Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri
-
Upload
gitaharyono -
Category
Documents
-
view
157 -
download
13
description
Transcript of Teodas Penentuan Kerentanan Suatu Bakteri
PENENTUAN KERENTANAN SUATU BAKTERI
TERHADAP BERBAGAI SEDIAAN ANTIBIOTIKA
I. TEORI
Antibiotik adalah salah satu dari zat-zat kemoterapi yang dibuat oleh
organisme hidup aktif terhadap organisme hidup lainnya. Sebagian besar dibuat
oleh Actinomycetes tanah (Ganiswara. 1995)
Ada 3 macam tipe resistensi, yaitu non genetik, genetik dan silang.
Resistensi non genetik terdapat pada mikroba dalam keadaan inaktif atau istirahat,
resistensi genetik merupakan mutasi spontan karena terjadinya tanpa dipengaruhi
ada atau tidaknya antimikroba tersebut. Sebab-sebab terjadinya resistensi dapat
dibagi menjadi :
a. Non Genetik
Penggunaan antimikroba yang tidak sesuai aturan menyebabkan tidak
seluruh mikroba dapat terbunuh. Beberapa mikroba yang masih bertahan hidup
kemungkinan akan mengalami resistensi saat digunakan antimikroba yang sama.
Proses ini dinamakan dengan seleksi (Jawetz et al., 1995).
b. Genetik
Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika umumnya terjadi karena
perubahan genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara kromosomal maupun
ekstra kromosomal, dan perubahan genetik tersebut dapat ditransfer atau
dipindahkan dari satu spesies 14kuman kepada spesies kuman lain melalui berbagai
mekanisme (Wasitaningrum, 2009).
1. Resistensi kromosomal
Resistensi kuman terhadap antibiotik yang mempunyai sebab genetik
kromosomal terjadi misalnya karena terjadinya mutasi spontan pada lokus DNA
yang mengontrol susceptibilityterhadap obat tertentu (Wasitaningrum, 2009).
2. Resistensi ekstrakromosomal
Bakteri mengandung unsur-unsur genetik ekstrakromosomal yang
dinamakan plasmid (Sudarmono, 1993). Faktor R adalah kelompok plasmid yang
membawa gen resistensi terhadap satu atau beberapa obat antimikrobia dan logam
berat. Gen plasmid untuk resistensi antimikrobia mengontrol pembentukan enzim
yang mampu merusak antimikrobia (Jawetz et al., 1995).
3. Resistensi silang
Suatu populasi kuman yang resisten terhadap suatu obat tertentu dapat pula
resisten terhadap obat yang lain yang dapat mempunyai mekanisme kerja obat yang
mirip satu sama lain. Halini misalnya terjadi pada obat-obatan yang komposisi
kimianya hampir sama misalnya antara polimiksin B dengan kolistin, eritromisin
dengan oleandromisin, meskipun demikian adakalanya terjadi pula resistens silang
pada dua obat yang berlainan struktur 15kimianya sama sekali, misalnya eritromisin
dengan linkomisin (Wasitaningrum, 2009).
Antibiotik-antibiotik yang digunakan
a) Ciprofloxacin ( CIP)
Ciprofloxacin adalah fluorinated 4-quinolone atau fluoroquinolone
antibakteri dengan spektrum yang lebih luas dari asam nalidixic
dan lebih menguntungkan dalam aspek farmakokinetik
penggunaannya dalam infeksi sistemik. Ciprofloxacin diberikan
secara oral sebagai hidroklorida atau basa, oleh infus intravena sebagai
laktat, dan di tetes mata, salep mata, atau tetes telinga sebagai
hydrochloride. Dosis dan kekuatan yang dinyatakan dalam basis. (Ferdi,
2011).
b) Imipenem (IPM) Imipenem adalah karbapenem yang merupakan antibiotic berspektrum
luas dari seluruh antibiotic beta laktam yang ada. Dalam pemberiannya,
sediaan ini dikombinasikan dengan kilastatin, yang menghambat
metabolism imipenem di tubulus ginjal dan mencegah pembentukan
senyawa nefrotoksik. Imipenem dapat digunakan sebagai pengobatan
tunggal infeksi bermacam-macam bakteri, sementara itu antibiotic
lainnya akan memerlukan kombinasi beberapa macam antibiotic
(Schwart, 2000).
c) Aztreonam
Aztreonam merupakan derivat monobaktam pertama yang terbukti bermanfaat
secara klinis. Monobaktam pd awalnya diisolasi dr kuman Gluconocabacter,
Acetobacter, Chromobacterium, tetapi aktivitas antibakterinya sangat lemah.
(Gatot, 2012).
d) Metisilin (MET)
e) Fox
Staphylococcus aureus .
