Temuan Dacrioscintigrafi Pada Anak Dengan Mata Berair (2)

12
TEMUAN DACRYOSCINTIGRAFI PADA ANAK DENGAN MATA BERAIR Abstrak Tujuan: Untuk meneliti keefektifan diagnostik dari dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair; untuk menilai angka pembersihan air mata sebagai faktor diagnostik dari dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair, dan untuk menganalisis hasil terapi berdasarkan temuan dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair. Metode: antara Januari 2010 sampai April 2014, 176 mata dari 88 anak dengan mata berair (49 anak laki-laki dan 39 anak perempuan; rata-rata umur 23.81 ±14.67 bulan, kisaran umur 12- 72 bulan) diteliti secara retrospektif. Dari pasien tersebut, 37 dari 88 anak dengan mata berair merupakan kasus bilateral, dan 51 merupakan kasus unilateral. Tidak ada pasien yang memiliki riwayat gangguan craniofacial atau trauma. Keluhan utama dari mata berair dengan atau tanpa kotoran mata, riwayat persalinan, riwayat terdahulu dari neonatal conjunctivitis, penyemprotan, probing, dikumpulkan dari orang tua, kakek-nenek, atau data rumah sakit sebelumnya. Pola drainase dari saluran nasolakrimal dianalisis, dan angka pembersihan dari 50 μCi 90m technetium pertechnetate diukur menggunakan dacryoscintigrafi. Hasil: Berdasarkan hasil dacryoscintigrafi, 98 dari 125 mata (78,4%) dengan mata berair menunjukkan sumbatan nasolakrimal dan 29 dari 51 mata (56,9%) tanpa mata berair menunjukkan patensi. Terdapat perbedaan signifikan diantara mata berair dan mata normal (p = 0,001). Perbedaan angka pembersihan setelah 3 dan 30 menit yaitu 16,41 ± 15,37% pada mata berair dan 23,57 ±14,15% pada mata normal. Terdapat perbedaan

description

Jurnal mata terjemahan

Transcript of Temuan Dacrioscintigrafi Pada Anak Dengan Mata Berair (2)

