Teori Hipertensi 1

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hasil dari pembangunan Kesehatan memberikan dampak pada peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH). Peningkatan usia harapan hidup berdampak terhadap peningkatan jumlah lansia yaitu usia 60 tahun ke atas (Depkes RI, 2003). Pada tahun 2006 terdapat 19 juta jiwa lansia dengan usia harapan hidup 66.2 tahun, pada tahun 2009 terdapat 19.32 juta jiwa (8.37 % dari total penduduk). Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia mencapai 29 juta jiwa dengan usia harapan hidup mencapai 71.1 tahun (Depsos RI, 2009). Biro Pusat Statistik (BPS) (2010), melaporkan lanjut usia di DKI pada tahun 2009 berjumlah 693.465 jiwa (7.0% dari total penduduk). Di Jakarta Utara pada tahun 2010 jumlah lanjut usia presentasinya 297.749 jiwa (24.7% dari total penduduk). Sedangkan jumlah lanjut usia di Kecamatan Koja pada tahun 2010 yaitu 52.909 jiwa (22.7% dari total penduduk) (BPS, 2010). Lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh akibat perubahan fisik, psikososial, kultural, spiritual. Perubahan fisik akan mempengaruhi berbagai sistem tubuh salah satunya adalah sistem 1

description

fg

Transcript of Teori Hipertensi 1

Page 1: Teori Hipertensi 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu hasil dari pembangunan Kesehatan memberikan dampak

pada peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH). Peningkatan usia harapan

hidup berdampak terhadap peningkatan jumlah lansia yaitu usia 60 tahun ke

atas (Depkes RI, 2003). Pada tahun 2006 terdapat 19 juta jiwa lansia dengan

usia harapan hidup 66.2 tahun, pada tahun 2009 terdapat 19.32 juta jiwa (8.37

% dari total penduduk). Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia mencapai

29 juta jiwa dengan usia harapan hidup mencapai 71.1 tahun (Depsos RI,

2009). Biro Pusat Statistik (BPS) (2010), melaporkan lanjut usia di DKI pada

tahun 2009 berjumlah 693.465 jiwa (7.0% dari total penduduk). Di Jakarta

Utara pada tahun 2010 jumlah lanjut usia presentasinya 297.749 jiwa (24.7%

dari total penduduk). Sedangkan jumlah lanjut usia di Kecamatan Koja pada

tahun 2010 yaitu 52.909 jiwa (22.7% dari total penduduk) (BPS, 2010).

Lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh akibat perubahan

fisik, psikososial, kultural, spiritual. Perubahan fisik akan mempengaruhi

berbagai sistem tubuh salah satunya adalah sistem kardiovaskuler. Masalah

kesehatan akibat dari proses penuaan dan sering terjadi pada sistem

kardiovaskuler yang merupakan proses degeneratif, diantaranya yaitu penyakit

hipertensi. Penyakit hipertensi pada lansia merupakan suatu keadaan yang

ditandai dengan hipertensi sistolik diatas 140 mmHg dan diastoliknya menetap

atau kurang dari 90mmHg yang memberi gejala yang berlanjut, seperti stroke,

penyakit jantung koroner (Kellicker, 2010). Data yang diperoleh dari

Departemen Sosial Republik Indonesia tahun 2006, prevalensi lanjut usia di

DKI Jakarta yang menderita hipertensi sebesar 125.135 jiwa (18% dari total

penduduk lansia). Data yang diperoleh dari bagian pencatatan dan pelaporan

suku dinas kesehatan Jakarta Utara tahun 2010 menunjukkan prevalensi lanjut

usia hipertensi sebesar 28.898 jiwa (9.7 % dari total lansia). Prevalensi

1

Page 2: Teori Hipertensi 1

hipertensi pada lansia di Kecamatan Koja sebesar 834 jiwa (1.6 % dari total

lansia). Laporan tahunan seksi kesehatan masyarakat suku dinas kesehatan

Jakarta Utara tahun 2009 menyatakan penyakit hipertensi pada lansia

merupakan urutan ke tiga dari sepuluh penyakit terbanyak dengan persentase

6.9 %. Pada tahun 2010, hipertensi menjadi urutan ke dua dengan persentase

9.7%.

