TEORI HUBUNGAN MANUSIA
-
Upload
moschakunti -
Category
Documents
-
view
1.213 -
download
7
Transcript of TEORI HUBUNGAN MANUSIA
HUMAN RESOURCES THEORY
(TEORI SUMBER DAYA MANUSIA)
Douglas McGregor dan Chris Argyris
Seperti di catat dalam chapter 12, teori sumber daya manusia
mengasumsikan bahwa pegawai adalah sumber daya yang belum dimanfaatkan,
mereka memiliki kemampuan untuk mengarahkan dan mengontrol diri mereka
sendiri, dan suksesnya sebuah organisasi tergantung pada bagaimana kemampuan
mereka sepenuhnya dikembangkan dan dimanfaatkan. Sebagai teori organisasi
yang efektif, itu menyerukan kepada manajer untuk mengembangkan tiap individu
yang memiliki talenta unik, menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang
terbuka dan percaya, menghapus kendala pada otonomi pribadi, dan diskresi
individu, mendelegasikan tanggung jawab kepada bawahan, dan mendorong
pengambilan keputusan kelompok. Tema pemersatu adalah gagasan bahwa,
menyediakan kesempatan bagi pegawai untuk memperoleh kepuasan instrinsik
dari pekerjaan mereka, manajer dapat memfasilitasi tingkat yang lebih tinggi dari
individu dan kinerja kolektif.
Setelah menguji kontribusi dari Rensis Likert untuk teori ini, sekarang kita
beralih ke Douglas McGregor dan Chris Argyris. Lebih daripada Likert,
McGregor dan Chris Argyris dipandu dengan teori-teori eksplisit motivasi
manusia. Karena terobosan karya yang mereka publikasikan pada era 1950 dan
1960 dipengaruhi oleh seorang psikolog Abraham Maslow, chapter ini dimulai
dengan review tentang teori kebutuhan dasar Maslow. Kemudian menguji hasil
kontribusi McGregor dan Argyris untuk bidang teori organisasi dan di tutup
dengan anlisis implikasi teori sumber daya manusia untuk manajemen publik dan
kinerja organisasi.
MASLOW’S HIERARCHY OF NEEDS
(HIERARKI KEBUTUHAN MASLOW)
Psikolog Abraham Maslow pertama kali mengartikulasikan teori
kebutuhan dasarnya dalam sebuah artikel yang dipublikasikan pada 1943. Satu
1
dekade kemudian dia mengembangkan teorinya dalam sebuah buku dengan judul
Motivasi dan Kepribadian. Maslow percaya bahwa sangat mungkin untuk
mengidentifikasi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini cenderung jatuh ke
salah satu kategori dari lima kategori, dan kategori-kategori ini ada dalam hierarki
sesuai dengan tingkat kebutuhan biologis mereka.
Tingkat yang paling rendah dari hierarki kebutuhan adalah Kebutuhan
Psikologis (Physiological needs). Mereka memasukan kebutuhan atas air,
makanan, udara, istirahat dan tidur, karena hidup itu sendiri tergantung pada hal-
hal itu, mereka hadir yang pertama kali. Kebutuhan yang lain didorong ke dalam
latar belakang dan kemampuan tidak dibutuhkan untuk memuaskan mereka tetap
tidak di gunakan. Semua persepsi, Maslow mencatat, banyak diwarnai oleh
ketidakhadiran mereka. orang akan kekurangan makan, contohnya, kecenderung
mendefinisikan kehidupan itu sendiri dalam hal makan.
Tingkat kedua adalah kebutuhan keamanan (safety needs). Ketika
kebutuhan atas psikologis terpenuhi, manusia mencari perlindungan untuk dirinya
dari bahaya, ancaman, dan kekurangan. Kebanyakan dari kita dalam masyarakat
modern, Maslow mencatat, kebutuhan akan keamanan diekspresikan dalam
beberapa hal seperti “pilihan utama untuk pekerjaan dengan jabatan dan
perlindungan, keinginan untuk menyimpan uang, dan jaminan atas beberapa hal
(medis, kesehatan gigi, pensiun, sudah tidak mampu bekerja dan masa tua)”.
Kebutuhan akan rasa aman juga direfleksikan dalam pilihan utama seseorang yang
biasanya dikerjakan secara rutin, familiar dan sudah diketahui sebelumnya.
Tingkat ketiga hierarki kebutuhan yaitu Kebutuhan sosial (Social Needs),
atau apa yang disebut Maslow kepemilikan dan kebutuhan akan cinta. Kategori ini
termasuk kebutuhan untuk berkawan atau bergaul dengan yang lain dan dapat
diterima oleh yang lain, dan juga kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta
dan kasih sayang. Kelompok kerja informal sering ditemui pada industri, salah
satunya di Hawthorne yang berkonspirasi untuk tetap berproduksi rendah,
mungkin dikarenakan kurang terpenuhinya kebutuhan pegawai. Usaha untuk
mematahkan mereka hanya dengan memenuhi kebutuhan mereka.
Di atas kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan penghargaan. Ada dua
jenis, yang memiliki hubungan untuk membangun harga diri seseorang, yaitu
2
otonomi, pencapaian, dan kompetensi, dan yang disediakan oleh orang lain, yaitu
pengakuan, prestise, dan sikap menghormati. Keinginan untuk memuaskan
kebutuhan atas penghargaan mungkin secara langsung dihasilkan dalam kinerja
organisasi. Menurut Maslow, “Kepuasan atas kebutuhan harga diri mengarah pada
rasa percaya diri, bernilai, kuat, mampu, dan merasa cukup, merasa berguna dan
dibutuhkan di dunia. Tetapi kegagalan memunculkan perasaan inferior, lemah,
dan tidak dapat membantu sama sekali. Perasaan-perasaan ini beralih memberi
peningkatan pada dasar ketakutan atau kompensasi lain atau trend gelisah/cemas.
Dan hierarki kebutuhan yang paling tinggi adalah apa yang disebut
Maslow kebutuhan atas aktualisasi diri (self-actualization needs). Mereka
memasukan kebutuhan untuk melanjutkan pembangunan dan melaksanakan saran
Maslow bahwa aktualisasi diri adalah “keinginan untuk mencapai lebih dan lebih
sesuai dengan yang diinginkan, dan untuk mencapai segalanya salah satunya yaitu
adanya kemampuan untuk meraihnya”.
Meskipun para psikolog telah menunjukan sikap skeptis mengenai
pemahaman Maslow atas aktualisasi diri sebagai kehendak tuhan yang spesial,
banyak yang menemukan bahwa ide mengenai hierarki kebutuhan masuk akal dan
berguna.
Iya atau tidak teori kebutuhan Maslow menyediakan secara komplit dan
valid teori motivasi manusia, hal ini tidak mempengaruhi pemahaman atas teori
sumber daya manusia dengan cara yang penting. secara khusus terdapat tiga
kesimpulan, yaitu:
a. Manajemen strategis secara khusus melarang pekerja untuk memuaskan kebutuhan tingkat tinggi mereka;
b. Asusmi kerusakan tentang sifat manusia adalah kegagalan sumber daya manusia untuk mengadopsi strategi yang lebih efektif, dan
c. Reformasi manajemen tidak akan efektif, tidak bermanfaat dan sampai asumsi-asumsi ini digantikan dengan lainnya yang lebih cocok.
THE HUMAN SIDE OF ENTERPRISE
(SISI KEMANUSIAAN DALAM PERUSAHAAN)
Tahun 1960 Douglas McGregor mempublikasikan buku dengan judul The
Human Side of Enterprise. Kesimpulannya, seperti dinyatakan dalam kata
3
pengantar dalam bukunya, kita hanya sedikit sekali mempelajari menegenai
bagaimana mengembangkan dan memanfaatkan talenta manusia. Kemajuan
sangat lambat, dia melanjutkan, karena manajemen di desak oleh asumsi dasar
kita tentang sifat manusia.
Analisa Mcgregor dimulai dengan premise bahwa keputusan manajemen
hanya sesuai dengan asumsi-asumsi yang mereka anut. Ahli fisika dan mesin,
mencatat, tindakan yang sesuai dengan hukum alam; mereka dilarang mencoba
“untuk membuat air mengalir ke hulu”.
Douglas McGregor lahir di Detroit,
Michigan pada 16 September 1906. Kakeknya
mendirikan Institut McGregor di Detroit,
sebuah rumah singgah untuk tunawisma, dan
Ayah dari McGregor menjadi direkturnya pada
tahun 1915. Di besarkan dalam keluarga yang
religius dan peduli terhadap lingkungan sekitar,
McGregor memiliki perhatian yang besar
terhadap dunia kemanusiaan. Dia mengenyam
pendidikan di City College of Detroit selama 4 tahun pada pertengahan era 1920-
an, kemudian bergabung dengan McGregor institute pada tahun 1930-an, dan
memperoleh gelar sarjana pada tahun 1932. Kemudian melanjutkan
pendidikannya ke Universitas Harvard, memperoleh gelar master pada tahun 1933
dan gelar doktor pada tahun 1935.