TEMUAN DACRYOSCINTIGRAFI PADA ANAK DENGAN MATA BERAIRAbstrakTujuan: Untuk meneliti keefektifan diagnostik dari dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair; untuk menilai angka pembersihan air mata sebagai faktor diagnostik dari dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair, dan untuk menganalisis hasil terapi berdasarkan temuan dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair.Metode: antara Januari 2010 sampai April 2014, 176 mata dari 88 anak dengan mata berair (49 anak laki-laki dan 39 anak perempuan; rata-rata umur 23.81 14.67 bulan, kisaran umur 12-72 bulan) diteliti secara retrospektif. Dari pasien tersebut, 37 dari 88 anak dengan mata berair merupakan kasus bilateral, dan 51 merupakan kasus unilateral. Tidak ada pasien yang memiliki riwayat gangguan craniofacial atau trauma. Keluhan utama dari mata berair dengan atau tanpa kotoran mata, riwayat persalinan, riwayat terdahulu dari neonatal conjunctivitis, penyemprotan, probing, dikumpulkan dari orang tua, kakek-nenek, atau data rumah sakit sebelumnya. Pola drainase dari saluran nasolakrimal dianalisis, dan angka pembersihan dari 50 Ci 90m technetium pertechnetate diukur menggunakan dacryoscintigrafi.Hasil: Berdasarkan hasil dacryoscintigrafi, 98 dari 125 mata (78,4%) dengan mata berair menunjukkan sumbatan nasolakrimal dan 29 dari 51 mata (56,9%) tanpa mata berair menunjukkan patensi. Terdapat perbedaan signifikan diantara mata berair dan mata normal (p = 0,001). Perbedaan angka pembersihan setelah 3 dan 30 menit yaitu 16,41 15,37% pada mata berair dan 23,57 14,15% pada mata normal. Terdapat perbedaan signifikan diantara mata epiphoric dan mata normal (p = 0,05). Berdasarkan temuan dacryoscintigrafi, sumbatan saluran nasolakrimal diterapi dengan probing atau intubasi tabung silikon. Mayoritas pasien menunjukkan gejala perbaikan (75,2%) selama follow-up bulan ke dua.Kesimpulan: Dacryoscintigrafi merupakan metode non-invasif untuk mendiagnosis secara kualitatif dan kuantitatif sumbatan saluran nasolakrimal pada anak dengan mata berair.Kata Kunci: Dacryoscintigrafi, Saluran Nasolakrimal, Sumbatan, Mata Berair.PendahuluanMata berair merupakan gejala yang umum ditemui di bagian ilmu penyakit mata dan biasanya dikarenakan sumbatan dari sistem ekskresi lakrimal. Terdapat berbagai penyebab dari mata berair dalam populasi pediatri: hipersekresi yang berhubungan dengan sistem saraf pusat, trikiasis, epiblefaron, keratokonjungtivitis dan inflamasi okuler lain, epifora fungsional dikarenakan stenosis saluran nasolakrimal atau ostium yang sebagian terhambat oleh hipertrofik atau konka inferior yang cenderung lateral, sumbatan saluran nasolakrimal kongenital, atau atresia kongenital.Untuk kasus sumbatan nasolakrimal kongenital, resolusi spontan cepat terjadi selama bulan pertama dari kehidupan, dan 96% terselesaikan pada tahun pertama tanpa intervensi. Sebagai tambahan, probing dan penyemprotan saluran nasolakrimal pada usia 12-14 bulan efektif dibandingkan dengan resolusi spontan saat 15 bulan. Lebih baik untuk menunggu sampai sedikitnya usia 10-12 bulan sebelum probing kecuali kalau terdapat dacryocele kongenital atau dacryocystitis akut.Metode diagnostik untuk mata berair yaitu tes irigasi kanalikulus, probing, ultrasound, dan dacryoscintigrafi. Tes irigasi kanalikuli untuk anak lebih dari 12 bulan terkadang berisiko dikarenakan kemungkinan drainase ke kanalikulus atau jaringan periokuler dan dapat membuat stres pada anak bahkan saat menggunakan anestesi lokal saat di klinik. Dacryoscintigrafi mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya radiasi dosis rendah, demonstrasi fisiologi aparatus lakrimal yang lebih baik, dan peningkatan keamanan dibandingkan dengan dacryosistografi.Pasien yang mengeluh epifora tanpa produksi air mata berlebih, tetapi menunjukkan jalur lintas yang mudah untuk penyemprotan dikatakan memiliki sumbatan saluran lakrimal fungsional. Keterlambatan atau ketiadaan ekskresi air mata tanpa sumbatan anatomis dari sistem lakrimal disebabkan oleh stenosis sistem lakrimal, lokasi punctum yang tidak seperti biasanya, aliran yang terhambat menuju punctum, atau disfungsi dari pompa ekskresi lakrimal. Dacryoscintigrafi merupakan metode yang efektif untuk mendiagnosis sumbatan saluran lakrimal fungsional. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti keefektifan diagnostik dari dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair; untuk menilai angka pembersihan air mata sebagai faktor diagnostik dari dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair; dan untuk menganalisis tatalaksana berdasarkan dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair.Bahan dan MetodeAntara Januari 2010 sampai April 2014, 176 mata dari 88 anak dengan mata berair (49 anak laki-laki dan 39 anak perempuan; rata-rata umur 23.81 14.67 bulan, kisaran umur 12-72 bulan) diteliti secara retrospektif. Tidak ada pasien yang memiliki riwayat gangguan craniofacial atau trauma. Keluhan utama dari mata berair dengan atau tanpa kotoran mata, riwayat persalinan, riwayat terdahulu dari neonatal conjunctivitis, penyemprotan, probing, dikumpulkan dari orang tua, kakek-nenek, atau data rumah sakit sebelumnya. 37 dari 88 anak dengan mata berair merupakan kasus bilateral, dan 51 merupakan kasus unilateral. Pola drainase dari saluran nasolakrimal dianalisis, dan angka pembersihan dari 50 Ci 90m technetium pertechnetate diukur dengan dacryoscintigrafi menggunakan Symbia Intevo (Siemens Healthcare, Erlangen, Germany) sistem pencitraan nuklir (Gambar 1). Dacryoscintigrafi dilakukan ke semua pasien. Untuk pasien yang memerlukan sedasi, 10% chloral hidrat (0,8 mL/kg) dipakai. Pasien didukung oleh orang dewasa dalam rangka menjaga posisi tegak di depan kamera gamma. Setelah pembangkitan 2 tetes 50 Ci 90m technetium pertechnetate pada bagian lateral tiap bola mata, peneliti merekam gambar bola mata bilateral dan menentukan angka pembersihan pada kavitas nasal pada menit ke 3, 5, 7, 10, 15, 20, dan 30 setelah pembangkitan (Gambar 2).Berdasarkan temuan dacryoscintigrafi, sumbatan saluran nasolakrimal dengan mata berair diterapi menggunakan probing atau intubasi tabung silikon. Anak dengan mata berair dari penyebab lain diamati. Analisis statistik dilakukan menggunakan Statistik PASW versi 18.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Fishers exact test, the Mann-Whitney U-test, dan Kruskal-Wallis test digunakan untuk analisis. Semua nilai p dilaporkan sebagai nilai p yang sudah dikoreksi, dan p < 0,05 dianggap menunjukkan statistik yang signifikan.Gambar 1Pola patensi dari temuan dacryoscintigrafi

Gambar 2(A) Angka pembersihan yang diukur di area kavitas nasal setelah menit ke 3, 5, 7, 10, 15, 20, 30. (B) Kurva aktivitas waktuHasilDari 176 pasien anak dengan mata berair, 51-nya anak dengan mata normal dan 125 merupakan mata berair. Distribusi jenis kelamin pada kelompok mata normal diantaranya 28 anak laki-laki dan 23 anak perempuan, dan pada kelompok mata berair 70 anak laki-laki dan 55 anak perempuan. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada distribusi jenis kelamin (p = 0,48), rata-rata usia (p = 0.81), atau distribusi usia (p = 0.69) (Tabel 1).