Berdasarkan wawancara dengan 20 lansia dengan hipertensi pada

tanggal 15 Januari 2011 di wilayah Jakarta Utara khususnya di Kelurahan

Tugu Utara Kecamatan Koja bahwa semua lansia tersebut tinggal bersama

keluarga inti. Lansia mengatakan merasa kesal dan kurang diperhatikan

keluarga. Hasil wawancara dengan keluarga lansia dengan hipertensi

menyatakan bahwa mereka sudah berusaha memperhatikan lansia dengan cara

mengingatkan aturan makanan yang berisiko terjadi hipertensi seperti

menyiapkan makanan rendah lemak dan mengurangi garam, tetapi lansia

berupaya untuk mendapatkan makanan yang disukainya dengan membeli di

warung atau rumah makan, dengan alasan makan tidak terasa bila harus

mengikuti diit rendah garam dan lemak.

2

Page 3: Teori Hipertensi 1

BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Defenisi

1. Lansia

Usia lanjut merupakan usia dimana terjadi kemunduran fungsi

tubuh, salah satunya adalah kemunduran fungsi kerja pembuluh darah.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gejala peningkatan tekanan

darah seseorang berada diatas normal yang mengakibatkan suplai

oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke

jaringan tubuh yang membutuhkan. Penyakit hipertensi dikategorikan

sebagai the silent diseases karena penderita tidak mengetahui dirinya

mengidap hipertensi sebelum pemeriksaan tekanan darahnya

(Rawasiah, 2014).

Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah

seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo,

2007). Sedangkan dalam bukunya Hardywinoto (2006) mengatakan

yang dimaksud dengan kelompok lanjut usia adalah kelompok

penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Batasan lanjut usia menurut

dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang

diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka perayaan hari lanjut

usia nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas umur lanjut

usia adalah 60 tahun atau lebih (Setiabudi, 1999 dalam Setiadi 2007).

2. Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan

darah di atas normal atau tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90

mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan

sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi

merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.

Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan

3

Page 4: Teori Hipertensi 1

hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Separuh orang yang

menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini di

derita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur

karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Yunita, 2014).

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana adanya

peningkatan tekanan darah di atas normal yang di tunjukan oleh

sistolik dan diastolik. Hipertensi salah penyakit kronik yang cenderung

meningkat ketika usia bertambah, masalah hipertensi pada lansia ini

harus segera diatasi karena akan menimbulkan komplikasi. Salah satu

pendekatan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan perawatan diri

yang bertujuan untuk meminimalkan komplikasi. Banyak faktor yang

mempengaruhi perawatan diri baik secara internal maupun eksternal.

Keluarga sebagai sumber utama dalam perawatan dan peningkatan

keyakinan pada lansia. Namun pelaksanaannya pada lansia masih

kurang optimal. Dari penelusuran litelatur terdapat gap atau perbedaan

faktor yang mempengaruhi perawatan diri, baik secara internal atau

eksternal. Sehingga perlu dikaji lebih dalam lagi apa saja yang lansia

hipertensi butuhkan dalam melaksanakan perawatan diri (Leya, 2014).

B. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi

a. Struktur jantung

Jantung tersusun atas tiga lapisan jaringan :

1) Endokardium (bagian terdalam) tersusun atas jaringan

endotelial yang melapisi jantung bagian dalam dan katup

jantung.

2) Miokardium (bagian tengah) tersusun atas serabut otot lurik

dan berperan dalam kontraksi jantung.

3) Epikardium atau pericardium verisel melapisi permukaan

bagian luar jantung. Epikardium melekat kuat pada jantung

4

Page 5: Teori Hipertensi 1

dan beberapa sentimeter pertama arteri pulmonalis dan

aorta (black, 2010).

b. Ruang jantung

Jantung tersusun atas empat ruang: dua ruang di bagian atas

(atrium) dan dua ruang sebagai pompa di bagian bawah (ventrikel).

Dinding muskular (septum) memisahkan ruang sisi kanan dari

ruang di sisi kiri. Atrium kanan menerima darah terdeoksigenasi

(sedikit oksigen) dari seluruh tubuh. Darah mengalir ke ventrikel

kanan,yang kemudian memompa darah melawan resistansi rendah

ke paru-paru. Atrium kiri menerima darah teroksigenasi (banyak

oksigen) dari paru-paru. Darah mengalir ke ventrikel kiri,yang

memompa darah melawan resistensi tinggi ke sirkulasi sistemik

(black, 2010).

c. Katup jantung

Katup jantung adalah stuktur yang halus dan

fleksible,tersusun atas jaringan fibrosa yang di lapisi endotelium.