Setelah mengajar Psikologi Sosial di Harvard selama 2 tahun, McGregor
mendapatkan posisi sebagai Profesor dalam bidang Psikologi dari MIT. Antara
1943 dan 1948 dia menjabat direktur program hubungan industri di MIT. Selama
periode ini dia bekerjasama dengan Kurt Lewin, dan mendirikan pusat penelitian.
Pada tahun 1948 McGregor meninggalkan MIT dan menjadi President of Antioch
College di Ohio. Pada tahun 1954 dia kembali ke MIT sebagai profesor
management industri dan dia mengajar selama 10 tahun. McGregor juga menjadi
seorang advokat dan konsultan dibidang penelitian dan beberapa bisnis korporasi.
Karyanya yang terbesar adalah The Human Side Of Enterprise (1960), McGregor
4
meninggal mendadak karena serangan jantung pada 13 Oktober 1964, saat
umurnya 58 tahun.
THEORY X
Teori X yang telah ditandai oleh McGregor memberikan satu set asumsi
tentang sifat manusia dan filosofi yang dihasilkan dari manajemen berdasar pada
arahan dan kontrol pekerja melalui pelaksanaan kewenangan formal, dan
pemeliharaan sistem kontrol manajemen. Seperti disebutkan di atas,
McGregor percaya bahwa di balik setiap keputusan manajerial diasumsikan sesuai
dengan sifat dan perilaku manusia, asumsi spesifik dari teori X adalah:
1. Rata-rata manusia memiliki rasa tidak suka yang melekat pada pekerjaan dan akan menghindarinya jika dia bisa.
2. Karena itu karakteristik manusia tidak suka bekerja, kebanyakan orang harus dipaksa, dikontrol, diarahkan, diancam dengan hukuman supaya mereka terus mau berusaha untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Rata-rata manusia lebih suka diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, memiliki ambisi yang relatif sedikit, menginginkan keamanan diatas segalanya.
Asumsi teori X mancegah manajer dari melihat bahwa masalah perilaku yang
mereka amati di tempat kerja sebenarnya gejala penyakit yang timbul dari
ketidakmampuan para pekerja untuk memenuhi kebutuhan tinggi mereka.
Orang yang memiliki kebutuhan atas rasa aman, berasosiasi, mandiri, atau status adalah orang yang terhalangi oleh sakit, dan sepasti dia memiliki penyakit rakhitis (penyakit orang inggris). Dan penyakitnya akan memiliki konsekuensi perilaku. Dan kita akan disalahkan jika kita mengaitkan akibat ketidakperduliannya, atau permusuhan, atau penolakannya untuk menerima tanggung jawab sebagai ‘sifat manusia’ yang melekat. Bentuk perilaku yang seperti ini adalah gejala penyakit—yang menghilangkan kebutuhan sosial dan keegoisannya.
Asumsi teori X menyebabkan manajer untuk berpegang teguh pada filosofi
arah dan kontrol. Filosofi ini tidak membolehkan untuk arah dan kontrol pribadi,
kemandirian dan otonomi, atau kebutuhan akan kondisi lainnya untuk pemenuhan
kebutuhan tingkat tinggi. McGregor menyepakati bahwa kepercayaan ekslusif atas
kekuasaan sebagai pusat, sangat diperlukan sebagai alat kontrol yang digunakan
untuk membuat para pekerja bergantung dan tidak aman, dengan demikian
menghambat kreativitas, inisiatif, dan mengambil resiko. Kesamaan dengan
5
lembaga modern adalah tinggingya tingkat saling ketergantungan. individu-
individu bergantung pada yang di atasnya, di bawahnya, dan tingkat yang sama
untuk memenuhi kebutuhan dan merealisasikan tujuan mereka. Fakta ini
berhubungan dengan manajer.
THEORY Y
Teori Y memberikan satu set alternatif asumsi-asumsi tentang sifat dan
perilaku manusia dan filosofi yang diambil oleh manajer berdasarkan pada
integrasi dan kontrol diri. Asumsi-asumsi spesifik dari teori Y adalah:
1. Upaya mengerahkan fisik dan mental dalam bekerja sealami istirahat dan bermain.
2. Kontrol eksternal dan ancaman terhadap hukuman bukan satu-satunya alat untuk mencapai tujuan organisasi. manusia akan berlatih mengarahkan dan mengontrol diri mereka sendiri dalam mencapai tujuan yang telah disepakati.
3. Komitmen terhadap tujuan adalah fungsi dari penghargaan yang terkait denganprestasi.
4. Rata-rata manusia belajar, dibawah kondisi yang tepat, tidak hanya untuk menerima tetapi untuk mencari tanggungjawab.
5. Kemampuan melaksankan pekerjaan yang berhubungan dengan imajinasi yang tinggi, kecerdikan, dan kreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
6. Dibawah kondisi kehidupan industri modern, potensi intelectual hanya sebagian yang baru dimanfaatkan.
Meskipun teori X terdapat dalam skalar prinsip (scalar principle), teori Y
bergantung pada prinsip integrasi (integration principle). McGregor
mendefinisikan integrasi sebagai “penciptaan kondisi dimana anggota-anggota
dalam organisasi dapat mencapai tujuan mereka dengan baik dengan mengarahkan
usaha-usaha mereka untuk kesuksesan perusahaan”. Dikondisikan oleh asumsi
teori X, manajer cenderung untuk berpikir mengenai tawar menawar gaji dimana
pekerja setuju untuk menerima masukan dari luar dan kontrol dalam proses
pertukaran untuk memutuskan jumlah gaji yang disepakati.
Terpenuhinya kebutuhan integrasi secara lengkap menurut McGregor
adalah hal yang tidak mungkin. Karena, hal ini terjadi secara alami dan tidak
dapat dihindari dimana pekerja berkomitmen untuk mencapai tujuan organisasi.
yang dilakukan pekerja akan mendapat kepuasan dari pencapaian tujuan
6
organisasi, jadi berkembangnya kepentingan mereka dan kepentingan organisasi
secara simultan.
FULL DEVELOPMENT AND USE OF HUMAN RESOURCES
(Pengembangan Yang Menyeluruh Dan
Pemanfaatan Sumber Daya Manusia)
Tema utama dalam teori sumber daya manusia adalah bahwa cara
mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya yang potensial diwakili oleh
sumber daya manusia sepenuhnya mungkin. Karena asumsi teori X tentang
kebutuhan akan standarisasi kerja, pembatasan diskresi, dan kontrol perilaku,
organisasi yang dioperasikan menurut teori X tidak dapat sepenuhnya di ambil
manfaat dari potensi manusia yang yang diwakili oleh pekerjanya. Berlawanan
dengan organisasi yang dioperasikan dengan menggunakan asumsi teori Y.
Manajer benar-benar percaya bahwa kebanyakan pekerja memiliki kesempatan
untuk mengembangkan dirinya, secara aktif menuhi tanggung jawabnya, dan
mereka memiliki kemampuan yang cerdik, kreatif, dapat memecahkan masalah,
berhenti menganggap pekerja sebagai komiditas yang dapat dijual dan ditekan
untuk tampil.
Tetapi bagaimana sumber daya manusia sebaiknya dikembangkan? Setelah
mempelajari program pengembangan manajemen, McGregor menarik kesmipulan
bahwa pelatihan dalam kelas umumnya tidak efektif. Dia percaya bahwa
kemampuan manusia terkadang harus di tumbuhkan dari pada diproduksi. Tema
central lainnya dalam teori sumber daya manusia adalah telenta seseorang tumbuh
dengan baik dalam struktur desentralisasi. Struktur desentralisasi adalah satu
diantara pertanggungjawaban yang spesifik yang didelegasikan pada tiap unit
organisasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya. McGregor percaya bahwa
tanggung jawab kerja harus dilimpahkan ke bawahan organisasi karena mereka
yang paling dekat dan tahu mengenai situasi kerja.
Konsep delegasi memasukan ide bahwa setiap unit kerja harus
menyediakan data yang di butuhkan untuk evaluasi dan koreksi kinerja kita.
McGregor percaya bahwa konsep delegasi, dan percaya dimana hal ini harus
7
ditempatkan, ini melanggar jika setiap unit menyediakan data yang bukan
kewenangannya. Contohnya: ketua biro harus memiliki data tentang kinerja biro
secara keseluruhan tetapi tidak tentang keseluruhan apa yang terjadi dalam tiap
urusan biro.