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada
perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar,
halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S.
aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan
dalam virulensi bakteri (Jawetz et al., 1995)
II. ALAT DAN BAHAN
Alat:
1. Spreader,
2. Cawan petri,
3. Mikropipet,
4. Pembakar spirtus, dan
5. Jangka sorong.
Bahan:
1. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus,
2. Nutrient Agar (NA), dan
3. Cakram kertas antibiotika: IPM μg, CIP 5 μg, ATM 30 μg, FOX 30 μg, dan
MET 5 μg
III. PROSEDUR
Tuangkan 20 mL NA cair bersuhu 40-50oC ke dalam cawan petri, lalu
diamkan sampai membeku. Setelah membeku dan dingin, secara aseptis masukan
suspensi bakteri sebanyak 30 μL menggunakan mikropipet. Kemudian dengan
menggunakan spreader, sapukan atau sebarkan secara merata suspensi bakteri
tersebut ke seluruh permukaan agar dalam cawan petri sampai merata. Lalu
biarkan selama lebih kurang 30 menit. Kemudian letakkan cakram-cakram
antibiotika pada permukaan agar dengan jarak sedemikian rupa, sehingga
diharapkan tidak terjadi penumpukan zona inhibisi. Kemudian inkubasikan semua
cawan petri pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Ukur zona inhibisi yang terjadi
dengan menggunakan jangka sorong.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Keterangan :
A : Cloramphenicol
B : Amicacin
C : Sulfonamide
D : Lyncomicin
CAWAN PETRI ZONA INHIBISI (mm)A B C D
1 2,238 1,854 0,782 1,492
V. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kerentanan suatu bakteri
terhadap berbagai sediaan antibiotika, melalui tes resistensi dengan metode
cakram kertas (Paper Disk Plate).
Prosedur percobaan dengan Paper Disk Plate adalah pertama-tama
disiapkan 20 mL NA kemudian dituangkan ke dalam cawan petri. Lalu ditunggu
hingga NA mengering dan suhunya kira-kira suam-suam kuku karena jika suhu
terlalu panas Bacillus subtilis akan mati. Setelah NA memadat, suspensi Bacillus
subtilis sebanyak 30 μL diteteskan di atas permukaan NA kemudian diratakan
dengan spreader hingga terasa kesat. Rasa kesat menandakan bahwa Bacillus
subtilis telah merata pada seluruhpermukaan NA, tunggu selama 30 menit agar
bakteri mengering sempurna. Setelah 30 menit, tempelkan 4 antibiotik uji pada
masing-masing zona (1 cawan petri dibagi 4 zona, 1 zona untuk 1 antibiotik uji).
Setelah itu, inkubasikan cawan petri dalam inkubator selama 18-24 jam. Hal ini
bertujuan agar zona yang dibentuk oleh Bacillus subtilis dapat teramati dengan
jelas.
Dari 4 antibiotik yang diujikan terhadap Bacillus subtilis, keempat dari
antibiotic tersebut memberikan hasil positif, berupa adanya zona hambat bakteri
(zona bening) disekitar cakram kertas. Namun dari keempatnya terdapat
perbedaan besarnya diameter pembentukan zona hambat bakteri. Pada
cloramphenicol memberikan zona hambat sebesar 2,238 mm, Amicacin 1,854
mm, Sulfonamide 0,782 mm dan Lyncomicin 1,492 mm.
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa Bassilus subtillis sangat sensitive
terhadap antibiotik cloramphenicol dan mulai terlihat resisten terhadap antibiotic
Sulfonamide .
Pada zona antibiotic sulfonamide dan lyncomicin terlihat bahwa diameter
zona bening/hambat yang terbentuk berukuran kecil dan tidak benar-benar bulat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa daya hambat antibiotic sulfonamide dan
Lyncomicin terhadap Bacillus subtilis tidak terlalu besar.
Pada zona antibiotic cloramphenicol terbentuk zona bening dengan
ukuran paling besar dari zona hambat antibitik uji lainnya. Hal ini berarti daya
hambat antibiotic tersebut terhadap Bacillus subtilis besar.
VI. KESIMPULAN
Dari 4 antibiotik yang diuji, dapat disimpulkan bahwa Bacillus subtilis
dapat terinhibisi secara berurutan pertumbuhannya oleh Cloramphenicol,
Amicacin, Lyncomicin, dan Sulfonamide.
DAFTAR PUSTAKA
Ferdi, 2011. Ciprofloxaxin. Available at http://ferdideel.com/2011/02/ciprofloxacin.html
Schwart, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
Falagas ME, Grammatikos AP, Michalopoulos A . 2008. Potensi antibiotik generasi tua
untuk mengatasi kebutuhan saat ini untuk antibiotik baru. .http://www.
wikipedia.com (diakses: 5 April 2010)
Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi. FK-Universitas
Indonesia: Jakarta
Wasitaningrum, I. D. A. 2009. UJI RESISTENSI BAKTERI Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli DARI ISOLAT SUSU SAPI SEGAR TERHADAP BEBERAPA
ANTIBIOTIK. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Gatot, 2012. Beta laktam. Available at http://www.pptuu.com/show_341224_9.html
Jawetz, E., et al. 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-20. Kedokteran EGC. Jakarta
Mutschler,E.1991. Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan Anna
Setiadi Ranti. ITB: Bandung.
Syarief, Amir. Dr. SM. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 1. FK UI: Jakarta