Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

11
PENENTUAN KERENTANAN SUATU BAKTERI TERHADAP BERBAGAI SEDIAAN ANTIBIOTIKA I. TEORI Antibiotik adalah salah satu dari zat-zat kemoterapi yang dibuat oleh organisme hidup aktif terhadap organisme hidup lainnya. Sebagian besar dibuat oleh Actinomycetes tanah (Ganiswara. 1995) Ada 3 macam tipe resistensi, yaitu non genetik, genetik dan silang. Resistensi non genetik terdapat pada mikroba dalam keadaan inaktif atau istirahat, resistensi genetik merupakan mutasi spontan karena terjadinya tanpa dipengaruhi ada atau tidaknya antimikroba tersebut. Sebab-sebab terjadinya resistensi dapat dibagi menjadi : a. Non Genetik Penggunaan antimikroba yang tidak sesuai aturan menyebabkan tidak seluruh mikroba dapat terbunuh. Beberapa mikroba yang masih bertahan hidup kemungkinan akan mengalami resistensi saat digunakan antimikroba yang sama. Proses ini dinamakan dengan seleksi (Jawetz et al., 1995). b. Genetik Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika umumnya terjadi karena perubahan genetik. Perubahan

description

tugas

Transcript of Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

Page 1: Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

PENENTUAN KERENTANAN SUATU BAKTERI

TERHADAP BERBAGAI SEDIAAN ANTIBIOTIKA

I. TEORI

Antibiotik adalah salah satu dari zat-zat kemoterapi yang dibuat oleh

organisme hidup aktif terhadap organisme hidup lainnya. Sebagian besar dibuat

oleh Actinomycetes tanah (Ganiswara. 1995)

Ada 3 macam tipe resistensi, yaitu non genetik, genetik dan silang.

Resistensi non genetik terdapat pada mikroba dalam keadaan inaktif atau istirahat,

resistensi genetik merupakan mutasi spontan karena terjadinya tanpa dipengaruhi

ada atau tidaknya antimikroba tersebut. Sebab-sebab terjadinya resistensi dapat

dibagi menjadi :

a. Non Genetik

Penggunaan antimikroba yang tidak sesuai aturan menyebabkan tidak

seluruh mikroba dapat terbunuh. Beberapa mikroba yang masih bertahan hidup

kemungkinan akan mengalami resistensi saat digunakan antimikroba yang sama.

Proses ini dinamakan dengan seleksi (Jawetz et al., 1995).

b. Genetik

Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika umumnya terjadi karena

perubahan genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara kromosomal maupun

ekstra kromosomal, dan perubahan genetik tersebut dapat ditransfer atau

dipindahkan dari satu spesies 14kuman kepada spesies kuman lain melalui berbagai

mekanisme (Wasitaningrum, 2009).

1. Resistensi kromosomal

Resistensi kuman terhadap antibiotik yang mempunyai sebab genetik

kromosomal terjadi misalnya karena terjadinya mutasi spontan pada lokus DNA

yang mengontrol susceptibilityterhadap obat tertentu (Wasitaningrum, 2009).

2. Resistensi ekstrakromosomal

Bakteri mengandung unsur-unsur genetik ekstrakromosomal yang

dinamakan plasmid (Sudarmono, 1993). Faktor R adalah kelompok plasmid yang

Page 2: Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

membawa gen resistensi terhadap satu atau beberapa obat antimikrobia dan logam

berat. Gen plasmid untuk resistensi antimikrobia mengontrol pembentukan enzim

yang mampu merusak antimikrobia (Jawetz et al., 1995).

3. Resistensi silang

Suatu populasi kuman yang resisten terhadap suatu obat tertentu dapat pula

resisten terhadap obat yang lain yang dapat mempunyai mekanisme kerja obat yang

mirip satu sama lain. Halini misalnya terjadi pada obat-obatan yang komposisi

kimianya hampir sama misalnya antara polimiksin B dengan kolistin, eritromisin

dengan oleandromisin, meskipun demikian adakalanya terjadi pula resistens silang

pada dua obat yang berlainan struktur 15kimianya sama sekali, misalnya eritromisin

dengan linkomisin (Wasitaningrum, 2009).

Antibiotik-antibiotik yang digunakan

a) Ciprofloxacin ( CIP)

Ciprofloxacin adalah fluorinated 4-quinolone atau fluoroquinolone

antibakteri dengan spektrum yang lebih luas dari asam nalidixic

dan lebih menguntungkan dalam aspek farmakokinetik

penggunaannya dalam infeksi sistemik. Ciprofloxacin diberikan

secara oral sebagai hidroklorida atau basa, oleh infus intravena sebagai

laktat, dan di tetes mata, salep mata, atau tetes telinga sebagai

hydrochloride. Dosis dan kekuatan yang dinyatakan dalam basis. (Ferdi,

2011).

b) Imipenem (IPM) Imipenem adalah karbapenem yang merupakan antibiotic berspektrum

luas dari seluruh antibiotic beta laktam yang ada. Dalam pemberiannya,

sediaan ini dikombinasikan dengan kilastatin, yang menghambat

Page 3: Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

metabolism imipenem di tubulus ginjal dan mencegah pembentukan

senyawa nefrotoksik. Imipenem dapat digunakan sebagai pengobatan

tunggal infeksi bermacam-macam bakteri, sementara itu antibiotic

lainnya akan memerlukan kombinasi beberapa macam antibiotic

(Schwart, 2000).

c) Aztreonam

Aztreonam merupakan derivat monobaktam pertama yang terbukti bermanfaat

secara klinis. Monobaktam pd awalnya diisolasi dr kuman Gluconocabacter,

Acetobacter, Chromobacterium, tetapi aktivitas antibakterinya sangat lemah.

