Perundangan terkait Pemanfaatan Ruang/Lahan
-
Upload
pustaka-virtual-tata-ruang-dan-pertanahan-pusvir-trp -
Category
Documents
-
view
207 -
download
8
Embed Size (px)
description
Transcript of Perundangan terkait Pemanfaatan Ruang/Lahan

PERUNDANGANTerkait Pemanfaatan Ruang/Lahan
Oleh: Abdul Kamarzuki

KAIDAH PERENCANAAN TATA RUANG

RTRW Kota1 : 50.000
RTR Pulau Sumatera
1 : 500.000
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN)1 : 1.000.000
RTR Kawasan Strategis Nasional
1 : 50.000
RTRW Kabupaten1 : 50.000
RTRW Provinsi1 : 100.000
Ditetapkan Dengan Peraturan PresidenDitetapkan Dengan Peraturan Presiden
Ditetapkan Dengan Peraturan PemerintahDitetapkan Dengan Peraturan Pemerintah
PP No. 26/2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
PP No. 26/2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Perpres No. 62/2011RTR Kawasan PerkotaanMebidangro
Perpres No. 62/2011RTR Kawasan PerkotaanMebidangro
Perpres No. 13/2012 RTR Pulau SumateraPerpres No. 13/2012 RTR Pulau Sumatera
Perda No. 13 Tahun 2011RTR Kota MedanPerda No. 13 Tahun 2011RTR Kota Medan
Ditetapkan Dengan Perda Kabupaten/KotaDitetapkan Dengan Perda Kabupaten/Kota
Ditetapkan Dengan Perda ProvinsiDitetapkan Dengan Perda Provinsi
Perda No. 1 Tahun 2010 RTR Provinsi LampungPerda No. 1 Tahun 2010 RTR Provinsi Lampung
Perda No. 2 Tahun 2012RTR Provinsi BengkuluPerda No. 2 Tahun 2012RTR Provinsi Bengkulu
Perda No. 4 Tahun 2009RTR Kota Banda AcehPerda No. 4 Tahun 2009RTR Kota Banda Aceh

RTR Pulau (Perpres)
1 : 1000.000
Perda RTRW Provinsi
Perda RTRWKabupaten/Kota
1 : 500.000
Perpres RTR Kawasan Strategis Nasional
Zoning Regulation (RDTR)
1 : 250.000
1 : 100.000
1 : 10.000
HIRARKHI DOKUMEN PERENCANA AN
HIRARKHI RENCANA TATA RUANG
RPJMNRPJMNRPJPRPJP
1 : 50.000
1 : 250.0001 : 50.000
1 : 5.000
NASIONAL
RKP/RKPDRKP/RKPDRENSTRARENSTRA
RPJMDRPJMDRPJPDRPJPDPROVINSI
RPJMDRPJMDRPJPDRPJPDKAB/KOTA
MUSRENBANG
UU No. 25/2004 SPPN
UU No. 26/2007 Penataan Ruang
PROGRAMSEKTOR
PROGRAMSEKTOR
Instrumen Pengendalian
Perpajakan, DBH, DAU, DAK
Insentif / Disinsentif
HIRARKHI PENGELOLAAN WP3K
UU No. 27/2007 Pengelolaan WP3K
RTRWN (PP No. 26/2008)
RAWP3K
RZWP3K Provinsi
RZWP3KKabupaten/Kota
RSPWP3K(Renstra WP3K)
PENGEMBANGAN WILAYAH, RENCANA TATA RUANG DAN RENCANA PEMBANGUNAN LAINNYA
Perda RTR KawasanStrategis Provinsi
RSPWP3K(Renstra WP3K)
MP3EI – Perpres 48/2014
KEBIJAKANKEBIJAKAN

RENCANA TATA RUANG DAN BATAS WILAYAH NKRI
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Pasal 6 (5) UU 26/2007
-> Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.
Pasal 15 UU 26 2007
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.
UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah NegaraPasal 1:Zonasi Wilayah NKRIa) Perairan Pedalamanb) Perairan Kepulauanc) Perairan Teritoriald) Zona Tambahan e) Zona Ekonomi Eksklusiff) Landas Kontineng) Landas Kontinen Di Luar 200 NM

STATUS PENYELESAIAN PERDA RTRW PROVINSI, KABUPATEN, KOTA DAN
PERUBAHAN KAWASAN HUTAN

WilayahRTRW Lama Habis Masa
Berlaku
Belum Memiliki
Perda RTRW
RTRW Lama Masih
Berlaku Tetapi Belum
Sesuai UU No.
26/2007
Perda RTRW Ditetapkan
(Sesuai UU No. 26/2007)
Total
Provinsi 5 0 3 25 33
Kabupaten 41 34 18 305 398
Kota 8 3 5 77 93
Keterangan : Data tidak termasuk Provinsi Kalimantan Utara
STATUS PERDA RTRW PROVINSI, KABUPATEN DAN KOTA
Per 29 Agustus 2014

STATUS PENYUSUNAN PERDA RTRW PROVINSINO PROVINSI
STATUS PENYUSUNAN
1 2 3 4 5 6 7
1 Aceh
2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat
4 Riau
5 Jambi
6 Sumatera Selatan
7 Bengkulu
8 Lampung
9 Kep. Bangka Belitung
10 Kep. Riau
11 Banten
12 DKI Jakarta
13 Jawa Barat
14 Jawa Tengah
15 DIY
16 Jawa Timur
17 Kalimantan Barat
18 Kalimantan Tengah
19 Kalimantan Selatan
20 Kalimantan Timur
21 Bali
22 Nusa Tenggara Barat
23 Nusa Tenggara Timur
24 Sulawesi Utara
NO PROVINSI
STATUS PENYUSUNAN
1 2 3 4 5 6 7
25 Gorontalo
26 Sulawesi Tengah
27 Sulawesi Barat
28 Sulawesi Tenggara
29 Sulawesi Selatan
30 Maluku
31 Maluku Utara
32 Papua
33 Papua Barat
Keterangan1. Belum Revisi2. Sedang menyusun Raperda
RTRW3. Proses Pembahasan di BKPRN4. Mendapatkan Persub Menteri
PU5. Pembahasan di DPRD6. Evaluasi di Kemdagri7. Perda
Catatan : • Status proses persetujuan kehutanan tidak disampaikan pada laporan ini.
• Data tidak termasuk Provinsi Kalimantan Utara
Perda No. 9/2009
Perda No. 4/2011
Perda No. 1/2011
Perda No. 5/2012
Perda No. 16/2009
Perda No. 3/2010
Perda No. 2/2010
Perda No. 6/2010
Perda No. 22/2010
Perda No. 1/2012
Perda No. 2/2011
Perda No. 1/2010
Perda No. 2/2012
Perda No. 13/2012
Perda No. 10/2013
Perda No. 16/2013
Perda No. 2/2013
Perda No. 2/2013
Perda No. 8/2013
Perda No. 19/2013
Perda No. 1/2014
Perda No. 2/2014
Perda No. 1/2014
Perda No. 23/2013
Perda No. 2/2014

No. PROVINSI PERSETUJUAN /PENETAPAN MENHUT
1 Lampung S.519/Menhut-VII/2009 06/07/2009
2 N T B S.727/Menhut-VII/2009 14/09/2009
3 B a l i S.728/Menhut-VII/2009 14/09/2009
4 D.I Yogyakarta S.932/Menhut-VII/2009 11/12/2009
5 Jawa Tengah S.933/Menhut-VII/2009 11/12/2009
6 Jawa Barat S.276/Menhut-VII/2010 10/06/2010
7 Banten S.277/Menhut-VII/2010 10/06/2010
8 Jawa Timur S.581/Menhut-VII/2010 11/11/2010
9 N T T S.5/Menhut-VII/2011 03/01/2011
Melakukan Revisi Ulang
10 DKI Jakarta S.97/Menhut-VII/2011 03/03/2011
11 Sulawesi Selatan SK.434/Menhut-II/2009 23/07/2009
12 Kalimantan Selatan SK.435/Menhut-II/2009 23/07/2009
13 Gorontalo SK.324/Menhut-II/2010 25/05/2010
14 Sulawesi Tenggara SK.465/Menhut-II/2011 09/08/2011
15 Bengkulu SK.643/Menhut-II/2011 10/11/2011
16 Sumatera Barat SK.141/Menhut-II/2012 15/03/2012
17 Papua SK.458/Menhut-II/2012 15/08/2012
18 Maluku Utara SK.490/Menhut-II/2012 05/09/2012
19 Kalimantan Tengah SK.529/Menhut-II/2012 25/09/2012
20 Sulawesi Barat SK.726/Menhut-II/2012 10/12/2012
21 Jambi SK.727/Menhut-II/2012 10/12/2012
No. PROVINSI PERSETUJUAN /PENETAPAN MENHUT
22 Bangka Belitung SK.798/Menhut-II/2012 27/12/2012
23 Kepulauan Riau SK.463/Menhut-II/2013 27/06/2013
24 Sulawesi Utara SK.434/Menhut-II/2013 2013
25 Kalimantan Timur SK.554/Menhut-II/2013 2013
26 Sulawesi Tengah SK 635/Menhut-II/2013 2013
27 Sumatera Selatan SK.882 /Menhut-II/2013 2013
28 Maluku SK 871/Menhut-II/2013 06/12/2013
29 Aceh SK 941/Menhut-II/2013 23/12/2013
30 Kalimantan Barat SK 936/Menhut-II/2013 13/12/2013
31 Riau SK /Menhut-II/2014
32 Papua Barat SK /Menhut-II/2014
33 Sumatera Utara Pengajuan konsep SK ke Sekjen No. S. 1427/VII-REN/2012 tanggal 03/12/2012
PROGRES PERSETUJUAN SUBSTANSI TEKNIS KEHUTANAN TERHADAP USULAN REVISI RTRW PROVINSI
AGUSTUS 2014

