: Learning organization, Organizational Performance, Fifth discipline
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN.............................................. iv
PRAKATA ....................................................................................... v
ABSTRAK BAHASA INDONESIA ................................................... viii
ABSTRAK BAHASA INGGRIS........................................................ ix
DAFTAR ISI .................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar belakang........................................................................... 1
B. Rumusan masalah ..................................................................... 8
C. Tujuan penelitian ........................................................................ 9
D. Manfaat penelitian ...................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 10
A. Konsep Organisasi ..................................................................... 10
1. Perkembangan pandangan terhadap teori organisasi ........ 12
2. Pemikirian Modern : Teori sistem umum ............................ 14
3. Postmodern dalam teori organisasi .................................... 17
B. Teori Learning Organization (Organisasi Pembelajar) ................ 21
1. Keahlian Pribadi ................................................................. 30
2. Model mental ..................................................................... 32
3. Visi bersama ...................................................................... 35
4. Pembelajaran tim ............................................................... 38
5. Berpikir sistem.................................................................... 41
C. Kinerja Organisasi ...................................................................... 44
D. Hubungan disiplin pembelajar terhadap kinerja organisasi ......... 48
E. Perbandingan relevansi penelitian terdahulu ............................ 49
F. Kerangka Konseptual ............................................................... 54
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 56
A. Pendekatan dan Jenis penelitian ................................................ 56
B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 56
C. Populasi dan Teknik sampel...................................................... 57
D. Teknik pengumpulan data .......................................................... 57
1. Kuesioner (Angket) .......................................................... 58
2. Observasi ......................................................................... 58
3. Telaah dokumentasi ......................................................... 58
E. Definisi Operasional Variabel .................................................... 59
F. Dimensi dan Indikator Variabel .................................................. 60
G. Teknik Analisis Data.................................................................. 61
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................. 64
A. Deskripsi Biro organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Daerah
Provinsi Sulawesi Barat ............................................................ 64
1. Sejarah biro ortala sekretariat daerah Provinsi Sulawesi Barat 64
2. Tugas pokok dan fungsi ....................................................... 66
3. Susunan organisasi .............................................................. 67
4. Karakteristik responden........................................................ 69
B. Hasil Penelitian......................................................................... 74
1. Keahlian Pribadi .................................................................. 74
2. Model Mental ...................................................................... 80
3. Visi Bersama ....................................................................... 86
4. Pembelajaran tim ................................................................ 91
5. Berpikir sistem .................................................................... 96
6. Rekapitulasi disiplin kelima organisasi pembelajar .............. 105
7. Kinerja organisasi................................................................ 107
8. Hubungan disiplin kelima organisasi pembelajar terhadap
kinerja organisasi ................................................................ 112
BAB V PENUTUP .......................................................................... 119
A. Kesimpulan .............................................................................. 119
B. Saran ....................................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : LAKIP Biro Ortala Setda Provinsi Sulawesi Barat ............ 6
Tabel 2 : Perbedaan diantara multi perspektif teori organisasi ........ 19
Tabel 3 : Sistem Kerja perspektif teori organisasi ........................... 21
Tabel 4 : Perbandingan relevansi penelitian terdahulu .................... 53
Tabel 5 : Dimensi dan indikator variabel ......................................... 60
Tabel 6 : Tingkat interval koefisien .................................................. 63
Tabel 7 : Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ......... 70
Tabel 8 : Karakteristik responden berdasarkan usia ....................... 69
Tabel 9 : Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan . 71
Tabel 10 : Karakteristik responden berdasarkan masa kerja ........... 72
Tabel 11 : Karakteristik responden berdasarkan kelompok jabatan 72
Tabel 12 : Karakteristik responden berdasarkan golongan/ruang ... 73
Tabel 13 : jawaban responden komponen keahlian pribadi............. 76
Tabel 14 : jawaban responden komponen Mental Model ................ 82
Tabel 15 : jawaban responden komponen visi bersama ................. 87
Tabel 16 : jawaban responden komponen pembelajaran tim .......... 93
Tabel 17 : jawaban responden komponen berpikir sistem .............. 101
Tabel 18 : Rekapitulasi disiplin kelima organisasi pembelajar ......... 105
Tabel 19 : Kinerja organisasi .......................................................... 109
Tabel 20 : Tabel korelasi antar variabel .......................................... 113
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Kerangka konseptual ................................................... 55
Gambar 2 : Tingkat hubungan disiplin kelima terhadap
kinerja organisasi ......................................................... 117
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan yang terjadi dalam era reformasi ini membuat pola pikir
dan sudut pandang masyarakat berubah sehingga tuntutan dan tantangan
terhadap pemerintah semakin kompleks. Pemerintah diharapkan responsif
dan adaptatif terhadap tuntutan masyarakat saat ini.
Keluhan mengenai kinerja birokrasi publik sampai saat ini masih
mewarnai setiap layanan yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya.
Ketidakpuasan masyarakat sebagai klien dari pemerintah mengenai
kinerja birokrasi hampir ditemukan disetiap kantor pemerintah. Oleh
karena itu birokrasi diIndonesia juga dituntut untuk melakukan fungsinya
sebagaimana mestinya diperlukan suatu upaya penguatan kelembagaan
dalam kaitannya dengan peningkatan manajemen kinerja organisasi
publik yang melalui model organisasi pembelajaran.
Kemampuan pemerintah untuk menghadapi dan menjawab
tantangan yang akan dihadapi menjadi salah satu poin yang harus dimiliki
oleh suatu organisasi pembelajar. Learning organization adalah sebuah
konsep dimana suatu organisasi dianggap mampu untuk terus menerus
melakukan proses self learning sehingga organisasi tersebut memiliki
kecepatan berpikir dan bertindak dalam merespon berbagai macam
perubahan yang akan muncul.
Pertanyaan mendasar muncul mengapa menggunakan konsep
learning organization menurut Peter Senge dalam bukunya yang sudah
diterjemahkan yang berjudul disiplin kelima organisasi pembelajar (1990).
mengatakan alasan paling kuat untuk membangun suatu organisasi
pembelajar adalah karena kita ingin bekerja dalam organisasi terus
menerus berkembang tidak menjadi organisasi yang tradisional. Atau
karena tidak ada yang bisa kita lakukan dalam kehidupan kita sekarang
juga, selain membangun suatu organisasi pembelajaran. Sebaliknya tanpa
mekanisme organisasi pembelajaran, maka organisasi tidak akan mampu
menjaga konsistensi pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga tidak
mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih besar bagi pemangku
kepentingan.
Lebih lanjut tulisan Peter Senge dalam bukunya disipilin kelima
organisasi pembelajar (1990) Apabila kelima disiplin pembelajar berlajan
five for one, one for five yaitu kelima disiplin organisasi pembelajar secara
bersamaan dan sistematik tidak akan menciptakan organisasi pembelajar
tetapi akan muncul pengembangan kapasitas secara terus sehingga
membuat jalur untuk organisasi dapat berkembang dan mempertahankan
konsistensi.
Konsep learning organization mulai diperkenalkan pada periode
tahun (1990:5) dalam bukunya fifth dicipline oleh Senge yang
mendefinisikan learning organization sebagai ―organizations where people
continually expand their capacity to create the results they truly desire,
where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where
collective aspiration is set free, and where people are continually learning
to see the whole together‖. Senge membagi pilar-pilar yang membuat
suatu organisasi dapat dikatakan menjadi organisasi pembelajar tersebut
menjadi lima disiplin (lima pilar) yakni, personal mastery, mental model,
shared vision, team learning, dan system thinking.
Pada dasarnya organisasi pembelajaran adalah belajar bersama,
dimana mekanisme berbagi (baik berbagi cara berpikir, cara pandang,
model mental atau berbagi visi bersama) menjadi kunci utama
keberhasilan dari proses organisasi pembelajaran. Sebagai contoh
Pemerintah daerah Kabupaten Bantaeng menurut yang diberitakan
news.detik.com ―Diganjar Tokoh Perubahan, Ini Prestasi Bupati Bantaeng
Nurdin Abdullah‖ karena telah melakukan perubahan-perubahan positif di
kabupaten banteng dan memberikan prestasi untuk kabuaten bantaeng
dalam bidang kesehatan, agrikultur dan peningkatan ekonomi. pimpinan
puncak birokrasi ini memberi teladan dan kepemimpinan yang partisipatif
dalam praktek penyelenggaraan pemerintahannya, sehingga aparatur
birokrasi dan masyarakat mau melakukan perubahan yang signifikan bagi
kemajuan dan kesejahtraan masyarakat.
Perubahan yang terjadi di daerah tersebut, merupakan bagian dari
praktek disiplin dalam learning organization. Pimpinan, aparatur birokrasi,
dan masyarakat memiliki komitmen yang kuat untuk menjadikan shared
vision sebagai pengarah, shared knowledge, shared value, dan shared
experience secara bersama-sama sehingga dalam penyelenggaraan
pemerintahan, tanggung jawab bukan hanya pada pimpinan saja, tetapi
juga seluruh aparatur birokrasi dan masyarakat. Konsekuensinya adalah
seluruh aparatur birokrasi dan masyarakat dengan sendirinya terdorong
dan dipacu bertingkah laku untuk terus belajar meningkatkan
kapasitasnya dan secara bersama-sama membangun organisasi birokrasi
dengan mempertimbangkan kondisi dan perubahan lingkungan yang ada
demi mencapai kesejahtraan masyarakat.
Hal ini sejalan dengan Catherine L Wang (2002:14) yang
menuliskan dalam jurnalnya yang berjudul, ”A Review Of The Concept Of
Organisational Learning”, menyimpulkan bahwa konsep pembelajaran
organisasi telah dikembangkan dari proses belajar individu, yang
umumnya diyakini sangat canggih dan melibatkan semua aspek dari sifat
manusia dan interaksi dengan lingkungan, memahami proses belajar
individu adalah titik awal yang baik untuk memahami pembelajaran
organisasi, tetapi tidak menggambarkan secara keseluruhan. Organisasi
berada dalam konteks yang lebih rumit dari pada lingkungan seorang
individu, misalnya, pembelajaran organisasi bukan hanya kolektivitas
proses pembelajaran individu, tetapi melibatkan interaksi antara individu
dalam organisasi, dan interaksi antara organisasi sebagai suatu entitas,
dan interaksi antara organisasi dan konteksnya.
Organisasi pembelajar di kalangan birokrat bukanlah hal baru
mengingat bahan ajar prajabatan untuk calon pegawai dan pendidikan
lanjut (diklat) yang diselenggarakan oleh LAN terdapat materi organisasi
pembelajar. tetapi pada kenyataannya masih sulit ditemukan praktik-
praktik organisasi pembelajar yang sistematik dan efektif di jajaran
pemerintah.
Berdasarkan uraian diatas menarik untuk di bahas organisasi
pembelajar lebih lanjut dengan maksud agar mampu diterapkan pada Biro
Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat
karena salah satu Biro yang sangat strategis sebagai penunjang
penyelenggaraan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangan
Pemerintah dalam hal bertugas membantu Gubernur dalam menentukan
kebijakan di bidang Kepegawaian dan Ketata Laksanaan Sekretariat
Daerah Provinsi Sulawesi Barat.
