Teks cerpen sejarah

4
Kami Berubah Oleh: Anisa Fitriana Kusuma Tahun baru hijriah kali ini terasa hampa. Aku yang baru terbangun dari tidurku seketika kaget akan mimpiku semalam. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku akan genap berusia 17 tahun pada tahun ini. “Apa? Seseorang berambut pirang datang ke Ternate serta Tidore?, siapakah itu?” Pertanyaan itu terus mengiang diotakku sejak tadi subuh. Ibuku yang membangunkanku dengan cara menggeret kaki ku secara paksa telah memaksaku untuk menghentikan mimpiku tadi malam. Aku pun langsung bergegas ke surau untuk melaksanakan sholat Subuh berjamaah. Ternate subuh ini terasa sedikit berbeda, banyak kupu kupu bertebangan di kala subuh. Pertanda apakah ini? Selepas sholat subuh, aku selalu menyempatkan untuk melewati rumah guruku. Entah itu hanya untuk bertegur sapa, atau menanyakan jadwal pelajaran hari ini. Kampungku memang terkenal ramah. Budaya islam kami sangat kuat, terutama dalam mengikuti anjuran Rasulullah tentang adab bermasyarakat. “Mahmud, pergilah ke pelabuhan untuk membeli ikan segar disana ya. Jangan terlambat, ikan ikan disana akan cepat berpindah ke tangan lain. Apabila kau tidak cekatan, ia bisa hilang dan kita tidak ada menu makan siang” teriak ibuku dari halaman

Transcript of Teks cerpen sejarah

Page 1: Teks cerpen sejarah

Kami BerubahOleh: Anisa Fitriana Kusuma

Tahun baru hijriah kali ini terasa hampa. Aku yang baru terbangun dari tidurku

seketika kaget akan mimpiku semalam. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku akan

genap berusia 17 tahun pada tahun ini.

“Apa? Seseorang berambut pirang datang ke Ternate serta Tidore?, siapakah itu?”

Pertanyaan itu terus mengiang diotakku sejak tadi subuh. Ibuku yang

membangunkanku dengan cara menggeret kaki ku secara paksa telah memaksaku untuk

menghentikan mimpiku tadi malam. Aku pun langsung bergegas ke surau untuk

melaksanakan sholat Subuh berjamaah. Ternate subuh ini terasa sedikit berbeda, banyak kupu

kupu bertebangan di kala subuh. Pertanda apakah ini?

Selepas sholat subuh, aku selalu menyempatkan untuk melewati rumah guruku. Entah

itu hanya untuk bertegur sapa, atau menanyakan jadwal pelajaran hari ini. Kampungku

memang terkenal ramah. Budaya islam kami sangat kuat, terutama dalam mengikuti anjuran

Rasulullah tentang adab bermasyarakat.

“Mahmud, pergilah ke pelabuhan untuk membeli ikan segar disana ya. Jangan terlambat, ikan

ikan disana akan cepat berpindah ke tangan lain. Apabila kau tidak cekatan, ia bisa hilang dan

kita tidak ada menu makan siang” teriak ibuku dari halaman belakang. Aku yang kala itu

sedang mengamati halaman depan pun segera menuruti apa kata ibuku.

Didalam perjalanan menuju pelabuhan, aku berjumpa dengan kupu kupu yang sangat

cantik. Kurasa ia baru saja berubah dari kepompong. Banyak sekali kupu kupu yang aku

temui hari ini mulai dari subuh tadi. Pertanda apakah ini? hmm, aku rasa aku pernah melihat

ini sebelumnya. Dimana ya, mungkin di mimpi atau hanya sebuah ilusi? Ah sudahlah, itu

hanya kupu kupu.

Aku sampai juga di Pelabuhan. Syukurlah pelabuhan belum terlalu ramai, dan aku

bisa merasakan atmosfer kesegaran ikan ikan di Pelabuhan ini.

“Ibu, aku hendak membeli ikan tongkol”

Page 2: Teks cerpen sejarah

“Duh, maaf, Dik. Ikan tongkolnya kosong, Nelayan hari ini tidak berani untuk melaut terlalu

jauh.”

“wah, seperti itu ya bu? Yasudah seadanya saja bu. Ikan lele saja pun tidak apa apa”

“Iya, Dik. Sepertinya ada kapal besar yang akan berlabuh di Ternate ini, makanya air lautnya

agak pasang”

“Kapal besar? Kapal besar siapa ya, Bu?”

“Entahlah, Dik”

Kapal besar. Hal itu terus terngiang di otakku. Siapa pemilik kapal besar itu. Aku pun masih

berpikir tentang banyaknya kupu kupu yang ku jumpai hari ini.Oh iya, aku teringat kata kata

nenekku dulu waktu aku kecil. Ia pernah berkata bahwa kupu kupu itu tandanya ada seorang

tamu yang akan datang. Tamu? Siapa ya kira kira.

Setibanya aku dirumah aku langsung memberikan ikan ikan itu. Ya, walaupun

ikannya tidak sesuai dengan keinginan kami. Setelah itu aku langsung pamit kepada ibuku

untuk pergi mengaji disurau. Kulihat jalanan cukup ramai, seperti ada acara besar saja.

“ustad, ada apa ini? kenapa ramai sekali?”

“MasyaAllah, kita kedatangan tamu, Nak”

“Ha? Siapa?”

“Entahlah, kulihat fisiknya sangat berbeda dengan kita. Ia berambut pirang, berkulit putih dan

tinggi.

Berambut pirang? Bukannya itu mimpiku tadi malam? Siapa mereka? Apa yang akan

ia lakukan kepada Ternate ku ini? Kulihat, semua orang menyambut mereka secara ramah,

baik dan sangat santun. Ah sudahlah, aku juga harus menyambut mereka dengan baik, tidak

boleh berprasangka buruk.

Sudah cukup lama kurasa mereka hadir di Ternate Ku, aku sering melihat mereka

berjalan bersama petinggi petinggi kerajaan di Ternate. Wah, akrab sekali ya mereka. Aku

pun memutuskan untuk bermain bersama temanku di seperti biasa. Kami suka sekali bermain

bola. Saat telah sampai di tempat, aku dan kawan kawan ku terkejut melihat ada bangunan

tinggi menjulang. Aku pun bertanya kepada penduduk sekitar.

Page 3: Teks cerpen sejarah

“Pak, bangunan apakah itu”

“oh, itu benteng buatan Portugis untuk melindungi kita dari Tidore, Dik”

“Untuk apa kita berlindung dari Tidore, Pak?”

“Saat ini hubungan Ternate dan Tidore sedang memanas, Dik”

Aku pun hanya bingung mendengar perkataan Bapak itu. Ada apa dengan Tidore? Tempat

bibi kesayanganku berada.

Saat pulang kerumah aku berkata ke Ibuku bahwa aku aku ingin menjumpai Bibi

Latifah di Tidore. Tapi Ibu melarangku. Katanya, hubungan Ternate dan Tidore saat ini

sedang tidak baik. Entah apa yang membuat hubungan antara dua kerajaan ini tidak

membaik. Aku bingung.

Aku sangat ingat dulu, hubungan dua kerajaan ini sangat erat dahulu. Bagaikan adik

kakak yang saling membutuhkan. Aku pun dulu sering diajak Ayah dan Ibuku untuk

berkunjung ke Tidore. Tapi entah kenapa, saat ini hubungan kedua kerajaan sedang tidak

baik. Salah siapa ini? apa jangan jangan gara gara si berambut pirang itu? Aku harap

semuanya dapat kembali baik seperti dulu lagi. Aku harap secepatnya.