Teori-teori Dasar Penelitian Sitogenetika

11
1 TEORI SEL. Organisme tumbuh-tumbuhan dan hewan terdiri atas kumpulan sel. Schwann pada tahun 1839 mengemukakan teori sel, yaitu bahwa sel merupakan sebuah organisme; hingga hewan maupun tumbuh-tumbuhan merupakan kumpulan sel dan organisme. Sedangkan Hertwig di tahun 1929, dalam teorinya bahwa sel adalah kumpulan substansi hidup yang disebut protoplasma dengan di dalamnya mengandung inti yang disebut nukleus dan di luarnya dibatasi oleh dinding sel. Ada beberapa organisme yang struktur sel-selnya tidak jelas dan kadang- kadang sulit dimasukkan dalam pengertian sel, seperti misalnya bakteri dan plasmodia (Subowo, 1995; Suryo, 1995). Susunan sel pada makhluk tingkat tinggi dalam garis besar hampir sama. Perbedaan yang mencolok ialah bahwa sel hewan itu mempunyai membran sel, sedangkan sel tumbuhan mempunyai dinding sel nyata yang tersusun dari selulose. Secara skematis diagram sel hewan dengan bagian-bagian yang terpenting diperlihatkan pada Gambar 2 (Brown, 1972 dan Alberts et al., 1985). Bakteri dan ganggang biru, keduanya tergolong tumbuhan prokaryotis, bahan nukleusnya tidak terpisah dari sitoplasma oleh membran yang nyata. Sedangkan dalam sel-sel dari makhluk eukaryotis, bahan nukleusnya dipisahkan dari sitoplasma oleh dinding nukleus. Ditambahkan bahwa, di dalam nukleus dari makhluk eukaryotis terdapat kromosom yang merupakan alat pengangkutan gen-gen yang dipindahkan dari sel ke sel dan dari generasi ke generasi. Dari struktur selnya tiram P. maxima digolongkan sebagai makhluk eukaryotip, dimana bahan nukleus dalam setiap selnya dipisahkan dari sitoplasma oleh dinding nukleus (Cull, 1989; Levine, 1997). .

description

farmasi

Transcript of Teori-teori Dasar Penelitian Sitogenetika

Thursday, November 6, 2008

4

TEORI SEL.Organisme tumbuh-tumbuhan dan hewan terdiri atas kumpulan sel. Schwann pada tahun 1839 mengemukakan teori sel, yaitu bahwa sel merupakan sebuah organisme; hingga hewan maupun tumbuh-tumbuhan merupakan kumpulan sel dan organisme. Sedangkan Hertwig di tahun 1929, dalam teorinya bahwa sel adalah kumpulan substansi hidup yang disebut protoplasma dengan di dalamnya mengandung inti yang disebut nukleus dan di luarnya dibatasi oleh dinding sel. Ada beberapa organisme yang struktur sel-selnya tidak jelas dan kadang-kadang sulit dimasukkan dalam pengertian sel, seperti misalnya bakteri dan plasmodia (Subowo, 1995; Suryo, 1995).Susunan sel pada makhluk tingkat tinggi dalam garis besar hampir sama. Perbedaan yang mencolok ialah bahwa sel hewan itu mempunyai membran sel, sedangkan sel tumbuhan mempunyai dinding sel nyata yang tersusun dari selulose. Secara skematis diagram sel hewan dengan bagian-bagian yang terpenting diperlihatkan pada Gambar 2 (Brown, 1972 dan Alberts et al., 1985).Bakteri dan ganggang biru, keduanya tergolong tumbuhan prokaryotis, bahan nukleusnya tidak terpisah dari sitoplasma oleh membran yang nyata. Sedangkan dalam sel-sel dari makhluk eukaryotis, bahan nukleusnya dipisahkan dari sitoplasma oleh dinding nukleus. Ditambahkan bahwa, di dalam nukleus dari makhluk eukaryotis terdapat kromosom yang merupakan alat pengangkutan gen-gen yang dipindahkan dari sel ke sel dan dari generasi ke generasi. Dari struktur selnya tiram P. maxima digolongkan sebagai makhluk eukaryotip, dimana bahan nukleus dalam setiap selnya dipisahkan dari sitoplasma oleh dinding nukleus (Cull, 1989; Levine, 1997).