Biro organisasi dan tata laksana mempunyai tugas pokok
melaksanakan perumusan bahan perencanaan, penyusunan dan
penyempurnaan organisasi perangkat daerah, tugas pokok dan fungsi,
kebijaksanaan tata kerja dan sisten kerja perengkat daerah, merumuskan
bahan kelembagaan analisis jabatan, serta kinerja dan tata laksana serta
kepegawaian sekretariat daerah.
Berdasarkan analisis Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) sesuai dengan Sistem AKIP merupakan instrument
yang di gunakan oleh Biro Organisasi dan Tata Laksana (Ortala)
Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2016 rata-rata capaian
kinerja 77,14% termasuk dalam kategori cukup berhasil. Berdasarkan
analisis LAKIP terdapat 4 sasaran capaian rendah yaitu :
Tabel 1 LAKIP Biro Ortala Setda Provinsi Sulawesi Barat.
No Sasaran Indikator sasaran Capaian
1 Mewujudkan reformasi birokrasi lingkup Pemerintah Provinsi
Rencana Aksi Reformasi Birokrasi 100 %
2
lingkungan Pemerintah Provinsi yang sesuai dengan aturan yang berlaku
Persentase SOP SKPD yang telah ditetapkan
100 %
3
Meningkatnya kualitas kelembangaan
Righsizing SKPD 60%
4
Terwujudnya perencanaan SDM ASN lingkup Pemerintan Provinsi Sulawesi Barat
Dokumen anjab sekrtariat
Dokumen ABK
Nilai evaluasi sistem AKIP
100 %
-
75 %
5
Meningkatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lingkup provinsi sulawesi barat
% SKPD yang menyusun Laporan kinerja tepat waktu
% SKPD yang menyusun perjanjian kinerja tepat waktu
% SKPD yang menyusun IKU secara SMART
81%
81%
60%
6
Meningkatnya disiplin dan kesejahteraan ASN Lingkup Sekretariat Daerah Pemprov Sulbar
% kehadiran ASN lingkup Sekretariat Daerah Pemprov. Sulbar
% ASN yang menerima KGB tepat waktu
Jumlah ASN yang menerima penghargaan/satya lencana
50 %
98 %
100 %
7
Meningkatnya pelayanan administrasi perkantoran
% sarana dan prasarana perkantoran dalam keadaan baik
97,85 %
Sumber : Setda Prov. Sulawesi Barat, 2016
Dari capaian kinerja biro organisasi tata laksana sekretariat daerah
Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2015 rata-rata 77,14% atau termasuk
kategori cukup berhasil yang terdiri dari 7 sasaran dan 13 indikator
terdapat 4 sasaran dan 6 indikator termasuk kategori kurang berhasil
berdasarkan capaian persentasi pada tabel diatas menunjukkan bahwa
kualitas kelembagaan, perencanaan SDM, akuntabilitas kinerja dan
disiplin serta kesejahteraan pegawai menunjukkan hasil yang rendah.
Hal ini diikuti oleh pemberitaan media online yaitu indonesiatimur.
co.id yang memberitakan dengan judul ―pemprov sulbar lakukan evaluasi
kinerja SKPD mendapat rapot C‖ menuliskan ―...Untuk diketahui, kinerja
pemerintahan Sulbar tahun ini masih memeroleh nilai C dengan predikat
agak kurang dari pemerintah pusat. Hal itu dianggap sebagai imbas dari
tak maksimalnya kinerja pembantu-pembantu gubernur di SKPD...‖ (as)
Berdasarkan LAKIP diatas dan pemberitaan media online kemudian
dilanjutkan dengan observasi awal dengan melakukan wawancara dan
diskusi terhadap 2 pegawai kemudian di hubungkan dengan pendekataan
disiplin organisasi pembelajar calon peneliti mengobservasi
permasalahan sebagai berikut :
a) Visi bersama dalam LAKIP Sistem dan prosedur kerja mencapai
100% tetapi menurut hasil wawancara masih ada sebagian kecil
yang mengemukakan ketidaktahuan mereka disebabkan sosialisasi
yang ada akan tetapi hanya dilakukan kepada orang-orang tertentu
saja, penyusunan program kerja yang sesuai dengan visi belum
pernah dikomunikasikan kepada pegawai serta sasaran yang ingin
dicapai masih bersifat jangka pendek.
b) Keahlian pribadi dalam LAKIP pendidikan yang ditamatkan pegawai
mayoritas sarjana serta diklatpim rata-rata sudah mengikuti,
pengalaman mutasi sudah cukup baik tetapi menurut hasil
wawancara kurangnya prestasi dan peghargaan serta penguasaan
teknologi menjadi masalah krusial dalam keahlian pribadi.
c) Model mental dalam LAKIP capaian disiplin pegawai masih rendah
yaitu 50% pada tahun 2015 dan hasil wawancara sulit
meninggalkan cara kerja yang lama karena sudah bertahun-tahun
mereka kuasai, sulit belajar hal-hal yang baru, merasa tidak cocok
dengan kedudukannya serta bertentangan dengan pendirian
pegawai tersebut.
d) Pembelajaran tim serta berpikir sistem dalam LAKIP sistem kerja
dan prosedur kerja mencapai 100% tetapi dalam kualitas
kelembagaan rightsizing SKPD masih mencapai 60% serta sasaran
akuntabilitas kinerja dalam kategori cukup berhasil, hal ini sesuai
hasil wawancara pegawai bekerja sesuai dengan sistem tidak
inovatif dan kreatif.
Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan dan ruang
lingkup dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan dimensi
keahlian pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim dan
berpikir sistem disiplin organisasi pembelajar dan hubungan disiplin
organisasi pembelajar terhadap kinerja organisasi? Pokok permasalahan
ini akan dijawab melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut :
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana penerapan dimensi keahlian pribadi, model mental, visi
bersama, pembelajaran tim dan berpikir sistem disiplin organisasi
pembelajar pada Biro organisasi tata laksana Sekretariat Daerah
Provinsi Sulawesi Barat ?
2. Adakah hubungan penerapan organisasi pembelajar terhadap
kinerja organisasi pada Biro organisasi tata laksana sekretariat
daerah Provinsi Sulawesi Barat ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis penerapan dimensi
keahlian pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim dan
berpikir sistem disiplin organisasi pembelajar di Biro organisasi tata
laksana Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat
2. Untuk menganalisis hubungan penerapan organisasi terhadap
kinerja organisasi pada biro organisasi dan tata laksana sekretariat
daerah Provinsi Sulawesi Barat.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam
bidang ilmu administrasi publik khususnya kajian mengenai teori
organisasi melalui organisasi pembelajar sebagai acuan untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan untuk mengetahui penerapan dimensi-
dimensi organisasi pembelajar dalam hubungan terhadap kinerja
organisasi yang diharapkan akan mampu menghasilkan perbaikan
untuk memperbaiki kinerja organisasi pada biro organisasi dan tata
laksana sekretariat daerah provinsi Sulawesi Barat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Organisasi
Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang lebih dulu
menguasai cara baru dan mengantisipasi berbagai hambatan serta
melakukan sesuai yang berbeda (Sedarmayanti, 2000:16). Organisasi
memerlukan sudut pandang yang jelas, mengenai kemana hendak pergi,
kejelasan visi mengenai kemana anggota organisasi ingin berada di hari
esok. Visi memberi arah yang harus diambil hari ini agar dapat sampai ke
tujuan ke depan dengan berhasil (Kouzes dan Posner, 1997). Tanpa
kejelasan tersebut, anggota organisasi akan berpacu ke masa depan
tanpa arah, berarti kehilangan kesempatan serta terperosok dalam
berbagai krisis, sementara organisasi lain berpacu ke depan dan
menentukan nasibnya. Hal ini dipertegas kembali oleh (Kouzes dan
Posner, 1997) bahwa visi hanya dapat dicapai apabila semua anggota
organisasi memiliki pemahaman yang sama, kemudian didukung oleh
tindakan sesuai dengan visi dan misi organisasi tersebut.
Pelaksanaan visi dijabarkan ke dalam misi organisasi yang sudah
ditetapkan oleh manajemen tingkat atas. Misi merupakan penjelasan dari
sasaran organisasi agar tujuan fundamentalnya bertahan. Ditentukannya
misi berarti organisasi menetapkan aturan dasar organisasi terhadap
pendekatannya dalam melakukan kegiatan. Oleh karenanya, Bennis &
Michael (1995) mengemukakan bahwa visi dan misi harus dipahami
bersama agar citra, nilai arah dan tujuan yang akan memandu masa
depan organisasi. Bahkan King dan Clelland (1979) dalam Sedarmayanti
(2000:18) menyatakan bahwa misi organisasi mempunyai peran khusus,
seperti: a) pelayanan sebagai dasar tujuan organisasi, b) mendorong dan
memandu alokasi sumber daya, c) menentukan suasana internal
organisasi beserta iklimnya. d) memudahkan system control.
Disamping itu, untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan
berbagai pihak maka struktur, proses dan perilaku organisasi juga perlu
selalu disesuaikan dengan dinamika dan perkembangan masyarakat yang
dilayani (Robbins, 1994). Kondisi tersebut mendorong organaisasi untuk
dapat segera mampu menghadapi berbagai pengaruh perubahan apabila
organisasi ingin tetap survive dalam menjalankan kegiatannya. Terkait
dengan kondisi tersebut Morgan (1996:180) mengemukakan organisasi
selalu menghadapi metamorfosa, artinya hanya dua pilihan bagi
organisasi yaitu berubah atau mati. Namun pilihan untuk berubah
merupakan pilihan yang tepat, namun organisasi yang fleksibilitasnya
tidak tinggi, tidak mungkin dapat bertahan hidup kecuali mereka berubah
atau menstrukturkan kembali organisasinya.
Ada dua dimensi dasar di dalam evolusi teori organisasi yang
mempunyai perspektif yang saling bertentangan. Dimensi pertama:
merefleksikan bahwa organisasi itu adalah system. Sebelum tahun 1960,
teori organisasi cenderung didominasi oleh perspektif system tertutup,
yaitu berdiri sendiri dan tertutup dari lingkungannya. Akan tetapi mulai
sekitas tahun 1960, teori organisasi secara jelas mulai menerima
perspektif system terbuka. Analisis-analisis yang sebelumnya hanya
berfokus kepada karakteristik intern dari organisasi, kemudian berubah
menjadi pendekatan yang menekankan pentingnya organisasi
memperhatikan peristiwa dan proses yang terjadi di lingkungan ektern.
Dimensi kedua: berhubungan dengan hasil-hasil akhir dari struktur
organisasi (Robbins, 1990:34). Disini dijumpai kembali keadaan yang
saling bertentangan yaitu perspektif social menekankan bahwa struktur
adalah hasil utama dari kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan dari
para pengikut organisasi yang mencari kekuasaan dan kendali.
1. Perkembangan pandangan terhadap teori organisasi
Ada dua arus teori organisasi yang berkembang di kalangan para
pemikir klasik, yakni arus teori sosiologi dan arus teori manajemen. Arus
teori sosiologi berfokus pada perubahan social dan peran organisasi
formal dalam kaitan antara masyarakat dengan industrialisasi. Pendekatan
sosiologis juga menyoroti pengaruh suasana kerja terhadap para pekerja.
Tokoh-tokohnya adalah Emile Durkheim, Max Weber dan Karl Max.
