Teori Hipertensi 1
-
Upload
edith-perkins -
Category
Documents
-
view
31 -
download
0
description
Transcript of Teori Hipertensi 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu hasil dari pembangunan Kesehatan memberikan dampak
pada peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH). Peningkatan usia harapan
hidup berdampak terhadap peningkatan jumlah lansia yaitu usia 60 tahun ke
atas (Depkes RI, 2003). Pada tahun 2006 terdapat 19 juta jiwa lansia dengan
usia harapan hidup 66.2 tahun, pada tahun 2009 terdapat 19.32 juta jiwa (8.37
% dari total penduduk). Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia mencapai
29 juta jiwa dengan usia harapan hidup mencapai 71.1 tahun (Depsos RI,
2009). Biro Pusat Statistik (BPS) (2010), melaporkan lanjut usia di DKI pada
tahun 2009 berjumlah 693.465 jiwa (7.0% dari total penduduk). Di Jakarta
Utara pada tahun 2010 jumlah lanjut usia presentasinya 297.749 jiwa (24.7%
dari total penduduk). Sedangkan jumlah lanjut usia di Kecamatan Koja pada
tahun 2010 yaitu 52.909 jiwa (22.7% dari total penduduk) (BPS, 2010).
Lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh akibat perubahan
fisik, psikososial, kultural, spiritual. Perubahan fisik akan mempengaruhi
berbagai sistem tubuh salah satunya adalah sistem kardiovaskuler. Masalah
kesehatan akibat dari proses penuaan dan sering terjadi pada sistem
kardiovaskuler yang merupakan proses degeneratif, diantaranya yaitu penyakit
hipertensi. Penyakit hipertensi pada lansia merupakan suatu keadaan yang
ditandai dengan hipertensi sistolik diatas 140 mmHg dan diastoliknya menetap
atau kurang dari 90mmHg yang memberi gejala yang berlanjut, seperti stroke,
penyakit jantung koroner (Kellicker, 2010). Data yang diperoleh dari
Departemen Sosial Republik Indonesia tahun 2006, prevalensi lanjut usia di
DKI Jakarta yang menderita hipertensi sebesar 125.135 jiwa (18% dari total
penduduk lansia). Data yang diperoleh dari bagian pencatatan dan pelaporan
suku dinas kesehatan Jakarta Utara tahun 2010 menunjukkan prevalensi lanjut
usia hipertensi sebesar 28.898 jiwa (9.7 % dari total lansia). Prevalensi
1
hipertensi pada lansia di Kecamatan Koja sebesar 834 jiwa (1.6 % dari total
lansia). Laporan tahunan seksi kesehatan masyarakat suku dinas kesehatan
Jakarta Utara tahun 2009 menyatakan penyakit hipertensi pada lansia
merupakan urutan ke tiga dari sepuluh penyakit terbanyak dengan persentase
6.9 %. Pada tahun 2010, hipertensi menjadi urutan ke dua dengan persentase
9.7%.
Berdasarkan wawancara dengan 20 lansia dengan hipertensi pada
tanggal 15 Januari 2011 di wilayah Jakarta Utara khususnya di Kelurahan
Tugu Utara Kecamatan Koja bahwa semua lansia tersebut tinggal bersama
keluarga inti. Lansia mengatakan merasa kesal dan kurang diperhatikan
keluarga. Hasil wawancara dengan keluarga lansia dengan hipertensi
menyatakan bahwa mereka sudah berusaha memperhatikan lansia dengan cara
mengingatkan aturan makanan yang berisiko terjadi hipertensi seperti
menyiapkan makanan rendah lemak dan mengurangi garam, tetapi lansia
berupaya untuk mendapatkan makanan yang disukainya dengan membeli di
warung atau rumah makan, dengan alasan makan tidak terasa bila harus
mengikuti diit rendah garam dan lemak.