.

Gambar 2. Diagram sel hewan dengan bagian-bagiannya (Cull, 1989).TEKNIK PENGKAJIAN SEL HEWAN.Pada tahun 1623 - 1723, Anthony van Leeuwenhoek telah dapat membuat lensa-lensa dengan pembesaran yang memuaskan untuk melihat benda-benda kecil. Tidak mengherankan ketika pada awal ditemukannya mikroskop cahaya, jaringan hewan atau tumbuhan ditemukan sebagai kelompok sel (Needham, 1958; Subowo, 1995).Sel-sel yang berasal dari hewan, pada umumnya berukuran diameter 10-20 f1b5m atau kira-kira seperlima dari partikel yang terkecil yang masih dapat dilihat oleh mata telanjang. Sel-sel hewan, bukan saja kecil dan rumit dalam organisasinya, tetapi juga tidak berwarna dan jernih. Akibatnya pengungkapan detail struktur halus dan organela sel dimungkinkan hanya dengan pengembangan berbagai teknik pewarnaan yang dapat memberikan kontras pada struktur komponen sel agar dapat dilihat (Norbury & Nurse, 1992; Subowo, 1995).Penelitian para ahli biologi sel menunjukkan bahwa isi sebuah sel hewan terdiri atas air sebanyak sekitar 70% sehingga cahaya dengan mudah menembusnya. Hal tersebut mengakibatkan bahwa sel segar yang diamati dengan mikroskop cahaya biasa tidak akan terlihat. Salah satu cara agar dapat terlihat struktur yang terdapat dalam sel, yaitu dengan jalan memberi warna (stainning) dengan zat pewarna organik, seperti hematoksilin dan giemsa. Zat-zat pewarna tersebut selain dapat mewarnai bahan-bahan di dalam sel, juga secara tidak diduga sebelumnya ternyata dapat mewarnai secara selektif bagian-bagian tertentu dari sel tersebut (Subowo, 1995; Tye, 1999).Secara umum, sebelum diwarnai sebagian besar jaringan biologik harus difiksasi dahulu. Fiksasi ini selain akan membuat sel dapat ditembus oleh zat warna, juga diperlukan untuk menstabilkan kedudukan molekul-molekul yang membentuk struktur dalam sel. Tentu saja dengan berbagai perlakuan terhadap sel selama proses pembuatan sediaan (preparat), sel akan menghadapi risiko terjadinya berbagai perubahan, baik secara kimiawi maupun struktural. Para ahli masih mencari cara lain untuk menigkatkan kualitas dengan mengurangi perlakuan terhadap sel atau jaringan. Misalnya, dilakukan pengamatan terhadap jaringan atau sel melalui biakan sel, dan fraksinasi sel dan isinya, teknik DNA rekombinan dan pelacakan molekul seluler dengan radio-isotop dan antibodi (Wei et al., 1999; Warren, 1993).SIKLUS PEMBELAHAN MITOSIS.Mitosis adalah pembelahan sel dimana berlangsung pembelahan dan pembagian nukleus beserta kromosom-kromosom di dalamnya. Nukleus yang semula sebuah saja akan menjadi dua nukleus anakan yang sama. Proses pembelahan nukleus akan segera diikuti oleh pembelahan sel, sehingga sebuah sel akan menjadi dua sel anakan yang sama pula. Adanya proses pembelahan nuklues dan pembelahan sel yang berlangsung secara berkesinambungan menyebabkan informasi genetik di dalam semua sel somatis suatu individu selalu tetap. Yang menarik perhatian ialah bahwa mitosis itu sama untuk hampir semua makhluk hidup yang tergolong eukariotik. Siklus mitotik dari sebuah sel dibedakan atas dua stadia yaitu stadium istirahat (interfase) dan stadium pembelahan mitosis (Lohka et al., 1988; Earnshaw & Pluta, 1994; Suryo, 1995).Pada stadium istirahat, komponen-komponen utama nukleus dapat dibedakan, yakni:

1. cairan inti yang tampak jernih tak berwarna dan bersifat koloidal, serta 2. nukleolus (intinya nukleus) yang berbentuk membulat dan berwarna kelam yang berdiameter 2-5 mikron, 3. kromosom pada stadium ini belum tampak jelas. Stadium interfase terdiri atas 3 fase yaitu:Fase G1 (gap pertama atau fase kekosongan pertama). Fase ini berlangsung rata-rata antara 12-24 jam. Selama fase ini tidak ada kegiatan pembelahan nukleus, yang terjadi adalah nukleus membesar dan sitoplasma bertambah, sehingga fase ini dikenal sebagai fase pertumbuhan. Fase G1 merupakan fase yang lamanya memakan waktu sangat variabel, biasanya bisa mencapai 30-50% dari seluruh stadium interfase atau bisa sama sekali tidak ada fase G1 karena sel segera membelah, seperti pada awal embrio mamalia. Sebaliknya fase G1 pada sel-sel dewasa bisa memakan waktu lama seperti pada sel-sel dewasa dari akar jagung bisa mencapai 151 jam. Sel-sel somatis yang tidak membelah lagi biasanya hanya terdapat dalam fase G1 ini;Fase S (fase sintesis). Fase ini memakan waktu 35-45 % dari stadium interfase. Aktifitas yang paling penting pada fase ini adalah terjadinya replikasi DNA dan juga berlangsung pembentukan histon. Pada akhir fase ini tiap kromosom terdiri dari dua kromatid kakak beradik (ldblquote sister chromatidrdblquote ) yang memiliki sentromer bersamaan;Fase G2 (fase gap kedua) atau fase pertumbuhan kedua. Fase ini dapat memakan waktu 10-20 % dari stadium interfase. Pada fase ini DNA cepat sekali bertambah kompleks dengan protein kromosom dan berlangsung pembentukan RNA serta protein (Norbury & Nurse, 1992; Murray, 1993; Stillman, 1996)

Gambar 3. Siklus pembelahan mitosis (Murray, 1993).Stadium mitosis dibedakan 4 fase yakni profase, metafase, anafase dan telofase. Begitu fase G2 berakhir, maka dimulailah profase. Pada fase ini, kromosom cepat memendek dan menjadi lebih tebal, bentuknya memanjang, memiliki struktur dobel memanjang dan letaknya secara acak di dalam nukleus. Dua kromatid kakak-beradik dari tiap kromosom letaknya sangat berdekatan dan dihubungkan oleh sebuah sentromer yang tampak sebagai bagian yang terang dan berbentuk bulatan kecil. Selama profase, nukleolus dan membran nukleus menghilang dan dengan berakhirnya profase, kromosom-kromosom yang rangkap memanjang tadi mulai menempatkan diri di bidang ekuator dari sel (Elledge, 1996; Rusell, 1998).Pada metafase, sentromer dari kromosom-kromosom double longitudinal terletak di bidang ekuator dari sel walaupun lengan-lengannya kromosom bisa menuju ke arah mana saja. Pada fase ini bentuk kromosom paling pendek dan paling tebal. Kedua kromatid kakak beradik masih dihubungkan oleh satu sentromer. Pada fase ini lebih mudah menghitung banyaknya kromosom atau mempelajari morfologinya kromosom, karena kromosom-kromosom tersebar di bidang tengah sel (Marsden & Laemmli, 1979; Weaver & Hendrick, 1991).Pada anafase, diawali dengan membelahnya sentromer menjadi dua bagian dan pada saat yang sama kedua kromatid kakak-beradik memisahkan diri dan masing-masing bergerak sebagai kromosom anakan menuju ke kutub dari spindel yang berlawanan letaknya. Fase anafase menyelesaikan pembagian jumlah kromosom secara kuantitatif yang sama ke dalam sel-sel anakan serta berlangsung juga pembagian bahan genetik secara kualitatif yang sama kepada sel-sel anakan (Weinberg, 1995; Subowo, 1995).Datangnya kromosom anakan yang tunggal di kutub spindel merupakan tanda dimulainya telofase. Selain itu, pada fase ini terbentuk membran nukleus baru dari bahan sisa membran nukleus yang lama serta dari bahan baru yang dibentuk. Spindel menghilang dan nukleolus dibentuk oleh bagian ldblquote nucleolar organizerrdblquote dari sebuah kromosom. Dengan terbentuknya dua buah nuclei baru, maka di tengah sel terjadi dinding baru (Beach et al., 1982; Gross et al., 1999).Teori kromosom.Istilah kromosom diberikan untuk pertama kalinya oleh Weyder pada tahun 1882 untuk benda-benda halus berbentuk benang