Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk...

72
ISBN : 978-602-0951-13-3 Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk Kesejahteraan Masyarakat Subtema Ekonomi dan Manajemen Surabaya, 27 Nopember 2016

Transcript of Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk...

  • ISBN : 978-602-0951-13-3

    Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian

    Untuk Kesejahteraan Masyarakat

    Subtema Ekonomi dan Manajemen

    Surabaya, 27 Nopember 2016

  • PROSIDING

    SEMINAR NASIONAL

    Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Surabaya

    SEMNAS PPM 2016

    Buku 4

    Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian

    Untuk Kesejahteraan Masyarakat

    Subtema Ekonomi dan Manajemen

    Surabaya, 27 November 2016

    Penerbit :

    Fakultas MIPA Universitas Negeri Surabaya

  • TIM EDITOR I Wayan Susila Suroto Tukiran

    DESIGN LAYOUT

    Agus Prihanto

    PENYUNTING Bayu Agung Prasodi Biyan Yesi Wilujeng Ainul Khafid Andika Pramudya Wardana Yudo Chandrasa Wirasadewa

    TIM REVIEWER

    Darni A. Grummy Wailanduw Andre Dwijanto Witjaksono Titik Taufikurohmah Najlatun Naqiyah

    Diterbitkan oleh : FAKULTAS MIPA - UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Gedung D-1 UNESA Kampus Ketintang Jln. Ketintang Surabaya - 60231 Telp. 031-8280009 Email : [email protected] Cetakan Pertama Nopember 2016

    ISBN :

    Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

    mailto:[email protected]

  • i

    SAMBUTAN KETUA PANITIA PADA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

    TAHUN 2016

    UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

    Bismillahir rohmannir rohiim

    Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokhatuh

    Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua

    Yth. Bapak Rektor Universitas Negeri Surabaya, Bapak Prof. Dr. Warsono, M.S.

    Yth. Ibu Wakil Rektor Bidang Akademik, Ibu Dr. sc. agr. Yuni Sri Rahayu, M.Si.

    Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Bapak Drs. Tri Wahatnolo, M.Pd, M.T.

    Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Bapak Dr. Ketut Prasetyo, M.S.

    Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Perencanaan, Bapak Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt.

    Yth. Bapak Prof. Ocky Karna Radjasa, M.Sc., Ph.D, Direktur Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat

    (DRPM), Kemenristekdikti, selaku narasumber

    Yth. Bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd, pemerhati pendidikan dan sekaligus narasumber

    Yth, Bapak Tritan Saputra, S.T., M.H. Ketua Komite Tetap Pengembangan Usaha Elektronika Bidang Industri

    Kreatif dari KADIN Jatim sekaligus sebagai narasumber

    Yth. Bapak Ibu para Dekan selingkung Unesa,

    Yth. Bapak Direktur Pascasarjana Unesa,

    Yth. Bapak Ketua LP3M Unesa,

    Yth. Bapak Ketua dan Sekretaris LPPM Unesa, dan

    Bapak ibu semua kepala dan sekretaris pusat di LPPM Unesa, serta bapak ibu peserta Seminar Nasional Hasil

    Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2016 yang diselenggarakan di Best Western

    Papilio Hotel, Jl. A. Yani, Surabaya, yang berbahagia dan saya banggakan.

    Pertama-tama, marilah kita senantiasa mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

    rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga kita semua bisa berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat wal

    afiat dan tak kurang suatu apapun.

    Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan direktur pascasarjana serta pimpinan

    unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya hormati,

    Kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2016 (SEMNASPPM

    2016) ini merupakan kegiatan yang secara rutin diselenggarakan oleh LPPM Unesa Surabaya yang biasanya jatuh

    pada bulan Oktober atau Nopember tiap tahunnya. Kegiatan Seminar Nasional kali ini dilakukan dengan

    mengusung tema: Inovasi dan Hilirisasi Hasil Penelitian untuk Kesejahteraan Masyarakat. Adapun tema

    pokok tersebut dapat dijabarkan menjadi sub tema, yaitu: 1) Inovasi Pendidikan, 2) Konservasi, Sains dan

    Teknologi, 3) Kualitas Hidup dan Pengembangan Sumber Daya, 4) Seni, Budaya, dan Kemasyarakatan,

    dan 5) Ekonomi dan Manajemen. Dengan diversitas subtema yang diangkat ini, maka kegiatan seminar ini

    diharapkan dapat memberikan banyak wahana, wacana, dan warna pengetahuan dan keilmuan yang lain dan yang

    baru sehingga dapat memberikan stimuli untuk berkreasi dan berkarya bagi para dosen dan/atau peneliti ataupun

    profesi lainnya baik di lingkup kemenristekdikti dan/ataupun lingkup lainnya.

    Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan bapak direktur pascasarjana serta

    pimpinan unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya muliakan,

    Untuk dapat mencapai dan sekaligus memperkaya wahana, wacana, dan warna pengetahuan dan keilmuan yang

    baru tersebut, kami telah mengundang para narasumber yang sangat berkompeten, yaitu bapak Prof. Ocky Karna

    Radjasa, M.Sc., Ph.D., bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, M.pd., dan bapak Tritan Saputra, S.T.,M.H., dimana

    diantara mereka sudah berada ditengah-tengah kita. Dengan kompetensi, kepakaran dan pengalaman dari masing-

    masing narasumber, tentu kami sangat yakin akan banyak wacana dan warna informasi penting lainnya yang kita

    dapatkan hari ini yang tentu pula sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan tingkat profesionalitas kita

    sebagai seorang dosen dan/ataupun peneliti atau profesi lainnya.

    Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan direktur pascasarjana serta pimpinan

    unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

    Perkenankan pada kesempatan ini, kami melaporkan bahwa peserta Seminar Nasional Hasil Penelitian dan

    Pengabdian Kepada Masyarakat tahun 2016 ini dihadiri oleh sekitar 219 orang, yang terdiri dari 3 narasumber, 13

    undangan, 149 pemakalah yang terdiri dari 64 pemakalah oral, dan sisanya pemakalah poster, serta 25 orang

  • ii

    panitia. Sesungguhnya, pada satu dua minggu terakhir menjelang hari pelaksanaan seminar ini masih banyak

    dosen/peneliti atau mahasiswa yang berkeinginan kuat untuk mengirimkan abstrak dan sekaligus sebagai

    pemakalah. Namun, karena keterbatasan tenaga dan pikiran kami, dengan amat terpaksa dan sangat menyesal kami

    harus menutupnya. Untuk itu, kami mohon maaf.

    Selanjutnya, kami berharap kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat tahun

    2016 ini dapat berlangsung dengan baik, lancar dan sukses. Kami juga mengharapkan partisipasi peserta seminar

    ini untuk aktif menggunakan momentum dan event ini guna memperoleh banyak wahana, wacana, dan informasi

    lain yang sangat bermanfaat dan tentu ikut memperlancar kegiatan seminar nasional ini. Event seminar nasional

    ini tentu menjadi ajang silaturahmi bagi bapak ibu semua sekaligus memberikan ruang dan wadah untuk saling

    bertukar pikiran dan informasi yang saling menguntungkan serta memberikan kesempatan membangun dan

    menjalin kerjasama di antara kita ke arah yang lebih.

    Pada kesempatan ini pula, mohon dengan hormat bapak Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S. berkenan untuk

    memberikan sambutan dan arahan terkait tema dalam kegiatan seminar ini dan sekaligus berkenan membuka

    secara resmi acara seminar nasional ini.

    Demikian, bapak ibu hadirin semua yang bisa saya sampaikan dan laporkan, mohon maaf atas segala kekurangan

    dan kesalahan.

    Wa billahi taufik wal hidayah war ridho wa innayah

    Wassalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokhatuh

    Maturnuwun

    Surabaya, 27 November 2016

    Ketua Pelaksana

    Prof. Dr. Tukiran, M.Si.

  • iii

    SAMBUTAN REKTOR PADA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

    TAHUN 2016

    UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

    Assalamu alaikum wr, wb.

    Teriring ungkapan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, pagi hari ini kita bertemu dalam kegiatan yang sangat

    bermanfaat bagi perjalanan dan kemajuan bangsa ini yaitu Seminar Nasional hasil penelitian dan pengabdian

    kepada masyarakat Universitas Negeri Surabaya tahun 2016. Kegiatan ini terlaksana berkat rahmat dan hidayah

    dari Allah Swt.

    Para peserta seminar yang saya hormati,

    Salah satu tujuan dari perguruan tinggi adalah menjamin agar mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian

    kepada masyarakat mencapai target sesuai yang ditetapkan oleh Standar Nasional Perguruan Tinggi. Terdapat 8

    Standar nasional perguruan tinggi dibidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yaitu standar hasil,

    standar isi, standar proses, standar penilaian, standar peneliti dan pelaksana pengabdian, standar sarana dan

    prasarana, standar pengolahan, dan standar pendanaan dan pembiayaan. Delapan standar tersebut merupakan

    pedoman dan sekaligus target capaian yang harus diupayakan oleh perguruan tinggi yang disesuaikan dengan visi

    dan misi masing masing perguruan tinggi.

    Standar hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bermuara pada pengembangan IPTEK yang dapat

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Untuk mencapai hal tersebut, harus diketahui akar

    permasalahan dan dan dicarikan peluang serta pemecahannya. Tugas seorang peneliti dan pelaksana pengabdian

    kepada masyarakat adalah menggali, mengidentifikasi, dan menganalisis akar permasalahan tersebut dengan

    didasarkan kepakaran yang dimilikinya serta berkolaborasi dengan stakeholder terkait.

    Seorang peneliti perlu memiliki kecerdasan dalam memetakan tipologi, karakteristik setiap kelompok masyarakat

    serta memiliki kemampuan memprediksi dampak yang ditimbulkan dari setiap pelaksanaan penelitian dan

    pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena setiap wilayah dan kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang

    berbeda maka diperlukan treatment yang berbeda pula. Wilayah Indonesia memiliki potensi yang luar biasa baik

    dari sumber daya alam, budaya, dan manusia. Potensi tersebut sangat memungkinkan untuk diberdayakan menjadi

    sebuah kekuatan yang dahsyat untuk membangun bangsa dan menyejahterakan masyarakat. Formula yang

    ditawarkan adalah inovasi, kreatif, dan produktif berbasis kajian ilmiah dalam bentuk empiris dan pemodelan.

    Sehingga hasil penelitian aplikatif dan solutif, tidak hanya menjadi koleksi, tetapi bernilai dan bermanfaat langsung

    pada masyarakat. Program hilirisasi hasil-hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dicanangkan

    pemerintah perlu mendapat dukungan penuh. Kehadiran para peneliti dan pengabdian kepada masyarakat sudah

    sangat ditunggu oleh warga bangsa ini.

    Dilain pihak, sebagai sebuah lembaga tinggi techno park bagi Universitas Negeri Surabaya bukan hanya sebuah

    mimpi tetapi merupakan target dan sasaran yang harus diupayakan agar bisa menjadi perguruan tinggi berkelas

    dunia. Berbekal keahlian dan kepakaran yang terus dikembangkan para dosen-dosen Unesa berangsur mampu

    mencetak interpreneurship di dalam dan diluar lingkungan kampus.