Arus teori manajemen lebih focus pada masalah-masalah praktis
yang bersumber dari pengelolaan organisasi industry. Tokoh-tokohnya
adalah Frederick Taylor, Henry Fayol, dan Chester Bernard. Kedua arus
pemikiran klasik ini pada dasarnya mendapat pengaruh dari pakar
ekonomi-politik Adam Smith.
Dalam perspektif teori klasik, Ralph Davis tentang perspektif
perencanaan rasional, yang mengatakan bahwa struktur merupakan hasil
logis dari tujuan-tujuan orgaanisasi (Robbins,1994). Tujuan utama
organisasi adalah pelayanan ekonomis. Nilai ekonomis ini dikembangkan
melalui aktivitas yang dilakukan oleh para anggotanya untuk menciptakan
produk atau jasa organisasi. Aktivitas-aktivitas tersebut kemudian
menghubungkan tujuan organisasi dengan hasilnya. Pekerjaan
manajemen untuk mengelompokkan aktivitas-aktivitas tersebut
sedemikian rupa sehingga membentuk struktur organisasi. Perspektif
perencanaan rasional menawarkan sebuah model yang sederhana dan
langsung untuk merancang sebuah organisasi.
Aliran klasik telah dikritik karena memperlakukan anggota
organisasi bukan sebagai manusia (kurang manusiawi) tetapi sebagai
mesin. Organisasi dilihat sebagai suatu proses mekanistik; kreativitas,
inisiatif, dan partisipasi para anggota organisasi tidak dihargai sama
sekali. Disini diasumsikan bahwa manusia hanyalah sebagai mahluk
ekonomis yang kalau dipenuhi kebutuhan ekonominya maka ia akan puas
dan akan mengikuti apa saja yang diperintahkan kepadanya. Manajer
yang dibutuhkan pada perspektif ini tahu segalanya, tegas, otoriter, berani
memberi sanksi dan ancaman (Nicholas Henry, 1989).
Pandangan klasik merupakan akar dari teori organisasi yang
secara khusus berkembang menjadi berbagai teori yang dipilah ke dalam
3 (tiga) periode pemikiran, yakni: pemikiran modern, interpretasi simbolik,
dan postmodern.
2. Pemikiran Modern: Teori system Umum
Pada tahun 1950-an seorang ilmuan Jerman Ludwig Von
Bertalanffly mengemukakan teori system umum melakukan generalisasi
dengan penguraian mulai dari abstraksi tingkat tinggi hingga membentuk
hakekat segenap ilmu pengetahuan yang jelas dan teintegrasi. Untuk
memahami teori system umum, maka harus dipahami pola pikir yang
terdapat pada teori organisasi yang membentuk system hirarkhi.
Robbin, (1994) berpendapat bahwa perspekrif system
mengarahkan perhatian pimpinan kepada alternative masukan dan proses
untuk mencapai tujuan dan fungsi-fungsi yang spesifik. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Albercht (1995:48) bahwa untuk
mencapai tujuan tersebut, system dijadikan sebagai serangkaian metode,
prosedur atau teknik yang disatukan oleh interaksi yang teratur sehingga
membentuk suatu kesatuan yang terpadu.
Tokoh-tokoh pemikir modern antara 1930 – 1960 seperti, Chester
Bernard, beroperasi di bawah asumsi system tertutup namun menekankan
hubungan informal dan motivasi-motivasi non ekonomis yang beroperasi
di dalam organisasi. Organisasi tidak bekerja dengan mulus dan bukan
merupakan mesin yang bekerja secara sempurna. Manajemen dapat
merancang hubungan dan peraturan yang formal, namun diciptakan juga
pola hubungan status, norma dan persahabatan informal yang diciptakan
untuk memenuhi kebutuhan social para anggota organisasi. Perspektif ini
menekankan pada unsur manusia sebagai pelaku utama. Limerick dan
Cunnington (1993) dalam Yeremis T. Keban (2004) menyebutnya sebagai
paradigm human yang dimotori oleh Elton Mayo, dan Mc Gergor. Dalam
organisasi perspektif modern, efisiensi dan efektivitas bukan merupakan
aspek utama dalam pencapaian tujuan organisasi, sebab produk (output)
tidak dipandang sebagai hal yang utama. Aspek yang paling penting
dalam tipe ini adalah adanya keseimbangan antara faktor manusia
dengan faktor lingkungan (Jo Hatch, 1997).
Sedangkan tokoh-tokoh pemikir modern antara 1960-1975
beroperasi dibawah system terbuka melihat organisasi sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Herbert Simon, Karz dan Khan; berkonsentrasi pada
sasaran, tekhnologi dan ketidakpastian lingkungan sebagai variable-
variabel kontigensi utama yang menentukan struktur yang tepat yang
seharusnya berlaku bagi organisasi. Struktur yang sesuai dengan
variable-variabel kontigensi akan membantu pencapaian tujuan
organisasi. Sebaliknya, penerapan struktur yang salah akan mengancam
kelangsungan hidup organisasi.
Perspektif ini dimulai oleh Jo Hatch (1997) sebagai model organic
yang menerapkan system terbuka (open system) yang menitikberatkan
faktor manusia dan cara manusia berperilaku dalam kegiatan manusia
senyatanya. Dalam kaitan dengan faktor lingkungan memiliki pengaruh
terhadap organisasi, sehingga Nigro dan Nigro (1980) dalam Thoha
(1998) mengutarakan karakteristik organisasi system terbuka : a) mencari
dan memerlukan sumber-sumber material dan kemanusiaan; b)
mentransformasikan input dalam bentuk hasil; c) hasil produksinya
dikirimkan kepada pihak luar; d) kegiatan berpola input-proses-output; e)
mengembangkan mekanisme yang beragam; f) tujuan-tujuan organaisasi
dikontrol dari dalam dan dari luar; g) adanya keseimbangan di dalam dan
di luar organisasi;serta berdaptasi terhadap perubahan lingkungan; h)
pengembangan structural dan spesialisasi merupakan jawaban umum
yang sistematik dalam rangka mencari sumber-sumber dan adaptasi.
Robbin, lebih lanjut mengemukakan bahwa system organic lebih
menitikberatkan perhatian pada orang dan tugas, mengurangi hirarkhi,
struktur kelompok yang fleksibel, mengutamakan nilai dan norma yang
disetujui bersama, menekankan control diri, saling menyesuaikan diri,
memiliki adaptability yang tinggi, diterapkan pada kondisi yang dinamis,
memiliki responsiveness yang tinggi, dan cepat tanggap terhadap
perubahan dengan membuat kebijakan-kebijakan dan aksi yang cepat
pula. Senge (1995) mengemukakan bahwa sasaran konsep organisasi
pembelajar adalah kesiapan dan kesanggupan anggota organisasi untuk
menghadapi perubahan lingkungan yang sangat dinamis dan penuh
ketidakpastian. Berarti persyaratan menerapkan perinsip-perinsip
organisasi pembelajar jika organisasi tersebut menganut system terbuka
atau organic paradigm.
3. Postmodern Dalam Teori Organisasi
Teori Postmodern sangat kompleks karena melahirkan berbagai
ragam teori yang saling terintegrasi. Aplikasi teori postmodern diilhami
oleh gerakan post-strukturalis di Perancis pada akhir tahun 1960-an.
Postmodern dalam berbagai hal tidak sejalan dengan pandangan
pemikiran modern dalam hal kemajuan umat manusia. Postmodern
menentang pandangan yang menganggap ilmu pengetahuan sebagai satu
kesatuan kerangka pikir yang mengalami perkembangan terus menerus
dalam menciptakan teknologi guna menjamin kehidupan manusia yang
lebih baik. Posmodern menganggap sesungguhnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dicapai bukan sesuatu yang bergerak
maju, tetapi merupakan suatu siklus yang mengalami penyempurnaan
pada apa yang telah dicapai sebelumnya dan ini disebut sebagai konsep
dekonstruksi.
Perspektif postmodern oleh Mary Jo Hatch (1997) memiliki
persamaan pandangan dengan Robbin (1994) tentang paradigm
kolaborasi; mengarahkan perhatiannya kepada realitas dan kebutuhan.
Pada akhir decade abad 20 karya Weick dan Orton pada tahun 1960-an
tentang “loosely coupled organization‖ dimana organisasi-organisasi
hendaknya membentuk didalam pasangan-pasangan unit kerja (loose
coupling within organization) dan membentuk pasangan kerja dengan
organisasi lain (loose coupling between organization) yang responsive
antara satu dengan yang lain, dan saling kolaboratif. Tema sentral dari
paradigm ini adalah pembenahan hubungan didalam organisasi dan
pengembangan network dengan organisasi lain. Paradigma kolaborasi, Jo
Hatch (1997:336) menyebutnya sebagai paradigm postmodern, yang
didalamnya dikemukakan bahwa learning organization merupakan
pendekatan yang sangat penting untuk diterapkan pada semua jenis
organisasi. Prinsip dasar learning organization di dalam paradigm
postmodern adalah belajar terus menerus sesuai dengan perkembangan
dan tuntutan lingkungan internal dan eksternal.
Perbedaan perspektif diantara teori-teori organisasi disebabkan
oleh perbedaan isu sentral yang terbangun, subjek dan metode kajiannya
yang tidak sama sehingga hasil yang diperoleh juga berbeda. Pada
periode klasik, yang menjadi subjek kajian organisasi adalah imbas
industrialisasi bagi masyarakat (pendekatan sosiologis), atau bagaimana
membuat organisasi yang lebih efisien dan efektif (pendekatan
manajemen). Kemudian perspektif periode modern, focus kajiannya
adalah mengubah tatanan masyarakat dan manajemen menjadi suatu
bentuk lembaga organisasi.
Selanjutnya perspektif periode postmodern yakni membentuk
subjek organisasi menjadi suatu teori organisasi tertentu. Perspektif
postmodern lebih focus pada keterlibatan para peneliti dan praktisi yang
ingin mengetahui organisasi lebih jauh dan bagaimana mengkonstruksi
organisasi itu. Asumsi yang dibangun pada dekonstruksi adalah
membangun argumentasi dengan jalan membuka cara berpikir dan
membongkar sejumlah asumsi yang telah terbangun. Postmodern lebih
mengutamakan ilmu pengetahuan melalui pembelajaran dari pada control
dalam melakukan emasipasi dimana kebebasan dijadikan jalan untuk
melakukan hal-hal yang mustahil.
