Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

22
Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.1 TEKNOLOGI PENGELOLAAN KUALITAS AIR *) Oleh : Sugeng Abdullah, SST, M.Si. **) Latar belakang UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 16 (b) dan Pasal 23 (1) menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten / Kota memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam hal pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air di wilayahnya. Untuk merealisasikannya maka pengelolaan kualitas air harus dapat melibatkan semua komponen masyarakat, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Dengan demikian kualitas air yang ada di Kabupaten / Kota yang bersangkutan akan selalu sesuai dengan harapan penggunaanya. Penggunaan air (badan air) sesuai peruntukannya menurut PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Pasal 8 adalah dikelompokkan sebagai berikut : 1. Kelas satu, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 2. Kelas dua, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 3. Kelas tiga, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. 4. Kelas empat, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. *) Makalah ini disajikan dalam rangka Pelatihan Fasilitasi Teknologi Ramah Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Tanggal 6 - 7 September 2006. **) Lektor pada Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto, Politeknik Kesehatan Semarang.

description

uraian singkat tentang cara pengolahan limbah secara fisik, kimia dan biologi.

Transcript of Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Page 1: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.1

TEKNOLOGI PENGELOLAAN KUALITAS AIR *)

Oleh : Sugeng Abdullah, SST, M.Si. **)

Latar belakang

UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 16 (b) dan Pasal 23 (1)

menyebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten / Kota memiliki kewenangan dan tanggung

jawab dalam hal pengelolaan sumber daya air dan pengelolaan kualitas air serta

pengendalian pencemaran air di wilayahnya. Untuk merealisasikannya maka pengelolaan

kualitas air harus dapat melibatkan semua komponen masyarakat, sehingga dapat

diperoleh hasil yang optimal. Dengan demikian kualitas air yang ada di Kabupaten /

Kota yang bersangkutan akan selalu sesuai dengan harapan penggunaanya.

Penggunaan air (badan air) sesuai peruntukannya menurut PP No.82 Tahun 2001

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Pasal 8 adalah

dikelompokkan sebagai berikut :

1. Kelas satu, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

2. Kelas dua, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain

yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas empat, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

*) Makalah ini disajikan dalam rangka Pelatihan Fasilitasi Teknologi Ramah Lingkungan,

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Tanggal 6 - 7 September 2006.

**) Lektor pada Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto, Politeknik Kesehatan Semarang.

Page 2: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.2

Di dalam kenyataanya kerap terjadi bahwa kualitas air dari badan air dimaksud

sudah mengalami penurunan akibat kehadiran beragam polutan. Bahkan pada beberapa

kasus, kualitas air badan air dimaksud telah berada di bawah ambang bakumutu, yang

berarti telah terjadi pencemaran.

Apabila telah terjadi pencemaran badan air atau kualitas air menurun di bawah

ambang baku mutu, maka diperlukan upaya penanganan yang menyeluruh untuk

mengembalikan kualitas air sesuai kelas peruntukannya. Salah satu upaya untuk

menangani hal tersebut adalah melalui pendekatan teknik / teknologi.

Teknik pengelolaan kualitas air pada hakekatnya dapat diterapkan dalam

bentuk pencegahan terjadinya pencemaran pada sumber air (badan air) melalui

pengendalian pembuangan limbah. Dalam pengendalian pembuangan limbah lazim

dilakukan dengan pembatasan-pembatasan tentang jumlah limbah dan konsentrasi

polutan yang boleh dibuang ke alam.

Pengendalian pembuangan limbah ke alam (badan air) yang bersifat

menyeluruh dan dinamis adalah dengan penentuan daya tampung beban pencemaran

(sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang

Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Pada Sumber Air).

Penentuan daya tampung beban pencemaran badan air, memiliki konsekwensi

adanya pembatasan beban pencemaran dari suatu pabrik atau industri. Pembatasan beban

pencemaran dapat diartikan sebagai pembatasan jumlah limbah dan konsentrasi bahan

pencemar yang boleh dibuang ke badan air dimaksud.

Adanya pembatasan tersebut “memaksa” pabrik / industri untuk mengurangi

jumlah limbah dan konsentrasi polutan melalui mekanisme proses pengolahan limbah.

Idealnya, pabrik / industri itu tidak menghasilkan limbah atau sangat sedikit

menghasilkan limbah (clean production). Akan tetapi bila hal demikian tidak

memungkinkan, maka satu-satunya jalan adalah melakukan pengolahan limbah (end of

pipe treatment).

Teknologi pengolahan air limbah

Kebijakan pengelolaan kualitas air dengan menganjurkan pembangunan IPAL

(Instalasi Pengolahan Air Limbah) sering dikritik sebagai teknologi sunset, yakni

teknologi yang kuno dan hampir tenggelam. Namun demikian, hanya cara inilah yang bisa

Page 3: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.3

dilakukan apabila belum dapat menerapkan teknologi yang bebas limbah. Melalui

pembangunan IPAL pada setiap pabrik / industri, diharapkan kualitas air limbah yang

dibuang ke alam akan menjadi lebih baik bahkan bisa lebih baik dari ambang bakumutu

yang ditetapkan oleh pemerintah. Efek berikutnya berupa kualitas air di lingkungan

(badan air) akan selalu terjaga dan bebas dari pencemaran.