Kondisi Peta Dasar Indonesia
Peta Skala 1: 50.000
Peta Skala 1:250.000
A
B
• Semua wilayah pulau dan kepulauan • minta Kehutanan menjelaskan dan menyelesaikan masalah
perubahan kawasan hutan terhadap SK Menhut, terutama untuk Provinsi Sumut, Kepri, Riau, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Aceh, NTT (Timdu ulang).
• Penambahan tenaga pemetaan di BIG atau outsourcing untuk penyiapan Peta RBI skala 1:50.000 dan revisi secara berkala.
• Penyiapan sertifikasi tenaga pemetaan untuk skala detail atau kadastral (1:5.000) untuk RDTR.
• Penyempurnaan upaya pengorbitan satelit penginderaan jauh
• Penyelesaian stocktaking (peyerasian peta tematik sektoral) untuk seluruh wilayah provinsi.
Peta Skala1:10.000 dan
1:5.000
C

PROSES PENYUSUNAN RTRW PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

PENYUSUNAN- Permendagri;- Permen PU;- Permen Kelautan dan Perikanan;- Dll
KONSULTASI
Substansi Teknis
INSTANSI PUSAT YANG MEMBIDANGI URUSAN
PENATAAN RUANG
Persetujuan Substansi
Teknis
RAPERDA YANG TELAH DISETUJUI DPRD DIAJUKAN OLEH
GUBERNUR
Surat Permintaan Evaluasi dari
Gubernur
EVALUASIRaperda RTRW
MENDAGRI
GUBERNUR Menetapkan Raperda menjadi Perda
Diselenggarakan
INSTANSI PUSAT YANG MEMBIDANGI URUSAN
PENATAAN RUANG
Dikoordinasikan oleh BKPRN Dihasilkan
Dilakukan
Berkoordinasi dengan BKPRN
Koordinasi Menteri PU – amanah UU No.26 Tahun 2007
Koordinasi Menteri Dalam Negeri – amanah UU No.32 Tahun 2004 – 15 hari kerja
Belum disusun dokumen RTRW
Proses penyusunan dokumen RTRW
Proses persetujuan substansi di BKTRN
Sudah mendapat persetujuan
substansi BKTRN
Pembahasan Raperda di DPRD
Proses Evaluasi Raperda RTRW
Sudah ditetapkan menjadi Perda
RTRW
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN)
1 2 3 4 5 6 7
PROSES KONSULTASI DAN EVALUASI RAPERDA RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) PROVINSI melalui BKPRN
Permendagri No. 28 tahun 2008 tentang Mekanismme Penetapan Perda RTRW Provins dan Perda RTRW Kabupaten/Kota

Belum disusun
dokumen RTRW
Proses penyusunan
dokumen RTRW
Proses pembahasan untuk rekomendasi
Gubernur
Proses persetujuan substansi di
BKTRN
Sudah mendapat persetujuan
substansi BKTRN
Pembahasan Raperda di DPRD
Proses Evaluasi Raperda RTRW
Sudah ditetapkan menjadi Perda
RTRW
PENYUSUNAN
- Permendagri;- Permenkimpraswil/PU- Permen Kelautan dan
Perikanan;- Dll
KONSULTASI
Substansi Teknis
Surat Permintaan Evaluasi dari
Bupati/Walikota
EVALUASI
Raperda RTRWK/K
MENDAGRI
Bupati/WalikotaMentepakan Raperda
menjadi Perda
Diselenggarakan
INSTANSI PUSAT YANG MEMBIDANGI URUSAN
PENATAAN RUANG
Atas Dasar Surat Rekomendasi Dikoordinasi oleh BKPRN
Dihasilkan
Dilakukan
Dapat Melibatkan
INSTANSI PUSAT YANG MEMBIDANGI URUSAN
PENATAAN RUANG
Surat Reko-mendasi
GUBERNUR C.q. BKPRD Provinsi
Dihasilkan
GUBERNUR
Koordinasi Menteri PU – amanah UU No.26 Tahun 2007
RAPERDA YANG TELAH DISETUJUI DPRD DIAJUKAN OLEH
BUPATI/WALIKOTA
Persetujuan Substansi
Teknis
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN)
1 2 3 4 5 6 7 8
PROSES KONSULTASI DAN EVALUASI RAPERDA RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN/KOTA melalui BKPRN
Permendagri No. 28 tahun 2008 tentang Mekanismme Penetapan Perda RTRW Provins dan Perda RTRW Kabupaten/Kota

KAJIAN HUKUM ASPEK PERTANAHAN DAN PERIJINAN DALAM TATA RUANG

HIRARKHI RENCANA TATA RUANG DAN PERIZINAN
RTRW Nasional(PP N0. 26 Tahun 2008)
RTRW Provinsi (Perda Prov)
RTRW Kab/Kota(Perda Kab/Kota)
Rencana RinciTata Ruang Kecamatan
(SK Gub/Bupati/Walikota)
RTR Pulau/Kepulauan(Perpres)
RTR Kawasan Strategis Nasional (Perpres)
Proses Perijinan (PP 15/2010) Hierarki Rencana Tata Ruang Skala
RTR Kawasan Strategis Provinsi (Perda Prov)
Lembar Kerja / Urban Design Guideline
(SK Kepala Dinas Tata Kota)
Arahan Pemanfaatan Ruang Sektoral
Dasar Pelaksanaan RTRWN dalam Penyusunan RTRW Prov
Arahan Pengaturan Zonasi dan dapat Sebagai Dasar Ijin Lokasi
Penetapan Lokasi (Lintas Kab) dan Fungsi Ruang untuk Investasi
Pengaturan Zonasi Pemanfaatan Ruang Kawasan
Dasar untuk Penerbitan Advice Planning dan Administrasi Pertanahan
1 : 1.000.000
1 : 500.000
1 : 250.000
1 : 250.0001 : 50.000
1 : 100.0001 : 50.000
1 : 100.0001 : 50.000
1 : 25.0001 : 10.000
1 : 5.0001 : 1.000
Dasar Pemberian Izin Pemanfaatan Ruang / Lokasi
Dasar Pemberian Izin Bangunan (IMB): Sepadan, KDB, KLB

No. Tematik Terkait Peraturan Perundangan
1 Kawasan Hutan UU 41 tahun 1999PP 10 tahun 2010, dan PP No.24 tahun 2010
2 LP2B UU No.41 tahun 2009
3 Penatagunaan Tanah PP No.16 tahun 2004
4 AMDAL UU No.32 tahun 2009, PP 27 2012
5 Kawasan Ekonomi Khusus UU No.39 tahun 2009
6 Transmigrasi UU No.15 tahun 1997
7 Kawasan Cagar Budaya UU No.11 tahun 2010
8 Kawasan Perkebunan UU No.18 tahun 2004, Permentan No.98 tahun 2013
9 Kebencanaan UU No.24 tahun 2007
10 Perindustrian UU No.3 Tahun 201411 Pertambangan UU No.4 Tahun 2009
12 Reklamasi Tambang UU No.4 Tahun 2009, PP 78 tahun 2010
13 RZWP3K UU No.27 Tahun 2007
14 Reklamasi Laut UU No.27 Tahun 2007, Perpres No.122 tahun 2012
15 Bendungan PP No.37 tahun 2010
16 Pengadaan Tanah UU No.2 tahun 2012, Perpres 71 tahun 2012
Beberapa Peraturan Perundangan Terkait Penataan Ruang
Keterkaitan KEGIATAN
Pengukuhan Kawasan Hutan
Penetapan KP2B dan LP2B
Pemanfaatan hak Atas Tanah
Penyusunan Dokumen
Penetapan Lokasi dan Zonasi
Penetapan Lokasi
Satuan Ruang Geografis antar situs dan Zonasi
Perencanaan perkebunan
Penanggulangan melalui penegakan RTRW
Rencana Induk Industri
Eksplorasi
Tata Guna Lahan Reklamasi
Penyelarasan RZWP3K
Penentuan Lokasi
Persiapan dan Perencanaan Pembangunan
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah

Keputusan MK : Frasa “ditunjuk dan atau” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; Frasa “ditunjuk dan atau” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;Sehingga, kawasan hutan adalah yang telah ditetapkan sebagai tahap ahir Pengukuhan kawasan hutan (Pasal 15 UU 41)
UU NO.41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN
Pasal 15, ayat 2 UU 41/1999:Pengukuhan Kawasan Hutan dilakukan dengan memperhatikan Rencana Tataruang Wilayah (Pengukuhan sesuai RTRW)
KAWASAN HUTAN DAN TATA RUANG
Pasal 1 angka 3“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”.
Pengukuhan Kawasan Hutan, dilakukan melalui proses sebagai
berikuta. Penunjukan Kawasan Hutan
b. Penataan Batas Kawasan Hutan
c. Pemetaan Kawasan Hutan
d. Penetapan Kawasan Hutan
Dilakukan untuk memberi kepastian hukum atas kawasan hutan
Pasal 15, ayat 1 UU 41/1999 Kriteria kawasan peruntukan kawasan hutan dalam rencana tata ruang diatur dalam PP no 26 tahun 2008 sebagai berikut:• Pasal 55 ayat (1) untuk kawasan hutan lindung• pasal 64 ayat (2) untuk Kawasan peruntukan
hutan produksi terbatas • Pasal 64 ayat (3) untuk kawasan peruntukan
hutan produksi• Pasal 64 ayat (4) untuk kawasan peruntukan
hutan produksi yang dapat dikonversi
1
PP 10 tahun 2010:Perubuhan peruntukan kawasan hutan dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu secara parsial atau untuk wilayah Provinsi (RTRW Provinsi).