2
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Defenisi
1. Lansia
Usia lanjut merupakan usia dimana terjadi kemunduran fungsi
tubuh, salah satunya adalah kemunduran fungsi kerja pembuluh darah.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gejala peningkatan tekanan
darah seseorang berada diatas normal yang mengakibatkan suplai
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkan. Penyakit hipertensi dikategorikan
sebagai the silent diseases karena penderita tidak mengetahui dirinya
mengidap hipertensi sebelum pemeriksaan tekanan darahnya
(Rawasiah, 2014).
Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo,
2007). Sedangkan dalam bukunya Hardywinoto (2006) mengatakan
yang dimaksud dengan kelompok lanjut usia adalah kelompok
penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Batasan lanjut usia menurut
dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan bangsa yang
diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka perayaan hari lanjut
usia nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas umur lanjut
usia adalah 60 tahun atau lebih (Setiabudi, 1999 dalam Setiadi 2007).
2. Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah di atas normal atau tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi
merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Disebut sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang dengan
3
hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Separuh orang yang
menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini di
derita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur
karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Yunita, 2014).
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana adanya
peningkatan tekanan darah di atas normal yang di tunjukan oleh
sistolik dan diastolik. Hipertensi salah penyakit kronik yang cenderung
meningkat ketika usia bertambah, masalah hipertensi pada lansia ini
harus segera diatasi karena akan menimbulkan komplikasi. Salah satu
pendekatan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan perawatan diri
yang bertujuan untuk meminimalkan komplikasi. Banyak faktor yang
mempengaruhi perawatan diri baik secara internal maupun eksternal.
Keluarga sebagai sumber utama dalam perawatan dan peningkatan
keyakinan pada lansia. Namun pelaksanaannya pada lansia masih
kurang optimal. Dari penelusuran litelatur terdapat gap atau perbedaan
faktor yang mempengaruhi perawatan diri, baik secara internal atau
eksternal. Sehingga perlu dikaji lebih dalam lagi apa saja yang lansia
hipertensi butuhkan dalam melaksanakan perawatan diri (Leya, 2014).
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
a. Struktur jantung
Jantung tersusun atas tiga lapisan jaringan :
1) Endokardium (bagian terdalam) tersusun atas jaringan
endotelial yang melapisi jantung bagian dalam dan katup
jantung.
2) Miokardium (bagian tengah) tersusun atas serabut otot lurik
dan berperan dalam kontraksi jantung.
3) Epikardium atau pericardium verisel melapisi permukaan
bagian luar jantung. Epikardium melekat kuat pada jantung
4
dan beberapa sentimeter pertama arteri pulmonalis dan
aorta (black, 2010).
b. Ruang jantung
Jantung tersusun atas empat ruang: dua ruang di bagian atas
(atrium) dan dua ruang sebagai pompa di bagian bawah (ventrikel).
Dinding muskular (septum) memisahkan ruang sisi kanan dari
ruang di sisi kiri. Atrium kanan menerima darah terdeoksigenasi
(sedikit oksigen) dari seluruh tubuh. Darah mengalir ke ventrikel
kanan,yang kemudian memompa darah melawan resistansi rendah
ke paru-paru. Atrium kiri menerima darah teroksigenasi (banyak
oksigen) dari paru-paru. Darah mengalir ke ventrikel kiri,yang
memompa darah melawan resistensi tinggi ke sirkulasi sistemik
(black, 2010).
c. Katup jantung
Katup jantung adalah stuktur yang halus dan
fleksible,tersusun atas jaringan fibrosa yang di lapisi endotelium.
Katup memungkinkan aliran darah melalui jantung berjalan satu
arah. Katup membuka dan menutup secara pasif akibat perbedaan
tekanan antara ruang jantung. Katup yang lemah/bocor tidak akan
menutup sempurna sehingga di sebut regurgitasi atau insufisiensi.
Katup yang kaku tidak akan dapat membuka dengan sempurna
yang di sebut sebagai stenosis (black, 2010).
