teori dasar

7
Hewan coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat manusia di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang meng-gunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan per-cobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis (Sulaksono, M.E., 1987). Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :

description

teori dasar praktikum botfar farkol

Transcript of teori dasar

Page 1: teori dasar

Hewan coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah

hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan

percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada

manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah

berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan

nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat manusia di dunia

adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan

yang meng-gunakan manusia (1964) antara lain dikatakan perlunya diakukan

percobaan pada hewan, sebelum percobaan di bidang biomedis maupun riset

lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap manusia, sehingga dengan demikian

jelas hewan per-cobaan mempunyai mission di dalam keikutsertaannya

menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian biomedis

(Sulaksono, M.E., 1987).

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih

sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu

senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor, antara lain :

1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri : umur, jenis kelamin, bobot

badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.

2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana

kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,

pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang

pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.

3. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon

hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan

yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil

percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara

pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu

mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang

bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang

Page 2: teori dasar

digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang

akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum

senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus

melalui proses absorpsi terlebih dahulu (Malole, 1989).

Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke

dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan

timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan

parenteral .

1. Jalur Enteral

Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI),

seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian

melalui oral merupakan jalur pemberian obat paling banyak digunakan karena

paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui

jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang

tidak sadar atau tidak dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini,

selain alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit.

Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk

kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.

2. Jalur Parenteral

Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah

transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea

menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini

dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal (Priyanto, 2008).

Mencit merupakan hewan yang paling umum digunakan sebagai hewan

percobaan terutama dalam penelitian-penelitian yang dipelihara secara intensif

didalam laborotorium. Mencit adalah hewan yang paling banyak (40-80%)

digunakan sebagai hewan percobaan laboratorium. Keunggulan mencit sebagai

Page 3: teori dasar

hewan percobaan adalah sangat produktif dalam menghasilkan keturunan dan

pengelolaannya sangat mudah karena ukurannya yang kecil (Arrington, 1972).

Beberapa keunggulan mencit sebagai hewan percobaan adalah siklus

hidupnya relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya

tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan reproduksinya menyerupai

hewan mamalia lain (Moriwaki et al, 1994).

Urutan taksonomi dari mencit adalah termasuk kedalam Filum Chordata,

Kelas Mammalia, Ordo Rodentia, Famili Muridae, Genus Mus, Spesies Mus

musculus (Storer et al., 1979). Mencit putih memiliki bulu pendek halus berwarna

putih dan ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih panjang daripada badan

dan kepala. Mencit memiliki warna bulu yang berbeda dapat disebabkan

perbedaan dalam kondisi proporsi darah mencit liar dan memiliki kelenturan pada

sifat-sifat produksi dan reproduksinya (Nafiu, 1996).

Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan

sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat foto fobik seperti halnya mencit

dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.

Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya (Smith dan

Mangkoewidjojo, 1988).

Ada dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain,

yaitu bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak

lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak

mempunyai kandung empedu. Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti

mencit jantan. Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini

lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium,

tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Smith dan Mangkoewidjojo,

1988).

Tikus putih memiliki kekurangan pada saat digunakan sebagai hewan

percobaan yaitu jika diperlakukan secara kasar akan menjadi liar dan galak

(Sulaksono,1987).

Page 4: teori dasar

Sulaksono, M.E., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan

Percobaan. Tersedia Online di

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16_PerkembangbiakanHewanPercobaan.pdf

/16_PerkembangbiakanHewanPercobaan.html [diakses pada 28 Maret 2010].

Malole, M.B. dan C.S. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Percobaan di

Laboratorium. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Keperawatan dan Farmasi.

Depok: Leskonsi.

Arrington, L. R. 1972. Introductory Science Laboratory Animal. The Breeding, Care and Management of Experimental Animal Science. New York : The Interstate Printers and Publishing Inc.

Moriwaki, K., T. Shiroishi dan H. Yonekawa. 1994. Genetic in Wild Mice, Its Aplication to Biomedical Research. Tokyo : Japan ScientificSocieties Press.

Nafiu, L. O. 1996. Kelenturan fenotipik mencit (Mus musculus) terhadap ransum berprotein rendah. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Smith, J. B., dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).