Tabel 2
Perbedaan diantara multi perspektif teori organisasi
Perspektif Sumber/Fokus Metode Hasil
Klasik Imbas organisasi pada masyarakat
Manajemen organisasi
Observasi dan analisis sejarah
Refleksi pengalaman seseorang
Tipologi dan teori kerangka kerja
Acuan pada aplikasi manajemen
Modern - Organaisasi dengan ukuran objektif
- Ukuran deskriptif Korelasi diantara
ukuran-ukuran srandar
- Kajian komparatif Analisis statistic multivarian
Interpretasi simbolik
- Organisasi dengan perspektif subjektif
- Observasi peserta - Etnografi - Wawancara
- Teks naratif seperti studi kasus dan etnografi organisasi
Postmodern - Teori organisasi dan aplikasi teori
- Dekonstruksi - Kritik pada aplikasi
teori
- Refleksivitas dan laporan
Sumber: Mary Jo Hatch, 1997
Untuk menerapkan pemikiran postmodern dalam menyikapi
masalah perubahan social, maka harus diketahui sasaran kritik
postmodern dan posisi modern itu sendiri. Pada perkspektif modern
dipercayai bahwa kekuatan lingkungan yang besar bisa mengubah
organisasi dan organisasi bisa bertahan jika memiliki kemampuan
beradaptasi agar lebih bisa menyerap sumber daya. Kemudian muncul
perspektif interpretasi simbolik yang menyatakan sebenarnya lingkungan
bisa dikontruksi social yang selanjutnya mempengaruhi kegiatan-kegiatan
organisasi. Perspektif postmodern memfokuskan kritikannya pada
konstruksi social, bahwa konstruksi social tidak membangun kekuatan
secara indidvidu, tetapi membangun suatu kekuatan kolektivitas social
dimana segenap individu yang ada didalamnya harus beradaptasi dengan
baik. Sejalan dengan pandangan Marquardt (1996) dan Peter Senge
(1990), bahwa dialog atau pembelajaran tim dibangun oleh adanya
kekuatan pemikiran kolektif dan interaksi pikiran manusia sebagai jalan
untuk memberdayakan ide-ide baru.
Metafora teori organisasi merupakan suatu upaya memahami teori
organisasi baik dari konsep maupun aplikasi dengan mengambil
perumpamaan (methapor) pada objek lain atau bidang ilmu lainnya.
Metafora perspektif klasik adalah mesin didesain dan dikonstruksi oleh
manajemen guna mencapai tujuan. Metasfora perspektif modern adalah
organisasi sebagai sebuah sistem kehidupan yang dibangun berdasarkan
kemampuan bertahan dan beradaptasi dari dunia yang tidak bersahabat.
Metafora perspektif interpretasi simbolik adalah budaya sebagai pola yang
diciptakan dan dijaga oleh umat manusia dengan saling berbagi nilai,
tradisi dan adat istiadat. Metafora perspektif Postmodern adalah karya
seni sebagai sebuah teori organisasi yang dibangun dari perpaduan
berbagai susunan ilmu pengetahuan secara bersama-sama belajar dari
referensi masa lalu. Metafora ini menggambarkan bahwa organisasi yang
bisa eksis adalah organisasi yang oleh orang-orang pembelajar yang
mengikuti perubahan lingkungan yang sulit diprediksi.Sasaran yang akan
dicapai dari pembelajaran tersebut yakni membangun kompetensi yang
dibutuhkan oleh organisasi. Berikut ini dapat disimpulkan dalam tabel di
bawah ini tentang tata cara kerja pemikir teori organisasi.
Tabel 3 Sistem kerja perspektif teori organisasi
Modern Sensitif pada dinamika perubahan
Berjuang keras untuk melakukan ekspansi model dan pembangunan
teori-teori evolusi
Aplikasi perspektif ini lebih merupakan suatu system internal pada
perubahan organisasi
Interpretasi-
Simbolik
Menekankan pada konstruksi social dan fenomena-fenomena kritis.
Telah melahirkan sejumlah metodologi deskriptif dan focus pada hal-
hal konkrit
Kesulitan yang muncul dicoba digeneralisasi melalui lintas situasi dan
penataan
Perubahan organisasi dikaji secara naratif yang diurai kedalam
perubahan skala kecil pada kehidupan sehari-hari organisasi.
Postmodern Membangun eksistensi dengan kesadaran dan etika berorganisasi
serta memberikan sejumlah alternative pemecahan masalah
Perspektif yang terbangun tidak mengubah teori, tetapi sasarannya
adalah mengubah subjek dan mengadvokasi perubahan organisasi
melalui transformasi personal.
Sumber : Mary Jo Hatch, 1997
B. Teori Learning Organization (Organisasi Pembelajar)
Teori Learning Organization merupakan turunan dari teori-teori
organisasi di mana dalam teori organisasi, elemen sumber daya manusia
menjadi elemen kunci yang harus dikembangkan untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi. Kemampuan suatu organisasi beradaptasi
terhadap perubahan sebenarnya sangat tergantung pada kemampuan
organisasi membangun SDM (sumber daya manusia) yang memiliki
kompetensi dan kapasitas yang memadai. Keharusan tersebut
sesungguhnya juga didasarkan pada tuntutan dari terjadinya perubahan
drastis dalam lingkup organaisasi seperti perubahan struktur, manajemen
dan lingkungan organisasi. Dalam konteks adaptasi tersebut, inovasi dan
pengembangan organisasi pada setiap level manajerial organisasi
diharapkan melahirkan kebijakan untuk dapat menciptakan kultur atau
budaya untuk membangun capacity building SDM organisasi agar dapat
bersaing.
Kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan organisasi baik lokal
maupun internasional telah berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas
SDM melalui pelatihan karyawan baik pada level individu, kelompok dan
tingkat organisasi untuk memfasilitasi karyawan untuk belajar yang
berhubungan dengan kompetensi dari perspektif mereka (Lyons &
Kavanagh, 2007), untuk menciptakan sumber daya yang profesional baik
di tingkat atau level terbawa dalam struktur organisasi, manajer, dan
supervisor agar dapat menciptakan iklim belajar yang dapat berlangsung
terus menerus.
Pandangan ini menegaskan bahwa pelatihan dan pendidikan yang
dilakukan dalam bidang human resources development (HRD) perlu
diluruskan karena peningkatan kapasitas individu dan kelompok dalam
suatu organisasi perlu juga memperhatikan kondisi suatu organisasi dalam
menumbuhkan aktivitas belajar tanpa melalui pelatihan dan pendidikan
khusus. Akan tetapi, paling tidak usaha tersebut menjadi simbol bahwa
belajar adalah merupakan aktivitas utama baik bagi individu bahkan pada
tingkat organisasi.
Pandangan tentang pentingnya peningkatan kapasitas SDM
menjadi dasar pokok dari teori organisasi pembelajar. Oleh karena itu
kemunculan teori organisasi pembelajar dianggap sebagai salah satu
terobosan terbesar dalam bidang HRD (Human Resources Development),
manajemen, pengembangan organisasi, dan pembelajaran orang dewasa.
Organisasi harus mengetahui apakah pentingnya sebuah aktivitas
pembelajaran baik disengaja atau tidak disengaja demi mempertahankan
eksistensi dari organisasi itu sendiri.
Membangun organisasi pembelajar menurut Garvin (2000), harus
didasarkan pada perinsip-perinsip pembelajaran yang mengamati dan
mengumpulkan informasi, menafsirkan dan bertindak berdasarkan
interpretasi dari informasi tersebut. Cleveland dan Plastik (1995)
menyatakan bahwa organaisasi pembelajar memberikan perinsip-perinsip
dan praktek-praktek yang memungkinkan organisasi pembelajar. Watkins
dan Marsick (1993) memperluas definisi ini dari sebuah organisasi
pembelajar untuk memasukkan salah satu yang belajar terus menerus dan
mentransformasikan dirinya. Pembelajaran terjadi pada individu, tim,
organisasi, dan bahkan masyarakat di mana organisasi berinteraksi.
Belajar terus menerus, digunakan secara strategis dan terintegrasi,
yang berlangsung bersamaan dengan proses kerja dalam suatu
organisasi. Hasil dari proses belajar tersebut mengarah kepada
penciptaan perubahan terhadap pengetahuan, kepercayaan dan perilaku
serta meningkatkan kapasitas organisasi untuk dapat melakukan inovasi
dan pertumbuhan (Watkins dan Marsick, 1993).
Kajian literatur tentang Learning Organization, menemukan banyak
definisi dari sebuah organisasi pembelajar seperti yang disarankan oleh
para peneliti di bidang profesional HRD, pembelajaran, pengembangan
organisasi, dan pendidikan orang dewasa. Meskipun setiap definisi
berbeda, tema yang mendasari adalah sama yaitu berfokus pada
pembangunan budaya belajar dalam lingkup organisasi yang mencakup
individu, kelompok dan tim.
Pemberian batasan tentang Learning Organization, perlu juga
disandingkan dengan organizational learning karena terkadang kedua
istilah ini dipertukarkan dalam penggunaannya. Perbedaan ini ditegaskan
oleh pemahaman Tsang (1997) bahwa organisazational learning
merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan suatu aktivitas
tertentu yang terjadi di dalam organisasi, sedangkan learning organization
merujuk kepada jenis tertentu dari organisasi itu sendiri. Pendapat ini
menginformasikan bahwa organaizational learning itu merujuk kepada
bentuk aktivitas tertentu yang dilakukan dalam lingkup organisasi yaitu
belajar, sedangkan learning organization merujuk kepada bagaimana ciri
khas dari suatu organisasi tersebut. Artinya satu sisi yang melakukan
aktivitas belajar adalah anggota organisasi sementara disisi lain yang
melakukan aktivitas belajar adalah organisasinya.
Untuk lebih menegaskan perbedaan antara learning organization
dengan organizational learning, maka berikut ini beberapa definisi yang
dikemukakan oleh beberapa ahli yang dikutip oleh Jubaedah dalam Badu
(2010:48) :
1. Organizational learning adalah proses dimana pengetahuan dan
perubahan-perubahan nilai-nilai dasar organisasi diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan dan kakpasitas organisasi di dalam
pengambilan keputusan ke arah tindakan (Probst dan Buchel,
1997)
2. Organizational learning adalah proses untuk meningkatkan
tindakan melalui pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik
(Fiol dan Lyles, 1985)
3. Organizational learning terjadi melalui pertukaran pandangan,
pengetahuan, dan model-model mental dan membangun
pengetahuan serta pengalaman di masa lampau atau memori
(Stata, 1989)
4. Organizational learning adalah proses melalui mana manajer
berudaha untuk meningkatkan kapasitas anggota organisasi untuk
memahami dan mengelola organisasi serta lingkungannya
sehingga meraaka dapat membuat keputusan yang secara
berkelanjutan dapat meningkatkan efektivitas organisasi.
Definisi organizational learning yang dikemukakan tersebut menjadi
penegas bahwa pada hakekatnya fokus aktivitas tersebut adalah belajar,
akan tetapi dibedakan pada objek yang sedang belajar. Sementara
definisi learning organization dikemukakan oleh Senge (1990) bahwa
organisasi pembelajar adalah salah satu bentuk dimana orang terus-
menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang
benar-benar mereka inginkan, dengan memelihara pola berpikir baru dan
luas, dan membangun kebebasan aspirasi kolektif, dimana orang terus
menerus belajar serta kondisi setiap individu untuk belajar bersama.
Definisi ini tidak hanya menekankan pada keharusan untuk belajar
akan tetapi belajar yang dimaksudkan harus difokuskan pada tujuan yang
benar-benar diinginkan dan berusaha untuk pengembangan aspirasi
kolektifnya. Artinya bahwa belajar harus memuat ciri kolektivitas dan
kolaboratif.
Watkins & Marsick (1993) memberikan batasan tentang organisasi
pembelajar sebagai salah satu aktivitas belajar yang dilakukan terus
menerus dan mentransformasikan dirinya, pembelajaran terjadi pada
individu, tim, dan organisasi; belajar terus menerus, strategis, terintegrasi
dengan pekerjaan; belajar menghasilkan perubahan dalam pengetahuan,
keyakinan, dan perilaku. Penegasan tentang definisi ini berfokus pada
proses pembelajaran dalam suatu organisasi agar mampu dilakukan dan
dilaksanakan terus menerus dan diharapkan bermuara pada perubahan
pengetahuan, keyakinan dan perilaku dari karyawan. Artinya setiap
aktivitas belajar yang dilakukan, semuanya harus dalam rangka
membangun kompetensi dan kapasitas diri yang dapat menyesuaikan
dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya dalam organisasi.