Manfaat delegasi tidak diterima secara otomatis. McGregor menekankan
bahwa akuntabilitas juga responsibilitas harus di delegasikan ke bawah. Karena
sistem kontrol yang ketat menghilangkan keuntungan yang positif dari
desentralisasi, manajer harus menyediakan invidu-individu dan kelompok kerja
dengan kebebasan yang mereka butuhkan untuk sukses. Suksesnya desentralisasi
tergatung pada, komunikasi yang terbuka dan jujur antara pengawas dan bawahan,
dan lingkungan dimana kejujuran dijunjung tinggi, dimana kenyamanan,
ketakutan, dan ketergantungan sangat rendah, dan dimana eksperimen dan resiko
di ambil dengan bijaksana. Tetapi sayangnya, kondisi seperti ini mengalami
kesulitan diterapkan atau di praktikan karena manajemen terlalu terobsesi dengan
kontrol.
RELINQUISHING CONTROL
(Melepaskan Kontrol)
Meskipun tema sentral dalam teori hubungan manusia adalah pola pasif
dan bergantung pada atasan tidak dapat dipatahkan selama manajer
mempertahakan perintah tradisional dan pendekatan kontrol untuk pengawas. Jika
mereka percaya, contohnya, pekerja pada dasarnya malas dan tidak memiliki
keinginan untuk menerima tanggung jawab, mereka akan melihat tugas mereka
sebagai salah satu arahan, manipulasi dan kontrol pekerja atas pekerjaan yang
telah dilaksanakan. Dalam kata-kata McGregor, “teori X memimpin secara alami
untuk menekankan taktik kontrol—prosedur dan teknik memberitahukan
seseorang apa yang harus di lakukan, untuk menentukan pekerjaan, dan
pemberian reward dan pemberian sanksi”. Teknik ini termasuk aturan top-down,
SOP, sistem pengukuran kinerja, dan pemberian insentif atas pekerjaaan yang
telah dilaksanakan.
McGregor berpendapat bahwa meskipun logika yang melatar belakangi
perintah—dan—strategi kontrol tidak dapat dibantah jika seseorang menerima
8
asumsi teori X, teori Y membolehkan kita untuk mempertimbangkan metode
alternatif bagi kontrol, metode yang menjanjikan level yang lebih tinggi bagi
motivasi individu dan kinerja organisasi. dalam satu cara atau yang lainnya,
metode ini memerlukan delegasi tanggung jawab untuk bawahan dan memegang
mereka supaya tetap akuntabel pada hasil tanpa micro—manging setiap aspek dari
pekerjaan mereka.
Meskipun keengganan alami untuk melepaskan kontrol, McGregor
mendesak bahwa perintah dan pendekatan kontrol tidak efektif sebagai alat untuk
melaksanakan kontrol dalam banyak organisasi. pertama, karena diminta untuk
memotivasi melalui ketakutakan, hal ini memproduksi keluaran diluar harapan
manajer. Dalam kata-katanya “Pengawasan menggantikan otonomi, kecurigaan
mengurangi kehangatan, tidak ada dukungan, dan membantu pencapaian yang
sedikit, kemungkinan dihukum karena tidak patuh mengurangi pengambilan
resiko dan inovasi, kekakuan standar dan prosedur administrasi menghalangi
kegunanaan individu apa yang dia tahu dan bagaimana. Keseluruhan proses
menonjolkan kepatuhan pasif daripada menciptakan pemecahan masalah.
Kedua, pendekatan perintah dan kontrol, bagiamana pun efektif jika
diterapkan dalam anggota dan pekerja produksi, ini tepat untuk kebutuhan
profesional pekerja, yang sekarang terdiri dari proporsi terbesar dari pekerja di isi
banyak bisnis dan agensi pemerintah.
Akhirnya, pendekatan komando—dan—kontrol secara melekat berkurang,
menurut McGregor, karena ide bahwa kontrol dapat dipelihara melalui
penggunaan kekuasaan formal adalah ilusi. Manusia dan kegiatan dapat
terpengaruh tanpa terkontrol. Dalam kata-kata McGregor, ‘realita kehidupan
organisasi modern—tempat di mana manajer dalam setiap tingkatan dalam
organisasi dalam posisi dimana dia tidak dapat mengawasi banyak hal yang
mempengaruhi hasil dimana dia bertanggung jawab.
Berinvestasi pada keyakinan dan kepercayaan tidak dimaksudkan menjadi
permisif. McGregor menekankan bahwa di bawah teori Y manajer harus
membangun harapan yang jelas mengenai norma-norma, tujuan organisasi, dan
batas tiap-tiap kewenangan diskresi seseorang, dan mereka harus mengawal
pekerja untuk meraih standar yang tinggi. Teori Y, dia menulis, ‘bukan
9
manajemen permisif, atau lembut atau sangat sabar/ramah’. Ini termasuk
permintaan yang jelas untuk mencapai kinerja yang tinggi, batasan yang jelas
yang secara konsisten dijalankan.
USING INSTRINSIC REWARDS TO MOTIVATE
(Menggunakan Penghargaan/hadiah untuk Memotivasi)
Tema terakhir di refleksikan dalam pekerjaan McGregor adalah
pentingnya penghargaan intrinsik sebagai motivator, khususnya reward yang
melekat pada pekerjaan itu sendiri. Reward itu dalam bentuk kebanggaan, rasa
puas, dan semakin tingginya citra diri, dan mereka diterima sebagai ego dan
keinginan tumbuh itu terpenuhi. Pekerja menerima itu semua, contohnya, ketika
mereka menggunakan diskresi, menyelesaikan masalah, tercapainya tujuan, dan
mengembangkan kemampuan personalnya.
Menurut McGregor, teori X menganjurkan manajer untuk melihat motivasi
dalam sudut pandang hukum Newton—Thermodynamics. Melihat pekerja sebagai
objek fisik ketika istirahat. Tugas manajer adalah menyeting pekerja dalam
gerakan melalui mengaplikasikan paksaan dari luar. Paksaan ini diterapkan
dengan memberikan dan pemotongan hadiah atau hukuman dari luar, seperti
menaikan bayaran, pujian, promosi, dan sanksi. Dasar premis dari teori Y adalah,
meskipun penhghargaan dari luar yang dapat menghasilkan gerak, mereka tidak
secara khusus efektif memotivasi ikatan yang penting, loyalitas, spontanitas, atau
kreativitas. Motivasi, secara nyata menggerakan fiom, mengalir dari kebakaran
dari dalam setiap pekerja yang di beri bahan bakar oleh pemberian penghargaan
yang berlanjut. Teori Y berasumsi bahwa banyak pekerja secara
berkesinambungan di motivasi untuk memenuhi kebutuhan mereka yang lebih
tinggi. Konsekuensinya, tugas manajer adalah tidak memotivasi tetapi
memfasilitasi motivasi diri (self-motivation) dengan menghilangkan paksaan yang
tidak dibutuhkan yang merusak motivasi dan menyediakan kesempatan kepada
anggota organisasi untuk mendapatkan penghargaan atas pekerjaan yang telah
mereka kerjakan.
10
MANAGEMENT BY OBJECTIVES AND SELF-CONTROL
(Manajemen Berdasarkan Sasaran/Tujuan (MBO) dan Kontrol Diri)
Satu cara untuk mempromosikan desentralisasi, manajemen diri, dan
pengembangan diri, menurut McGregor, adalah dengan mempraktekan apa yang
disebut Peter Drucker sebagai Management by Objectives (MBO). Di definiskan
oleh Drucker, MBO adalah manajemen strategi dimana otoritas tertinggi—
daripada petunjuk penerbitan pengawasan tertutup—meminta bawahan untuk
mendefiniskan cara kerja mereka dalam berkontribusi terhadap misi organisasi
dan mengenal secara jelas, misi berkaitan dengan tujuan organisasi.
Meskipun secara sempurna cocok dengan asumsi teori Y, McGregor
menyatakan bahwa MBO biasanya diimplementasikan dalam teori X. Manajer
berusaha untuk bertindak sesuai dengan asumsi teori Y, dia mencatat, harus
memandang MBO sebagai “suatu percobaan yang hati-hati untuk menyambung
perbaikan dalam kompetensi manajerial dengan pemenuhan ego tinkat tinggi dan
kebutuhan aktualisasi diri.” Dalam pandangannya, otoritas tertinggi harus
memberikan arahan kepada bawahan untuk menerjemahkan pekerjaan mereka
dalam hal misi organisasi, menyeting tujuan yang realistik dan menantang, dan
menyusun untuk penilaian diri setelah enam bulan sehingga keberhasilan dapat
dilihat, mendiskusikan pelajaran, dan penyusunan tujuan kembali di mulai.