    Seiring harapan tersebut sangat tepat jika seminar ini mengambil tema Inovasi dan hilirisasi hasil penelitian untuk

    kesejahteraan masyarakat. Untuk lebih mengoptimalkan dan operasional tema tersebut ditetapkan sub tema

    seminar tahun ini adalah sebagai berikut: 1) Inovasi pendidikan, 2) Konservasi, sains, dan teknologi, 3) Kualitas

    hidup dan sumber daya, 4) Seni, budaya, dan kemasyarakatan, 5) Ekonomi dan manajemen. Kiranya dengan 5 sub

    tema tersebut dapat memberikan kontribusi Universitas Negeri Surabaya terhadap pembangunan bangsa dan

    peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Bapak, Ibu peserta seminar yang saya hormati.

    Selamat berseminar dan semoga sukses. Semoga kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas bapak ibu sekalian

    mendapat balasan dari Allah Swt, yang berlipat lipat dikemudian hari.

    Wassalamu alaikum wr. wb.

    Surabaya, 27 November 2016

    Rektor

    Universitas Negeri Surabaya

  • iv

  • v

    SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL

    HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 2016

    LPPM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Pelindung : Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor)

    Penasihat : 1. Dr. rer.nat. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (WR Bid.Akademik)

    2. Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (WR Bid. Umum Keuangan)

    3. Dr. KetutPrasetyo, M.S. (WR Bid. KemahasiswaandanAlumni)

    4. Prof. DjodjokSoepardjo, M. Litt. (WR Bid. Kerjasama)

    PenanggungJawab : Prof. Dr. Ir. I WayanSusila, M.T.

    Ketua : Prof. Dr. Tukiran, M.Si.

    Wakil : Drs. Suroto, M.A., Ph.D.

    Sekretaris : 1. Dr. NajlatunNaqiyah, M.Pd.

    2. Dr. Nurkholis, M.Kes.

    Bendahara : 1. Dr. Rindawati, M.Si.

    2. ZulaikhahAbdullah, S.E.

    Kesekretariatan : 1.Dra. Ec. Nurmika Simanullang, M.Pd.

    2. IkaPurnamaWati, A.Md.

    I T : 1. Wiyli Yustanti, S.Si., M.Kom.

    2. Agus Prihanto, S.Kom, M.T.

    Dana/Akomodasi : 1. Dr. Grummy W., M.T.

    2. SitiNurulHidayati, S.Pd.,M.Pd.

    Dokumentasi : Moch. Suyanto

    NaskahdanProsiding : 1. Dr. Andre W., M.Si.

    2. Dr. TitikTaufikurrohmah, M.Si.

    Humas/Publikasi : 1. Prof. Dr. Darni, M.Hum.

    2. Drs. BudihardjoA.H., M.Pd.

    Acara/Sidang/Narasumber : 1. Prof. Dr. Hj. SitiMaghfirotunAmin, M.Pd.

    2. Dian Savitri, S.Pd.,M.Pd.

    Umum/Perlengkapan : 1. Amalia Rachel Manoppo, S.H.

    2. Parni

    Konsumsi : 1.NurHartatik, S.E.

    2. Yulia Sukmawati, S.Pd .

  • vi

  • vii

    DAFTAR ISI

    SAMBUTAN KETUA PANITIA ............................................................................................................................ i

    SAMBUTAN REKTOR ........................................................................................................................................ iii

    SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL ..................................................................................................... v

    DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................... vii

    Studi Eksplorasi Pada Intensi Kewirausahaan: Sebuah Perspektif Wanita Wirausaha Di Surabaya ...................... 1

    Anik Lestari Andjarwati1, Nindria Untarini2*), dan Haris Balady3 ...................................................................... 1

    Realisasi Penerimaan Dana Zakat di Indonesia: Sebuah Pendekatan Inklusi Keuangan ...................................... 11

    Clarashinta Canggih1*), Khusnul Fikriyah2, Ach. Yasin3 .................................................................................. 11

    Implementasi Pengukuran Kualitas Corporate Governance pada Perusahaan di Indonesia .................................. 15

    Musdholifah1*), Ulil Hartono2 ........................................................................................................................... 15

    Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Penerbitan Sukuk dan Besaran Bagi Hasil Sukuk Ritel Pemerintah

    .............................................................................................................................................................................. 21

    Prayudi Setiawan Prabowo1*), Rachma Indrarini2 ............................................................................................. 21

    Identifikasi Kemampuan Strategi Bersaing dalam Upaya Peningkatan Kinerja UMKM di Gerbangkertasusila

    Jawa Timur............................................................................................................................................................ 25

    Purwohandoko1, Yuyun Isbanah2*), Prayudi Setiawan Prabowo3 ..................................................................... 25

    Pelabelan Produk Olahan Ikan: Sebuah Studi untuk Peningkatan Daya Saing UMKM ....................................... 31

    Rosa P. Juniarti1*), Rahayu D. S.Y. Mende2 ...................................................................................................... 31

    Eksplorasi Kolaborasi Antar UKM dalam Membangun Toko Online Bersama ................................................... 37

    Sri Setyo Iriani1*), Sanaji2, Hujjatullah Fazlurrahman 3 ..................................................................................... 37

    Upaya Peningkatan Ketrampilan Pembuatan Sabun Detergen dan Laporan Keuangan Sederhana Melalui IPTEK

    Bagi Wirausaha Jasa Laundry di Sidoarjo ............................................................................................................ 43

    Susanti1*), Joni Susilowibowo2, Atik Wintarti3 ................................................................................................. 43

    Pemberdayaan Sociopreneurship Masyarakat Nelayan (Studi pada UKM Crispy Ikan Sunduk Kabupaten

    Lamongan) ............................................................................................................................................................ 51

    Jun Surjanti1*), Dian Anita Nuswantara2 ........................................................................................................... 51

  • viii

  • 1

    Studi Eksplorasi Pada Intensi Kewirausahaan: Sebuah Perspektif

    Wanita Wirausaha Di Surabaya

    Anik Lestari Andjarwati1, Nindria Untarini2*), dan Haris Balady3 1 Jurusan Manajemen, Universitas Negeri Surabaya, Kota Surabaya.

    Email:[email protected] 2 Jurusan Manajemen, Universitas Negeri Surabaya, Kota Surabaya.

    E-mail:[email protected] 3 Jurusan Manajemen, Universitas Negeri Surabaya, Kota Surabaya.

    E-mail:[email protected]

    *) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

    ABSTRACT

    Some researchers argue that entrepreneur career choice for women is lower than men. Low desire a career as

    an entrepreneur in women is unfortunate. The next question that arises is how to increase entrepreneurial

    intentions in a woman as their career choice. Therefore, the intention may be used as a basic approach that makes

    sense to understand anyone who would become entrepreneurs. Some researchers have argued that the

    encouragement career being an entrepreneur can be predicted based on perceived desirability, propensity to act,

    entreprenurial self-efficacy, and social enviroment. The purpose of this study was to explore women's perceptions

    about the factors that shape the entrepreneurial intentions and how the role of these factors in influencing the

    intention of entrepreneurship among women who live in Surabaya.

    Focus group interviews are used in empirical research, where results found is perceived desirability,

    propensity to act, entrepreneurial self-efficacy, and social environment capable of encouraging entrepreneurial

    intentions in women. However, the intention of entrepreneurship can also be formed through openness to

    experience, situation variable, need for autonomy, and economic approach. This study should contribute and

    serve as a guide for next researcher in developing entrepreneurial intention models which can lead to the

    formation of entrepreneurial behavior.

    Key Words: Perceived desirability, propensity to act, self-efficacy entrepreneurial, social environment,

    entrepreneurial intentions

    ABSTRAK

    Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pilihan karir berwirausaha pada wanita lebih rendah dibanding

    dengan laki-laki. Rendahnya keinginan berkarir sebagai wirausaha pada diri wanita sangat disayangkan.

    Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana meningkatkan intensi wirausaha dalam diri wanita

    sebagai pilihan karir mereka. Oleh karena itu, intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal

    untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa dorongan

    berkarir menjadi wirausaha dapat diprediksi berdasarkan persepsi atas tingkat kemenarikan karir (career

    attractiveness), tingkat kelayakan (feasibility) dan keyakinan atas efikasi diri (self-efficay beliefs) untuk memulai

    usaha dan juga faktor lingkungan social. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi persepsi wanita

    tentang faktor-faktor yang mampu membentuk intensi kewirausahaan dan bagaimana peran faktor-faktor tersebut

    dalam mempengaruhi intensi kewirausahaan pada wanita yang berdomisili di Surabaya.

    Focus group interview digunakan dalam penelitian empiris ini, dimana hasil yang ditemukan adalah

    perceived desirability, propensity to act, self-efficacy entrepreneurial, dan lingkungan social mampu mendorong

    intensi kewirausahaan pada wanita. Namun, intensi kewirausahaan juga dapat dibentuk melalui openness to

    experience, variabel situasi, need for autonomy, dan pendekatan ekonomi. Penelitian ini seharusnya berkontribusi

    dan berfungsi sebagai panduan untuk penelitian selanjunya dalam mengembangkan model intensi kewirausahaan

    yang mana dapat berlanjut pada pembentukan perilaku kewirausahaan.

    Keywords: perceived desirability, propensity ti act, entrepreneurial self efficacy, social environment, intensi

    kewirausahaan, perilaku kewirausahaan

    1. PENDAHULUAN

    Beberapa peneliti mengemukakan bahwa

    pilihan karir berwirausaha pada wanita lebih rendah

    dibanding dengan laki-laki1. Rendahnya intensi

    berwirausaha pada wanita karena mereka memiliki

    tingkat keyakinan atas kemampuan dirinya yang

    rendah. Wanita cenderung menghindari membuka

    bisnis sendiri karena mereka merasa kurang memiliki

    kemampuan bisnis yang diperlukan2. Pakar lain

    berpendapat bahwa beberapa kesan stereotip

    disebabkan wanita bertanggung jawab dalam

    mendukung keharmonisan keluarga dan membesarkan

    anak-anak, kondisi ini berdampak negatif pada intensi

    mailto:[email protected]

  • 2

    berwirausaha wanita3 dan hal ini didukung dengan

    kondisi di Indonesia sendiri dimana masyarakat

    beranggapan bahwa wanita lebih cocok bekerja di

    kantor atau menjadi ibu rumah tangga.

    Rendahnya keinginan berkarir sebagai

    wirausaha pada diri wanita sangat disayangkan.

    Padahal wanita sebagai salah satu motor penggerak

    pembangunan dan mewujudkan keluarga sejahtera.

    Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah

    bagaimana meningkatkan intensi wirausaha dalam diri

    wanita sebagai pilihan karir mereka. Intensi telah

    terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku

    kewirausahaan. Oleh karena itu, intensi dapat

    dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal

    untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi

    wirausaha4.

    Beberapa peneliti mengemukakan bahwa

    dorongan berkarir menjadi wirausaha dapat diprediksi

    berdasarkan persepsi atas tingkat kemenarikan karir

    (career attractiveness), tingkat kelayakan (feasibility)

    dan keyakinan atas efikasi diri (self-efficay beliefs)

    untuk memulai usaha5. Di sisi lain, minat karir dapat

    dibentuk melalui pengaruh keluarga dan pendidikan6

    dan pengalaman kerja pertama5. Disamping itu,

    faktor lingkungan sosial seperti peraturan legal dan

    dukungan pemerintah merupakan faktor penting dalam

    mempengaruhi intensi berwirausaha7. Scholars

    mengindikasikan bahwa faktor lingkungan sosial

    merupakan variabel yang mendorong berwirausaha

    yang dikaitkan dengan sikap individu8 .