Teknologi pengolahan limbah cair (air limbah) yang telah dikembangkan

dewasa ini secara garis besar dibagi menjadi 3 metode pengolahan, yaitu (a) pengolahan

secara fisika, (b) pengolahan secara kimia dan (c) pengolahan secara biologi . Dalam

prakteknya ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri

atau secara kombinasi, tergantung dari karakteristik limbah yang diolah.

Pengolahan secara fisika

Pengolahan limbah secara fisika pada dasarnya untuk memisahkan padatan

kasar yang terapung atau melayang. Cara fisika juga dimanfaatkan untuk untuk

memisahkan antara padatan dan cairan. Secara umum unit pengolah limbah secara fisika

meliputi fungsi untuk penapisan (screening), pengendapan (sedimentation / presipitation),

pengapungan (floatation), penyaringan (filtration), pemisahan sentrifugasi

(centrifugation) dan penguapan (evaporation).

Beberapa diantara unit pengolahan air limbah secara fisika yang banyak

dijumpai adalah sebagai berikut :

1. Screen atau bar screen & bar rack adalah merupakan saringan benda kasar

berbentuk pagar jeruji besi. Berguna untuk memisahkan padatan terapung dan

melayang seperti sampah-sampah padat yang ada dalam air limbah. Untuk

pengambilan sampah-sampah yang terkumpul dapat dilakukan dengan cara

konvensional oleh petugas atau dengan cara mekanis yang otomatis.

2. Sedimentation / presipitation berupa unit grit chamber (bak penangkap pasir) dan

clarifier / sedimentation tank (bak pemisah / pengendap) atau unit thickener

(pemekatan). Unit ini berfungsi untuk memisahkan partikel utuh (discreet) seperti

pasir dan juga untuk memisahkan padatan melayang (suspensi) yang sudah

menggumpal. Penggumpalan pertikel susupensi ini dapat disebabkan karena proses

alamiah atau proses penambahan bahan kimia atau proses biologis (lumpur aktif).

3. Flotasi atau pengapungan banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang

mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan

Page 4: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.4

berikutnya. Unit pengolah air limbah dengan cara ini dikenala dengan oil sparator

atau greestrap. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan

tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening)

dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).

4. Filtrasi atau penyaringan. Ada 3 (tiga) macam proses penyaringan yaitu filtrasi

konvensional , fitrasi membran dan dewatering. Filtrasi konvesional dibedakan

berdasarkan tingkat kecepatan penyaringan yaiti filtrasi lambat, filtrasi cepat. Dalam

filtrasi cepat biasanya dipakai dengan sistem gravitasi atau sistem tekanan. Media

untuk filtrasi konvensional yang umum digunakan adalah pasir, kerikil, arang aktif ,

antrasit, zeolit. Penggunaan arang aktif, antrasit dan zeolit juga bermanfaat ganda

berupa penghilangan bau dan kesadahan air (hardness). Filtrasi membran meliputi

filter mikro, filter ultra, reverse osmosa dan dialisis elektris. Dewatering merupakan

unit pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengurangi kadar air (dalam lumpur

limbah) berupa filter vacum rotasi, filter tekan / press dan belt press.

Proses filtrasi di dalam pengolahan air limbah, biasanya dilakukan untuk

mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis, akan dilaksanakan untuk

menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak

mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam

proses osmosa.

Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan

senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama

jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.

Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit

pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali

air yang diolah. Sekarang, teknologi ini mengalami kemajuan yang pesat dan sudah

banyak dipakai oleh masyarakat untuk pengolahan air minum isi ulang. Harganya

juga sudah jauh lebih murah dibanding 5 – 10 tahun lampau.

5. Sentrifugasi merupakan teknik memisahkan padatan dengan air dengan cara

pemusingan. Dikenal ada 2 (dua) macam sentrifugasi yaitu dehidrasi dan presipitasi.

6. Penguapan (evaporasi) merupakan upaya memisahkan padatan dan air menggunakan

energi panas melalui proses distilasi. Cara ini tidak begitu populer untuk pengolahan

limbah pabrik / industri pada umumnya. Akan tetapi mulai diterapkan untuk

mengolah limbah nuklir / radiasi yang berupa cairan. Sesungguhnya pengolahan

Page 5: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.5

limbah dengan cara evaporasi / distilasi ini memiliki potensi yang sangat besar bila

memanfaatkan energi panas dari sinar matahari.

