Teori Dasar Ventilasi.doc
-
Upload
rizky-ashary -
Category
Documents
-
view
19 -
download
8
Transcript of Teori Dasar Ventilasi.doc
B. LANDASAN TEORI
1. Tujuan Ventilasi Tambang
Ventilasi tambang merupakan suatu usaha pengendalian terhadap
pergerakan udara atau aliran udara tambang termasuk didalamnya adalah jumlah,
mutu dan arah alirannya. Adapun tujuan utama dari sistem ventilasi tambang
adalah menyediakan udara segar dengan kuantitas dan kualitas yang cukup baik,
kemudian mengalirkan serta membagi udara segar tersebut ke dalam tambang
supaya tercipta kondisi kerja yang aman dan nyaman baik bagi para pekerja
tambang maupun proses penambangan(Balai Diklat TBT,2006).
Secara rinci tujuan sistem ventilasi pada tambang bawah tanah adalah:
a. Menyediakan oksigen bagi pernafasan manusia.
b. Mengencerkan gas-gas berbahaya dan beracun yang ada di dalam tambang,
sehingga tidak membahayakan bagi para pekerja tambang.
c. Menurunkan temperatur udara tambang, sehingga dapat dicapai lingkungan
kerja yang nyaman.
d. Mengurangi konsentrasi debu yang timbul akibat kegiatan produksi yang
dilakukan di dalam tambang.
2. Prinsip Ventilasi Tambang
Pada pengaturan aliran udara dalam ventilasi tambang bawah tanah,
berlaku prinsip aliran udara tambang, yaitu:
a. Aliran udara bergerak dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih
rendah.
b. Udara akan mengalir dari tempat yang bertemperatur lebih rendah ke tempat
yang bertemperatur lebih tinggi.
T = 1/P
T= suhu, P= tekanan
c. Udara akan lebih banyak mengalir melalui jalur-jalur ventilasi yang
memberikan tahanan yang lebih kecil dibandingkan dengan jalur bertahanan
yang lebih besar.
d. Tekanan ventilasi tetap memperhatikan tekanan atmosfir, bisa positif
(blowing) atau negatif (exhausting).
e. Aliran udara mengikuti hukum kuadrat yaitu hubungan antara quantitas dan
tekanan, bila quantitas diperbesar dua kali lipat maka dibutuhkan tekanan
empat kali lipat.
3. Pengendalian Kualitas Udara Tambang
a. Pengertian Udara Tambang
Udara tambang adalah campuran udara bebas (atmosfir) dengan bahan
pengotornya termasuk gas dan debu sehingga perlu dilakukan pengendalian
kualitas udara tambang (Balai Diklat TBT, 2006). Pengendalian terhadap
kualitas udara tambang meliputi pengendalian kandungan gas dalam udara,
debu yang dihasilkan akibat proses penambangan, temperatur dan kelembaban
udara didalam tambang sehingga udara didalam tambang tetap bersih dan segar.
Kebutuhan udara segar untuk pengendalian kualitas udara tambang ini
didasarkan kepada kebutuhan udara untuk pernafasan manusia, menghilangkan
atau menurunkan gas pengotor dan debu, sehingga kadarnya tidak melewati
batas maksimum yang diperkenankan.
Udara tambang meliputi campuran udara atmosfir dengan adanya emisi
gas-gas dalam tambang serta bahan-bahan pengotornya sehingga perlu dijaga
kualitasnya. Sebagai standar udara yang bersih adalah udara yang mempunyai
komposisi sama atau mendekati dengan komposisi udara atmosfir pada keadaan
normal. Udara segar normal yang dialirkan pada ventilasi tambang terdiri dari:
Nitrogen, Oksigen, Karbondioksida, Argon dan gas-gas lain seperti terlihat pada
tabel 4 di bawah ini,
Tabel 4. Komposisi Udara SegarUnsur Persen Volume
(%)
Persen Berat
(%)
Nitrogen (N2) 78,09 75,53
Oksigen (O2) 20,95 23,14
Karbondioksida
(CO2)
0,03 0,046
Argon (Ar), dll 0,93 1,284
Hartman,H.L, ‘mine ventilation and air conditioning’ 2nd edition, p.7.
Dalam perhitungan ventilasi tambang selalu dianggap bahwa udara segar
normal terdiri dari:
Nitrogen = 79 % dan
Oksigen = 21%
Disamping itu selalu dianggap bahwa udara segar akan selalu
mengandung karbondioksida (CO2) sebesar 0,03 %. Demikian pula perlu diingat
bahwa udara dalam ventilasi tambang selalu mengandung uap air dan tidak
pernah ada udara yang benar-benar kering. Oleh karena itu akan selalu ada
istilah kelembaban udara.
b. Kebutuhan Udara Segar Untuk Pernafasan
Pada sistem pernafasan manusia, oksigen dihisap dan karbondioksida
dibebaskan. Jumlah yang diperlukan akan semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya aktifitas fisik dan dapat dihitung pula kuantitas udara segar
minimum yang dibutuhkan seseorang untuk proses pernafasan berdasarkan
kandungan oksigen minimum yang diperkenankan dan kandungan
karbondioksida maksimum yang masih diperbolehkan.
Perlu juga dalam hal ini didefenisikan arti angka bagi atau nisbah
pernafasan (respiratory quotient) yang didefenisikan sebagai nisbah antara
jumlah karbondioksida yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang
dihirup pada suatu proses pernafasan. Pada manusia yang bekerja keras, angka
bagi pernafasan ini (respiratory quotient) sama dengan satu, yang berarti bahwa
jumlah CO2 yang dihembuskan sama dengan jumlah O2 yang dihirup pada
pernafasannya. Tabel 5 berikut memberikan gambaran mengenai keperluan
oksigen pada pernafasan pada tiga jenis kegiatan manusia secara umum.