    Teori umum yang digunakan untuk mengukur

    intensi kewirausahaan adalah Entrepreneurial Event

    Model (EEM) oleh Shapero & Sokol dan Theory of

    Planned Behavior (TPB) oleh Ajzen. Kolvereid

    mendemonstrasikan bahwa kerangka yang dibangun

    Ajzen adalah model yang solid untuk memperkirakan

    dorongan untuk berwirausaha9. Dorongan adalah

    anteseden dari perilaku, dimana terkandung tiga

    variabel yaitu attitude toward the behavior, subjective

    norm, dan perceived behavior control10. Sedangkan,

    intensi kewirausahaan dibentuk dari perceived

    desirability, perceived feasibility, dan propensity to

    act10.

    Secara umum permasalahan penelitian ini

    adalah determinan apa yang sebenarnya mendorong

    wanita untuk memilih dan memutuskan berwirausaha

    sebagai pilihan karir mereka mengingat pentingnya

    kewirusahaan bagi kesejahteraan ekonomi dan sosial.

    Dengan mengetahui karakteristik dan pola pikir wanita

    serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

    wanita dalam berwirausaha diharapkan dapat dibuat

    model perilaku kewirausahaan bagi wanita dengan

    memasukkan berbagai aspek yang mempengaruhi

    terbentuknya perilaku kewirausahaan dengan

    mendasarkan pada alasan-alasan pemilihan karier yang

    berbeda dan pelatihan kompetensi yang berbeda.

    Ketika alasan pemilihan karier dan kompetensi yang

    dibutuhkan wanita distimulasi, maka karakteristik

    entrepreneurship dapat dikembangkan dengan baik

    pada wanita.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

    karakteristik wanita yang berkeinginan memilih

    wirausaha sebagai pilihan karirnya dan menghasilkan

    proposisi yang menunjukkan relasi faktor-faktor yang

    mempengaruhi intensi wanita dalam berwirausaha

    sebagai embrio model konsepsi dalam mendorong

    intensi kewirausahaan dengan mengintegrasikan

    konsep model intensi kewirausahaan dari Ajzen dan

    Shapero & Sokol yang ditambah dengan faktor

    lingkungan sosial.

    1.1 Intensi Kewirausahaan

    Keyakinan memainkan peran penting dalam

    memahami apa yang terjadi di dalam pola pikir

    seseorang dan dianggap sebagai relevan dalam

    pengetahuan baru, bagaimana kita memproses

    rangsangan dan informasi, dan akhirnya, bagaimana

    kita menyimpan dan struktur pengetahuan yang

    dihasilkan. Jika kita gagal untuk menganalisis

    keyakinan, maka kita tidak akan dapat memahami

    kewirausahaan karena di balik tindakan kewirausahaan

    adalah niat kewirausahaan; balik niat kewirausahaan

    dikenal sikap kewirausahaan; dibalik sikap

    kewirausahaan adalah struktur kognitif; di belakang

    struktur kognitif yang mendalam adalah keyakinan

    yang mendalam. Sejak niat mampu membantu untuk

    memprediksi perilaku masa depan, pemahaman

    kewirausahaan akan mengharuskan bahwa seseorang

    perlu memahami niat11. Ketika perilaku sulit untuk

    diamati, niat menawarkan wawasan penting ke dalam

    proses yang mendasari seperti pengakuan

    kesempatan11. Dengan demikian, niat model

    menawarkan kesempatan untuk meningkatkan

    kemampuan kita untuk menjelaskan dan memprediksi

    aktivitas kewirausahaan. Nniat kewirausahaan sebagai

    komitmen seseorang untuk memulai bisnis baru12.

    Ketika seseorang memiliki niat tertentu maka ia yakin

    bahwa perilakunya sesuai dengan tujuan dalam

    mencapai niatnya13. Intensi berwirausaha diukur

    dengan skala entrepreneurial intention14 dengan

    indikator memilih jalur usaha daripada bekerja pada

    orang lain, memilih karir sebagai wirausahawan, dan

    perencanaan untuk memulai usaha.

    1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi

    Kewirausahaan

    Teori planned behavior dikembangkan untuk

    melihat proses dimana individu memutuskan, terikat

    pada tindakan tertentu. Teori planned behavior (TPB)

    adalah kelanjutan dari teori reasoned action (TRA)

    yang memasukkan pengukuran dalam control belief

    dan perceived behavioral control. Teori planned

    behavior dikembangkan untuk melihat proses dimana

    individu memutuskan, terikat pada tindakan tertentu

    sehingga kerangka yang dibangun Ajzen adalah model

    yang solid untuk memperkirakan dorongan untuk

    berwirausaha.

    Model Entrepreneurial Event milik Shapero

    merupakan implikasi dari model intensi yang

  • 3

    dispesifikasikan pada ruang lingkup wirausaha

    (entrepreneurship). Dalam Entreprenurial Event,

    intensi untuk memulai suatu bisnis (wirausaha) akan

    muncul didukung oleh adanya persepsi atas keinginan

    (perceptions of desirability), persepsi atas

    kemungkinan (perceived feasibility) serta

    kecenderungan bertindak (propensity to act). Model

    entrepreneurial event ini menunjukkan bahwa niat

    kewirausahaan dapat diprediksi dari ketertarikan,

    kelayakan dan kecenderungan untuk bertindak11.

    Model ini menjelaskan bahwa kegiatan kewirausahaan

    dapat timbul dari rasa ketertarikan seseorang pada

    tindakan memulai bisnis, memiliki persepsi bahwa

    mereka merupakan pribadi yang mampu untuk

    memulai bisnis dan memiliki kecenderungan untuk

    bertindak atas keputusan sendiri.

    Pada model Azjen and model Shapero,

    mempertimbangkan efikasi diri (self-efficacy) sebagai

    pengganti dari feasibility. Adanya tumpang tindih di

    antara dua model niat kewirausahaan pada dua elemen

    yaitu konstruk persepsi atas keinginan (perceived

    desirability) oleh Shapero dan Sokol dinyatakan setara

    dengan konstruk sikap berperilaku (attitude toward

    behavior) dan norma sibjektif (subjective norm) oleh

    Ajzen. Sedangkan, persepsi atas keinginan (perceived

    feasibility) oleh Shapero dan Sokol dinyatakan sama

    dengan kontrol perilaku yang dirasakan (perceived

    behavior control) oleh ajzen atau konsep efikasi diri

    (self efficacy)15. Dari beberapa pernyataan tersebut,

    maka peneliti menyimpulkan bahwa konstruk sikap

    berperilaku dan norma subjektif dari model Ajzen

    memiliki kesamaan makna dengan konstruk persepsi

    atas keingan dari model Shapero. Sedangkan, konstruk

    kontrol persepsi atas kemungkinan dari model Shapero

    memiliki kesamaan makna dengan konstruk control

    perilaku yang dirasakan dari model Ajzen atau konsep

    efikasi diri dari model Krueger & Brazeal; Linan,

    Urbano & Guerrero. Persepsi atas keinginan

    berwirausaha, kecenderungan bertindak, maupun

    efisikasi diri atas kemudahan berwirausaha yang

    dirasakan timbul dari dalam diri seseorang (personal).

    Padahal dorongan intensi berwirausaha dapat

    dikembangkan melalui beberapa aspek, salah satunya

    adalah faktor lingkungan. Karena faktor lingkungan

    juga diprediksi memiliki dampak pada eberhasilan

    berwirausaha. Faktor lingkungan seperti modal,

    informasi, jaringan, maupun peraturan legal dan

    dukungan pemerintah juga sangat membantu dalam

    mendorong intensi berwirausaha.

    2. METODE

    Metode penelitian ini meliputi pemilihan desain

    dan rancangan penelitian, metode pengumpulan data,

    cara pemilihan peserta kelompok focus, serta analisis

    data. Berikut penjelasan dari masing-masing metode

    penelitian sebagai berikut:

    2.1 Desain dan Rancangan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami

    faktor-faktor yang menentukan intensi kewirausahan,

    yang dilakukan dengan cara ekplorasi.

    Pada proses pengumpulan data ada beberapa

    alternatif yang dapat dipilih dalam desain penelitian

    berbentuk ekploratori dengan rancangan penelitian

    kualitatif. Penelitian eksploratori bertujuan untuk

    merumuskan masalah yang lebih presisi,

    mengidentifikasi alternative keputusan, menentukan

    variabel dan hubungan antar variabel untuk diuji lebih

    lanjut, mencari ide untuk mengembangkan pendekatan

    masalah, dan menetapkan prioritas untuk riset

    selanjutnya16.. Penelitian ini bertujuan untuk

    membentuk preposisi dari hubungan antar variabel

    yang mana akan dilakukan uji lebih lanjut sehingga

    dapat diperoleh model intensi kewirausahaan yang

    lebih presisi.

    2.2 Metode Pengumpulan data

    Ada beberapa alternatif teknik pengumpulan data

    yang digunakan dalam studi kualitatif, yaitu

    wawancara yang mendalam, kelompok focus, teknik

    proyeksi, dan analisis kiasan17. Penelitian ini

    menggunakan kelompok focus dan wawancara

    mendalam. Focus group interview dilakukan dengan

    mewawancara sejumlah para pelaku bisnis, yang

    terbagi menjadi tiga (3) kelompok focus. Masing-

    masing kelompok focus berjumlah sepuluh (10) orang

    yang bersifat homogen. Setiap kelompok focus akan

    dipandu oleh seorang moderator. Moderator dalam hal

    ini adalah tim peneliti sendiri. Kegiatan wawancara

    dengan kelompok focus ini berlangsung kurang lebih

    selama dua (2) jam. Dimana, setiap kelompok focus di

    awal pertemuan diminta untuk mendekripsikan dirinya

    sendiri didasarkan demografi, pola pikir dan kondisi

    ekonomi. Selanjutnya, kelompok focus diminta untuk

    memberikan pandangan tentang faktor-faktor yang

    membentuk intensi kewirausahaan dan bagaimana

    intensi tersebut dapat digunakan sebagai predictor

    dalam membentuk perilaku. Kuesioner digunakan

    sebagai instrument penelitian oleh moderator dalam

    mengarahkan pertanyaan kepada kelompok focus.

    Agar apa yang disampaikan kelompok focus dapat

    diingat kembali, maka tim peneliti mencatat dan

    merekam setiap diskusi pembicaraan antara kelompok

    focus dengan moderator. Dengan adanya focus group

    interview ini diperoleh tentang gambaran informasi

    lebih rinci tentang faktor-faktor yang membentuk

    kelompok focus dalam berwirausaha dan bagaimana

    intensi mampu memprediksi perilaku kewirausahaan,

    kelompok fokus lebih memiliki kebebasan berekspresi

    karena berada pada kondisi yang sama, dan kecepatan

    waktu penelitian.

    2.3 Pemilihan Populasi

    Ada berbagai cara untuk merekrut peserta

    kelompok fokus. Pemilihan dapat dilakukan dengan

    menggunakan daftar yang ada, pemilihan secara acak,

    melalui kontak person dengan aplikasi terbuka,

    misalnya surat kabar harian atau mereka bisa menjadi

    non-acak memilih. Penelitian ini menggunakan

    pemilihan kelompok fokus secara non-probablity

    sampling dengan judgmental sampling dan snowball

    sampling. Kedua teknik ini dipilih karena dengan

    pertimbangan mudah mendapatkan populasi yang

  • 4

    sesuai dengan kriteria yang diharapkan, seperti pekerja

    wanita (bukan wirausaha), berusia minimal 17 tahun,

    berdomisili di Surabaya. Karakteristik dari pilihan

    sampel non-probabilitas memiliki daya tarik yang

    cukup besar ketika akurasi tidak sangat penting.

