Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

8
0 Teori Agensi dalam Akuntansi Manajemen Dalam mencapai tujuan umum organisasi, seringkali terdapat berbagai hambatan. Hambatan tersebut kadangkala diakibatkan oleh tidak sesuainya antara tujuan agent dan principal, baik antara shareholder dengan manajemen maupun antara superior dengan subordinate dalam suatu organisasi (Jensen dan Meckling 1976). Hal ini dapat dijelaskan melalui agency theory. Agency theory memberikan dasar-dasar teoretis dalam banyak penelitian di bidang ekonomi, manajemen, marketing, finance, accounting dan sistem informasi. Teori ini memiliki pengaruh paling besar yang mendasari penelitian di bidang corporate governance dan management control systems di dunia barat (Ekanayake 2004). Dalam budaya barat, agency theory telah memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam memandang masalah goal congruence (Jensen dan Meckling 1976; Eisenhardt 1989). Sayangnya, beberapa penelitian pada budaya Asia masih belum dapat dibuktikan secara konsisten mengeni perspektif agency theory (O’Connor 1997; Taylor 1995). Hal ini dikarenakan sifat dasar agent di antara berbagai budaya berbeda, baik dalam nilai dan norma (Hofstede 1980). Sampai saat ini masih belum terdapat kesimpulan umum di antara para peneliti mengenai perspektif agency theory jika melibatkan unsur budaya dalam memahami hubungan antara agent dan principal. Definisi Agency Theory Konsep Agency Theory menurut Scott adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent, dimana principal adalah pihak yang mempekerjakan agent agar melakukan tugas untuk kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang menjalankan kepentingan principal. Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan adalah sebagai kontrak, dimana satu atau beberapa orang (principal) mempekerjakan orang lain

description

Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

Transcript of Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

Page 1: Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

0

Teori Agensi dalam Akuntansi Manajemen

Dalam mencapai tujuan umum organisasi, seringkali terdapat berbagai

hambatan. Hambatan tersebut kadangkala diakibatkan oleh tidak sesuainya antara

tujuan agent dan principal, baik antara shareholder dengan manajemen maupun antara

superior dengan subordinate dalam suatu organisasi (Jensen dan Meckling 1976). Hal

ini dapat dijelaskan melalui agency theory. Agency theory memberikan dasar-dasar

teoretis dalam banyak penelitian di bidang ekonomi, manajemen, marketing, finance,

accounting dan sistem informasi. Teori ini memiliki pengaruh paling besar yang

mendasari penelitian di bidang corporate governance dan management control

systems di dunia barat (Ekanayake 2004).

Dalam budaya barat, agency theory telah memberikan sumbangan yang sangat

berarti dalam memandang masalah goal congruence (Jensen dan Meckling 1976;

Eisenhardt 1989). Sayangnya, beberapa penelitian pada budaya Asia masih belum

dapat dibuktikan secara konsisten mengeni perspektif agency theory (O’Connor 1997;

Taylor 1995). Hal ini dikarenakan sifat dasar agent di antara berbagai budaya

berbeda, baik dalam nilai dan norma (Hofstede 1980). Sampai saat ini masih belum

terdapat kesimpulan umum di antara para peneliti mengenai perspektif agency theory

jika melibatkan unsur budaya dalam memahami hubungan antara agent dan principal.

Definisi Agency Theory

Konsep Agency Theory menurut Scott adalah hubungan atau kontrak antara

principal dan agent, dimana principal adalah pihak yang mempekerjakan agent agar

melakukan tugas untuk kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang

menjalankan kepentingan principal.

Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan adalah sebagai

kontrak, dimana satu atau beberapa orang (principal) mempekerjakan orang lain

Page 2: Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

1

(agen) untuk melaksanakan sejumlah jasa dan mendelegasikan wewenang untuk

mengambil keputusan kepada agen tersebut.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa definisi dari teori agensi adalah

hubungan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajer). Dan di

dalam hubungan keagenan tersebut terdapat suatu kontrak dimana pihak principal

memberi wewenang kepada agent untuk mengelola usahanya dan membuat

keputusan yang terbaik bagi principal.

Menurut Eisenhard (1980), teori keagenan dilandasi oleh tiga buah asumsi, yaitu:

1. Asumsi tentang sifat manusia

Asumsi tentang manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk

mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas

(bounded rationality) dan tidak menyukai resiko (risk aversion)

2. Asumsi tentang keorganisasian

Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisien

sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information antara

principal dan agent

3. Asumsi tentang informasi

Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang

komoditi yang diperjual belikan.

Hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan, yaitu:

a. Terjadinya informasi asimetris (information asymmetry) , dimana manajemen

secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang

sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik,

b. Terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan,

dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.

Page 3: Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

2

Asimetri Informasi (Asymmetry Information)

Asimetri informasi (assymmetry information) yaitu dimana manajer sebagai

pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek

perusahaaa di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham).