Beberapa riset yang telah dilakukan, diketahui bahwa distilasi menggunakan

energi panas matahari mampu menyuling air dengan kuantitas yang beragam, seperti

diperlihatkan pada tabel berikut :

Tabel : Produksi air tawar distilator tenaga surya pada berbagai penelitian

NO PENELITIAN PRODUKSI AIR TAWAR

1. NN (1996) 4,66 liter/hari/m2

2. Kimpraswil (2005) 6-8 liter/hari

3. Marsum, dkk. (2004) 4,161 liter/hari/m2

4. Sugeng Abdullah (2005) 3,866 liter/hari/m2

Sumber : Abdullah, S. (2005)

Pengolahan secara kimia

Pengolahan air limbah secara kimia bertujuan untuk menghilangkan partikel-

partikel yang tidak mudah mengendap (suspensi dan koloid), logam-logam berat,

senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan menambahkan bahan kimia tertentu,

sehingga terjadi perubahan sifat. Perubahan sifat dimaksud antara lain meliputi perubahan

keasaman (pH), perubahan dari tidak bisa mengendap menjadi bisa mengendap,

perubahan dari beracun menjadi tidak beracun, dll.

Bahan kimia yang biasa digunakan untuk pengolahan air limbah antara lain

kapur, tawas, ferichlorida, PAC, kaporit, PK (kalium permanganat), hidrogen peroksida,

asam sulfat, dll. Penggunaan bahan kimia tersebut dalam pengolahan air limbah secara

kimia, terutama untuk kepentingan sebagai berikut :

1. Netralisasi, upaya ini pada dasarnya adalah untuk mengatur keasaman (pH) menjadi

netral (pH mendekati nilai 7). Untuk pengaturan keasaman air limbah, bahan kimia

yang lazim digunakan adalah larutan kapur (CaCO3) dan asam klorida (HCl).

Netralisasi dibutuhkan sebagai persyaratan untuk pengolahan tahap berikutnya,

misalnya koagulasi & flokulasi atau untuk pengolahan cara biologi. Netralisasi dalam

pengolahan cara biologi dimaksudkan untuk mengatur keasaman dan menghilangkan

bahan beracun.

2. Koagulasi & flokulasi adalah proses pencampuran bahan kimia kedalam air limbah

melalui pengadukan dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi proses destabilisasi

Page 6: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.6

pada partikel melayang (suspensi dan koloid). Selanjutnya akan terbentuk gumpalan

(flok) dan akhirnya dapat mengendap. Bahan kimia yang dipakai untuk proses ini

dikenal dengan sebutan koagulan, antara lain berupa tawas (Al2[SO4]3), Ferichlorida

(FeCl3), Ferosulfat (FeSO4) PAC (Poly Aluminium Chlorida).

Keberhasilan proses koagulasi & flokulasi ini sangat dipengaruhi oleh (a) jenis

konsentasi pencemar (partikel) pada air limbah, (b) dosis koagulan, (c) kecepatan dan

lama pengadukan, (d) keasaman (pH) air limbah dan (e) temperatur air limbah.

Gambaran tentang dosis koagulan yang dipandang optimum untuk pengolahan air

limbah adalah sebagai berikut:

Sumber : Novita ( Abdullah, S., 2006)

3. Oksidasi dan/ atau reduksi, misalnya diterapkan untuk krom heksavalen (Cr6+

),

sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3 ], terlebih dahulu direduksi

menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5 ).

Penghilangan bahan organik beracun pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan

mengoksidasinya dengan klor (Cl ), kalsium permanganat, aerasi, ozon, hidrogen

peroksida.

Oksidasi tidak hanya dilakukan dengan bahan oksidator kimia seperti klor (Cl),

kalsium permanganat, aerasi, hidrogen peroksida, tetapi bisa menggunakan udara

yang dikontakkan dengan air limbah (aerasi), atau menggunakan cara elektrolisis

(electro coagulation), ozonisasi, sinar ultra violet, teknologi plasma. Ozonisasi, ultra

violet dan teknologi plasma dewasa ini juga telah berkembang pesat, sehingga sangat

potensial untuk dimanfaatkan dalam upaya pengelolaan kualitas air.

4. Adsorbsi dimaksudkan untuk menjerap senyawa-senyawa tertentu. Misalnya

penggunaan karbon aktif, dilakukan untuk menghilangkan senyawa aromatik

(misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk

menggunakan kembali air limbah tersebut. Disamping menggunakan karbon aktif,

adsorbsi bisa juga menggunakan alumina aktif.

Page 7: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.7

5. Penukar ion (ion exchanger) bermanfaat untuk menghilangkan ion Ca atau Mg. Air

yang akan di olah dialirkan melalui kolom yang berisi resin penukar atau resin

penukar anion, atau resin penukar kation, atau zeolit.

Pengolahan secara biologi

Air limbah yang mengandung pencemar organik biodegradable (bisa diurai oleh

jasad renik) sangat tepat apabila diolah dengan cara biologi. Pengolahan secara biologi

memiliki kelebihan yakni murah dan efisien. Kendatipun yang diolah oleh jasad renik

hanyalah bahan organik biodegradable, tetapi ternyata bahan-bahan non biodegradable

dan bahan non organik seperti logam berat juga bisa terkurangi bahkan hilang bila

konsentrasi tidak terlalu tinggi.