Pasal 1 ayat (3), UU No.41 tahun 2009Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang
ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
Usulan Perencanaan (Pasal 14)
Kegiatan Inventarisasi
Diusulkan oleh Pemerintah, Pemda Prov, dan Pemda Kabupaten, dengan dasar:a. Inventarsasib. Identifikasic. Penelitian
Pendataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, Pemanfaatan, atau pengelolaan hak atas tanah pertanian pangan. Prinsip Partisipatif
Penetapan Perlindungan LP2B (ps18)
a. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
b. LP2B didalam dan diluar KP2Bc. Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, didalam dan diluar KP2B
Pasal 19Kawasan Perdesaan (“nomenklatur KP2B”) dalam RTRW Kabupaten
Pasal 20 dan 21Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kab/kota Dasar penyusunan Peraturan Zonasi unuk LP2B dan Lahan Cadangannya
Penetapan KP2B (Pasal 23)1) Penetapan KP2B Nasional diatur dalam PP RTRWN2) Penetapan KP2B Provinsi diatur dalam Perda RTRW Provinsi3) Penetapan KP2B Kabupaten/Kota diatur dalam Perda RTRW
Kabupaten/Kota
LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN (LP2B) DAN TATA RUANG2

1) Terhadap tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 setelah penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah, penyelesaian administrasi pertanahan dilaksanakan apabila pemegang hak atas tanah atau kuasanya memenuhi syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
1) Syarat-syarat menggunakan dan memanfaatkan tanah, yaitu dalam bentuk pedoman teknis penatagunaan tanah yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyelesaian administrasi pertanahan, antara lain pemindahan hak, peralihan hak, peningkatan hak, penggabungan, dan pemisahan hak atas tanah.
PP no.16 tahun 2004, Pasal 10 Penjelasan Pasal 10
PENATAGUNAAN TANAH DAN TATA RUANG3
Catatan terhadap Hak atas Tanah: Pasal 9 ayat 1, PP no. 16 tahun 2004:
Penetapan RTRW tidak mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah
Pasal 23 ayat 4, PP no. 16 tahun 2004:Pola penyesuaian penguasaan dan pemanfaaatan tanah dilakukan dengan penataan kembali, kemitraan dan penyerahan kepada negara atau pihak lain dengan penggantian

• Pasal 22 ayat (1) UU no 32 Tahun 2009, Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap LH wajib memiliki AMDAL.
• Pasal 36 ayat (1) UU no 32 Tahun 2009, Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.
Pasal 13 ayat (1) huruf b PP no 27 Tahun 2012, Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap LH dikecualikan dari kewajiban menyusun Amdal apabila lokasi rencana Usaha dan /atau Kegiatannya berada pada kab/kota yang telah memiliki rencana detil tata ruang kab/kota dan/atau tencana tata ruang kawasan strategis kab/kota.
• Pasal 4 ayat (2) PP no 27 Tahun 2012, Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan wajib sesuai dengan rencana tata ruang.
• Pasal 4 ayat (3) PP no 27 Tahun 2012, Dalam hal lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen AMDAL tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa.
Pasal 1 angka 11 UU No 32 tahun 2009: Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada LH yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL DAN TATA RUANG4

• Pasal 1 angka 1 UU no 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus:Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
Indikasi arahan peraturan Zonasi Sistem Nasional diatur dalam pasal 86 PP no 26 tahun 2008
• Pasal 4 huruf a menyatakan Lokasi yang dapat diusulkan menjadi KEK harus memenuhi kriteria sesuai dengan RTRW dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung.
• Pasal 5 ayat (2) hururf b bahwa Usulan tersebut dilengkapi dengan peraturan zonasi
KAWASAN EKONOMI KHUSUS DAN TATA RUANG5

• Pasal 1 angka 5 UU no 15 tahun 1997, Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada aau yang sedang berkembang sesuai dengan RTRW.
• Pasal 113 PP no 26 tahun 2008 mengatur mengenai peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman.
Pasal 1 angka 4 UU no 15 tahun 1997, Wilayah Pengembangan Transmigrasi adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru sesuai dengan RTRW
Pasal 23 UU no 15 tahun 1997• Pemerintah menyediakan
tanah bagi penyelenggaraan transmigrasi
• Alokasi penyediaan tanah disesuaikan dengan RTRW dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
TRANSMIGRASI DAN TATA RUANG6

Lokasi permukiman transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi. Lahan yang diperuntukkan untuk pembangunan transmigrasi harus memenuhi kriteria clear dan clean (2C), 1.Clear maksudnya jelas letak, luas dan batas tanah yang digambarkan dalam peta, 2.Clean yaitu :
• Bebas dari hak dan atau peruntukan pihak lain yang dituangkan dalam surat keterangan pendaftaran tanah dari kantor pertanahan setempa
• Bebas dari hak adat atau ulayat yang sah dan dituangkan dalam berita acara pengesahan hak atas tanah oleh masyarakat adat setempat
• Diprioritaskan pada kawasan hutan areal penggunaan lain (APL) atau berada dalam kawasan hutan yang dapat di konversi (HPK) yang telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehutanan.
Lokasi permukiman transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi. Lahan yang diperuntukkan untuk pembangunan transmigrasi harus memenuhi kriteria clear dan clean (2C), 1.Clear maksudnya jelas letak, luas dan batas tanah yang digambarkan dalam peta, 2.Clean yaitu :
• Bebas dari hak dan atau peruntukan pihak lain yang dituangkan dalam surat keterangan pendaftaran tanah dari kantor pertanahan setempa
• Bebas dari hak adat atau ulayat yang sah dan dituangkan dalam berita acara pengesahan hak atas tanah oleh masyarakat adat setempat
• Diprioritaskan pada kawasan hutan areal penggunaan lain (APL) atau berada dalam kawasan hutan yang dapat di konversi (HPK) yang telah memperoleh persetujuan dari Menteri Kehutanan.Permasalahan Transmigrasi:
1. Adanya tumpang tindih antara lahan transmigrasi dengan kawasan hutan
2. Adanya tumpang tindih lahan transmigrasi dengan investor/perusahaan (perkebunan).
PERMASALAHAN KAWASAN TRANSMIGRASI

Pasal 1 angka 6 UU no 11 Tahun 2010, Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.Pasal 1 UU no 11 tahun 2010 : angka 17, penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kab/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.angka 23, perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.angka 26, zonasi adalah penetuan batas-batas keruangan situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 81 ayat (1) UU no 11 tahun 2010, setiap orang dilarang mengubah fungsi ruang situs cagar budaya dan/atau kawasan cagar budaya peringkat nasional, peringkat prov., peringkat kab/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatan
• Pasal 10 UU huruf C no 11 tahun 2010, Satuan ruang geografis dapat ditetapkan sebagai kawasan Cagar Budaya apabila memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia paling sedikit 50 tahun.
• Pasal 72 ayat (1), perlindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan hasil kajian.
• Pasal 72 ayat (2), sistem zonasi sebagaimana ayat (1) ditetapkan oleh :
a. Menteri apabila telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional atau mencakup 2 prov. atau lebih;
b. Gubernur apabila telah ditetapkan sebagai cagar budaya provinsi atau mencakup 2 kab/kota atau lebih;
c. Bupati/wali kota sesuai dengan keluasan situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya di wilayah kab/kota.
KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN TATA RUANG7

Pasal 1 Permentan no 98 tahun 2013 :• angka 10, IUP-B adalah izin tertulis dari
pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya perkebunan.
• angka 11, IUP-P adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
• angka 12, IUP adalah izin tertulis dari pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan yang melakukan usaha budidaya perkebunan dan terintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.
Pasal 7 ayat (1) huruf b UU no 18 tahun 2004, Perencanaan Perkebunan dilakukan berdasarkan rencana tata ruang wilayah.
• Pasal 21, 22, dan 23 huruf d & e permentan no 98 tahun 2013, untuk memperoleh IUP-B, mengajukan permohonan secara tertulis dan bermeterai kepada gubernur atau bupati/walikota dengan syarat rekomendasi kesesuaian dengan perencanaan pembangunan perkebunan kab/kota dari bupati/walikota untuk IUP-B/IUP-P/IUP yang diterbitkan oleh gubernur, dan rekomendasi kesesuaian dengan perencanaan pembangunan perkebunan prov. Dari gubernur untuk IUP-B/IUP-P/IUP yang diterbitkan oleh bupati/walikota.
KAWASAN PERKEBUNAN DAN TATA RUANG8

Pasal 1 angka 5 UU no 24 tahun 2007, Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
• Pasal 35 huruf f UU no 24 tahun 2007, Penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang.
Pasal 75 ayat (1) setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pembangunan berisiko tinggi, yang tidak dilengkapi dengan analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud pasal 40 ayat (3) yang mengakibatkan terjadinya bencana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun atau paling lama 6 tahun dan denda min. Rp 300.000.000 atau max. Rp 2.000.000.000
• UU no 26 Tahun 2007 pasal 5 ayat (2) jo pasal 51 huruf d PP no 26 tahun 2008 bahwa penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya. Dan kawasan lindung nasional terdiri dari kawasan rawan bencana.
KEBENCANAAN DAN TATA RUANG9

Pasal 1 angka 1 UU no 3 Tahun 2014, Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
• Pasal 8 ayat (1) & 9 ayat (1) huruf f UU no 3 tahun 2004, Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan Perindustrian disusun Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional. Rencana tersebut disusun dengan memperhatikan RTRWN, RTRWP, RTRW Kab/Kota.
• Pasal 14 ayat (2) huruf a UU no 3 tahun 2004, Perwilayahan Industri dilakukan dengan memperhatikan RTRW
• Pasal 63 ayat (2) UU no 3 tahun 2004, Kawasan Industri harus berada pada kawasan peruntukan Industri sesuai RTRW.
Pasal 69 ayat (1) & (2)Kriteria kawasan peruntukan industri :-Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri-Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup;-Tidak mengubah lahan produktif.Kriteria teknis kawasan peruntukan industri ditetapkan oleh menteri perindusterian.
PERINDUSTRIAN DAN TATA RUANG10