Tabel 5. Kebutuhan Udara Pernafasan
JenisKegiatan
Laju Pernafa
sanPer Menit
Udara Terhirup Per Menit dalam
in3/menit(10-4m3/detik)
Oksigen Terkonsumsi
cfm(10-5m3/detik)
Angka Bagi
Pernafasan
(respiratory
quotient)
Istirahat 12 – 18300-800
(0,82-2,18)0,01 (0,47) 0,75
Kerja Moderat
302800-3600 (7,64-9,83)
0,07 (3,3) 0,9
Kerja Keras 40 6000 (16,4) 0,10 (4,7) 1,0
Hartman, Mine Ventilation and Air Conditioning 2nd edition 1982.p.40
Berdasarkan Tabel 8 diatas dapat dihitung jumlah udara yang dibutuhkan untuk
pernafasan seseorang di tambang dengan cara :
1) Berdasarkan nilai ambang batas minimum oksigen yaitu 19,5%
Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm
Pada pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang sebanyak 0,1 cfm
sehingga akan dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen sebagai
berikut (Hartman H.L., 1982):
(Kandungan (Jumlah oksigen pada (Kandungan
oksigen) - pernafasan) = oksigen mini
mum untuk
pernafasan)
(O2 in intake)Q- (O2 consumed) = (O2 down stream)Q
dimana :
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
(O2 in intake) = Konsentrasi O2 di atmosfer (21%)
(O2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi untuk pekerja keras (4,7x
10- 5m3/dtk)
(O2 downstream)= Nilai ambang batas O2 (19,5%)
Jadi kuantitas udara yang dibutuhkan seseorang untuk pernafasan adalah :
0,21 Q - 4,7x 10- 5m3/dtk = 0,195 Q
(0,21 – 0,195)Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
0,015 Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
Q = 3,2 x 10-3 m3/dtk/orang
Q = 6,7 cfm
2) Berdasarkan nilai ambang batas maksimum CO2 yaitu 0,5%
Dengan harga angka bagi pernafasan = 1,0 maka jumlah CO2 pada
pernafasan akan bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm.
Dengan demikian akan didapat persamaan :
(Kandungan CO2 (Jumlah CO2 (Kandungan CO2
maksimum dalam - hasil = dalam udara )
udara normal) pernafasan)
(CO2 in intake)Q + (CO2 produced) = (CO2 down stream)Q
dimana :
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
(CO2 in intake) = Konsentrasi CO2 di atmosfer (0,03%)
(CO2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi untuk pekerja
keras (4,7x 10- 5m3/dtk)
(CO2 downstream) = Nilai ambang batas CO2 (0,5%)
Jadi kuantitas udara yang dibutuhkan seseorang untuk pernafasan adalah :
0,0003 Q + 1 . (4,7x 10- 5m3/dtk) = 0,005 Q
(0,005 – 0,0003)Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
0,0047 Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
Q = 0,01 m3/dtk/orang
Q = 21,3 cfm
Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen
minimum 19,5% dalam udara pernafasan dan kandungan maksimum
karbondioksida sebesar 0,5% dalam udara untuk pernafasan, diperoleh angka
kebutuhan udara segar bagi pernafasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm.
Dalam hal ini tentunya angka 21,3 cfm yang digunakan sebagai angka
kebutuhan seseorang untuk pernafasan.
Dalam merancang kebutuhan udara ventilasi tambang digunakan angka
kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang = 0,1 m 3/detik
per orang.
c. Gas-Gas Dalam Tambang
Gas yang biasanya terdapat dalam tambang baik itu tambang batubara
maupun non batubara terdiri dari oksigen, karbon dioksida, methan, hidrogen
sulfida, nitrogen oksida dan gas-gas lainnya. Gas-gas pengotor utama antara lain
(Bambang H., 2002):
1) Methan (CH4)
Gas Methan merupakan gas yang selalu berada dalam tambang
batubara dan sering menjadi sebagai sumber terjadinya ledakan tambang
batubara bawah tanah. Campuran gas methan dengan udara disebut
firedamp. Apabila kandungan methan dalam udara tambang bawah tanah
mencapai 1 % maka seluruh hubungan mesin listrik harus dimatikan, dan
pada konsentrasi 5% - 15% gas ini akan meledak. Gas ini mempunyai berat
jenis yang lebih kecil dari pada udara dan karenanya selalu berada pada
bagian atas dari jalan udara.
Methan merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan terjadi ,
gas methan terbentuk bersama-sama dengan gas karbondioksida. Gas
methan ini akan tetap berada dalam lapisan batubara selama tidak ada
perubahan tekanan padanya. Terbebasnya gas methan dari suatu lapisan
batubara dapat dinyatakan dalam suatu volume persatuan luas lapisan
batubara, tetapi dapat juga dinyatakan dalam suatu volume persatuan waktu.
Terhadap kandungan gas methan yang masih terperangkap dalam suatu
lapisan batubara dapat dilakukan penyedotan dengan pompa. Proyek ini
dikenal sebagai seam methane drainage.
2) Karbondioksida (CO2)
Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, tidak mendukung nyala api
dan bukan merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara,
karenanya selalu terdapat pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam
udara normal kandungan CO2 adalah 0,03 %(Hartman H.L.,1982).
Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bagian bekas-bekas
penambangan terutama yang tidak terkena aliran ventilasi, juga pada dasar
sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 antara lain dari pembakaran, hasil
peledakan, dari lapisan batuan dan hasil pernafasan manusia.
Konsentrasi maksimum yang diizinkan adalah 0,5 %, pada
konsentrasi ini laju pernafasan manusia mulai meningkat, pada kandungan 3
% laju pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan normal, pada
kandungan 5 % laju pernafasan menjadi tiga kali lipat, pada kandungan 10
% manusia hanya dapat bertahan beberapa menit. Kombinasi CO2 dan udara
biasa disebut dengan blackdamp.
3) Karbon Monoksida (CO)
Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau dan tidak ada rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini
banyak dihasilkan pada saat terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah
dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap haemoglobin darah, sehingga sedikit saja kandungan
gas CO dalam udara akan segera bersenyawa dengan butir-butir
haemoglobin (COHb) yang akan meracuni tubuh lewat darah. Afinitas CO
terhadap haemoglobin menurut penelitian (Forbes and Grove, 1954)
mempunyai kekuatan 300 kali lebih besar dari pada oksigen dengan
haemoglobin. Udara yang mengandung kadar CO sebesar 12.5 % - 74 %
akan meledak jika ada percikan api, gas CO dihasilkan dari hasil
pembakaran, operasi motor bakar, proses peledakan dan oksidasi lapisan
batubara. Konsentrasi maksimum yang diizinkan adalah 0.005 %
Karbon monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan
karena sifatnya yang kumulatif. Misalnya gas CO pada kandungan 0.04
%dalam udara apabila terhirup selama satu jam baru memberikan sedikit
perasaan tidak enak, namun dalam waktu 2 jam dapat menyebabkan rasa
pusing dan setelah 3 jam akan menyebabkan pingsan atau tidak sadarkan
diri dan pada waktu lewat 5 jam dapat menyebabkan kematian. Kandungan
gas CO sering juga dinyatakan dalam ppm (part per milion). Sumber CO
yang sering menyebabkan kematian adalah gas buangan dari mobil dan
kadang-kadang juga gas pemanas air. Gas CO mempunyai berat jenis
0.9672 sehingga selalu terapung dalam udara.