Berkurangnya konsentrasi bahan non organik dalam air limbah yang diproses

dengan cara biologi, adalah melalui mekanisme terjerap oleh flok (gumpalan) yang

terbentuk oleh pertumbuhan koloni bakteri. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa

proses pengolahan dengan cara biologi dapat berlangsung secara aerob dan anaerob.

Proses aerob berarti bahwa penguraian bahan organik dilakukan oleh bakteri yang dalam

aktivitasnya memerlukan kehadiran oksigen (O2). Sebaliknya, proses anaerob berarti

dilakukan oleh bakteri yang aktivitasnya tidak memerlukan oksigen.

Pertumbuhan bakteri dalam proses penguraian bahan pencemar organik dibedakan

dalam dua kelompok yakni (a) pertumbuhan tersuspensi (suspended growth) dan (b)

pertumbuhan lekat (attached growth). Atas dasar keberadaan oksigen dan pertumbuhan

bakteri dalam proses pengolahan air limbah, maka pengolahan secara biologi dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Pengolahan secara aerobik, meliputi proses lumpur aktif (pertumbuhan tersuspensi)

dan pengolahan film biologi (pertumbuhan lekat). Proses lumpur aktif memiliki

beragan tipe , yakni tipe konvensional /standar, aerasi diperluas (extended aeration),

proses bebas bulk (lumpur tak bisa mengendap), parit oksidasi (oxidation ditch),

proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Sedangkan yang termasuk tipe pengolahan film

biologi, antara lain saringan tetes (trickling filter), cakram biologi (RBC = Rotating

Biological Contactor), aerasi kontak (contact aeration), proses filter biologi

(biofilter) dan proses media unggun biologi.

Proses lumpur aktif pada prakteknya adalah mengalirkan air limbah kedalam

bak yang di aliri udara (bak aerasi). Selanjutnya dalam bak tersebut akan tumbuh

Page 8: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.8

koloni bakteri berwarna kelabu hingga coklat-kehitaman. Koloni bakteri inilah yang

disebut sebagai lumpur aktif. Koloni bakteri akan terus tumbuh membesar sehingga

membentuk gumpalan (flok). Gumpalan – gumpalan ini kemudian di endapkan di bak

pengendap II, dengan cara mengalirkan air limbah dari bak aerasi. Endapan lumpur

yang terbentuk di bagian bawah bak pengendap sebagian dibuang dan sebagian yang

lain dikembalikan ke bak aerasi, dan cairan yang ada dibagian atas bak pengendap

akan tampak jernih. Cairan yang jernih ini adalah air limbah yang sudah bersih dari

bahan organik pencemar.

Reaktor pertumbuhan lekat seperti saringan tetes berupa tumpukan kerikil

dengan tinggi > 2m dan air limbah dialirkan menetes dari atas. Pada permukaan batu

kerikil akan tumbuh koloni bakteri, yang semakin lama semakin tebal sehingga akan

terkelupas. Koloni bakteri yang terkelupas ini ditampung dalam bak pengendap II.

Pengolahan air limbah dengan proses aerob cocok untuk pengolahan air limbah

yang memiliki BOD < 4000 mg/lt. Meskipun sebenarnya mampu untuk mengolah

air limbah dengan BOD hingga 10.000 mg/lt, tetapi memerlukan biaya energi untuk

aerasi yang tinggi, sehingga dipandang tidak efisien. Air limbah dengan BOD >4000

mg/lt lebih cocok diolah dengan proses anaerob.

2. Pengolahan secara anaerobik meliputi pencerna anaerob (anaerobic digestion) dan

UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket). Tangki pencerna enaerob adalah sebuah

tangki kedap udara yang dialiri air limbah. Di dalam tangki ini, air limbah mengalami

proses penguraian oleh bakteri anaerob. Proses ini menghasilkan gas, diantaranya

yang paling khas adalah gas H2S yang berbau busuk. Proses anaerob juga dapat

menghasilkan gas metan, sehingga apabila dikelola dengan baik akan diperoleh gas

bio yang sangat bermanfaat.

UASB pada dasarnya sama dengan pencerna anaerob, perbedaannya terletak

pada cara pengaliran air limbah. Pada UASB aliran air mengarah ke atas pada tangki

vertikal. Unit pengolah limbah anaerobik lainnya adalah ABR (Anaerobic Baffle

Reactor). ABR sangat rentan terhadap perubahan debit limbah dan perubahan

konsentrasi bahan organik secara mendadak (organic & hydrolic loading)

3. Lagoon merupakan kolam yang didalamnya terjadi proses aerob, fakultatip dan

anaerob, sesuai kedalaman air. Pasokan oksigen mengandalkan dari proses alam,

yakni oksigen dari udara yang melarut kedalam air dan oksigen yang berasal dari

fotosintesis tumbuhan air. Kadang lagoon disertai juga dengan aerator untuk

menambah oksigen terlarut pada air (aerated lagoon)

Page 9: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.9

4. Pengolahan secara irigasi (land treatment) adalah mengolah air limbah dengan cara

untuk mengairi tanaman atau rumput. Air limbah yang mengandung bahan organik

biodegradable berpotensi sebagai penyubur tanaman. Air limbah yang mengandung

logam berat dapat digunakan untuk penyiraman hutan bambu yang berlokasi jauh dari

pemukiman dan sumber air. Logam berat akan terakumulasi pada batang bambu.

