Teori Ruang Publik Dan Lahan

download Teori Ruang Publik Dan Lahan

of 28

description

Ruang Publik

Transcript of Teori Ruang Publik Dan Lahan

BAB 2

18

BAB 2KAJIAN TEORITIS

2.1 Kajian Teoritis Ruang Publik2.1.1 Latar BelakangRuang publik adalah tahap drama kehidupan sosial masyarakat. Jalanan, halaman dan taman kota memberikan bentuk peningkatan dan penurunan perubahan manusia. Ruang yang dinamis ini merupakan sesuatu yang penting untuk tempat bermukim yang lebih baik, kehidupan rutin rumah dan kerja, menyediakan jaringan pergerakan, simpul komunikasi dan kawasan umum untuk bermain dan bersantai (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 3). Dalam kota-kota masa kini, tantangan dalam menciptakan ruang publik semakin besar. Kerangka kesatuan bagi pembangunan baru untuk ruang publik seringkali merupakan perencanaan yang menggunakan ruang-ruang terlantar di tempat-tempat umum bagi kepentingan umum. Proses umum dari pembangunan kota yang membangun bangunan sebagai obyek-obyek tertutup dalam lanskap tidak sebagai bagian jaringan yang lebih besar dari ruang-ruang terbuka. Keputusan-keputusan mengenai pola-pola pertumbuhan dihasilkan oleh perencanaan tata guna lahan dua dimensi, tanpa mempertimbangkan hubungan tiga dimensional antara bangunan dan ruang serta perilaku manusianya. Itulah proses umum, ruang-ruang kota jarang sebagai eksterior yang memiliki bentuk dan skala yang berhubungan dengan bangunan dan fungsi lahan yang lain. Oleh karena itu, apa yang timbul dalam rona lingkungan masa kini umumnya tanpa bentuk, makna dan fungsi yang jelas dan kadang kala tanpa ruang (Makalah Perkembangan Ruang Terbuka Kota, 1991 : 5). Ketiadaan ruang publik dari kemasyarakatan dapat menutup penghuni dari sesamanya, kehilangan bentuk kerjasama, saling membantu dan saling mendukung (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 25). Menurut Trancik (1986), ada lima faktor yang telah memberikan atau membuat hilangnya ruang kota masa kini, yaitu : Adanya peningkatan ketergantungan pada kendaraan, Sikap dari para perencana dalam pergerakan moderen terhadap ruang publik, Kebijaksanaan zoning atau land use dalam membagi kota, Adanya ketidaksadaran sementara pada bagian institusi publik dan privat untuk memperoleh tanggung jawab bagi lingkungan umum kota, Adanya kebebasan industri, militer atau transportasi fisik dan psikologi, fungsi, bentuk dan karakteristik ruang-ruang terbuka kota.

2.1.2 Konsep Ruang PublikPengertian ruang publik pun sebenarnya kurang memiliki kesiapan konsep yang terorganisasi. Bentuk publik memiliki arti yang banyak, mulai dari definisi politik ketat mengenai kumpulan penduduk sampai dengan penggunaan terkenal disain siapa saja. Arti ruang lebih pada ukuran fisik dari lokasi tertentu. Ukuran-ukuran fisiknya tidak dibatasi oleh volume, tapi juga disain atau keadan alamiahnya. Ukuran-ukuran ekonominya termasuk tidak hanya issu kepemilikan tapi juga pertanyaan akses dan pembagiannya, yang memberikan kembali peningkatan politik dan ukuran sosial dari utilitas ruang. Suatu rentang kelebaran arti dan issu konsep hanya suatu yang untuk diketahui dari pendekatan dua bentuk publik dan ruang (Chua Beng-Huat & Norman Edwards, 1992 : 2).Sedangkan pengertian ruang publik menurut Eko Budihardjo (1997) adalah tempat para warga melakukan kontak sosial, pada lingkungan masyarakat tradisional selalu tersedia dalam berbagai aras, mulai dari pekarangan komunal, lapangan desa, lapangan di lingkungan rukun tetangga sampai alun-alun berskala kota.Menurut Roger Scruton (1984), seorang kritikus dan sejarawan arsitek, konsep dasar ruang publik dulunya digunakan untuk merancang suatu lokasi yang :(a) Minimal, (b) Setiap orang memiliki hak untuk masuk,(c) Petemuan antara para pengguna individu tidak terencana dan tidak terkecuali, (d) Perilaku satu dengan lainnya. Berdasarkan pengertian ruang publik dan seluruh arti konkrit menunjukkan bahwa penyelidikan memperoleh suatu pendekatan ilmu pengetahuan dan masing-masingnya mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Kedua kemungkinan pendekatan (Chua Beng-Huat & Norman Edwards, 1992 : 2) tersebut ialah :a. Memiliki tim penyelidikan dari aspek ruang publik tertentu yang berbeda, seperti ekonomi, politik, sosiaologi, arsitektur, geografi dan sejarah ruang atrium dalam kompleksitas perbelanjaan modern. Pendekatan ini menghasilkan kategori ruang publik yang sangat spesifik dan mendalam.b. Analisis sederhana untuk membahas ruang publik tertentu dari suatu disiplin yang sesuai dan yang akan datang, menghasilkan suatu kumpulan esai pengetahuan di dalamnya. Pendekatan ini menghasilkan pengembangan pengetahuan dari tipe uang publik yang berbeda-beda dan mengumpulkan pengetahuan ruang publik yang luas sebagai suatu kategori kenyataan kolektif. Setiap kontributor menganalisis contoh konkrit ruang publik yang memberikan hal utama pada satu elemen penjelasan. Contohnya, lapangan rakyat digali dalam bentuk dimensi politik; kebalikan contoh dimana ruang dimiliki perorangan dan sebelumnya terbuka luas untuk akses umum diklarifikasikan oleh konsep ruang sebagai public goods (barang umum); Kealamiahan ruang publik dan ukuran terbuka diletakkan dalam bentuk strategi konservasi ekologi, dan hubungan kontrasnya dengan ruang swasta diselidiki dalam suatu studi kawasan bagian sejarah kolonial. Padahal kepentingan umum dan pribadi adalah suatu produk berlakunya nilai-nilai sosial dan merefleksikan derajat yang berbeda akan pengenalan kebutuhan, hak dan permintaan bagi keberartian anggotanya (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 22).

2.1.3 Tujuan Pengembangan Ruang PublikTujuan pengembangan ruang publik yang dilakukan oleh para pengambil keputusan adalah untuk : Kesejahteraan umum, yaitu ruang agar dapat menampung pergerakan dan menciptakan kenyamanan, penawar racun untuk kondisi fisik dan psikologis kehidupan kota yang sukar untuk dihilangkan (Cranz, 1982; Hecksecher & Robinson, 1977). Peningkatan kualitas visual. Peningkatan kualitas lingkungan yang berhubungan dengan kebutuhan akan psikologi (Kaplan & Kaplan, 1989), digunakan untuk intervensi skala besar, seperti pembebasan lahan untuk reservasi alami atau menyebarkan penanaman (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 11), dengan maksud untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan penurunan lingkungan dan bagaimana permukiman manusia berhubungan dengan ekosistem besar dimana mereka berada, akan menimbulkan dukungan politik dan ekonomi untuk pembangunan perkotaan, menekankan fungsi preservasi dan peningkatan lanskap alami dan menghijaukan lingkungan yang ada (Hough, 1984; Scale, 1990; Spirn, 1984). Pembangunan ekonomi, biasanya dilakukan untuk menarik kegiatan, pelayanan masyarakat dengan adanya pembangunan fasilitas komersial (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 12). Peningkatan image kota, dimaksudkan untuk memberikan pemasukan keuangan bagi pemerintah setempat dari adanya penggunaan ruang publik oleh konsumen swasta dan dilakukan dengan perbaikan ruang-ruang publik seperti gedung-gedung tua dan ruang-ruang terbuka kota yang bersifat sejarah (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 12)

2.1.4 Nilai-nilai Ruang PublikAda tiga nilai utama yang dapat menuntun pengembangan ruang publik, yaitu :a. Responsive (Kepekaan terhadap Kegiatan Masyarakat), yaitu bahwa ruang publik memiliki ruang untuk menampung kegiatan fisik dan mental dimana kontak fisik dan visual dengan alam dan tanaman dapat meningkatkan kesehatan (Ulrich, 1979, 1984) dan beragam keuntungan untuk manusia (Kaplan & Kaplan, 1990).b. Democratic (Demokratis), yaitu bahwa ruang publik melindungi hak kelompok pengguna dimana tedapat akses untuk seluruh kelompok dan menyediakan ruang untuk bebas bertindak tetapi juga dapat menampung tuntutan dan kepemilikan (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 20).c. Meaningful (Keberartian), yaitu bahwa ruang publik menyajikan hubungan antara manusia dan tempat, kehidupan pribadi mereka dan dunia luar yang lebih banyak berarti dalam perubahan dunia yang pesat ((Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 20).