Kriteria kawasan peruntukan pertambangan diatur dalam pasal 68 PP no 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
• Pasal 1 angka 8 UU no 4 tahun 2009, IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
• pasal 39 ayat (1) huruf c, IUP Eksplorasi wajib memuat rencana umum tata ruang
Pasal 1 angka 29 UU no 4 tahun 2009, Wilayah Pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan /atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
• Pasal 1 angka 12, IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus
• Pasal 78 huruf c, IUPK Eksplorasi wajib memuat rencana umum tata ruang
PERTAMBANGAN DAN TATA RUANG11

Pasal 7 ayat (4) huruf a PP no 78 tahun 2010, Rencana reklamasi memuat tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang. Tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang disesuaikan dengan status lahan dan tata ruang saat dokumen LH disusun. (penjelasan pasal 7 ayat (4))
• Pasal 39 ayat (2) huruf j UU no 4 Tahun 2009, IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1) huruf b wajib memuat ketentuan LH termasuk reklamasi dan pascatambang.
• Pasal 79 huruf I UU no 4 Tahun 2009, IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pasal 76 ayat (1) huruf b wajib memuat LH termasuk reklamasi dan pascatambang.
• Pasal 96 huruf c UU no 4 tahun 2009, Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang.
• Pasal 99 ayat (1) UU no 4 tahun 2009, Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi.
Pasal 1 angka 26 UU no 4 Tahun 2009, Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukkannya.
REKLAMASI –TAMBANG DAN TATA RUANG12

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DAN TATA RUANG13
Pasal 1- UU 27/2007Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.
Terdiri atas :a) Rencana Strategis Wilayah
Pesisir dan P2k atau RSWP-3-Kb) Rencana Zonasi WP3Kc) Rencana Pengelolaan WP3Kd) Rencana Aksi Pengelolaan WP3K (2) RZWP-3-K diserasikan, diselaraskan, dan
diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota.(4) Jangka waktu berlakunya RZWP-3-K selama 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima)tahun.(5) RZWP-3-K ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
PERENCANAAN Pengelolaan WP3K(pasal 7)
Rencana Zonasi WP3K(pasal 9)

dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi
dilakukan melalui kegiatan: a. penentuan lokasi; b. penyusunan rencana induk; c. studi kelayakan; dand. penyusunan rancangan detail.
Memperhatikan Keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat
keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material
berdasarkan : Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi, Kabupaten/Kota; dan/atau
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota.
TUJUAN ReklamasiUU 27/2007 Pasal 34 ayat 1:
SYARAT ReklamasiUU 27/2007 Pasal 34 ayat 2:
PERENCANAAN ReklamasiPerpres 122/2012 Pasal 3 ayat 2 Dasar Penentuan Lokasi Reklamasi
Perpres 122/2012 Pasal 4 ayat 1
PERENCANAAN REKLAMASI (LAUT) DAN TATA RUANG14

BENDUNGAN DAN TATA RUANG15
Pasal 4Pembangunan Bendungan dilakukan untuk pengelolaan sumberdaya airPasal 7Pelaksanaan Pembangunan meliputi tahap :a. persiapan pembangunan; b. perencanaan pembangunan; c. pelaksanaan konstruksi; dan d. pengisian awal waduk.
Pasal 8 1) Pembangunan bendungan untuk pengelolaan sumber
daya air disusun berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
2) Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan belum ditetapkan, pembangunan bendungan disusun berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan air pada wilayah sungai dan rencana tata ruang pada wilayah sungai yang bersangkutan.
Pasal 1- PP No.37 tahun 2010 tentang BendunganBendungan bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton, dan/atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk.
Pasal 19(2) Perencanaan pembangunan bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan: a. kondisi sumber daya air; b. keberadaan masyarakat; c. benda bersejarah; d. daya dukung lingkungan hidup; dan e. rencana tata ruang wilayah.

1. Pemerintah dan atau Pemda menjamin tersedianya tanah dan pendanaan untuk kepentingan umum (pasal 4)
2. pihak yang berhak, wajib melepas tanahnya setelah menerima ganti kerugian (pasal 5)
3. pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh pemeringah (pasal 6)
4. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan sesuai dengan (pasal 7):
a. RTRWb. Rencana Pembangunan
Nasional/Daerahc. Rencana Strategis; dand. Rencana Kerja Pemerintah
a. pertahanan dan keamanan nasional; b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api; c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal; e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi; f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga
listrik; g. jaringan telekornunikasi dan inforrnatika Pemerintah; h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah; i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah; j. fasilitas keselamatan umum; k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah; l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik; m. Cagar alam dan cagar budaya; n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa; o. penataan perrnukiman kurnuh perkotaan dan/ atau konsolidasi tanah,
serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah; q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan r. pasar umum dan lapangan parkir umum.
PRINSIP PENGADAAN TANAH JENIS KEPENTINGAN UMUM (pasal 10)
PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM DAN TATA RUANG16
UU No.2 Tahun 2012, Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Perencanaan
Persiapan
(max 207 Hari)
Pelaksanaan
(max 382 hari)
Penyerahan Hasil
TAHAPAN PENGADAAN
TANAH
Sesuai Perpres No.71 tahun 2012

LANGKAH-LANGKAH YANG DIPERLUKAN

Penataan Kelembagaan
36
1
Menata Organisasi dan Kelembagaan
Pemiihan dan Penempatan orang –orang
pada posiisi kunci
A
B
• Menempatkan orang pada tingkat menteri yang tepat (mau mengerti dan loyal) di posisi: Menko Perekonomian, Menteri PU, Menteri Dalam Negeri, Menteri LH, Kehutanan, Ka BPN, Ka BIG.
• Menempatkan orang pada tingkat eselon-1 yang tepat (mengerti dan loyal) untuk: Deputi Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah – Kemenko Ekon, Dirjen Penataan Ruang - PU, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah - Bappenas, Dirjen Planologi Kehutanan, Dirjen Bangda – Kemendagri, Dirjen P3K – KKP, Kepala Badan Geologi – Kemen ESDM, Deputi Bidang Ekonomi - Setkab, Deputi Perundangan Setneg, Dirjen Peraturan PerUU-an - KumHam, Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan – BPN, Deputi Informasi Geospatial Tematik - BIG.
• Menata eselon-1 di Kemenko Perekonmian: Mengganti Deputi Industri, Inovasi Teknologi dan Kawasan Ekonomi menjadi Deputi Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, dan Mengganti Deputi Inrastruktur dan Pengembangan Wilayah menjadi hanya Deputi Infrastruktur saja
• Menambah atau mengganti salah satu nomenklatur tingkat eselon-2 dengan “Direktorat Informasi Spatial” di Ditjen Penataan Ruang PU.
• Segera merevisi Kepres 4 tahun 2009 tentang BKPRN dengan Keppres baru yang terdiri dari anggota inti yaitu Menko Perekonomian, Men PPN/Ka Bappenas, Men PU (Dirjen Penataan Ruang), Mendagri, Men LH, Setneg, Setkab, Kumham, Ka BPN, Ka BIG , dan pendukung (pengguna langsung ruang) tetap ad-hoc

Perencanaan dan Pemetaan Penataan Ruang2
Percepatan Penyelesaian
Peta Dasar (1:50.000 dan
sebagian 1:5.000)
Percepatan Penyelesaian
Perda RTRW Prov (1:2.000.000),
Kab/Kota (1:50.000) dan
Perda RDTR Kota (1:5.000)
A
B
• Meminta Kehutanan menjelaskan dan menyelesaikan masalah perubahan kawasan hutan terhadap SK Menhut, terutama untuk Provinsi Sumut, Kepri, Riau, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Aceh, NTT (Timdu ulang).
• Mensosialisaikan dan meminta Pemprov dan Pemkab/Pemkot untuk menggunakan Inpres No. 8 / 2013 dan SEB Men PU, Menhut dan Kemendagri, dengan menggunakan prinsip holding zone pada naskah Perda RTRW-nya.
• Penambahan tenaga pemetaan di BIG atau outsourcing untuk penyiapan Peta RBI skala 1:50.000 dan revisi secara berkala.
• Penyiapan sertifikasi tenaga pemetaan untuk skala detail atau kadastral (1:5.000) untuk RDTR.
• Penyempurnaan upaya pengorbitan satelit penginderaan jauh
• Penyelesaian stocktaking (peyerasian peta tematik sektoral) untuk seluruh wilayah provinsi.
Penyerasian Peta Tematik
C

Pengendalian Pemanfaatan Ruang
38
3
Pelaksanaan Pengendalian dan
PenertibanIjin Bangunan
A • Penertiban bangunan-bangunan tanpa IMB (tidak sesuai pemanfaatannya dengan tata ruang), dimulai dari Kawasan Jabodetabekpunjur, terutama pada wilayah yang telah memiliki Rencana Rinci Tata Ruang (RDTR)
• Penyiapan dan penempatan PPNS yang independen• Melanjutkan monev terhadap kegiatan pembangunan dan
bangunan-bangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang
• Penyelenggaraan Rakor BKPRN (sektor terkait)• Penyelenggaraan Rakornas BKPRN dan BKPRD• Penyelenggaraan Rakernas Gabungan Pemangku Tata Ruang
• Pembuatan dashboard penyelenggaraan penataan ruang (dengan muatan tematik lengkap data spatial) di Kantor Kepresidenan
Monitoring dan Evaluasi
Penertiban Penyelenggaraan Penataan Ruang
B
C
Langkah-langkah Mingguan