Marquardt (1996) mengajukan definisi yang kurang lebih sama
dengan yang diajukan Senge dan Watkins & Marsick bahwa organisasi
pembelajar adalah perusahaan yang terus menerus mengubah diri untuk
lebih baik dalam mengelola pengetahuan, memanfaatkan teknologi,
memberdayakan masyarakat, dan memperluas belajar untuk lebih
beradaptasi dan berhasil dalam lingkungan yang berubah. Definisi ini telah
memfokuskan kajian pada manfaat dari proses belajar yang dilakukan di
mana hasil dari organisasi pembelajar sesungguhnya mengarah kepada
sebuah organisasi yang dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan
tuntutan lingkungan organisasi.
Ketiga definisi ini kemudian dijadikan dasar berpijak dalam
mengkaji link teoritis antara learning organization sebagai sebuah proses
pengembangan kapasitas diri karyawan dalam organisasi secara terus
menerus dan bersama-sama menggunakan pengetahuan dan ketrampilan
tersebut dalam rangka mencapai tujuan organisasi dan dalam kaitannya
dengan perubahan lingkungan organisasi yang bersumber dari adopsi ICT
dalam organisasi.
Senge (1990), Marquadt (1994) mengatakan bahwa untuk mengkaji
organisasi pembelajar, ada tiga dimensi yang harus diperhatikan, antara
lain :
Dimensi Pertama: Critical organizational learning skills:
Ketrampilan ini meliputi 6 (enam) faktor disiplin; antara lain: a) Shared
Vision (Visi Bersama), yang menggambarkan perspektif bersama anggota
organisasi termasuk pemahaman mereka terhadap misi dan sasaran
organisasi; b) Mental Models (Model Mental); yang pada dasarnya
mencakup nilai-nilai , kepercayaan, sikap, dan asumsi yang membentuk
cara pandang seseorang, dtruktur, kultur, pengalaman, sistem
kepercayaan mendukung model mental yang memberi pedoman kepada
seseorang dan bertindak sebagai penyaring selama keputusan itu dibuat;
c) Team learning (Pembelajaran tim) membantu proses komunikasi dan
kerjasama, menggiring ke arah sinergi dan rasa saling menghormati di
antara mereka. Anggota tim akan memperluas wawasannya; d) Personal
Mastery(Keahlian individu); individu yang ahli dibidangnya menjadi
prasyarat yang penting sebagai bagian dari aset organisasi yang sangat
strategis. Kahlian dan ketrampilan individu dapat diperoleh dari pendidikan
formal, dan pengalaman kerja; e) system thinking (Berpikir sistem);
mencakup pengujian dan refleksi atas seluruh aspek kehidupan organisasi
seperti: misi, strategi, struktur, kultur, dan praktek manajerial. Pemahaman
dan tindakan lebih berfokus pada pengintegrasian bagian atau divisi yang
berbeda ke araah memaksimalkan kekuatan, meminimalkan kelemahan,
serta meningkatkan seluruh operasionalisasi organisasi; f) Dialogue
(dialog); anggota organisasi memiliki kebebasan untuk menyalurkan
inovasi, kreativitas, ide, yang dianggap mampu melakukan sesuatu yang
terbaik bagi dirinya, tim, dan organisasi. Keterbukaan pimpinan
merupakan prasyarat utama, dan pimpinan memandang bahwa staf
adalah sahabat, rekan kerja, atau partnershief (Katzenbach, dan Smith,
1993).
Dimensi Kedua: Levels of Learning; Tingkatan pembelajaran
termanifestasi melalui tiga tipe pembelajar yaitu: individu, kelompok, dan
organisasi. Pada tingkat individu: pembelajaran dimaksudkan untuk
meningkatkan ketrampilan , pengetahuan, sikap dan nilai-nilai yang
dibutuhkan oleh seseorang melalui pelatihan, belajar sendiri, pemahaman,
observasi, dan refleksi diri. Organisasi pembelajar senantiasa memberikan
ruang inovasi dan kreativitas kepada seluruh anggotanya. Hal ini
dipertegas oleh Handy, 1995 (Sangkala, 2007: 28) bahwa organisasi
pembelajar dibangun atas dasar kompetensi, yang didukung oleh empat
karakter yang harus ada di dalamnya antara lain: rasa ingin tahu
(curiosity), pemaaf (forgiveness), dapat dipercaya (trust), dan
kebersamaan (togetherness). Pada Tingkatan Tim/Kelompok;
dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan
kompetensi oleh dan di dalam kelompok. Pembelajaran tim dapat terjadi
melalui upaya-upaya penyelesaian konflik dengan menyatukan sudut
pandang yang berbeda yang dapat diterima tanpa kompromi (integrating
perpective). Pada Tingkatan Organisasi: berperan menawarkan berbagai
peluang untuk belajar melalui pembentukan divisi, departemen, komite,
dan tim kerja sebagai sarana dan peluang bagi kelompok untuk belajar,
mempercepat proses pembelajaran, memperdalam pembelajaran, dan
memperluas pembelajaran (Katzenbach, dan Smith, 1993).
Dimensi Ketiga: Types of Learning; Jenis pembelajaran meliputi
pembelajaran: adaptif (adaptive learning); mampu menyesuaikan
ketrampilan dan keahlian dengan ttuntutan lingkungan kerjanya;
pembelajaran mengantisipasi (anticipatory learning) yaitu keinginan untuk
selalu mau belajar tentang prospek baik tantangan maupun peluang di
masa depan; dan pembelajaran yang aktif (deuteron learning and active
learning); pembelajaran yang setiap saat dan terus menerus, terutama
belajar dari pengalaman (memperbaiki kesalahan, memperkuat
kelemahan; dan tidak terulang lagi).
Berdasarkan ketiga dimensi untuk mengkaji organisasi pembelajar
di atas, namun kajian tentang learning organization pada Biro Organisasi
dan Tata Laksana Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat, difokuskan
pada dimensi pertama yakni Critical Organization Learning Skill yang
meliputi lima factor disiplin menurut Senge (1990) sebagai berikut :
1) Personal Mastery (Keahlian Pribadi)
Disiplin pembelajaran yang menunjukkan keunggulan keterampilan
dalam bidang tertentu. Disini melibatkan seseorang untuk menjadi
pembelajar sepanjang hayat, agar terwujud keahlian spesifik sehingga
dapat dinikmati oleh organisasi.
Pada umumnya manajemen organisasi tertarik pada keahlian
pribadi, karena tidak hanya ingin meningkatkan kemampuan mereka
sendiri, namun meningkatkan kemampuan orang-orang lain di sekitar
mereka. Mereka mengakui bahwa suatu organisasi berkembang bersama
orang-orangnya. Manajemen harus menciptakan kondisi-kondisi yang
mendorong dan mendukung orang-orang yang ingin meningkatkan
keahlian mereka sendiri.
Mengapa manajer harus menawarkan dorongan semangat dan
dukungan itu? Karena semakin jelas bahwa pembelajaran tidak terjadi
dengan cara yang tahan lama kecuali jika itu dipicu oleh minat dan
keingintahuan yang penuh semangat dari orang itu sendiri.
Dampak-dampak dari latihan itu terasa untuk sementara namun
tanpa komitmen orang-orang yang dilatih itu berhenti menggunakan
keahlian baru tersebut. Di lain pihak jika pembelajaran dikaitkan dengan
visi seseorang maka orang itu akan melakukan apa saja yang bias
dilakukannya untuk mempertahankan agar pembelajaran terus
berlangsung.
Pada kenyataannya, antusiasme untuk keahlian pribadi telah
melebihi pengembangan gagasan tentang cara menanamkannya dalam
organisasi. Manajer berharap itu berubah selama beberapa tahun yang
akan datang, ketika keahlian pribadi menjadi suatu subjek yang lebih
dihargai untuk penelitian organisasi pembelajaran.
Beberapa hasil penelitian akan mencakup penelusuran gagasan-
gagasan penuntun yang melandasi disiplin keahlian pribadi, misalnya
karya psikologi Kurt Lwein, Maslow, Rogers, dan Fritz. Namun konsep-
konsep utama yang sangat berharga untuk disiplin ini dikembangkan dan
disuarakan oleh Fritz (1991), yang mendesain sebuah proses tiga tahap
untuk mengadopsi suatu organaisasi ―kreatif‖ terhadap kehidupan;
menyuarakan suatu visi pribadi, melihat realitas saat ini dengan jelas, dan
memilih; membuat suatu komitmen untuk menciptakan hasil-hasil yang
diinginkan (Senge, 1994).
Untuk menyediakan kondisi dimana individu-individu bias
mengembangkan kapasitas mereka untuk menciptakan apa yang mereka
pedulikan, organisasi-organisasi harus menginvestasikan waktu, tenaga,
dan uang jauh melebihi apa yang dipandang cukup oleh sebagian besar
manajer masa kini. LaBar (1991), mengungkapkan bahwa di antara para
pegawai Amerika, hanya kurang dari 13 persen yang pernah menerima
pelatihan yang ekstensif tentang cara yang lebih baik untuk melakukan
pekerjaan mereka, dibandingkan dengan ―pelatihan on the job‖ yang asal-
asalan. Tidak ada keraguan bahwa hanya sedikit dari mereka yang
pernah merasa bahwa manajemen instansi berfokus pada pengembangan
kemampuan pribadi mereka.
Keahlian pribadi mengimplikasikan suatu kesediaan untuk
menginvestasikan apa yang diperlukan untuk menciptakan suatu
lingkungan yang membantu para pegawai menjadi kontributor bermutu
tinggi
Aspek yang menjadi fokus kajian yang berkaitan disiplin individual
mastery yaitu keahlian dan ketrampilan individu yang diperoleh dari
pendidikan formal, pelatihan dan pengalaman kerja, serta komitmen
individu belajar terus menerus.
2) Mental Models (model-model Mental)
Disiplin pembelajaran yang menunjukkan asumsi yang mendalam,
generalisasi dan gaambaran yang mempengaruhi bagaimana memahami
dunia sekitar serta bagaimana mengambil langkah berikutnya. Model-
model mental merupakan gambaran, asumsi dan kisah yang pegawai
bawa dalam benaknya tentang dirinya sendiri, orang lain, lembaga-
lembaga, dan setiap aspek dari dunia ini. Ummat manusia tidak bias
berlayar dalam lingkungan dunianya yang kompleks ini tanpa ―peta-peta
mental‖ kognitif; dan semua peta mental ini per definisi, mempunyai cacat
dalam satu dan lain hal.
Perbedaan-perbedaan antara model-model mental menjelaskan
mengapa dua orang bias mengamati peristiwa yang sama dan
menguraikannya secara berbeda-beda. Model-model mental juga
membentuk bagaimana pegawai bertindak. Misalnya, jika pegawai yakin
bahwa manusia pada dasarnya bias dipercaya pegawai mungkin
berbicara dengan kenalan baru dengan jauh lebih bebas dari pada jika
pegawai yakin bahwa sebagian besar orang tidak bias dipercaya.