Katup memungkinkan aliran darah melalui jantung berjalan satu

arah. Katup membuka dan menutup secara pasif akibat perbedaan

tekanan antara ruang jantung. Katup yang lemah/bocor tidak akan

menutup sempurna sehingga di sebut regurgitasi atau insufisiensi.

Katup yang kaku tidak akan dapat membuka dengan sempurna

yang di sebut sebagai stenosis (black, 2010).

Katup jantung mempunyai dua tipe:

1) Katup Atrioventrikuler,terletak diantara atrium dan

ventrikel. Katup trikuspid,pada sisi kanan,tersusun atas

tiga daun katup. Katup mitral (bikuspid),pada sisi kiri

tersusun atas dua daun katup. Pada ujung katup

atrioventrikuler,terdapat filamen fibrosa/berserat yang

kuat yang di sebut kords tendinae,dan berasal dari otot

papilaris pada dinding ventrikel. Otot papillaris dan

korda tendinae bekerja bersama untuk mencegah katup

5

Page 6: Teori Hipertensi 1

atrioventrikuler mengalirkan darah kembali menuju

atrium selama kontraksi ventrikel (sistolik) (black,

2010).

2) Katup semilunaris tersusun dari tiga katup seperti

cangkir yang membuka saat kontraksi ventrikel

(sistolik) dan menutup untuk mencegah aliran darah

balik saat ventikel relaksasi (diastolik). Tidak seperti

katup atrioventrikuler,katup semilunaris terbuka selama

kontraksi ventrikel. Katup semilunaris pulmonal (antara

ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) dan katup

semilunaris aorta (antara ventrikel kiri dan aorta) tidak

memiliki otot papilaris (black, 2010).

2. Fisiologi

a. Eksitabilitas

Kemampuan sel otot jantung untuk melakukan depolarisasi sebagai

resopon terhadap rangsang yang di pengaruhi oleh

hormon,elektrolit,nutrisi,suplai okseigen,obat-obatan,infeksi dan

aktivitas saraf otonom (Brunner & Suddart, 2010).

b. Automatisitas (ritmisitas)

Kemampuan sel pacemaker (pemacu jantung) untuk menginisiasi

impuls secara spntan dan berulang tanpa pengaruh neurohormonal

yang di sebut automatisitas atau ritmisitas (Brunner & Suddarth,

2010).

c. Konduktivitas

Kemampuan serabut otot untuk mentransmisikan impuls listrik dari sel

satu ke sel lainnya dan ke seluruh membran sel (Black, 2010).

6

Page 7: Teori Hipertensi 1

d. Kontraktilitas

Serabut otot jantung,seperti otot lurik skelet,tersusun atas

miofibril,sarkomer,sarkoplasma dan retikulum sarkoplasma. Kontraksi

merupakan hasil dari mekanisme sliding filament,sama seperti pada

otot skelet (Brunner & Sudarth, 2010).

C. Klasifikasi Hipertensi

Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The

Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,

Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan

darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health

Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working

Group (ISHWG) (dilihat tabel 3)

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi

Tekanan

Darah

TDS

(mmHg)

TDD

(mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi

stadium 1

140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi

stadium 2

≥ 160 Atau ≥ 100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah

Diastolik

7

Page 8: Teori Hipertensi 1

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization

(WHO) dan International Society Of Hypertension Working

Group (ISHWG)

Kategori Sistolik

(mmHg)

Diastolik

(mmHg)

Optimal < 120 Dan < 80

Normal < 130 Dan < 85

Normal

tinggi /

pra

hipertensi

130 – 139 Atau 85 – 89

Hipertens

i derajat I

140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertens

i derajat

II

160 – 179 Atau 100 – 109

Hipertens

i derajat

III

≥ 180 Atau ≥ 110

D. Etiologi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer

Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial

yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui

penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan

berkembangnya hipertensi esensia seperti berikut ini:

8

Page 9: Teori Hipertensi 1

a) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, berisiko untuk mendapatkan penyakit ini.

b) Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita

pascamenopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.

c) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung

berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.

d) Berat badan: obesitas (> 25% di atas BB ideal) dikaitkan dengan

berkembangnya hipertensi.

e) Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan

tekanan darah, bila gaya hidup menetap (Wajan Juni Udjianti,

2010).