Menurut McGregor, MBO diimplementasikan dalam hal ini membangun
komitmen tujuan organisasi, membangun kompetensi individu, dan menghasilkan
kepuasan intrinsik yang memacu motivasi dan kinerja. Keuntungan ini tidak akan
bertambah, bagaimanapun, jika MBO diterapkan sebagai teknik yang bersih
daripada sebuah strategi organis.
JOB ENRICHMENT
(Memperkaya Pekerjaan)
Memperkaya pekerjaan adalah inovasi lain yang McGregor temukan yang
sesuai dengan asumsi teori Y. Ini adalah proses merubah atau memperkaya isi
pekerjaan sehingga pekerja dapat memenuhi kebutuhan personalnya untuk
tumbuh dan berkembang. Ini dikerjakan dengan mengkombinasikan beberapa hal:
11
memberikan pekerja tanggung jawab untuk melengkapi unit kerja alami daripada
menyempitkan spesialisasi kerja, menghilangkan pengawasan oleh atasan saat
memegang akuntabilitas tenaga kerja untuk kualitas kerja mereka, dan
memastikan bahwa pekerjaan termasuk tugas yang sulit dan penuh tantangan.
SELF-MANAGING WORK TEAMS
(Mengatur Tim Kerja Sendiri)
Inovasi ketiga yang McGregor temukan yang sesuai dengan asumsi teori Y
adalah keteraturan, mengatur tim kerja mereka sendiri. Contohnya penjelasan oleh
teori sosioteknikal di pertambangan batu bara di Inggris dan pemintalan tekstil di
India, meskipun McGregor percaya nilai mereka jauh melampaui apa yang telah
diatur oleh industri.
McGregor percaya bahwa mengatur tim kerja sendiri memiliki potensi
yang besar untuk memperbaiki kinerja organisasi. Pertama, mereka dapat sangat
efektif mengambil keputusan dan penyelesaian masalah secara kesatuan.
Kemampuan mereka untuk menghasilkan keputusan yang efektif di dasarkan tidak
hanya pada fakta yang paling dekat dengan situasi kerja yang membuat kunci
keputusan tetapi juga kebenaran mutlak beberapa kepala yang umumnya lebih
baik dari itu. Teori X, kunci pengmabilan keputusan umunya dibuat oleh
seseorang di bagian pengawasan atau posisi manajer. Dampaknya, kualitas dan
efektivitas operasional keputusan di tiap unit kerja sangat tergantung pada
intelegensi, kemampuan, dan mengetahui satu atau dua individu.
Kedua, kelompok pengmabil keputusan menyediakan tanah untuk
“menumbuhkan: kemampuan manusia. Anggota tim belajar untuk memainkan
berbagai macam aturan pemimpin dan mengembangkan kemampuan dalam
berkomunikasi, hubungan interpersonal, dan penyelesaian masalah. Akhirnya, di
ambil hipotesa, bahwa kerja tim meningkatkan kualitas kinerja individu karena
otoni dan tanggung jawab pekerja diberikan dan penghargaan yang mereka terima
dari pemenuhan kebutuhan untuk berkembang mereka.
12
Meskipun in tidak selalu dipraktikan untuk mengorganisasikan kerja tim
sendiri, McGregor percaya bahwa kontrol diri umumnya dikuasai kontrol dari atas
ke bawah. Dalam naskah yang belum sempat di selesaikannya, McGregor
menyarankan bahwa kerja tim memegang lebih jauh janji daripada memperkaya
pekerjaan untuk memperbaiki kinerja organisasi.
Meskipun mengalami kesulitan dalam mengadopsi teori Y, McGregor
percaya bahwa tidak ada alternatif terbaik jika manajer serius memperbaiki
kinerja organisasi. dalam kata-katanya, “tanpa komitmen ini untuk
mengembangkan aset manusia, dan tanpa pemahaman yang jelas bahwa
mengembangkan sumber daya manusia adalah tugas yang berat dan harus
dikerjakan secara seksama—tetapi harga yang paling tinggi dari usaha tersebut—
manajemen harus memakai resep, mode dan ‘pengobatan yang cepat’.
MCGREGOR’S CONTRIBUTIONS TO ORGANIZATION THEORY
(Sumbangan McGregor Untuk Teori Organisasi)
McGregor telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan teori
organisasi, dua yang menonjol yaitu. Pertama, dia berpendapat dengan cukup
meyakinkan bahwa asumsi-asumsi kami adalah musuh terburuk kami. Dia
menantang apa yang kita pikir kita tahu untuk menjadi kenyataan dan meyakinkan
bahwa kinerja organisasi tidak dapat diperbaiki tanpa perubahan yang mendasar
dalam pemikiran kita. Sementara teori lain memperdebatkan beberapa manfaat
dari berbagai macam gaya manajemen dan pengaturan struktural. McGregor
menyatakan bahwa mereka kehilangan poin penting. gaya manajemen dan
pengaturan struktural hanyalah epiphenomena belaka. Mereka tidak perduli
hampir sebanyak asumsi-asumsi dan nilai yang telah memberikan mereka bentuk,
dan makna. Dia mencatat, contohnya, seorang manajer bisa melepaskan diri dari
bersikap kasar dan otoriter jika ia, jauh dilubuk hatinya, percaya pada pekerja,
percaya dengan kemampuannya, dan memperlakukan mereka secara adil dan
hormat.
Kedua, McGregor sangat efektif dalam membayangkan pemberdayaan
pekerja mungkin terlihat seperti dalam praktik dan mengkomunikasikannya
dengan pembacanya. Dia berbicara langsung dengan manajer dengan bahasa
13
mereka dan dengan cara yang jelas dan mudah. Dia dapat mengatakan kepada
manajer bahwa asumsi-asumsi nya adalah musuh terburuk mereka dan
membuatnya dengan penuh pemikiran.
Walaupun banyak para sarjana dan praktisi menemukan bahwa ide-ide
humanistik tidak di praktikan dalam organisasi, banyak dari mereka meskipun
demikian memandang teori Y sebagai sebuah bentuk pemikiran dan pengaturan
yang pantas didambakan.
INTEGRATING INDIVIDUAL AND ORGANIZATIONAL NEEDS
(Mengintegrasikan Kebutuhan Individu dan Organisasi)
Teori sumber daya manusia adalah produk dari lapangan studi yang luas
yaitu perilaku organisasi. dalam Personality and Organization (1957) Chris
Argyris berpendapat bahwa, meskipun penelitian ilmu perilaku telah
menghasilkan cukup kerangka pengetahuan tentang mengapa orang-orang
beperilaku seperti yang mereka lakukan dalam organisasi, bidang ini masih dalam
tahap pre teori. Personality and Organization ditulis untuk mengintegrasikan
pengetahuan yang ada dan garis besar teori perilaku organisasi.
Chris Argyris lahir di Newark, New
Jersey, pada 16 Juli 1923. Setelah bergabung
dengan militer pada perang dunia II, Argyris
mendapatkan gelar sarjana Psikologinya dari
Universitas Clark pada tahun 1947, kemudian
memperoleh gelar master di didang Psikologi dan
Ekonomi dari Univeristas Kansas pada tahun
1949, dan gelar doktoral pada tahun 1951 dalam
bidang perilaku organisasi dari Universitas
Cornell. Dia mengajar di Universitas Yale selama
20 tahun, sebelum menjadi Professor James Bryant Conant bidang edukasi dan
perilaku organsiasi di Universitas Harvard pada tahun 1971.
14
Pada saat menjadi mahasiswa di program doctoral, Argyris belajar
dibawah bimbingan William F. Whyte, pioneer lain dalam bidang penelitian
hubungan manusia. Meskipun dia tidak tahu Kurt Luwin dengan baik, tetapi
pernah bertemu dengannya pada saat mengikuti pertemuan di MIT, dia
dipengaruhi oleh ide-ide besar Kurt Luwin. Agryris menjadi konsultan dan tim
peneliti di beberapa pemerintahan di Amerika Utara dan Eropa. Tema-tema
tentang penelitiannya lebih banyak mengarah pada perbaikan kinerja organisasi
dengan membuat organisasi lebih humanis, dan penyelesiannya dengan
menggunakan pengintegrasian kebutuhan individu dan organisasi dan
mengembangkan hubungan manusia di tempat kerja.