panjang atau pendek yang dapat dilihat di dalam nukleus. Kromosom ikut membelah pada waktu pembelahan inti berlangsung, lebih dahulu diketahui oleh Schneider pada tahun 1873 dan Strasburger di tahun 1875, yang dikuatkan oleh Flemming pada tahun 1882 serta Van Beneden di tahun 1883 yang melihat bahwa setiap kromosom ikut membelah secara longitudinal di waktu pembelahan inti. Selanjutnya Rabl dan Boveri di tahun 1885 berpendapat bahwa tiap-tiap spesies memiliki jumlah kromosom yang tetap dan bahwa ada hubungan antara kromosom dan gen-gen yakni gen-gen terdapat dalam kromosom (Swanson, 1961; Hartwell & Weinert, 1989; Suryo, 1995).Pada tahun 1901, Montgomery menunjukkan kromosom-kromosom terdapat dalam pasangan-pasangan dengan bentuk dan ukuran yang mudah dibedakan satu dari yang lain dan juga dibuktikan bahwa berpasangannya kromosom homolog itu menyangkut kromosom-kromosom yang berasal dari induk jantan dan induk betina. Sedangkan Sutton dan Boveri dalam tahun 1903 berhasil memperlihatkan dengan jelas bahwa benar ada hubungan antara kromosom dan keturunannya (Brown, 1972; Subowo, 1995).Dalam sel somatis terdapat dua kelompok kromosom yang serupa yaitu yang satu berasal dari induk betina dan yang lainnya berasal dari induk jantan, yakni terdapat kromosom dalam pasangan homolog yang sejajar dengan terdapatnya gen-gen dalam pasangan. Kromosom memiliki sifat morfologi yang tetap sepanjang berbagai pembelahan sel dan setiap kromosom atau pasangan kromosom mempunyai peranan tertentu dalam kehidupan dan perkembangan individu (Murray & Hunt, 1993).Meratanya kromosom-kromosom pada metafase merupakan saat yang paling baik untuk menghitung jumlah kromosom dan membandingkan ukuran serta morfologi dari kromosom (Marsden & Laemmli, 1979), dan penentuan jumlah komosom diambil dari frekuensi tertinggi atau modus (Levan et al., 1983). Hal serupa telah umum dilakukan terhadap Melanoteania boasemani, M. patoti, dan Oreohromis sp. (Carman et al., 1998) dan Telmatherina ladigesi (Andriani, 2001). Dari penelitian-penelitian lain terhadap jumlah kromosom berdasarkan modus, didapatkan jumlah kromosom diploid sebanyak 48 pada ikan Atherian elymus yang diteliti oleh Arai dan Fujiki pada tahun 1978, dan pada ikan Basichlichthys bonariensis yang diteliti oleh Arai dan Koike pada tahun 1980 (Ojima, 1986). Spesies yang berbeda mempunyai jumlah kromosom yang khas. Kisarannya sangat luas, dari dua pada beberapa tanaman berbunga sampai beberapa ratus pada tanaman pakis tertentu (Swanson, 1961; Brown, 1972; Levan et al., 1983).Nomenklatur dan morfologi kromosom.Nomenklatur adalah cara pemberian nama atau istilah suatu kromosom, sedangkan morfologi merupakan struktur tubuh sebuah kromosom. Gambar 4 memperlihatkan nomenklatur dan morfologi suatu kromosom (Levan et al., 1983; Darnell et al., 1990).Setiap kromosom memiliki sentromer, karena sentromer berfungsi sebagai tempat berpegangannya benang-benang plasma dari spindel atau gelondong inti di waktu pembelahan sel berlangsung. Apabila benang spindel berkontraksi sehingga memendek, maka kromosom bergerak (tertarik) ke arah kutub sel (pada stadium anafase). Kromosom yang tidak memiliki sentromer disebut kromsosom asentris, yakni biasanya labil dan mudah hancur dan hilang dalam plasma. Jika pada sebuah kromosom dapat ditemukan beberapa sentromer sehingga kerap kali sukar mengenalnya, maka sentromer itu dinamakan diffuse centromere. Ada cara untuk memudahkan tujuan itu ialah dengan memberikan zat penghalang mitosis sebelum pemberian warna pada preparat, misalnya paradiklorobensen dan kolkisin (Marsden & Laemmli, 1979; Suryo, 1995).