Selanjutnya air limbah akan mengalami proses pembersihan secara alami melalui

mekanisme penguraian oleh jasad renik dan filtrasi oleh tanah dan batuan lainnya.

Tahap pengolahan air limbah

Seperti telah dikemukakan dimuka bahwa metode pengolahan air limbah baik

fisika, kimia dan biologi dapat diterapkan secara sendiri-sendiri atau kombinasi. Apabila

diterapkan secara kombinasi perlu dibuat urutan tahap pengolahan sesuai fungsi dan

syarat masing-masing unit pengolah air limbah. Instalasi pengolahan air limbah yang

lengkap memiliki tahap pengolahan sebagai berikut :

1. Prelimanary treatment (pengolahan pendahuluan)

Unit pengolah limbah yang termasuk dalam tahap ini adalah Bar rack,

Screening, equalization, Grit Chamber, Floatation tank, pra sedimentation,

coagulation, lime feeder (pembubuh kapur). Pengolahan pendahuluan yang terdiri dari

screen dan grit chamber, ternyata mampu mengurangi BOD sebesar 0 –5% dan

mengurangi TSS (Total Suspended Solid = padatan tersuspensi) sebesar 5 – 100%.

2. Primary Treatment (pengolahan tahap kesatu)

Unit pengolah limbah yang termasuk dalam tahap ini adalah primary

sedimantation tank ( bak pengendap I). Penggunaan bak pengendap I sebagai unit

pengolah limbah , apabila dapat beroperasi secara optimal, akan diperoleh efisiensi

pengurangan BOD5 : 30 – 40%, COD : 30 – 40%, TSS : 50 – 65 TP (Total Phosphat):

10 – 20%, ON (organik nitrogen) : 10 – 20%.

3. Secondary treatment (pengolahan tahap kedua)

Unit pengolah limbah yang termasuk dalam tahap ini adalah pengolahan secara

biologis diantaranya lumpur aktif konvensional (activated sludge), saringan tetes

(trickling filter) dan bentuk modifikasi lainnya. Pengolahan air limbah menggunakan

activated sludge mampu menghilangkan BOD5 : 80 – 85%, COD : 80 – 85%, TSS : 80

– 90%, TP (Total Phosphat): 10 – 25%, ON (organik nitrogen) : 15 – 50%, dan

Ammonia Nitrogen : 8 – 15%. Apabila digunakan trickling filter maka akan mampu

Page 10: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.10

menghilangkan BOD5 : 60 – 80%, COD : 60 – 80%, TSS : 60 - 85 TP (Total

Phosphat): 8 - 12%, ON (organik nitrogen) : 15 – 50%, dan Ammonia Nitrogen : 8 –

15%.

Pada tahap ini bisa juga ditambah unit pengolah limbah berupa koagulasi dan

sedimentasi. Unit pengolah limbah ini apabila diletakan setelah primary treatment dan

pengolahan biologis akan menghilangkan BOD5 : 40 – 70%, COD : 40 – 70%, TSS :

50 - 80%, TP (Total Phosphat) : 70 - 90%, ON (organik nitrogen) : 50 – 90%.

4. Tertiary treatment (pengolahan tahap ketiga)

Unit pengolah limbah yang termasuk dalam tahap ini antara lain nitrifikasi -

denitrifikasi, ion exchange, activated carbon, reverse osmosis, electrodialisis, filtrasi,

land irigation. (a) Unit nitrifikasi mampu menghilangkan BOD5 : 80 – 95%, COD : 80

– 90%, TSS : 70 – 90%, TP (Total Phosphat): 10 – 15%, ON (organik nitrogen) : 75 -

85%, dan Ammonia Nitrogen : 85– 95%. (b) Unit ion exchange mampu

menghilangkan Ammonia Nitrogen : 90– 95%. (c) unit activated carbon mampu

menghilangkan BOD5 : 50 – 85%, COD : 50 – 85%, TSS : 50 – 80%, TP (Total

Phosphat): 10 – 30%, ON (organik nitrogen) : 30 - 50%. (d) unit reverse osmosis

mampu menghilangkan BOD5 : 90 – 100%, COD : 90 – 100%, TP (Total

Phosphat): 90 – 100%, ON (organik nitrogen) : 90 – 100%, dan Ammonia

Nitrogen : 60 – 90%. (e) unit elektrodialisis mampu menghilangkan BOD5 : 20 - 60%,

COD : 20 – 60%, ON (organik nitrogen) : 80 - 95%, dan Ammonia Nitrogen : 30–

50%. (f) unit filtrasi mampu menghilangkan BOD5 : 20 – 50%, COD : 20 – 50%, TSS :

60 – 80%, TP (Total Phosphat): 20 – 50%, ON (organik nitrogen) : 50 - 70%. (g) unit

aerasi / ammonia stripping mampu menghilangkan Ammonia Nitrogen : 60 - 95%. (h)

Chlorinasi mampu menghilangkan ON (organik nitrogen) : 60 - 85% dan Ammonia

Nitrogen : 80– 90%

Dari masing-masing unit pengolah air limbah yang telah disebutkan diatas,

disamping secara spesifik mampu menghilangkan pencemar tertentu, juga memiliki

fungsi sebagaimana disajikan pada tabel berikut.