Katup jantung mempunyai dua tipe:
1) Katup Atrioventrikuler,terletak diantara atrium dan
ventrikel. Katup trikuspid,pada sisi kanan,tersusun atas
tiga daun katup. Katup mitral (bikuspid),pada sisi kiri
tersusun atas dua daun katup. Pada ujung katup
atrioventrikuler,terdapat filamen fibrosa/berserat yang
kuat yang di sebut kords tendinae,dan berasal dari otot
papilaris pada dinding ventrikel. Otot papillaris dan
korda tendinae bekerja bersama untuk mencegah katup
5
atrioventrikuler mengalirkan darah kembali menuju
atrium selama kontraksi ventrikel (sistolik) (black,
2010).
2) Katup semilunaris tersusun dari tiga katup seperti
cangkir yang membuka saat kontraksi ventrikel
(sistolik) dan menutup untuk mencegah aliran darah
balik saat ventikel relaksasi (diastolik). Tidak seperti
katup atrioventrikuler,katup semilunaris terbuka selama
kontraksi ventrikel. Katup semilunaris pulmonal (antara
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) dan katup
semilunaris aorta (antara ventrikel kiri dan aorta) tidak
memiliki otot papilaris (black, 2010).
2. Fisiologi
a. Eksitabilitas
Kemampuan sel otot jantung untuk melakukan depolarisasi sebagai
resopon terhadap rangsang yang di pengaruhi oleh
hormon,elektrolit,nutrisi,suplai okseigen,obat-obatan,infeksi dan
aktivitas saraf otonom (Brunner & Suddart, 2010).
b. Automatisitas (ritmisitas)
Kemampuan sel pacemaker (pemacu jantung) untuk menginisiasi
impuls secara spntan dan berulang tanpa pengaruh neurohormonal
yang di sebut automatisitas atau ritmisitas (Brunner & Suddarth,
2010).
c. Konduktivitas
Kemampuan serabut otot untuk mentransmisikan impuls listrik dari sel
satu ke sel lainnya dan ke seluruh membran sel (Black, 2010).
6
d. Kontraktilitas
Serabut otot jantung,seperti otot lurik skelet,tersusun atas
miofibril,sarkomer,sarkoplasma dan retikulum sarkoplasma. Kontraksi
merupakan hasil dari mekanisme sliding filament,sama seperti pada
otot skelet (Brunner & Sudarth, 2010).
C. Klasifikasi Hipertensi
Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan
darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health
Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working
Group (ISHWG) (dilihat tabel 3)
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7
Klasifikasi
Tekanan
Darah
TDS
(mmHg)
TDD
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89
Hipertensi
stadium 1
140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertensi
stadium 2
≥ 160 Atau ≥ 100
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah
Diastolik
7
Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization
(WHO) dan International Society Of Hypertension Working
Group (ISHWG)
Kategori Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal < 130 Dan < 85
Normal
tinggi /
pra
hipertensi
130 – 139 Atau 85 – 89
Hipertens
i derajat I
140 – 159 Atau 90 – 99
Hipertens
i derajat
II
160 – 179 Atau 100 – 109
Hipertens
i derajat
III
≥ 180 Atau ≥ 110
D. Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi esensial
yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan
berkembangnya hipertensi esensia seperti berikut ini:
8
a) Genetik: individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, berisiko untuk mendapatkan penyakit ini.
b) Jenis kelamin dan usia: laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita
pascamenopause berisiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
c) Diet: konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi.
d) Berat badan: obesitas (> 25% di atas BB ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi.
e) Gaya hidup: merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan
tekanan darah, bila gaya hidup menetap (Wajan Juni Udjianti,
2010).
2. Hipertensi sekunder
Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
sekunder, yang didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah karena
suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau
gangguan tiroid. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara
lain; penggunaan kontrasepsi oral, coarctatio aorta, neurogenik (tumor
otak, esefalitis, gangguan psikiatris), kehamilan, peningkatan volume
intravaskular, luka bakar, dan stress (Wajan Juni Udjianti, 2010).
E. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah adalah produk dari cardiac output dikalikan dengan
resistensi perifer. Curah jantung adalah produk dari denyut jantung
dikalikan dengan volume stroke. Setiap kali jantung berkontraksi,
tekanan ditransfer dari kontraksi otot jantung dengan darah dan kemudian
tekanan yang diberikan oleh darah seperti mengalir melalui pembuluh
darah. Hipertensi dapat hasil dari peningkatan output jantung,
peningkatan resistensi perifer (penyempitan pembuluh darah), atau
keduanya. Peningkatan curah jantung berhubungan dengan ekspansi
volume vaskular meskipun tidak ada penyebab yang tepat dapat
diidentifikasi untuk sebagian besar kasus hipertensi, dapat dipahami
9
bahwa hipertensi adalah kondisi multifaktorial. Karena hipertesion bisa
menjadi tanda, kemungkinan besar memiliki banyak penyebab, seperti
demam memiliki banyak penyebab. Untuk hipertensi terjadi, harus ada
perubahan dalam satu atau lebih faktor yang mempengaruhi resistensi
perifer atau cardiac output. Selain itu ada juga harus ada masalah dengan
sistem kontrol tubuh yang memantau atau mengatur tekanan. Lebih dari
40 mutasi gen tunggal yang terkait dengan hipertensi telah diidentifikasi,
tetapi harus jenis hipertensi dianggap poligenik (yaitu, mutasi pada lebih
dari satu gen) (Padmanabhan, Newton-Cheh, & Dominiczak, 2012).
Kecenderungan untuk mengembangkan hipertensi. Bahkan, para peneliti
memperkirakan bahwa genetika memainkan peran dalam menjelaskan
variasi tekanan darah antara individu di 15% sampai 70% kasus (Singh,
Mensah, & Bakri juga, 2010).
Banyak penyebab hipertensi telah diusulkan:
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik yang berhubungan
dengan disfungsi sistem saraf otonom
Peningkatan reabsorpsi ginjal natrium, klorida, dan air yang
terkait dengan variasi genetik dalam jalur dimana ginjal
menangani natrium
Peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron,
sehingga ekspansi volume cairan ekstraseluler dan peningkatan
resistensi vaskuler sistemik.
vasodilatasi Penurunan dari arteriol terkait dengan disfungsi
endotel vaskular.
Resistensi terhadap tindakan insulin, yang mungkin menjadi
faktor umum yang menghubungkan hipertensi, diabetes tipe 2,
hipertrigliseridemia, obesitas dan intoleransi glukosa.
Aktivasi komponen bawaan dan adaptif dari respon imun yang
dapat berkontribusi untuk peradangan ginjal dan disfungsi
(Leibowitsz & Schiffrin, 2011 dalam Brunner & Suddath’s,
2014).
10
F. Tanda dan Gejala
Biasanya tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan untuk hipertensi dan
sering disebut “silent killer”. Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami
klien antara lain: sakit kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahan,
nausea, vomiting, ansietas, keringat, berlebihan, tremor otot, nyeri dada,
epistaksi, pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), serta
kesulitan tidur (Wajan Juni Udjianti, 2010).
G. Faktor Resiko
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat
diketahui dengan jelas. Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi
yang teridentifikasi antara lain :
1. Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang
mempunyai orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka
orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi
daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita
hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit
jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah
55 tahun.
2. Usia
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa
semakin tinggi usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya.
Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin
menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar hipertensi terjadi
pada usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah
pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah usia 65
tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan
11
demikian risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya
usia.
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi
tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex
mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan darah
pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan
risiko hipertensi akan meningkat setelah masa menopause yang
mununjukkan adanya pengaruh hormon.
4. Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan
menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa
merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat
dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat
meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat
menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin
bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan
tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung
bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2
bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi
pada pembuluh darah perifer.
5. Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat
kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah
tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan
risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada
penambahan berat badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas
dapat terkena hipertensi. Tergantung pada masing – masing individu.
Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80
mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.
12
Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi,
Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah
secara signifikan.
6. Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas,
besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah.
Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik
yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu
menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur
dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik
hipertensi maupun normotensi.
7. Dislipedemia (elevated LDL) atau total kolestrol dan (atau) penurunan
HDL kolestrol
8. Diabetes
9. Gangguan fungsi ginjal ( GFR <60 ml/min dan/atau microalbuminuria
(Brunner & Suddarth’s, 2014)
H. Komplikasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala
pada hipertensi essensial. kadang-kadang hipertensi essensial berjalan tanpa
gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti
pada ginjal, mata,otak, dan jantung. gejala-gejala-gejala seperti sakit kepala,
mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi
essensial (Marliani, 2007).
Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala sebagai berikut:
pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan(jarangan), sukar tidur,
sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang
(Marliani, 2007).
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah:
Gangguan penglihatan, Gangguan saraf, Gagagl jantung, Gangguan fungsi
ginjal, Gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan
13
pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran
hingga koma, sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti
gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian
hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus
hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah
raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok dan kurang istirahat.
kebiasaan makan juga perlu di waspadai. pembatasan asupan natrium
(komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk
kesehatan penderita hipertensi (Marliani, 2007).
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain :
1. Aterosklerosis
2. Penyakit jantung koroner
3. Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer
4. Aneurisma
5. Gagal Jantung
6. Stroke
7. Edema paru
8. Gagal ginjal
9. Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
10. Sindrom metabolic (Marliani, 2007).
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg pada tiga kali kejadian.
2. Hipertrofi ventrikular digambarkan pada EKG atau sinar X dada.
3. Tes darah untuk mencari risiko jantung yang terkait.
a) Kolesterol tinggi; sering dikaitkan dengan hipertensi.
b) Pemeriksaan keseimbangan elektrolit; sodium, potassium, klorida,
CO2.
c) Monitor BUN dan kreatinin terkait dengan fungsi ginjal, tanda
kerusakan organ.
14
d) Chemistry untuk memeriksa diabetes mellitus (Mary DiGiulio dkk,
2014).
J. Penatalaksanaan
Tindakan ditujukan untuk mengurani resiko CVA, CAD, gagal jantung,
penyakit ginjal dan akibat jangka panjang lainnya dari hipertensi. Intervensi
nonfarmakologi dilakukan terlebih dahulu, kemudian obat diresepkan. Ada
empat langkah dalam rencana tindakan:
1. Langkah I:
a) Perubahan gaya hidup
b) Mengurangi asupan kalori dan berolahraga untuk menurunkan
berat badan
c) Diet rendah sodium
d) Tidak merokok
e) Menguragi konsumsi alkohol
f) Mengurangi konsumsi kopi
2. Langkah II: memulai medikasi
a) Meresepkan diuretik untuk menurunkan sirkulasi volume darah:
furosemide, spironolactone, hydrochlorothazide, bumetadine
b) Beta-adrenergic blocker untuk memperlambat denyut jantung dan
keluaran jantung: propranolol, metroprolol, atenolol
c) Calcium channel blocker untuk menyebabkan vasodilatasi
periferal, mengurangi takikardia: verapamil, diltiazem, nicardipine
d) Meresepkan ACE untuk menghambat sistem renin angiotensin
aldosterone. Untuk diabetes, inhibitor ACE juga menunda progresi
penyakit ginjal: enalapril, lisinopril, benazepril, captopril,
fosinopril, quinapril, perindopril.
3. Langkah III:
Menambah dosis medikasi yang saat ini diresepkan.
4. Langkah IV:
15
a) Kombinasi dari langkah-langkah di atas.
b) Diperlukan lebih banyak obat untuk mengendalikan tekanan darah
(Mary DiGiulio dkk, 2014).
16