2.1.5 Indikator dan Hak Pengguna dalam Ruang PublikPandangan manusia terhadap ruang publik tidak lepas dari pemahaman akan interaksi antara manusia dan tempat serta bagaimana akibat dari fungsi yang timbul. Ukuran yang muncul dari nilai dan bentuk dasar pandangan masyarakat meliputi banyak faktor termasuk kualitas lingkungan alamiah, para pengguna dan potensinya, latar belakang budaya dan demografi serta status ekonomi mereka (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 87).Tujuan pengadaan ruang publik akan mempengaruhi kualitas ruang publik itu sendiri. Hal tersebut tergantung dari tujuan masyarakat sebagai pengguna. Biasanya akibat dari kehidupan kota, masyarakat membutuhkan tempat dimana mereka dapat beristirahat, lari dari kebingungan, berisik, kepadatan dan kejenuhan (Milgram,1970) di lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hal di atas, sebenarnya ada 5 (lima) indikator yang dapat menentukan apakah ruang publik itu akan bermanfaat dan berhasil guna bagi masyarakat, yaitu :a) Comfort (kenyamanan), merupakan kebutuhan dasar seperti kebutuhan akan makanan, minuman, berteduh atau beristirahat yang harus dipenuhi sebagai prasyarat kenyamanan. Tanpa kenyamanan, akan sulit untuk menyadari bagaimana kebutuhan lain dapat dipenuhi, meskipun manusia akan bertahan dalam pemenuhan kenyamanan untuk dirinya sendiri (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 92). Kenyamanan sosial dan psikologis adalah kebutuhan yang mendalam dan mudah menyebar dimana hal itu akan memperluas pengalaman manusia dalam, seperti rasa keamanan menggunakan ruang publik (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 97).b) Relaxation (Keadaan Santai), yaitu rasa kenyamanan psikologi yang tidak ada pemaksaan fisik, hanya untuk beristirahat. Relaksasi dapat dilakukan di taman umum maupun taman mini (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 98-99).c) Passive Engagement (Hubungan Pasif dengan Lingkungan), yaitu kegiatan relaksasi dalam ruang publik tanpa pengguna ikut secara aktif terlibat, biasanya hanya menggunakan obyek pemandangan atau tontonan terhadap sesuatu yang dianggap menarik (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 106). Hubungan pasif ini dapat dilakukan dengan program acara untuk meningkatkan image publik dan kesadaran kawasan pusat kota, misalnya pesta taman, permainan atau acara olah raga (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 108).d) Active Engagement (Hubungan Aktif dengan Lingkungan), yaitu menyajikan suatu bentuk pengalaman yang lebih langsung dengan tempat dan orang yang ada di dalamnya serta sebagai rekreasi aktif yang bersifat latihan dan kesehatan (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 118).e) Discovery (Penemuan), yaitu bahwa ruang publik harus menyajikan keinginan untuk mendorong (Lynch, 1963) dan mencari pengalaman yang diinginkan, contohnya adalah dengan mengadakan perjalanan, pergi ke tempat baru untuk menemukan kualitas tertentu, bertemu orang yang baru, mencari tantangan baru dari tata letak yang berbeda, seperti mainan yang ada di taman (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 136).

Hak pengguna dalam ruang publik, maksudnya adalah kebebasan untuk menggunakan ruang sesuai dengan sumber daya yang ada serta kebutuhan dan kenyamanan setiap orang. Ruang publik harus dapat menyeimbangkan hak semua lapisan masyarakat agar tidak terjadi konflik kepentingan (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 138). Menurut Kevin Lynch (1981) terdapat 5 (lima) ukuran hak keruangan, yaitu :1) Access (Jalan Masuk), yaitu kemampuan untuk masuk ruangan sebagai dasar kebutuhan. Ada 3 (tiga) komponen dalam mengkonsepkan akses. Pertama akses secara fisik. Apakah ruang fisik tersedia untuk umum ? Bagi suatu ruang yang secara fisik terdapat jalan masuk, ruang tidak harus terhalangi, tetapi harus dapat berhubungan dengan jalur sirkulasi lain. Yang kedua adalah aspek pemandangan (visual access) atau penglihatan yang penting bagi manusia untuk merasa bebas sewaktu memasuki ruang (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 144). Dan yang terakhir adalah simbol jalan masuk (symbolic access), yang biasanya dekat dengan tempat masuk yang dapat mengawasi siapa saja yang masuk (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 149).2) Freedom of Action (Kebebasan Bertindak), yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan yang diinginkan, memakai tempat yang diharapkan dengan memperhatikan bahwa suatu ruang publik adalah ruang untuk berbagi. Tanggung jwab kebebasan dapat membuat orang merasa nyaman tanpa menyalahgunakan hak orang lain (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 152).3) Claim (Tuntutan Ganti Rugi/Permohonan akan suatu Kebutuhan), dimana tuntuntan terhadap suatu ruang terletak pada jalan masuk dan kebebasan untuk bertindak dalam suatu kepentingan hak milik seluruh ruang baik itu pribadi maupun kelompok dalam melaksanakan suatu kegiatan atau mencapai suatu bentuk yang diinginkan. Tuntutan terhadap ruang ini harus diperhatikan karena menyangkut kepentingan orang banyak (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 158 &169).4) Change (Perubahan), merupakan suatu ukuran sukses ruang publik. Pentingnya kualitas lingkungan yang baik adalah kemampuan suatu tempat untuk berubah dan berkembang setiap waktu. Hal ini melibatkan warga untuk mengembangkan suatu image yang kekal dari suatu kualitas kawasan fisik dan sosialnya (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 169). Misalnya dengan adanya acara tertentu, perayaan sehingga akan menimbulkan suatu kegiatan baru dan perubahan pandangan pengguna terhadap kawasannya.5) Ownership & Dispotition (Watak dan Kepemilikan), yaitu hak memiliki ruang publik oleh masyarakat umum meskipun pengawasannya tidak secara penuh dapat diberlakukan berdasarkan watak kawasan mungkin berdasarkan hak kepemilikan. Hal ini dapat terlihat dalam pengertian lingkungan kita akan kepemilikan, dimana terdapat penawaran hak tetap kepada pemilik berdasarkan kekayaannya yang sesuai (walaupun terbatas oleh kode bangunan dan larangan/batasan kawasan). Bagaimanapun juga, kepemilikan tegas adalah suatu kumpulan hak. Pemilik dapat menjual atau secara tegas harus membayar hak untuk pengembangan, hak barang tambang dan penggunaan lainnya. Hak disposisi dipertahankan akan dapat terlihat lebih baik daripada hak untuk menjual atau menukar kepemilikan yang sah (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 177)

2.1.6 Tipologi Ruang PublikSebenarnya ruang publik mencakup dua bentuk yaitu ruang publik dalam bentuk lahan dan bangunan fisiknya serta benar-benar lahan kosong atau yang biasa dikenal dengan ruang terbuka. Dalam kajian berikut, akan dibahas tipe dan karakteristik dari setiap ruang publik sebagai berikut : Tabel 2.1Tipologi Ruang Publik Kota Masa KiniNO.TIPE RUANG PUBLIKKARAKTERISTIK

1.PUBLIC PARKS (TAMAN UMUM)a. Public/ Central Park (Taman Umum/Pusat)

b. Downtomn Parks (Taman Pusat Kota)c. Commons (Taman yang dimiliki dan digunakan oleh umum)d. Neighborhood Park (Taman Lingkungan)

e. Mini/Vest-pocket Pack (Taman Mini)

Terbangun untuk umum dan ruang terbuka diatur sebagai bagian dari sistem kawasan terbuka kota;kepentingan ruang terbuka kota; berlokasi dekat pusat kota; Lebih besar daripada taman lingkungan.Taman hijau dengan rerumputan dan pepohonan yang berlokasi di kawasan pusat kota; bentuk dapat tradisional, taman sejarah atau pembangunan ruang terbuka baru.Kawasan hijau besar terbangun; suatu kawasan digunakan untuk menghabiskan waktu senggang.