Berdasarkan hasil dacryoscintigrafi, 98 dari 125 mata dengan mata berair (78,4%) menunjukkan sumbatan saluran nasolakrimal dan 29 dari 51 mata tanpa mata berair (56,9%) menunjukkan sumbatan. Terdapat perbedaan signifikan pada sumbatan saluran diantara mata berair dan mata normal (p = 0.001). Sebagai tambahan, 27 dari 125 mata dengan mata berair (21,6%) menunjukkan patensi, dan 22 dari 51 mata tanpa mata berair (43,1%) menunjukkan patensi, perbedaan yang signifikan (p = 0.001). Sensitifitas dari dacryoscintigrafi sebesar 78,4% dan spesifitasnya sebesar 43,1% (Tabel 2).

Angka pembersihan setelah 3 menit sebesar 14,21 13,86% pada mata berair dan 12,68 11,98% pada mata normal. Angka pembersihan setelah 30 menit sebesar 30,56 18,31% pada mata berair dan 35,02 18,31% pada mata normal. Tidak terdapat perbedaan signifikan pada angka pembersihan setelah 3 menit dan 30 menit. Perbedaan diantara angka pembersihan setelah 3 menit dan 30 menit sebesar 16,41 15,37% pada mata berair dan 23,57 14,15% pada mata normal, terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0.05) (Gambar 3).Gambar 3Angka pembersihan air mata saat menit ke 3 dan 30 setelah pembangkitan, berdasarkan dacryoscintigrafi.

Dari 125 mata berair, 27 mata menunjukkan patensi dan 98 mata menunjukkan sumbatan. 17 mata berair dengan temuan dacryoscintigrafi nyata sudah diamati, dan 13 dari 17 terdapat perbaikan air mata 2 bulan setelah dacryoscintigrafi. Pada temuan dacryoscintigrafi pada 4 mata berair dengan patensi, perbedaan diantara angka pembersihan setelah 3 dan 30 menit kurang dari 30%. Oleh karena itu, 4 mata berair dengan pola paten diterapi dengan probing, 3 orang terjadi perbaikan. 5 mata menunjukkan keterlambatan pembersihan dibandingkan dengan sisi kontralateral yang menerima intubasi tabung silikon. Dari hasil tersebut, 4 terjadi perbaikan. 3 mata dengan epiblefaron menerima operasi koreksi, semua pasien terdapat perbaikan (Tabel 3).

Sehubungan dengan sumbatan mata, 29 diamati karena tidak terdapat gejala mata berair atau terdapat hanya sedikit air mata; oleh karena itu, orangtua pasien tidak menginginkan anaknya untuk diterapi sesuai prosedur. Pada 29 sumbatan mata diterapi dengan pengamatan, 6 tidak terdapat mata berair dan kotoran mata lebih dari 2 bulan setelah dacryoscintigrafi, dan 13 diterapi dengan probing, semua pasien terjadi perbaikan.Dari 52 mata yang diterapi dengan intubasi yabung silikon, 50 terjadi perbaikan. Keseluruhan 8 mata dengan epiblefaron menerima operasi korektif, dan semuanya terjadi perbaikan. Angka keberhasilan total dari mata paten sebesar 77,8%, dibandingkan dengan angka keberhasilan total dari sumbatan mata sebesar 74,5%. Alur yang digunakan untuk mengelola anak dengan mata berair terdapat di gambar 4.Gambar 4Alur manajemen anak dengan mata berair pada anak usia lebih dari satu tahun.