4) Hidrogen Sulfida (H2S)
Gas ini disebut juga stinkdamp (gas busuk) karena baunya seperti
telur busuk. Gas ini tidak berwarna, mudah terbakar, merupakan gas racun
dan dapat meledak pada konsentrasi 43 % - 46 %, kadar maksimum
yang diizinkan adalah 0.001%, merupakan hasil dekomposisi dari senyawa
belerang. Gas ini mempunyai berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara.
Merupakan gas yang sangat beracun dengan ambang batas [Threshold Limit
Value (TLV) – Time Weighted Average (TWA)] sebesar 10 ppm pada
waktu selang 8 jam terdedah (exposed) dan untuk waktu singkat [Threshold
Limit Value (TLV) – Short Time Exposure Limit (STEL)] adalah 15 menit
200 ppm. Walaupun gas ini mempunyai bau yang sangat jelas, namun
kepekaan terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksinya terhadap syaraf
penciuman. Pada kandungan 0.01 % untuk selama waktu 15 menit,
kepekaan manusia terhadap bau ini hilang.
5) Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa
terbakar. Dapat menjadi gas racun apabila ada senyawa belerang yang juga
terbakar. Gas ini lebih berat dari udara. Harga ambang batas yang diizinkan
2 ppm (TLV-TWA) atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL)
sebanyak 5 ppm.
6) Nitrogen Oksida (NOx)
Gas nitrogen sebenarnya adalah gas yang inert namun pada keadaan
tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang sangat
beracun. Gas ini terbentuk dalam tambang bawah tanah sebagai hasil
peledakan dan gas buangan dari motor bakar. NO2 merupakan gas yang
lebih sering terdapat dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga
ambang batas ditetapkan 5 ppm, baik untuk waktu terdedah singkat maupun
untuk 8 jam kerja. Oksida nitrogen apabila bersenyawa dengan air di udara
akan membentuk asam nitrat, yang dapat merusak paru-paru apabila terhirup
oleh manusia.
7) Gas Pengotor Lain
Gas yang dapat dikelompokkan dalam gas pengotor lain adalah gas
Hidrogen yang dapat berasal dari proses pengisian aki (battery) dan gas-gas
yang biasa terdapat pada tambang bahan galian radioaktif seperti gas radon.
Tabel 6. Sifat Bermacam Gas
NamaSimbol
BeratJenisUdara
Sifat fisik PengaruhSumberutama
Ambang Batas TLU –TWA(%)
Ambang
BatasTLU
–C
(%)
KisarLedak
Oksigen O2 1.1056
Tidak berwarna,
tidak berbau,
tidak ada rasa
Bukan racun, tidak berbahaya
Udara normal
Nitrogen N2 0.9673 Tidak berwarna,
Bukan racun, tapi
Udara normal
tidak berbau, tidak ada
rasamenyesakkan lapisan
Karbon dioksida
CO2 1.5291
Tidak berwarna,
tidak berbau,
rasa agak asam
Sesak nafas, berkeringat
Pernafasan,
lapisan, motor bakar,
ledakan
0.5
Methan CH4 0.5545
Tidak berwarna,
tidak berbau,
tidak ada rasa
Menyesakkan nafas, dapat
meledak
Lapisan, motor bakar,
peledakan
5-15
Karbon monoksida
CO 0.9672
Tidak berwarna,
tidak berbau,
tidak ada rasa
Racun, dapat
meledak
Nyala api,
peledakan,
motor bakar,
oksidasi
0.00512.5 –
74
Hidrogen sulfida
H2S 1.1912
Tidak berwarna, bau telur busuk,
rasa asam
Racun,Dapat
meledak
Lapisan air tanah, peledakan
0.001 4 -44
Sulfur dioksida
SO2 2.264
Tidak berwarna,
bau mengganggu, rasa asam
Racun
Pembakaran
sulfida, motor bakar
0.0005
Nitrogen oksida
NOx 1.5895
Bau tajam, warna coklat,
rasa pahit
Racun
Peledakan,
motor bakar
0.0005
Hidrogen H2 0.0695 Tidak berwarna,
tidak berbau,
tidak ada rasa
Dapat meledak
Air pada api,
panas baterai
4 – 74
Radon Rn 7.665 Radio aktif Lapisan IWL
Sumber : Hartman, Mine Ventilation and Air Conditioning,2nd edition p.52
Beberapa cara pengendalian yang dilakukan terhadap pengotor gas pada
tambang bawah antara lain:
1) Pencegahan (Prevention)
a) Menerapkan prosedur peledakan yang benar
b) Perawatan dari motor-motor bakar yang baik
c) Pencegahan terhadap adanya api
2) Pemindahan (Removal)
a) Penyaliran (drainage) gas sebelum penambangan
b) Penggunaan ventilasi isap lokal dengan kipas
3) Absorpsi (penyerapan)
a) Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin
b) Pelarutan dengan percikan air terhadap gas hasil peledakan
4) Isolasi (penyekatan)
a) Memberikan batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar
b) Penggunaan waktu-waktu peledakan pada saat pergantian gilir atau
waktu-waktu tertentu.
5) Pelarutan
a) Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi lokal
b) Pelarutan dengan aliran udara utama
6) Supression (Penekanan)
d. Debu tambang
Debu secara klasifikasi fisis termasuk dalam ketegori aerosol yaitu
hamburan partikel padat dan atau cair didalam medium gas/udara, dimana
didalam tambang bawah tanah, debu ini dihasilkan oleh aktifitas penambangan
seperti pemboran, peledakan, pemuatan, pengangkutan dan penumpahan
bijih(Balai Diklat TBT, 2006). Kadar debu tambang maksimum yang
diperbolehkan pada beberapa tempat di tambang dalam dapat dilihat pada tabel
7.
Tabel 7. Kadar Debu MaksimumNo. Lokasi Kadar Debu
Maksimum (mg/m3)
1. Face longwall 7
2. Persiapan lubang bukaan dengan
kandungan kuarsa > 0,45 mg/m3
3
3. Pada tempat operasi lain 5
Sumber : NBC, Ventilation in Coal Mines, Hal.69.