Ruang terbuka dibangun dalam lingkungan perumahan; Terbangun secara umum dan diatur sebagai kawasan ruang terbuka kota atau sebagai bagian dari pembangunan perumahan swasta; Contohnya halaman, fasilitas olah raga dan lain-lain.Taman kecil perkotaan dikelilingi oleh bangunan seperti mata air atau dalam wujud air.

2.SQUARES & PLAZAS (HALAMAN BESAR/ALUN-ALUN & PLASA)a. Central Square (Alun-Alun Pusat).

b. Corporate Plaza (Plasa Perusahaan)

c. Memorial (Tugu)

Seperti alun-alun atau plasa; Sering menjadi bagian dari pengembangan bersejarah pusat kota; Mungkin lebih terencana secara formal atau keberadaan sebagai suatu tempat pertemuan di jalanan; Sering dibangun dan diatur untuk umum.Plasa dibangun sebagai bagian dari perkantoran besar atau bangunan komersial; Sering terdapat dalam kawasan pusat kota tapi meningkat bangiannya dari pembangunan taman perkantoran suburban; Dibangun dan diatur oleh para pemilik atau manajer; Beberapa dibangun untuk umum tapi dibangun dan didanai oleh swasta.Tempat umum sebagai tempat peringatan masyarakat atau acara lokal dan kepentingan nasional.

3.MARKETS (PASAR)Farmers Markets (Pasar Petani)Ruang terbuka atau jalanan yang diguankan untuk pasar yang menjual hasil pertanian atau pasar loak; Terjadi selama beberapa waktu tertentu dalam ruang yang ada seperti taman, jalanan pusat kota atau tempat parkir.

4.STREETS (JALANAN)a. Pedestrian Sidewalks (Jalan Pejalan Kaki)

b. Pedestrian Mall (Tempat berjalan di pusat perbelanjaan).c. Transit Mall (Tempat Pemberhentian Sementara di Pusat Pembelanjaan)d. Traffic Restricted Streets (Jalanan Lalu Lintas Terbatas)

e. Town Trails (Jalan Setapak Kota)Bagian perkotaan dimana manusia bergerak dengan kaki; biasanya terletak di sepanjang trotoar dan sisi jalan, direncanakan atau ditemukan yang berhubungan dengan satu tempat dengan tempat lainnya.Jalan berhubungan dengan lalu lintas; kenyamanan pejalan kaki disediakan seperti bangku, tanaman; Berlokasi di sepanjang jalan utama dalam kawasan perkotaan.

Pembangunan jalan masuk transit ke kawasan pusat kota; Penampatan tempat berjalan tradisional di pusat pembelanjaan dengan bus dan kereta malam.

Jalanan digunakan sebagai ruang terbuka umum; Lalu lintas dan batasan kendaraan termasuk pembangunan jalur pejalan kaki dan pelebaran sidewalks, penanaman pohon di sepanjang jalan.Menghubungkan bagian-bagian perkotaan melalui jalan setapak terpadu; Penggunaan jalan dan ruang terbuka diletakkan bagi pemahaman lingkungan; Beberapanya dirancang dan dipasarkan berupa jalan setapak.

5.PLAYGROUNDS (TEMPAT BERMAIN)a. Playground (Tampat Bermain)

b. Schoolyard (Halaman Sekolah)

Kawasan bermain berada di lokasi lingkungan; Termasuk peralatan permainan tradisional seperti papan luncur dan ayunan; Terkadang termasuk kenyamanan orang dewasa seperti bangku; Termasuk rancangan inovatif seperti tempat bermain petualangan.Halaman sekolah sebagai kawasan bermain; Beberapa dibangun sebagai tempat untuk pemahaman lingkungan atau sebagai ruang kemasyarakatan.

6.COMMUNITY OPEN SPACES (RUANG TERBUKA KEMASYARAKATAN)Community Garden/Park (Taman Masyarakat)Ruang lingkungan yang dirancang, dibangun atau dikelola oleh warga setempat dalam lahan kosong; Termasuk taman yang menyajikan pemandangan, kawasan bermain dan taman masyarakat; Sering dibangun dalam lahan swasta; Tidak secara resmi dipandang sebagai bagan dari sistem ruang terbuka perkotaan; Sering rawan untuk pemindahan oleh penggunaan lain seperti perumahan dan pembangunan kawasan komersial.

7.GREENWAYS & PARKSWAYS (JALUR HIJAU & JALUR TAMAN)Interconnected recreational and natural areas (Kawasan rekreasi dan alam yang saling berhubungan)

Kawasan alam dan ruang rekreasi yang berhubungan dengan jalur pejalan kaki dan sepeda

8.ATRIUM/INDOOR MARKET PLACE (RUANG MASUK UTAMA/BAGIAN DALAM PASAR)a. Atrium (Ruang masuk Utama)

b. Marketplace/Downtown shopping center ( Pasar/ Pusat perbelanjaan kota)

Interior ruang swasta dibangun sebagai bagian dalam ruang masuk utama; Suatu bagian dalam, plasa atau jalan pejalan kaki; Termasuk perkotaan dari bagian sistem ruang terbuka; Dibangun oleh swasta dan dikelola sebagai bagian dari perkantoran baru atau pembangunan kawasan komersial.Interior, kawasan belanja swasta, biasnya berdiri bebas atau perbaikan gedung-gedung tua; Termasuk ruangan interior dan eksterior; Terkadang disebut sebagai Pasar Festival; Dibangun oleh swasta dan dikelola sebagai bagian dari perkantoran baru atau pembangunan kawasan komersial.

9.FOUNDS/NEIGHBORHOOD SPACES (YAYASAN/RUANG LINGKUNGAN)Founds spaces/every-day open spaces (Tempat yayasan/ruang terbuka setiap hari)

Terbuka untuk umum seperti pojok jalanan; lahan untuk bangunan dll dimana orang menuntut dan menggunakan; Dapat terletak di lahan kosong atau ruang tidak terbangun yang terletak dalam lingkungan perumahan termasuk lahan kosong dan kawasan gerdung masa depan; Seringkali digunakan oleh anak-anak, remaja dan penghuni setempat.

10.WATERFRONTS (TEPI AIR)Tepi air, pelabuhan, pantai, tepi sungai, dermaga, tepi danau.Ruang terbuka sepanjang tepi air di perkotaan; Meningkatkan akses umum pada kawasan tepi sungai; Pembangunan taman tepi sungai.

Sumber : Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 84.

