Teori Keluarga

download Teori Keluarga

of 4

Transcript of Teori Keluarga

Teori Keluarga: KonflikTeori konflik sosial muncul pada Abad ke-18 dan 19 sebagai respon dari lahirnya dual revolution, yaitu demokratisasi dan industrialisasi, sehingga kemunculan sosiologi konflik modern, di Amerika khususnya, merupakan pengikutan, atau akibat dari, realitas konflik dalam masyarakat Amerika (Mc Quarrie 1995). Teori konflik sosial mulai populer pada Tahun 1960an sejalan dengan gelombang kebebasan individu di Barat, tetapi sebetulnya telah berkembang sejak Abad 17. Selain itu teori sosiologi konflik adalah alternatif dari ketidakpuasaan terhadap analisis fungsionalisme struktural Talcott Parsons dan Robert K. Merton, yang menilai masyarakat dengan paham konsensus dan integralistiknya. Beberapa kritikan terhadap teori struktural-fungsional berkisar pada sistem sosial yang berstruktur, dan adanya perbedaan fungsi atau diferensiasi peran (division of labor). Institusi keluarga dalam perspektif struktural-fungsional dianggap melanggengkan kekuasaan yang cenderung menjadi cikal bakal timbulnya ketidakadilan dalam masyarakat. David Lockwood (Klein dan White 1996) melontarkan kritik terhadap teori Parsons. Menurutnya, teori Parsons terlalu menekankan keseimbangan dan ketertiban. Hal ini dianggap suatu pemaksaan bagi individu untuk selalu melakukan konsensus agar kepentingan kelompok selalu terpenuhi. Selanjutnya, individu harus selalu tunduk pada norma dan nilai yang melandasi struktur dan fungsi sebuah sistem. Padahal menurut Lockwood, suasana konflik akan selalu mewarnai masyarakat, terutama dalam hal distribusi sumberdaya yang terbatas. Artinya, sifat dasar individu dianggapnya cenderung selfish (mementingkan diri sendiri), daripada mengadakan konsensus untuk kepentingan kelompok. Sifat pementingan diri sendiri menurut Lockwood akan menyebabkan diferensiasi kekuasaan yang ada menimbulkan sekelompok orang menindas kelompok lainnya. Selain itu masing-masing kelompok atau individu mempunyai tujuan yang berbeda-beda bahkan sering bertentangan antara satu dan lainnya, yang akhirnya akan menimbulkan konflik. Perspektif konflik dalam melihat masyarakat dapat dilacak pada tokoh-tokoh klasik seperti Karl Marx, Max Weber dan George Simmel. Teori konflik lebih menitikberatkan analisisnya pada asal-usul terjadinya suatu aturan atau tertib sosial. Teori ini tidak bertujuan untuk menganalisis asal usulnya terjadinya pelanggaran peraturan atau latar belakang seseorang berperilaku menyimpang. Perspektif konflik lebih menekankan sifat pluralistik dari masyarakat dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan yang terjadi di antara berbagai kelompoknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konflik adalah fenomena sosial biasa dan merupakan kenyataan bagi masyarakat yang terlibat di dalamnya. Konfllik dipandang sebagai suatu proses sosial, proses perubahan dari tatanan sosial yang lama ke tatanan sosial yang baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Perspektif konflik dianggap sebagai the new sociology sebagai kritik terhadap teori struktural fungsional yang berkaitan dengan sistem sosial yang terstruktur dan adanya perbedaan fungsi dan diferensiasi peran (division of labor).

Sosiologi konflik mempunyai asumsi bahwa masyarakat selalu dalam kondisi bertentangan, pertikaian, dan perubahan. Semua itu adalah sebagai bagian dari terlibatnya kekuatan-kekuatan masyarakat dalam saling berebut sumberdaya langka dengan menggunakan nilai-nilai dan ide (ideologi) sebagai alat untuk meraihnya (Wallace dan Wolf 1986). Asumsi dasar yang melandasi Teori Konflik Sosial (Klein dan White 1996) adalah: (1) Manusia tidak mau tunduk pada konsensus, (2) Manusia adalah individu otonom yang mempunyai kemauan sendiri tanpa harus tunduk kepada norma dan nilai; Manusia secara garis besar dimotivasi oleh keinginannya sendiri. (3) Konflik adalah endemik dalam grup sosial, (4) Tingkatan masyarakat yang normal lebih cenderung mempunyai konflik daripada harmoni, (5) Konflik merupakan suatu proses konfrontasi antara individu, grup atas sumberdaya yang langka, konfrontasi suatu pegangan hidup yang sangat berarti. Oleh karena itu konsensus dan negosiasi adalah tehnik yang masih ampuh untuk digunakan sebagai alat mengelola konflik. Paradigma sosial konflik yang dikembangkan oleh Karl Marx didasarkan pada dua asumsi, yaitu: (1) Kegiatan ekonomi sebagai faktor penentu utama semua kegiatan masyarakat, dan (2) Melihat masyarakat manusia dari sudut konflik di sepanjang sejarahnya. Marx, dalam Materialisme Historis-nya memasukkan determinisme ekonomi sebagai basis struktur yang dalam proses relasi sosial dalam tubuh masyarakat akan menimbulkan konflik antara kelas atas dan kelas bawah. Ringkasnya, ada sedikitnya empat hal yang penting dalam memahami teori konflik sosial, antara lain: 1. Kompetisi (atas kelangkaan sumberdaya seperti makanan, kesenangan, partner seksual, dan sebagainya. Dasar interaksi manusia bukanlah konsensus seperti yang ditawarkan fungsionalisme, namun lebih kepada kompetisi. 2. Terdapat ketidaksamaan struktural dalam hal kekuasaan. 3. Individu dan kelompok yang ingin mendapatkan keuntungan maksimal. 4. Perubahan sosial terjadi sebagai hasil dari konflik antara keinginan (interest) yang saling berkompetisi dan bukan sekadar adaptasi. Perubahan sosial sering terjadi secara cepat dan revolusioner daripada evolusioner. Dengan demikian: 1. Teori struktural fungsional lebih dijadikan pegangan untuk keluarga konservatif. 2. Teori konflik sosial lebih dijadikan pegangan bagi keluarga kontemporer. 3. Contoh-contoh konflik dalam keluarga: a. Konflik peran suami dan istri di dalam keluarga. b. Konflik komunikasi antara suami dan istri atau antara orangtua dan anak. c. Konflik kelas dalam masyarakat (kelas borjuis vrsus proletar; kelas gender; kelas sosial ekonomi) d. Konflik antara keluarga inti dan keluarga luasnya