1) Klasifikasi Debu
Klasifikasi debu pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat
bahayanya terhadap fisik dan kemampuan ledakannya. Berikut ini klasifikasi
debu berdasarkan tingkat bahayanya, yaitu :
a) Debu fibrogenik
Merupakan debu yang berbahaya terhadap pernafasan, seperti silika
(kuarsa dan chert), silikat (asbestos, talk, mika dan silimanit), meal fumes
(asap logam), bijih timah, bijih besi, karborondum dan batubara (anthrasit,
bitumineous).
b) Debu karsiogenik
Contohnya kelompok radon, asbestos dan arsenik.
c) Debu beracun
Merupakan debu yang mengandung racun yang berbahaya terhadap organ
dan jaringan tubuh, seperti bijih berilium, arsenik, timah hitam, uranium,
radium, thorium, khromium, vanadium, air raksa, kadmium, antimoni,
selenium, mangan, tungsten, nikel dan perak (khususnya oksida dan
karbonat).
d) Debu radioaktif
Merupakan debu yang berbahaya karena radiasi sinar alpha dan sinar beta,
seperti bijih uranium, radium dan thorium.
e) Debu yang dapat meledak (terbakar di udara)
Contohnya debu logam (magnesium, alumunium, seng, timah dan besi),
batubara (bituminous dan lignit), bijih sulfida dan debu organic.
f) Debu pengganggu
Contohnya gypsum, gamping dan kaolin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa jauh pengaruh dan bahaya
debu bagi kesehatan manusia antara lain:
a) Komposisi kimia dan mineralogi debu
Ditinjau dari tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan, komposisi
mineralogi lebih penting dibandingkan komposisi kimiawi dan fisiknya.
Atau silika bebas (Si) lebih berbahaya daripada senyawa silika (SiO2)
terhadap paru-paru.
b) Konsentrasi
yaitu banyaknya partikel debu yang dinyatakan dengan dua cara, yaitu :
1)) Atas dasar jumlah, satuannya adalah mppcf (million of particles per
cuft) atau ppcc (particles per cubic centimeter).
2)) Atas dasar berat, satuannya adalah mg/m3
Faktor konsentrasi merupakan faktor terpenting kedua setelah komposisi.
Secara umum debu dapat membahayakan paru-paru jika konsentrasi lebih
besar dari 0,5 mg/m3.
c) Ukuran partikel
Partikel debu yang berukuran lebih kecil dari 5 mikron berbahaya, karena
luas permukaannya besar dengan demikian aktifitas kimianya pun besar.
Selain itu debu halus tergolong debu yang dapat dihirup karena tersuspensi
di udara.
d) Waktu kontak
yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang berhubungan dengan
lingkungan yang mengandung debu.
e) Daya tahan tubuh perorangan
Faktor ketahanan individu terhadap bahaya debu sampai saat ini
merupakan faktor yang belum dapat dikuantifikasi.
Untuk mengurangi konsentrasi debu dan mencegah timbulnya debu
secara berlebihan pada kegiatan penambangan, perlu dilakukan langkah-
langkah pengendalian debu diantaranya :
a) Melakukan pengukuran kadar debu.
b) Menggunakan penyemprot air (water sprayer) pada saat penggalian.
c) Melakukan operasi penambangan yang baik dan benar serta mencegah
terbentuknya debu secara berlebihan.
d) Mengurangi debu dengan membersihkan debu yang mengendap dan
membersihkan udara dari debu dengan alat pengumpul debu (dust
colector).
e) Pengenceran (dilution) dengan memasukkan udara segar secukupnya ke
tempat-tempat sumber debu menggunakan kipas angin bantu.
Kecepatan udara yang efektif untuk pengendalian kualitas udara di
setiap permuka kerja minimum 0.25 – 0.5 m/detik. Kecepatan udara yang
terlalu tinggi dapat menaikkan debu yang telah mengendap, oleh sebab itu
kecepatan udara maksimum di tempat kerja antara 1.52 – 2 m / detik yang
disesuaikan dengan kondisi setempat.
e. Temperatur Tambang
Pengaturan temperatur dalam tambang, bertujuan untuk menghasilkan
udara segar dan nyaman. Panas udara dalam tambang harus dipertahankan pada
batas tertentu, sehingga manusia dapat bekerja dengan efisiensi kerja yang
tinggi. Dalam keadaan normal, udara tidak pernah dalam keadaan kering tetapi
selalu mengandung kadar air. Maka parameter yang diukur untuk menentukan
keadaan udara tersebut adalah,
1) Temperatur
Temperatur udara sangat mempengaruhi kenyamanan bagi pekerja yang
berada pada tambang bawah tanah, karena udara diperlukan pula untuk
pendinginan panas tubuh.
Parameter temperatur terdiri dari :
a) Dry bulb temperatur (td)
b) Wet bulb temperatur (tw)
c) Temperatur efektif (te)
Temperatur efektif merupakan suatu standar suhu untuk mengetahui
kenyamanan lingkungan kerja tambang. Penentuannya dapat dilakukan
secara grafis dengan menggunakan variabel temperatur cembung kering (td),
temperatur cembung basah (tw) dan kecepatan aliran udara. Temperatur
efektif akan mempengaruhi efesiensi kerja, hal ini dapat dilihat pada gambar
22.
Gambar 22. Diagram Efesiensi Kerja
Temperatur udara diukur menggunakan Psychometer (Gambar 23).
Pada alat tersebut terdapat dua buah termometer dalam skala derajat Celcius
yang diletakkan berdampingan pada bingkai kayu. Fungsinya untuk
mengukur temperatur cembung kering (Dry Bulb Temperature) yang
menunjukkan panas sebenarnya dan temperatur cembung basah (Wet Bulb
Temperature) yang menunjukkan temperatur pada saat terjadinya penguapan
air. Pengukuran temperatur dilakukan pada stasiun yang sama pada saat
pengukuran kecepatan aliran udara.