2. Hipertensi sekunder

Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi

sekunder, yang didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena

suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau

gangguan tiroid. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara

lain; penggunaan kontrasepsi oral, coarctatio aorta, neurogenik (tumor

otak, esefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume

intravaskular, luka bakar, dan stress (Wajan Juni Udjianti, 2010).

E. Patofisiologi Hipertensi

Tekanan darah adalah produk dari cardiac output dikalikan dengan

resistensi perifer. Curah jantung adalah produk dari denyut jantung

dikalikan dengan volume stroke. Setiap kali jantung berkontraksi,

tekanan ditransfer dari kontraksi otot jantung dengan darah dan kemudian

tekanan yang diberikan oleh darah seperti mengalir melalui pembuluh

darah. Hipertensi dapat hasil dari peningkatan output jantung,

peningkatan resistensi perifer (penyempitan pembuluh darah), atau

keduanya. Peningkatan curah jantung berhubungan dengan ekspansi

volume vaskular meskipun tidak ada penyebab yang tepat dapat

diidentifikasi untuk sebagian besar kasus hipertensi, dapat dipahami

9

Page 10: Teori Hipertensi 1

bahwa hipertensi adalah kondisi multifaktorial. Karena hipertesion bisa

menjadi tanda, kemungkinan besar memiliki banyak penyebab, seperti

demam memiliki banyak penyebab. Untuk hipertensi terjadi, harus ada

perubahan dalam satu atau lebih faktor yang mempengaruhi resistensi

perifer atau cardiac output. Selain itu ada juga harus ada masalah dengan

sistem kontrol tubuh yang memantau atau mengatur tekanan. Lebih dari

40 mutasi gen tunggal yang terkait dengan hipertensi telah diidentifikasi,

tetapi harus jenis hipertensi dianggap poligenik (yaitu, mutasi pada lebih

dari satu gen) (Padmanabhan, Newton-Cheh, & Dominiczak, 2012).

Kecenderungan untuk mengembangkan hipertensi. Bahkan, para peneliti

memperkirakan bahwa genetika memainkan peran dalam menjelaskan

variasi tekanan darah antara individu di 15% sampai 70% kasus (Singh,

Mensah, & Bakri juga, 2010).

Banyak penyebab hipertensi telah diusulkan:

Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik yang berhubungan

dengan disfungsi sistem saraf otonom

Peningkatan reabsorpsi ginjal natrium, klorida, dan air yang

terkait dengan variasi genetik dalam jalur dimana ginjal

menangani natrium

Peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron,

sehingga ekspansi volume cairan ekstraseluler dan peningkatan

resistensi vaskuler sistemik.

vasodilatasi Penurunan dari arteriol terkait dengan disfungsi

endotel vaskular.

Resistensi terhadap tindakan insulin, yang mungkin menjadi

faktor umum yang menghubungkan hipertensi, diabetes tipe 2,

hipertrigliseridemia, obesitas dan intoleransi glukosa.

Aktivasi komponen bawaan dan adaptif dari respon imun yang

dapat berkontribusi untuk peradangan ginjal dan disfungsi

(Leibowitsz & Schiffrin, 2011 dalam Brunner & Suddath’s,

2014).

10

Page 11: Teori Hipertensi 1

F. Tanda dan Gejala

Biasanya tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan untuk hipertensi dan

sering disebut “silent killer”. Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami

klien antara lain: sakit kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahan,

nausea, vomiting, ansietas, keringat, berlebihan, tremor otot, nyeri dada,

epistaksi, pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), serta

kesulitan tidur (Wajan Juni Udjianti, 2010).

G. Faktor Resiko

Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat

diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi

yang teridentifikasi antara lain :

1. Keturunan

Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang

mempunyai orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka

orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi

daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita

hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit

jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya

hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah

55 tahun.

2. Usia

Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa

semakin tinggi usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya.

Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin

menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar hipertensi terjadi

pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah

pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65

tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan

11

Page 12: Teori Hipertensi 1

demikian risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya

usia.