Model-model mental pada umumnya tidak bias dilihat, sampai
pegawai mencarinya. Untuk itu, tugas utama dari disiplin mental models ini
adalah membawa model-model mental ke permukaan, menggali, dan
berbicara tentangnya dengan pembelaan diri yang minimal untuk
membantu pegawai melihat jendela kaca, melihat dampaknya terhadap
kehidupannya, dan menemukan cara-cara untuk membentuk ulang
tersebut dengan menciptakan model-model mental baru melayaninya
dengan lebih baik di dunia ini.
Model-model mental ditemukan sejak dahulu kala, namun
ungkapan tersebut dikemukakan oleh Kenneth Craik pada tahun 1940-an,
dalam teori kognitif perubahan-perubahan dalam model-model mental
setiap hari, jangka pendek, yang terakumulasi dari waktu ke waktu, secara
bertahap akan mencerminkan jangka panjang yang mendalam.
Ada dua jenis keahlian yang penting dalam model-model mental
yaitu perenungan dan penyelidikan. Perenungan: memperlambat proses
berpikir pegawai untuk menjadi lebih sadar tentang bagaimana pegawai
membentuk model-model mentalnya. Penyelidikan; mengadakan
percakapan dimana pegawai secara terbuka berbagi pandangan dan
mengembangkan pengetahuan tentang asumsi satu sama lain.
Teknik-teknik yang paling banyak disukai untuk mempelajari
keahlian-keahlian ini muncul dari ilmu ―tindakan‖ suatu bidang
penyelidikan yang dikembangkan oleh Argyris dan Donald Schon, yang
ditujukan untuk menggali pertimbangan dan sikap yang mendasari
tindakan manusia, dan menghasilkan pembelajaran yang lebih efektif
dalam organisasi dan sistem-sistem sosial lainnya.
Alat-alat ilmu tindakan seakan-akan sederhana. Misalnya: jenjang
kesimpulan yang menunjukkan betapa cepatnya pegawai bias melompat
ke kesimpulan-kesimpulan knee-jerk (bereaksi dengan suatu cara yang
otomatis dan menurut kebiasaan) tanpa proses berpikir antara, seakan-
akan menaiki suatu tangga dengan cepat dalam benak pegawai,
merupakan suatu metafora yang sederhana. Namun menyatukannya
dalam percakapan sehari-hari, sehingga pegawai bias menginternalisasi
prinsip-prinsip jenjang tersebut, telah terbukti merupakan suatu komponen
yang sangat penting dalam tugas organaisasi pembelajar.
Menurut senge (1990:15) model mental merupakan cerminan hati
yang tercermin dari pola pikir dan sudut pandang merespon interaksi dari
luar, seseorang dengan model mental yang baik akan merespon secara
bijak untuk pengkajian yang lebih cermat
Aspek yang menjadi perhatian utama dalam kajian model mental di
tinjau di biro ortala sekretariat daerah provinsi sulawesi barat ini mencakup
sikap dan asumsi yang membentuk cara pandang seseorang dalam
bertindak sebagai penyaring selama keputusan itu dibuat.
3) Shared Vision (Membangun Visi Bersama)
Disiplin pembelajaran yang menyertakan ketrampilan guna
memahami gambaran bersama tentang masa depan, untuk mendorong
timbulnya komitmen dan keikutsertaan penuh serta menghindari
penyerahan diri anggota organisasi. Pengaruh jika pimpinan
mengutarakan visi kepada anggota organisasi agar memiliki visi yang
sama, antara lain: kepuasan kerja, motivasi, komitmen, loyalitas,
semangat kerja, kejelasan tentang nilai-nilai organisasi, dan produktivitas
organisasi (Kouzes & Possner, 1997). Selanjutnya Kouzes &
Posner,(1997): menambahkan bahwa visi bersama hanya bisa terwujud,
jika anggota, terutama unsur pimpinan organisasi menciptakan suatu iklim
yang menyatakan bahwa sukses segera datang.
Havel mempunyai banyak gagasan tentang bagaimana seharusnya
negara baru merdeka. Namun ia mengetahui bahaya yang muncul jika ia
menentukan sendiri suatu visi, tidak peduli betapapun berharganya visi itu
tentang negara di atas. Sebaliknya, ia dan para pemimpin lainnya di
negara itu mengembangkan mekanisme-mekanisme strategis untuk
melibatkan seluruh komponen bangsa dalam mengembangkan masa
depannya: referendum, pertemuan seluruh rakyat, dukungan untuk partai-
partai politik, dan diskusi yang ekstensif di TV dan Radio.
Akhirnya dua tahun yang dihabiskan untuk membangun visi
bersama tidak menyelesaikan banyak permasalahan itu sendiri, melainkan
menciptakan suatu lingkungan dimana orang-orang yakin bahwa mereka
merupakan bagian dari suatu entitas umum atau komunitas negara yang
dipuji karena mempunyai atmosfer nasional yang paling bersemangat
pada masa kini.
Visi bersama suatu wahana untuk membangun makna bersama.
Suatu strategi yang sukses untuk membangun visi bersama akan
dibangun berdasarkan beberapa prinsip utama :
• Setiap organisasi mempunyai suatu tujuan mendalam yang
mengekspresikan alasan eksistensi organisasi.
• Petunjuk-petunjuk untuk memahami tujuan yang lebih dalam dari
suatu organisasi sering kali bias ditemukan dalam aspirasi-aspirasi
para pendirinya, dan alasan-alasan mengapa organisasi itu muncul.
• Tidak semua visi itu sama, visi-visi yang membuka jalan kepada
pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan suatu organisasi, dan
menyuarakan sasaran-sasaran spesifik yang mewakili untuk
membuat tujuan itu nyata, mempunyai kekuatan unik untuk
melahirkan aspirasi dan komitmen.
• Banyak anggota organaisasi, khususnya mereka yang sangat peduli
dengan organisasi, mempunyai pemahaman bersama
tentang tujuan yang mendasarinya.
• Inti dari pembangunan visi bersama adalah tugas mendesain
dan mengembangkan proses-proses yang berkelanjutan dimana
orang-orang pada setiap tingkat organisasi, dalam setiap peran,
bias berbicara dari hati tentang apa yang benar-benar penting bagi
mereka dan didengarkan oleh manajemen senior satu sama lain.
Mutu proses ini, khususnya keterbukaan dan perhatian yang tulus,
menentukan mutu dan kekuatan hasilnya. Isi suatu visi bersama
yang sejati tidak bias dipaksakan; itu hanya bias muncul dari
suatu proses koheren perenungan dan kecakapan.
• Padanan organisasional untuk konsep keahlian pribadi ketegangan
kreatif merupakan tarikan bawaan yang mucul ketika pegawai
mempunyai gambaran yang jelas tentang visinya yang sejajar
dengan realitas saat ini.
Menurut senge (1990:27) membangun disiplin visi bersama pada
hakikatnya berfokus pada kepemimpinan sebagai pemimpin yang memiliki
kapasitas untuk membangun visi bersama organisasi untuk membangun
visi bersama diperlukan prinsip dan panduan pelaksanaan. pembangunan
makna bersama, secara potensial dimana makna bersama ini tidak ada
sebelumya. Untuk itu dalam visi bersama ditinjau di biro ortala sekretariat
daerah provinsi sulawesi barat aspek utama yang menjadi perhatian
kajian ini berkaitan keterlibatan dan sosialiasi terhadap anggota organisasi
termasuk pemahaman mereka terhadap misi dan sasaran organisasi.
4) Team Learning (Pembelajaran Tim)
Disiplin pembelajaran menunjukan proses pengembangan
kemitraan dan pengembangan kapasitas tim untuk mewujudkan
pembelajaran serta kinerja yang diinginkan anggotanya.
Pengalaman panjang yang dimiliki oleh banyak organisasi bahwa
dinamika kelompok dan pembangunan tim yakin bahwa mereka telah
mempraktekkan suatu versi dari disiplin ini selama bertahun-tahun. Akan
tetapi pembelajaran tim bukanlah semata-mata untuk meningkatkan
keahlian-keahlian anggota tim, melainkan keahlian-keahlian komunikasi
antar anggota.
Selama bertahun-tahun, Senge telah menggunakan konsep
penyelerasan sebagai konsep yang berbeda dengan kesepakatan, untuk
menangkap hakikat dari pembelajaran tim. Penyelerasan berarti ―berfungsi
secara keseluruhan‖. Membangun keselarasan berkenaan dengan
peningkatan kapasitas suatu tim untuk berpikir dan bertindak dengan
cara-cara baru yang sinergis, dengan koordinasi penuh, dan suatu rasa
persatuan, karena anggota-anggota tim saling mengenal hati dan pikiran
satu sama lain.
Ketika keselarasan berkembang, orang-orang tidak harus
mengabaikan atau menyembunyikan ketidaksepakatan mereka sungguh,
mereka mengembangkan kapasitas untuk menggunakan
ketidaksepakatan mereka untuk membuat pemahaman bersama sehingga
mereka lebih kaya.
Pembelajaran tim mengubah keahlian-keahlian itu menjadi
kemampuan keahlian-keahlian itu menjadi alat bersama untuk
membangun pemahaman bersama. Pembelajaran tim juga mendatangkan
keahlian-keahlian untuk membangun visi bersama, khususnya dalam
membangun aspirasi bersama dan dalam berpikir sistem sebagai suatu
alat untuk mengemukakan cara seseorang memandang dunia.
Percakapan yang baik melalui dialog, diskusi merupakan media
utama yang melaluinya tim-tim manajemen membangun semua
kemampuan untuk pembelajaran tim. Menurut Bohm (1990) Dialog adalah
suatu penyelidikan bersama yang berkelanjutan terhadap pengalaman
setiap hari dan apa yang dianggap sudah semestinya. Sasaran dari dialog
adalah untuk membuka area baru dengan membuat ―wadah‖ atau
―bidang‖ untuk menyelidiki suatu tatanan dimana orang-orang bias
menjadi lebih sadar akan konteks di sekitar pengalaman mereka, dan
tentang proses berpikir dan merasakan yang menciptakan pengalaman
itu.
Melalui learning individu sebagai anggota organisasi dapat
mencoba hal baru walaupun dengan resiko membuat kesalahan dan
belajar dari keslaahan tersebut. Melalui learning akan dapat
mengkreasikan diri sendiri mampu melakukan sesuatu yang sebelumnya
tidak dapat dilakukan dapat mengeksistensikan diri dalam arti berkreasi
mengutarakan ide baru. Jadi learning organization berupaya untuk
memperluas kapasitas berkreasi ke masa depan secara terus menerus,
dalam rangka menempatkan organisasi tidak pada posisi bertahan.
Katerpaduan pembelajaran dalam disiplin ini, memiliki peran yang sangat
penting dalam peningkatan kinerja.
Kristin (1996), mengungkapkan organisasi yang ditandai dengan
semangat untuk terus belajar pada dasarnya akan dapat dikenali dari
adanya peningkatan dramatis dalam produktivitas dan dari orang-
orangnya yang merasakan lingkungan kerja dimana mereka berada lebih
mendekati apa yang sungguh-sungguh mereka hargai. Untuk itu, Bennis
(1996), mengutarakan bahwa para pemimpin masa depan harus belajar
bagaimana menciptakan lingkungan yang nyatanya memeluk perubahan,
bukan menganggap perubahan sebagai ancaman melainkan sebagai
kesempatan.