    Disamping itu, pemilihan sampel non-probabilitas

    karena desain penelitian ini berbentuk eksplorasi.

    Memilih responden dengan pengetahuan yang benar

    tentang daerah penelitian sangat penting untuk

    penelitian kualitatif. Pada pemilihan kelompok fokus

    ini, peneliti mengikuti prosedur yang sama dalam

    memilih responden dan juga meminta bantuan kepada

    salah satu orang yang telah memiliki karakteristik

    responden dan selanjutnya meminta bantuan kepada

    salah satu seorang responden untuk

    merekeomendasikan responden lainnya yang telah

    memenuhi syarat dari karakteristik populasi yang

    ditentukan dan seterusnya.

    2.4 Analisis Data

    Analisis data kualitatif berfokus pada data dalam

    bentuk kata-kata. Analisis data diyakini terdiri dari

    "tiga arus bersamaan kegiatan":

    1. reduksi data, yaitu proses pemilihan, fokus, menyederhanakan, abstrak, dan mengubah data.

    Tujuannya adalah untuk mengatur data sehingga

    kesimpulan akhir dapat ditarik dan diverifikasi.

    2. menampilkan data, yaitu mengambil data yang kurang dan menampilkan dengan cara dikompres

    secara terorganisir sehingga mudah ditarik

    kesimpulan.

    3. kesimpulan menggambar/verifikasi, yaitu memutuskan sesuatu hal-hal berarti - mencatat

    keteraturan, pola, penjelasan, konfigurasi,

    hubungan kausal, dan proposisi.

    Penelitian ini mengikuti langkah-langkah yang

    diusulkan oleh Miles dan Huberman dimana data

    pertama dituliskan kalimat demi kalimat dengan

    bantuan dari tape recorder, dan setelah itu data

    dikurangi menjadi informasi dikompres. Selanjutnya,

    dilakukan konsolidasi data dari ketiga kelompok fokus

    dan tidak membuat perbandingan antara mereka

    karena peneliti tidak punya niat untuk menekankan

    pendapat yang berbeda antara kelompok.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil penelitian ini dimulai dengan

    menginterpretasi gambaran kelompok focus yang

    didasarkan pada demografi, kondisi sosio ekonomi,

    dan pola pikir dari sekelompok wanita. Hasil

    identifikasi karakteristik responden ini dianalisis

    secara deskriptif dalam bentuk tabulasi data sehingga

    diperoleh prosentase tertinggi karakteristik kelompok

    focus berdasarkan demografi. Hasil indentifikasi

    karakteristik responden berdasarkan demografi

    ditunjukkan pada tabel 1: Tabel 1. Karakteristik Wanita Berdasarkan Demografi

    Hasil wawancara dengan kelompok focus

    diketahui bahwa mereka yang berusia 17 24 tahun

    mendominasi sebanyak 12 orang (40%) dengan

    sebagian besar pendapatan yang diperoleh lebih dari

    10 juta rupiah (33%). Dua puluh tiga (23) orang (77%)

    menyatakan bahwa sebelumnya telah memiliki

    wawasan dan pengetahuan dalam berbisnis yang

    diperoleh ketika mereka sekolah/kuliah, mengikuti

    seminar, pelatihan, maupun berbagai informasi yang

    diperoleh dari membaca buku, majalah, artikel

    maupun internett Meskipun, sebagian besar mereka

    (60%) belum pernah bekerja sebelumnya, namun

    hampir sebagian responden (50%) menyatakan bahwa

    wawasan dan pengetahuan bisnis mereka diperoleh

    dari latar belakang orang tua yang memiliki usaha

    bisnis.

    Kondisi tersebut menunjukkan bahwa profesi

    wirausaha pada wanita didominasi usia 17 24 tahun.

    Dimana, mereka sangat tertarik untuk berbisnis

    produk. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata usia

    responden masih relatif muda dan berada pada rentang

    usia yang produktif. Keberhasilan mereka dalam

    menjalankan bisnis ini karena mereka memiliki

    motivasi dan keyakinan yang tinggi bahwa dengan

    berwirausaha mereka akan mendapat nilai lebih

    dibanding dengan bekerja kantoran dan umumnya para

    calon wirausahawan yang berusia muda, cenderung

    lebih sukses dibanding mereka yang berusia tua.

    Begitu pula, keberhasilan seseorang dapat dilihat dari

    usia si calon wirausahawan di saat awal mereka

    melakukan usahanya. Umumnya usia yang produktif

    untuk berusaha adalah di sekitar 25 hingga 44 tahun.

    Pengetahuan bisnis yang mereka peroleh

    selama sekolah/kuliah, mengikuti kursus, seminar, dan

    Karakteristik

    Responden Jumlah Prosentase

    Usia

    17-24 12 40%

    25-32 5 17%

    33-40 3 10%

    >40 10 33%

    Total 30 100.00%

    Latar

    Belakang

    Pendidikan

    Ekonomi dan

    Bisnis 15 50%

    Non Ekonomi 15 50%

    Total 30 100%

    Pendapatan

    < 3 juta 9 30%

    3 - 5 juta 8 27%

    6 - 10 juta 3 10%

    > 10 juta 10 33%

    Total 30 100%

    Pengetahuan

    Bisnis

    Ada 23 77%

    Tidak Ada 7 23%

    Total 30 100%

    Pengalaman

    Bekerja

    Ada 12 40%

    Tidak Ada 18 60%

    Total 30 100%

    Pekerjaan

    Orang Tua

    Wirausaha 15 50%

    Bukan wirausaha

    15 50%

    Total 30 100%

  • 5

    pelatihan sangat membantu dalam merencanakan dan

    menjalankan suatu bisnis. Hal ini karena latar belakang

    pendidikan seseorang menentukan tingkat intensi

    seseorang dan kesuksesan suatu bisnis yang

    dijalankan. Disamping itu, biasanya program-program

    kewirausahaan diperoleh saat mereka sekolah maupun

    magang di perusahaan akan berdampak positif

    terhadap keinginan menjadi wirausaha.

    Latar belakang pendidikan kelompk focus juga

    dapat menstimuli mereka untuk membuka usaha

    bisnis. Meskipun, ada pula sebagian besar responden

    dengan latar belakang pendidikan non ekonomi,

    namun mereka memiliki keinginan dan keyakinan

    yang kuat bahwa keberhasilan karir seseorang tidak

    hanya ditentukan dari bekerja kantoran tapi dapat pula

    diraih dengan wirausaha. Meskipun, umumnya pada

    fakultas ekonomi, materi perkuliahan maupun

    kurikulum yang diajarkan akan lebih banyak berkaitan

    dengan kewirausahaan sehingga dapat membantu

    tingkat pemahaman tentang kewirausahaan yang lebih

    tinggi dibanding dengan mahasiswa fakultas non

    ekonomi (bisnis) yang mana berdampak pada

    kecenderungan mahasiswa yang kuliah di fakultas

    ekonomi (bisnis) akan memiliki intensi kewirausahan

    yang lebih tinggi dibanding dengan mahasiswa

    fakultas non bisnis.

    Selanjutnya mereka juga berpendapat bahwa

    orang tua yang berprofesi sebagai wirausaha,

    mempermudah bagi mereka untuk menjalankan suatu

    bisnis. Hal ini karena pola pengasuhan dan

    pengalaman orang tua yang berprofesi wirausaha akan

    turut memberi kontribusi penting akan keberhasilan

    berwirausaha. Disamping itu, pengetahuan dalam

    memulai dan menjalankan bisnis menurut mereka

    merupakan prediktor yang penting sebagai modal

    berwirausaha, karena seorang calon wirausaha yang

    sukses, tidak cukup hanya memiliki bakat/talenta

    semata, tetapi juga harus didukung dengan aspek

    pengetahuan yang memadai. Talenta dapat

    diwujudkan melalui pendidikan sehingga pendidikan

    juga turut memberikan rangsangan untuk

    meningkatkan intensi untuk berwirausaha.

    3.1 Kondisi Sosio Ekonomi dan Pola Pikir Kelompok

    Focus

    Latar belakang sosio ekonomi juga berperan

    dalam menstimuli seseorang dalam memulai sebuah

    usaha. Selama wawancara, kelompok focus

    berpendapat bahwa ketika mereka berpikir untuk

    memulai usaha maka yang ada dalam pemikirannya

    adalah bagaimana nanti bisnis yang dijalankan bisa

    berkembang, survive, dan bahkan bisa diwariskan ke

    anak cucunya. Untuk itu, salah satu faktor yang

    dipertimbangkan mereka dalam membuka usaha bisnis

    adalah perpseptif ekonomi. Perspektif ekonomi

    memandang perilaku berwirausaha berdasarkan

    kondisi kesiapan berwirausaha melalui instrumen

    ekonomi seperti kondisi ekonomi, modal, aturan

    pemerintah dan faktor ekonomi lainnya.

    Kekuatan ekonomi dalam bentuk akses modal

    menjadi salah satu penentu rangsangan kelompok

    fokus untuk melakukan kegiatan usaha. Dimana,

    kesulitan dalam mendapatkan akses modal dan

    kendala system ekonomi keuangan dipandang

    hambatan utama dalam kesuksesan usaha. Jika

    seseorang memiliki akses modal yang cukup maka

    intensi kecenderungan membuka usaha akan menjadi

    lebih tinggi.

    Peningkatan kondisi ekonomi keluarga juga

    mendorong kelompok focus untuk tetap berbisnis

    dibanding menjadi pegawai. Didukung dengan kondisi

    ekonomi dan status keluarga yang telah mapan,

    membantu mereka untuk memperoleh dan menambah

    modal usaha. Latar belakang orang tua sebagai seorang

    pebisnis juga membantu mereka dalam memperoleh

    mitra bisnis maupun akses modal dan akses pasar.

    Kelompok focus percaya bahwa keberhasilan

    dalam menjalankan usaha bisnis salah satunya adalah

    perubahan paradigma tentang wirausaha. Mereka

    berpendapat bahwa jika ingin berhasil dalam bisnis

    maka perlu pemikiran yang produktif, kreatif, inovatif,

    dan positif dan lakukan saja (just do it) karena pola

    pikir tersebut diperlukan jika seorang wirausaha inging

    mengembangkan bisnisnya lebih maju.

    Rata-rata kelompok focus berpendapat

    keberhasilan wirausaha tidak hanya ditentukan oleh

    seberapa tepat dia menemukan sebuah peluang usaha.

    Namun, juga harus mau bekerja keras, perencana,

    mandiri, peduli, fleksibel, suka bergaul, pandai

    berkomunikasi, suka tantangan, dan tidak takut resiko

    dalam mencoba hal-hal baru karena adanya dorongan

    rasa keingintahuan yang tinggi.

    Wirausaha yang sukses tentunya memiliki

    kerangka berpikir yang lebih maju dari orang biasa.

    Pentingnya kerangka berpikir memungkinkan adanya

    pendukung ide-ide baru untuk menciptakan lapangan

    pekerjaan. Disamping itu, dengan ide-ide baru tersebut

    yang didukung dengan sumber daya yang berkualitas

    mampu membantu wirausaha dalam mempertahankan

    daya saing bisnisnya.