(Gatot, 2012).

d) Metisilin (MET)

e) Fox

Staphylococcus aureus .

Page 4: Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur

seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak

bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi

membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada

perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar,

halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.

aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan

dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995)

II. ALAT DAN BAHAN

Alat:

1. Spreader,

2. Cawan petri,

3. Mikropipet,

4. Pembakar spirtus, dan

5. Jangka sorong.

Bahan:

1. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus,

2. Nutrient Agar (NA), dan

3. Cakram kertas antibiotika: IPM μg, CIP 5 μg, ATM 30 μg, FOX 30 μg, dan

MET 5 μg

III. PROSEDUR

Tuangkan 20 mL NA cair bersuhu 40-50oC ke dalam cawan petri, lalu

diamkan sampai membeku. Setelah membeku dan dingin, secara aseptis masukan

suspensi bakteri sebanyak 30 μL menggunakan mikropipet. Kemudian dengan

Page 5: Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

menggunakan spreader, sapukan atau sebarkan secara merata suspensi bakteri

tersebut ke seluruh permukaan agar dalam cawan petri sampai merata. Lalu

biarkan selama lebih kurang 30 menit. Kemudian letakkan cakram-cakram

antibiotika pada permukaan agar dengan jarak sedemikian rupa, sehingga

diharapkan tidak terjadi penumpukan zona inhibisi. Kemudian inkubasikan semua

cawan petri pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Ukur zona inhibisi yang terjadi

dengan menggunakan jangka sorong.

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Keterangan :

A : Cloramphenicol

B : Amicacin

C : Sulfonamide

D : Lyncomicin

CAWAN PETRI ZONA INHIBISI (mm)A B C D

1 2,238 1,854 0,782 1,492

Page 6: Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

V. PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kerentanan suatu bakteri

terhadap berbagai sediaan antibiotika, melalui tes resistensi dengan metode

cakram kertas (Paper Disk Plate).

Prosedur percobaan dengan Paper Disk Plate adalah pertama-tama

disiapkan 20 mL NA kemudian dituangkan ke dalam cawan petri. Lalu ditunggu

hingga NA mengering dan suhunya kira-kira suam-suam kuku karena jika suhu

terlalu panas Bacillus subtilis akan mati. Setelah NA memadat, suspensi Bacillus

subtilis sebanyak 30 μL diteteskan di atas permukaan NA kemudian diratakan

dengan spreader hingga terasa kesat. Rasa kesat menandakan bahwa Bacillus

Page 7: Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

subtilis telah merata pada seluruhpermukaan NA, tunggu selama 30 menit agar

bakteri mengering sempurna. Setelah 30 menit, tempelkan 4 antibiotik uji pada

masing-masing zona (1 cawan petri dibagi 4 zona, 1 zona untuk 1 antibiotik uji).

Setelah itu, inkubasikan cawan petri dalam inkubator selama 18-24 jam. Hal ini

bertujuan agar zona yang dibentuk oleh Bacillus subtilis dapat teramati dengan

jelas.

Dari 4 antibiotik yang diujikan terhadap Bacillus subtilis, keempat dari

antibiotic tersebut memberikan hasil positif, berupa adanya zona hambat bakteri

(zona bening) disekitar cakram kertas. Namun dari keempatnya terdapat

perbedaan besarnya diameter pembentukan zona hambat bakteri. Pada

cloramphenicol memberikan zona hambat sebesar 2,238 mm, Amicacin 1,854

mm, Sulfonamide 0,782 mm dan Lyncomicin 1,492 mm.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa Bassilus subtillis sangat sensitive

terhadap antibiotik cloramphenicol dan mulai terlihat resisten terhadap antibiotic

Sulfonamide .

Pada zona antibiotic sulfonamide dan lyncomicin terlihat bahwa diameter

zona bening/hambat yang terbentuk berukuran kecil dan tidak benar-benar bulat.

Hal tersebut menunjukkan bahwa daya hambat antibiotic sulfonamide dan

Lyncomicin terhadap Bacillus subtilis tidak terlalu besar.

Pada zona antibiotic cloramphenicol terbentuk zona bening dengan

ukuran paling besar dari zona hambat antibitik uji lainnya. Hal ini berarti daya

hambat antibiotic tersebut terhadap Bacillus subtilis besar.

VI. KESIMPULAN

Dari 4 antibiotik yang diuji, dapat disimpulkan bahwa Bacillus subtilis

dapat terinhibisi secara berurutan pertumbuhannya oleh Cloramphenicol,

Amicacin, Lyncomicin, dan Sulfonamide.

Page 8: Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri

DAFTAR PUSTAKA

Ferdi, 2011. Ciprofloxaxin. Available at http://ferdideel.com/2011/02/ciprofloxacin.html

Schwart, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

Falagas ME, Grammatikos AP, Michalopoulos A . 2008. Potensi antibiotik generasi tua

untuk mengatasi kebutuhan saat ini untuk antibiotik baru. .http://www.

wikipedia.com (diakses: 5 April 2010)

Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi. FK-Universitas

Indonesia: Jakarta

Wasitaningrum, I. D. A. 2009. UJI RESISTENSI BAKTERI Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli DARI ISOLAT SUSU SAPI SEGAR TERHADAP BEBERAPA

ANTIBIOTIK. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Surakarta.

Gatot, 2012. Beta laktam. Available at http://www.pptuu.com/show_341224_9.html

Jawetz, E., et al. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20. Kedokteran EGC. Jakarta

Mutschler,E.1991. Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan Anna

Setiadi Ranti. ITB: Bandung.

Syarief, Amir. Dr. SM. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 1. FK UI: Jakarta