Page 11: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.11

Tabel : Unit pengolahan limbah cair dan kegunaannya

Unit pengolahan Kegunaan unit pengolahan

Saringan (Bar screen & racks) Menghilangkan padatan kasar

Pencacah (Comminutor) Memotong padatan tersaring

Penangkap pasir Menghilangkan tanah dan pasir

Penangkap lemak dan lengan pengambil (grease trap

& skimmer)

Mengapungkan cairan dan mengurangi padatan

Tangki ekualisasi Menyeragamkan konsentrasi dan aliran influen

Netralisasi Menetralkan asam atau basa

Pengendapan Mengurangi padatan tersuspensi

Reaktor lumpur aktif, saringan tetes, kolam aerasi Menghilangkan bahan organik secara biologis

Media karbon aktif Menghilangkan bahan organik nonbiodegradable

yang terlarut

Koagulasi dengan bahan kimia Presipitasi senyawa fosfat

Nitrifikasi-Denitrifikasi Menghilangkan nitrat melalui proses biologis

Air stripping Menghilangkan senyawa amonia

Pertukaran ion Menghilangkan unsur tertentu

Media penyaring Menghilangkan padatan halus

Osmosis balik dan elektrodialisis Menghilangkan padatan terlarut

Klorinasi dan ozonisasi Menghilangkan organisme patogenik

Diadopsi dari : Sundstrom & Klei, 1979

Strategi memilih (membangun) IPAL

IPAL tersusun dari unit-unit pengolah limbah yang telah diuraikan diatas, yang

dirangkai berdasarkan kebutuhan sesuai kondisi setempat. Beberapa hal dapat dijadikan

pertimbangan bagi para pemilik pabrik / industri dalam memilih jenis IPAL yang kelak

akan dibangun dalam rangka merealisasi RKL / UKL (Rencana / Usaha Pengelolaan

Lingkungan), diantaranya adalah :

1. Karateristik air limbah yang kelak dihasilkan, meliputi debit limbah, sifat-sifat fisik,

kimia dan biologi limbah, serta konsentrasi bahan pencemar (polutan).

2. Kelayakan teknis dari masing-masing unit pengolah limbah, termasuk suku cadang

dan efisiensi dalam mengurangi kadar pencemar.

3. Ketersediaan lahan untuk lokasi dimana IPAL akan ditempatkan

4. Ketersediaan / kesiapan energi (listrik)

5. Ketersediaan / keberlangsungan suplay bahan kimia seperti Tawas, Ferry Chlorida,

PAC, Kaporit, Urea, TSP, dll.

Page 12: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.12

6. Kesesuaian efluen dari IPAL dengan bakumutu efluen (effluent standard) dan

bakumutu badan air (stream standar). Dengan demikian harus memperhatikan

kualitas air (Kelas) badan air dimana efluen IPAL akan dibuang.

7. Kelayakan ekonomi atau ketersediaan dana untuk pembangunan IPAL beserta operasi

dan pemeliharaanya.

8. Kesiapan dan ketersediaan SDM yang kompeten.

9. Kelayakan sosial atau aspek penerimaan dari masyarakat sekitar.

10. Kelayakan lingkungan, yakni kemungkinan adanya bising atau bau yang

ditimbulkan oleh pengoperasian IPAL atau limbah yang berasal dari IPAL. Limbah

yang berasal dari IPAL pabrik / industri tertentu bahkan dikategorikan sebagai

limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).

11. Ketersediaan fasilitas pembuangan akhir (ultimate dispossal)

12. Pemenuhan persyaratan peraturan dan perundang-undangan.

13. Lain-lain.

Disain dan Konstruksi IPAL

Idealnya disain dan konstruksi IPAL dibuat atas dasar data dan informasi atau

pertimbangan – pertimbangan seperti yang disebutkan pada strategi memilih IPAL.

Sehingga disain dan konstruksi IPAL antara satu pabrik / industri akan berbeda dengan

pabrik / industri yang lain. Akan tetapi cara seperti ini cenderung memerlukan dana yang

lebih besar. Oleh karena itu umumnya pabrik / industri (menengah dan rumah tangga)

lebih memilih disain dan konstruksi yang bersifat paket atau modul yang telah tersedia di

pasar atau buku-buku teks.