Gambar 23. Psycometer
2) Kelembaban Relatif ( )
Kelembaban relatif merupakan perbandingan antara tekanan uap dari
udara pada suatu keadaan tidak jenuh dengan tekanan uap udara pada
keadaan jenuh, pada keadaan temperatur yang sama. Kelembaban relatif
dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus :
Keterangan :
= Rh = kelembaban relatif (%)
Ps = harga tekanan uap jenuh pada td (in.Hg)
Ps’ = harga tekanan uap jenuh pada tw (in.Hg)
Pb = tekanan barometer (in.Hg)
Pv = tekanan uap jenuh (in.Hg)
T = temperatur (oF)
W = specific humidity (lb/lb.da)
V = specific volume (ft3/lb)
w = densitas udara (lb/ft3)
Dalam perhitungan densitas udara dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan rumus :
Pa = (Pb – Pv) in.Hg
T = (460 + o C) o R
W = specific humidity (lb/lb.da)
V = specific volume (ft3/lb)
w = densitas udara (lb/ft3)
Batas kelembaban relatif yang diperkenankan untuk tambang bawah tanah
adalah tidak lebih dari 85 % dan nilai dapat ditentukan secara grafis dengan
menggunakan grafik temperatur efektif(lampiran 8).
4. Pengendalian Kuantitas Udara Tambang
Kuantitas udara adalah jumlah udara yang masuk kedalam tambang
dengan luas dan kecepatan tertentu yang diukur setiap satuan waktu.
Pengendalian kuantitas udara tambang merupakan pengaturan terhadap jumlah
alirannya agar cukup untuk pernafasan dan mengurangi konsentrasi gas serta debu
yang terbawa dalam udara, termasuk didalamnya adalah pengaturan arah aliran
udara agar memenuhi ketentuan-ketentuan kecepatan. Kuantitas udara yang
diukur adalah kuantitas udara tambang bawah tanah, dimana udara yang masuk
adalah udara bertekanan, dengan dioperasikannya mesin angin hembus maupun
hisap, yang mempunyai arah aliran dan kecepatan. Dengan demikian kuantitas
udara ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Keterangan :
Q = kuantitas aliran udara (m3 / detik)
v = kecepatan aliran udara (m / detik)
A = luas penampang jalan udara (m2)
a. Pengukuran Kecepatan Aliran Udara
Dalam pengukuran kecepatan aliran udara tambang digunakan
anemometer. Anemometer dibedakan menjadi tiga macam yaitu Anemometer
Low Speed (0,1 – 5 m/dtk), Anemometer Medium Speed (5 – 14,4 m/dtk) dan
Anemometer High Speed (14,5 – 34 m/dtk).
Sumber : Hartman, Mine Ventilation and Air Conditioning, p. 203.
Gambar 24. Anemometer
Q = V X A
Cara pengukuran kecepatan aliran udara tambang dapat dilakukan dengan
3 cara yaitu:
1) Fixed Point Traversing in a circular opening
Metode ini digunakan untuk penampang lingkaran, metode ini dilakukan di
tengah (pusat) jalan udara. Angka yang terbaca dikalikan dengan suatu
konstanta untuk memberikan kecepatan aliran rata-rata, nilai konstanta
tersebut adalah 0,8 .
2) Fixed Point Traversing in a rectangular airway
Metoda ini digunakan untuk penampang persegi empat, dalam metoda ini
luas penampang dibagi menjadi beberapa daerah yang sama, metode ini
cocok untuk lubang bukaan yang besar dan bentuknya teratur. Pengukuran
dilakukan pada masing-masing daerah yang telah ditentukan dan hasil
pengukuran dirata-ratakan.
3) Continuous Traversing
Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk
mengukur kecepatan aliran udara. Traversing dilakukan dengan cara
memindahkan atau menggeser anemometer pada kecepatan konstan 0,2 –
0,3 m/dtk, dengan posisi anemometer selalu tegak lurus sumbu aliran udara,
pengukuran dilakukan secara konsisten pada arah horisontal atau vertikal
dari atas atau dari bawah pada ujung yang satu ke ujung yang lain pada
penampang lubang bukaan dengan jalur yang teratur sehingga seluruh
penampang lubang bukaan terukur.
Gambar 25. Metode Pengukuran Udara Tambang
b. Pengukuran Luas Penampang Jalur Udara
Selain mengukur kecepatan udara untuk menentukan kuantitas aliran
udara dilakukan pengukuran terhadap luas penampang jalur udara pada setiap
titik pengukuran menggunakan meteran. Pengukuran luas penampang jalur
udara ini meliputi pengukuran terhadap luas lubang bukaan, luas parit dan luas
pipa.
5. Sistem Ventilasi Tambang
Sistem ventilasi tambang bawah tanah dapat dibedakan ke dalam dua
macam sistem yaitu sistem ventilasi alami (natural ventilation sistem) dan sistem
ventilasi mekanis (mechanical ventilation sistem).
a. Sistem Ventilasi Alami (Natural Ventilation Sistem)
Ventilasi alami adalah suatu sistem ventilasi yang mengalirkan udara
ke dalam tambang dengan memanfaatkan keadaan dan tenaga alam.
Mengalirnya udara disebabkan karena adanya perbedaan tekanan antara jalan
udara masuk dengan jalan udara keluar. Perbedaan ini harus cukup besar agar
dapat mengatasi adanya gesekan belokan dan perubahan penampang pada
aliran udara di dalam tambang. Ventilasi alami sangat tergantung dari
perbedaan ketinggian bukaan serta perbedaan temperatur di dalam dan di luar
tambang. Makin besar perbedaan tersebut maka tekanan ventilasi alam akan
semakin besar pula(Balai Diklat TBT, 2006). Arah aliran udara di dalam
tambang ventilasi alami dapat dilihat pada gambar 26 dibawah ini,
Apabila temperatur udara di dalam tambang lebih tinggi dari
temperatur udara di luar tambang (misalnya pada malam hari atau pada saat
musim hujan) maka tekanan udara di dalam tambang akan lebih besar dari
tekanan udara di luar tambang sehingga udara akan mengalir
dari titik P2 ke titik P1. Bila temperatur udara di dalam tambang lebih rendah
dari temperatur udara di luar tambang (pada siang hari atau pada musim
panas), maka tekanan udara di dalam tambang akan lebih kecil daripada
tekanan udara di luar tambang sehingga udara akan mengalir dari titik P1 ke
titik P2.