Gambar 4. Nomenklatur dan morfologi suatu kromosomMeskipun posisi sentromer suatu kromosom tertentu tetap, namun dapat berbeda pula bagi kromosom yang lain. Kromosom dapat dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan letak sentromer, yaitu: telosentrik, subtelosentrik, akrosentrik, metasentrik dan submetasentrik. Tetapi pada umumnya penggolongan yang selalu digunakan adalah metasentrik (sentromer terletak di tengah-tengah sehingga keempat lengan kromosom sama panjang), submetasentrik (sentromer terletak agak ke atas sehingga lengan atas kromosom lebih pendek dari lengan kromosom bawah) dan akrosentrik (sentromer terletak di ujung atas sehingga terdapat dua lengan kromosom yang jauh lebih panjang). Pembagian bentuk kromosom menurut posisi sentromer ditunjukkan pada Gambar 5 (Guodenough & Adisoemarto, 1983; Elridge, 1985).

Gambar 5. Bentuk-bentuk kromosom berdasarkan posisi sentromer (Elridge, 1985).Kariotip kromosom.Kariotip kromosom merupakan suatu gambaran lengkap dari kromosom pada metafase dari suatu sel yang tersusun secara teratur dan merupakan pasangan-pasangan dari sel diploid yang normal. Pada sebagian besar hewan, semakin dekat kedudukan taksonominya semakin banyak persamaan bentuk, ukuran dan jumlah kromosomnya. Kesamaan kromosom mungkin saja terdapat pada dua spesies yang berbeda dalam satu genus yang sama, tetapi bentuk, ukuran dan susunan (kariotip) kromosom masing-masing spesies akan terlihat berbeda (Brown, 1972; Elseth & Baumgardner, 1984; Elridge, 1985).Berdasarkan posisi sentromer dan panjang lengan kromosom, maka dapat dihitung beberapa nilai dari kromosom tersebut, yaitu indeks sentromer (centromere index), rasio lengan (arm ratio), dan panjang relatif kromosom (relative length). Indeks sentromer didefinisikan sebagai rasio dari lengan yang lebih pendek dengan panjang total kromosom dan dinyatakan dalam persen. Berdasarkan selang nilai indeks sentromer, maka kromosom diklasifikasi atas median, submedian dan terminal. Demikian pula berdasarkan harga numerik posisi sentromer (HNPS) atau numeric value of centromere (NVC) dan rasio lengan kromosom (RLK) atau arm ratio of centromere (ARC), maka kromosom dibedakan atas empat tipe yaitu: metasentrik, submetasentrik, subtelosentrik dan telosentrik. Pola penentuan kariotip dan penyusunan rumus kromosom beberapa jenis ikan dengan menggunakan pola Levan et al. (1983) di atas, telah dilakukan terhadap ikan pelangi Irian yang mendapat kariotip kromosom sebanyak 48 (24 pasang) yang terdiri atas tujuh pasang berbentuk subtelosentrik dan 17 pasang lainnya berbentuk telosentrik. Sedangkan Telmatherina ladigesi memiliki kariotip 48 kromosom (24 pasang) yang terdiri atas tiga pasang submetasentrik, tujuh pasang subtelosentrik dan 14 pasang telosentrik (Said, 2001; Andriani, 2001). Teknik pembuatan preparat kromosom.Ada banyak cara untuk memperoleh preparat kromosom. Teknik pembuatan preparat yang telah dikenal luas ada dua cara yakni: pembuatan preparat kromosom langsung dari sel-sel organ yang diambil dari tubuh organisme yang masih muda (kebanyakan larva atau anakan dari organisme tersebut), dan melakukan kultur jaringan atau kultur sel. Teknik yang pertama relatif lebih murah dan mudah dibandingkan dengan teknik yang kedua. Akan tetapi, kromosom-kromosom tampak lebih jelas dengan menggunakan teknik yang kedua (Ng, 1989).Tujuan utama analisis kromosom adalah mengungkapkan informasi mengenai karakteristik dan morfologi seperti jumlah kromosom, struktur dan tingkah laku kromosom selama pembelahan sel berlangsung. Prinsip-prinsip dasar yang diterapkan secara umum sama untuk setiap spesies organisme. Meski demikian, ada sejumlah modifikasi prosedur atau metode yang berbeda