THE GROWTH NEEDS
(Kebutuhan untuk Berkembang)
Titik tolak untuk berbagi teori sumber daya manusia adalah premis bahwa
manusia memiliki kebutuhan untuk mereka puaskan dan keinginan organisasi
untuk menampilkan lebih jangka panjang harus memfasilitasi kepuasan kebutuhan
ini. Dalam Personality and Organization Argyris membatasi analisanya terutama
pada kebutuhan untuk berkembang, lebih umum, kebutuhan untuk
mengaktualisasikan diri, untuk menjadi orang yang dapat di andalkan.
Pengembangan manusia adalah suatu proses yang cukup keras untuk menjadi
lebih kompeten dalam hubungannya dengan lingkungan sehingga masing-masing
di antara kita dapat memenuhi kebutuhannya, mengembangkan harga dirinya, dan
mengaktualisasikan diri.
Argyris menandai ini sebagai sebagai usaha yang melekat pada manusia
untuk perkembangan personal, meskipun individu-individu dapat dan
melakukannya dengan baik dalam hal seberapa banyak dia tumbuh dan akhirnya
berpengalaman. Upaya ini direfleksikan dalam kecenderungan perkembangan di
bawah ini:
1. Untuk berkembang dari keadaan pasif seperti bayi kemudian meningkat dengan aktivitas seperti orang dewasa.
2. Untuk berkembang dari kondisi ketergantungan pada yang lain seperti bayi ke kondisi yang mandiri seperti orang dewasa.
15
3. Untuk berkembang dari kondisi yang hanya mengerjakan sesuatu dengan sedikit cara seperti bayi, ke kondisi mampu mengerjakan banyak hal seperti orang dewasa.
4. Untuk berkembang dari kondisi yang tidak menentu, santai, dangkal, cepat bosan seperti bayi ke kondisi memiliki minat yang lebih dalam seperti orang dewasa, dan mendapat hadiah ketika berhasil melewati tantangan.
5. Untuk berkembang dari kondisi yang memiliki perspektif waktu yang singkat (contohnya: saat ini sebagian besar ditentukan oleh perilaku) seperti bayi dan ke kondisi memiliki perspektif waktu yang panjang seperti orang dewasa (contohnya: dimana perilaku lebih dipengaruhi oleh waktu yang dulu dan sekarang)
6. Untuk berkembang dari posisi bawahan dalam keluarga dan masyarakat seperti bayi ke kondisi memiliki kedudukan yang sama.
7. Untuk berkembang dari kondisi kurangnya kesadaran diri seperti bayi ke kondisi memiliki kesadaran dan kontrol diri seperti orang dewasa.
Kebutuhan dasar individu tercermin dalam kecenderungan ini. Menurut
Argyris, “orang dewasa, dalam budaya kita, cenderung harus mandiri,
bertanggung jawab, dan terlibat dalam kegiatan mereka, untuk mencari pekerjaan
kreatif yang menantang, bermimpi untuk mencapai posisi yang lebih tinggi, untuk
aktif dan memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya.
Teori ini, jika valid, memiliki implikasi yang penting bagaimana kita
membuat struktur dan mengatur organisasi. ini menunjukan bahwa keberhasilan
organisasi tergantung pada keberhasilan anggotanya; organisasi yang mampu
memenuhi kebutuhan berkembang pekerjanya akan bekerja lebih baik daripada
tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut. Hal ini karena energi dilepaskan ketika
individu berusaha keras untuk mencapai tujuannya.
Kunci untuk melepaskan energi ini adalah untuk memberikan kesempatan
bagi pekerja untuk mengalami “kesuksesan psikologis”. Sukses psikologis yang
dialami sebagai tujuh kecenderungan perkembangan yang diijinkan untuk
diekspresikan. Argyris menjelaskan hal ini sebagai berikut:
. . . . Sampai-sampai orang yang dipekerjakan untuk menjadi agen organisasi yang dipengaruhi untuk menjadi dewasa, mereka memiliki keinginan untuk mengungkapkan kebutuhan atau kecenderungan yang berhubungan dengan akhir dari masa dewasa setiap perkembangan khusus yang kontinum. Secara teoritis, ini berarti bahwa orang dewasa yang sehat akan cenderung untuk mendapatkan ekspresi kepribadian yang optimal di tempat kerja jika mereka diberikan pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk
16
lebih aktif daripada pasif; lebih mandiri daripada bergantung, memiliki prespektif waktu yang panjang; untuk menempati posisi yang tinggi dari rekan-rekan mereka, untuk memiliki kendali atas dunia mereka, dan untuk berekspresi lebih banyak, kemampuan yang lebih penting.
Tetapi, menurut Argyris, memfasilitasi “ekspresi kepribadian yang optimal
ketika di tempat kerja” sangatlah tepat karena kebenyakan organisasi tidak
dirancang untuk melakukannya. Dalam pandangan Argyris, tradisional, piramida
organisasi, prinsip-prinsip organisasi yang dididentifikasi oleh Taylor, Fayol,
Mooney dan Gulick, mengabaikan pemenuhan kabutuhan untuk berkembang dan
tidak memahami perilaku individu-individu dewasa. Dalam ucapannya, “jika
prinsip-prinsip organisasi formal secara ideal diartikan, pekerja akan cenderung
bekerja dalam lingkungan dimana (1) mereka diberikan sedikit kontrol yang
melebihi pekerjaan sehari-harinya, (2) mereka diharapkan manjadi pasif,
bergantung dan patuh, (3) mereka diharapkan untuk memiliki prespektif waktu
yang pendek, (4) mereka dipaksa untuk bersikap sempurna dan nilai yang dipakai
adalah kemampuan yang terbatas, (5) mereka diharapkan untuk memproduksi di
bawah kondisi yang menyebabkan kegagalan psikologis.
Kondisi seperti ini cenderung meningkat, menurut Argyris, karena
manajemen kontrol diperketat, sebagai salah satu rantai komando, dan pekerjaan
menjadi lebih termekanisasi.
THE EFFECT OF FORMAL STRUCTURE ON THE INDIVIDUAL
(Pengaruh Struktur Formal Pada Individu)
Sebagai sebuah uji parsial dalam tesisnya Argyris menguji prisnsip-prinsip
formal organisasi dalam hal kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan
untuk berkembang. Prinsip yang pertama adalah spesialisasi kerja (task
specialization). Prinsip ini berasumsi, menurut Argyris, keinginan untuk
berkembang dapat di patahkan dan keinginan untuk terlibat dalam pemenuhannya,
pekerjaan yang bermanfaat, dan untuk mengembangkan dan menggunakan
seluruh kemampuannya, dapat diabaikan. Dengan membutuhkan orang-orang
untuk mengerjakan tugas yang sama dengan cara yang telah ditentukan,
spesialisasi kerja juga mengabaikan fakta bahwa individu memiliki kepribadian
17
dan talenta yang unik. Singkatnya, spesialisasi kerja melangggar tiga dari
kecenderungan pertumbuhan yang sehat bagi individu. Hal ini menghalangi
proses aktualisasi diri dengan meminta setiap orang mengerjakan pekerjaan yang
sama setiap hari/secara rutin dan dengan cara yang ditentukan (kecenderungan 1),
tidak mencakup pembangunan dan penggunaan yang kompleks, secara psikologis
kemampuan yang penting (kecenderungan 3), dan gagal memberikan “tantangan
tanpa akhir” yang diharapkan oleh individu dewasa yang sehat (kecenderungan 4).
Analisa argyris menunjukan bahwa spesialisasi kerja, dikerjakan sesuai standar,
melarang menunjukan keinginan untuk berkembang dan dengan demikian gagal
untuk memotivasi pekerja untuk melakukan pekerjaan sebaik mungkin.
Prinsip kedua organisasi formal yaitu rantai komando (chain of command).
Teori klasik percaya bahwa rantai formal komando itu diperlukan untuk
memfasilitasi koordinasi tugas-tugas khusus yang dibuat sesuai dengan prinsip
yang pertama. Hierarki wewenang dibangun supaya atasan dapat mengatur dan
mengawasi bawahannya. “dampak dari suatu keadaan” adalah untuk membuat
individu bergantung, pasif dan patuh pada atasan. Sebagai hasilnya individu
memiliki sedikit kontrol atas pekerjaan dan lingkungan kerja mereka.
Prinsip ketiga dari organisasi formal adalah prinsip kesatuan arah. Prinsip
ini menunjukan bahwa setiap unit kerja harus memiliki tujuan yang jelas atau
tujuan yang telah direncanakan dan diarahkan oleh pimpinan unit.
Konsekuensinya, tanggung jawab pengambilan keputusan di ambil oleh atasan.
Pemimpin bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan mencapai tujuan
tersebut. Prinsip ini, menurut Argyris menciptakan kondisi yang kondusif untuk
kegagalan psikologis.