Sedangkan standar luas lahan untuk jenis fasilitas umum menurut Chiara dan Koppleman ialah :Tabel 2.2Area Lahan untuk Seluruh Fasilitas Umum dalam Lingkungan Perumahan(Komponen Pengguna & Aggregate Area menurut Tipe Pembangunan dan Jml Populasi)Tipe PembangunanPopulasi Lingkungan

1000 org275 KK2000 org550 KK3000 org825 KK4000 org1100 KK5000 org1375 KK

Pembangunan utk 1 atau 2 Keluarga (a)Area dlm Komponen Penggunaan1) Acres utk lokasi sekolah2) Acres utk tempat main3) Acres utk taman..4) Acres utk pusat perbelanjaan.5) Acres utk fasilitas umum kemasyarakatan (b)Aggregate Area6) Acres : total7) Acres per 1000 orang8) Square feet per keluarga

1.202.751.500.800.38

6.636.631050

1.203.252.001.200.76

8.414.20670

1.504.002.502.201.20

11.403.80600

1.805.003.002.601.50

13.903.47550

2.206.003.503.001.90

16.603.32530

Pembangunan utk Keluarga Besar (c)Area dlm Komponen Penggunaan1) Acres utk lokasi sekolah2) Acres utk tempat main3) Acres utk taman4) Acres utk pusat perbelanjaan5) Acres utk fasilitas umum kemasyarakatan (b)Aggregate Area6) Acres : total7) Acres per 1000 orang8) Square feet per keluarga

1.202.752.000.800.38

7.137.131130

1.203.253.001.200.76

9.414.70745

1.504.004.002.201.20

12.904.30680

1.805.005.002.601.50

15.903.97630

2.206.006.003.001.90

19.103.82610

Keterangan :(a) Dengan kavling pribadi kurang dari acres per keluarga (utk kavling pribadi acre atau lebih, taman diperbolehkan)(b) Diperbolehkan utk fasilitas sosial dlm ruang (peribadatan, hall dan lain-lain) atau pusat kesehatan yang terpisah dan lain-lain(c) Atau pembangunan lain tanpa lahan pribadi

1 acre = 4046,87 m1 sqft (squarefoot) = 0,0929 m

Sumber : Planning the Neighborhood by the American Public Health Association, Committee on the Hygiene of Housing, Public Administration Service, Chicago, III, 1960.

2.1.7 Fungsi dan Manfaat Ruang Publik Ruang publik pada dasarnya merupakan ruang yang dapat digunakan untuk melaksanakan beragam kegiatan yang bersifat umum. Masyarakat telah membutuhkan ruang publik untuk mendukung pemenuhan kebutuhannya, seperti adanya pasar, tempat perayaan atau tempat untuk kegiatan ritual. Ruang publik sering menjadi lambang kemasyarakatan dan sosial atau budaya besar yang pernah ada. Tempat-tempat tertentu memiliki arti dari fungsinya sendiri dan lebih jauh dari perannya dalam kehidupan masyarakat. Dahulu sungai sebagai tempat mencuci dapat sebagai tempat pertukaran informasi. Pasar memiliki peran sebagai tempat berkomunikasi, menyediakan wahana untuk berpolitik. Ruang publik telah menjadi bagian integral dari bentuk dan kelanjutan kehidupan sosial (Environtmental & Behaviour Series, 1992 : 22-23). Menurut Abraham Maslow (1954), motivasi kebutuhan psikologi manusia sebenarnya terdiri dari :a. Safety-Security (kenyamanan-keamanan) : stabilitas, perlindungan, bebas dari rasa takut dan sebagainya,b. Belongingness and Love (Rasa memiliki dan kasih sayang) : kasih sayang, perjuangan mencari tempat untuk kelompok dan keluarga, memerlukan identitas dengan ide eksternal,c. Esteem (Penghargaan) : suatu bentuk yang berdasarkan evaluasi sendiri, rasa hormat dan mengenal yang lain, kepercayaan di dunia),d. Self-actualizing (pernyataan diri), merupakan motivasi pertumbuhan terakhir dari Maslow yang meningkat dalam di potensi setiap manusia.Dengan demikian, seluruh motivasi yang telah disebutkan di atas dapat terpenuhi dengan adanya pembangunan tidak saja secara fisik tetapi juga non fisik. Lingkungan fisik merupakan potensi kekuatan terakhir yang dapat menentukan perilaku. Lingkungan fisik juga dapat mendorong respon perilaku tidak seperti cara keindahan rancangan yang memiliki potensi untuk membangkitkan sensor respon (Albert J.Rutledge, 1985 : 74-75). Oleh karena itulah, pengembangan ruang publik secara tidak langsung dijadikan ajang membentuk pribadi manusia-manusia kotanya yang akhirnya akan menjadi arena perkembangan jiwa dan pemikiran manusia kota sendiri terhadap lingkungannya.Fungsi ruang publik dalam bentuk ruang terbuka secara umum (Makalah Perkembangan Ruang Terbuka Kota, 1991 : 227 & 245) meliputi : Fungsi Biologis : memberikan udara segar dan sinar matahari yang cukup bagi bangunan sekelilingnya. Fungsi Estetis : membentuk efek visual yang indah di lingkungan perkotaan. Fungsi Rekreasi : menyediakan fasilitas rekreasi yang luas untuk masyarakat. Fungsi Ekologi : memberikan keseimbangan ekologis untuk mencegah polusi udara. Fungsi Fisik : sebagai jalur batas yang memisahkan suatu kegiatan dalam perkotaan. Cadangan (reserve) : sebagai cadangan untuk kebutuhan lain di masa mendatang. Fungsi sosial : sebagai tempat untuk menjalin komunikasi antar warga kota.

Sedangkan secara khusus mencakup :a. Untuk menyediakan ruang-ruang terbuka dan untuk mempertahankan kota yang mempunyai sifat alamiahnya. Dari sejarah perkembangan kota memperlihatkan bahwa banyak lahan yang terpakai atau tergusur untuk daerah permukiman dan industri. Dengan menyediakan tempat rekreasi dalam suatu kota merupakan suatu usaha dalam menyelamatkan ruang terbuka umum dari suatu kota. Pada daerah yang luas, kesempatan untuk rekreasi itu terbuka pada daerah-daerah hutan, taman-taman air seperti sungai-sungai, danau-danau dan pantai-pantai.b. Untuk organisasi yang mempunyai kegiatan yang khas yaitu mengumpulkan anggotanya untuk berinteraksi, saling mengenal satu sama lain, klub-klub yang mempunyai perhatian khusus yang terkoordinir, seperti perkumpulan pemuda dengan kegiatan yang sifatnya rekreatif.c. Untuk menyediakan fasilitas bagi organisasi atau sponsor dalam menyatukan kegiatan, programnya termasuk di dalamya kegiatan olah raga, musik, drama, keterampilan, kegiatan pendidikan luar sekolah, juga untuk orang dewasa dan kegiatan sosial lainnya. Dimana masyarakat dapat bertukar pikiran dan variasi dalam melakukan kegiatan di alam terbuka.d. Untuk membimbing orang-orang yang tidak mempunyai kegiatan terarah ataupun kelompok tertentu di dalam masyarakat yang disponsori oleh pemerintah, sehingga program yang direncanakan sukses, dimana orang dan masyarakat kembali dengan lingkungannya.Ruang publik sebagai tempat wisata yang bersifat rekreatif memiliki tipe rekreasi berupa pemandangan yang memberikan kesenangan pada setiap warga kota serta memberikan kesegaran dan rekreasi aktif. Rangkaian dari keterbukaan dan ketertutupan vista, mata dapat secara teratur disegarkan oleh pemandangan baru (Makalah Perkembangan Ruang Terbuka Kota, 1991 : 199).

2.1.8 Studi Kelayakan Fisik untuk Ruang PublikStudi kelayakan fisik dalam penyediaan lahan untuk ruang publik, ditinjau dari kajian Keputusan Presiden No.32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung agar dalam pelaksanaannya kawasan studi telah memenuhi kriteria yang harus dimiliki untuk dikembangkan sebagai kawasan ruang publik. Kawasan studi terletak di kawasan tepi Sungai Martapura dimana berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1990, kawasan tersebut terletak di kawasan sempadan sungai yang termasuk dalam Kawasan Perlindungan Setempat. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Sedangkan kriterianya (Pasal 355) meliputi : Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, GSS ditetapkam sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter s/d 20 meter, GSS ditetapkam sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter, GSS ditetapkam sekurang-kurangnya 30 meter dihitung dari tepi sungai.

