Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

13
Mata Kuliah : Teori Komunikasi 2 Dosen : Asep Saefudin Seksi : 01 Th. Ajaran : 2015 TEORI SEMIOTIK Disusun oleh Nama : Yunita Martha Irine NIM : 201358021 Konsentrasi : Broadcasting

Transcript of Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

Page 1: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

Mata Kuliah : Teori Komunikasi 2

Dosen : Asep Saefudin

Seksi : 01

Th. Ajaran : 2015

TEORI SEMIOTIK

Disusun oleh

Nama : Yunita Martha Irine

NIM : 201358021

Konsentrasi : Broadcasting

Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Esa Unggul

2015

Page 2: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

Semiotika

Pengertian Semiotika

Secara Estimologis

Istilah semiotika berasal dari kata Yunani; Semeion yang berarti tanda. Tanda itu

sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun

sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai

sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya: asap menandai

adanya api.

Lebih jelas lagi, kita banyak mengenal tanda-tanda dalam kehidupan berkeluarga

dan masyarakat. Misalnya, bila di sekitar rumah ada tetangga yang memasang janur

maka itu petanda ada ‘hajatan’ perkawinan, tetapi bila terpasang bendera warna kuning

di depan rumah dan sudut jalan maka itu pertanda ada kematian.

Secara Terminologis

Semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas

objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.

Jadi, kesimpulan dari pengertian semiotika ini adalah ilmu untuk mengetahui

tentang sistem tanda, ilmu yang mempelajari tentang tanda, dan produksi makna. Tanda

adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Tanda-tanda tersebut

menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Ia mampu menggantikan

sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan.

Bahasa, Tanda, Dan Makna

Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial, memahami dunia

sebagai suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan ‘tanda’. Maka dari itu,

Page 3: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda. Ahli semiotika, Umberto

Eco menyebut tanda sebagai suatu ‘kebohongan’ dan dalam tanda ada sesuatu yang

tersembunyi di baliknya dan bukan merupakan tanda itu sendiri.

Bila dikaitkan dengan perilaku media massa, konsep kebenaran yang dianut oleh

media massa bukanlah kebenaran sejati, tetapi sesuatu yang dianggap masyarakat

sebagai suatu kebenaran. Tanpa memahami konteksnya, bisa saja ‘kebenaran’ semu

yang ditampilkan media massa seolah sebagai kebenaran sejati. Padahal bisa saja

kebenaran itu subjektif atau paling tidak dianggap benar oleh wartawan hingga diangkat

lewat berita di halaman medianya.

Dalam sebuah media, semiotika diugnakan sebagai pendekatan untuk

menganalisis media dengan asumsi bahwa media itu sendiri dikomunikasikan melalui

seperangkat tanda. Teks media yang yang tersusun atas seperangkat tanda itu tidak

pernah membawa makna tunggal. Kenyataannya teks media memiliki ideologi atau

kepentingan tertentu, memiliki ideologi dominan yang terbentuk melalui tanda tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa teks media membawa kepentingan-kepentingan

tertentu dan juga kesalahan-kesalahan tertentu yang lebih luas dan kompleks. Semua

media pada dasarnya membawa bias-bias tertentu dan setiap wartawan yang memasuki

sebuah lingkungan media akan menyerap bias-bias media itu sebagai bagian dari

kerjanya bahkan mengambilnya sebagai bagian dari ‘corporate culture’nya dia.

Page 4: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

Teori Semiotik

Teori semiotik sendiri adalah salah satu teori pascamodern yang cukup penting

dan banyak digunakan. Teori ini mengajak kita memahami karya sastra melalui tanda-

tanda atau perlambang-perlambang yang dapat kita temui di dalam teks. Teori ini

berpendapat bahawa dalam sebuah teks terdapat banyak tanda dan pembaca atau

penganalisis harus memahami apa yang dimaksudkan dengan tanda-tanda tersebut.

Tokoh-tokoh Semiotika

Sejarah semiotik telah bermula sejak zaman Yunani, yaitu pada zaman Plato dan

Aristoteles. Kedua tokoh tersebut telah memulai sebuah teori bahasa dan makna. Namun

tidak lama selepas era tersebut, teori ini dirasakan tidak wajar, lalu kegunaan dan

keunggulannya mulai memudar. Pada era modern ilmu ini muncul kembali, dengan

tokoh-tokoh sebagai berikut:

1. Charles Sander Peirce

Memahami Semiotika tentu tidak bisa melepaskan pengaruh dan peran dua

orang penting ini, Charles Sander Peirce dan Ferdinand De

Saussure. Keduanya meletakkan dasar-dasar bagi kajian

semiotika. Peirce dikenal sebagai pemikir argumentatif dan filsuf

Amerika yang paling orisinil dan multidimensional.

Teori dari Peirce seringkali disebut sebagai ‘grand

theory’ dalam semiotika. Mengapa begitu? Ini lebih

disebabkan karena gagasan Peirce bersifat menyeluruh,

deskripsi struktural, dari semua sistem penandaan. Peirce

ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan

menggabungkan kembali semua komponen dalam

struktur tunggal.

Peirce mengemukakan teori segitiga makna yang terdiri atas tiga elemen utama,

yakni representamen (tanda), object, dan interpretant. Baginya, tanda atau

Page 5: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

representamen adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca

indera manusia dan merupakan sesuatu yang merepresentasikan hal lain di luar tanda

itu sendiri. Sesuatu yang lain itu –oleh Peirce disebut Interpretant—dinamakan

sebagai interpretant dari tanda yang pertama, pada gilirannya akan mengacu pada

Object tertentu. Tanda menurut Peirce terdiri atas Simbol (tanda yang muncul dari

kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang

muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.