Prinsip keempat organisasi formal adalah rentang kendali (span of
control). Prinsip ini menyatakan bahwa efisiensi meningkat dengan membatasi
rentang kendali tidak lebih dari lima atau enam bawahan. Karena dibutuhkan
untuk menjamin dan mengontrol. Prinsip ini, menurut Argyris, membutuhkan
kekuatan untuk untuk melakukan pengawasan yang ketat dan mendorong
bawahan untuk menjadi bergantung, pasif dan patuh pada atasan.
Argyris menyatakan bahwa, sementara Taylor, Fayol, Mooney, dan Gulick
membenarkan dengan mengatakan kami membutuhkan struktur yang logis, kami
18
juga membutuhkan struktur yang berpusat pada manusia yang memungkinkan
organisasi untuk mencapai tujuannya dengan memberikan kesempatan pada
pegawainya untuk memenuhi keinginan untuk berkembangnya, organisasi dapat
memperoleh nilai penuh dari sumber daya manusianya dan energi produktif yang
mampu mereka keluarkan.
THE EFFECT OF DIRECTIVE LEADERSHIP
AND MANAGEMENT CONTROLS
(Dampak Kepemimpinan Direktif dan Kontrol Manajemen)
Argyris juga menjelaskan bagaimana kegagalan struktur formal dalam
memenuhi keinginan untuk berkembang diperkuat oleh dua mekanisme lain:
kepemimpinan direktif dan sistem manajemen kontrol.
Kepemimpinan direktif adalah gaya manajemen yang biasanya ditemukan dalam
organisasi piramidal, di mana manajer menggunakan kewenangan formalnya
untuk mengarahkan isu-isu dan mempertahankan pengawasan yang ketat bagi
bawahannya. Gaya manajemen ini cenderung menghalangi kesempatan bagi
bawahan untuk mengembangkan dirinya dan memperoleh pengalaman serta
sukses secara psikologis.
Pasif, bergantung, patuh, dan kurangnya kontrol yang diperkuat dengan
sistem manajemen yang mengontrol ketentuan, inspeksi, dan evaluasi kinerja
pekerjaan. Ini termasuk pengukuran kinerja, bayaran atas kinerja, kontrol
keuangan, dan sistem personalia terpusat. Dalam perkataan Argyris, sistem ini
“timbal balik dan pemberian dukungan pada kepemimpinan direktif dan keduanya
memiliki kejelekan” yang dikerjakan setiap jam dalam sehari dan setiap hari
dalam satu tahun.
Argyris percaya bahwa dalam kondisi kegagalan psikologis pekerja,
sebagai respon adaptif, untuk menekan keinginannya untuk berkembang dan
untuk menyangkal kepentingan psikologis dalam pekerjaan mereka. Hal ini
menyebabkan keadaan apatis dan acuh tak acuh. Ketika pekerja menjadi lebih
apatis dan tidak produktif, manajer cenderung menyalahkan mereka, tidak
menyadari bahwa gaya kepemimpinan mereka dan kontrol manajemen adalah
19
penyebab banyak masalah yang mereka alami. Solusi untuk masalah pekerja yang
apatis, mereka menyimpulkan bahwa perlu adanya komunikasi yang jelas
mengenai tujuan organisasi, pekerjaan yang berhubungan dengan dengan masalah
direktif, dan mempertahankan tekanan secara konstan pada pekerja untuk
meningkatkan produktivitas. Akibatnya, siklus perilaku dibuat dimana perilaku
manajemen mengarahkan pekerja menjadi lebih pesimis, kontrol semakin
diperketat, kesempatan untuk memenuhi keinginan berkembang menjadi semakin
berkurang, dan kinerja menjadi semakin kurang lancar, menyebabkan siklus ini
terus berulang. Untuk mematahkan siklus ini, Argyris menyarankan, dibutuhkan
perubahan yang mendasar dalam struktur formal, gaya kepemimpinan, dan sistem
pengendalian manajemen. Keinginan untuk berubah secara mendasar menjadi
premis dasar teori sumber daya manusia.
AUTHENTIC RELATIONSHIPS
(Hubungan yang Otentik)
Meskipun Personality dan Organization (1957) menekankan perlunya
perubahan yang mendasar dalam struktur organisasi piramidal, penelitian Argyris
berfokus pada perubahan interpersonal, sehingga menghubungkan karyanya
dengan teori hubungan manusia dan teori sumber daya manusia. Ketertarikannya
pada hubungan interpersonal terjadi dengan suatu alasan. Sebagai seorang
konsultan ia dengan cepat menemukan bahwa efektifitas pengambilan keputusan
manjemen dapat dirusak dengan cara hubungan eksekutif dengan yang lainnya
dan nilai-nilai dasar yang membentuk perilaku mereka.
Menurut Argyris, pengambilan keputusan yang efektif memerlukan
mereka yang terlibat dalam proses keputusan memiliki semua fakta yang relevan
tentang situasi yang dihadapi oleh organisasi, kebutuhan dan tujuan organisasi. hal
ini juga memerlukan pengetahuan bagimana tiap-tiap partisipan meraskan
dorongan dan niat satu sama lain dalam kelompok mereka sehingga
kesalahpahaman dapat segera diatasi dan kecurigaan dapat berkurang. Akhirnya,
hal ini membutuhkan pengetahuan apa yang benar-benar partisipan pikirkan
mengenai ide-ide yang akan datang sehingga keputusan terbaik yang dapat di
20
ambil. Mempertahankan lingkungan yang terbuka dan saling percaya,
menurut Argyris, membutuhkan kompetensi interpersonal. kompetensi
interpersonal, berbeda dengan kompetensi teknis, tercermin dalam kemampuan
seseorang untuk memecahkan masalah interpersonal sesuai dengan cara mereka.
Hal ini membutuhkan harga diri yang tinggi dan penerimaan diri sehingga
partisipan terbuka dengan ide-ide baru dan mau untuk mengambil resiko, dan dan
penerimaan yang tinggi dari orang lain sehingga mereka kurang cenderung
untuk menilai dan memanipulasi orang lain. Ini mencakup kemampuan untuk
melihat situasi interpersonal secara realistis, tidak terdistorsi oleh kuatnya
keinginan untuk melindungi harga seseorang. Kompetensi Interpersonal
dikembangkan dan diwujudkan dengan terlibat dalam hubungan otentik.
Ini mengacu pada pola berhubungan dengan orang lain di mana patisipan
secara terbuka berbagi ide dan perasaan mereka, berani bereksperimen dengan
ide-ide baru dan perasaan, berupaya membenarkan motif mereka berhubungan
dengan lainnya, memberikan umpan balik yang tidak menghakimi, dan sensitif
terhadap bagaimana kata-kata mereka sendiri dan tindakan mereka mempengaruhi
orang-orang yang ada disekitar mereka. Hubungan antara kompetensi
interpersonal dan hubungan otentik adalah timbal balik. Ketika harga diri dan dan
penerimaan terhadap yang lainnya meningkat, hubungan menjadi lebih otentik,
dan ketika partisipan terlibat dalam hubungan ini, penerimaan diri mereka dan
kesadaran pada yang lain meningkat pada waktunya.
ARGYRI S' CONTRIBUTIONS TO
ORGANIZATION THEORY
(Sumbangan Argyris Untuk Teori Organisasi)
Elton Mayo berkontribusi pada perkembangan teori organisasi dengan
menekankan pentingnya pandangan subyektif pekerja. sikap, dari hal itu semua,
mempengaruhi perilaku. Dia tidak mengembangkan teori motivasi secara
eskplisit. Dia menawarkan pandangan bagaimana menyesuaikan pekerja dengan
lingkungannya, tentang bagaimana meningkatkan moral dan kepuasan kerja,
tetapi mengatakan sedikit tentang bagiamana memfasilitasi motivasi diri atau
21
komitmen. Dalam Personality and Organization (1957) Chris Argyris
mengerjakan apa yang tidak dikerjakan oleh Elton Mayo.
Dia mengartikulasikan kebutuhan yang berbasis teori motivasi dan
berpendapat bahwa organisasi piramidal sangat tidak tepat untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Organisasi yang sehat, ia menyarankan, memerlukan
individu yang kompeten, berkomitmen terhadap tujuan organisasi, dan
sepenuhnya bertanggung jawab sendiri pada kondisi yang tidak dapat ditemui
pada kebanyakan organisasi tanpa perubahan mendasar dalam struktur formal,
gaya manajemen, dan sistem pengendalian manajemen.