Menurut Mabbery (1972), kawasan budidaya memiliki sejumlah kriteria yang dilihat dari sudut kemiringan lereng yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.3Kepentingan dari Sudut Lereng dalam Menunjang Pertumbuhan Wilayah dan Aktivitas Teknik (Mabbery,1972)Sudut Lereng (dalam %)

Aktivitas0-33-55-1010-1515-3030-70> 70

Rekreasi Umum

Struktur Teknis

Utilitas Umum

Jalan untuk Segala Cuaca

Sistem Pembuangan Limbah

Perumahan Konvensional

Pusat Perdagangan

Jalan Raya antar Kota

Lapangan Terbang

Jalan Kereta Api

Operasi Alat BeratSampai 45%

Tabel 2.4Klasifikasi Kemiringan Lereng(Dessaunuttes, 1972)No.Kemiringan (%)Kelas Lereng

1< 2Datar (flat)

22 8Landai (gentle)

38 15Bergelombang (Undulating)

415 25Curam (Steep)

525 4 0Sangat curam (Very Steep)

6> 40Terjal (Sharp, Clife)

2.2 Sejarah Perkembangan Perencanaan Ruang di Kawasan Tepi AirRuang terbuka mempunyai arti tidak hanya sekadar sebuah jalan, taman atau tempat bermain lingkungan. Ruang terbuka mencakup lahan luas yang memisahkan perkembangan kota dari kawasan pedesaaan dan tempat yang mencakup taman-taman regional, lahan pertanian, kawasan hutan, sungai, laut, danau atau luas dengan dimensi yang cukup untuk menyediakan kebutuhan bernafas yang kontras dengan kemacetan di kota dengan kepadatan yang terendah sekalipun. Laporan mengemukakan bahwa kota Sichi di Uni Soviet memperuntukkan hampir 70% tanahnya untuk perlindungan ruang terbuka dalam bentuk hutan, kawasan rekreasi dan penggunaan-penggunaan serupa. Pemerintah Swedia membeli dan memegang hak jalur hijau sekitar kota-kota besarnya untuk melestarikan kualitas kehidupan kota maupun kesejahteraan pedesaan di belakangnya. Jalur hijau ini memberi bentuk pada daerah perkotaan, melestarikan kesegaran udaranya dan menyediakan produksi bahan makanan di lokasi yang dekat.(Arthur B. Gallion & Simon Eisner, 1994 : 114)Mungkin salah satu pembatasan yang paling menarik dan menantang adalah tempat-tempat dimana air (laut, danau, sungai) bertemu dengan tanah. Di masa lalu, di sini telah terjadi pelecehan kebutuhan akan perencanaan yang seksama dan penggunaan yang tidak merusak. Kita telah menempatkan beberapa industri yang paling beracun sepanjang pantai serta membuang kotoran dan sampah ke air dan mencemarinya. Pembangunan-pembangunan menyenangkan yang mungkin telah terbentuk di banyak kawasan kritis ini telah dihancurkan, bagaikan kita menghancurkan sarang kita sendiri. Pada tahun-tahun terakhir telah ada upaya-upaya yang besar dan mahal untuk mengembalikan pembatasan ini untuk penggunaan rekreasi demi kepentingan penduduk, tidak hanya yang berdekatan tetapi juga dari region lain dan seluruh negara. Kabupaten Los Angeles telah mulai merencanakan pada tahun 1940 untuk mendapatkan kembali pantai-pantainya. Sekarang setelah lebih dari 40 tahun, melalui dana-dana pemerintahan daerah dan negara bagian, telah banyak dicapai agar pantai dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.Pelabuhan dan pantai merupakan lokasi alam bagi perkembangan industri dan pergudangan. Sayangnya kawasan-kawasan potensi ruang terbuka dan daya tarik keindahan ini telah menjadi kusam akibat pelecehan yang acap dikaitkan dengan tempat pekerjaan industri. Rekreasi pemandangan telah diabaikan karena harus dikaitkan dengan kegiatan kapal-kapal besar dan kecil dan kegiatan pembongkaran dan pemuatan barang dari tempat-tempat jauh. Dalam beberapa kasus, pantai telah menjadi harta tak terpelihara yang diabaikan. Konservasi akan sumber daya yang terbatas ini merupakan tugas penting manusia masa kini. Pantai laut dan tepi sungai adalah kawasan rekreasi yang tak ternilai harganya di dunia ini. Tepian-tepian itu merupakan sumber daya yang terbatas karena acap terpencar-pencar dan beberapa di antaranya sulit tercapai. Perolehan kembali lahan sepanjang tepian ini telah merupakan prestasi besar dari banyak negara Eropa dan Amerika. Lahan-lahan khusus in telah dibuka untuk penggunaan umum dan tidak lagi menjadi simpanan pribadi dari dari beberapa orang. Dewasa ini, jutaan orang telah dapat menikmati rekreasi renang, memancing dan berperahu di laut dan sungai sebagai hasil program negara bagian federal dan pemerintah daerah.(Arthur B. Gallion & Simon Eisner, 1994 : 116 - 117)

2.3 Manajemen Lahan dalam Penyediaan Ruang PublikUpaya menyediakan ruang publik untuk kepentingan umum dalam kawasan perkotaan memerlukan lahan yang sedianya harus dilakukan melalui proses manajerial yang terorganisasi sehingga dapat dioperasionalkan. Dengan demikian sangat diperlukan pemahaman mengenai pentingnya arti lahan itu sendiri yang berkaitan dengan peran lahan dalam penyelenggaraan pembangunan. Lahan merupakan sumber daya karunia Tuhan (resources development) yang bersifat langka, terlebih di wilayah perkotaan (Modies, 1975 : 8). Lahan juga merupakan sumber daya alam yang terpenting dalam pembangunan kota, akan tetapi perlu dipahami bahwa lahan mempunyai karakteristik sebagai berikut (Diklat Manajemen Perkotaan, 1996 : 3) :a. Mempunyai sifat khusus yaitu permanen (tidak dapat dihancurkan atau dibuat baru), lokasi yang pasti (tidak dapat dipindahkan), dan tiada satu bidang tapak lahan yang mempunyai nilai yang persis sama.b. Ketersediaan (supply) lahan langka dan terbatas.c. Merupakan tumpuan harapan dari berbagai kepentingan dan keinginan (baik yang dikuasai secara sah/legal, maupun tidak sah/ilegal menurut peraturan perundangan yang berlaku).Dengan adanya kondisi lahan seperti yang telah disebutkan di atas, maka lahan memiliki batasan dalam pengadaannya. Proses pengadaan diterapkan untuk mencari lahan yang sesuai dengan kebutuhan lahan dalam menerapkan kegiatan pembangunan perkotaan yang sama sekali baru atau belum pernah ada sebelumnya. Proses ini menjadi lebih rumit karena di dalamnya mungkin terjadi proses-proses penyesuaian, pencegahan, pengalihan maupun pembebasan/pencabutan (Diklat Manajemen Perkotaan, 1996 : 2).Seluruh proses yang saling terkait itu harus dipadukan dalam suatu mekanisme pengelolaan lahan yang adil dan bijaksana. Pengelolaan lahan adalah upaya untuk menyediakan lahan dalam arti pembentukan ruang-ruang kegiatan sesuai dengan kegiatannya dan menyesuaikan ketersediaan lahan bagi kebutuhan pembangunan kota (Rica Swasti, 2000 : 19). Mekanisme pengelolaan lahan merupakan bagian yang tak terlepaskan dan berdasarkan penataan ruang perkotaan dimana intinya adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan, pemanfaatan dan pengendalian pembangunan. Semua kegiatan tersebut sangat membutuhkan lahan sebagai tempat berpijak. Dengan demikian, pada bagian berikutnya, bahasan akan ditekankan pada penyediaan lahan untuk kegiatan pembangunan di kawasan perkotaan.