Gambar 26. Aliran Udara Pada Sistem Peranginan Alami
b. Sistem Ventilasi Mekanis (Mechanical Ventilation Sistem)
Ventilasi mekanis adalah suatu sistem ventilasi yang mengalirkan
udara ke dalam tambang dengan menggunakan mesin angin sebagai alat untuk
memberikan perbedaan tekanan. Sistem ventilasi ini dibedakan menjadi dua
sistem (Balai Diklat TBT, 2006) yaitu :
1) Sistem Hisap (Exhaust System)
Pada sistem ini mesin angin induk diletakan pada jalan udara
keluar. Dengan adanya isapan mesin angin ini, maka tekanan udara di
dalam tambang akan mengecil dan udara dari luar tambang yang
bertekanan besar akan masuk ke dalam tambang. Setelah melalui tempat
kerja maka udara akan menjadi kotor dan dihisap oleh mesin angin untuk
dialirkan keluar tambang.
Keuntungan sistem ventilasi mekanis sistem hisap adalah :
a) Jalan udara masuk dapat digunakan sebagai jalan angkutan utama.
b) Aliran udara lebih mudah dikendalikan untuk menghindari terjadinya
swabakar (self combustion).
c) Relatif tidak menambah kelembaban udara di dalam tambang.
Kerugian sistem ventilasi mekanis sistem hisap adalah :
1) Kurang efektif jika digunakan untuk mengencerkan atau mendilusikan
gas-gas yang ada di dalam tambang.
2) Kurang optimal dalam menurunkan kadar debu dalam tambang.
2) Sistem Hembus (Forcing System)
Pada sistem ini mesin angin utama diletakkan pada jalan udara
masuk. Mesin angin ini akan menekan udara ke dalam tambang, sehingga
udara mengalir melalui jalan-jalan udara di dalam tambang.
Keuntungan sistem ventilasi mekanis hembus adalah :
1) Kecepatan angin yang dihasilkan akan semakin besar sehingga lebih
efektif bila digunakan untuk mengencerkan gas-gas dan menurunkan
kadar debu yang ada di dalam tambang.
2) Udara yang dihembuskan adalah udara bersih sehingga dapat
menurunkan temperatur.
Kerugian dari ventilasi mekanis sistem hembus adalah :
1) Udara dari permukaan kerja yang mengandung gas dan debu akan
mengenai operator dan mesin pada arah balik dan menyebar didalam
lubang.
2) Kelembaban udara didalam tambang relatif meningkat.
3) Aliran udara akan lebih sulit dikendalikan, sehingga dapat
menyebabkan swabakar (self combustion).
c. Sistem Ventilasi Bantu (Auxiliary Ventilation)
Sistem ventilasi bantu sangat diperlukan pada tempat-tempat yang
tidak terjangkau oleh ventilasi induk. Ventilasi bantu ini biasanya diperlukan
pada pekerjaan persiapan atau pembuatan lubang maju. Adapun tujuan dari
sistem ventilasi bantu adalah :
1) Mengalirkan udara kelubang-lubang buntu baik pada pekerjaan
persiapan maupun penambangan.
2) Mengencerkan gas-gas dan menurunkan kadar debu tambang pada
tempat-tempat kerja sampai dibawah nilai ambang batas yang diizinkan.
Sistem ventilasi bantu dapat dibedakan menjadi (NCB, 1978)
a) Sistem Hembus Sederhana (Simple Forcing Sistem)
Pada sistem ini udara bersih dihembuskan kepermukaan kerja
melalui pipa dengan kecepatan tertentu dan udara kotor dari permuka kerja
akan mengalir melalui lubang persiapan tersebut (gambar 27). Sistem
ventilasi ini biasanya digunakan pada pembuatan lubang secara manual
dengan pemboran dan peledakan. Keuntungan dari sistem hembus
sederhana ini adalah efektif untuk mengencerkan gas-gas dan debu
tambang. Sedangkan kerugian dari sistem ini adalah udara kotor yang
mengandung debu dan gas tambang dari permuka kerja akan berbalik arah
mengenai para pekerja dan menyebar didalam lubang.
Pipa hembus < 15 m
fan udara segar
Sumber : Vutukuri, Enviromental Engineering in Mines, Hal 7
Gambar 27. Sistem Hembus Sederhana (Simple Forcing System)
b) Sistem Hisap Sederhana (Simple Exhaust System)
Pada sistem ini udara kotor pada permuka kerja akan dihisap oleh
pipa angin sehingga udara bersih akan mengalir melalui lubang persiapan
kepermuka kerja (gambar 28). Sistem peranginan ini biasanya digunakan
untuk pembuatan lubang persiapan secara mekanis, dimana kadar debu
lebih dominan dari kadar gas tambang. Keuntungan dari sistem hisap
sederhana ini adalah efektif untuk menghindari terjadinya penyebaran
debu di Permuka kerja dan dapat mengarahkan debu tambang tersebut.
Sedangkan kerugiannya adalah kurang efektif dalam mengencerkan gas-
gas tambang dan membersihkan asap pada pembuatan lubang persiapan.
Pipa hisap udara segar
fan < 5 m
Sumber : Felipe Calizaya, Mine Ventilation and Enviromental Engineering, Hal 33
Gambar 28. Sistem Hisap Sederhana ( Simple Exhaust System)
c) Sistem Kombinasi Hembus dan Hisap (Overlap System)
Pada sistem ini udara bersih dihembuskan kepermuka kerja dan
udara kotor yang berasal dari kegiatan dipermuka kerja dihisap oleh mesin
angin bantu yang dilengkapi dust colector. Sistem kombinasi ini
dibedakan menjadi dua :
1)) Forcing With Exhaust Overlap System
Sistem peranginan ini digunakan pada pembuatan lubang
bukaan secara mekanis dimana kadar gas-gas tambang lebih dominan
dari kadar debu tambang pada permuka kerja (gambar 29).
10 m < 15 m
udara fan pipa bantu segar
fan pipa hembus
Sumber : Vutukuri, enviromental Engineering in Mines, Hal 8
Gambar 29. Forcing With Exhaust Overlap System
2)) Exhaust With Forcing Overlap System
Sistem peranginan ini digunakan pada pembuatan lubang
bukaan secara mekanis dimana kadar debu tambang lebih dominan
dari kadar gas-gas tambang pada permuka kerja (gambar 30).
fresh fan pipa bantu air
fan pipa hisap
Sumber : Vutukuri, Enviromental Engineering in Mines, Hal. 8
Gambar 30. Exhaust With Forcing Overlap System
Jenis pipa udara yang digunakan antara lain :
a) Unsupported flexible duct (flat play), jenis ini mempunyai tahanan
(resistance),dan kebocoran (leakage) yang kecil, fleksibel tetapi tidak
dapat digunakan untuk pipa isap karena pipa mudah menciut(gambar
31).
b) “Semi rigid fabric duct” (flexaduct), jenis ini mempunyai tahanan dan
kebocoran yang besar, fleksibel, mudah dalam penyambungan dan
dapat digunakan untuk pipa isap (exhaust) (gambar 32).
c) “Steel duct”, jenis ini mempunyai tahanan dan kebocoran yang kecil,
tidak fleksibel dan sulit dalam penyambungan dan pengangkutannya,
dapat digunakan untuk pipa isap maupun hembus.