INSTITUSI PENYELENGGARA PENATAAN RUANG

Instansi, Kementerian/Lembaga Penyelenggara RuangNo. Menteri / Kepala
Lembaga Eselon 1: Deputi, Dirjen dan
SetingkatnyaEselon 2: Asisten Deputi, Direktur
dan setingkatnya1. Menteri Koordinator
Bidang PerekonomianDeputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah(Deputi Bidang Koord Industri, Inovasi Teknologi dan Kawasan Ekonomi)
Asdep urusan Penataan Ruang dan Pembangunan Daerah Tertinggal
2. Menteri Pekerjaan Umum Dirjen Penataan Ruang Semua Direktur Ditjen Penataan Ruang
3. Menteri PPN/Ka-Bappenas
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Direktur Tata Ruang, dan Pertanahan
4. Menteri Dalam Negeri Dirjen Pembangunan Daerah (Bangda) Direktur Fasiitasi Penataan Ruang & Lingkungan Hidup
5. Menteri Lingkungan Hidup
Deputi Bidang Tata Lingkungan Asdep Urusan Kajian Dampak Lingkungan
6. Ka Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan
Direktur Penatagunaan Tanah
7. Kepala Badan Informasi Geospatial
Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik
Ka Pusat Tata Ruang dan Atlas
8. Menteri Kehutanan Dirjen Planologi Kehutanan Direktur Perencanaan Kawasan Hutan,Direktur Pengukuhan Kawasan Hutan
9. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP)
Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
10. Menteri Pertanian Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Direktur Perluasan dan Pengelolaan Lahan

Instansi, Kementerian/Lembaga Penyelenggara RuangNo. Menteri / Kepala
Lembaga Eselon 1: Deputi, Dirjen dan
SetingkatnyaEselon 2: Asisten Deputi, Direktur
dan setingkatnya11. Menteri ESDM Ka Badan Geologi Kapus Sumber Daya Air Tanah dan
Geologi Lingkungan
12. Menteri Perindustrian Dirjen Pengembangan Wilayah Industri Sesditjen dan Direktur Pengembangan Wilayah Industri 1 dan 2
13. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata
Direktur Pengembangan Daya Tarik Wisata
14. Menteri Pertahanan Dirjen Strategi Pertahanan Direktur Wilayah Pertahanan
15. Menteri Luar Negeri Direktur Perjanjian Politik, Keamanan, dan Kewilayahan
16. Menteri Perhubungan Dirjen Perhubungan Darat, Laut, Udara dan Perkeretaapian
Ka Biro Perencanaan, Kemenhub
17. Menteri Kum Ham Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan
Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
18. Sekretaris Kabinet Deputi Bidang Perekonomian Aasdep Prasarana, Riset, Teknologi dan SDA
19. Menteri Sekretaris Negara Deputi Perundang-undangan Asdep Perundang-undangan Bidang Perekonomian
20. Kepala Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan
Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan
Asdep Potensi Penataan Ruang Kawasan Perbatasan

Struktur Organisasi Kemenko Perekonomian

Struktur Organisasi Ditjen Penataan Ruang - PU

KEPPRES NO. 4 TAHUN 2009TENTANG BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG NASIONAL (BKPRN)
Ketua : Menko PerekonomianWakil Ketua I : Menteri Pekerjaan UmumWakil Ketua II : Menteri Dalam NegeriSekretaris : Menteri PPN/Kepala Bappenas Anggota : 1. Menteri Pertahanan2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral3. Menteri Perindustrian4. Menteri Pertanian5. Menteri Kehutanan
Ketua : Menteri Pekerjaan UmumWakil Ketua I : Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko PerekonomianWakil Ketua II : Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, BappenasWakil Ketua III : Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Departemen Dalam NegeriSekretaris : Direktur Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan UmumAnggota :
1. Dirjen Pemerintahan Umum, Depdagri;2. Dirjen Strategi Pertahanan, Dep. Pertahanan; 3. Kepala Badan Geologi, Dep. ESDM;4. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri,
Departemen Perindustrian;5. Dirjen Pengelolaan Lahan dan Air, Dep. Pertanian;6. Dirjen Pengelolaan Hutan dan Konservasi Alam, Dep.
Kehutanan;7. Dirjen Planologi Kehutanan, Dep. Kehutanan;
8. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan;9. Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, DKP;10. Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Dep.
Luar Negeri;11. Deputi Bidang Tata Lingkungan, KLH;12. Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan, BPN;13. Deputi Bidang Hukum, Sekretariat Kabinet;14. Deputi Bidang Pemetaan Dasar, Bakosurtanal;15. Deputi Bidang Penginderaan Jauh, LAPAN.
6. Menteri Perhubungan7. Menteri Kelautan dan Perikanan8. Menteri Negara Lingkungan Hidup9. Kepala Badan Pertanahan Nasional10. Wakil Sekretaris Kabinet
Tim Pelaksana

PEMBENTUKAN BKPRDPermendagri No. 50 Tahun 2009
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah
45
1. Aceh2. Sumatera Utara3. Sumatera Barat4. Sumatera Selatan5. Riau6. Kepulauan Riau7. Jambi8. Bengkulu9. Bangka Belitung10. Lampung11. Banten
12. Jawa Barat13. Jawa Tengah14. DIY15. Jawa Timur16. Kalimantan Barat17. Kalimantan Selatan18. Kalimantan Tengah19. Kalimantan Timur20. Sulawesi Selatan21. Sulawesi Tengah22. Sulawesi Tenggara23. Sulawesi Utara
PROVINSI YANG TELAH MEMBENTUK BKPRD
1. DKI Jakarta2. Sulawesi Barat3. NTT4. Maluku Utara5. Papua Barat
PROVINSI BELUMMEMBENTUK BKPRD
* per Mei 2012
24. Gorontalo25. Bali26. NTB27. Maluku28. Maluku Utara29. Papua30. Papua Barat

CONTOH DASHBOARD
PENATAAN RUANG DAN PENGEMBANGAN WILAYAH (1)

CONTOH DASHBOARD
PENATAAN RUANG DAN PENGEMBANGAN WILAYAH (2)

CONTOH DASHBOARD
PENATAAN RUANG DAN PENGEMBANGAN WILAYAH (3)

CONTOH DASHBOARD
SUMBER DAYA AIR (1)

CONTOH DASHBOARD
SUMBER DAYA AIR (2)

CONTOH DASHBOARD
SUMBER DAYA AIR (3)

CONTOH DASHBOARD
TRANSPORTASI (1)

CONTOH DASHBOARD
TRANSPORTASI (2)

CONTOH-CONTOH KASUS PERTANAHAN DAN PERIJINAN DALAM TATA RUANG

TUMPANG TINDIH ANTARA UU NO. 26 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN
Pemanfaatan Hutan Lindung
• Hutan Lindung termasuk dalam kawasan lindung yang memiliki fungsi utama melindungi kelestarian hidup.
• Kawasan pertambangan termasuk kawasan budidaya yakni kawasan yang memiliki fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. (Pasal 5 ayat 2 jo penjelasan pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 1 butir 22)
UU 26/2007
• Pemanfaatan Hutan Lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (Psl 26 ayat 1)
• Hutan lindung juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan di luar kegiatan kehutanan (Pasal 38 ayat 1)
• Kepentingan pembangunan di luar kehutanan adalah kegiatan untuk tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan, antara lain kegiatan pertambangan, pembangunan jaringan listrik, telepon,dan instalasi air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan keamanan (Penjelasan Pasal 38 ayat 1)
UU41/1999
Ket: Pada UU 26/2007 tidak dimungkinkan kegiatan budidaya pada kawasan lindung, sementara pada UU 41/1999 dimungkinkan pemanfaatan kawasan hutan lindung untuk budidaya tetapi melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan lindung dengan Tim Terpadu.

TUMPANG TINDIH ANTARA UU NO. 26 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN
Pemanfaatan Hutan Lindung
• Terkait dengan pemanfaatan hutan lindung ini, terdapat perbedaan pengaturan mengenai pemanfaatan hutan lindung antara UU No. 26 tahun 2007 dengan UU No. 41 tahun 1999.
• Dalam UU No. 26 tahun 2007, hutan lindung termasuk dalam kawasan lindung yang memiliki fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup dan dalam hal ini hutan lindung merupakan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya.
• Sementara dalam UU No. 41 Tahun 1999, kawasan hutan lindung dapat dimanfaatkan selain untuk kegiatan kehutanan juga untuk kegiatan pembangunan diluar kegiatan kehutanan termasuk kegiatan pertambangan.
• Dalam hal ini maka terdapat perbedaan pemanfaatan hutan lindung dalam UU No.26 Tahun 2007 dan UU No. 41 Tahun 1999 dimana dalam Penjelasan Pasal 5 ayat (2) UU No.26 Tahun 2007, kegiatan pertambangan dilakukan di kawasan peruntukan pertambangan (kawasan budidaya) dan diarahkan untuk tidak dilakukan di kawasan hutan lindung.
• Sementara berdasarkan ketentuan pasal 38 ayat (3) dan ayat (5) UU No. 41/1999, diperbolehkan untuk menggunakan kawasan hutan (baik kawasan hutan produksi atau hutan lindung) untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan termasuk untuk kegiatan pertambangan melalui mekanisme pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dan apabila pemberian izin tersebut memiliki dampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis maka dilakukan oleh Menteri atas izin DPR.


TUMPANG TINDIH ANTARA UU NO. 26 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN
Pemutihan Penyimpangan Pemanfaatan Ruang
• Terdapat perbedaan pengaturan mengenai penyimpangan pemanfaatan ruang dimana bila ditinjau dari penjelasan pasal 23 ayat (4) dan penjelasan pasal 26 ayat (5) UU No. 26/2007, suatu peninjauan RTRW Propinsi/Kabupaten yang dilakukan 1 kali dalam 5 tahun tidak dimaksudkan untuk melakukan pemutihan terhadap penyimpangan pemanfaatan ruang.
• Sementara dalam ketentuan pasal 19 UU 41/1999, pemutihan terhadap pemanfaatan ruang (dalam hal ini pemanfaatan kawasan hutan) dapat saja diperbolehkan/diizinkan sepanjang memenuhi persyaratan dalam Pasal 19 ayat (1) tersebut.