    Pola pikir seseorang yang kreatif, inovatif,

    melihat peluang sangat membantu dalam mewujudkan

    peluang yang ada dan sangat penting untuk

    mempertahankan persaingan ekonomi. Karena

    kreatifitas merupakan sarana untuk membuka potensi

    terpendam dalam diri seseorang. Kreatifitas adalah

    cara untuk menggali potensi kewirausahaan. Individu

    yang memiliki motivasi prestasi tinggi lebih memilih

    kegiatan beresiko yang menantang tapi dapat dicapai.

    Seseorang yang memiliki pola pikir

    kewirausahaan pada dasarnya memiliki karakteristik

    psikologik yang spesifik. Seperti halnya pola pikir

    mereka tentang suatu bisnis. Mereka gemar

    menghadapi tantangan, bergerak dalam dunia yang

    penuh persaingan dan menunjukkan kegigihannya

    dalam berjuang untuk akhirnya muncul sebagai

    pemenang. Pola pikir tersebut sesuai dengan pola pikir

    kewirausahaan yang tidak menyenangi kerja yang

  • 6

    lamban, dan suka mengambil resiko serta mampu

    mempengaruhi orang lain agar kerja lebih giat.

    Kesuksesan dalam membuka usaha bisnis juga

    tak lepas dari peran pemerintah dalam mendorong

    pertumbuhan usaha kecil dan menengah. Regulasi

    pemerintah yang mendorong kemudahan dalam

    perijinan pendirian usaha, kemudahan dalam

    perolehan akses modal, dan kemudahan dalam

    perluasan pasar luar negeri sangat membantu

    wirausaha dalam memulai usaha bahkan sampai

    mengembangkan usaha bisnis ke skala lebih besar.

    3.2 Peran Faktor-Faktor Pembentuk Intensi

    Kewirausahaan

    Berdasarkan hasil jawaban terbuka dari

    kelompok focus group yang telah dilakukan pada tiga

    puluh orang para pelaku bisnis, diketahui peran factor

    perceived desireablity, propensity to act, self efficacy

    dan lingkungan social dalam membentuk intensi

    kewirausahaan menunjukkan bahwa hampir sebagian

    besar responden menyatakan profesi wirausaha sangat

    menarik dan disukai. Kelompok focus juga meyakini

    bahwa dengan dukungan keluarga/suami baik dalam

    bentuk saran maupun modal memudahkan mereka

    dalam mewujudkan dan mengembangkan usaha bisnis.

    Pengalaman bekerja dan pengalaman positif atas

    pandangan dalam berwirausaha menimbulkan

    kemenarikan dalam intensi berwirausaha.

    Mereka juga yakin dengan keberhasilan dan

    keberlanjutan usaha yang dijalankan karena mereka

    memiliki ketrampilan dan kemampuan berbsinis.

    Ketrampilan tersebut baik dalam ketrampilan

    berkomunikasi, ketrampilan teknis, maupun

    ketrampilan manajerial. Keyakinan akan kemampuan

    dalam menyelesaikan masalah dan dengan adanya

    keyakinan kuat dapat membantu mereka dalam

    membentuk intensi usaha.

    Keyakinan tersebut distimuli oleh dorongan

    berwirausaha dalam diri mereka yang cukup besar

    yang mana berdampak pada dukungan untuk

    menciptakan usaha baru, dukungan untuk kemudahan

    untuk menjalankan bisnis, dukungan untuk

    menyelesaikan permasalahan bisnis. Walaupun, masih

    ada beberapa kelompok focus yang menyatakan bahwa

    ketidakberhasilan bisnis bukan merupakan nasib buruk

    bagi mereka. Namun, keberhasilan suatu bisnis

    dikarenakan sebelumnya mereka telah memiliki

    rencana yang tersusun dengan baik dan yakin bahwa

    rencana tersebut mudah untuk dijalankan. Kondisi

    inilah yang meyakinkan mereka untuk berhasil dalam

    mengelola bisnis di masa yang akan datang.

    Faktor keberhasilan dan keberlanjutan suatu

    bisnis lainnya menurut responden dimana 28 orang

    menyatakan kemudahan mereka dalam bisnis

    didukung oleh jaringan bisnis yang kuat, dan

    kemudahan akses informasi. Disamping itu, dukungan

    pemerintah dalam menyusun peraturan pemerintah

    yang tidak terlalu mengikat dalam ijin aturan

    mendirikan perusahaan dapat mendukung kelancaran

    bisnis mereka di masa datang. Meskipun, tidak sedikit

    pula responden yang menyatakan bahwa akses modal

    bukanlah satu-satunya dalam mendorong keinginan

    memulai bisnis.

    Keingingan responden untuk memulai dan

    menjalankan bisnis ditandai dengan pernyataan bahwa

    profesi wirausaha merupakan tujuan professional

    mereka dan keingingan mereka yang cukup besar

    untuk menjadi wirausaha dibanding dengan pegawai.

    Hal ini karena responden merasa yakin bahwa dengan

    berwirausaha akan memperoleh penghasilan yang

    lebih baik dan mampu meningkatkan status social dan

    harga dirinya. Mereka juga setuju bahwa mereka

    bersedia mengupayakan segala sesuatu untuk

    mewujudkan keingingan menjadi wirausaha.

    3.3 Pembahasan

    Hasil temuan dari focus group interview akan

    dikorelasikan dengan temuan dari tinjauan literatur,

    penelitian empiris, dan tujuan penelitian sehingga pada

    akhirnya diperoleh kesimpulan akhir dari kegiatan

    analisis ini sebagai berikut:

    3.3.1 Pengaruh Perceived Desireability Terhadap

    Intensi Kewirausahaan

    Perceived desireability merujuk pada sikap

    kemampuan untuk menjalankan bisnis baru.

    Keyakinan ini didasarkan pada kemampuan seseorang

    dari aspek pengetahuan, keahlian dan emosi untuk

    menjadi wirausaha11. Semakin yakin seseorang

    memandang bahwa ia mampu melakukannya maka

    semakin tinggi intensinya berkaitan dengan usaha

    tersebut. Keyakinan ini tumbuh dari pandangan atas

    konsekuensi personal pengalaman kewirausahaan

    (misalnya baik atau buruk), dan tingkat dukungan dari

    lingkungan (keluarga, teman, kerabat, sejawat, dsb).

    Argumen ini didukung oleh kelompok focus yang

    berpendapat bahwa pengalaman kerja sebelumnya

    maupun pengalaman berbisnis, adanya pengaruh serta

    dukungan keluarga untuk berwirausaha, dapat

    digunakan sebagai modal dalam memulai dan

    mengembangkan karir kewirausahaan. Keinginan

    yang dirasakan seseorang atas sikap kewirausahaan

    berdasar pada pengalaman individu baik langsung

    maupun tidak langsung. Pengalaman kewirausahaan

    dapat diperoleh dari pengaruh panutan dan

    pengalaman kerja.

    3.3.2 Pengaruh Self Efficacy Terhadap Intensi

    Kewirausahaan

    Efikasi diri mempengaruhi kepercayaan

    seseorang pada tercapai atau tidaknya tujuan yang

    sudah ditetapkan18. Kelompok focus berpikir bahwa

    Mereka percaya bahwa tugas-tugas sulit yang harus

    diselesaikan dalam mengelola usaha bisnis merupakan

    sebuah tantangan yang harus dihadapi dan bukan

    merupakan ancaman untuk dihindari. Tantangan

    tersebut dapat diselesaikan dengan memanfaatkan

    kemampuan dan ketrampilan kewirausahaan,

    kematangan mental, rasa percaya diri yang tinggi,

    keyakinan kuat akan berhasil dalam bisnis, dan yakin

    bahwa mewujudkan dan menjalankan bisnis itu adalah

  • 7

    pekerjaan yang mudah, maka dapat membentuk intensi

    yang tinggi dalam berwirausaha.

    Sedangkan, peneliti lain menjelaskan bahwa

    Efikasi diri diasosiasikan dengan peningkatan

    ekspektasi dan tujuan, peningkatan kinerja yang

    berkaitan dengan pekerjaannya19.. Kelompok focus

    juga berpendapat bahwa kemampuan dan ketrampilan

    kewirausahaan yang mereka miliki merupakan bekal

    dalam memulai usaha bisnis dan digunakan sebagai

    pedoman dalam menumbuhkan kepercayaan diri untuk

    memutuskan berwirausaha.

    Di sisi lain, individu dengan self efficacy yang

    tinggi akan merasa yakin bahwa mereka mampu

    menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang

    wirausahawan sehingga pada akhirnya menjadi faktor

    penting dari munculnya intensi kewirausahaan20.

    Keyakinan tersebut muncul karena adanya

    pengalaman di sector tertentu sebelumnya sehingga

    mampu meningkatkan self efficacy yang pada akhirnya

    berpengaruh positif pada intensi kewirausahaan21.

    Namun, kelompok focus berpendapat bahwa mereka

    tetap memiliki keyakinan yang tinggi atas kemampuan

    mengelola usaha bisnis, meskipun sebelumnya kurang

    memiliki pengalaman dalam berbisnis. Mereka juga

    yakin bahwa di masa mendatang mampu

    mengembangkan usaha bisnis. Pembelajaran melalui

    pengamatan secara langsung di dunia usaha digunakan

    kelompok focus untuk memperkirakan keahlian dan

    kemampuan diri dalam keinginannya mewujudkan

    kewirausahaan.

    Efikasi diri seseorang terhadap karir yang akan

    ditempuhnya menggambarkan proses pemilihan dan

    penyesuaian diri terhadap pilihan karirnya tersebut.

    Semakin tinggi tingkat efikasi diri terhadap

    kewirausahaan maka akan semakin kuat intensi

    kewirausahaan. Efikasi diri dalam proses pengambilan

    keputusan terkait dengan karier seseorang22. Efikasi

    diri terbukti signifikan menjadi penentu intensi

    seseorang. Self-efficacy memiliki hubungan langsung

    dengan teori atribusi yang telah berhasil diterapkan

    untuk memulai usaha. Argumen ini didukung oleh

    kelompok focus yang berpendapat bahwa efikasi diri

    dapat dilihat secara spesifik maupun secara umum

    tergantung dari ranah atau domain yang

    melingkupinya23. Efikasi diri merupakan

    kepercayaan individu atas kemampuannya dalam

    menyelesaikan pekerjaan, memegang peranan penting

    dalam mempengaruhi intensi seseorang. Dimana,

    efikasi diri terlihat dalam mempengaruhi perilaku dan

    kognisi seseorang.

    3.3.3 Pengaruh Propensity to Act Terhadap Intensi

    Kewirausahaan

    Kecenderungan untuk berperilaku sangat

    penting karena intensi yang diterima dan kemudahan

    yang dirasakan tidak cukup baik untuk menjelaskan

    niat.. Niat kewirausahaan memiliki hubungan yang

    positif dan signifikan dengan keinginan, dirasakan

    kelayakan dan kecenderungan untuk bertindak12. Jika

    motivasi seseorang tinggi, berarti masih ada

    kemungkinan bahwa munculnya intensi

    kewirausahaan rendah. Hal ini karena seseorang

    merasa kemampuan yang dimiliki dalam memulai

    bisnis rendah. Kelompok focus menjelaskan bahwa

    dorongan berwirausaha dalam diri mereka cukup

    besar. Dimana, mereka yakin bahwa keberhasilan

    suatu bisnis sepenuhnya berada di tangan sendiri.