Menurut Scott terdapat dua macam asimetri informasi, yaitu

1. Adverse Selection

Adverse selection terjadi karena manajer atau beberapa orang yang ada di

dalam perusahaan mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek

perusahaan dibandingkan investor dari pihak luar. Manajemen memilih-milih

informasi yang akan dibagikan pada investor. Dapat dengan memilih-milih

informasi yang di share, atau menahan informasi penting perusahaan dan atau

mempercepat informasi disampaikan pada investor tertentu yang mempunyai

hubungan istimewa.

2. Moral Hazard

Moral Hazard terjadi karena kegiatan yang dilakukan oleh seorang

manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi

pinjaman, sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan

pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma

mungkin tidak layak untuk dilakukan.

Agency Cost (Biaya Agensi)

Dengan adanya masalah agensi yag disebabkan karena konflik kepentingan

dan asimetri informasi ini, maka perusahaan harus menanggung biaya keagenan

(agency cost). Jensen dan Meckling (1976) membagi biaya keagenan menjadi tiga,

yaitu:

1. Monitoring Cost

Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk

memonitor perilaku agent.

Page 4: Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

3

2. Bonding Cost

Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agent untuk menetapkan dan

mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak untuk

kepentingan principal.

3. Residual Loss

Residual loss adalah nilai kerugian yang dialami principal akibat keputusan yang

diambil oleh agent yang menyimpang dari keputusan yang dibuat oleh principal.

Agency theory dan management control systems (mcs)

Agency theory memfokuskan perhatian pada agency problem yang terjadi

ketika terdapat hubungan keagenan antara principal dengan agent. Dalam hal ini

principal mendelegasikan wewenangnya kepada agent untuk mengambil keputusan

(Anthony dan Govindarajan 2003). Agency problem ini terjadi karena agent memiliki

tujuan yang berbeda dengan principal (Jensen dan Meckling, 1976). Premis dari

agency theory adalah bahwa agent berprilaku self-interested, risk averse, rational

actors yang selalu berusaha less effort (moral hazard) dan adverse selection. Agency

theory ini berusaha untuk menyelesaikan dua problem yang berkaitan dengan agency

problem, yaitu (1) masalah pengawasan (monitoring) yang timbul karena principal

tidak dapat membuktikan apakah agent telah berprilaku secara tepat; (2) masalah

pembagian risiko (risk sharing) khususnya dalam kasus pengendalian outcome yang

timbul ketika principal dan agent bersikap berbeda mengenai risiko (Eisenhardt

1989).

Terdapat dua tipe hubungan antara agent dan principal, yaitu

(1) pertama, hubungan antara pemilik perusahaan atau shareholder (the principal)

dengan top management (the agent) (Jensen dan Meckling 1976),

(2) kedua, hubungan antara top management yang bertindak sebagai principal

dengan manager unit sebagai agents (Govindarajan dan Fisher 1990).

Beberapa studi yang memperluas konsep hubungan principal-agent pada tipe

kedua adalah hubungan antara superior-subordinate, employer-employee, manager-

worker (Eisenhardt 1988; Gomez-Mejia dan Balkin 1992).

Page 5: Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

4

Management control systems (MCS) memiliki tugas penting me-manage

hubungan tersebut secara optimal dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi.

Perspektif agency dapat memberikan penjelasan langsung mengenai aspek-aspek

MCS suatu organisasi (Ekanayake 2004). Aspek tersebut antara lain sistem informasi

dan proses informasi, internal control dan audits, pengukuran kinerja dan evaluasi,

kompensasi dan insentif. Terdapat implikasi agency theory pada management control,

yaitu, pertama, prilaku self-interest agen dapat di monitor melalu sistem informasi.

Kedua, kompensasi dan insentif dapat menjadi alat untuk menyelaraskan motivasi

agen dengan tujuan organisasi. Ketiga, kondisi ketidakpastian dan pertimbangan

risiko yang dijelaskan agency theory memerlukan perhatian mengenai sistem

pengendalian.

Samson Ekanayake (2004), mengemukakan bahwa esensi dari perspektif

agency adalah sebagai alat untuk memonitor agen dan mengevaluasi kinerja dan

penghargaan. Terdapat empat pertanyaan mendasar yang dihadapi oleh desainer MCS

dan untuk mengidentifikasi bagaimana agency theory memberikan kontribusi yang

tinggi dalam memahami dan memberikan jalan keluar dari beberapa pertanyaan

tersebut. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

Behaviour control or output control?

Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam mengendalikan agen. Ketika

principal lebih menekankan pada control output, baik principal maupun agent dapat

mengamati outcomes yang dihasilkan namun effort yang digunakan oleh agen hanya

dapat diketahui oleh agen saja sedangkan principal tidak dapat mengetahuinya.