TUMPANG TINDIH ANTARA UU NO. 26 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG MINERAL DAN BATUBARA (1)
• UU No. 26/2007 Penataan Ruang
• UU No. 26/2007 Penataan Ruang
• Amanat pengaturan kawasan pertambangan dalam UU No. 26 Tahun 2007 adalah:
• Kawasan peruntukan pertambangan sebagai bagian dari kawasan budidaya (Penjelasan Pasal 5 ayat (2)
• Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi termasuk pertambangan dan gas bumi lepas pantai sebagai kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan alam dan/atau teknologi tinggi (Psl 5 ayat (5)
• Amanat pengaturan kawasan pertambangan dalam UU No. 26 Tahun 2007 adalah:
• Kawasan peruntukan pertambangan sebagai bagian dari kawasan budidaya (Penjelasan Pasal 5 ayat (2)
• Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi termasuk pertambangan dan gas bumi lepas pantai sebagai kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan alam dan/atau teknologi tinggi (Psl 5 ayat (5)
• PP No. 26/2008 RTRWN• PP No. 26/2008 RTRWN
• Amanat pengaturan kawasan pertambangan dalam PP 26 Tahun 2008 adalah:
• Kawasan peruntukan pertambangan termasuk kawasan budi daya (Pasal 63 butir e)
• Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional di bidang pertambangan ditetapkan sebagai kawasan andalan pertambangan (psl 63 Jo. Pasal 72)
• Amanat pengaturan kawasan pertambangan dalam PP 26 Tahun 2008 adalah:
• Kawasan peruntukan pertambangan termasuk kawasan budi daya (Pasal 63 butir e)
• Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional di bidang pertambangan ditetapkan sebagai kawasan andalan pertambangan (psl 63 Jo. Pasal 72)
• Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
• Wilayah Pertambangan (WP) yang selanjutnya disebut “WP,” adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional (Pasal 1 butir 29)
• WP sebagai bagian dari tata ruang nasionalmerupakan landasan bagi penetapan kegiatan pertambangan (Pasal 9 ayat (1))
• WP ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Pasal 9 ayat 2)
Penetapan Wilayah Pertambangan vs RTRWN vs RTRWP vs RTRW kab/Kota
UU No. 4 Tahun 2009 Mineral dan Batubara

TUMPANG TINDIH ANTARA UU NO. 26 TAHUN 2007 DENGAN UU NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG MINERAL DAN BATUBARA
• Dalam UU No. 26/2007, seluruh kegiatan Non Kehutanan dibatasi di dalam Kawasan Budidaya, termasuk kegiatan pertambangan.
• Sumber daya bahan tambang merupakan hal yang tidak dapat diprediksi keberadaannya sebelum dilakukan eksploitasi dan eksplorasi.
• Sumber daya bahan tambang dapat saja terdapat di kawasan lindung maupun di kawasan budi daya.
• Terkait dengan hal tersebut, maka terdapat perbedaan antara UU No. 26/2007 dengan UU No. 4/2009 dimana UU No. 26/2007 mengamanatkan untuk melakukan kegiatan pertambangan di kawasan budidaya, sementara pertambangan sendiri tidak dapat diprediksi dengan pasti kegiatan usahanya karena diperlukan suatu kegiatan penyelidikan dan eksplorasi terlebih dahulu untuk mengetahui keberadaan sumber daya bahan tambang sehingga bisa saja bahan tambang tersebut berada di kawasan lindung.
• Sementara dalam UU No. 26/2007 dan PP No. 26/2008 diatur bahwa Pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertambangan harus berpedoman pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan (RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota).
• Kegiatan Pertambangan tidak dapat dilakukan pada kawasan peruntukan pertambangan yang belum ditetapkan dalam rencana tata ruang (RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota) untuk dapat dilakukan terlebih dahulu harus Wilayah pertambangan dalam tata ruang nasional 7 dilakukan revisi terhadap RTRW (Provinsi atau Kabupaten/Kota), yang hanya dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam setahun.
• Dengan adanya ketentuan kegiatan pertambangan yang hanya dapat dilakukan apabila kawasan peruntukan pertambangan telah diakomodir dalam RTRW Propinsi/Kab/Kota maka menimbulkan kesulitan dalam penyediaan ruang bagi kegiatan pertambangan.

PERBANDINGAN ANTARA UU NO. 26 TAHUN 2007 DENGAN UU 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
UU No. 27/2007 UU No. 26/2007
Pengesahan Rencana Zonasi
• RTRW Propinsi dan RTRW Kab/Kota antara lain memuat arahan peraturan zonasi sistem provinsi/kabupaten (Psl 23 ayat (1) butir (f), Psl 26 ayat (1) butir (f))
• RTRW Provinsi dan RTRW Kab/Kota ditetapkan dengan Perda (Psl 23 ayat (3), psl 23 ayat (6), psl 26 ayat (7), pasal
• Jangka waktu berlakunya RTRW Propinsi dan RTRW Kab/Kota adalah 20 tahun (Psl 23 ayat (3) , psl 26 ayat (3)
• Rencana zonasi merupakan rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
• RZWP3K ditetapkan dengan Perda• Jangka waktu berlakunya RZWP-3-K selama 20
(dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.
Keterangan: dengan adanya pengaturan mengenai zonasi dalam kedua UU tersebut diatas, maka akan berdampak pada kemungkinann adanya dua Peraturan Daerah yang mengatur mengenai rencana tata ruang.
RZWP3K: Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

LAHAN HUTAN DAN PENATAAN RUANG ..1

LAHAN HUTAN DAN PENATAAN RUANG ..2

TANTANGAN, PERMASALAHAN, DALAM PELAKSANAAN MP3EI
Banyak proyek-proyek infrastruktur terhambat pelaksanaannya dikarenakan: Sulitnya pembebasan lahan tuntutan ganti rugi yang terlalu
tinggi Konflik penggunaan lahan konflik hutan lindung VS area
pertambangan Belum terselesaikannya Rencana Tata Ruang Daerah Perda Masih kurangnya pasokan energi listrik terutama di luar KE
Jawa
Slide - 64

Surat Walikota Surabaya

a) Raperda RTRW Kota Surabaya telah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur tanggal 20 Juli 2012, dan telah disampaikan kepada KemenPU tanggal 8 Agustus 2012, namun belum mendapat persetujuan substansi dari KemenPU.
b) Raperda RTRW Kota Surabaya telah dibahas di Pokja Teknis BKPRN tanggal 10 September 2012 dengan catatan perlu ada pembahasan tentang rencana jaringan jalan khususnya jalan bebas hambatan Waru (Aloha) – Wonokromo – Tanjung Perak yaitu:1) Pemko Surabaya menawarkan alternatif jalan bebas hambatan Manunggal-Tanjung
Perak.2) BKPRN mengusulkan untuk mencantumkan jalan bebas hambatan Menanggal-
Wonokromo-Tanjung Perak.c) Terhadap hasil rapat tersebut, pada tanggal 11 Oktober 2012 Pemerintah Kota Surabaya
telah menyampaikan penyempurnaan kepada Dirjen Penataan Ruang, sesuai saran/masukan BKPRN.
d) Surat Dirjen Penataan Ruang KemenPU tanggal 12 November 2012, menyebutkan ketidaksesuaian antara Raperda RTRW Kota Surabaya dengan RTRWN dan RTRW Provinsi Jawa Timur terkait rencana pembangunan ruas Jalan Bebas Hambatan Waru (Aloha)-Wonokromo-Tanjung Perak dan Raperda RTRW Kota Surabaya belum mendapat persetujuan substansi Menteri PU.
Garis besar isi Surat Walikota Surabaya No. 650 tahun 2014Perihal: Permohonan Percepatan Penyelesaian Raperda tentang RTRW Kota Surabaya

e) Pada tanggal 13 Maret 2013, Pemerintah Kota Surabaya menyampaikan tanggapan yang berisi penjelasan mengenai rencana jaringan jalan di Kota Surabaya dan disertai permohonan kepada Menteri PU untuk memberi persetujuan substansi atas Raperda RTRW Kota Surabaya.
f) Pada 29 Oktober 2013, Pemerintah Kota Surabaya menyampaikan surat kepada Menko Perekonomian selaku Ketua BKPRN untuk dapat memfasilitasi percepatan penyelesaian Raperda RTRW Kota Surabaya.
g) Pada pertemuan dengan Menteri PU, Dirjen Penataan Ruang dan Dirjen Bina Marga, tanggal 1 November 2013, Pemko Surabaya telah menjelaskan dan menegaskan bahwa Kota Surabaya tidak memerlukan jalan tol tengah kota.
h) Berdasarkan hasil perencanaan dan kajian teknis yang ada, pemecahan permasalahan transportasi di Kota Surabaya lebih tepat dilakukan dengan perluasan jaringan jalan secara tersebar dan merata dengan pola semi grid yang bukan berada di tengah kota (jalan lingkar barat tengah, jalan lingkar barat luar, jalan lingkar timur tengah dan jalan lingkar timur luar) yang didukung dengan pengembangan angkutan massal cepat (monorel dan tram).
Penjelasan Pemerintah Kota Surabaya terkait upaya percepatan penyelesaian Raperda RTRW Kota Surabaya, dimohon agar Menko Perekonomian memfasilitasi penyelesaian Raperda RTRW Kota Surabaya dan segera mendapat persetujuan substansi dari Menteri Pekerjaan Umum.