Tipologi Tanda versi Charles S Peirce

Upaya klasifikasi yang dilakukan oleh Peirce terhadap tanda memiliki kekhasan

meski tidak bisa dibilang sederhana. Peirce membedakan tipe-tipe tanda menjadi:

Ikon (icon), Indeks (index), dan Simbol (symbol) yang didasarkan atas relasi di

antara representamen dan objeknya.

a. Ikon

Adalah tanda yang mengandung kemiripan ‘rupa’ sehingga tanda itu mudah

dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon hubungan antara representamen

dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa kualitas. Contohnya

sebagian besar rambu lalu lintas merupakan tanda yang ikonik karena

‘menggambarkan’ bentuk yang memiliki kesamaan dengan objek yang

sebenarnya.

b. Indeks

Adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial di antara

representamen dan objeknya. Di dalam indeks, hubungan antara tanda dengan

objeknya bersifat kongkret, aktual dan biasanya melalui suatu cara yang

sekuensial atau kausal. Contoh jejak telapak kaki di atas permukaan tanah,

misalnya, merupakan indeks dari seseorang atau binatang yang telah lewat di

sana, ketukan pintu merupakan indeks dari kehadiran seorang ‘tamu’ di rumah

kita.

Page 6: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

c. Simbol

Merupakan jenis tanda yang bersifat abriter dan konvensional sesuai

kesepakatan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat. Tanda-tanda

kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol. Tak sedikit dari rambu lalu

lintas yang bersifat simbolik. Salah satu contohnya adalah rambu lalu lintas

yang sederhana ini.

Tabel 1. Jenis Tanda dan cara kerjanya

Jenis Tanda Ditandai dengan Contoh Proses Kerja

Icon- Persamaan (kesamaan)- Kemiripan

- Gambar, foto, dan patung

- Dilihat

Indeks- Hubungan sebab akibat- Keterkaitan

- Asap ---api- Gejala---penyakit

- Diperlukan

Simbol- konvensi atau- kesepakatan sosial

- Kata-kata- Isyarat

- Dipelajari

Dari sudut pandang Charles Peirce ini, proses signifikansi bisa saja menghasilkan

rangkaian hubungan yang tidak berkesudahan, sehingga pada gilirannya sebuah

interpretan akan menjadi representamen, menjadi interpretan lagi, jadi representamen

lagi daan seterusnya.

Charles Sanders Peirce membagi tanda dan cara kerjanya ke dalam tiga kagatori

sebagaimana tampak dalam tabel di atas. Meski begitu dalam konteks-konteks

tertentu ikon dapat menjadi simbol. Banyak simbol yang berupa ikon. Disamping

menjadi indeks, sebuah tanda sekaligus juga berfungsi sebagai simbol.

Selain itu, Peirce juga memilah-milah tipe taanda menjadi katagori lanjutan, yakni

katagori Firstness, secondness dan thirdness. Tipe-tipe tanda tersebut meliputi (1)

qualisign, (2) signsign, dan (3) legisign. Begitu juga dibedakan menjadi (1) rema

(rheme), (2) tanda disen (dicent sign) dan (3) argumen (argument).

Page 7: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

Dari berbagai kemungkinan persilangan di antara seluruh tipe tanda ini tentu dapat

dihasilkan berpuluh-puluh kombinasi yang kompleks.

2. Ferdinand De Saussure

Selain Charles S Peirce, pendekatan semotika yang terus berkembang hingga

saat ini yaitu Ferdinand De Saussure yang lebih terfokus pada

semiotika linguistik.

Menurut Saussure, tanda terdiri atas bunyi-bunyian dan

gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari

bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.

Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna

tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi

Saussure disebut “referent”. Menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan

kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.”

Gambar 2. Tanda menurut Saussure

3. Roland Barthes

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure yang menekankan interaksi

antara teks dengan pengalaman personal dan kultural

penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan

konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.

Gagasan Barthes ini dikenal dengan sebutan “order of

signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai

kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman

Page 8: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun

Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure.

Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan, yakni “mitos” yang menandai

suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan,

jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi

penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru.

Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang

menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi

“keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat”

ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon

beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi

tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon

beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.

4. Umberto Eco

Umberto Eco menegaskan bahwa semiotika adalah teori dusta. Ia mengatakan

bahwa:...pada prinsipnya (semiotika) adalah sebuah disiplin yang

mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta.

Definisi ini meskipun agak aneh secara eksplisit menjelaskan

betapa sentralnya konsep dusta di dalam wacana semiotika,

sehingga dusta tampaknya menjadi prinsip utama semiotika.

Page 9: Teori semiotika (Kelompok Komunikasi Massa)

Menurutnya, tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran sekaligus

juga untuk menyatakan suatu kebohongan.

Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai

tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang yang dapat diambil sebagai penanda yang

mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain

tersebut tidak perlu harus ada, atatu tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada

suatu waktu tertentu. Dengan demikian semiotika pada prinsipnya adalah suatu

disiplin yang mempelajari apa pun yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu

kebohongan. Jika sesuatu itu tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan

kebohongan, sebaliknya tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran.

◦◦♪ Sekian ♪◦◦

Daftar pustaka:

Wibowo, Indiawan Seto Wahyu. 2013. Semiotika Komunikasi – Aplikasi Praktis Bagi

Peneliti Dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media

http://kmi201.weblog.esaunggul.ac.id/