Pemimpin masa depan harus mempunyai kemampuan untuk
mengartikulasikan dengan jelas suatu visi, mengkomunikasikannya
dengan sederhana tetapi menarik, fasih berkomunikasi dan menunjukkan
bahwa mereka peduli (Bolman & Deal, 1997). Anggota organisasi lainnya
harus dipandang sebagai orang yang dapat dipercaya, mampu
menunjukkan kompetensi dan konsistensi, berusaha keras dan mau
mencoba segala hal, mampu beradaptasi dan dapat memahami sebanyak
mungkin situasi.
Aspek utama yang menjadi perhatian utama dalam kajian ini adalah
proses komunikasi dan kerjasama, menggiring kearah sinergi dan rasa
saling menghormati di antara mereka. Anggota tim akan memperluas
kemampuan dan wawasannya.
Untuk membangun keselarasan ke lima disiplin di atas sangat
ditentukan oleh pembelajaran. Menurut Robbins (2003) pembelajaran
adalah setiap perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil dari
pengalaman. Oleh karena itu perilaku menunjukkan bahwa pembelajaran
telah terjadi dan bahwa pembelajaran merupakan perubahan perilaku. Hal
senada dikemukakan oleh Gibson (1996) pembelajaran merupakan
proses dimana terjadi perubahan yang bersifat abadi dalam perilaku
sebagai suatu hasil dari praktek.
Hal ini sejalan menurut senge (1990:41) kemampuan dan kapasitas
individu terbentuk lebih cepat oleh pembelajaran tim dibandingkan
individualisme, pembelajaran tim dibentuk melalu dialog bahkan berdebat
yang produktif bukan melalu diskusi yang saling menerima pendapat dan
ofensif. Pembelajaran tim para anggota harus aktif agar muncul ide kreatif
untuk menjadikan organisasi modern melalui pembejalaran tim bukan
secara individualisme. Pembelarajan tim ditinjau dari Biro Ortala
sekretariat daerah provinsi sulawesi barat melalui dialog dan diskusi
dalam tim.
5) System Thinking (Berpikir sistem)
Disiplin pembelajar yang menunjukkan kerangka konseptual, dan
digunakan untuk menjadikan pola kerja lebih jelas, serta membantu
sewaktu akan merubah pola tersebut secara efektif. Richardson (1991)
mengungkapkan bahwa struktur saluran yang melaluinya unsur-unsur
suatu sistem ―mengumpankan‖ pengaruh dan informasi kepada satu sama
lain dari waktu ke waktu bisa menghasilkan pertumbuhan. Struktur itu
mungkin menghasilkan penurunan, atau mungkin bergerak secara alami
kearah suatu keadaan seimbang atau ekilibrium.
Berpikir sistem berarti berbicara tentang susunan subjek-kata kerja-
objek, dimana A menyebabkan B membuat kita sulit untuk berbicara
tentang lingkungan dimana A menyebabkan B sementara B
menyebabkan A, dan keduanya terus menerus saling terkait dengan C
dan D. Alat-alat berpikir sistem adalah diagram sebab akabat, pola dasar,
dan model-model komputer yang memungkinkan pegawai untuk berbicara
tentang hubungan yang saling terkait secara lebih mudah, karena alat-alat
itu didasarkan pada konsep teoritis tentang proses-proses timbal balik.
Proses perubahan organisasional telah muncul. Proses ini tidak
berlangsung dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas, namun bersifat
partisipatif dimana semua tingkat diselaraskan melalui pemahaman
bersama tentang suatu sistem. Ini dimungkinkan karena pola dasar dan
alat-alat lain yang berorientasi sistem telah meletakkan bahasa dinamika
sistem ke dalam tangan tim-tim dan pada tembok-tembok ruang rapat,
dimana mereka bias menguatkan pembelajaran organisasional pada
semua tingkat. Orang-orang juga sedang menggali berpikir sistem dalam
laboratorium-laboratorium pembelajaran yang sesuai dengan kasus dan
kebutuhan mereka sendiri.
Pada tingkatnya yang paling luas, berpikir sistem mencakup
sekumpulan besar metode, alat dan prinsip yang agak tidak berbentuk,
yang semuanya diorientasikan untuk melihat kesaling terkaitan antara
kekuatan-kekuatan, dan melihatnya sebagai bagian dari suatu proses
bersama.
Namun suatu bentuk berpikir sistem telah menjadi sangat berharga
sebagai suatu bahasa untuk menguraikan bagaimana cara mencapai
perubahan yang membawa hasil dalam organaisasi. Bentuk ini yang
disebut ―dinamika sistem‖ telah dikembangkan oleh Jay Forrester di
Massachustetts Institute of Tehnology selama lima puluh tahun terakhir.
Contoh berpikir sistem dengan pemetaan proses, sebagai suatu
kombinasi alami, sebab sebagai berikut :
maka maka maka
A B C D
Diagram dari dinamika sistem menyatakan hubungan sebab akibat.
Menurut senge dalam disiplin kelima (1990:9) menjelaskan bahwa
berpikir sistem adalah melihat secara keseluruhan berhubungan antara 1
dengan lainnya, bahwa suatu bagian terdiri dari sistem yang berkaitan.
Tujuan berpikir sistem untuk membuat seluruh pola menjadi jelas dan
menjadi efektif.
Aspek yang menjadi acuan kajian berkaitan dengan berpikir sistem
di Lingkungan Biro Organisasi dan tata laksana Sekretariat Daerah
Provinsi Sulawesi Barat mencakup mekanisme/prosedur dan sinergitas.
Pemahaman dan tindakan lebih berfokus pada pengintegrasian bagian
atau divisi yang berbeda kearah memaksimalkan kekuatan, meminimalkan
kelemahan, serta meningkatkan seluruh operasionalisasi organisasi.
C. Kinerja Organisasi
Kinerja atau prestasi kerja (performance) merupakan hasil
pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.
Kinerja bukan hanya dinyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga
bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah
tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya
(Handoko, 1998). Senada dengan Prawirasentono (1999), kinerja
(performance) merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal dan sesuai dengan moral dan etika.
Demikian pula Dharma (1991:1), mengemukakan kinerja merupakan suatu
produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau
sekelompok orang.
Sementara Mangkunegara (2003) berpendapat kinerja merupakan
hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan
kesungguhan serta waktu. Sementara Wibowo (2007) mengemukakan
kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaannya,
membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka
kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi.
Kinerja yang dibangun merupakan asumsi normatif yang dijadikan
pedoman dalam memahami organisasi publik dalam rangka melayani
masyarakat. Hal ini dipertegas kembali oleh Hughes (1998) bahwa
organisasi pemerintah diciptakan oleh publik, untuk publik dan
memerlukan pertanggungjawaban terhadap organisasi tersebut. Jadi,
keberadaan organisasi permerintah diperlukan untuk memenuhi
kepentingan masyarakat, mengemban suatu misi yang diamanatkan oleh
masyarakat dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada
masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pengukuran kinerja organisasi, Prasojo
(2006), menilai bahwa kinerja sebuah organisasi merupakan akumulasi
dari kinerja sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut.
Itulah sebabnya pengukuran kinerja organisasi, senantiasa dimulai dari
kinerja individu yang digambarkan melalui individual mastery.
Siagian (1991:223) berpendapat pentingnya penilaian prestasi kerja
yang rasional dan diterapkan secara objektif terlihat pada paling sedikit
dua kepentingan, yaitu kepentingan pegawai yang bersangkutan sendiri
dan kepentingan organisasi. Bagi pegawai, penilaian tersebut berperan
sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan,
kekurangan dan potensinya yang pada gilirannya bermanfaat untuk
menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan kariemya. Bagi
organisasi, hasil penilaian prestasi kerja para pegawai sangat penting arti
dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal,
seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan,
rekruitmen, seleksi, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai
aspek lain dari keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia
aparatur secara efektif.
Prasojo (2007), menekankan penilaian pelaksanaan pekerjaan
perlu dilakukan secara formal berdasarkan serangkaian kriteria yang
ditetapkan secara rasional serta diterapkan secara objektif
didokumentasikan secara sistematik.
Pengukuran kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang
telah ditetapkan (Mahsun, 2006:71). Sementara menurut Lohman
(2003) indikator kinerja adalah suatu variable yang digunakan untuk
mengekspresikan secara kuantitatif efektifitas dan efisiensi proses
dengan pedoman pada target-target dan tujuan organisasi (dalam
Mahsun,2006:71)
Kinerja yang dibangun merupakan asumsi normatif yang dijadikan
pedoman dalam memahami organisasi publik dalam rangka melayani
masyarakat.
Menurut Kumorotomo menggunakan beberapa kriteria dalam menilai
kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain. (1) Efisiensi menyangkut
pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik
mendapatkan laba memanfaatkan faktor-faktor produksi serta
pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. (2) efektivitas
apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut
tercapai? Hal tersebut erat kaitannya organisasi rasionalitas teknis, nilai,
misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. Salah satu faktor
yang berkaitan dengan keberhasilan suatu organisasi adalah
kemampuannya untuk mengukur seberapa baik semua komponen
organisasi bekerja dan menggunakan informasi, guna memastikan bahwa
pelaksanaannya memenuhi standar sekarang dan meningkat sepanjang
waktu. Pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan
pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan
pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara
keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan
efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai
itu dengan membandingkan antara input dan outputnya
Hal ini dipertegas Hughes (1998) bahwa organisasi pemerintah
diciptakan oleh publik, untuk publik dan memerlukan pertanggungjawaban
terhadap organisasi tersebut. Jadi, keberadaan organisasi permerintah
diperlukan untuk memenuhi kepentingan masyarakat, mengemban suatu
misi yang diamanatkan oleh masyarakat dan mempertanggungjawabkan
pekerjaannya kepada masyarakat. Menurut Hughes (1993) Indikator
pengukuran kinerja organisasi pemerintah dilakukan melaiui indikator
efisiensi dan efektivitas.
Berdasarkan pendapat diatas untuk mengukur kinerja organisasi
dapat diukur melalui efektivitas dan efisiensi dengan melihat kualitas,
kuantitas, kecepatan serta ketepatan kinerja pegawai, unit dan menjadi
kinerja organisasi.
D. Hubungan Disiplin Pembelajar Terhadap Kinerja Organisasi
Senge (1994) sebagai pakar yang mempopulerkan learning
organization dalam bukunya ―The Fifth Discipline‖ menjelaskan bahwa
learning organization bertujuan agar orang secara terus-menerus
memperluas kapasitasnya untuk menciptakan kinerja yang benar-benar
mereka inginkan.
Selanjutnya Yuditia, (2007) mengemukakan kemampuan individu-
individu dalam organisasi untuk melakukan pembelajaran dan kemudian
berkembang ke level kelompok/tim, organisasi dan bahkan antar
organisasi, akan mampu mendorong organisasi memiliki kinerja karena
organisasi-organisasi tersebut senantiasa mampu mengantisipasi setiap
perubahan akan tuntutan masyarakatnya.