Peta RTRWN dan Peta RTRWP Prov. Jatim
Di dalam RTRWN (PP No. 26/2007) Terdapat penyebutan: Jalan Bebas Hambatan Waru (Aloha) – Wonokromo – Tanjung Perak
Perda RTRW Provinsi No. 5/2012Terdapat penyebutan: Jalan Bebas Hambatan Waru (Aloha) – Wonokromo – Tanjung Perak

JALAN TOL EKSISTING DAN RENCANA RUANG TOL TENGAH SURABAYA
Tol S
urab
aya-
gem
pol
Tol Waru-Juanda
Tol Surabaya-Gresik
Rencana TOL Tengah SurabayaWaru-Wonokromo-Tj Perak
(±13km)
Tol S
uram
adu
Tol Eksisting
Rencana Tol Tengah

Contoh Rencana Revitalisasi Teluk Benoa – BALI (2014)
PERPRES 45 TAHUN 2011TENTANG RTR SARBAGITA
PERPRES 45 TAHUN 2011TENTANG RTR SARBAGITA
Zona L3 tidak layak secara fisik sebagai Konservasi Perairan
- Merubah Zona L3 di luar kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai diusulkan menjadi Zona P pada peta.
- Menambah ketentuan Zona P

KEMENTERIAN PPN/
BAPPENAS
Proj
ect L
engt
h =
7.5k
m
JALAN TOL NUSA DUA – NGURAH RAI - BENOA
Parameter Investasi1. Biaya Tanah : Rp. 45 milyar2. Biaya Konstruksi : Rp. 1.760
milyar3. Biaya Investasi : Rp. 2.490
milyar
Data Teknis :1. Panjang Jalan : 9,7 km (termasuk
akses)2. Kec. Rencana : 80 km/jam3. Jumlah Lajur : 2 x 2 lajur4. Lebar Lajur : 3,5 m5. Lebar Rumija : 40 m (minimum)6. Lajur Sepeda Motor: 2 x 3,0 m
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
ATP Investasi 70% BKBOK dan Nilai Waktu
27,263
9,000
20,380
Tarif
Tol
Aw
al (R
p./t
rans
aksi
)
71
Status:
12
34
• Jalan tol yang terpilih jalur nomor • Proses persiapan pengadaan tanah dengan dana dari
Konsorsium Pemrakarsa• Penandatangan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol
pertengahan Desember 2011
Vol Lalu Lintas Awal : 39.397 Kend/Hari (2013) (Sp. Motor (Gol VI) : 44% (17.403 Kend/Hari) Tarif Tol Gol I Rp. 10.000,- (2013) Masa Konsesi 45 Tahun
EIRR : 18,47% FIRR : 14,50%
4
BACK

Kepmendikbud No.260/M/2013Tentang “Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan Sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional”
Contoh Rencana Pemanfaatan Untuk Industri di Mojokerto - 2014
Rekomendasi Penyelesaian :1) Lokasi Sesuai peruntukan RTRWK sebagai Industri Menengah
ditindaklanjuti dgn penyusunan RDTR2) Kws Cagar Budaya Segera menyusun Sistem Zonasi
Perda RTRW Kab Mojokerto

B7/HP
B4
B1
N2
B2
B3
B4/HP
B7B5
N1B6 N1 B4/HP
B5
N1
B1
B1 B2
B2B1
B4/HP B4/HP
N1
N2
N2N1
B2
B4/HP
B4B2
B2
B4
B3
B3
B3
B2
N2
N1
B1
B4
B5
B4
B5B1
B1
PETA POLA RUANG PERPRES 54/2008
Fasilitas Produksi Temporer
Lokasi Pondok Makmur.Permasalahan Peruntukkan adalah sebagai pertanian lahan Irigasi Teknis (B5)
Rekomendasi BKPRN Di B5, Fasilitas Produksi Pengolahan Bahan Tambang tidak diperkenankan, namun kegiatan Sumur Eksplorasi (PDM E dan PDM B) diperbolehkan dengan luas tidak lebih dari 5,5ha.
Sumur Eksplorasi
Contoh Rencana Pemanfaatan Ruang B5 (Irigasi) untuk Eksplorasi Migas di Bekasi

PLTU Batang dalam RTRWP Jawa Tengah (Perda No. 6 Tahun 2010) dan RTRWK Batang (Perda No. 7 tahun 2011)
Perda RTRWP Jawa Tengah
Perda RTRWK Batang

Zona Lain
Zona Lain
ZONA INTI
Zona Penyangga
Zona Terbatas
Zona Terbatas
JettyPipeline
PLTU
Lokasi PLTU
Kab.Batang
RENCANA LOKASI PLTU BATANG DI PESISIR PANTAI UTARA KABUPATEN BATANG

MUATAN PP NO. 68 TAHUN 2014 PENATAAN WILAYAHN PERTAHANAN NEGARA (1)
I. Penetapan Wilayah Pertahanan
Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) : Penetapan Wilayah Pertahanan meliputi Wilayah Darat, Laut dan Udara.
II. Penetapan dan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan
1. Pasal 8 ayat (1) : Wilayah Pertahanan (Pasal 6 huruf a s.d h) dapat ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).
2. Pasal 9 : Tata cara penyusunan rencana tata ruang KSN.
3. Pasal 10 ayat (1) d angka 1 : Mengacu pada RTRWN, RWP, RRWP.
4. Pasal 10 ayat (1) d angka 2 : Memperhatikan RTR Pulau, RTRWP, RTR Kabupaten/Kota.
5. Pasal 11 : Penetapan RTR KSN dengan Peraturan Presiden.

III. Perencanaan Wilayah Pertahanan
1. Pasal 12: • Rencana Wilayah Pertahanan (RWP)• Rencana Rinci Wilayah Pertahanan (RRWP);
Pasal 13: • RWP dan RRWP sebagai Acuan RTRWP dan RTRW Kabupaten/Kota.• RWP dan RRWP sebagai salah satu masukan dalam RTRWN dan RTR
KSN. (KSN Pertahanan atau KSN Lainnya?)
2. Pasal 16: • RWP (Pasal 6 huruf a-c) dalam Skala 1:1.000.000 ditetapkan bersamaan dengan PP ini;
• RWP (Pasal 6 huruf d-h) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.3. Pasal 17: RRWP terdiri atas RRWP Darat, Laut dan Udara.
Pasal 18 ayat (1): • RRWP disusun oleh masing-masing Kepala Staf Angkatan;• RRWP mengacu pada RWP;• RRWP ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
MUATAN PP NO. 68 TAHUN 2014 PENATAAN WILAYAHN PERTAHANAN NEGARA (2)

IV. Pemanfaatan Wilayah Pertahanan
1. Pasal 22: Kriteria Pemanfaatan ditetapkan oleh Menteri.
2. Pasal 23: Tidak mengganggu fungsi Lingkungan Hidup dan Ekosistem.
V. Pengadaan Tanah1. Pasal 25: Pengadaan Tanah sesuai Peraturan Perundang-undangan.
(apakah berkedudukan sama dengan RTRW?)
2. Pasal 27: Untuk latihan militer, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan tanah.
3. Paragraf 4 Pasal 29: Penyiapan dan Penggunaan Daerah Latihan Militer bersifat sementara atau tidak tetap (Ketegori Pasal 6 huruf b).
VI. Alih Fungsi1. Pasal 44: Alih fungsi Wilayah Pertahanan dengan lahan pengganti.
(Apakah perlu merubah RWP atau RRWP?)
MUATAN PP NO. 68 TAHUN 2014 PENATAAN WILAYAHN PERTAHANAN NEGARA (3)

1- Lampiran II dengan Lampiran I (terkait SATUAN dan SIMBOL KAWASAN).Contoh : Lampiran II – Satuan Wilhan, terdapat PASPAMPRES dan KOHANUDNASLampiran I – Simbol Kawasan, tidak disebut
MUATAN PP NO. 68 TAHUN 2014 ............ (4)

2- Legenda di Lampiran I dan Simbolisasi di PetaContoh :Lembar 6-H Pemetaan di Lampiran I, terdapat lokasi yang menggunakan Simbol, dan Simbol dengan numerik/angka Legenda tidak menampilkan simbol Numerik
Klarifikasi Lampiran

3 – Peta Kurang Skalatis, dan perlu Update batas Administrasi (Kabupaten)
Contoh, Lembar 6-H Peta Lembar 6-H lebih panjang dari
peta sesungguhnya (google map) Batas Administrasi Kota Tangerang
Selatan tidak tergambar.

LOKASI RENCANA PEMBANGUNAN YONIF 10 MARINIR TNI AL DI PULAU SETOKO (BATAM)
Sudut Tutupan Lahan (Google earth, citra satelit 2006)
Interpretasi Tutupan Lahan: - Indikasi
Mangrove- Lahan Terbuka

LOKASI RENCANA PEMBANGUNAN YONIF 10 MARINIR TNI AL DI PULAU SETOKO (BATAM)
Sudut Perpres no.87 tahun 2011tentang BBK
HPK/B5
HPK/B5 : Zona B5 (Kawasan Pariwisata) yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan masih ditetapkan sebagai HPK.

LOKASI RENCANA PEMBANGUNAN YONIF 10 MARINIR TNI AL DI PULAU SETOKO (BATAM)
Sudut Perda No.2 tahun 2004, tentang RTRW Kota Batam 2004-2014
Peruntukkan Wisata

Peta Kawasan Hutan Kabupaten Merauke(hasil paduserasi 2011, sesuai dengan SK Menhut no.458 tahun 2012)

Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten MeraukePerda No. 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Merauke

1. Disaster Recovery Centre (DRC) dan Pusat Arsip PPATK
KRONOLOGIS PERMASALAHAN:• Untuk kebutuhan akan bangunan disaster recovery center (DRC), PPATK memohon
kepada Menteri Keuangan untuk memakai tanah bekas aset BPPN di Coloto yang telah menjadi aset Negara.
• Menteri Keuangan dengan Keputusan No.69/KM.6/2010 tanggal 17 Maret 2010 memberikan izin penggunaan tanah bekas aset BPPN yang terletak di Ciloto, Kec. Pacet, Kabupaten Cianjur, seluas 5.648 M2, Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 215 yang berlaku hingga 2033.
• Pemda Kabupaten Cianjur menolak permohonan IMB, karena lokasi tanah yang akan dibangun terletak pada koordinat yang merupakan Zona non Budidaya, Kawasan N2 atau Taman Nasional berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.
• Kepala PPATK mengirimkan surat kepada Presiden No. S-104A/1.01/PPATK/09/10 tanggal 29 September 2010 dengan tembusan antara lain kepada: Menteri PU, Ketua Bappenas, Menteri KLH, Mensesneg tentang mendesaknya kebutuhan akan DRC dan telah dilakukannya kontrak pembangunan dengan pihak ketiga.
• Mensesneg meneruskan surat tersebut kepada Menko Perekonomian pada tanggal 27 Oktober 2010 dengan Surat No. B-1428/M.Sesneg/D-1/10/2010.