Gambar 31. Pipa Unsupported flexible duct (flatlay)
Gambar 32. Pipa Wire Flexibel (Flexaduct)
C. METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
Sistem ventilasi sebagai salah satu kegiatan penambangan, dilakukan agar
selalu tersedianya aliran udara segar kedalam tambang, supaya keperluan untuk
pernafasan para pekerja terpenuhi, juga bagi segala proses yang terjadi didalam
tambang yang memerlukan oksigen dalam proses pengerjaannya. Disamping itu juga
untuk melarutkan dan membawa keluar tambang segala pengotor dari gas-gas yang
ada didalam tambang, menyingkirkan debu, mengatur panas dan kelembaban udara
sehingga kegiatan penambangan menjadi lancar, keadaan kandungan gas dalam udara
tambang memenuhi syarat bagi pernafasan, kandungan debu yang ada berada dalam
ambang batas yang diperbolehkan, yang akhirnya menciptakan suasana dan
lingkungan kerja yang nyaman.
Pada tambang bawah tanah Sigalut pada saat ini, sistem ventilasi yang
digunakan adalah sistem hembus (forcing) dengan mengoperasikan dua buah mesin
angin forcing dengan daya masing-masing 50 HP (37 3 KW) yang disusun secara seri
dan diletakkan dekat lubang masuk slope I, untuk jaringan pemipaannya dipakai pipa
jenis FlatLay dan Wire flexibel. Sedangkan pekerjaan penambangan dititikberatkan
pada development menuju panel IA SG. Dalam rangka memenuhi kebutuhan udara
segar ketika peneroboson jalur menuju panel dilaksanakan dan memenuhi kebutuhan
angin ketika penambangan telah dilaksanakan, maka disusunlah suatu rancangan
ventilasi .
Dari kasus diatas, maka diperlukan suatu metodologi pemecahan agar
penyelesaian masalah menjadi terarah, juga untuk mempermudah penganalisaan.
Faktor-faktor yang diperhitungkan antara lain:
1. Analisis Perencanaan Ventilasi
a. Rancangan sistem ventilasi
b. Tahap rancangan ventilasi
c. Rancangan ventilasi pada saat penambangan panel IA SG
2. Perhitungan dan Penentuan Kuantitas Udara Dipermuka Kerja
a. Perhitungan kuantitas udara pada terowongan dan pipa udara
Langkah-langkah yang dilakukan dalam perhitungan kuantitas udara
masuk ini antara lain:
1) Pengukuran kecepatan aliran udara
Dalam pengukuran kecepatan aliran udara di lubang pipa angin digunakan
Anemometer high speed, sedangkan pengukuran kecepatan aliran udara di
terowongan digunakan Anemometer low speed.
Untuk mengukur kecepatan aliran udara dalam terowongan, digunakan
metode continuous traversing. Metode ini merupakan metode yang paling
umum digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara. Teknik
pelaksanaan traversing ini adalah sebagai berikut:
a) Sambungkan anemometer dengan tongkat, kemudian pegang tongkat pada
ujung nya dan arahkan anemometer tegak lurus aliran udara (menghadap
aliran udara).
b) Stopwatch harus mulai menghitung waktu bersamaan dengan saat awal
jarum anemometer bergerak dari angka nol.
c) Gerakkan anemometer dengan kecepatan konstan 0,2 – 0,3 m/dtk yang
dimulai dari sisi lubang dan diakhiri pada sisi yang lainnya dengan
gerakan bergelombang naik turun dari dasar lubang hingga atap lubang
dari arah sisi satu ke sisi lainnya.
d) Setelah mencapai titik akhir pengukuran, secara bersamaan stopwatch dan
anemometer dimatikan.
e) Kecepatan aliran udara dapat dihitung dengan membagi hasil pembacaan
dari anemometer (m) dengan waktu yang diperlukan selama satu kali
traversing.
f) Lakukan traversing minimal 10 kali.
Sedangkan untuk pengukuran kecepatan aliran udara di pipa angin dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a) Anemometer high speed diletakkan pada ujung pipa angin.
b) Perhatikan angka kecepatan aliran udara sampai konstan, kemudian tekan
tombol stop, pengukuran dilakukan beberapa kali agar diperoleh
kecepatan rata-rata.
2) Pengukuran Luas Jalur Udara
Yaitu dengan mengukur tinggi serta lebar terowongan. Juga mengukur
luas penghalang yang ada seperti belt conveyor dan pipa udara. Didalam
lubang bukaan, besarnya luas penampang tergantung kepada bentuk
penampang jalur udara tersebut. Dalam hal ini jenis penyangganya adalah
Arches dengan bentuk penampang seperti yang terlihat pada gambar 32.
Gambar 33. Arches
Sedangkan untuk pipa udara, luas penampang nya dapat dihitung dengan
rumus berikut,
A = ¼ . π . d2
Dimana, d adalah diameter penampang pipa udara (m)
Dengan demikian luas penampang total dapat diperoleh dengan
mengurangi hasil perhitungan luas penampang dengan rumus diatas
dengan luas penampang penghalang.
3) Perhitungan kuantitas udara
Selanjutnya, perhitungan kuantitas udara pada terowongan dan pipa
didapatkan dari perkalian antara kecepatan aliran udara tambang dengan
Q = V x A
luas penampang jalan udara. Persamaan besarnya kuantitas udara tambang
dalam adalah(Hartman H.L., 1982):
Dimana :
Q = Kuantitas udara tambang (m3/dtk)
V = Kecepatan aliran udara tambang (m/dtk)
A = Luas penampang jalan udara tambang (m2)
b. Perhitungan kuantitas udara dipermuka kerja
1) Berdasarkan kebutuhan udara minimal pernafasan para pekerja di
permuka kerja.