    Kecenderungan untuk berperilaku memiliki

    hubungan dekat terhadap kewirausahaan yang

    didasarkan pada pengalaman individu baik secara

    langsung maupun tidak langsung13. Argumen ini

    didukung oleh kelompok focus yang berpendapat

    bahwa bahwa pengalaman keberhasilan ataupun

    kegagalan bisnis bukan merupakan satu-satunya nasib

    baik atau buruk yang menimpa mereka. Namun,

    pengalaman tersebut merupakan pembelajaran yang

    sangat berharga sebagai informasi dalam perbaikan

    usaha kearah yang lebih baik. Pemikiran inilah yang

    meyakinkan mereka bahwa nantinya ketika mereka

    ingin memulai sampai dengan mengembangkan bisnis

    akan berhasil.

    Ketika propensity to act individu rendah,

    intensi untuk berwirausaha mempunyai kemungkinan

    kecil untuk berkembang, dan perceived desirability

    menjadi prediktor satu-satunya intensi. Tetapi, jika

    propensity to act individu tinggi, kuantitas pengalaman

    berwirausaha sebelumnya sebagai tambahan pada

    perceived feasibility dan desirability secara langsung

    mempengaruhi intensi11. Kelompok focus berpikir

    bahwa kecenderungan untuk berperilaku merupakan

    disposisi pribadi seseorang untuk bertindak atas

    keputusannya. Hal ini berkaitan dengan sejauh mana

    seseorang mampu atau tidak mampu memberlakukan

    perilaku yang bersangkutan khususnya dalam usaha

    kewirausahaan. Namun, motivasi seseorang yang

    tinggi atas intensi kewirausahaan bisa terhambat

    dengan adanya pemikiran atas kemampuan diri yang

    rendah.

    3.3.4 Pengaruh Lingkungan Sosial Terhadap

    Kewirausahaan

    Masalah lingkungan yang memiliki dampak

    pada keberhasilan berwirausaha terletak di faktor

    modal, informasi, dan jejaring yang dimiliki

    pewirausaha. Lingkungan kontekstual yang dimaksud

    adalah konteks dimana individu memiliki akses

    terhadap modal, informasi serta jaringan social.

    Kesiapan akses tersebut merupakan kesiapan

    instrument sebagai predictor terhadap lingkungan4.

    Aksesibilitas permodalan akan menjadi salah

    satu penentu rangsangan seseorang untuk melakukan

    suatu kegiatan usaha24. Akses permodalan sangat

    mempengaruhi intensionalitas seseorang dalam

    melakukan kegiatan bisnis. Pendapat umum dari

    kelompok focus menyatakan bahwa permodalan di

    lingkungan kewirausahaan adalah masalah penting

    yang harus difikirkan sebelum usaha dimulai.

    Aksebilitas modal akan menjadi salah satu penentu

    rangsangan mereka melakukan kegiatan usaha.

    Meskipun rata-rata kelompok focus menyatakan

  • 8

    bahwa terkadang mereka juga mengalami kesulitan

    dalam mendapatkan modal, namun dengan kepandaian

    mengatur dan mengelola keuangan dari keuntungan

    usaha yang diperoleh, mereka mampu

    mengembangkan usaha dengan modal yang

    dimilikinya sendiri.

    Ketersediaan informasi akan memberikan

    berbagai pandangan atas kesiapan berwirausaha25.

    Oleh karenanya, kebutuhan yang tinggi akan informasi

    dapat dijadikan salah satu bentuk karekteristik untuk

    melihat kelayakan seseorang menjadi wirausahawan

    yang sukses dan juga aksesibilitas terhadap informasi

    mampu meningkatkan sikap mereka terhadap

    wirausaha sehingga Ketersediaan informasi akan

    mendorong seseorang untuk membuka usaha baru.

    Kelompok focus berpikir bahwa informasi diyakini

    memiliki peran penting dalam menstimuli mereka

    untuk berwirausaha. Informasi akan memberikan

    berbagai pandangan atas kesiapan dalam

    berwirausaha. Pencarian informasi mengacu pada

    frekuensi kontak yang dibuat oleh seseorang dengan

    berbagai sumber informasi. Ketersediaan informasi

    akan mendorong mereka untuk membuka usaha baru.

    Kondisi lingkungan yang serba tidak pasti,

    sangat diperlukan sebuah asumsi pada diri para

    usahawan bahwa keputusan yang diambilnya

    mengandung banyak resiko26. Hal ini selain

    disebabkan banyaknya hal-hal yang masih kabur

    kondisinya, juga dikarenakan kondisi serba tidak pasti

    menuntut hadirnya keunggulan bersaing di diri

    mereka. Dengan kata lain, tinggi tidaknya jaringan

    yang dimiliki calon pewirausaha, akan menentukan

    mereka untuk mau atau tidak melakukan kegiatan-

    kegiatan bisnis. Argumen tersebut didukung oleh

    kelompok focus yang berpendapat bahwa jaringan

    merupakan media untuk mengurangi resiko serta

    meningkatkan ide-ide bisnis maupun akses terhadap

    modal. Mereka percaya bahwa ketika mereka berada

    pada kondisi usaha yang serba tidak pasti (ambigu),

    sangat diperlukan sebuah asumsi pada diri sendiri

    bahwa keputusan yang diambil mengandung banyak

    resiko, maka kondisi tersebut dapat dikuasai dengan

    baik jika memiliki jaringan yang kuat. Dengan kata

    lain, tinggi tidaknya jaringan yang dimiliki mereka,

    akan menentukan mereka untuk bersedia atau tidak

    melakukan kegiatan usaha bisnis.

    4. SIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan interpretasi hasil penelitian, analisis

    penelitian dan pemabahasan dapat disimpulkan dan

    direkomendasikan sebagai berikut:

    1. Hasil karakteristik kelompok focus berdasarkan demografi, sosio ekonomi dan pola pikir

    menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok

    focus telah memiliki pengetahuan bisnis, dan

    belum memiliki pengalaman bekerja sebelumnya.

    Ada jumlah yang cukup seimbang bagi kelompok

    focus dengan orang tua yang berprofesi sebagai

    wirausaha dan kelompok focus dengan latar

    belakang pendidikan ekonomi bisnis dan non

    ekonomi bisnis. Kelompok focus rata-rata

    berpendapat bahwa kondisi ekonomi yang mapan

    dapat mempermudah mereka dalam membentuk

    intensi kewirausahaan dan mereka percaya bahwa

    keberhasilan dalam berwirausaha didorong

    adanya perubahan pola pikir yang kreatif, inovatif,

    produktif, positif, dan just do it. Hal ini

    mengindikasikan bahwa pengalaman bekerja dan

    bekal pendidikan yang diperoleh dari mengikuti

    kuliah, seminar, workshop dapat menjadi bekal

    dalam membantu mereka nantinya dalam

    memahami mengelola usaha bisnis. Pola

    pengasuhan dan pengalaman orang tua

    berwirausaha turut memberi kontribusi penting

    dalam pilihan karir bahkan keberhasilan

    berwirausaha. Begitu pula, kekuatan ekonomi

    dalam bentuk akses modal menjadi salah satu

    penentu rangsangan niat berwirausaha.

    Memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dalam

    berwirausaha dibanding dengan menjadi pegawai

    juga merupakan faktor pendorong seseorang

    untuk berkeinginan berwirausaha. Untuk itu, bagi

    peneliti selanjutnya, dapat mempertimbangkan

    faktor latar belakang keluarga, pendidikan

    kewirausahaan, pengalaman, kondisi ekonomi,

    dan fleksibelitas penghasilan dalam membentuk

    intensi kewirausahaan.

    2. Kelompok focus menyakini bahwa persepsi atas keinginan (perceived desirability),

    kecenderungan bertindak (propensity to act),

    efikasi diri kewirausahaan (entrepreneurial self

    efficacy), dan lingkungan sosial (social

    environment) dapat membentuk intensi

    kewirausahaan pada wanita. Karena kelompok

    focus memandang bahwa dengan berwirausaha

    akan mendatangkan manfaat yang lebih besar

    dibanding menjadi pegawai. Pernyataan ini dapat

    digunakan sebagai dasar acuan dalam mendukung

    terbentuknya model perilaku kewirausahaan

    selanjutnya. Dimana prediksi terbaik dalam

    membentuk perilaku seseorang dalam

    berwirausaha adalah dipengaruhi oleh faktor

    personal dan faktor lingkungan. Faktor personal

    meliputi perceived desirability, propensity to act,

    dan self efficacy. Sedangkan, faktor lingkungan

    adalah lingkungan social.

    3. Salah satu topic yang menarik untuk diketahui dalam studi empiris ini adalah terdapat beberapa

    faktor yang ternyata dipertimbangkan kelompok

    focus dalam mendorong hasrat berwirausaha yaitu

    Pertama, kuatnya hasrat seorang untuk menjadi

    wirausahawan didorong oleh karakteristik

    seseorang untuk menjadi kreatif dan inovatif

    (openness to experience). Opennes to experience

    secara positif berkorelasi dengan intelejensi yang

    berhubungan dengan kreativitas. Kedua, variabel

    situasi, yang digambarkan sebagai kesempatan

    dalam hidup dikarenakan ketiadaan pekerjaan dan

    komitmen terhdap rumah dan keluarga yang

  • 9

    mendorong seseorang untuk memperkerjakan diri

    sendiri dari pada menjadi pekerja kantoran.

    Ketiadaan kerja membuat seseorang memiliki

    keinginan untuk memiliki self-employment.

    Variable ini berinteraksi dengan persepsi atau

    sikap dalam mempengaruhi intensi memulai suatu

    usaha. Ketiga, dibalik motivasi menjadi

    wirausaha, terdapan kebutuhan-kebutuhan yang

    mempengaruhinya, salah satunya adalah

    kebutuhan akan kemandirian (need for autonomy).

    Individu dengan nilai kebutuhan akan

    kemandirian tinggi, mampu dalam mengatur

    tujuan dan jadwal secara mandiri dan mencari

    lingkungan yang penuh dengan kebebasan.

    Keempat, penelitian kewirausahaan dapat

    dikelompokkan menjadi tiga pendekatan utama,

    yaitu pendekatan ekonomi, pendekatan

    psikologis, dan pendekatan sosiologis. Pada fokus

    ekonomi, aspek relatif diterapkan untuk

    rasionalitas ekonomi dengan anggapan bahwa

    kewirausahaan terjadi semata-mata karena alasan

    ekonomi. Hal ini adalah area menarik untuk

    dibahas lebih lanjut, apakah keempat faktor

    tersebut mampu mendorong hasrat seseorang

    untuk menjadi wirausaha.

    5. DAFTAR PUSTAKA

    1. Kolvereid. L, (1996). Prediction of Entrepreneurial Employment Status: Choice Intentions,

    Entrepreneurship theory and Practice, Vol.21, No.1,

    47-57.

    2. Fielden. S.L, Davidson. M.J., Dawe, A.J., and Makin.

    P.J., (2003). Fac-tors Inhibiting the Economic

    Growth of Female Owned Small Businesses in

    North West England, Journal of Small Business and

    Enterprise Development, Vol.10, No. 2, 152-166.

    3. Lee. L, Wong. P. K, Foo. M.D and Leung. A, (2011).

    Entrepreneurial Intentions: the Influence of

    Organizational and Individual Factors. Journal of

    Business Venturing, Vol.26, No.1, 124-136.

    4. Indarti. Nurul dan Rokhima. Rostiani, (2008). Intensi

    Kewirausahaan Mahasiswa: Study Perbandingan

    Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia, Jurnal

    Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.23, No.4, 1-27.