KRONOLOGIS PERMASALAHAN………..lanjutan:• Surat Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian PU Nomor: 43/BKPRN/XI/2010
tanggal 30 November 2010 kepada Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian (selaku Ketua Pokja IV BKPPRN) perihal Tindak Lanjut Permohonan Dispensasi Untuk Lokasi Pembangunan Disaster Recovery Center (DRC) dan Gedung Arsip PPATK di Ciloto, Pacet, Cianjur.
• Surat Menko Perekonomian No. S-83/M.EKON/05/2011 tanggal 23 Mei 2011, kepada Menteri Sekretaris Negara yang isinya bahwa pelaksanaan pembangunan gedung PPATK tidak sesuai pemanfaatan ruangnya , baik dengan Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Jabodetabekpunjur dan Perda No. 7 Tahun 1997 tentang RTRW Kabupaten Cianjur, dan penyelesaian masalah disarankan dengan langkah-langkah penertiban (perijinan bangunan) yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Cianjur.
• Surat Kepala PPATK No. S-115/1.01.3/PPATK/02/12 kepada Menko Polhukam, Menko Perekonomian, Menteri Setneg, Menteri PU, yang isinya melaporkan beberapa hasil pertemuan yang antara lain adalah:
• Perlu dilakukan revisi Perpres No. 54 tahun 2008 dengan memasukkan klasusul “pengecualian bagi obyek vital pemerintah”
• Dilakukan rekayasa teknis dengan mewajibkan PPATK membuat tambahan sumur resapan.• Mewajibakan PPATK memenuhi persyaratan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sebesar 10%
dengan cara menambah areal tanah.

LOKASI BERDASAR PERPRES JABODETABEKPUNJUR
N1
N2
B4B3
Masuk Zone N1

Koordinat Lokasi : 06042’45.2” S dan 106059’37.9” E
Calon Lokasi PPATK
Calon Lokasi PPATK
Fungsi N1/Lindung dalam perpres, dgn arahan :1. Tidak diperkenankan bagi kegiatan budidaya2. Kegiatan budidaya yang telah terbangun,
dalam jangka panjang harus dikeluarkan dari zone ini.
3. Hutan Lindung4. Riset5. Hutan sempadan pantai, sungai, danau, laut,
dan lereng terjal6. Hutan perlindungan badan air7. Hutan bakau
Gambaran Lokasi1. Titik lokasi bertutupan lahan terbuka dan terdapat beberapa
bangunan yang sudah eksis.2. Penggunaan lahan disekitar lokasi adalah hotel, jasa,
permukiman, dan Ladang.3. Terdapat akses langsung ke Jalan raya puncak (hanya 200m)
melalui jalan kampung.4. Lokasi dekat dengan bangunan Puncak Pass dan Hotel Bukit
Indah Puncak5. Topografi lokasi miring cenderung curam, dengan perkiraan
kemiringan (25-40%).6. Berbatasan langsung dengan zone N2 (taman Nasional).
N1
N2

2. Pusat Misi Pemeliharaan Perdamian (PMPP) / Peace Keeping Center (PKC) dan Stand By Force
KRONOLOGIS PERMASALAHAN I:• Surat Menteri Pertahanan No. B/247/M/II/2010 kepada Menko Perekonomian yang isinya
meminta rekomendasi penggunaan kawasan untuk Peace Keeping Center (PKC) dan Stand By Force di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor seluas 260 Ha. Kawasan tersebut merupakan sebagian dari lahan Hak Guna Usaha a.n. PT. Buana Estate. Rekomendasi tersebut diperlukan bagi Pemerintah Kabupten Bogor sebagai pedoman menetapkan lokasi PMPP/PKC tersebut.
• Surat Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah No. S-18/D.V.M.EKON/05/2010tanggal 18 Mei 2010 menyampaikan Rekomendasi Penggunaan Kawasan PMPP/PKC dan Stand By Force di Kecamatan Citeureup, antara lain :
1) Usulan pemanfaatan ruang untuk PMPP/PKC dan Stand By Force di Kecamatan Citeureup yang dalam Perpres No. 54 Tahun 2008 ditetapkan sebagai Zona B3 dapat disepakati untuk direkomendasikan perizinannya karena karateristik kegiatannya tidak mengganggu fungsi Zona B3.
2) Pemanfaatan ruang PPMPP/PKC tersebut perlu segera diakomodasi dalam perencanaan tata ruang Kabupaten Bogor melalui penyususan rencana rinci Kabupaten Bogor yang mencakup kawasan PMPP/PKC dan peraturan zonasinya dengan memperhatikan persyaratan bangunan seperti KDB, KLB, KKOP, BKK.
3) Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang rencana pembangunan PMPP/PKC.4) Perlu percepatan penyelesaian PP Pengaturan dan Penetapan Kawasan Strategis Nasional Pertahahan dan
Keamanan (disesuaikan dengan amanat UU Penataan Ruang dan UU Pertahanan Negara).5) Pelaksanaan pembangunan dalam rangka pengembangan PMPP/PKC dapat dilaksanakan secara paralel dengan
proses penyusunan rencana rinci tata ruang sepanjang tidak bertentangan dengan RTRW Kabupaten Bogor.

KRONOLOGIS PERMASALAHAN……….lanjutan I: Surat Menteri Pekerjaan Umum No. TR.04.04-Mn/365 tanggal 12 Juli 2010
tentang Rekomendasi Penggunaan Kawasan Peace Keeping Centre dan Stand By Force (PKC/SBF) di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor pada pokoknya menyatakan rencana kegiatan PKC/SBF masih sesuai dengan kriteria dan arahan pemanfaatan ruang Zona B3 dan tidak mengganggu fungsi Zona B3 sebagaimana diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2008 dengan pertimbangan bahwa usulan pemanfaatan ruang untuk PKC/SBF di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor seluas ± 260 Ha, meliputi :
1.Kebutuhan lahan ± 5 Ha untuk bangunan sarana dan prasarana (gedung pelatihan, ruang instruktur, tempat tinggal sementara perwira dan barak prajurit)
2.Sisa lahan direncanakan untuk ruang terbuka hijau (hutan) dan danau buatan atau memiliki KDB yang sangat rendah.
Rencana kegiatan PKC/SBF tersebut masih sesuai dengan kriteria dan arahan pemanfaatan ruang Zona B3, Serta tidak mengganggu fungsi Zona B3 sebagaimana diatur dalam Perpres No. 54/2008. dengan demikian rencana pemanfaatan ruang untuk kegiatan PKC/SBF tersebut butir 1 (satu) diatas perlu segera diakomodasikan dalam perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Bogor melalui penyusunan rencana rinci tata ruang yang mencakup antara lain kawasan PKC/SBF.

Surat Menteri Pertahanan No. B/171/M/II/2012 tanggal 9 Februari 2012 mengenai Usulan Perubahan Rekomendasi Penggunaan Kawasan Untuk Pusat Perdamaian dan Keamanan di Kabupaten Bogor yang pada pokoknya berisi :• Sesuai arahan Presiden RI pada tanggal 19 Desember mengenai Pengembangan
Pembangunan Kawasan Pusat Perdamaian Dan Keamanan Indonesia di Sentul Kabupaten Bogor, maka akan dikembangkan Kawasan Peace Keeping Centre dan Stand By Force (PKC/SBF) di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor menjadi Kawasan Seven in One yang meliputi :
1) Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI2) Stand By Force TNI3) Pusat Latihan Badan nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)4) Pusat Latihan Bdan nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)5) Universitas Pertahanan Kementerian Pertahanan6) Pusat bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 7) Military Game Field
Surat Deputi Koordinasi Bidang Infrastruktur dan pengembangan Wilayah No. S-7/D.V.M. Ekon/03/2012, berdasarkan rekomendasi merumuskan beberapa hal penting:
a) Rencana pembangunan kawasan Indonesian Peace and Security Center (IPSC) berada di Zona B3 yang pada prinsipnya dapat dilaksanakan dengan cara pembangunan dengan intensitas lahan terbangun rendah dengan menerapkan rekayasa teknis untuk mempertahankan fungsi resapan air.
KRONOLOGIS PERMASALAHAN II:

KRONOLOGIS PERMASALAHAN………………lanjutan II:b) Dari rencana penggunaan kawasan IPSC dengan total luas 261,712 Ha, disepakati
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) sangat rendah (sekitar 5-8%).c) Terhadap rencana perubahan penggunaan kawasan IPSC ini perlu dilakukan revisi
penetapan lokasi oleh Pemerintah Kabupaten Bogor.d) Terhadap Rencana Perubahan Penggunaan Kawasan IPSC di Kec. Citeureup, Kab.
Bogor perlu dilakukan AMDAL revisi.e) Pembangunan kawasan IPSC perlu diakomodasi/diintegrasikan dalam Rencana
Detail Tata Ruang Kabupaten Bogor yang mengacu Perda RTRW Kabupaten Bogor.f) Perlu dilakukan sosialisasi kegiatan IPSC ini kepada masyarakat.
Surat Menteri Pekerjaan Umum No. TR. 04 04-Mn/212 tanggal Kepada Menteri Pertahanan mengenai Rekomendasi Penggunaan Kawasan untuk Pusat Perdamaian dan keamanan di Sentul, Kabupaten Bogor , yang menegaskan bahwa:• Pada kawasan untuk pusat Perdamaian dan Keamamanan atau Indonesia Peace and
Security Centre (IPSC) di Sentul, Kabupaten Bogor diarahkan penerapan (KDB) sangat rendah paling tinggi 8% dari luas lahan 261,712 Ha, dengan menerapkan rekayasa teknis untuk mempertahankan fungsi resapan air.
• Terhadap kegiatan pembangunan baru peru dilakukan AMDAl.• Perubahan penggunaan kawasan Pusat Perdamaian dan keamanan, dan Selanjutnya
diintegrasikan ke dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yang mengacu pada RTRW Kabupaten Bogor