untuk setiap spesies sehingga mendapatkan ciri-ciri pokok kromosom spesies tersebut (Rieger et al., 1976).Penyediaan preparat sel yang baik diperlukan dalam menginterpretasi karakteristik kromosom yang dimiliki. Setiap prosedur dalam penyediaan preparat sel atau jaringan memerlukan perhatian yang rinci. Proses ini diawali dengan menyeleksi material jaringan, mengumpulkan serta menyiapkannya sebagai preparat untuk diteliti di bawah mikroskop. Tahapan-tahapan tersebut membutuhkan teknik yang baik dan tepat. Banyak metode telah dikembangkan dalam menangani sel hewan dan tumbuhan, akan tetapi prinsip dasarnya sama yakni: menyeleksi dan mengumpulkan sel atau jaringan; perlakuan awal dengan menggunakan kolkisin, perlakuan dengan larutan hipotonik, fiksasi jaringan, pewarnaan, pembuatan slide preparat, dan merekam data dan pengukuran mikrometri (Cook, 1978; Carman, 1992).1. Seleksi dan koleksi sel atau jaringan.Kromosom-kromosom hanya tampak jelas selama pembelahan sel terjadi. Oleh karena itu, langkah pertama dalam mempersiapkan preparat sel adalah memilih (seleksi) dan mengumpulkan (koleksi) bagian organ tiram mutiara untuk mendapatkan sel-sel yang membelah secara aktif (Kligermann & Bloom, 1977).Analisis kromosom diploid (2n) membutuhkan jaringan tubuh (somatic) yang di dalamnya sedang berlangsung pembelahan mitosis. Pembelahan mitotis pada hewan banyak ditemukan pada jaringan muda yang aktif membelah seperti jaringan epitel pada kulit, insang, mantel, tulang belakang dan sel darah putih. Sedangkan pada tumbuhan banyak bersumber dari jaringan merismatik seperti pada ujung daun, kambium dan ujung akar. Callus yang dihasilkan dari kultur jaringan dapat digunakan, akan tetapi sulit untuk menentukan jumlah kromosom (Du Xiao-Dong, 1999).Kunci keberhasilan utama untuk memperoleh sel-sel yang aktif membelah adalah ketepatan menentukan fase-fase dalam siklus sel. Umumnya jaringan epitel pada insang tiram mudah diperoleh dan ditangani. Pada permukaan insang banyak terdapat sel-sel epitel yang terus aktif menyaring makanan yang masuk dan proses pernafasan, sehingga dalam insang (terutama pada tiram muda) lebih banyak terjadi pembelahan mitosis dibandingkan dengan jaringan lainnya Secara teoritis, material yang paling baik memiliki nilai indeks mitosis (Mitotic Index atau MI) yang tinggi. MI adalah rasio antara jumlah sel-sel yang sedang membelah dengan jumlah sel dalam suatu sampel. Adanya variasi diurnal dalam siklus sel, perbedaan respon setiap spesies terhadap panjang hari (day-lenght) dan kondisi temperatur lingkungan sangat menentukan terjadinya pembelahan mitosis sebuah sel atau jaringan. Oleh karena itu, perlu mengetahui waktu mitosis optimum dalam koleksi bagian organ suatu spesies (Brown, 1972; Roeder, 1997; Du Xiao-Dong, 1999).2. Perlakuan awal dengan kolkisin.Kolkisin dengan rumus kimia C22H25O6N merupakan suatu alkaloid yang berasal dari umbi dan biji tanaman Autumn crocus (Colchicum autumnale, Linn) yang termasuk dalam famili Liliaceae. Nama colchicum diambil dari nama colchis, ialah seorang raja yang menguasai daerah di tepi Laut Hitam, karena di daerah itu terdapat banyak sekali tanaman tersebut. Tanaman yang berbunga di musim gugur ini hanya memperlihatkan bunga-bunganya saja di atas permukaan tanah. Dalam musim semi tanaman ini memiliki daun, buah dan biji (Suryo, 1995; Subowo, 1995).Larutan kolkisin dengan konsentrasi yang kritis berfungsi mencegah terbentuknya benang-benang plasma dari gelendong inti (spindel) sehingga pemisahan kromosom pada anafase dari mitosis tidak berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel. Akibatnya proses mitosis mengalami modifikasi. Karena tidak terbentuk spindel, maka kromosom-kromosom tetap