    5. Farzier. Barbara and Linda. S. Niehm, (2008). FCS

    Students' attitudes and intentions toward

    entrepreneur ial careers, Journal of Family and

    Consumer Sciences, Vol.100, No.2, 17

    6. Nabi. G, Holden. R and Walmsley. A, (2010).

    Entrepreneurial intentions among students:

    towards a re- focused research agenda. Journal of

    Small Business & Enterprise Development, Vol.17,

    No.4, 537-551.

    7. Stephen. F, Urbano. D, Van Hemmen. S, (2005). The

    impact of institutions on entrepreneurial activity.

    Managerial and Decision Economics, 26, pp. 413-

    419.

    8. Shapero. A and Sokol. L, (1982). Social Dimension of

    Entrepreneurship. In: C. Kent, D. Sexton and K.

    Vesper (eds.). The Encyclopedia of Entrepreneurship,

    Englewood Cliffs: Prentice-Hall, pp.72-90.

    9. Segal. Gerry. Borgia and Jerry. Schoenfeld,

    (2005). The motivation to become an

    entrepreneur, International Journal of

    Entrepreneurial Behaviour & Research, Vol. 11 No. 1,

    42-57

    10. Ajzen. I, (1991). The Theory of Planned Behavior.

    Organizational Behavior and Human Decision

    Processes, 50 (2), pp. 179 211.

    11. Krueger. N.f. Jr, reilly. M.d, and Carsrud. A.l,

    (2000). Competing models of entrepreneurial

    intentions, Journal of business Venturing, Vol.15,

    No.(5/6), 411-32.

    12. Krueger. N.F and Casrud. A.L, (1993).

    Enterpreneurial Intentions: Appliying The Theory

    of Planned Behavior. Enterpreneurship & Regional

    Development, Vol.5, No.4, 315-330.

    13. Summer. David. F, (1998). An Empirical

    Investigationof Personal And Situational factors

    that relate to the formation of Entrepreneurial

    Intention. Doctoral dissertation, university of North

    texas, Ann Arbor, MI: UMI desertation Srevices.

    14. Ramayah. T and Harun. Z, (2005). Entrepreneurial

    Intention Among the Student of Universiti Sains

    Malaysia (USM). International Journal of

    Management and Entrepreneurship, Vol.1, 8-20

    15. Linan. Francisco and Chen. Yi-Wen, (2006).

    Document de Treball: Testing the entrepreneurial

    intention model on a two-country sample. Universitat Autonoma de Barcelona.

    16. Simamora. Henry, (2007). Manajemen Pemasaran

    Internasional, Jilid II, Edisi 2, Jakarta, PT Rineka

    Cipta.

    17. Schiffman dan Kanuk. (2008). Perilaku Konsumen,

    Edisi , Jakarta, Indeks.

    18. Cromie, (2000). Assessing entrepreneurial

    inclinations: some approaches and empirical

    evidence, European Journal of Work and

    Organizational Psychology, Vol.9, No.1, 7-30.

    19. Cassar, Friedman, (2009). Does Self-Efficacy Affect

    Entrepreneurial Investment?, Strategic

    Entrepreneurship Journal, Vol.3, 241260.

    20. Vecchio. Robert. P, (2003). Human Resource

    management Review: Entrepreneurship and

    leadership: common trends and common threads.

    Notradame.

    21. Lane. John, (2004). Self-efficacy, self-esteem and

    their impact on academic performance, social

    behavior and personality, UK. Middlesey University.

    22. Giles. M., Rea. A, (1999). Career self-efficacy: An

    application of the theory of planned behaviour,

    Journal of Occupational and Organizational

    Psychology, Vol.72, No.3, 261-403

    23. Meyer. G, Zacharakis. A and de Castro. J, (1993).

    Postmortem of new venture failure: An attribu-tion

    theory perspective. Paper presented to Babson

    Entrepreneurship Research Con-ference.

    24. Langowitz. N and Minniti. M, (2007). The

    entrepreneurial propensity of women,

    Entrepreneurship Theory and Practice. Vol.31, No.3,

    341-364.

    25. Duh. M, (2003). Family Enterprises as an Important

    Factor of The Economic Development: The Case of

    Slovenia, Journal of Enterprising Culture, Vol.11,

    No.2, 111-130.

    26. Kolvereid. L, Iakovleva. T and Kickul. J, (2007). An

    integrated model of entrepreneurial intentions.

    Available online at: http://www.babson.edu/

    entrep/fer/2006FER/chapter_viii_2.html (diakses

    September 2016).

    http://www.babson.edu/%20entrep/fer/2006FER/chapter_viii_2.htmlhttp://www.babson.edu/%20entrep/fer/2006FER/chapter_viii_2.html

  • 10

  • 11

    Realisasi Penerimaan Dana Zakat di Indonesia: Sebuah Pendekatan

    Inklusi Keuangan

    Clarashinta Canggih1*), Khusnul Fikriyah2, Ach. Yasin3 1 Jurusan Ilmu Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

    2 Jurusan Ilmu Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected] 3 Jurusan Ilmu Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

    *) Alamat Korespondesi: Fakultas Ekonomi, Kampus UNSA Ketintang, Email: [email protected]

    ABSTRACT

    The paper aims to find out the amount of zakat fund collection, particularly zakat mal in Indonesia. Numbers of

    zakat fund collected can be used to predict zakat inclusion from the perspective of zakat payment. The paper uses

    descriptive quantitative through secondary data collection from several sources. The result shows that the

    realization of zakat fund collection in Indonesia increases during 2011-2015, so does the number of people who

    pay zakat. However, it can be seen that the zakat payment inclusion of Indonesian people is still low compare to

    the number of people who are obligated. It need further research to divulge the reason.

    Key Words: zakat fund, zakat collection, zakat inclusion

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran realisasi penerimaan zakat, terutama zakat atas pendapatan

    di Indonesia. Realisasi penerimaan zakat digunakan untuk melihat inklusi zakat dari segi pembayaran oleh

    masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif melalui pengumpulan data

    sekunder dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa realisasi penerimaan zakat di Indonesia

    selama periode 2011-2015 mengalami peningkatan.Penerimaan dana zakat yang meningkat, berbanding lurus

    dengan jumlah pembayar zakat selama periode tersebut. Namun demikian, dari hasil realisasi penerimaan zakat

    tersebut dapat dilihat bahwa tingkat inklusi pembayaran zakat masyarakat masih rendah jika dibandingkan

    dengan jumlah penduduk yang wajib berzakat. Dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut membuka alasan ini.

    Kata kunci: dana zakat, pengumpulan zakat, inklusi zakat

    1. PENDAHULUAN

    Zakat merupakan sebuah kewajiban dan

    bagian dari rukun Islam, yang terpenting setelah

    sholat. Dalam Al-Quran zakat disebut sebanyak 32

    kali, menunjukkan bahwa zakat adalah wajib

    hukumnya[1]. Zakat adalah bentuk ibadah yang

    berfungsi sebagai alat pemerataan pendapatan dalam

    masyarakat untuk mengurangi kesenjangan antara

    orang yang berkecukupan dengan orang yang

    kekurangan. Pengelolaan zakat yang tepat diharapkan

    dapat mewujudkan distribusi kekayaan yang merata.

    Indonesia, dengan populasi penduduk muslim

    mencapai 87.21% pada tahun 2013[2], diyakini

    memiliki potensi zakat yang besar. Dalam penelitian

    Baznas, Institut Pertanian Bogor (IPB). dan Islamic

    Development Bank (IDB) dikatakan bahwa potensi

    zakat nasional sebesar Rp.217 triliun[3].

    Dengan angka sebesar itu, harusnya dapat

    memberikan dampak pada upaya pemerataan

    pendapatan yang pada akhirnya dapat mengurangi

    kemiskinan di Indonesia. Namun demikian, realisasi

    penerimaan zakat ternyata masih sangat jauh dari

    angka potensi tersebut. Pada tahun 2013, Baznas

    menyerap dan mengelola hanya sebesar Rp. 2,73

    triliun, atau hanya sekitar 1%[4].

    Dengan penerimaan dana zakat yang hanya 1%

    tersebut dapat diperkirakan bahwa jumlah orang yang

    membayar zakat juga sedikit. Selaras dengan itu bisa

    dikatakan bahwa tingkat inklusi zakat dalam segi

    pembayaran juga masih rendah.

    Sejauh ini penelitian tentang zakat membahas

    mengenai potensi zakat, ataupun dampak zakat

    terhadap kesejahteraan umat. Namun demikian, belum

    ditemukan penelitian yang melihat pembayaran zakat

    sebagai bentuk inklusi keuangan dan mengukur tingkat

    inklusi zakat dari sisi pembayaran oleh masyarakat

    Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan

    untuk melihat melihat inklusi zakat dari segi

    pembayaran oleh masyarakat Indonesia selama

    periode 2011-2015.

    2. LANDASAN TEORI

    2.1 Inklusi Keuangan

    Inklusi keuangan dapat diinterpretasikan sebagai

    pendistribusian jasa keuangan pada tingkat harga yang

    terjangkau pada masyarakat yang berpendapatan

    rendah. Menurut Gunawerdhana financial inclusion

    bertujuan untuk mengatasi financial exclusion

    dimana kurangnya akses, dihadapi oleh masyarakat

    yang paling membutuhkan, terhadap jasa keuangan

    yang murah, adil dan aman dari penyedia layanan

    mainstream[5].

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • 12

    Inklusi keuangan merupakan isu yang pada

    umumnya sering terjadi di mayoritas negara yang

    kurang maupun sedang berkembang. Lebih dari

    setengah penduduk Indonesia tidak memiliki akses

    pada lembaga keuangan formal. Hasil survei rumah

    tangga yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun

    2010 menunjukkan bahwa 62% rumah tangga tidak

    memiliki tabungan sama sekali[6]. Hal ini

    mengindikasikan bahwa Jumlah kepemilikan rekening

    masyarakat Indonesia dinilai masih rendah. Sementara

    itu data Bank Dunia menyebutkan bahwa pada tahun

    2014, bahwa 35.9% orang dewasa di Indonesia (umur

    15 tahun ke atas) memiliki rekening di lembaga

    keuangan formal[7].

    2.2. Zakat

    Zakat dapat diartikan sebagai al-barakatu

    (keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan

    perkembangan), at-thaharatu (kesucian), as-salahu

    (keberesan), dan terpuji[1]. Zakat bersifat menyucikan

    jiwa dari sifat kikir dan tamak, serta menyucikan harta

    dari hak orang lain yang berada di dalamnya sehingga

    dapat membawa keberkahan dalam hidup mustahiq

    serta keberkahan dan perkembangan ekonomi sosial

    masyarakat sekitar[8].

    Zakat merupakan sebuah kewajiban dan bagian

    dari rukun Islam, yang terpenting setelah sholat.

    Dalam Al-Quran kata zakat disebut sebanyak 32 kali,

    28 kali diantaranya bersandingan dengan kata sholat.

    Hal ini menunjukkan zakat hukumnya wajib, dan

    perintah menunaikan zakat hampir sejajar dengan

    perintah sholat. Adapun syarat-syarat kekayaan yang

    wajib dizakati adalah: 1) Milik Penuh (Almilkuttam),

    2) Berkembang, 3) Cukup Nishab, 4) Lebih Dari

    Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah), 5) Bebas dari

    hutang, dan 6) Berlalu Satu Tahun (Al-Haul) [1].