2.3.1 Pengadaan Lahan sebagai Upaya Penyediaan Ruang PublikRuang publik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang utama akan wadah untuk bersosialisasi dan berkomunikasi dalam rangka membangun barrier lingkungan tempat tinggalnya terhadap pengaruh eksternalitas pembangunan dan globalisasi. Tujuan yang diprioritaskan dalam pengadaan lahan untuk ruang publik sebagai bagian dari proses manajemen lahan adalah efisiensi dan optimalisasi penggunaan lahan dalam hal pola tata ruang dan intensitasnya, memperhatikan kualitas lingkungan, memperhatikan pengelompokkan sosial ekonomi dan menunjang budaya setempat, kawasan sejarah dan lain-lain (Diklat Manajemen Perkotaan, 1996 : 15).Akan tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk yang pesat menimbulkan kebutuhan lahan dalam menyediakan ruang untuk fasilitas, utilitas maupun sarana lain yang diperlukan bagi kelengkapan hidup manusia (Mochtarram Karyoedi, 1993 : 19). Padahal kebutuhan lahan dan pengadaannya merupakan dua hal yang sulit untuk dipadukan, apalagi dalam kawasan perkotaan dimana harga lahan semakin meningkat sedangkan ketersediaannya terbatas. Akumulasi keadaan tersebut pada akhirnya menyebabkan semakin menurunnya kondisi lingkungan perkotaan, seperti meluasnya lingkungan kumuh, meningkatnya kemacetan lalu lintas, ketidakteraturan tapak kawasan dan in-efisiensi dalam penggunaan tanah (Budi Tjahjati, 1995 : 14).Secara umum pengadaan lahan perkotaan dilakukan dalam 2 (dua) cara yaitu pengadaan lahan secara fisik dan lahan dalam pengertian yuridis (LPP ITB, 1996). Maksud tersedianya secara fisik adalah lahan tersebut sudah siap digunakan sesuai dengan daya dukung dan ketentuan prosedur teknisnya, sedangkan kesediaan secara hukum dapat dilakukan dengan pelepasan dan pencabutan hak atas lahan.Proses kegiatan perolehan tanah dinilai lancar dan dapat mendukung pelaksanaan pembangunan bila memenuhi paling tidak 6 (enam) syarat, yaitu : lokasi tanah sesuai, luas areal tanah cukup, harga ganti rugi wajar, waktu penyediaan tanah tepat, ketentuan yang berlaku ditaati dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat serta sengketa (H.M Nad Darga Talkuputra, 1996 : 10).

2.3.2 Nilai dan Harga LahanMelalui potensi dan kekuatan ekonomis yang terkandung di dalamnya maka lahan memiliki nilai dan harga tertentu. Yang dimaksudkan dengan nilai lahan (land value) adalah suatu penilaian lahan yang didasarkan kepada kemampuan produktivitas dan/atau sifat strategis ekonominya. Jadi nilai lahan sangat ditentukan oleh kemampuan lahan di dalam pemanfaatannya. Nilai lahan perkotaan sangat ditentukan oleh kemampuan strategis ekonomis dari lokasinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada lahan perkotaan terdapat pengertian nilai lahan tidak langsung, artinya nilainya tidak ditentukan oleh manfaat inherent (Sadar Yuni Raharjo, 2000 : II.5).Sedangkan yang dimaksud dengan terminologi harga lahan adalah kemampuan lahan yang nilainya diukur oleh suatu harga nominal dalam satuan uang. Harga lahan bisa saja merupakan suatu implikasi dari adanya suatu nilai, dengan demikian sebenarnya antara nilai dan harga lahan terdapat hubungan yang sangat menentukan arti keseluruhan dari manfaat lahan tersebut (Djoko Sujarto, 1996).

2.3.3 Landasan Kontitusional Manajemen LahanManajemen lahan akan menyangkut intervensi terhadap pemilikan lahan perseorangan, dengan syarat bahwa intervensi tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan demi kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat (Diklat Manajemen Perkotaan, 1996 : 22). Untuk melakukan hal itu diperlukan kewenangan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Kewenangan yang dapat dijadikan landasan konstitusional tersebut adalah penetapan penguasaan dan pemilikan hak atas tanah, police power, eminent domain serta perpajakan dan restribusi.

A. PENETAPAN PENGUASAAN DAN PEMILIKAN HAK ATAS LAHAN (BUNDEL OF RIGHT)Undang-undang No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa Negara mempunyai hak untuk menguasai bumi, air dan ruang angkasa. Hak menguasai dari Negara tersebut memberi wewenang untuk :a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;c) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Hak menguasai dari Negara tersebut di atas, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah otonom dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah.Atas dasar hak menguasai dari Negara tersebut ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak atas tanah tersebut memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UU ini dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi. Semua hak atas tanah tersebut mempunyai fungsi sosial. Agar tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.Adapun hak-hak atas tanah mencakup : Hak milik, Hak guna usaha (HGU), Hak guna bangunan (HGB), Hak pakai, Hak sewa, Hak membuka tanah, Hak memungut hasil hutan Hak-hak lain yang ditetapkan dengan UU.(Diklat Manajemen Perkotaan, 1996 : 22-23)

B. POLICE POWERPolice Power adalah kewenangan pemerintah untuk mengatur, mengawasi, mengendalikan dan menghuninya. Police Power ini harus berdasarkan tujuan yang memberikan keuntungan kepada masyarakat luas yaitu memberikan perlindungan dan memberikan perlindungan dan menunjang terjaminnya kesehatan masyarakat, keamanan, moral dan kesejahteraan umum. Pengaturan, pengawasan dan pengendalian dalam melaksanakan police power ini tanpa ganti rugi. Tindakan itu termasuk kewenangan pemerintah untuk melarang, memindahkan pemilikan ke tempat yang bertentangan dengan keinginan pemiliknya dan bahkan bila dipandang perlu dapat memungut pajak/restribusi sebagai imbalan dari perlindungan atas status kepemilikannya (Diklat Manajemen Perkotaan, 1996 : 23).Salah satu penerapannya adalah upaya pengendalian pembangunan atau development control, misalnya jika suatu lahan ditetapkan sebagai kawasan hijau, pemilik lahan tidak secara langsung kehilangan kepemilikannya, tapi ia tidak berhak lagi untuk menggunakannya dan tidak memperoleh ganti rugi (David Wilcoxx dan Mochtarram Karyoedi, Session 4, 1983 : 5).

C. EMINENT DOMAINEminent Domain adalah suatu kewenangan pemerintah untuk memperoleh hak lahan perorangan untuk tujuan publik dengan membayarnya seperti membayar ganti rugi (David Wilcoxx dan Mochtarram Karyoedi, Session 4, 1983 : 4). Kewenangan eminent domain ini terutama adalah berkaitan dengan tindakan mengambil alih atau pencabutan hak atas lahan di dalam batas kewenangannya. Kewenangan ini bukan tanpa syarat, melainkan harus mengikuti ketetapan : Alasan substantif, yaitu alasan yang dapat diterima masyarakat atas dasar kepentingan umum dan mendapat ganti rugi yang layak, Mengikuti prosedur yang mendapat perlakuan hukum yang sama dan adil.Pelaksanaan peraturan mengenai pencabutan hak atas lahan dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1995, tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum terdapat penetapan ganti rugi yang menggunakan Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP) sebagai dasar perhitungan ganti rugi tersebut (Diklat Manajemen Perkotaan, 1996 : 25).

D. PERPAJAKAN DAN RESTRIBUSI (TAXATION)Perpajakan dan restribusi dimaksudkan untuk melakukan beban atau pungutan yang dilandasi kewenangan hukum terhadap perorangan atau pemilikan untuk mengutip atau mengumpulkan uang demi tujuan masyarakat. Pajak dan restribusi ini juga harus dilandasi dan digunakan untuk kepentingan umum, dikenakan secara adil tanpa diskriminasi (Diklat Manajemen Perkotaan, 1996 : 25).