Yaitu dengan mengalikan jumlah manshift dimasing-masing permuka
kerja dan kuantitas kebutuhan minimum udara yang dibutuhkan (0,01
m3/dtk/orang)
Q = orang/gilir x m3/dtk/orang
Q = m3/dtk/gilir
2) Berdasarkan kebutuhan udara minimum untuk mengencerkan gas.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perhitungan ini adalah :
a) Dengan mengetahui produksi pergilir, yaitu dengan mengalikan luas
penampang jalur udara dengan kemajuan rata-rata penggalian pergilir
dan berat jenis batubara, dengan persamaan seperti dibawah ini :
P = m3 x m/glran x ton/m3
P = ton/giliran
b) Emisi gas methan
Dengan mengalikan produksi penggalian pergilir dengan emisi gas
methan yang diasumsikan yaitu 0,025 m3/ton batubara
Qg = ton/gilir x m3/ton x 1/waktu efektif jam kerja pergilir
Qg = m3/dtk
Maka kuantitas udara untuk mendilusi gas methan diperoleh dengan
perhitungan seperti persamaan dibawah ini :
dimana :
Qudara = kuantitas udara yang dibutuhkan (m3/dtk)
Qgas = kuantitas emisi methan yang diperkirakan (m3/dtk)
MAC = Maximum Allowable Concentration (batas maksimum
kandungan gas methan di udara 1%)
Bgas = kandungan gas pada intake air (%)
3) Berdasarkan kecepatan aliran udara minimum untuk mengontrol kualitas
udara tambang.
Yaitu dengan mengalikan kecepatan aliran udara minimum di permuka
kerja (0,3 m/dtk) dengan dimensi lubang yang akan ditembus oleh RH
S220 M (5m x 3,5m) dan Dosco 3 (4,5m x 3,5m)
Q = (m x m) x m/dtk
Q = m3/dtk
4) Berdasarkan kecepatan udara minimum untuk mengontrol temperatur
efektif dan kelembaban relatif.
Dengan mengalikan dimensi lubang dan kecepatan udara minimum untuk
mengendalikan temperatur efektif dan kelembaban relatif sebesar 0,5
m/dtk.
Q = m2 x m/dtk
Q = m3/dtk
Untuk mencukupi kebutuhan udara minimum dipermuka kerja,
maka diambil harga Q terbesar.
SAFETY FACTOR
Kemudian diasumsikan adanya penambahan kuantitas udara
sebagai faktor keselamatan (Safety factor). Yaitu karena adanya kebutuhan
udara dari faktor perembesan gas, debu tambang, pendinginan mesin-
mesin yang ada dan kebutuhan lainnya seperti tambahan atau masuknya
orang-orang yang tidak secara rutin, sehingga untuk memperkirakan
kebutuhan minimum diberikan faktor keselamatan (Safety factor) sebesar
1,5.
c. Perhitungan Kemampuan Mesin Angin Bantu Dipermuka Kerja
Kebutuhan udara pada permuka kerja di tambang bawah tanah diperlukan
untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan seperti pernapasan para pekerja, untuk
mendilusi gas-gas dan debu-debu yang timbul akibat aktivitas dipermuka
kerja. Pada pekerjaan development pembuatan lubang bukaan dibutuhkan
udara yang cukup. Kuantitas udara ini berhubungan erat dengan kapasitas
mesin angin. Dalam pembuatan lubang bukaan biasanya digunakan mesin
angin Forcing 50 HP dan Exhaust 25 HP. Maka perlu dilakukan perhitungan
untuk menentukan daya mesin angin yang digunakan untuk mengalirkan
sejumlah udara melalui pipa dengan panjang tertentu. Penentuan daya mesin
angin ini sangat penting karena jika daya mesin angin yang dipakai terlalu
besar maka akan mengakibatkan resirkulasi dipermuka kerja, sebaliknya jika
daya yang digunakan terlalu kecil maka kuantitas udara yang disuplay ke
permuka kerja tidak mencukupi. Dalam perhitungan ini diasumsikan pipa
dalam keadaan baik.
1) Tahanan total di sepanjang pipa
r n = r x L
r n = gaul / m x m
r n = gaul
2) Kehilangan udara disepanjang pipa
k n = k x L
k n = m3/dtk/m x m
k n = m3/dtk
3) Dari grafik quantity ratio diperoleh harga Qr
4) Kuantitas udara yang dihisap mesin angin
Q1 = Kuantitas udara minimum dipermuka kerja x quantity ratio
Q1 = Q2 x Qr
Q1 = m3/dtk
5) Kuantitas udara rata-rata yang mengalir pada pipa
Qm = 2 (Q1) + 3 (Q2)5
Qm = m3/dtk
6) Tekanan yang diberikan mesin angin
P1 = r n x (Qm)2
P1 = Pa
7) Dari kurva karakteristik mesin angin bantu, didapat harga kuantitas udara
yang diisap oleh mesin angin (Q1')
8) Kuantitas udara yang didistribusikan sesungguhnya oleh mesin angin
sampai kepermuka kerja.
Q2' = Q1' / Qr
Keterangan :
r = Resistance Constant (gaul/m)
k = Leakage Constant (m3/dtk)
L = Panjang Pipa (m)
r n = Tahanan Total (gaul)
k n = Kehilangan Udara (m3/dtk)
Qr = Quantity Ratio (m3/dtk)
Q1 = Kuantitas Udara Yang Dihisap Mesin Angin (m3/dtk)
Q2 = Kuantitas Minimum Dipermuka Kerja (m3/dtk)
Qm = Kuantitas Udara Rata-Rata Yang Mengalir Pada Pipa (m3/dtk)
P1 = Tekanan Yang Diberikan Mesin Angin (Pa)
Q1' = Kuantitas Yang Dihisap Mesin Angin (m3/dtk)
Q2' = Kuantitas Yang Didistribusikan Mesin Angin di Permuka Kerja
(m3/dtk)
Dimana nilai k dan r diperoleh dari tabel berikut,
Tabel 11. Hambatan dan Kebocoran Pipa AnginDiameter
(mm)
Steel Flatlay Flexadux
R k r k r k
300 736 0.07 960 0.08 2240 0.18
400 175 0.1 228 0.11 532 0.24
450 97 0.11 126 0.12 295 0.27
500 57 0.12 75 0.14 174 0.3
600 23 0.14 30 0.16 70 0.36
750 8 0.18 10 0.2 23 0.45
900 3 0.22 4 0.24 9 0.55
1000 2 0.24 2 0.27 5 0.62
r Resistance constant in gaul / 100m
k Leakage constant in m3 / dtk / 100 m at 1 kPa
* Calizaya, Felipe, Mine Ventilation and Enviromental Engineering