Dixon (1994), mengemukakan terdapat hubungan yang cukup kuat
antara kualitas pengetahuan yang dikuasai oleh anggota organisasi
dengan efektivitas aksi organisasi. Disamping itu kualitas pengetahuan
individu berhubungan dengan kecukupan dan akurasi informasi dalam
pengambilan keputusan. Selanjutnya Dixon (1994) mengemukakan
adanya hubungan erat antara organisasi dengan lingkungannya yang
merupakan elemen utama dengan mana organisasi harus belajar dan
beradaptasi.
Ide solidaritas seperti fikiran bersama sehingga anggota organisasi
berada pada tingkat pemahaman dan pengetahuan yang sama.
Penyebaran pengertian bersama untuk pemenuhan kebutuhan, koreksi
atau pengembangan untuk memberi fasititas pada pencapaian kinerja
organisasi.
Dixon (1994), Marquardt (1995) menegaskan bahwa bersikap
proaktif terhadap perubahan-perubahan melalui belajar, organisasi akan
mampu mengoreksi diri sendiri sebagai tanggapan atas terjadinya
perubahan lingkungan agar kinerja organisasi akan lebih baik dimasa
mendatang. Sementara Garvin (2000) mengemukakan hasil belajar
melalui unsur-unsur disiplin organisasi pembelajar bertujuan untuk yang
lebih baik. Lebih lanjut dikemukakan oieh Trilestari, W.E., (2007)
peningkatan kinerja, hanya bisa di capai jika aparatur pemerintah, baik
individu, tim mau belajar atau memiliki kesadaran belajar.
E. Perbandingan relevansi penelitian terdahulu
Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti
terdahulu terkait dengan organisasi pembelajar, diantaranya :
Sondang Yohanna. L, (2009) melakukan penelitian dengan judul,
―Pengaruh Organisasi Pembelajar Kompetensi Pegawai Bank‖, sebagai
bank milik negara terbesar di Indonesia harus melakukan perubahan dan
karyawannya harus terus beradaptasi dengan lingkungannya untuk ada
dalam upaya untuk menjadi yang terbaik di dunia perbankan. Penelitian
kuantitatif ini menggunakan sampel yang diambil secara acak dari
populasi seluruh karyawan kantor pusat Bank Mandiri yang berlokasi di
Jakarta. Analisis data menggunakan desain regresi untuk melihat
pengaruh dari lima disiplin belajar organisasi yaitu penguasaan pribadi,
visi bersama, model mental, berpikir sistem, dan tim belajar ke arah
peningkatan kompetensi karyawan Bank Mandiri Kantor Pusat di Jakarta,
ditandai dengan motif, sifat, konsep diri, pengetahuan, dan keterampilan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa organisasi belajar memiliki hubungan
yang kuat dan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi
karyawan di Kantor Pusat Bank Mandiri di Jakarta.
Badu ahmad (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Studi
eksploratif dimensi-dimensi pembelajar pada sekretariat daerah
pemerintah kota Makassar bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
penerapan organisasi pembelajar pada organisasi dan tingkat keeratan
hubungan dengan kinerja. Hasil penelitian diolah dengan melihat
persentase jumlah dan rata-rata jawaban responden. Untuk uji perbedaan
persepsi pegawai digunakan analisis dengan uji t. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa organisasi tersebut sebagian besar telah
menerapkan organisasi pembelajaran dan memiliki hubungan yang erat
dengan kinerja organisasi.
Yeni Absah (2008) melakukan penelitian dengan judul
Pembelajaran Organisasi: Strategi Membangun Kekuatan Perguruan
Tinggi. Di bawah kondisi bergolak terkait dengan globalisasi, karakteristik
penting dari organisasi akan kapasitas mereka untuk belajar dari
pengalaman dan beradaptasi terus menerus terhadap perubahan kondisi
eksternal. Pembelajaran organisasi merupakan suatu upaya untuk
menunjukkan komitmen tersebut untuk belajar mempertahankan dan
memperbaikinya diri. Universitas yang menerapkan pembelajaran
organisasi, akan berusaha untuk meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar mereka.
Ferdinandus Sampe (2012), melakukan penelitian dengan judul,
”The Influence Of Organizational Learning On Performance In Indonesian
SMEs‖, Penelitian ini menyelidiki tingkat praktek pembelajaran organisasi
dalam konteks UKM di negara berkembang, Indonesia. Tiga variabel
utama pembelajaran budaya organisasi yaitu organisasi, kepemimpinan
transformasional dan pemberdayaan. Seiring dengan hasil pembelajaran
organisasi dan kinerja organisasi, ada lima konstruksi dalam model
konseptual yang diusulkan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
pendekatan SPSS statistik rilis software paket 19 dan paket Persamaan
Struktural Amos, dalam penelitian telah menemukan bahwa dalam
suasana Indonesia, budaya organisasi, dan pemberdayaan kepemimpinan
transformasional valid terhadap organisasi pembelajaran dengan kedua
konstruksi memiliki hubungan yang signifikan dengan organisasi belajar.
Semua asosiasi langsung antara konstruk yang ditemukan menjadi
signifikan dan positif dalam nilai kecuali untuk jalur langsung dari
kepemimpinan transformasional pada pembelajaran organisasi yang tidak
signifikan. Namun,kepemimpinan transformasional terbukti mempengaruhi
organisasi pembelajaran melalui kedua pemberdayaan dan budaya
organisasi dengan efek utama adalah dengan cara budaya organisasi.
Sehubungan dengan anteseden dari pembelajaran organisasi, studi ini
menemukan bahwa budaya organisasi adalah penentu utama proses
organisasi pembelajaran. Selain itu, jurnal ini menemukan bahwa
kepercayaan di antara karyawan dan budaya kepercayaan dalam sebuah
organisasi adalah dua aspek penting untuk keberadaan proses
pembelajaran organisasi.
Umi Rusilowati (2013), melakukan penelitian dengan judul, ‖Analisis
Organisasi pembelajaran (learning organization) (Studi Kasus pada
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pemerintah)”. Adapun tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis: proses
organisasi pembelajaran (learning organization) di lembaga penelitian
dan pengembangan (litbang) pemerintah dalam memenuhi kepuasan
pengguna dan pejabat fungsional. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu ekonomi khususnya,
dan kerangka acuan bagi penelitian dan praktisi dalam membangun
Pembelajaran Organisasi (learning organization) yang efektif dan optimal,
serta manajemen Sumber Daya Manusia dan ilmu ekonomi pada
umumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif
dengan single case study. Ada 4 (empat) Informan kunci yang ditetapkan
dengan kreteria yang telah ditentukan. Dari hasil pengumpulan dan
analisis terhadap data dan informasi dapat diketahui bahwa pembelajaran
organisasi melalui pembagian kewenangan ini belum dapat menyakinkan
pengguna (unit teknis), kondisi ini dimanfaatkan sebagai alasan unit teknis
melakukan kajian sendiri yang sebenarnya bukan tugas dan fungsinya.
Penelitian terdahulu yang menjadi acuan serta membentuk
kerangka konsep organisasi pembelajar dirangkum dalam tabel berikut ini
:
Tabel 4 Perbandingan relevansi penelitian terdahulu
Nama Judul Metode Analisis Hasil Penelitian
Sondang Yohanna. L 2009
Pengaruh Organisasi Pembelajar Kompetensi Pegawai Bank
Desain penelitian bersifat kuantitatif dengan menggunakan pendekatan analisis regresi berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa organisasi belajar memiliki hubungan yang kuat dan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi karyawan di Kantor Pusat Bank Mandiri di Jakarta.
Badu Ahmad 2007
Dimensi-dimensi disiplin pembelajar pada sekretariat daerah pemerintah kota makassar
Desain penelitian secara mix-method Bersifat deskriptif dan eksplanatif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin pembelajar sudah ada pada pegawai terlihat dari nilai rata-rata frekuensi dan hubungan disiplin pembelajar terhadap kinerja juga menunjukkan sangat kuat
Yeni Absah 2008
Pembelajaran Organisasi: Strategi Membangun Kekuatan Perguruan Tinggi
Desain penelitian bersifat deskriptif dan analisis
Hasil Penelitian Menunjukan Bahwa Universitas yang menerapkan pembelajaran organisasi, akan berusaha untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar mereka.
Ferdinandus Sampe 2012
The Influence Of Organizational Learning On Performance In Indonesian SMEs
Desain penelitian bersifat kuantitatif dengan pendekatan statistik software SPSS dan paket Persamaan Struktural Amos
budaya organisasi, dan pemberdayaan kepemimpinan transformasional valid terhadap organisasi pembelajaran dengan kedua konstruksi memiliki hubungan yang signifikan dengan organisasi belajar.
Umi Rusilowati 2013
Analisis Organisasi pembelajaran (learning organization)
(Studi Kasus pada Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pemerintah).
Desain penelitian bersifat kualitatif dengan pendekatan single case study
Dari hasil pengumpulan dan analisis terhadap data dan informasi dapat diketahui bahwa pembelajaran organisasi melalui pembagian kewenangan ini belum dapat menyakinkan pengguna (unit teknis), kondisi ini dimanfaatkan sebagai alasan unit teknis melakukan kajian sendiri yang sebenarnya bukan tugas dan fungsinya.
Sumber : Penelitian terdahulu, 2017
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan persamaan
bahwa peran organisasi pembelajar merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja secara individu
maupun secara organisasi. Maka perbedaan penelitian ini memfokuskan
pada identifikasi dimensi disiplin kelima organisasi pembelajar kemudian
menganalisis penerapan organisasi pembelajar dan hubungan organisasi
pembelajar terhadap kinerja organisasi yang diharapkan mampu
memberikan kontribusi terhadap perbaikan kinerja organisasi pada biro
organisasi tata laksana sekretariat daerah Provinsi Sulawesi Barat.
F. Kerangka Konseptual
Penelusuran tentang dimensi-dimensi disiplin Penerapan organisasi
pembelajar dilatar belakangi oleh serangkaian permasalahan yang muncul
dalam kinerja organisasi dalam menyelenggarakan visi misi dan tujuan
pada Biro organisasi dan Tata Laksana Sekretariat Daerah Provinsi
Sulawesi. Permasalahan tersebut antara lain LAKIP tahun 2016 yang
memperoleh 77,14% yang termasuk cukup berhasil dan berita media
online indonesia timur serta observasi awal yang dilakukan peneliti yaitu
rendahnya disiplin, kreativitas dan inovasi, serta rendahnya semangat
belajar sebagian aparatur tentang hal-hal baru.
Untuk mengatasi masalah tersebut di perlukan penelusuran dan
identifikasi kemudian menganalisis penerapan dimensi-dimensi disiplin
organisasi pembelajar menurut teori Peter Senge (1990) yaitu : a) keahlian
pribadi b) Model mental c) visi bersama d) Pembelajaran tim e) Berpikir
sistem secara menyeluruh dan sistemik dan penelurusan hubungan
organisasi pembelajar terhadap kinerja organisasi yang diharapkan
mampu memberikan saran dan rekomendasi kepada Biro organisasi dan
Tata laksana Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Untuk mengetahui secara ringkas dapat
dilihat pada gambar kerangka konsep dibawah ini :
Gambar 1
Penerapan disiplin kelima
organisasi pembelajar
Keahlian
Pribadi
Kinerja
organisasi
Model
mental
Visi
bersama
Pembelaja
ran tim Berpikir
sistem