DiskusiDacryoscntigrafi merupakan pemeriksaan radiologi tradisional untuk epifora. Bagaimanapun juga, seperti tes irigasi kanalikuli, ini merupakan prosedur yang invasif dan membutuhkan radiasi dosis tinggi untuk diaplikasikan ke anak. Dacryoscintigrafi memiliki metode fisiologi yang lebih untuk mengilustrasikan apparatus lakrimal dan lebih aman daripada dacryosistografi. 52 mata pada 43 anak dengan pola sumbatan dan 5 mata pada 4 anak dengan pola keterlambatan pembersihan menjalani intubasi tabung silikon, dan 54 mata mengalami perbaikan gejala (94,7%)Pada mata berair dengan sumbatan saluran nasolakrimal dinilai dengan dacryoscintigrafi, kebanyakan sumbatan terjadi pada tingkat saluran nasolakrimal proximal atau distal. Pada mata berair dengan patensi saluran nasolakrimal dinilai menggunakan dacryoscintigrafi, mayoritas kasus dipercayai sebagai konjungtivitis. Secara empirik, pasien dengan mata berair dan salauran nasolakrimal paten pada dacryoscintigrafi terdapat injeksi conjungtival dan folikel atau papila pada konjungtiva tampak pada pemeriksaan slit-lamp atau pemeriksaan general. Gejala mata berair biasanya terjadi perbaikan dengan tatalaksana menggunakan tetes mata antibiotik atau anti-inflamasi. Hal ini memberi kesan bahwa penyebab utama mata berair dengan saluran nasolakrimal paten adalah konjungtivitis. Penyebab lain yang mungkin yaitu sumbatan nasolakrimal fungsional atau epiblefaron, yang diterapi dengan probing, intubasi tabung silikonm atau koreksi epiblefaron.Pada sumbatan saluran nasolakrimal kongenital, angka keberhasilan dari probing sebesar 75% pada anak usia 6-15 bulan dan 50% pada anak usia 7 dan 30 bulan. Angka keberhasilan dari intubasi tabung silikon sebesar 89% pada anak diantara 12-48 bulan dan 83,33% pada anak diantara usia 6-30 bulan. Pada penelitian ini, angka keberhasilan probing sebesar 75%, intubasi tabung silikon sebesar 80%, dan koreksi epiblefaron sebesar 100% pada mata berair dengan patensi saluran nasolakrimal oleh dacryoscintigrafi. Angka keberhasilan dari probing dan intubasi tabung silikon pada penelitian ini lebih besar daripada atau sama dengan angka keberhasilan dari penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya, probing atau intubasi tabung silikon dilakukan berdasarkan gejalan mata berair. Oleh karena itu, mata berair dengan saluran nasolakrimal paten dapat juga dianggap sebagai kasus yang berhasil diterapi menggunakan probing dan intubasi tabung silikon. Kisaran usia pasien tersebut yaitu 12-72 bulan pada penelitian ini, dan hasil dari probing atau intubasi tabung silikon pada penelitian ini lebih baik daripada laporan publikasi sebelumnya dengan pasien yang lebih muda (kisaran usia, 6-48 bulan). Pada mata normal degan sumbatan saluran nasolakrimal dengan dacryoscintigrafi, penyebabnya merupakan hasil positif palsu dari dacryoscintigrafi atau maya kering dengan sumbatan saluran nasolakrimal.Dacroscintigrafi merupakan modalitas non invasif yang tersedia untuk anak. Berdasarkan penelitian Heyman et al, dosis radiasi yang terserap ke lensa mata pada dacryoscntigrafi (diestimasikan to be 4-14m rads/100 Ci dari technetium pertechnetate) dianggap kurang dari Xray kepala (360m rads) atau dacryosistografi (3,000m rads). Prosedur tersebut merupakan metode diagnostik kualitatif dengan sensitifitas 78,4% dan spesifitas 43,1%. Sebagai tambahan, hal tersebut merupakan metode diagnostik kuantitatif dengan mengukur angka perbedaan pembersihan technetium-pertechnetate setelah 3 dan 30 menit. Angka pembersihan setelah 3 menit lebih rendah pada mata normal daripada mata berair, tetapi angka pembersihan setelah 30 menit pada mata normal sama dengan angka pembersihan pada mata berair. Perbedaan angka pembersihan diantara 3 dan 30 menit kurang pada mata berair daripada mata normal. Peneliti menemukan pembersihan air mata pada kavitas nasal membutuhkan setidaknya 3 menit. Ini merupakan laporan pertama mengenai angka pembersihan dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair.Penelitian ini mempunyai batasan karena merupakan penelitian retrospektif. Hasil dari penelitian ini menempatkan pondasi untuk penelitian lebih lanjut, yang mana harus dilakukan untuk memastikan kegunaan dari dacryoscintigrafi pada anak dengan mata berair. Sebagai tambahan, penelitian ini terbatas pada pengukuran pembersihan hanya di kavitas nasal, 50 Ci 99m technetium pertechnetate didrainase dari fisura interpalpebral ke kavitas nasal. Mengukur kedua fisura interpalpebral dan kavitas nasal dapat berguna dalan mendiagnosis sumbatan nasolakrimal fungsional.Kesimpulannya, dacryoscintigrafi merupajan metode non invasif untuk mendiagnosis sumbatan saluran nasolakrimal secara kualitatif dan kuantitatif pada anak dengan mata berair.