2.3.4 Instrumen Teknis dalam Mekanisme Penanganan Masalah Penyediaan LahanSecara teknis, perangkat/instrumen dalam mekanisme penanganan masalah penyediaan lahan yang mungkin diterapkan di kawasan studi adalah :

A. LAND SHARING Pembagian lahan adalah ukuran yang dipakai untuk menggambarkan pembangunan dan penggunaan lahan bersama perusahaan yang ditempati oleh kaum penghuni lahan tanpa ijin yang oleh pemilik sahnya tidak memiliki kemampuan untuk mengusir mereka. Dalam kasus ini, sangat melibatkan lahan tengah kota yang bernilai, pemilik sah akan mendekati kaum penghuni tanpa ijin tersebut dengan proposal pembangunan dimana para kaum penghuni tanpa ijin ini (squatters) akan menyetujui untuk mengosongkan bagian lahan (mungkin 1/3) dalam pengembalian bagi paket-paket keuntungan yang diberi oleh pemilik yang sah (Michael G Kitay, 1985 : 30-31).Untuk di kawasan kumuh, prinsip sharing lahan pada intinya adalah memperoleh bagian kawasan untuk dibersihkan dalam rangka membangun kawasan komersial, bagi pemilik sah atas lahan dapat ikut serta dalam kegiatan baru tersebut dengan kontribusi berupa lahan (Shlomo Angel & Tripparat Chinathamkujujkul, 1981 : 430). Teknik sharing lahan umumnya melibatkan lahan di pusat kota yang sangat berharga, sehingga untuk pembebasan lahan, pemilik lahan akan melakukan pendekatan terhadap para penghuni permukiman kumuh tersebut (penyewa) agar mereka bersedia untuk mengosongkan lahan yang ditempatinya. Pada pendekatan ini, pemilik sah atas lahan dapat memberikan penggantian atas bangunan kepada penghuni kawasan kumuh tersebut atau memindahkan pada bagian lain dari site (Shlomo Angel & Tripparat Chinathamkujujkul, 1981 : 437-439).Sharing lahan melibatkan peran dari pemerintah, swasta/pemilik modal dan masyarakat untuk mewujudkan tujuan dari kegiatan pembangunan ini. Pembagian lahan memberikan peluang pemerintah untuk meningkatkan nilai lahan daerah pinggiran kumuh tanpa mengambil alih tanah. Pertimbangan yang serius harus diberikan pada bagaimana pemerintah dapat memfasilitasi pembagian lahan swasta sebagai suatu alternatif untuk mengarahkan pengambilalihan lahan oleh masyarakat (Michael G Kitay, 1985 : 30-31). Pihak swasta/pemilik modal sebagai pengembang diharapkan dapat memberi bantuan modal dalam proses rebuilding ataupun penyediaan fasilitas/utilitas tapi tidak juga tidak terlalu market oriented dengan menerapkan sistem subsidi silang. Sedangkan masyarakat sebagai penghuni dan mungkin pemilik lahan memberi kontribusi berupa lahan dan komprominya untuk mengosongkan bangunan dalam mendukung kegiatan yang akan dikembangkan (Shlomo Angel & Tripparat Chinathamkujujkul, 1981 : 447-457).

B. LAND ACQUISITIONTeknik akuisisi lahan adalah suatu cara yang dilakukan pemerintah untuk menyediakan tanah bagi kepentingan umum melalui pengambilalihan atau pembebasan lahan. Pada Permendagri No. 15 Tahun 1975 pasal 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembebasan lahan ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi.Secara praktek dalam pengambilalihan lahan, hal yang penting adalah memiliki suatu kemampuan mempertahankan kepercayaan warga masyarakat untuk bekerja sama. Jika LSM dapat menunjukkan kepercayaan yang baik dan secara masuk akal pada pihak swasta dengan menunjukkan dengan jelas keberhasilan program pembelian sukarela, pihak swasta tidak akan memprotes pada pemerintah untuk menuntut suatu police power (Michael G Kitay,1985 : 13).Pembebasan lahan milik dan dikuasai oleh masyarakat dapat ditempuh meliputi cara : Voluntary Bargain dan Sale ( Penawaran dan Penjualan Sukarela), yaitu sistem transaksi yang dilakukan secara sukarela disertai dengan ketentuan hukum harga tanah yang adil. Cara yang paling sering untuk mendorong penawaran penjualan sukarela adalah melalui perpajakan atau pengurangan rangsangan pajak. Pemerintah dapat mendorong penjualan-penjualan tersebut dengan menurunkan pajak keuntungan penjualan lahan (seperti di Guatemala), atau dengan menunda pembayaran pajak, atau memberikan potongan nilai pajak, atau memberikan penghapusan pajak lahan pada pemilik tanah yang lain dari jumlah yang sama pada penjualan lahan kepada pemerintah dan lain-lain. Public Acquisition of Leasehold Interests and Options (Pengambilalihan Umum dari Kepentingan Hak-hak Jual Beli dan Kepentingan-kepentingan Tanah yang Disewa), yaitu pengambilalihan lahan oleh pemerintah dimana pemerintah dapat menyewakan lahan dan pemilik persewaan dapat menjual lahan yang menyewa dari pemerintah. Keuntungan bagi pemerintah adalah bahwa dengan adanya kepentingan tsb pemerintah dapat memperoleh lahan yang dibutuhkan dari anggaran belanja, tanpa membayar sekaligus harga penjualan yang membutuhkan dana-dana yang besar (Michael G Kitay, 1985 : 18). Acquisition Through Barter or Exchange (Pengambilalihan Melalui Pembelian atau Pertukaran), yaitu cara pemerintah untuk memperoleh lahan dengan menawarkan lahannya sebagai ganti rugi bagi pengambilalihan lahannya yang lain (Michael G Kitay, 1985 : 20). Public-Private Ventures (Usaha Bersama Swasta dan Publik), yaitu usaha kerja sama antara pihak swasta dan masyarakat untuk membebaskan lahan secara sukarela dimana pemerintah tidak memperoleh lahan dan mengembangkannya, sehingga pengeluaran masyarakat minimum (Michael G Kitay, 1985 : 24). Acqusition Through Confiscation and Nationalization (Pengambilalihan Melalui Penyitaan dan Nasionalisasi), yaitu membebaskan lahan dengan menyita lahan kawasan yang melanggar pajak kekayaan dan menjadikan lahan sebagai aset nasional (Michael G Kitay, 1985 : 33). Acquisition Through Gift or Dedication (Pengambilalihan melalui Hadiah atau Persembahan), yaitu memperoleh lahan dari hasil sumbangan sebagai prasyarat untuk memperoleh persetujuan kawasan atau bangunan dari masyarakat (Michael G Kitay, 1985 : 36).

Adapun prosedur peraturan untuk memudahkan pengambilalihan lahan tersebut adalah melalui penetapan penggunaan dan nilai lahan serta penggantian. C. LAND CONSOLIDATIONBerdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang konsolidasi tanah, yang diartikan sebagai upaya-upaya menata kembali penguasaan, penggunaan dan pemilikan tanah oleh masyarakat pemilik tanah melalui usaha bersama untuk membangun lingkungan siap bangun dan menyediakan kavling tanah matang sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan Pemda Tingkat II.Konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat (Budi Tjahjati, 1995 : 15)Pada dasarnya konsolidasi lahan merupakan upaya untuk membangun kawasan dengan biaya pembangunan dari masyarakat sendiri yang diperoleh melalui pengurangan luas persil dari para pemilik lahan. Konsolidasi lahan dilakukan dengan tujuan dan manfaat untuk memperoleh suatu kondisi tata ruang yang teratur sesuai dengan RUTR, terpenuhinya kebutuhan fasilitas dan infrastruktur dan status hukum lahan yang teratur.Hal penting dalam konsolidasi lahan:1.Membangun dari persil yang tidak teratur menjadi teratur dan mempunyai infrastruktur dan fasilitas umum2.Pemindahan kepemilikan lahan untuk infrastruktur dan fasilitas umum dengan tidak mengeluarkan biaya3.Penerapan rencana penggunaan lahan4.Pembangunan kawasan yang memenuhi standar5.Pembiayaan bersama dengan komposisi yang patut antar pemilik lahan6.Mencapai waktu yang baik dari daerah pinggiran agar siap untuk dikembangkan7.Menghasilkan kemungkinan pembangunan sistem infrastruktur Persyaratan dari konsolidasi lahan adalah:1. Adanya interes pemerintah daerah (dan atau lembaga yang sesuai dengan bidangnya)2. Lahan yang menjadi obyek mempunyai potensi untuk berkembang, tetapi masih belum teratur, belum mempunyai infrastruktur, dan masih belum terbangun (atau masih sedikit terbangun)3.Lahan obyek konsolidasi lahan dekat dengan sistem infrastruktur4.Lokasi lahan tersebut strategis untuk dijual (sebagai kompensasi biaya pembangunan)5.Seluruh pemilik lahan menyetujui proyek konsolidasi lahan6.Pemerintah pusat mendukung dalam hal legalitas, hukum dan administrasi pada pelaksanaan proyek KL7.Terdapat perangkat pelaksana yang mampu mengelola proyek KL.