Sedangkan ketika mengendalikan prilaku dalam memonitor effort agen, hal ini tidak

memuaskan bagi agen dan dapat menimbulkan masalah moral hazard dan adverse

selection. Masalah moral hazard dapat dihubungkan dengan monitoring (sistem

informasi), outcome control (kontrak berdasar outcome), insentif (compensation

schemes). Dalam hal masalah adverse selection, principal dapat memilih agen dengan

level of skill yang tepat selain level of effort yang tepat juga.

Page 6: Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

5

In designing compensation and incentives schemes

Dalam memonitor kinerja, ketika tugas sangat terprogram, agency theory

menduga bahwa hal itu akan berhubungan positif dengan penggunaan kompensasi

berdasarkan prilaku (fixed salary) dan berhubungan negatif dengan penggunaan

kontrak berbasis outcome (variable pay). Namun ketika tugas sangat tidak

terprogram, tidak ada cara lain selain mengawasi perilaku agen melalui penilaian

outcomes. Sejalan dengan agency theory, perspektif ekonomi pada pengendalian

organisasi umumnya mendukung penggunaan performance-contingency pay. Agency

theory menentukan penggunaan insentif kinerja ketika principal tidak dapat

mengamati tindakan agent.

Management information systems

Pertanyaan penting mengenai management information systems adalah:

bagaimana sistem yang komprehensif seharusnya memberikan informasi bisa menjadi

sangat mahal? Bagaimana seharusnya informasi yang dihasilkan oleh sistem

informasi dan prosedur akuntansi (budgeting systems, monitoring systems, variance

investigation systems, cost allocation systems, responsibility accounting systems dan

transfer pricing systems) dapat dimasukkan ke dalam kontrak kerja untuk membatasi

agency problem (Baiman 1990)? Haruskan pilihan sistem monitoring (seperti metode

pelaporan) dapat didelegasikan kepada agent (Baiman 1990)?

Agency theory (transaction cost economic’s) mengimplikasikan bahwa

ketidakmampuan untuk memiliki kontrak yang lengkap dapat meningkatkan prosedur

pengelolaan (management control systems) sebagai suatu mekanisme untuk

membatasi prilaku opportunistik agent. Dengan demikian, aturan sistem informasi

manajemen menjadi bagian dari prosedur pengelolaan yaitu untuk memonitor prilaku

self-interested agent.

Performance evaluation

Jika agen berprilaku risk averse, evaluasi kinerja berdasar tanggung jawab

akuntansi dan kompensasi mungkin tidak menjadi optimal sebagaimana

Page 7: Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

6

meninggalkan risiko (mengutamakan pencapaian outcome) bagi agen. Meskipun

tanggungjawab akuntansi secara luas di terima dalam literatur akuntansi, agency

theory berpendapat bahwa agen seharusnya hanya bertanggungjawab untuk berusaha

menggunakan skill yang ada. Satu pesan penting dari agency theory mengenai MCS

adalah bahwa evaluasi saja tidak cukup untuk memperoleh perilaku yang diinginkan

dari agen, tetapi evaluasi yang dilakukan bersamaan dengan reward dapat lebih

berarti.

Page 8: Teori Agensi Dalam Akuntansi Manajemen

7

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert and Vijay Govindarajan. 2003. Management Control System. 11th

Edition: Irwin McGraw Hill.

Baiman, S. 1990. Agency Research in Managerial Accounting: A second look.

Accounting Organizations and Society. Vol. 15. No. 4 Pp: 314-371

Eisenhardt. 1989. Agency theory: An Assessment and Review. Academy of

Management Review. Vol. 14 No. 1. Pp: 57-74.

Ekanayake, Samson. 2004. Agency Theory, National Culture and Management

Control Systems. Journal of American Academy of Business. Vol. 4. Pp: 49-

54.

Gomez-Mejia, L. and Balkin, D. 1992. The Determinants of Faculty Pay: An Agency

Theory Perspective. Academy of Management Journal. Vol. 35. Pp: 921-955.

Govindarajan, V and Fisher J. 1990. Strategy, Control Systems and Resource.

Sharing: Effects on Bussiness Unit Performance. Academy of Management

Journal. Vol. 33 Issue 3. Pp 259-285.

Hofstede, Geert. 1980. Culture’s Consequences: International Differences in Work

Related Value . Newbury Park, CA: Sage.

Jensen dan Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs,

and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol: 3. Pp: 305-

360.

O’Connor N.G. 1997. Patterns of Cultural and Budgetary Controls in International

Joint Ventures in South Korea, Asian Review of Accounting. Pp. 1-20.

Salter, Stephen B. dan David J. Sharp. 1997. Agency Effects and Escalation of

Taylor, Lance. 1995. Environmental and Gender Feedbacks in Macroeconomics.

World Development. Vol. 23. Issue 11. Pp: 1953-1961.