HUMAN RESOURCES THEORY IN PERSPECTIVE
(Teori Sumber Daya Manusia dalam Perspektif)
Teori sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh praktek
manajemen pada era 1960-an dan 1970-an. Tak terhitung
banyaknya organisasi bereksperimen dengan memperkaya pekerjaan
dan pengambilan keputusan kelompok, dan konsultan tetap sibuk melatih manajer
untuk lebih berpusat pada karyawan dan lebih partisipatif. Tetapi respon dari
komunitas akademik kebanyakan kurang antusias. Kritik terhadap teori sumber
daya manusia meliputi:
Bersandar pada romantisme, asumsi-asumsi yang yang teralalu optimis mengenai manusia. Umumnya sedikit pekerja yang berorientasi pada prestasi, keinginan memiliki tanggung jawab yang besar, atau kesempatan bagi pengembangan diri.
Normatif dan perpektif yang berlebihan, melindungi karyawan dengan berpusat pada kepemimpinan dan manajemen partisipatif sebagai satu cara terbaik untuk meningkatkan kinerja organisasi
Gagal menawarkan teori organisasi secara komprehensif, fokus lebih sempit pada perilaku manusia dan sikap ketika mengabaikan struktur, teknologi, dan penentuan lingkungan pada perilaku organisasi.
Meremehkan kekuatan imbalan ekonomi sebagai sumber motivasi Melebih-lebihkan kemungkinan untuk mengintegrasikan kebutuhan
individu dan organisasi dan mengabaikan fakta bahwa perbedaan unit organisasi dan kelas pekerja memiliki kepentingan sendiri yang berbeda dan bertentangan.
Mengabikan fakta bahwa banyak pekerja memiliki keinginan untuk berkuasa. Mereka akan berlanjut berperilaku dengan cara melayani diri sendiri, penuh rahasia, dan agresif.
22
Gagal untuk menyelesaikan masalah apakah isi pekerjaan atau keterlibatan pekerja adalah sumber utama dati motivasi intrsinsik, dan penelitian telah gagal untuk mengonfirmasikan manfaat dari salah satu kinerja organisasi.
Meskipun kritik atas pendefinisan batas-batas teori sumber daya
manusia sebagai strategi manajemen, mereka tidak menampilkan tantangan yang
signifikan untuk validitas teori itu sendiri. Beberapa kritik
yang mempertanyakan penekanan teori ini tetapi bukan substansinya, beberapa
mencerminkan ketidaksukaan alami positivis untuk teori normatif, dan lainnya
mencerminkan gagasan yang keliru bahwa teori pendukung hanya satu, berpusat
pada pekerja, gaya manajemen partisipatif bagi semua organisasi di bawah semua
keadaan.
Perspektif sumber daya manusia juga memberikan kontribusi penting
untuk membangun teori. Dalam dua hal kunci Argyris, McGregor,
dan Likert berhasil melakukan apa yang teori hubungan manusia tidak
lakukan. Mereka mengembangkan kebutuhan komprehensif yang berdasar pada
teori motivasi dan mereka menggambarkan kerangka dasar sebuah alternatif
tradisional, paradigma birokrasi yang berdasar rasionalitas teknis, otoritas formal,
dan penggunaan rantai skalar untuk tujuan koordinasi dan kontrol.
RELEVANCE FOR PUBLIC MANAGEMENT(Hubungannya Untuk Manajemen Publik)
Sisa dari bab ini mengeksplorasi relevansi teori sumber daya manusia
untuk manajemen publik dan kinerja organisasi. eksplorasi ini dipandu oleh
tiga kerangka kerja analitis yang telah dijelaskan dalam bab 3
MODELS OF ORGANIZATIONAL EFFECTIVENESS
(Model Efektivitas Organisasi)
Seperti tercantum dalam bab sebelumnya, teori sumber daya
manusia menekankan secara internal mengarahkan model efektivitas
oragnisasi, proses internal dan model hubungan manusia, serta secara eksternal
mengarahkan model tujuan rasional. Hal ini mengakui
23
pentingnya mencapai tujuan organisasi, integratif, dan pola pemeliharaan/
fungsi ketegangan manajemen, dan nilai yang terkait dengan fungsi-fungsi
ini, dengan cara yang benar-benar terintegrasi. Penekanannya pada
keseimbangan secara potensial merebutkan nilai-nilai adalah konsekuensi alami
dari Premis dasar teori ini: kinerja organisasi ditingkatkan melalui kepuasan yang
simultan pada kebutuhan atas manusia dan organisasi. Bahwa teori sumber daya
manusia berusaha untuk mencapai secara potensial merebutkan nilai-nilai dengan
menujukan cara terintegrasi dan seimbang, mungki, menuumbuhkan
kesadaran pentingnya mengambil pendangan yang menyeluruh dari faktor-faktor
penentu kinerja organisasi.
Bukti 13.1 Kerangka Nilai-nilai yang Bersaing:Empat Model Efektivitas Organisasi
Fleksibilitas
Pola pemeliharaan / fungsi tekanan manajemen: kebutuhan untuk mempertahankan kemampuan, terpadu,dan tenaga kerja yang berdedikasi
Fungsi adaptif : kebutuhan untuk memperoleh sumber daya dan beradaptasi untuk lingkungan yang tidak pasti
MODEL HUBUNGAN
MANUSIA
Pertengahan-berorientasi pada nilai:Kepaduan/kohesi,moral
Pertengahan-berorientasi pada nilai:Fleksibilitaskesiapan
MODEL SISTEM
TERBUKAAkhir-berorientasi nilai:Pengembangan hubungan manusia
Akhir-berorientasi nilai:Perkembangan/pertumbuhanAkuisisi sumber daya
Fokus internal
Fokus eksternal
MODEL PROSES
INTERNAL
Pertengahan- berorientasi pada nilai:Info, manajemen, komunikasi
Pertengahan-berorientasi nilai:Perencanaan, penyusunan tujuan
MODEL TUJUAN
RASIONALAkhir-berorientasi nilai:Stabilitas, kontrol
Akhir-berorientasi nilai:Produktivitas, efesiensi
Fungsi Integratif : kebutuhan untukmengkoordinasikan dan mengendalikan pekerjaankegiatan
Fungsi Pencapaian tujuan : kebutuhanuntuk memfokuskan upaya pada pencapaian tujuan
24
Kualitas Keluaran
MECHANISMS FOR COORDINATING
AND CONTROLLING WORK ACTIVITIES
(Mekanisme Untuk Koordinator Dan Pengendalian Kegiatan Kerja)
Seperti tercantum dalam bab sebelumnya, teori sumber daya
manusia mendukung mutual adjustment sebagai alternatif untuk pengawasan
langsung. Mutual adjustment sebagai anggota dari setiap unit kerja yang
dipertemukan sebagai sebuah kelompok untuk menetapkan tujuan yang sesuai
dan memantau kemajuan mereka sendiri. Koordinasi ini dicapai dengan cara
konsultasi secara luas dengan individu yang bersangkutan dalam unit lain
atau pada tingkat otoritas lain. Hal ini juga dicapai dengan membangun kebijakan
dan menetapkan tujuan yang konsisten dengan kebijakan dan tujuan yang
ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi dari organisasi.
Mutual adjustment sebagai mekanisme koordinasi dan kontrol
mungkin secara khusus cocok dengan kebutuhan dan karakteristik kebanyakan
lembaga-lembaga publik. Pembuatan kebijakan terpusat dipasangkan dengan
administrasi terdesentralisasi mungkin sesuai, misalnya, dalam geografis lembaga
seperti U.S. Forest Service, di mana keputusan di lapangan tidak dapat
dikoordinasikan dan dikendalikan melalui aturan pra penetapan yang ditetapkan
oleh kantor pusat.
Bukti 13.2 Enam Mekanisme Koordinasi dan Pengendalian Kegiatan KerjaSaling menyesuaikan Pekerja saling berkonsultasi secara informal tentang apa
yang perlu dilakukan dan bagaimana. Tanggung jawab untuk koordinasi dan kontrol ada di tangan mereka yang melakukan pekerjaan
Pengawasan langsung
Seorang supervisor ditugaskan untuk mengambil tanggung jawab untuk sekelompok pekerja dan hirarki manajerial dibangun untuk mengintegrasikan upaya semua kelompok kerja. Masalah pengawas instruksi pribadi dan me-monitor kinerja individu.
Standardisasiproses kerja
Pekerjaan diprogram terlabih dahulu sebelum dikerjakan dengan mengembangkan aturan dan standar prosedur operasi (SOP) menentukan bagaimana setiap orang mengerjakan tugas yang diberikan. Koordinasi dibangun ke dalam proses pekerjaan itu sendiri dan kontrol dicapai dengan ketat membatasi diskresi masing-masing pekerja
25
Standardisasiputput kerja
Output Kerja diprogram terlebih dahulu dengan memberikan setiap kelompok bekerja dengan spesifikasi produk atau tujuan kinerja dan anggota memungkinkan lintang yang cukup besar dalam menentukan bagaimana untuk mencapainya. Pengendalian juga dilakukan dengan mengumpulkan data output, membutuhkan tindakan perbaikan bila dibutuhkan, dan memberi penghargaan dan sanksi pada pekerja berdasarkan hasil yang dicapai.