Secara teknis, pelaksanaan kegiatan konsolidasi lahan tersebut mengubah lahan dengan bentuk persil yang tidak beraturan dan tanpa infrastruktur dan fasilitas umum menjadi lahan yang mempunyai bentuk persil yang relatif teratur yang dilengkapi infrastruktur dan fasilitas umum. Pelaksana pembangunan dapat dilakukan oleh berbagai pihak, seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta atau masyarakat pemilik lahan sendiri.Konsolidasi lahan merupakan salah satu bentuk pengadaan lahan untuk menyediakan kebutuhan ruang bagi kegiatan masyarakat kota yang sesuai dengan rencana pembangunan kota. Bagi masyarakat pemilik lahan yang berpartisipasi, keuntungan yang dapat diperoleh adalah tersedianya infrastruktur dan fasilitas umum yang gratis. Dan pihak/lembaga yang melaksanakan kegiatan ini akan membangun dengan proses yang mudah karena dari tanah yang relatif kosong sehingga dapat mengefektifkan biaya pematangan tanah dan pembangunan (Achadiat Dritasto, Diktat Kuliah Studio Perencanaan Kota, 1998).

2.4 Teori Zoning Ordinance2.4.1 Konsep Zoning OrdinanceZoning merupakan alat untuk mengawasi gangguan dan melindungi nilai kekayaan melalui peraturan penggunaan lahan. Zoning berguna dalam penyelesaian konflik guna lahan, melalui persengketaan atau pemaksaan pembatasan perjanjian swasta/pribadi. Zoning juga merupakan suatu bentuk pelaksanaan police power dan harus menjadi pelaksana kekuasaan yang beralasan untuk resiko konflik dengan negara atau daerah dalam perolehan proses pembayaran (T. William Petterson, 1979 : 27-28).Konsep Zoning menyediakan kerangka kerja dimana perencanaan disetujui adalah suatu bagian penting dari perencanaan menyeluruh tapi bukanlah penggantian. Ada 6 (enam) tipe zoning yang terbagi dalam 2 (dua) kelas yang termasuk dalam flexible zoning (zoning yang dapat berubah) dan fixed zoning (zoning yang tetap). Perbedaan antara kedua kelompok tersebut terletak dalam hal pendekatan, sarana-sarana dan skala kebijaksanaan zoning, yaitu:1. Flexible Zoning, terdiri dari :a. Rezoning, yaitu pembatasan lahan kembali melalui zoning yang telah ada untuk memudahkan tujuan pembangunan baru atau proyek perbaikan.b. Floating Zoning, yaitu kawasan zoning yang sifatnya tidak kaku atau tidak tetap.c. Special Exemptions, yaitu suatu kebijaksanaan administrasi untuk pembebasan lahan.2. Fixed Zoning, meliputi :a. Gridian or Lot Zoning, yaitu zoning yang berbentuk garis-garis atau kumpulan dengan asumsi bahwa pengembangan harus mengambil lokasi yang terkumpul pada suatu waktu dan oleh pemilik yang terpisah.b. Community Unit Zoning, yaitu zoning unit kemasyarakatan dimana peraturan dalam penggunaan lahan dan pengembangan tersedia, bukan untuk bagian individu, tapi untuk kawasan yang besar dengan harapan bahwa total kawasan pembangunan akan mengikuti peraturan ordinance zoning umum.c. Density zoning, yaitu tipe baru yang berbeda dengan tipe lain. Tipe ini bentuknya telah ada untuk kawasan yang luas dan merupakan suatu program zoning yang sedang berlaku.

2.3.2 Penerapan KonsepBerdasarkan penklasifikasian tipe zoning di atas, maka konsep yang sesuai untuk diterapkan dalam arahan penataan penyediaan lahan untuk ruang publik di kawasan studi adalah density zoning, dimana biasanya konsep ini diterapkan dalam kawasan perumahan dan komersial. Sedangkan kawasan yang akan direncanakan didominasi oleh fungsi perumahan.Density zoning melihat jumlah penghuni atau pekerja perunit kawasan biasanya dalam satuan hektar. Zoning ini juga dapat dianggap sebagai pembagian kawasan lahan yang dilindungi secara struktural. Untuk kawasan perumahan dikurangi luasnya untuk penggunaan ruang publik dari total kawasan pembangunan (Elridge Lovelace & William L. Wismantel, 1961), yaitu seperti untuk penyediaan jalan sebagai berikut :Tabel 2.5Pengurangan Luas Kawasan Perumahan untuk jalanUkuran Luas% Pengurangan untuk Jalan

1 acre 30.000 sqft20.000 sqft15.000 12.000 sqft10.000 7.500 sqft15202530

Sumber : Urban land Instutute, Density Zoning, Technical Bulletin No. 42 (1961)Keterangan : 1 acre = 4046,87 m 1 sqft (squarefoot) = 0,0929 m

Dalam hal penggantian kerugian kehilangan tempat tinggal para penghuni, diterapkan perkiraan besarnya kerugian ditinjau dari nilai harga lahan dan kondisi bangunan rumah. Harga lahan disesuaikan dengan Nilai Jual Obyek Pajak perzona, sedangkan harga kondisi bangunan rumah ditetapkan berdasarkan standar-standar perumahan yang memadai yang meliputi :1. BIAYABiaya perumahan bersifat relatif terhadap pendapatan dan seringkali diperhitungkan sebagai prosentase pendapatan, walaupun rasio lebih besar 30% dapat menunjukkan suatu masalah perumahan, masalah sebenarnya adalah berapa banyak uang yang tersisa untuk memenuhi kebutuhan dasar lainnya. Golongan berpendapatan rendah atau manula mungkin harus membatasi kebutuhan makanan, pakaian atau perawatan kesehatan dikarenakan tingginya biaya perumahan. Akhir-akhir ini kemampuan/daya beli telah menjadi masalah golongan menengah ke bawah sebagai golongan berpendapatan rendah disebabkan inflasi dan tingginya tingkat suku bunga.2. KONDISIKondisi fisik dari sebuah unit rumah tidak diharapkan bila menyebabkan dan mengandung ancaman terhadap keamanan, kesehatan dan kenyamanan, tidak tersinari matahari dengan baik, mengandung serangga atau kekurangan fasilitas.3. KEPADATANPada umumnya setiap fungsi rumah ditempati lebih dari 1 (satu) orang/kamar dikatakan padat. Dengan kemunduran ukuran rumah tangga dan penurunan populasi perkotaan, kepadatan tidak separah sebelumnya.4. DESAINDesain menyediakan kemudahan, pelayanan dan bentuk-bentuk fisik yang disesuaikan dengan kebutuhan. Perubahan model desain dari bentuk horizontal menjadi vertikal dimungkinkan di daerah perkotaan karena keterbatasan lahan.5. PILIHANPara pencari rumah harus dapat memilih unit rumah yang cocok dengan kebutuhannya, sesuai ukuran, biaya/harga lokasi dan bentuk kepemilikannya, tidak adanya diskriminasi.6. FASILITAS KOMUNITASKondisi udara, air, tanah, polusi udara, sampah berbahaya, saluran air dan air tanah yang terpolusi, bahkan kebisingan harus dimasukkan ke dalam standar perumahan.7. PENGENDALIANKebanyakan orang lebih cenderung untuk mengendalikan lingkungan dan membuat pilihan-pilihan berkenaan dengan bagaimana mereka menjalani hidup di dalamnya. Perumahan yang baik mendukung kebebasan dan martabat pribadi. Sebagai anggota masyarakat, banyak mengharapkan kebebasan pribadi, pembatasan cara hidup, misalnya aturan-aturan pemilik bangunan sampai perjanjian-perjanjian pembatasan perubahan pada desain fisik.(Sumber : Siregar, 1990, Vol II, 1997)