Dewasa ini telah banyak perusahaan yang menawarkan paket pembuatan IPAL

untuk pabrik / industri / rumah sakit / hotel dan sejenisnya. Sebagian besar paket yang

ditawarkan adalah IPAL dengan proses biologi baik aerobik (lumpur aktif) maupun

anaerobik (tangki pencerna anaerob). Berikut ini disajikan contoh disain atau diagram

alir proses pengolahan air limbah yang umum ada dipasaran atau buku teks.

1. IPAL industri rumah tangga

Industri rumah tangga seperti industri tempe, tahu, rumah makan, dan lain-lain

perlu dikelola. Limbah dari industri rumah tangga tersebut menimbulkan bau yang

tidak enak dan mengganggu lingkungan sekitarnya. Salah satu cara mengelola limbah

Page 13: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.13

rumah tangga adalah dengan membuat 3 bak. Ketiga bak tersebut digunakan sebagai

tempat pengendapan limbah secara bertahap. Dengan demikian air limbah yang keluar

dari bak terakhir sudah tidak membahayakan lagi.

Caranya adalah : Buatlah bak sebanyak 3 buah dari batu bata dengan campuran

pasir dan semen. Kemiringan saluran harus diperhitungkan. Usahakan jangan sampai

ada benda pada air limbah, sebab apabila ada akan menempel dan menyumbat saluran.

Antara bak satu dengan lainnya dihubungkan pipa pralon, antara satu dengan yang lain

letaknya lebih rendah. Susunan dan sifat air limbah yang berasal dari limbah industri

rumah tangga tergantung pada macam dan jenisnya, industri. Air limbah dapat berupa

limbah dari pabrik susu, rumah makan, pemotongan hewan, pabrik tahu, pabrik tempe,

dsb. Kotoran air limbah yang masuk ke bak I, akan mengapung. Pada bagian bawah

limbah melalui pipa akan terus mengalir ke bak II. Lemak akan tertinggal dan akan

menempel pad dinding. Untuk mengambil lemak perlu diserok. Dalam Bak II limbah

akan mengalami pengendapan, terus ke bak III begitu juga. Dari pipa pralon pada bak

III air limbah akan keluar dan sudah tidak membahayakan lagi. Untuk membawa

lumpur diperlukan kecepatan 0.1m/detik dan untuk membawa pasir kasar perlu

kecepatan 0,2m/detik. Cara pembuatannya dapat dilihat Gambar di bawah ini.

Page 14: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.14

Gambar : Disain IPAL industri rumah tangga (Kementrian Ristek RI)

Page 15: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.15

2. Reverse osmose (osmosa balik)

Alat ini bersifat kompak dan moveable. Penggunaanya sangat mudah, air limbah

masuk melalui pipa inlet, kemudian di tekan / dipaksa melewati membran RO (seperti

disaring). Selanjutnya air bersih keluar melalui pipa outlet. Menggunakan tenaga

listrik. Debit air hasil olahan bervariasi antara 3 – 19 liter/menit. Lama waktu

penggunaan membran sangat bergantung pada kualitas air baku (air limbah). Agar

membran tahan lama diperlukan petawatan / pencucian secara khusus. Juga air limbah

yang harus dilakukan pengolahan pendahuluan sehingga tingkat kekeruhannya rendah.

Gambar : Unit reverse osmosa (www.ipteknet.net)

3. Evaporasi (distilasi)

Distilasi dengan memanfaatkan energi sinar matahari sangat potensial dan

prospektif untuk dipergunakan mengolah air limbah. Kualitas air hasil olahan

menggunakan distilator setara dengan air suling. Alat seperti ini bebas biaya energi,

bebas penggunaan bahan pengolah, bebas biaya perawatan, bebas ketergantungan suku

cadang, disain dan konstruksi sederhana, ramah lingkungan dan tidak diperlukan

tenaga terampil berpendidikan khusus.

Page 16: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.16

Gambar : disain dan konstruksi distilator tenaga matahari (Abdullah, S., 2005)

Air limbah

Uap air

Butir embun

embunemb

inlet

Air bersih yg

tertampung

Sinar matahari

Page 17: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.17

4. Biofilter (anaerobik dan aerobik)

Satu contoh adalah biofilter yang dikembangkan BPPT berupa modul terbuat

dari FRP (fiber glass). Terdiri 4 unit pengolah limbah yaitu bak pengendap awal,

tangki anaerobik, tangki aerobik dan bak pengendap akhir. Menggunakan sistem

pertumbuhan lekat, memakai media kerikil atau potongan pipa pvc. (lihat gambar

berikut).

Gambar : Disain dan konstruksi biofilter (BPPT, 1999)

Page 18: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.18

4. RBC (Rotating Biological Contactor)

RBC termasuk reaktor pertumbuhan lekat, dimana bakteri melekat di cakram

yang berputar. Pengoperasian dan perawatan RBC sangat mudah. Konsumsi energi

lebih rendah dari lumpu aktif, dapat dipasang bertingkat, efisiensi penghilangan

amonia tinggi. Akan tetapi RBC rentan perubahan suhu, sulit mengintrol pertumbuhan

bakteri, timbul bau dan tumbuh cacaing rambut serta kadang BOD efluen masih

tinggi.