Standardisasiketerampilan pekerja
Pekerja adalah tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat. lembaga pendidikan dan asosiasi profesi yang diandalkan untuk memberikan pelatihan standar. Pekerja profesional terlatihsebagian besar mampu mengkoordinasikan dan mengendalikan diri mereka sendiri.
Standarisasinilai-nilai
Pemimpin organisasi berkomunikasi dan bertindak berdasarkan visi yang jelas apa yang organisasi akan lakukan, di mana seharusnya dipimpin, dan nilai-nilai apa yang harus memandunya. Koordinasi dan kontrol difasilitasi oleh komitmen organisasi anggota untuk bersama, nilai-nilai diinternalisasi dan cita-cita.
MOTIVATIONAL STRATEGIES
(Strategi Motivasi)
Meskipun teori sumber daya manusia mengakui nilai penghargaan
berperan sebagai motivator, khusunya yang terkait dengan perhatian pemimpin
dan penerimaan kelompok, ini menempatkan penekanan terbesar pada strategi
identifikasi pekerjaan dan kekuatan penghargaan intrinsik.
Sebagai strategi motivasi, identifikasi pekerjaan memerlukan mendesain
ulang pekerjaan, sehingga mereka menawarkan tanggung jawab dan tantangan
yang lebih besar, atau menghapus pengawasan birokrasi dan kontrol pengawas
dari pekerjaan yang sudah menawarkan tanggung jawab dan tantangan,
karena begitu banyak pekerjaan pelayanan publik yang dilakukan. Strategi
identifikasi pekerjaan mungkin secara khusus berlaku untuk lembaga-lembaga
publik karena banyaknya pekerja teknis dan profesional yang berpendidikan
tinggi yang bekerja dalam pemerintahan.
26
Bukti 13.3 Empat Strategi Motivasi
Kepatuhan hukumMenggunakan aturan, perintah, formal, dan sanksi untuk mengarahkan dan mengendalikan perilaku pekerja. Pekerja dapat masuk kerja, mematuhi aturan, dan memenuhi persyaratan peran minimum, baik karena mereka menerima legitimasi dari otoritas organisasi atau takut dijatuhi sanksi.
Instrumen PenghargaanMenggunakan penghargaan untuk mendorong perilaku yang diinginkan.
Penghargaan Untuk KinerjaMendistribusikan pembayaran, promosi, dan pengakuan berdasarkan kinerja individu. Karyawan dapat memenuhi atau melebihi harapan karena mereka memiliki nilai materi dan kepuasan psikologis bahwa uang, kemajuan, dan pengakuan telah disediakan.
Perhatian PemimpinMengadopsi gaya kepemimpinan berdasarkan dengan memberikan perhatian kepada pekerja dan perhatian pada kebutuhan mereka. Strategi ini dapat meningkatkan semangat. Mungkin juga mendorong mereka yang menghargai rasa hormat, dukungan, dan persetujuan dari orang yang berwenang untuk memenuhi atau melampaui peran mereka.
Penerimaan KelompokMenciptakan lingkungan kerja yang memungkinkan pekerja untuk bersosialisasi, dari kelompok pertalian, dan menikmati persetujuan dari rekan-rekan mereka. Strategi ini dapat menyebabkan mereka yang memiliki nilai afiliasi dan persetujuan rekan untuk memenuhi atau melampaui persyaratan peran, dengan asumsi bahwa norma-norma kelompok konsisten dengan tujuan organisasi.
Identifikasi PekerjaanMenawarkan pekerjaan yang menarik, menantang, dan bertanggung jawab. Pekerja dapat datang untuk bekerja, memenuhi atau melampaui persyaratan peran, dan mungkin menunjukkan kreativitas dan inovasi yang lebih besar. Mereka mungkin melakukannya karena mereka mengidentifikasi dengan pekerjaan dan menemukan mereka bekerja secara intrinsik bermanfaat.
Kesesuaian TujuanMempekerjakan pekerja pada tujuan dan nilai-nilai adalah kongruen dengan organisasi dan/atau bersosialisasi pekerja sehingga mereka menginternalisasikan tujuan organisasi dan nilai-nilai. Pekerja dapat masuk kerja, tetap dengan organisasi, memenuhi atau melampaui persyaratan peran, dan menunjukkan kreativitas yang lebih besar, inovasi, dan loyalitas institusional. Mereka mungkin melakukannya karena mereka mengidentifikasi dengan misi dan nilai-
27
nilai organisasi dan karena memberikan kontribusi kepada mereka dengan memperkuat konsep diri meraka.
RINGKASAN
Argyris dan McGregor menyimpulkan bahwa struktur piramida dan
kepemimpinan direktif tidak sesuai dengan kebutuhan dasar manusia. Hubungan
atasan-bawahan, pengawasan yang ketat, dan tugas yang didefinisikan secara
sempit menyebabkanpekerja menjadi pasif, tergantung, dan patuh, justru
kebalikan dari apa yang secara psikologis orang dewasa yang sehat
butuhkan. Dalam pandangan mereka, organisasi harus direstrukturisasi dan
sumber daya mansusia dikelola untuk mendorong inisiatif, kemandirian,
pengembangan diri, akhirnya, pelepasan potensi masing-masing individu.
Dipahami sebagai teori efektivitas organisasi, teori sumber daya manusia
menyatakan kinerja dapat ditingkatkan dengan mengembangkan setiap bakat unik
yang dimiliki oleh individu-individu, menciptakan dan mempertahankan
lingkungan yang terbuka dan terpercaya, mempertahankan lingkungan yang
terbuka menghilangkan kendala pada otonomi pribadi dan kebijaksanaan individu,
mendelegasikan tanggung jawab ke bawah, dan mendorong kelompok pengmabil
keputusan-semua sehingga para pekerja dapat memperoleh kepuasan intrinsik dari
pekerjaan mereka dan agar tujuan dan sasaran organisasi dapat diwujudkan secara
bersamaan. Kunci imlikasi para manajer publik, selain yang sudah diidentifikasi
dalam bab 12, meliputi:
1. Memahami saling ketergantungan
Pendekatan perintah dan kontrol mengambil keuntungan dari fakta
bahwa pekerja tergantung pada organisasi tempat dia bekerja dan sebagai
mata pencaharian mereka. Hal ini juga mendorong ketergantungan oleh
pekerja yang memungkinkan hanya melakukan apa yang supervisor
minta. teori sumber daya manusia menyatakan bahwa ini
adalah kontraproduktif. Ini menunjukkan bahwa manajer publik harus
mengakui bahwa mereka sama-sama tergantung pada anggota staf mereka
untuk keberhasilan agensi dan bahwa para pekerja harus diberikan
28
otoritas dan kemandirian tindakan yang mereka butuhkan untuk
membuat pilihan yang bijak atas nama agensi tersebut.
2. Mengubah asumsi dasar
Asumsi materi. Tidak ada reformasi struktural atau perilaku akan
menghasilkan efek yang diinginkan selama manajer publik terus
berpegang pada asumsi Teori X. Manajer publik harus melepaskan
kontrol dalam arti tradisional, percaya kepada anggota staffnya dengan
mendelegasikan kewenangannya dengan bijak, mengerti bahwa
kesalahan akan terjadi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
manusia, dan menghargai bahwa harga dari kesalahan-
kesalahannya sebanding dengan manfaat yang diperoleh dari inisiatif,
kreativitas, dan pengambilan risiko.
3. Manajer sebagai fasilitator.
Daripada mendefinisikan peran manajerial dalam hal memimpin dan
mengendalikan pekerja, manajer publik harus berpikir dalam
hal pemberdayaan anggota staf dan memfasilitasi keberhasilan
mereka. Hal ini tidak hanya berarti memberdayakan mereka untuk
mengejar tujuan yang telah disepakati, tetapi juga menghilangkan
hambatahan untuk pencapaian tujuan yang ada di jalan mereka. Yang
terakhir ini mungkin terbukti peran manajer publik yang paling penting
karena pekerjaan pemerintah yang paling penting adalah secara
intrinsik berharga dan berpeluang menerapkan kebijaksanaan yang
tersedia secara luas. Hal ini sering menjadi kendala birokrasi
dan keterbatasan sumber daya yang melemahkan semangat dan motivasi
meskipun dierdayakan pelayan publik.
29