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi

tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex

mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah

pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan

risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang

mununjukkan adanya pengaruh hormon.

4. Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan

menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa

merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat

dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat

meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat

menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin

bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan

tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung

bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2

bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi

pada pembuluh darah perifer.

5. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat

kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah

tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan

risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada

penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas

dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing – masing individu.

Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80

mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.

12

Page 13: Teori Hipertensi 1

Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi,

Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah

secara signifikan.

6. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas,

besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah.

Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik

yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu

menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur

dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik

hipertensi maupun normotensi.

7. Dislipedemia (elevated LDL) atau total kolestrol dan (atau) penurunan

HDL kolestrol

8. Diabetes

9. Gangguan fungsi ginjal ( GFR <60 ml/min dan/atau microalbuminuria

(Brunner & Suddarth’s, 2014)

H. Komplikasi

Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala

pada hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa

gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti

pada ginjal, mata,otak, dan jantung. gejala-gejala-gejala seperti sakit kepala,

mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi

essensial (Marliani, 2007).

Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:

pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur,

sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang

(Marliani, 2007).

Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:

Gangguan penglihatan, Gangguan saraf, Gagagl jantung, Gangguan fungsi

ginjal, Gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan

13

Page 14: Teori Hipertensi 1

pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran

hingga koma, sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti

gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian

hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus

hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah

raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok dan kurang istirahat.

kebiasaan makan juga perlu di waspadai. pembatasan asupan natrium

(komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk

kesehatan penderita hipertensi (Marliani, 2007).

Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat

menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain :

1. Aterosklerosis

2. Penyakit jantung koroner

3. Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer

4. Aneurisma

5. Gagal Jantung

6. Stroke

7. Edema paru

8. Gagal ginjal

9. Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)

10. Sindrom metabolic (Marliani, 2007).

I. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg pada tiga kali kejadian.

2. Hipertrofi ventrikular digambarkan pada EKG atau sinar X dada.

3. Tes darah untuk mencari risiko jantung yang terkait.

a) Kolesterol tinggi; sering dikaitkan dengan hipertensi.

b) Pemeriksaan keseimbangan elektrolit; sodium, potassium, klorida,

CO2.

c) Monitor BUN dan kreatinin terkait dengan fungsi ginjal, tanda

kerusakan organ.

14

Page 15: Teori Hipertensi 1

d) Chemistry untuk memeriksa diabetes mellitus (Mary DiGiulio dkk,

2014).

J. Penatalaksanaan

Tindakan ditujukan untuk mengurani resiko CVA, CAD, gagal jantung,

penyakit ginjal dan akibat jangka panjang lainnya dari hipertensi. Intervensi

nonfarmakologi dilakukan terlebih dahulu, kemudian obat diresepkan. Ada

empat langkah dalam rencana tindakan:

1. Langkah I:

a) Perubahan gaya hidup

b) Mengurangi asupan kalori dan berolahraga untuk menurunkan

berat badan

c) Diet rendah sodium

d) Tidak merokok

e) Menguragi konsumsi alkohol

f) Mengurangi konsumsi kopi

2. Langkah II: memulai medikasi

a) Meresepkan diuretik untuk menurunkan sirkulasi volume darah:

furosemide, spironolactone, hydrochlorothazide, bumetadine

b) Beta-adrenergic blocker untuk memperlambat denyut jantung dan

keluaran jantung: propranolol, metroprolol, atenolol

c) Calcium channel blocker untuk menyebabkan vasodilatasi

periferal, mengurangi takikardia: verapamil, diltiazem, nicardipine

d) Meresepkan ACE untuk menghambat sistem renin angiotensin

aldosterone. Untuk diabetes, inhibitor ACE juga menunda progresi

penyakit ginjal: enalapril, lisinopril, benazepril, captopril,

fosinopril, quinapril, perindopril.

3. Langkah III:

Menambah dosis medikasi yang saat ini diresepkan.

4. Langkah IV:

15

Page 16: Teori Hipertensi 1

a) Kombinasi dari langkah-langkah di atas.

b) Diperlukan lebih banyak obat untuk mengendalikan tekanan darah

(Mary DiGiulio dkk, 2014).

16