tinggal berserakan dalam sitoplasma. Pada stadium ini kromosom-kromosom memperlihatkan gambaran yang khas seperti tanda silang (X). Akan tetapi kromosom-kromosom juga dapat memisahkan diri pada sentromernya, sehingga terbentuk nukleus perbaikan (restitusi) yang mengandung kromosom dua kali lipat (sel poliploid). Apabila pengaruh dari kolkisin telah menghambur, sel poliploid yang baru ini dapat membentuk spindel pada kedua kutubnya dan membentuk nukleus anakan poliploid seperti yang terjadi pada telofase dari mitosis biasanya. Akan tetapi jika konsentrasi larutan kolkisin yang kritis dibiarkan terus berlanjut, maka pertambahan genom akan mengikuti suatu deret ukur seperti 4n, 8n, 16n, dan seterusnya (Rao & Johnson, 1970; Brown, 1972).Belum ada ukuran tertentu mengenai besarnya konsentrasi larutan kolkisin yang harus digunakan, juga mengenai lamanya waktu perlakuan. Keduanya itu bergantung pada bahan yang akan dipakai dalam percobaan. Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa umumnya kolkisin dapat bekerja efektif pada konsentrasi 0,001-1,00 %. Lamanya perlakuan dengan kolkisin juga berkisar dari 3-24 jam. Setiap organisme mempunyai respons yang berbeda dari bahan yang diberi perlakuan. Jika konsentrasi larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan kurang mencapai keadaan yang tepat, maka poliploidi belum dapat diperoleh. Sebaliknya jika konsentrasinya terlalu tinggi atau waktu perlakuan terlalu lama, maka kolkisin akan memperlihatkan pengaruh negatif yakni banyak sel yang rusak (Roberts, 1999; Du Xiao-Dong, 1999).Substansi kolkisin cepat mengadakan difusi ke dalam jaringan organisme dan kemudian disebarluaskan ke berbagai bagian tubuh melalui jaringan pengangkut. Berbagai percobaan menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi larutan kolkisin yang agak kuat yang diberikan dalam waktu singkat, memberikan hasil yang lebih baik daripada penggunaan konsentrasi yang kecil dalam waktu yang lama. Oleh karenanya konsentrasi 0,0075 ppt sering dipakai. Kolkisin biasanya dilarutkan dalam air, dan tidak boleh dilarutkan dalam air panas karena dapat merusak komposisi kolkisin (Trask et al., 1993; Said, 1998).3. Perlakuan dengan larutan hipotonik.Perlakuan larutan hipotonik bertujuan agar sel membesar dan mencegah cairan tidak keluar dari membran. Di samping itu, perlakuan ini juga menghentikan pembentukan spindel, meningkatkan jumlah metafase sel, meningkatkan viskositas sitoplasma serta memfasilitasi penetrasi bahan fiksasi dengan menghilangkan penghalangnya seperti dinding sel. Pada fase metafase kromosom dapat tertahan, sehingga dengan mudah dihitung dan diamati tingkah lakunya (Carman, 1992; Staehelin & Hepler, 1996).4. Perlakuan fiksasi.Perlakuan fiksasi bertujuan menstabilkan struktur sel. Fiksasi yang dilakukan tepat pada jaringan yang akan dibuat preparat. Oleh karena itu, organisme dimatikan dulu untuk mengambil jaringan epitel pada insang tiram. Selama proses fiksasi akan terjadi penetrasi bahan-bahan fiksasi ke dalam sel atau jaringan, dimana fiksasi dilakukan sebagai preservasi sel dan strukturnya pada kondisi yang memungkinkan (Brown, 1972; Smith et al., 2003).Pada prinsipnya, bahan fiksasi yang diserap oleh sel atau jaringan menyebabkan sel-sel berhenti membelah pada tahap tersebut, tanpa mengakibatkan kerusakan, pembengkakan atau penyusutan kromosom, dan tanpa mengubah unsur pokok dalam struktur sel. Dua hal utama yang diperoleh dari proses ini yakni: struktur sel yang semula tidak jelas tampak menjadi lebih jelas, serta struktur sel yang semula rapuh menjadi stabil dan cukup kuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi antara lain: temperatur, pH, tekanan osmotik, kecepatan penetrasi, laju perubahan kimia dan fisika, serta lamanya fiksasi. Fiksasi yang terlalu cepat dapat mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak baik (Paulovich et al., 1997).Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fiksasi antara lain: pemilihan bahan fiksasi yang tepat, besar kecilnya organisme (menentukan cepat dan seragamnya penetrasi bahan fiksasi), rasio volume bahan fiksasi dengan jaringan yang difiksasi (biasanya 10-12 kali), serta karakter jaringan yang difiksasi. Beberapa jaringan tertentu lambat dalam penetrasi. Misalnya, pada tumbuhan, epidermis biasanya dilapisi (covered) dengan lapisan kutikel yang bersifat hidrofobik (Flajshans & Rab, 1989).Secara umum perlakuan fiksasi dibedakan atas perlakuan fisik dan kimiawi. Perlakuan secara fisik seperti pendinginan jaringan dalam nitrogen cair telah banyak digunakan untuk sel atau jaringan hewan. Perlakuan ini sangat efektif menjaga struktur sel, karena proses difusi yang sangat kecil dan tidak terjadi perubahan enzim secara signifikan. Kelemahan perlakuan secara fisik yakni dapat menyebabkan terputusnya sel karena adanya kristal es dalam sel atau jaringan. Perlakuan secara kimiawi dengan menggunakan bahan (reagent) kimia seperti larutan carnoy yang telah banyak dipakai dalam penyediaan preparat dari sel segar. Perlakuan secara kimiawi membutuhkan keseimbangan dan ketepatan bahan-bahan yang dipakai. Sebagai contoh, pencampuran larutan asam dan alkohol pada kondisi seimbang dapat menjaga struktur sel pada kondisi yang stabil dan memungkinkan untuk diamati. Akan tetapi, reaksi beberapa asam yang berlebihan dapat menyebabkan struktur sel menyusut (Swanson, 1961; Brown, 1972; Johnson & Joll, 1993). 5. Perlakuan pewarnaan.Pewarnaan terhadap preparat kromosom bertujuan menciptakan perbedaan optikal diantara kromosom dengan struktur sel lainnya sehingga dapat dibedakan di bawah mikroskop. Struktur sel yang spesifik membutuhkan pewarnaan yang spesifik pula. Pewarnaan giemsa sudah dipergunakan secara luas dalam analisis kromosom, yang memberikan warna spefisik yakni biru gelap hingga keunguan. Pewarnaan ini sangat efektif pada kromosom somatik terutama jaringan epitel pada insang, karena kromosom suatu spesies dengan spesies lainnya dapat dibedakan. Hal ini memungkinkan, karena pewarnaan giemsa secara spesifik dapat memberikan perbedaan yang jelas antara sentromer, kromatin dan telomer pada metafase mitosis (Subowo, 1995; Nasmyth, 1999).6. Pembuatan slide preparat.Pembuatan slide preparat bertujuan mengoptimalkan kromosom sehingga mudah dilihat di bawah mikroskop. Sel diolesi di atas slide dan diwarnai dengan mencelupkannya ke dalam larutan giemsa. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh menggerakkan cover slip karena akan merusak sel (Needham, 1958; Burnham, 1962; dan Carman, 1992).7. Pemotretan dan pengukuran mikrometri.Pemotretan bertujuan mendapatkan gambar kromosom untuk selanjutnya diukur. Pemotretan dengan menggunakan kamera digital lebih baik dari foto manual karena dapat difokuskan pada spesimen sehingga dapat mengenali jelas kromosom serta menyediakan secara representatif semua hal yang diamati pada spesimen tersebut. Hasil foto kamera digital memudahkan untuk diolah dengan menggunakan sotfware pada komputer sehingga dapat membuat efek-efek yang jelas dalam menjelaskan morfologi dan tingkah laku kromosom (Ojima, 1986; Ng, 1989; Carman, 1992).Pembacaan dan pengukuran kromosom tidak dapat dilakukan di bawah mikroskop, akan tetapi dilakukan dengan bantuan software. Pengukuran mikrometri digunakan untuk mengukur panjang lengan atau rasio lengan. Hasil pengukuran ini dikalibrasi dengan pembesaran yang digunakan pada lensa mikroskop (Brown, 1972; Ricker, 1978).