    2.3. Realisasi Penerimaan Zakat di Indonesia

    Dalam studi yang dilakukan Mukhlis dan Beik

    disebutkan bahwa dana zakat yang diterima oleh BAZ

    Kabupaten Bogor selalu mengalami kenaikan dengan

    nilai yang cukup besar pada periode 2006-2010. Dana

    zakat maal yang diperoleh oleh BAZ kabupaten Bogor

    pada tahun 2010 mencapai Rp. 1.5 Milyar, yang

    mengalami peningkatan sebesar 119% jika

    dibandingkan tahun 2006[9]. Sementara itu data yang

    dihimpun oleh BAZNAS, pada tahun 2014 realisasi

    penerimaan zakat di Indonesia adalah sebesar Rp. 3.2

    trilyun [10].

    3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

    karena mendeskripsikan atau menggambarkan tentang

    inklusi pembayaran zakat di Indonesia. Adapun

    pendekatan penelitian yang digunakan adalah

    pendekatan kuantitatif. Objek penelitian ini adalah

    realisasi penerimaan zakat di Indonesia. Subjek pada

    penelitian ini adalah penerimaan zakat dari

    masyarakat Indonesia. Dalam penelitian ini lebih

    spesifik kepada zakat maal, karena zakat fitrah

    umumnya diserahkan langsung dari muzakki kepada

    mustahiq secara langsung tanpa campur tangan

    lembaga zakat dan memiliki batasan waktu

    pengumpulan dan penyaluran.

    Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data

    yang digunakan adalah teknik dokumentasi. Teknik

    dokumentasi digunakan untuk memperoleh data

    sekunder mengenai data realisasi penerimaan zakat.

    Data tersebut diperoleh dari Badan Amil Zakat

    Nasional (BAZNAS), juga Lembaga Amil Zakat

    Nasional (LAZNAS), dan Badan Pusat Stastistik

    (BPS).

    Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh

    gambaran realisasi penerimaan zakat di Indonesia.

    Hasil pengukuran deskriptif tersebut kemudian akan

    digunakan sebagai dasar untuk memotret inklusi

    pembayaran zakat masyarakat Indonesia dengan

    membandingkan jumlah penduduk yang membayar

    zakat dengan jumlah penduduk yang wajib berzakat.

    Jumlah penduduk yang membayar zakat dihitung

    dengan menggunakan dasar jumlah zakat yang

    dihimpun dibagi dengan proyeksi besaran zakat yang

    dibayar masyarakat. Proyeksi besaran zakat yang

    dibayar masyarakat diambil dari nilai pendapatan

    nasional per kapita dikalikan dengan persentase

    besaran zakat yang harus dikeluarkan, yakni 2.5%.

    4. PEMBAHASAN

    Indonesia merupakan negara dengan jumlah

    penduduk terbesar ke-4 di dunia, dengan jumlah

    penduduk sebesar 255.461.700 jiwa pada tahun

    2015[11]. Dari total jumlah penduduk Indonesia

    tersebut sebesar 48% merupakan angkatan kerja yakni

    penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang bekerja,

    punya pekerjaan tapi sementara tidak bekerja, dan

    pengangguran. Dari total penduduk di Indonesia,

    diasumsikan yang wajib menunaikan zakat maal

    adalah angkatan kerja beragama Islam yang bekerja.

    Hal ini dikarenakan mereka mendapatkan penghasilan,

    termasuk dalam kategori harta, dari pekerjaan atau

    profesi yang mereka. Data estimasi penduduk yang

    wajib mengeluarkan zakat maal di Indonesia

    ditampilkan dalam Tabel 1.

    Tabel 1. Estimasi Penduduk yang Wajib Berzakat

    Tahun Penduduk yang Wajib

    Zakat Maal

    Penduduk Indonesia

    2011 95,643,555 244,808,254 2012 96,635,791 248,037,853

    2013 96,632,204 251,268,276

    2014 99,967,101 254,454,778 2015 100,133,823 257,563,815

    Sumber : [11][15], [2] Data diolah

    Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata sekitar

    39% dari total penduduk Indonesia, wajib membayar

    zakat maal. Terjadi peningkatan jumlah penduduk

    yang wajib berzakat setiap tahunnya selaras dengan

    pertambahan penduduk.

    Zakat dapat disalurkan langsung dari mustahiq

    kepada muzakki atau melalui lembaga amil. Untuk

    zakat fitrah, umumnya disalurkan langsung kepada

    muzakki dikarenakan waktu penerimaan dan

  • 13

    pendistribusian yang terbatas dan diutamakan

    langsung diserahkan kepada 8 asnaf yang berhak.

    Adapun untuk zakat maal, pembayaran dan

    pendistribusian tidak terbatas pada waktu dan tempat

    sehingga umumnya dapat disalurkan untuk dikelola

    dan didistribusikan oleh lembaga amil zakat kepada

    muzakki.

    Nominal penerimaan zakat dapat dilihat dari

    beberapa hal, salah satunya adalah laporan keuangan

    yang dipublikasikan oleh lembaga amil zakat yang

    menerima, mengelola, dan mendistribusikan dana.

    Berikut adalah penerimaan zakat yang dipublikasikan

    oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) periode

    2011-2015.

    Tabel 2. Realisasi Penerimaan Zakat Indonesia

    Tahun Realisasi Penerimaan Zakat

    2011 32,986,949,797

    2012 40,387,972,149 2013 50,741,735,215

    2014 69,865,506,671

    2015 74,225,748,204

    Sumber : [4], [16][18] Dari besaran penerimaan zakat tersebut dapat

    diperkirakan jumlah orang yang membayar zakat di

    Indonesia selama periode 2011-2015. Jumlah orang yang

    membayar zakat di Indonesia dapat dilihat padaTabel 3.

    Tabel 3. Jumlah Pembayar Zakat Indonesia Tahun Jumlah Pembayar Zakat

    2011 53,510 2012 60,901

    2013 70,253

    2014 89,113 2015 89,972

    Sumber : [4], [11][18] Data diolah.

    Dari Tabel 3. di atas dapat dilihat bahwa seiring

    dengan peningkatan nilai penerimaan zakat, jumlah

    orang yang membayar zakat juga mengalami

    peningkatan selama periode 2011-2015.

    Dari data hasil perhitungan jumlah orang yang

    wajib zakat dan jumlah orang yang membayar zakat

    tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa terjadi

    ketimpangan yang cukup signifikan antara pembayar

    zakat dengan orang yang wajib berzakat.

    Dapat dilihat bahwa persentase orang yang

    membayar zakat terhadap orang yang wajib berzakat

    sangat kecil. Pada periode 2011-2015, tidak sampai

    0.1% dari orang yang wajib berzakat membayar zakat

    melalui Badan Amil Zakat. Hal ini menunjukkan

    bahwa inklusi pembayaran zakat masyarakat Indonesia

    masih sangat rendah.

    Gambar 1. Perbandingan jumlah pembayar zakat dan

    orang yang wajib zakat di Indonesia Sumber : [11][15], [2], [4], [16][18] Data diolah

    Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

    oleh Syahrullah dan Ulfah. Diindikasikan bahwa

    tingkat pembayaran zakat, khususnya zakat atas

    pendapatan, terutama pada kalangan akademisi cukup

    rendah. Banyak akademisi yang belum membayarkan

    zakat, terutama zakat pendapatan[19].

    Tingkat inklusi pembayaran zakat yang rendah

    tersebut bertolak belakang dengan fakta penduduk

    Indonesia yang mayoritas Muslim. Salah satu

    kemungkinan penyebab rendahnya inklusi

    pembayaran zakat tersebut adalah masih banyaknya

    orang yang wajib zakat di Indonesia menyalurkan

    zakatnya langsung kepada mustahiq tanpa melalui

    lembaga zakat. Hal ini menyebabkan pembayaran

    zakat tersebut tidak terdata oleh pengelola zakat[20], [21].

    Faktor lain yang juga menjadi salah satu

    kemungkinan rendahnya tingkat inklusi zakat adalah

    rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

    pengelola zakat. Hal ini disebabkan oleh

    profesionalisme lembaga zakat dan sumber daya

    manusia yang ada di dalamnya serta kurang

    terpublikasikannya hasil pengelolaan zakat oleh

    lembaga zakat kepada masyarakat umum[22], [23].

    Tingkat inklusi pembayaran zakat yang rendah ini

    perlu menjadi perhatian bagi semua pihak yang

    terlibat. Hal ini menunjukkan banyak hal yang harus

    dilakukan bagi para pihak yang terkait dengan

    pembayaran zakat di Indonesia. Syahrullah dan Ulfah

    menyatakan bahwa semua pihak yang terkait dengan

    zakat di Indonesia harus mengambil tindakan dan

    langkah yang nyata untuk mempengaruhi orang

    membayar zakat, melalui lembaga zakat pada

    khususnya. Hal ini bisa dilakukan melalui banyak cara

    misalnya dengan menyediakan informasi yang tepat

    dan berkelanjutan, seminar, kampanye, dan juga

    diskusi terbuka tentang isu terkini dalam zakat maal.

    Pemahaman orang yang wajib membayar zakat

    juga harus ditingkatkan, karena hal ini mempengaruhi

    besaran dana zakat yang dihimpun oleh lembaga zakat.

    Rendahnya pemahaman kewajiban zakat masyarakat

    menjadi salah satu penyebab rendahnya penerimaan

    zakat di Indonesia[24]. Jadi perlu diberikan edukasi

    kepada masyarakat mengenai kewajiban membayar

    zakat.

  • 14

    Selain itu pemerintah juga berperan penting dalam

    upaya peningkatan pembayaran zakat di masyarakat.

    Salah satunya dengan kebijakan zakat sebagai

    pengurang pajak. Bank Indonesia juga menginisiasi

    penyusunan standardisasi zakat internasional untuk

    meningkatkan pengumpulan penerimaan zakat dan

    mengoptimalkan pengelolaan zakat sesuai best

    practices.

    5. KESIMPULAN

    Pembayaran zakat di Indonesia pada periode

    2011-2015 selalu mengalami peningkatan sejalan

    dengan peningkatan jumlah penduduk dan penduduk

    yang wajib berzakat. Namun demikian jumlah orang

    yang membayar zakat di Indonesia masih sedikit jika

    dibandingkan dengan orang yang wajib berzakat. Hal

    ini menunjukkan tingkat inklusi pembayaran zakat

    masyarakat Indonesia masih sangat rendah.

    Perlu adanya perhatian dan penanganan dari

    semua pihak yang terkait. Adanya sinergi yang baik

    dari pemerintah, lembaga zakat, bank sentral, dan

    masyarakat dapat mewujudkan inklusi zakat

    masyarakat Indonesia yang tinggi.

    6. DAFTAR PUSTAKA

    [1]. Y. Al-Qardawi, (1999). Fiqh al Zakah, Vol I.

    Kingdom Of Saudi Arabia, Ministry Of Higher

    Education, King Abdulaziz University. Centre for

    Research in Islamic Economics.

    [2]. KEMENAG (2013). Jumlah Penduduk Menurut Agama, No. 1.

    [3]. M. Firdaus, I. S. Beik, and T. Irawan, (2012).

    Economic Estimation and Determinations of Zakat Potential in Indonesia.

    [4]. BAZNAS, (2013). Laporan Penerimaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta: BAZNAS.

    [5]. M. Gunawardhena, (2007). Measures to Increase

    Financial Inclu