Gambar : Disain dan konstruksi RBC (BPPT, 1999, Metcalf & Eddy, 1981)

Page 19: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.19

5. Lumpur aktif

Dibawah ini contoh disain IPAL lumpur aktif yang di dahului pengolahan secara

kimia yang berada di pabrik tekstil PT. UNITEX Bogor. Bahan kimia yang digunakan

meliputi FeSO4, Lime, Polimer ANP-10, AL2(SO4)3, Antifoam (silicone base).

Gambar : Disain IPAL Lumpur aktif (BPPT, 1999)

Page 20: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.20

5. Irigasi (land treatment)

Pengolahan air limbah dengan sistem irigasi atau landtreatment dapat dilakukan

pada daerah yang memiliki lahan yang luas dan struktur batuannya tidak memung-

kinkan terjadi penerobosan air limbah kedalam air tanah. Dalam prakteknya bisa

diterapkan untuk pengairan rumput, jagung, bambu dan sejenisnya. Cara ini dipandang

sederhana dan murah biaya operasi dan perawatannya. Diperlukan pengawasan ketat,

agar tidak terjadi kontaminasi dengan manusia (pekerja) secara langsung. Investasi

penyediaan lahan memang amat besar.

Gambar : Konstruksi pengolahan limbah over landtreatment /irigasi.

(Metcalf & eddy, 1981)

Page 21: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.21

Penutup

Teknologi pengelolaan kualitas air, bukan hanya dengan mencegah terjadinya

pencemaran air melalui penerapan pengolahan air limbah menggunakan IPAL pada pabrik

/ industri. Akan tetapi dapat dilakukan dengan beragam cara seperti pembuatan tebing

bronjong pada sungai atau parit, pembuatan biofilter kricak pada saluran limbah kota,

pembuatan sumur peresapan, aerasi polder, larangan penggunaan sungai untuk MCK atau

tempat pembuangan sampah dan sejenisnya.

Sangat disadari bahwa uraian tentang teknologi pengelolaan kualitas air yang lebih

menitik beratkan pada aspek pengolahan air limbah seperti diatas, hanyalah merupakan

gambaran yang masih sangat umum. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan teknis yang

lebih rinci untuk dapat membangun sarana pengolahan air limbah. Pengetahuan teknis

yang lebih rinci lazimnya telah dimiliki para alumni Teknik Lingkungan atau Teknik

Penyehatan Lingkungan. Sehingga apabila hendak membangun IPAL, disarankan untuk

konsultasi atau meminta bantuan kepada mereka.

Kendatipun uraian diatas masih bersifat umum, namun demikian diharapkan

sudah dapat dipakai sebagai gambaran tentang rencana yang kelak akan disusun untuk

merealisasi Usaha Pengelolaan Lingkungan (UKL), khususnya tentang metode

pengolahan air limbah yang paling tepat. Akhirnya, semoga makalah ini dapat

bermanfaat. Saran dan koreksi senantiasa dinanti melalui [email protected].

Pustaka acuan

Abdullah, S., 2006, Estimasi Daya Tampung Beban Pencemaran Organik Sungai Pelus,

Banyumas Jawa Tengah, UGM Yogyakarta.

Abdullah, S., 2006, Pengelolaan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), Politeknik

Kesehatan Semarang.

Abdullah, S., 2005, Pemanfaatan Distilator Tenaga Surya Untuk Memproduksi Air Tawar

Dari Air Laut, UGM Yogyakarta.

Abdullah, S., 1999, Evaluasi Kinerja Proses Lumpur Aktif IPAL RSUD Margono

Soekarjo Purwokerto, ITS Surabaya.

Anonim, 2004, Peraturan Perundang-Undangan : UU RI No.7 Tahun 2004 Tentang

Sumber Daya Air dan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air, Bandung, Fokusmedia.

Page 22: Teknologi Pengelolaan Kualitas Air

Sugeng Abdullah, 2006, Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. p.22

Anonim, 2003, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003

Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Pada Sumber

Air, Kantor MenLH R.I.

Avieni, Nini, 1999, Pengendalian Kualitas Limbah Cair di PT. Sari Husada Dalam

Hubungannya Dengan ISO 14001, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.

BPPT, 1999, Teknologi Pengolahan Air, Direktorat Trknologi Lingkungan, Deputi

Bidang TIEML, BPPT, Jakarta.

Linsley, RK dan Franzini, JB. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2 edisi III, terjemahan

Djoko Sasongko. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Marsono, BD, 1998, Teknik Pengolahan Air Limbah Secara Biologis, Media Informasi

Teknik Lingkungan (MINAT) ITS, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya.

Metcalf & Eddy, 1981, Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, Reuse. 3rd

edition,

Mc Graw Hill Book co, New York.

Sundstrom & Klei, 1979, Waste Water Treatment, Prentice Hall Inc, Engelwood clifs,

New Jersey.

www.iptek.net.id\IND\WARINTEK\Pengelolaan_dan_Sanitasi_idx025e.html